Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 1, Januari 2024

 

PERAN PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DALAM DIAGNOSA KLINIS FLEXOR TENOSYNOVITIS PIOGENIK

 

Almerveldy Azaria Dohong, Khadijah Ratna Widiyani, Nadia, Basuki Supartono*

Fakultas Kedokteran, UPN Veteran Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Pyogenic Flexor Tenosynovitis (PFT) adalah infeksi pada selubung tendon fleksor tangan. Diagnosis PFT dapat ditegakkan secara klinis apabila terdapat empat tanda kardinal Kanavel. Namun, jika tidak terdapat empat tanda tersebut, maka dianjurkan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi tangan. Pada salah satu penelitian didapatkan ultrasonografi (USG) memiliki sensitivitas 94%, spesifisitas 74% dan nilai prediksi negatif 97% dalam menentukan diagnosis PFT. Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis peran  ultrasonografi berperan dalam membantu penegakkan diagnosa PFT disertai dengan penelitian-penelitian yang mendukung pernyataan tersebut. Metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengkaji kasus Pyogenic Flexor Tenosynovitis (PFT) adalah studi kasus. Penelitian yang secara khusus mendukung peran USG sebagai pemeriksaan penunjang yang tepat untuk PFT masih sangat sedikit, sedangkan penanganan yang cepat dan tepat diperlukan untuk mendapatkan prognosis yang baik. Oleh karena itu perlu dibahas bagaimana USG memiliki peran dalam membantu diagnosa dari PFT. Hasil ditemukan memiliki sensitivitas 94%, spesifisitas 74% dan nilai prediksi negatif 97% dalam menentukan diagnosis PFT, dan pada penelitian juga menunjukkan kisaran sensitifias 94% dalam mendeteksi abnormalitas tendon di tangan serta jari-jarinya,  temuan ini membantu ahli bedah menentukan pengobatan yang tepat.

Kata kunci: PFT, pemeriksaan penunjang, USG

 

Abstract

Pyogenic Flexor Tenosynovitis (PFT) is an infection of the flexor tendon sheath of the hand. The diagnosis of PFT can be clinically established if there are four cardinal signs of Kanavel. However, if there are no four signs, then a supporting examination in the form of hand ultrasound is recommended. In one study, ultrasound (USG) was found to have a sensitivity of 94%, specificity of 74% and a negative predictive value of 97% in determining the diagnosis of PFT. This study aims to analyze the role of ultrasound in helping to establish the diagnosis of PFT accompanied by studies that support this statement. The research method that can be used to examine cases of Pyogenic Flexor Tenosynovitis (PFT) is a case study. Research specifically supporting the role of ultrasound as an appropriate supporting examination for PFT is still very small, while prompt and appropriate treatment is needed to obtain a good prognosis. Therefore it is necessary to discuss how ultrasound has a role in helping diagnose PFT. The results were found to have a sensitivity of 94%, specificity of 74% and a negative predictive value of 97% in determining the diagnosis of PFT, and the study also showed a sensitivity range of 94% in detecting tendon abnormalities in the hands and fingers, these findings helped surgeons determine the appropriate treatment.

Keywords: PFT, diagnostic test, USG

 

 

Pendahuluan

Tenosinovitis adalah istilah luas yang menggambarkan peradangan sinovium berisi cairan di dalam selubung tendon. Ini biasanya bermanifestasi sebagai nyeri, pembengkakan, dan kontraktur, tergantung pada etiologi. Kondisi ini dapat mempengaruhi setiap tendon di tubuh yang dikelilingi oleh selubung tetapi memiliki kecenderungan untuk tangan, pergelangan tangan, dan kaki. Tenosinovitis tetap merupakan sebuah kondisi yang umum ditemukan, dengan insiden, prevalensi, dan distribusinya yang bervariasi tergantung pada etiologi (El-Deek et al., 2019). Fleksor tenosynovitis (FTS) merupakan bentuk tenosynovitis yang terjadi pada tendon fleksor. Pyogenic flexor tenosynovitis (PFT) adalah infeksi ruang tertutup yang agresif pada selubung sinovial tendon fleksor yang dapat menyebabkan morbiditas yang substansial jika tidak ditangani secara efektif. Dari mereka yang mengalami infeksi tangan, hanya 2,5 hingga 9,4% pasien akan terus berkembang menjadi tenosinovitis infeksius (Giladi et al., 2015).

Pada PFT selalu terdapat risiko amputasi. Faktor risiko amputasi termasuk diabetes (angka amputasi 39%), penyakit pembuluh darah perifer (71%), dan gagal ginjal (64%) (Sbai et al., 2015). Faktor risiko lainnya yang terkait dengan hasil yang buruk termasuk usia lebih dari 43 tahun, penyakit penyerta termasuk diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal ginjal, purulensi subkutan, iskemia digital, dan infeksi polimikroba (Chan et al., 2019).

Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan cepat pada kasus PFT diperlukan. PFT adalah penyakit yang didiagnosa secara klinis menggunakan empat tanda kardinal Kanavel berupa postur fleksi, pembengkakan fusiform, nyeri tekan dan nyeri ekstensif pasif pada jari yang bermasalah (Kennedy et al., 2016). Tetapi dalam keadaan tertentu, tidak semua pasien memiliki empat tanda kardinal Kanavel. Hal tersebut terutama terjadi pada fase akut penyakit ini, sedangkan penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk mendapatkan prognosis yang terbaik pada kasus PFT. Pada keadaan tanda klinis pasien yang tidak pasti diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosa. Salah satu pemeriksaan penunjang yang menjadi pilihan banyak klinisi adalah pengunaan ultrasonografi. USG merupakan alat pemeriksaan radiologi yang paling mudah didapatkan karena tersedia dengan luas disertai biaya yang lebih hemat tetapi tetap memiliki sensitifitas yang baik, terutama pada kasus PFT yang akan dijabarkan di jurnal ini.  Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis peran  ultrasonografi berperan dalam membantu penegakkan diagnosa PFT disertai dengan penelitian-penelitian yang mendukung pernyataan tersebut.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengkaji kasus Pyogenic Flexor Tenosynovitis (PFT) adalah studi kasus (case study). Studi kasus merupakan pendekatan penelitian yang mendalam terhadap satu kasus atau sekelompok kasus yang spesifik. Dalam konteks PFT, studi kasus dapat melibatkan pengamatan terperinci terhadap pasien-pasien yang didiagnosis dengan PFT, termasuk gejala, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan klinis, dan respons terhadap berbagai metode diagnosis dan penatalaksanaan. Pendekatan ini akan memberikan pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik, diagnosis, dan penatalaksanaan PFT, serta dapat menjadi dasar untuk merumuskan rekomendasi penanganan yang lebih efektif. Studi kasus juga dapat mencakup penggunaan metode diagnosis seperti ultrasonografi, yang merupakan fokus penelitian dalam konteks PFT. Dengan demikian, studi kasus dapat menjadi alat yang efektif untuk memahami secara komprehensif kasus PFT dan peran ultrasonografi dalam penegakkan diagnosa.

 

Hasil dan Pembahasan

Presentasi Klinis (Clinical Presentation)

   Terdapat empat tanda kardinal Kanavel yang terlihat pada mereka yang menderita PFT. Empat tanda ini disusun pada tahun 1912 dan masih digunakan hingga sekarang. Empat tanda kardinal Kanavel terdiri dari berikut ini dan gambarannya dapat dilihat pada gambar 1 (Kennedy et al., 2016):

1)  Postur tertekuk (fleksi) dari digit yang terlibat

2)  Pembengkakan fusiform pada jari

3)  Nyeri tekan saat palpasi di atas selubung tendon

4)  Nyeri yang ditandai dengan ekstensi pasif dari jari

 

Gambar 1 Tangan dengan tanda klinis PFT5

Keterangan :

Jari telunjuk pasien dengan tenosinovitis fleksor piogenik ini menunjukkan pembengkakan fusiform pada jari dan jari ditahan dalam fleksi. Pasien ini mengalami nyeri dengan ekstensi pasif jari dan nyeri tekan pada palpasi sepanjang selubung tendon fleksor.

 

Tanda-tanda yang dideskripsikan oleh Kanavel tersebut dapat membantu dalam proses diagnosis tetapi berdasarkan hasil yang didapatkan dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tidak semua empat tanda kardinal tenosynovitis fleksor oleh Kanavel akan terlihat pada pasien yang terdiagnosa dengan PFT. Sebuah penelitian dengan 41 pasien yang terdiagnosa tenosynovitis fleksor purulent menyatakan bahwa hanya 22 pasien yang memiliki semua empat tanda kardinal Kanavel, tetapi semua 41 pasien memiliki gejala berupa nyeri tekan sepanjang selubung tendon yang terinfeksi serta nyeri pada ekstensi pasif (Bishop et al., 2013). Pada sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Jardin et al., pada tahun 2018 mendapati dari 73 pasien yang menunjukkan tanda inflamasi pada jarinya, hanya 16 pasien yang terkonfirmasi dengan tenosynovitis fleksor piogenik, sedangkan 57 pasien lainnya harus dilanjutkan ke pemeriksaan dengan alat penunjang USG untuk membantu menentukan diagnose (Jardin et al., 2018). Oleh karena itu, beberapa pemeriksaan dengan menggunakan alat penunjang diagnostik dibutuhkan.

Empat tanda kardinal Kanavel berfungsi sebagai panduan untuk proses pemeriksaan dan membantu membedakan PFT dengan bentuk infeksi pada tangan yang lainnya serta menjadi alat pemersatu komunikasi dan dokumentasi yang dapat didata (Chan et al., 2019). Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kennedy et al. pada tahun 2017 didapatkan bahwa pasien dengan PFT memiliki secara signifikan dari pasien dengan infeksi jari non-PFT dengan ditemukan atau tidaknya 4 tanda Kanavel, pada PFT memiliki tanda kanavel yang ditemukan berkisar sekitar 90% sedangkan pada non-PFT berkisar di 40%. Pada penelitian tersebut didapatkan sensitivitas tanda Kanavel berkisar dari 91,4% hingga 97,1%. Spesifisitas berkisar dari 51,3% hingga 69,2% (Kennedy et al., 2017).

Dalam upaya untuk memandu proses pengobatan, Michon menciptakan sistem klasifikasi berdasarkan temuan operasi (tabel 1) dimana pada tahap I terdapat penumpukan cairan di selubung tendon, kemudian di tahap II cairan tersebut berubah menjadi purulent, dan diakhiri dengan nekrosis pada tahap terakhir (Hyatt & Bagg, 2017) seperti yang terlihat pada contoh di gambar 2 (Chapman & Ilyas, 2019). Meskipun tidak divalidasi atau digunakan secara luas, klasifikasi Michon ini dapat menjadi algoritme yang berharga untuk dipertimbangkan ketika memutuskan seberapa agresif komponen debridemen pada operasi PFT akan digunakan (Hyatt & Bagg, 2017). Klasifikasi dari Michon ini menyebutkan tiga fase progresifitas dari PFT. Ketika terdapat pada fase dimana terdapat efusi yang signifikan dalam selubung tendon, temuan ini dapat dideteksi dengan ultrasonografi (USG).7 Penggunaan USG juga dapat membantu dalam proses tatalaksana dalam menentukan letak aspirasi cairan yang paling tepat (Chapman & Ilyas, 2019).

 

Tabel 1 Klasifikasi Michon untuk Tingkat Keparahan Tenosinovitis Fleksor9

Tahap Intraoperatif

Penemuan Karakteristik

Rekomendasi Tatalaksana

Tahap I

Penumpukan cairan di selubung tendon, eksudat serosa primer

Drainase invasive minimal dan irigasi kateter

Tahap II

Cairan purulent/berkabut, synovial granulomatosa

Drainase invasive minimal ± pemasangan irigasi kateter

Tahap III

Nekrosis septic pada tendon, pulley (katrol), atau selubung tendon

Debridemen terbuka ekstensif; kemungkinan amputasi

 

Gambar 2 Nekrosis pada fleksor tangan11

 

Pemeriksaan Penunjang (Diagnostic Test)

Dalam beberapa kasus PFT yang tidak terdapat empat tanda Kanavel diperlukan pemeriksaan penunjang. Beberapa bentuk pemeriksaan penunjang tersebut diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi. Pemeriksaan laboratorium yang pada umumnya dilakukan adalah pemeriksaan hitung jumlah sel darah putih, laju endap darah dan C-reactive protein. Pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi tetapi dengan spesifitas yang rendah dan tidak dapat membantu dalam membedakan PFT dengan infeksi pada tangan lainnya (Patel et al., 2014).

Dalam membedakan PFT dengan infeksi lainnya membutuhkan bantuan gambaran yang didapatkan dari pemeriksaan radiologi. Foto polos harus diperoleh pada kasus yang mengindikasikan adanya infeksi pada tendon fleksor untuk mengevaluasi benda asing yang tertinggal dan menyingkirkan kemungkinan fraktur (Chan et al., 2019). Magnetic Resonance Imaging (MRI) pernah dideskribsikan dalam diagnosis PFT (Giladi et al., 2015) dan memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang bersaing dengan ultrasonografi dalam mendeteksi synovitis dan tenosynovitis, namun tidak tersedia secara luas (Bao et al., 2020). Sedangkan ultrasonografi bersifat simple, terjangkau dalam sisi harga serta ketersediaannya, tidak membutuhkan prosedur persiapan pasien yang kompleks. Selain itu, pemeriksaan ini tidak memiliki efek samping. Hal tersebut membuatnya menjadi metode pemeriksaan radiografi yang lebih disukai (Soubeyrand et al., 2011).

 

Penggunaan Ultrasonografi (Use of Ultrasonography)

Ultrasonografi sangat berperan dalam membantu diagnosa dari PFT. Peran ini diperlukan ketika FTS tidak memiliki tanda klinis yang pasti. Peran lain dari USG adalah untuk membantu menyingkirkan diagnosa banding dari penyakit ini. USG tersedia luas untuk digunakan dalam proses diagnosis serta penentuan alur tatalaksana pada infeksi musculoskeletal. Alat ini digunakan sebagai teknik gambaran radiologi primer atau sebagai alat bantu untuk modalitas lainnya. USG dapat membantu mengkonfirmasi lokasi pengumpulan cairan untuk mengarahkan jarum yang dibutuhkan saat melakukan aspirasi (Hyatt & Bagg, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rabiner et al., di tahun 2013, ultrasonografi dapat digunakan oleh tenaga kesehatan di dalam ruang gawat darurat oleh dokter yang telah menerima pelatihan (Hogan et al., 2017). Salah satu limitasi dalam penggunaan USG adalah perlunya tenaga kesehatan yang telah melalui pelatihan penggunaan ultrasonografi dengan benar, agar fungsi kerja dari alat tersebut digunakan sebaik mungkin (Stasi & Ruoti, 2015).

Telah ditunjukkan bahwa USG berguna untuk deteksi awal dari tenosynovitis fleksor piogenik. Alat ini dapat memperlihatkan penebalan pada tendon dan selubung tendon, dimana penebelan pada selubung tendon biasanya bersifat hypoechoic (Hyatt & Bagg, 2017), yaitu berupa gambaran abu-abu di layar pemeriksaan USG, gambaran hypoechoic biasa ditemukan pada kartilago, otot, nodus limfatik, dan jaringan adiposa (Ihnatsenka & Boezaart, 2010). Tanda awal yang muncul pada tenosynovitis fleksor piogenik dapat dilihat menggunakan ultrasonografi (Padrez et al., 2015; Starr et al., 2016). Terlihat tampilan efusi peritendinous hipoekogenik di gambaran radiologi menggunakan ultrasonografi pada pemeriksaan sebuah kasus PFT (Gambar 3 & 4) (Jardin et al., 2018).

 

Gambar 3 Efusi peritendinous pada posisi transversal7

 

Gambar 4 Efusi peritendinous pada posisi longitudinal7

 

Pada beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Jardin et al tahun 2018 (Jardin et al., 2018) dan  Starr et al tahun 2016 (Starr et al., 2016) telah menunjukkan manfaat serta kegunaan dari ultrasonografi dalam membantu memperkuat diagnosa serta menyingkirkan diagnosis banding yang terkait seputar kondisi patologis di tangan. USG adalah pemeriksaan tambahan yang lebih disukai di tangan operator yang berpengalaman dan biasa digunakan untuk menunjang diagnosa serta penentuan tatalaksana yang tepat pada kondisi patologis di tangan (Starr et al., 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Jardin et al. tahun 2018, dilakukan pemeriksaan USG pada 73 pasien yang menunjukkan tanda-tanda inflamasi pada jari (nyeri, berwarna merah, teraba panas) dan mengindikasikan PFT. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan USG memiliki sensitivitas 94%, spesifisitas 74% dan nilai prediksi negatif 97% dalam menentukan diagnosis PFT untuk membantu ahli bedah menentukan pengobatan yang tepat (Jardin et al., 2018). Dalam studi lain tentang tenosinovitis tuberkulosis menyimpulkan bahwa analisis laboratorium, pencitraan (MRI, ultrasonografi, radiografi polos) dan mikrobiologi berguna untuk membantu diagnosis, tetapi dalam kasus PFT yang diakibatkan oleh tuberculokis konfirmasi akhir dari diagnosa penyakit tersebut didapatkan dari hasil histopatologi (Suwannaphisit & Ranong, 2020). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Prunieres et al tahun 2018 yang memeriksa sebanyak 20 pasien, menunjukkan kegunaan USG dalam indikasi tatalaksana bedah pada pasien atas indikasi PFT dengan melihat pelebaran lebih dari 20% pada diamater selubung tendon fleksor (Jardin et al., 2018). Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada sebuah kasus lainnya dan mengidentifikasi PFT secara tepat ketika pemeriksaan fisik diinterpretasi secara berbeda oleh dokter yang menangani. Pada kasus wanita berusia 46 tahun dengan riwayat gigitan kucing pada jari telunjuk kanannya diduga memiliki PFT berdasarkan pemeriksaan klinisnya, tetapi penggunaan USG membantu memastikan diagnosa, dari pemeriksaan USG tersebut ditemukan adanya infeksi pada ruang sendi sehingga dokter bedah melakukan insisi dan drainase sesuai lokasi gambaran dari USG (Gambar 5) (Marvel & Budhram, 2015).

 

Gambar 5 Cairan pada tendon fleksor dan kapsul sendi22

Keterangan :

Gambaran jari telunjuk pada posisi transversal dengan ultrasound di bawah air menunjukkan cairan di sekitar tendon fleksor (panah putih) serta cairan di dalam kapsul sendi dari sendi interphalangeal proksimal (panah kuning)

 

Ultrasonografi dapat berfungsi untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis selain FTS seperti gout (Draeger & Bynum, 2012). Alat ini sangat berguna untuk melihat ada atau tidaknya benda asing seperti kristal serta lokasi dari benda asing lainnya yang bersifat radiolusen seperti kayu (Ceroni et al., 2013; Marvel & Budhram, 2015; Rabiner et al., 2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh El-Deek et al tahun 2019 yang meneliti beberapa macam kasus abnormalitas tendon pada tangan jari, didapatkan hasil pemeriksaan USG yang berhasil mendeteksi 20 dari 20 kasus tenosinovitis (100%), 8 dari 10 kasus trigger finger (80%), 10 dari 12 kasus tendon robek (83,3%), 3 dari 3 kasus foreign body impaction (100%), 12 dari 12 kasus simple ganglion (100%), dan 3 dari 3 kasus massa padat (100%) dengan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi masing-masing 93,8%, 97,8%, dan 95,8% (El-Deek et al., 2019). Hasil temuan yang didapatkan akan membantu dalam pemilihan alur tatalaksana yang adekuat sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya misdiagnosa dan komplikasi yang tidak diinginkan.

 

Keunggulan Ultrasonografi (Advantages of Ultrasonography)

Ultrasonografi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang pilihan untuk kasus seperti pencarian benda asing dan massa pada jaringan lunak. USG juga menjadi pilihan pemeriksaan untuk banyak klinisi dikarenakan ketersediaan alat, jumlah tenaga ahli, serta rentang biaya yang lebih murah, hal ini membantu mempercepat penentuan diagnosis serta tindakan pilihan yang tepat untuk pasien. Beberapa penelitian juga menunjukkan dibalik biaya yang lebih murah ini, pemeriksaan USG tetap memiliki kemampuan dan keunggulan dibandingkan dengan bentuk pemeriksaan radiologis lainnya.

Pada sebuah penelitian yang membahas pemeriksaan radiologis pada kasus benda asing di tubuh menyatakan pada kasus yang dicurigai terdapatnya benda asing, seperti pada trauma, dapat dilakukan pemeriksaan awal berupa foto rontgen (X-rays), jika ditemukan objek yang bersifat radiolusen seperti duri, kayu dan plastik, disarankan untuk melakukan USG. Dinyatakan bahwa USG memiliki sensitifitas 87% dan spesifisitas 97% untuk objek kayu berukuran paling tidak sepanjang 2,5 mm. USG juga memiliki kemampuan untuk menilai benda asing lainnya, benda asing akan tampak hiperekoik dengan bayangan dan reverberasi yang bervariasi. Saat mencitrakan kerikil atau kayu, objek akan tampak hiperekoik dengan bayangan yang kuat dan jelas. Objek logam menampilkan "comet tail" atau garis-garis parallel, distal, regular mengikuti reverberasi akustik. Kaca dapat menampilkan bayangan akustik yang bervariasi, termasuk comet tail atau hamburan sinar yang menyebar (Campbell & Wilbert, n.d.).

Penelitian lain membandingkan kemampuan evaluasi kasus nyeri pada pergelangan tangan antara USG dengan magnetic resonance imaging (MRI). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa USG hampir sama dengan MRI dalam kemampuan penilaian kelainan tendon dan lebih baik dari MRI dalam mendiagnosis kasus CTS dan benda asing (El-Deek et al., 2019). Pada sebuah konferensi konsensus USG juga membahas kegunaan dan keunggulan USG dalam pencitraan massa jaringan lunak superfisial. Keuntungan dari USG termasuk kemampuan resolusi spasial tinggi, portabilitas, akses mudah, biaya rendah, dapat dilakukan perbandingan dengan sisi kontralateral, Doppler US, dan yang terpenting, kemampuan untuk menggabungkan temuan pemeriksaan fisik dan riwayat pasien selama pemeriksaan USG berlangsung. Selain itu, pencitraan real time yang terjadi saat pemeriksaan USG memungkinkan penilaian tambahan saat dilakukan kompresi manual, gerakan ekstremitas, kontraksi otot, dan interaksi langsung dengan pasien. Lesi yang bersifat superfisial idealnya dicitrakan dengan USG, terutama jika lesi tersebut berukuran kecil. Namun jika pencitraan yang dihasilkan masih belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG ulang atau MRI, MRI juga menjadi pilihan jika ternyata lesi terlalu dalam (Diana Afonso & Mascarenhas, 2015; Jacobson et al., 2022).

 

Kesimpulan

   PFT adalah penyakit infeksi tangan yang seharusnya dapat didiagnosa secara klinis dan dapat langsung dilakukan tindakan bedah. Tetapi diagnosa klinis ini tidak selalu dapat digunakan sebagai penentu ketika hanya ada beberapa tanda kardinal yang muncul pada pasien. Keadaan tersebut menunjukkan perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang. Dalam hal ini didapatkan bahwa USG membantu menentukan diagnosis dan mencegah keterlambatan penanganan dalam kasus PFT. Pada satu penelitian USG ditemukan memiliki sensitivitas 94%, spesifisitas 74% dan nilai prediksi negatif 97% dalam menentukan diagnosis PFT, dan pada penelitian juga menunjukkan kisaran sensitifias 94% dalam mendeteksi abnormalitas tendon di tangan serta jari-jarinya,  temuan ini membantu ahli bedah menentukan pengobatan yang tepat. Selain itu USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding dengan menilai ada atau tidaknya benda asing di dalam tangan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Bao, Z., Zhao, Y., Chen, S., Chen, X., Xu, X., Wei, L., & Xiong, M. (2020). Ultrasound Versus Contrast-Enhanced Magnetic Resonance Imaging for Subclinical Synovitis and Tenosynovitis.pdf. Clinics, 75. https://doi.org/https://doi.org/10.6061/clinics/2020/e1500

Bishop, G. B., Born, T., Kakar, S., & Jawa, A. (2013). The diagnostic accuracy of inflammatory blood markers for purulent flexor tenosynovitis. Journal of Hand Surgery, 38(11), 2208–2211. https://doi.org/10.1016/j.jhsa.2013.08.094

Campbell, E., & Wilbert, C. (n.d.). Foreign Body Imaging.pdf.

Ceroni, D., Merlini, L., Salvo, D., Lascombes, P., & Dubois-Ferrière, V. (2013). Isolated hydatid disease of ovary and broad ligament in a child. Pediatric Infectious Disease Journal, 32(6), 702–703. https://doi.org/doi: 10.1097/INF.0b013e3182868f17

Chan, E., Robertson, B. F., & Johnson, S. M. (2019). Kanavel signs of flexor sheath infection: A cautionary tale. British Journal of General Practice, 69(683), 315–316. https://doi.org/10.3399/bjgp19X704081

Chapman, T., & Ilyas, A. M. (2019). Pyogenic Flexor Tenosynovitis: Evaluation and Treatment Strategies. Journal of Hand Surgery, 44(11), 981–985. https://doi.org/10.1016/j.jhsa.2019.04.011

Diana Afonso, P., & Mascarenhas, V. V. (2015). Imaging techniques for the diagnosis of soft tissue tumors. Reports in Medical Imaging, 8, 63–70. https://doi.org/10.2147/RMI.S54490

Draeger, R. W., & Bynum, D. K. (2012). 2012 Flexor Tendon Sheath Infections. 20(6), 373–382.

El-Deek, A. M. F., Dawood, E. M. A. E. H. H., & Mohammed, A. A. M. (2019). Role of ultrasound versus magnetic resonance imaging in evaluation of non-osseous disorders causing wrist pain. Egyptian Journal of Radiology and Nuclear Medicine, 50(1). https://doi.org/10.1186/s43055-019-0008-9

El-Deek, A. M. F., & Hassan Dawood, E. M. A. E. H. (2019). Role of ultrasonography in evaluation of tendons abnormalities in hand and fingers. Egyptian Journal of Radiology and Nuclear Medicine, 50(1). https://doi.org/10.1186/s43055-019-0110-z

Giladi, A. M., Malay, S., & Chung, K. C. (2015). A systematic review of the management of acute pyogenic flexor tenosynovitis. Journal of Hand Surgery: European Volume, 40(7), 720–728. https://doi.org/10.1177/1753193415570248

Hogan, J. I., Hurtado, R. M., & Nelson, S. B. (2017). Mycobacterial Musculoskeletal Infections. Infectious Disease Clinics of North America, 31(2), 369–382. https://doi.org/10.1016/j.idc.2017.01.007

Hyatt, B. T., & Bagg, M. R. (2017). Flexor Tenosynovitis. Orthopedic Clinics of North America, 48(2), 217–227. https://doi.org/10.1016/j.ocl.2016.12.010

Ihnatsenka, B., & Boezaart, A. P. (2010). Ultrasound: Basic understanding and learning the language. International Journal of Shoulder Surgery, 4(3), 55–62. https://doi.org/10.4103/0973-6042.76960

Jacobson, J. A., Middleton, W. D., Allison, S. J., Dahiya, N., Lee, K. S., Levine, B. D., Lucas, D. R., Murphey, M. D., Nazarian, L. N., Siegel, G. W., & Wagner, J. M. (2022). Ultrasonography of Superficial Soft-Tissue Masses: Society of Radiologists in Ultrasound Consensus Conference Statement. Radiology, 304(1), 18–30. https://doi.org/10.1148/radiol.211101

Jardin, E., Delord, M., Aubry, S., Loisel, F., & Obert, L. (2018). Usefulness of ultrasound for the diagnosis of pyogenic flexor tenosynovitis: A prospective single-center study of 57 cases. Hand Surgery and Rehabilitation, 37(2), 95–98. https://doi.org/10.1016/j.hansur.2017.12.004

Kennedy, C. D., Huang, J. I., & Hanel, D. P. (2016). In Brief: Kanavel’s Signs and Pyogenic Flexor Tenosynovitis. Clinical Orthopaedics and Related Research, 474(1), 280–284. https://doi.org/10.1007/s11999-015-4367-x

Kennedy, C. D., Lauder, A. S., Pribaz, J. R., & Kennedy, S. A. (2017). Differentiation Between Pyogenic Flexor Tenosynovitis and Other Finger Infections. Hand, 12(6), 585–590. https://doi.org/10.1177/1558944717692089

Mamane, W., Lippmann, S., Israel, D., Ramdhian-Wihlm, R., Temam, M., Mas, V., Pierrart, J., & Masmejean, E. H. (2018). Infectious flexor hand tenosynovitis: State of knowledge. A study of 120 cases. Journal of Orthopaedics, 15(2), 701–706. https://doi.org/10.1016/j.jor.2018.05.030

Marvel, B. A., & Budhram, G. R. (2015). Bedside ultrasound in the diagnosis of complex hand infections: A case series. Journal of Emergency Medicine, 48(1), 63–68. https://doi.org/10.1016/j.jemermed.2014.09.015

Padrez, K., Bress, J., Johnson, B., & Nagdev, A. (2015). Bedside ultrasound identification of infectious flexor tenosynovitis in the emergency department. Western Journal of Emergency Medicine, 16(2), 260–262. https://doi.org/10.5811/westjem.2015.1.24474

Patel, D. B., Emmanuel, N. B., Stevanovic, M. V., Matcuk, G. R., Gottsegen, C. J., Forrester, D. M., & White, E. A. (2014). Hand infections: Anatomy, types and spread of infection, imaging findings, and treatment options. Radiographics, 34(7), 1968–1986. https://doi.org/10.1148/rg.347130101

Prunières, G., Igeta, Y., Hidalgo Díaz, J. J., Gouzou, S., Facca, S., Xavier, F., & Liverneaux, P. (2018). Ultrasound for the diagnosis of pyogenic flexor tenosynovitis. Hand Surgery and Rehabilitation, 37(4), 243–246. https://doi.org/10.1016/j.hansur.2018.03.002

Rabiner, J. E., Friedman, L. M., Khine, H., Avner, J. R., & Tsung, J. W. (2013). Accuracy of point-of-care ultrasound for diagnosis of skull fractures in children. Pediatrics, 131(6). https://doi.org/10.1542/peds.2012-3921

Ray, G., Sandean, D. P., & Tall., M. A. (2021). Tenosynovitis.pdf. Treasure Island (FL): StatPearls.

Sbai, M. A., Benzarti, S., Boussen, M., & Maalla, R. (2015). Tuberculous flexor tenosynovitis of the hand. International Journal of Mycobacteriology, 4(4), 347–349. https://doi.org/10.1016/j.ijmyco.2015.06.003

Soubeyrand, M., Begin, M., Pierrart, J., Gagey, O., Dumontier, C., & Guerini, H. (2011). L’échographie pour le chirurgien de la main (conférence d’enseignement XLV e congrès de la Société Française de Chirurgie de la Main). Chirurgie de La Main, 30(6), 368–384. https://doi.org/10.1016/j.main.2011.09.008

Starr, H. M., Sedgley, M. D., Means, K. R., & Murphy, M. S. (2016). Ultrasonography for hand and wrist conditions. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons, 24(8), 544–554. https://doi.org/10.5435/JAAOS-D-15-00170

Stasi, G., & Ruoti, E. M. (2015). A critical evaluation in the delivery of the ultrasound practice: The point of view of the radiologist. Italian Journal of Medicine, 9(1), 5–10. https://doi.org/10.4081/itjm.2015.502

Suwannaphisit, S., & Ranong, N. N. (2020). Tuberculous tenosynovitis of the Flexor Tendons of the hand and wrist: A case report and mini-review. Annals of Medicine and Surgery, 57(July), 249–252. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2020.07.061

 

 

 

Copyright holder:

Almerveldy Azaria Dohong, Khadijah Ratna Widiyani, Nadia,

Basuki Supartono (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: