Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 3, Maret 2024

 

PENINGKATAN THROUGHPUT COATED PAINTING LINE DENGAN MENGURANGI WAKTU CHANGE OVER MENGGUNAKAN METODE SMED DAN SPAGHETTI DIAGRAM

 

Yugo Prasetyo, Mokh. Suef

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

PT XYZ adalah perusahaan baja lapis warna terkemuka yang menjadi pionir produk baja lapis warna pertama di Indonesia. untuk memenuhi kebutuhan konsumen, perusahaan dituntut untuk bisa menaikkan output yang bertujuan mengurangi waktu tunggu yang Panjang. Dengan tantangan berupa waktu transisi yang panjang untuk pembersihan roll dan setup mesin setiap pergantian produk. Maka dilakukan penelitian yang bertujutan untuk melakukan identifikasi pada proses transisi yang Panjang, proses pemborosan pada saat transisi dan perbaikan yang dibutuhkan untuk menaikkan output produksi. Dengan pendekatan lean manufacturing dengan tool berupa metode SMED (Single Minutes Exchange of Dies), Spaghetti diagram dan swimlane process map yang menjadi pilihan pendekatan perbaikan untuk mengurangi waktu transisi. Penelitian diawali dengan observasi di lapangan untuk mendapatkan data primer setelah itu dilakukan analisis menggunakan Process Mapping, dan waste reduction berdasarkan metode SMED dan 7 waste yang ada pada lean manufacturing dengan menggunakan Spaghetti diagram dan swimlane process map. Penelitian ini menghasilkan rencana tindakan berupa pengurangan proses transisi dengan memisahkan kegiatan internal dan eksternal, proses automatisasi pada pembersihan roll, modifikasi beberapa item isolasi di satu poin, relay out pada ruangan coater, multiskill operator, pembagian serta perbaikan kordinasi pekerjaan sehingga bisa mengurangi waktu transisi 70% sehingga bisa menambah 4,188.8 Ton dalan 1 tahun diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan throughput produksi perusahaan serta meningkatkan daya saing perusahaan

Kata Kunci: lean manufacturing; ppgl; ppgi; smed; spaghetti diagram; swimlane process map

 

Abstract

PT XYZ is a leading colored steel company that pioneered the production of colored steel products in Indonesia. To meet consumer demands and improve production lead time, the company faces the challenge of lengthy transition times for roll cleaning and machine setup during product changes. To address this challenge, a research study was conducted to identify lengthy transition processes, wasteful processes during transitions, and necessary improvements to increase production output. Applying a lean manufacturing approach with tools such as the SMED (Single Minutes Exchange of Dies) method, Spaghetti diagram, and swimlane process map, the research began with on-site observations to gather primary data. Subsequently, an analysis was carried out using Process Mapping and waste reduction methods based on the SMED method and the 7 wastes in lean manufacturing. Spaghetti diagrams and swimlane process maps were employed in this analysis. The research has a purpose for deliver action plan for reducing transition processes, including the separation of internal and external activities, automation of roll cleaning, modification of certain isolation items at a specific point, layout changes in the coater room, implementation of multi-skilled operators, and improved job coordination. These activity can reduce 70% of transition time, allowing for an additional production throughput of 4,188.8 tons within one year. This is crucial for maintaining and enhancing the company's production throughput and competitiveness.

Keywords: lean manufacturing; ppgl; ppgi; smed; spaghetti diagram; swimlane process map

 

Pendahuluan

Pola perubahan permintaan pasar konsumen terus berubah seiring waktu. Konsumen menjadi cenderung mengharapkan preferensi yang beragam, dan inovasi yang terus-menerus pada suatu produk berdampak pada lead time produksi yang panjang karena kemampuan produksi yang menurun seiring dengan semakin meningkatnya frekuensi transisi produk, tentunya hal ini berdampak pada konsumen yang harus menunggu lama untuk mendapatkan produk yang diinginkan dan pada akhirnya konsumen akan memilih untuk membeli dari produsen lain yang menawarkan lead time yang lebih pendek. Sehingga dalam hal ini, industri harus bisa beradaptasi dengan kondisi pasar untuk bisa selalu berkompetisi dengan pesaing-pesaing di industri yang sama, baik dari dalam maupun luar negeri untuk bisa bertahan dalam bisnisnya (Pristianingrum et al., 2017).

Di kondisi seperti ini, salah satu daya saing yang ada pada industri adalah fleksibilitas untuk memberikan banyak pilihan produk ke konsumen, industri harus bisa memenuhi permintaan dengan variasi produk yang banyak bahkan dengan kuantiti permintaan yang yang mungkin tidak terlalu besar untuk tiap tipe produk tanpa harus menunggu lama untuk mendapatkan produk-produk yang di order.

Tentunya ini menjadi tantangan dalam manufaktur dengan banyaknya variasi, maka banyak pula terjadi transisi perubahan produk yang akan berakibat ke produktivitas yang rendah (Van De Ginste et al., 2022). Produktivitas sendiri adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan atau jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya) untuk menghasilkan hasil tersebut (Rino et al., 2015).

Bagaimanapun juga daya saing perusahaan dapat dilihat dari respon terhadap konsumen dan juga seberapa besar efisiensi yang ada dalam proses manufakturnya, jika itu perusahaan barang. Respon terhadap konsumen berkaitan dengan Quality, Cost dan Delivery. Untuk Cost daya saing ditentukan oleh produktivitas suatu lokasi yang menggunakan sumber daya manusia, modal, dan alamnya untuk menciptakan nilai. Dalam hal ini, inovasi sangat diperlukan dalam meningkatkan produktivitas di industri karena inovasi akan menjadi kunci dari keberhasilan perusahaan dalam bersaing. Inovasi diakui sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan untuk peningkatan produktivitas (Mamasioulas et al., 2020). Inovasi produk terkait erat dengan pengembangan teknologi baru dan produk yang memenuhi kebutuhan pasar. Di sisi lain, inovasi proses terkait dengan peralatan baru, peralatan atau metode manufaktur yang meningkatkan produksi suatu produk dan memberikan layanan yang lebih baik (Na & Kang, 2019).

Kondisi seperti ini terjadi pada industri baja lapis warna di Indonesia, dimana perusahaan PT XYZ mempunyai 3 line produksi dengan kapasitas 300.000 ton per tahun yang mempunyai permasalahan dalam memenuhi kebutuhan konsumen karena leadtime produksi yang sangat panjang sehingga berdampak pada konsumen yang memilih untuk membeli dari produsen lain.

Sebagai perusahaan perintis baja lapis warna di Indonesia, PT XYZ menghadapi tantangan pasar yang sangat berat, sehingga industri harus dapat dengan cepat menyelesaikan permasalahan tersebut untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi disamping harus menyesuaikan produk, layanan, dan proses produksi untuk penyesuaian terhadap tren dan inovasi yang terjadi. Industri yang fleksibel dapat merespons tren dan inovasi yang muncul dengan cepat.

Selain itu, juga mampu mengadopsi teknologi baru, mengembangkan produk baru, dan memperkenalkan perubahan dalam operasi mereka untuk tetap relevan dan bersaing di pasar yang berkembang. Fleksibilitas memungkinkan industri untuk mengoptimalkan operasional mereka dengan cara yang lebih efisien. Dengan kemampuan untuk mengubah dan menyesuaikan proses produksi, peralatan, dan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan, industri dapat mengurangi pemborosan, meningkatkan produktivitas dan kapasitas, dan mengurangi biaya operasional.

Inovasi proses sangat diperlukan pada perusahaan industri. Kesuksesan perusahaan sebagai penyedia inovasi berasal dari kapasitas eksplorasi dan kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari inovasi tersebut (Na, 2019). Dari tantangan industri diatas ada beberapa pendekatan inovasi yang bisa dilakukan, seperti dengan menggunakan pendekatan Lean Manufacturing dengan metode SMED dan 7 waste analisis untuk bisa meningkatkan efisiensi perusahaan.

Perusahaan PT XYZ adalah perusahaan yang memproduksi baja lapis seng warna di dunia dan telah mengoperasikan lebih dari 132 line produksi di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, PT XYZ merupakan perusahaan pertama yang memproduksi baja lapis ringan seng warna di Indonesia yang mempunyai 3 line produksi dengan kapasitas rata-rata per tahung untuk sekitar 100 ribu ton per tahun dan total produksi sekitar 300 ribu ton per tahun.

Berdasarkan analisis kebutuhan baja lapis seng warna di Indonesia yang tiap tahun berkembang, dapat digambarkan proyeksi permintaan dan pemenuhan yang dinamis di tiap tahunnya. Fluktuasi kebutuhan baja lapis di Indonesia ditunjukkan melalui data tren impor galvalum yang disajikan pada Gambar 1 berikut.

 

Gambar 1.  Tren Impor Galvalum  (Kementrian Perindustrian)

Berdasarkan Gambar 1, selama periode Juni 2020 hingga April 2023 impor baja lapis di Indonesia secara umum mengalami peningkatan sebanyak 2 persen dengan fluktuasi kebutuhan yang beragam di setiap tahunnya hal ini menjadi indikasi meningkatnya kebutuhan baja dalam negeri disamping produksi baja nasional yang juga meningkat hampir sekitar 5.6% ditiap tahunnya  dari data IISIA (The Indonesia Iron & Steel Association).

Tantangan perusahaan datang dari permintaan yang dari tahun ke tahun mempunyai variasi cukup banyak dan berakhirnya masa paten dari teknologi baja ringan lapis warna pada tahun 2020, sehingga banyak perusahaan baru yang menjadi pesaing baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Variasi produk yang cukup banyak dan meningkat dari tahun ke tahun, ditambah dengan munculnya pesaing-pesaing pada industri yang sama menjadikan perusahaan ini harus bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan baru, serta produk impor dari luar. Tentunya bukan hal yang mudah untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan baru yang mempunyai mesin-mesin baru dan memiliki efisiensi mesin yang lebih baik. Apalagi banyaknya variasi juga mengakibatkan efisiensi PT. XYZ menjadi stagnan.

Pengukuran kinerja atau performance manufaktur di PT. XYZ dilakukan dengan perhitungan nilai OEE (Overall Equipment Effectiveness). OEE merupakan suatu pengukuran efektivitas pemakaian suatu mesin/peralatan dengan menghitung ketersediaan mesin, performansi dan kualitas produk yang dihasilkan (Irsan, 2015), dimana OEE ini menjadi menjadi salah satu KPI (Key Performance Indicator) yang ada di manufaktur.

Selain OEE, dari sisi komersial kinerja lain yang diukur yaitu VCM (Variable Cost Margin) per ton produksi. Kedua ini akan saling berkaitan dan berdampak pada daya saing perusahaan karena jika kinerja OEE rendah, maka produktivitas perusahaan juga rendah dan berakibat pada biaya variabel yang dikeluarkan juga akan semakin besar sehingga harga produk akan sulit untuk berkompetisi dengan produk-produk lokal lain ataupun bahkan dengan produk impor tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan konsumen dengan lead time yang lebih pendek karena respon ini yang bisa dijadikan modal untuk bersaing dengan pasaran.

Selama periode bulan Juli 2021 hingga Januari 2023, pengukuran kinerja manufaktur PT. XYZ telah dilakukan dan diperoleh hasil yang disajikan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2.  Trend OEE dan Output di CPL Line PT XYZ

 

Berdasarkan Gambar 2, tren rata-rata OEE masih berada rata rata di 77%, jauh di bawah best practice sebesar 85%, dimana hal tersebut akan berdampak pada throughput perusahaan yang rendah. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan data pada grafik dari kapasitas design sekitar 5.500 ton per bulan hanya mampu mencapai 4000 ton per bulan, bahkan kurang dari itu. Oleh karena itu, peluang untuk perbaikan pada coated painting line (CPL) sangat besar.

Identifikasi penyebab rendahnya OEE diketahui disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya unscheduled delay, transition loss, quality loss dan speed loss yang secara detail ditampilkan pada Grafik 3 berikut.

Gambar 3. Detail Loss OEE PT XYZ

 

Secara rinci, penyebab rendahnya OEE disajikan pada Gambar 3 yang menjelaskan masalah terbesar saat ini yang terletak pada speed losses dan waktu transisi yang jika keduanya di total maka rata-rata berada di angka 19%. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dalam upaya untuk memperbaiki loss yang terjadi di CPL Line yang berfokus pada pengurangan waktu transisi.

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan output produksi dengan mengetahui pengaruh pengurangan waktu transisi dan pemborosan pada saat pergantian produk dengan swimlane process map, spaghetti diagram dan metode SMED.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan melalui enam tahapan, yakni tahap perumusan masalah dan tujuan penelitian, tahap studi literatur dan studi lapangan, tahap pengumpulan dan analisa data, tahap improvement dan analisa, serta tahap standarisasi selanjutnya terakhir adalah penarikan kesimpulan dan saran.

Dalam penelitian ini setelah tujuan ditentukan, maka selanjutnya adalah mencoba memahami situasi awal dari garis yang diteliti melalui pengumpulan data. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan instrumen berupa kuesioner, serta hasil observasi lapangan. Selain itu, juga dilakukan pengumpulan data sekunder berupa data layout dan flow process, data history OEE, data transisi, serta data output produksi.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Swimlane Process Map untuk data seluruh aktivitas transisi dan koordinasi antar bagian, Spaghetti Diagram untuk data seluruh aktivitas perpindahan operator, serta data seluruh detail semua aktivitas operator pada saat transisi.

Data yang telah diolah selanjutnya dilakukan analisis diantaranya analisa identifikasi waste pada existing Swimlane Process Map, analisa identifikasi waste pada existing spaghetti diagram, dan analisa aktifitas internal dan eksternal serta dilakukan perbaikan pada aktifitas internal.

Terakhir pada tahap perbaikan akan diberikan data future Swimlane Process Map, data future Spaghetti Diagram, dan data future aktifitas waktu transisi.

 

Hasil dan Pembahasan

Data Kinerja: Total Data Loss merupakan gabungan dari berbagai bentuk kehilangan selama proses produksi. Pada periode 2021-2022, Total Data Loss mencapai 2035 jam atau sekitar 22,6% dari total waktu produksi. Terjadi peningkatan pada periode 2022-2023 menjadi 1.959 jam atau sekitar 22% dari total waktu produksi. Peningkatan Transisi Loss menjadi fokus perhatian karena dapat mengurangi output. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi akar penyebab dan merancang strategi perbaikan.

Gambar 4. Trend Loss Time Ratio Periode 2022-2023

 

Transition Loss mencakup waktu perubahan produksi seperti pergantian produk. Rata-rata Transition Loss pada CPL 2021-2022 adalah 732 jam atau sekitar 8,1%. Pada CPL 2022-2023, terjadi kenaikan menjadi 753 jam atau 8,4%.  persentase meningkat, menunjukkan perluasan efisiensi pergantian produksi. Diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk optimalisasi. Peningkatan Transisi Loss menjadi fokus utama perbaikan karena memiliki dampak langsung pada efisiensi dan output produksi secara keseluruhan.

Gambar 5. Trend Loss Hour

 

Transisi Loss mencakup waktu yang dihabiskan untuk perubahan produksi, seperti pergantian shift atau perubahan produk. Pada periode 2021-2022, rata-rata Transisi Loss adalah 732 jam atau sekitar 8,1%, persentase kenaikan mencapai 8,4%. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun ada usaha untuk memperbaiki, masih ada tantangan dalam efisiensi pergantian produksi yang perlu dievaluasi lebih lanjut.

Efek langsung dari Transisi Loss adalah penurunan output produksi, karena selama proses perubahan produksi, mesin dan fasilitas tidak dapat beroperasi secara optimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan output produksi, penekanan pada perbaikan Transisi Loss menjadi kritis.

Dalam menghadapi tantangan ini, beberapa strategi perbaikan dapat diimplementasikan. Peningkatan Transisi Loss bukan hanya tentang mengurangi waktu secara keseluruhan tetapi juga menciptakan perubahan yang mendalam dalam kultur produksi perusahaan.

Dengan mengoptimalkan output produksi, perusahaan dapat menghasilkan lebih banyak produk dalam waktu yang lebih singkat, meningkatkan kapasitas produksi, dan merespons lebih cepat terhadap perubahan permintaan pasar. Dengan pendekatan holistik terhadap perbaikan Transisi Loss, perusahaan dapat mencapai hasil yang signifikan dalam hal peningkatan output, penggunaan sumber daya yang lebih efisien, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, investasi waktu dan sumber daya dalam meningkatkan manajemen Transisi Loss dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang yang berkelanjutan dalam kesuksesan operasional perusahaan.

Gambar 6. OEE Periode 2022-2023

 

Peningkatan Transisi Loss menjadi fokus utama perbaikan dapat membawa dampak besar pada efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dengan mengidentifikasi akar penyebab, memperbaiki perencanaan dan pelatihan, menerapkan teknologi yang tepat, dan meningkatkan pengelolaan selama transisi, perusahaan dapat mencapai manfaat optimal dalam waktu yang relatif singkat. Pendekatan holistik dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan akan membantu menciptakan fondasi untuk operasi produksi yang lebih efisien dan responsif.

Tabel 1. Data Pengalaman Kerja Karyawan

No

Variabel

N

Min

Max

Mean

1

Lama bekerja di Perusahaan

24

2

28

13,5

2

Lama bekerja di posisi saat ini

24

0,25

26

5,6

 

 

Data Interview: Dari hasil analisis data interview yang telah diungkapkan, sejumlah temuan penting muncul, memberikan wawasan mendalam tentang kondisi kerja di Coated Painted Line (CPL). Berikut adalah analisis dan kesimpulan yang dapat diambil dari data tersebut:

a)  Pengalaman Kerja dan Loyalitas Karyawan

Rata-rata pengalaman kerja karyawan di CPL adalah 13,5 tahun, menunjukkan tingkat loyalitas dan kontribusi jangka panjang. Rendahnya tingkat pergantian karyawan bisa diartikan sebagai kepuasan dan kenyamanan mereka di lingkungan kerja tersebut.

Mayoritas karyawan telah bekerja di posisi yang sama selama 5,5 tahun, mencerminkan stabilitas pekerjaan. Meski demikian, tantangan muncul dalam mengintegrasikan karyawan baru, dan perlu ada perhatian khusus untuk memastikan adaptasi yang cepat dan dukungan bagi karyawan baru.

b)  Manfaat Dari Keanekaragaman Karyawan

Adanya variasi dalam lama bekerja di posisi yang sama dapat menjadi keuntungan bagi perusahaan. Karyawan lama membawa stabilitas dan pengetahuan mendalam, sementara karyawan baru membawa pemikiran segar dan inovasi. Program pelatihan dan mentorship dapat membantu memanfaatkan keberagaman ini. Karyawan lama dapat berfungsi sebagai mentee, sementara karyawan baru dapat membawa pemikiran baru dan solusi kreatif.

c)  Pengurangan Waktu Transisi

Mayoritas karyawan mendukung pengurangan waktu pergantian, menunjukkan kesadaran akan pentingnya efisiensi operasional. Dukungan ini dapat diartikan sebagai indikator keterlibatan karyawan dalam upaya meningkatkan produktivitas. Karyawan yang tidak mendukung pengurangan waktu pergantian memerlukan pendekatan lebih lanjut. Mungkin ada ketidaknyamanan atau resistensi terhadap perubahan yang perlu dielaborasi dan diatasi.

d)  Pelatihan dan Pengembangan Karyawan

Mayoritas karyawan telah mendapatkan pelatihan untuk metode changeover, mencerminkan komitmen perusahaan terhadap pengembangan karyawan. Untuk memastikan bahwa pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan spesifik pekerjaan karyawan. Evaluasi keberhasilan pelatihan tidak hanya dilihat dari jumlahnya, tetapi juga relevansinya dengan tugas-tugas yang diemban.

e)  Keterampilan dan Pengetahuan Karyawan

Mayoritas karyawan merasa cukup memiliki keterampilan atau pengetahuan yang dibutuhkan, tetapi ada beberapa yang merasa tidak cukup. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk menentukan area keahlian atau pengetahuan yang masih kurang di antara responden. Melibatkan karyawan dalam proses penilaian kebutuhan pelatihan dan memberikan ruang untuk memberikan masukan dan saran akan membantu meningkatkan program pelatihan.

f)  Pemahaman Terhadap Proses

Mayoritas karyawan merasa paham dengan proses di area kerja mereka, menciptakan dasar yang kuat untuk produktivitas tinggi. Pemahaman ini dapat terus ditingkatkan melalui budaya pembelajaran yang mendukung. Perusahaan perlu memastikan bahwa pemahaman karyawan mencakup tidak hanya tugas harian tetapi juga kontribusi mereka terhadap tujuan perusahaan secara keseluruhan.

g)  Kesulitan dalam Bekerja

Mayoritas karyawan tidak melaporkan kesulitan dalam bekerja, tetapi perusahaan harus tetap memperhatikan kelompok minoritas yang mungkin menghadapi tantangan tertentu. Komunikasi terbuka dan saluran umpan balik dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi masalah.

h)  Pentingnya Komunikasi dan Evaluasi Rutin

Komunikasi internal yang jelas dan evaluasi rutin terhadap kepuasan dan kesejahteraan karyawan sangat penting. Hal ini membantu mengidentifikasi masalah, mendapatkan wawasan tentang perbaikan yang diperlukan, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif.

Data interview memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi kerja di CPL. Sementara stabilitas dan loyalitas karyawan menjadi poin kekuatan, tantangan dalam mengintegrasikan karyawan baru dan meningkatkan efisiensi proses masih memerlukan perhatian khusus. Program pengembangan karyawan, pelatihan yang terkini, dan budaya pembelajaran dapat menjadi kunci untuk mencapai keseimbangan yang optimal antara kestabilan dan inovasi. Perusahaan perlu menjaga komunikasi terbuka dan saluran umpan balik untuk terus meningkatkan lingkungan kerja dan memastikan kepuasan karyawan.

SMED pada Coater Proses: Coated Painting Line (CPL) adalah line yang memproduksi baja lapis warna dari inputan material coil untuk selanjutnya dilakukan proses pelapisan/ pengecatan warna pada permukaan untuk melindungi permukaan dari korosi dan memberikan estetika, serta fungsi khusus dalam produk. Adapun material yang diproses terdiri dari 2 (dua) material yaitu PPGL dan PPGA.

   PPGL adalah singkatan dari "Pre-Painted Galvalume," yang mengacu pada produk pelat baja yang telah diwarnai sebelumnya (pre-painted) dengan lapisan cat pada permukaan baja galvalume. Sedangkan untuk PPGA adalah singkatan dari "Pre-Painted Galvanized Iron" atau "Pre-Painted Galvanised Steel," yang mengacu pada produk baja galvanis yang telah diwarnai sebelumnya (pre-painted) dengan lapisan cat pada permukaannya.

Secara keseluruhan proses dan step pada coated painting line bisa dilihat dari gambar proses Gambar 6.

A computer screen shot of a computer screen

Description automatically generated

Gambar 6. Alur Proses Produksi pada CPL Line

 

Pada proses produksi terdapat 3 bagian di coated painting line yaitu bagian entry proses, coater proses dan exit proses. Sedangkan untuk proses transisi sendiri yang utama dilakukan di bagian coater proses.

Pada coater proses terdapat 3 sub bagian utama proses yang melakukan proses pekerjaan pergantian sangat besar yaitu di bagian S-Wrap coater, BFC (Bottom finish coater) dan U-wrap seperti pada Gambar 7.

A screenshot of a graph

Description automatically generated

Gambar 7. Proses Transisi pada Coater Room

 

SMED adalah pendekatan yang digunakan untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan setup atau transisi antara dua tugas atau produk. Sistem SMED, yang dipelopori oleh Shigeo Shingo di Mitshubishi Heavy Industries Hiroshima dan di Toyota Motor Company, menjadi metode dasar yang sudah terbukti efektif untuk menurunkan waktu setup atau changeover (Silva et al., 2020).

Proses S-wrap pada coated painting line adalah bagian dari proses aplikasi primer paint ke strip sisi top dan bottom. S-wrap mengacu pada pola lintasan strip yang membentuk pola "S" pada sepanjang jalur proses, melibatkan beberapa roll dan mekanisme pengaturan untuk mencapai ketebalan lapisan cat (DFT) yang diinginkan.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis transisi pada S-Wrap Desk dan mencoba mengeluarkan pekerjaan eksternal untuk mempercepat prosesnya. Langkah pertama adalah memisahkan dengan jelas pekerjaan yang dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Pekerjaan internal dilakukan saat mesin berhenti, sedangkan pekerjaan eksternal dapat dilakukan ketika mesin masih berjalan.

Gambar 8. S-Wrap Coater

 

Berdasarkan hasil analisis dari 5 pekerjaan dalam proses S-Wrap, maka dapat dialihkan menjadi pekerjaan eksternal yang meliputi:

a)  Prepare Solvent Cans for Cleaning and Flushing (4 Menit).

b)  Prepare Paint for Running (Stirrer to Make it Homogen and Check Viscosity Before Run) (4 Menit).

c)  Measure Residual Paint with Paint Measuring Stick and Close Paint Drum (4 Menit).

d)  Remove Drum from Inside the Coater Room (5 Menit).

e)  Replace New Paint Drum (Already Stirred and Checked Initial Viscosity) (5 Menit).

Terlihat dari total waktu transisi yang dibutuhkan pada S-Wrap sekitar 115 menit bisa dikurangi menjadi 93 menit atau sekitar 19.1% berkurang setelah memisahkan pekerjaan internal dan eksternal. Mengurangkan pekerjaan eksternal dalam proses setup S-Wrap Desk dapat memberikan manfaat signifikan dalam hal waktu dan produktivitas.

Implementasi langkah-langkah seperti persiapan bahan sebelumnya dan otomatisasi dapat mengoptimalkan proses transisi, memungkinkan perusahaan untuk mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam operasional sehari-hari. Penting untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitas perubahan ini untuk memastikan kesuksesan jangka panjang.

Dengan menerapkan taktik-taktik ini, perusahaan dapat mengoptimalkan proses transisi dengan memanfaatkan waktu operasional mesin. Pemilihan alat dan teknologi yang tepat, persiapan sebelumnya, dan prosedur yang efisien adalah kunci untuk mencapai pengurangan waktu yang signifikan dalam transisi S-Wrap Desk.

Dengan langkah yang sama seperti pada analisa S-Wrap akan dilakukan juga pada BFC dengan mengidentifikasi dan mengeluarkan beberapa pekerjaan eksternal. terdapat 5 pekerjaan yang dapat dialihkan menjadi pekerjaan eksternal diantaranya:

a)  Proses Persiapan Pembersihan (4 Menit).

b)  Selanjutnya Menyiapkan Cat untuk Dioperasikan (Stirrer untuk Membuatnya Homogen dan Memeriksa Viskositas Sebelum Dioperasikan) (5 Menit).

c)  Mengukur Sisa Cat dengan Tongkat Pengukur Cat dan Menutup Drum Cat (4 Menit).

d)  Mengeluarkan Drum dari Dalam Ruang Coater (5 Menit).

e)  Mengganti Drum Cat Baru (Sudah Diaduk dan Diperiksa Viskositas Awal) (5 Menit).

f) Menyiapkan Coater Head Sampai Siap dioperasikan (4 Menit).

Selanjutnya pada proses Bottom Finish Coater (BFC), untuk aplikasi bottom finish coat strip melibatkan beberapa langkah dan pengaturan kritis untuk mencapai hasil yang diinginkan.  BFC Coater untuk Aplikasi Bottom Finish Coat Strip merupakan Forward Mode dimana pada forward mode, arah putaran aplikator roll berlawanan dengan arah laju strip. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan Dry Film Thickness (DFT) yang lebih tinggi, berkisar antara 4-8 mikron.

Gambar 9. BFC (Bottom Finish Coater)

 

Terlihat dari total waktu transisi yang dibutuhkan pada BFC sekitar 118 menit dapat dikurangi menjadi 95 menit atau sekitar 22,9% berkurang setelah dilakukan memisahkan pekerjaan internal dan eksternal, serta ditambahkan juga menerapkan taktik-taktik ini. Hal tersebut bertujuan untuk menyederhanakan proses persiapan, mengurangi waktu henti, dan membuat transisi secara keseluruhan lebih efisien. Kunci utamanya adalah standarisasi prosedur, pelatihan operator, pengoptimalan peralatan, dan penerapan otomatisasi di titik-titik kritis. Dengan fokus pada efisiensi dan akurasi, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi waktu berhenti produksi secara signifikan.

Pada tahap SMED selanjutnya yaitu pada proses U-Wrap dan dilakukan langkah-langkah yang sama dengan proses S-Wrap dan BFC, dimana dilakukan identifikasi pekerjaan eksternal.

Gambar 10. U-Wrap Coater

 

Analisa SMED pada proses U-Wrap diperoleh 6 langkah yang dapat dikerjakan secara eksternal, yaitu:

a)  Persiapan Kaleng Pelarut (Prapare Solvent Cans for Cleaning and Flushing) (4 Menit).

b)  Selanjutnya persiapan Cat (Prepare Paint for Running) (4 Menit).

c)  Pembersihan Roll Cadangan Online (Cleaning Back Up Roll Online with MAK Scrapper) (4 Menit).

d)  Pengukuran Sisa Cat di Drum (Measuring Remaining Paint in Drum with Stick Measure and Close Lid Drum) (5 Menit).

e)  Pengeluaran Drum Cat dari Ruang Coater (Remove the Paint Drum out of Coater Room)               (4 Menit).

f) Penggantian Drum Cat Baru (Replacing the Drum Paint a New One) (5 Menit).

Proses aplikasi top finish coat pada strip menggunakan paint coater U-Wrap melibatkan beberapa langkah dan komponen yang kritis untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Terdapat dua head, yaitu Head A di sisi exit dan Head B di sisi entry, yang dapat berfungsi sebagai redundant head untuk pergantian cat atau warna. Mode reverse digunakan untuk mendapatkan Dry Film Thickness (DFT) yang lebih tebal, berkisar antara 13-17 mikron.

Terlihat dari total waktu transisi yang dibutuhkan pada U-Wrap sekitar 105 menit bisa kita kurangi menjadi 79 menit atau sekitar 24,8% berkurang setelah dilakukan pemisahan pekerjaan internal dan eksternal dengan menerapkan taktik SMED pada setiap langkah persiapan eksternal.

Perusahaan dapat mencapai efisiensi setup yang tinggi, meminimalkan waktu berhenti produksi, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Integrasi teknologi otomatis dan pelatihan operator yang baik menjadi kunci keberhasilan dalam menerapkan SMED.

RCA Internal Task: RCA adalah pendekatan yang terstruktur dan sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang mendasari suatu masalah atau kejadian. RCA adalah alat yang kuat dalam konteks manajemen kualitas dan perbaikan proses (Barsalou, 2014).

RCA menjadi komponen penting dari suatu pemahaman yang menyeluruh tentang “apa yang terjadi”. Ditinjau dari “pemahaman awal” dari suatu kejadian dan mengidentifikasi pertanyaan yang belum terjawab dan kesenjangan informasi (Barsalou, 2014).

Pada analisa RCA ini dilakukan identifikasi 3 task dengan alokasi waktu tertinggi pada pekerjaan internal.

a) Analisa RCA Internal Task S-Wrap

Berdasarkan tabel task pada S-Wrap maka ada 3 task tertinggi yaitu:

1)   Memastikan Viskositas Sesuai Standar (12 Menit): Proses memastikan viskositas yang memakan waktu dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam memulai operasi coater. Jika memungkinkan, cara yang lebih efisien untuk memonitor dan menyesuaikan viskositas dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan, mempercepat proses persiapan, dan mengoptimalkan penggunaan waktu.

2)   Cleaning Tray Hingga Bersih (8 Menit)

Waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan tray adalah aspek penting dalam mengoptimalkan waktu transisi. Jika proses pembersihan dapat dipercepat tanpa mengorbankan kualitas, itu akan memberikan kontribusi signifikan terhadap efisiensi operasional.

Dari data analisa pada Fishbone Diagram pada proses S-Wrap ini merekomendasikan untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan efisiensi, yaitu (1) Evaluasi SOP pada proses transisi di S-Wrap, (2) Optimisasi pengukuran viscosity secara auto dan adjustment, dan (3) Auto Cleaning Tray dengan nozzle dan modifikasi drain.

Rekomendasi perbaikan di atas diharapkan bisa mengurangi dan mempersingkat dari total waktu 20 menit menjadi 4 menit untuk handling proses pembersihan auto atau sekitar 16 menit pengurangan untuk proses manual cek viskositas dan proses pembersihan tray. Sehingga secara total pada proses S-Wrap bisa mengurangi waktu dari 93 menit setelah dikurangi eksternal task menjadi 77 menit atau sekitar 17,2% pengurangan.

 

b) Analisa RCA Internal Task BFC

Pada analisa RCA akan dilakukan identifikasi 3 task dengan alokasi waktu tertinggi pada pekerjaan internal, yaitu:

1)   Cleaning Tray dan Chute Hingga Bersih (11 Menit)

Waktu yang diperlukan untuk membersihkan tray dan chute yang relatif lebih lama menunjukkan adanya potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pembersihan ini. Waktu yang diperlukan untuk membersihkan tray dan chute dapat diatasi dengan memperbaiki atau mengganti metode pembersihan yang lebih efisien. Hal ini dapat membantu mengurangi waktu transisi secara keseluruhan.

2)   Isolasi Drive Briddle #3 di PLC dan 3B di Lokal Switch (8 Menit) dan Deisolasi (8 Menit)

Keterlibatan waktu yang cukup lama dapat menunjukkan adanya kompleksitas atau inefisiensi dalam proses isolasi. Meningkatkan efisiensi pada tahap ini dapat mengurangi waktu total transisi. Peningkatan dalam proses isolasi dapat membantu mengurangi waktu transisi secara signifikan. Evaluasi metode isolasi dan implementasi perubahan yang efisien dapat meningkatkan respons terhadap perubahan dalam proses.

Berdasarkan data analisa pada Fishbone Diagram pada proses BFC ini merekomendasikan untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan efisiensi, yaitu (1) Evaluasi SOP pada proses transisi di BFC, (2) Auto Cleaning Tray dengan nozzle dan modifikasi drain, dan (3) One poin isolasi pada proses isolasi bridle.

Rekomendasi perbaikan di atas diharapkan bisa mengurangi dan mempersingkat dari total waktu 27 menit menjadi 8 menit. Waktu 8 menit ini digunakan untuk proses auto cleaning dan proses isolasi dan deisolasi yang masih membutuhkan waktu masing masing 4 menit sehingga waktu pengurangan total menjadi 19 menit. Kalau melihat total waktu pada proses BFC, maka pada proses BFC bisa mengurangi waktu dari  95 menit setelah dikurangi eksternal task menjadi 76 menit atau sekitar 20% pengurangan.

 

c) Analisa RCA Internal Task u-Wrap

Pada analisa RCA ini kita akan mengidentifikasi 3 task dengan alokasi waktu tertinggi pada pekerjaan internal, jika kita melihat pada tabel task pada U-Wrap maka ada 3 task tertinggi yaitu:

1)   Cleaning Tray dan Chute Hingga Bersih (11 Menit)

Waktu yang lebih lama untuk membersihkan tray dan chute menunjukkan bahwa ada potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pembersihan ini, yang dapat berkontribusi pada pengurangan waktu transisi secara keseluruhan.

2)   Cleaning Hose Outlet and Dam (8 Menit)

Waktu yang signifikan untuk membersihkan hose outlet dan dam menunjukkan adanya potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam membersihkan dan mempersingkat waktu respons terhadap perubahan.

Berdasarkan data analisa pada Fishbone Diagram pada proses U-Wrap ini merekomendasikan untuk perbaikan dalam upaya meningkatkan efisiensi, yaitu (1) Evaluasi SOP pada proses transisi U-Wrap, (2) Auto Cleaning Tray dengan nozzle dan modifikasi drain, serta (3) Reposisi hose agar mudah dibersihkan.

Rekomendasi perbaikan di atas diharapkan bisa mengurangi dan mempersingkat dari total waktu 19 menit menjadi 8 menit. Waktu 8 menit ini digunakan unutk untuk auto cleaning dan untuk proses pembersihan hose masing masing 4 menit sehingga waktu pengurangan untuk proses pembersihan tray dan hose sekitar 11 menit. Dengan demikian secara total dari proses dapat mengurangi waktu dari 79 menit setelah dikurangi eksternal task menjadi 68 menit atau sekitar 14% pengurangan.

Spaghetti Diagram: Spaghetti diagram yang disebut juga Spaghetti chart, Spaghetti model atau Spaghetti plot merupakan suatu metode untuk melihat pergerakan objek dalam sistem dengan bantuan garis (Kanaganayagam et al., 2015).

Objek bergerak yang disurvei dapat berupa pekerja, material, dan sebagainya. Suatu sistem di mana objek tersebut bergerak dapat berupa area produksi, bagian dari bangunan, atau bengkel dimana hasil yang diperoleh menyerupai spaghetti seperti namanya (Senderská et al., 2017). 

Gambar 11. Spaghetti Diagram S-Wrap

 

Berdasarkan hasil analisis Spaghetti Diagram pada S-Wrap diketahui beberapa proses yang terlihat tidak efisien, yaitu:

a)   PLC Entry yang lokasinya berjauhan dengan area S-Wrap sehingga dengan pekerjaan mematikan panel, maka pergerakan operator tidak efisien.

b)   Posisi drum yang juga ada berjauhan dengan roll karena lokasinya di luar area S-Wrap sehingga pergerakan operator tidak efisien.

c)   Posisi control adjuster di arah yang berlawanan dengan roll sehingga operator harus berjalan dan tidak efisien

d)   Urutan dari proses terlalu rumit dan operator banyak melakukan pergerakan.

Beberapa pendekatan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pada            S-Wrap antara lain:

a)   Modifikasi dengan mengkombinasi panel control pada PLC untuk di operasikan di S-Wrap desk sehingga operator tidak perlu jalan ke ruangan PLC.

b)   Memindah posisi drum ke dalam di samping area roll, dimulai dengan memodifikasi perpipaan dari floor ke roof.

c)   Memindah posisi adjuster di posisi berdekatan dengan roll sehingga operator tidak berjalan dari posisi roll.

d)   Urutkan kembali step setelah dilakukan beberapa perbaikan dan relay outing. Dari persiapan sampai dengan aplikasi roll.

Poin-poin perbaikan yang telah dijelaskan tersebut berfokus pada mengurangi waktu yang hilang karena pergerakan operator dari satu area ke area yang lain. Jika ditotal dapat mengurangi 12 pergerakan di luar pengurangan pada SMED dengan total simulasi sekitar 8 menit pada proses transisi di S-Wrap.

Dengan demikian perbaikan layout, kombinasi proses dan perbaikan pada urutan proses menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif.

A diagram of a drum and drive system

Description automatically generated with medium confidence

Gambar 12. Spaghetti Diagram BFC

 

Selanjutnya pada spaghetti diagram BFC ini terdapat beberapa proses yang terlihat tidak efisien dalam pergerakan dan proses operasi yaitu:

a)   PLC Entry yang lokasi ruangannya berjauhan dengan area BFC sekitar 9 meter dengan pekerjaan mematikan panel sehingga pergerakan operator tidak efisien.

b)   Drive side mesin bridle berada di tempat yang terpisah dengan area BFC sehingga operator harus berjalan keluar area BFC ke drive side bridle dan ke ruangan PLC di lantai 1 terlihat tidak efisien ditambah posisi BFC yang berada di lantai 2.

c)   Posisi drum yang juga ada berjauhan dengan roll karena lokasinya di luar area BFC sehingga pergerakan operator tidak efisien.

d)   Posisi paint storage terlihat berjauhan sehingga sangat tidak efisien.

e)   Posisi control adjuster di posisi yang berseberangan dengan posisi di roll sehingga operator harus berpindah tempat cukup jauh.

f)    Urutan dari proses terlalu rumit dan operator banyak melakukan pergerakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat beberapa pendekatan perbaikan yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan efisiensi pada BFC:

a)   Modifikasi dengan mengkombinasi panel control pada PLC untuk di operasikan di BFC desk sehingga operator tidak perlu jalan ke ruangan PLC.

b)   One poin isolasi dengan memindahkan poin isolasi bridle ke dekat BFC desk dengan panel PLC.

c)   Memindah posisi drum ke dalam disamping area roll, dimulai dengan memodifikasi perpipaan dari floor ke roof.

d)   Memindah posisi adjuster di posisi berdekatan dengan roll sehingga operator tidak berjalan dari posisi roll.

e)   Melanjutkan rekomendasi pada SMED untuk memindahkan pekerjaan persiapan ke area paint menjadi eksternal.

f)    Urutkan kembali step setelah dilakukan beberapa perbaikan dan relay outing. Dari persiapan sampai dengan aplikasi roll.

Poin -poin perbaikan di atas berfokus pada mengurangi waktu yang hilang karena pergerakan operator dari satu area ke area yang lain. Jika di total dapat mengurangi 18 pergerakan di luar pengurangan SMED dengan total simulasi sekitar 9 menit pada proses transisi di BFC. Dengan demikian perbaikan layout, kombinasi proses dan perbaikan pada urutan proses menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif.

A diagram of a wire

Description automatically generated

Gambar 13. Spaghetti Diagram U-Wrap

 

Pada spaghetti diagram di U-Wrap ini terdapat beberapa proses yang terlihat tidak efisien untuk pergerakan dan operasi yaitu:

a)   Posisi drum yang juga ada berjauhan dengan roll karena lokasinya di luar area S-Wrap sehingga pergerakan operator tidak efisien.

b)   Posisi control adjuster di arah yang berlawanan dengan roll, sehingga operator harus berjalan dan tidak efisien.

c)   Urutan dari proses terlalu rumit dan operator banyak melakukan pergerakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ada beberapa pendekatan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pada             S-Wrap:

a)   Memindah posisi drum ke dalam disamping area roll, dimulai dengan memodifikasi perpipaan dari floor ke roof.

b)   Memindah posisi adjuster di posisi berdekatan dengan roll sehingga operator tidak berjalan dari posisi roll.

c)   Melanjutkan rekomendasi pada SMED untuk memindahkan pekerjaan persiapan ke area paint menjadi eksternal.

d)   Urutkan kembali step setelah dilakukan beberapa perbaikan dan relay outing. Dari persiapan sampai dengan aplikasi roll.

Poin -poin perbaikan di atas berfokus pada mengurangi waktu yang hilang karena pergerakan operator dari satu area ke area yang lain. Jika ditotal dapat mengurangi 9 pergerakan di luar pengurangan SMED dengan total simulasi sekitar 6 menit pada proses transisi di U-Wrap, sehingga perbaikan layout, kombinasi proses dan perbaikan pada urutan proses menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif.

Pada analisa spaghetti diagram dengan beberapa rekomendasi menunjukkan kondisi yang tidak efisien dari pergerakan operator dapat diperbaiki dengan menata ulang layout dan melakukan beberapa perbaikan untuk menjadikan operator bekerja dengan efisien.

Swimlane Process Map: Swimlane map  adalah metodologi untuk memodelkan proses bisnis dengan memetakan langkah-langkah proses yang berbeda dan mengurutkannya berdasarkan fungsi atau departemen. Input dan output dari setiap kegiatan tidak divisualisasikan, fokusnya adalah pada kegiatan itu sendiri dan penanggung jawab atau departemennya (Ngozi Ezeonwumelu et al., 2016; Sundgren et al., 2019). Swimlane map dengan jelas memvisualisasikan orang atau departemen yang terlibat dalam setiap langkah proses (Bowles & Gardiner, 2018).

Dengan melakukan Swimlane map, pemahaman yang lebih baik tentang tanggung jawab karyawan dalam proses tersebut, di mana dan tugas mana yang tumpang tindih serta siapa yang bertanggung jawab atas aktivitas mana yang dapat divisualisasikan (Chen & Cheng, 2018).

Jika suatu proses memiliki banyak langkah atau orang yang terlibat, swimlane map cenderung besar dan tidak jelas (Bowles & Gardiner, 2018). Hasil swimlane map bisa berbeda jika ada beberapa orang yang berkontribusi pada gambarnya, sehingga sulit mendapatkan gambaran prosesnya karena tidak ada standar untuk teknik pemodelan ini (Arnio, 2015; Sundgren et al., 2019).

Hasil analisa swimlane menunjukkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang dapat dilakukan perbaikan jika dilihat dari step dan urutan, serta koneksi pekerjaan antara proses entry, coater proses, exit dan juga quality diantaranya:

1)   Pada proses entry untuk pekerjaan persiapan next schedule, coil transaction dan juga find next coil schedule akan sangat membebani pekerjaan internal pada saat transisi.

2)   Pada proses entry hanya melakukan pekerjaan 30 menit pertama dan setelah itu operator hanya menunggu sampai line jalan kembali, disini ada pemborosan waktu karena waiting.

3)   Pada proses exit untuk pekerjaan coil transaction akan membebani pekerjaan internal pada saat transisi.

4)   Pada proses exit hanya melakukan pekerjaan selama 20 menit dan setelah itu menunggu line siap jalan lagi disini ada pemborosan karena waiting.

5)   Terlihat beberapa pekerjaan bisa dilakukan secara bersamaan jika yang menjadi constrain adalah jumlah operator.

Berdasarkan beberapa analisa tersebut terdapat beberapa ide perbaikan yang dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki proses transisi secara keseluruhan diantaranya:

a)   Memindah pekerjaan internal ke eksternal untuk pekerjaan persiapan next schedule, tranksaksi coil dan menemukan coil yang akan diproduksi dapat dilakukan di luar waktu transisi.

b)   Operator proses entry dapat melakukan pekerjaan untuk mempersiapkan BFC coater dan tentunya dilakukan training terlebih dahulu hingga operator paham tentang aktifitas di BFC coater.

c)   Operator exit dapat melakukan pekerjaan untuk drain water quech (WQ) hingga mempersiapkan kembali dan tentunya dilakukan training terlebih dahulu untuk operator exit.

Perbaikan sebagaimana penjelasan di atas akan banyak mengurangi waktu transisi dan meningkatkan produktifitas dari operator dengan mengurangi pemborosan waktu karena menunggu. Semua dilakukan dengan dimulai dengan training dan upgrade skill operator sampai operator mampu untuk menjalankan semua proses dengan benar dengan di buatkan standar operasi kerja dengan jelas.

A screenshot of a computer

Description automatically generated

Gambar 14. Analisa Swimlane Process Map

 

Dengan menjalankan semua step perbaikan diatas secara total kita bisa lihat pada Swimlane diagram yang baru dari total 244 menit menjadi 104 menit dan secara jika di hitung berdasarkan pencapaian di data 2023, maka akan mengurangi waktu transisi loss 57.3 % dari 748 jam per tahun menjadi 429 jam dan bisa mengurangi 319 jam per tahun atau jika di ubah ke kesempatan menjadi output produksi sebesar 2.552 ton per tahun jika output per jam 8 ton.

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, analisis kinerja produksi periode 2021-2023 menunjukkan peningkatan Transisi Loss hingga 8,4%. Fokus perbaikan pada aspek ini sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan output produksi.

Data wawancara di Coated Painted Line (CPL) mengungkapkan bahwa stabilitas dan loyalitas karyawan merupakan kekuatan utama, namun ada tantangan dalam mengintegrasikan karyawan baru dan meningkatkan efisiensi proses. Dukungan mayoritas karyawan terhadap pengurangan waktu transisi mencerminkan kesadaran akan pentingnya efisiensi operasional. Program pengembangan karyawan, pelatihan yang sesuai, dan budaya pembelajaran diidentifikasi sebagai kunci untuk mencapai keseimbangan optimal antara kestabilan dan inovasi di CPL.

Dalam analisis SMED untuk proses S-Wrap, BFC, dan U-Wrap, terlihat bahwa pemisahan pekerjaan internal dan eksternal serta penerapan taktik SMED pada setiap langkah persiapan eksternal dapat signifikan mengurangi waktu transisi dengan total pengurangan 19.1% pada S-Wrap, 19.1% Pada Proses BFC dan 22.9% Pada 24.8% pada U-Wrap.

Analisis Root Cause Analysis (RCA) Internal Task pada S-Wrap, BFC, dan U-Wrap menunjukkan bahwa terdapat beberapa tugas internal dengan alokasi waktu tertinggi yang mempengaruhi efisiensi transisi. Pada analisa Root cause analisis (RCA) kita bisa mengurangi waktu 17.2% pada S-Wrap, 20% Pada BFC dan 14% pada U-Wrap.

Analisis Spaghetti Diagram pada S-Wrap, BFC, dan U-Wrap mengungkapkan beberapa ketidakefisienan dalam pergerakan operator dan layout area kerja. Berdasarkan diagram spaghetti, diidentifikasi beberapa proses yang tidak efisien, seperti jarak yang berjauhan antara PLC Entry dan area kerja, posisi drum yang terlalu jauh dari roll, dan urutan proses yang kompleks spaghetti diagram bisa mereduksi 39 pergerakan dengan total waktu 8 menit pada S-Wrap, 9 menit pada BFC dan 6 menit pada U-Wrap

Dengan implementasi perbaikan dengan metode SMED, root cause analysis, sphagetti diagram dan swimlane process map, total waktu transisi dapat dikurangi secara signifikan dari 244 menit menjadi 75 menit. Dengan asumsi bahwa perbaikan ini berlaku sepanjang tahun, dapat mengurangi waktu transisi sebesar 69%, dari 748 jam per tahun menjadi 230 jam. Hal ini setara dengan pengurangan 518 jam per tahun atau potensial output produksi tambahan sebesar 4,144 Ton per tahun.

 

Kesimpulan

Berdasarkan analisis kinerja produksi periode 2021-2023, terjadi peningkatan Transisi Loss hingga 8,4%, menunjukkan perlunya fokus perbaikan pada efisiensi dan output produksi. Wawancara di Coated Painted Line (CPL) menyoroti stabilitas dan loyalitas karyawan sebagai kekuatan utama, tetapi tantangan terkait integrasi karyawan baru dan peningkatan efisiensi proses. Dukungan mayoritas karyawan terhadap pengurangan waktu transisi mencerminkan kesadaran akan pentingnya efisiensi operasional. Analisis SMED dan Root Cause Analysis (RCA) menunjukkan bahwa pemisahan pekerjaan internal dan eksternal, serta identifikasi tugas internal dengan alokasi waktu tertinggi, dapat mengurangi waktu transisi secara signifikan. Spaghetti Diagram mengungkapkan ketidakefisienan dalam pergerakan operator dan layout area kerja, dengan beberapa proses yang tidak efisien. Dengan implementasi perbaikan menggunakan metode SMED, RCA, Spaghetti Diagram, dan Swimlane Process Map, total waktu transisi dapat dikurangi dari 244 menit menjadi 75 menit, berpotensi menghasilkan output produksi tambahan sebesar 4,144 Ton per tahun.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arnio, T. (2015). The Strengthened Business Process Matrix – A Novel Approach for Guided Continuous Improvement at ServiceOriented SMEs. Knowledge and Process Management, 22(3), 180–190.

Barsalou, M. A. (2014). Root Cause Analysis: A Step-By-Step Guide to Using the Right Tool at the Right Time. CRC Press.

Bowles, D. E., & Gardiner, L. R. (2018). Supporting process improvements with process mapping and system dynamics. International Journal of Productivity and Performance Management, 67(8), 1255–1270.

Chen, J. C., & Cheng, C. (2018). Solving social loafing phenomenon through LeanKanban: A case study in non-profit organization. Journal of Organizational Change Management, 31(5), 984–1000.

Irsan, N. K. (2015). Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) untuk Meningkatan Efektifitas Mesin Hammer Mill (Studi Kasus: PT. Salix Bintama Prima) [Tugas Akhir]. Universitas Sumatera Utara.

Kanaganayagam, K., Muthuswamy, S., & Damodaran, P. (2015). Lean methodologies to improve assembly line efficiency: an industrial application. International Journal of Industrial and Systems Engineering, 20(1), 104–116.

Mamasioulas, A., Mourtzis, D., & Chryssolouris, G. (2020). A manufacturing innovation overview: concepts, models and metrics. International Journal of Computer Integrated Manufacturing, 769–791.

Na, K., & Kang, Y. H. (2019). Relations between innovation and firm performance of manufacturing firms in Southeast Asian emerging markets: Empirical evidence from Indonesia, Malaysia, and Vietnam. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 5(4). https://doi.org/10.3390/joitmc5040098

Ngozi Ezeonwumelu, A., Kalu, C., Henry Johnson, E., & Author, C. (2016). Development of Swim Lane Workflow Process Map for Sales and Inventory Workflow Management Information System: A Case Study of Petrospan Integrated Services, Eket, Akwa Ibom State, Nigeria. In Mathematical and Software Engineering (Vol. 2, Issue 2).

Pristianingrum, N., Akuntansi, M. M., Ekonomi, F., Bisnis, D., & Jember, U. (2017). Peningkatan Efisiensi Dan Produktivitas Perusahaan Manufaktur Dengan Sistem Just In Time (Vol. 1, Issue 1).

Rino, S., Nuryanti, P. :, Restu, D., Makmur, M., Kecamatan, J., & Kabupaten Bengkalis, R. (2015). Influence of Ability and Facility Work to Work Productivity Employees Part of Production at PT. In Jom FEKON (Vol. 2, Issue 2).

Senderská, K., Mareš, A., & Václav, Š. (2017). Spaghetti diagram application for workers’ movement analysis. U.P.B. Sci. Bull., Series D, 79. https://www.researchgate.net/publication/316634571

Silva, A., Sá, J. C., Santos, G., Silva, F. J. G., Ferreira, L. P., & Pereira, M. T. (2020). Implementation of SMED in a cutting line. Procedia Manufacturing, 51, 1355–1362. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.10.189

Sundgren, J., Lönnbratt, R., & Norrman, A. (2019). Process mapping and improvements: A case study in the medtech industry. Lund University.

Van De Ginste, L., Aghezzaf, E. H., & Cottyn, J. (2022). The role of equipment flexibility in Overall Equipment Effectiveness (OEE)-driven process improvement. Procedia CIRP, 107, 289–294. https://doi.org/10.1016/j.procir.2022.04.047

 

 

Copyright holder:

Yugo Prasetyo, Mokh. Suef (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: