Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 1, Januari 2024

 

PERUMUSAN DAN PENGUKURAN KEWAJIBAN MASA DEPAN DANA HAJI BERDASARKAN AKAD WAKALAH DAN KONSEP ISTITHO'AH

 

Sidiq Haryono

Universitas Tri Sakti, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah dana yang dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan penyelesaian ibadah haji bagi semua peziarah yang menunggu di masa depan, mengingat meningkatnya biaya haji. Berbeda dengan lembaga keuangan tradisional, Badan Pengelola Dana Haji (BPKH) bertanggung jawab untuk mengelola dana dan memastikan keberhasilan keberangkatan semua jemaah haji yang menunggu secara adil dan transparan. Studi ini memanfaatkan berbagai ayat Alquran yang relevan untuk menyoroti pentingnya mengelola dana haji secara adil dan bertanggung jawab. Ini juga mempertimbangkan masa tunggu haji, kapasitas keuangan para peziarah, dan ketidakpastian seputar biaya aktual ziarah haji. Penelitian ini mengusulkan model untuk menghitung Kewajiban Masa Depan, dengan mempertimbangkan proyeksi jumlah peziarah yang menunggu dan tahun keberangkatan masing-masing, serta proyeksi biaya penyelenggaraan haji. Berdasarkan perhitungan, temuan riset menunjukkan bahwa Liabilitas Masa Depan Dana Haji untuk periode pelaporan tahun 2023 sebesar Rp381 triliun. Ini merupakan dana yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan penyelesaian ibadah haji untuk semua peziarah terdaftar dalam 17 tahun ke depan. Studi ini juga menunjukkan bahwa solvabilitas Dana Haji harus dievaluasi dalam kaitannya dengan Kewajiban Masa Depan, dengan rasio solvabilitas 43% dalam skenario dasar. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang pengelolaan keuangan Dana Haji dan menawarkan dasar pengambilan keputusan dalam menentukan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan kontribusi diri (bipih) jemaah haji yang menunggu. Ini menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan Dana Haji, serta pentingnya mempertimbangkan Kewajiban Masa Depan dalam menilai kesehatan keuangan Dana Haji.

Kata Kunci: Badan Pengelola Dana Haji, BPIH, Kontribusi Mandiri (bipih), Kewajiban Masa Depan, Solvabilitas, Keberlanjutan

 

Abstract

The study aim to determine the amount of funds needed to ensure the successful completion of the Hajj pilgrimage for all waiting pilgrims in the future, considering the increasing cost of Hajj. Unlike traditional financial institutions, the Hajj Fund Management Agency (BPKH) is responsible for managing the funds and ensuring the successful departure of all waiting pilgrims in a fair and transparent manner. The study makes use of various relevant Qur'anic verses to highlight the importance of managing the Hajj funds in an equitable and responsible manner. It also considers the waiting period for Hajj, the financial capacity of the pilgrims, and the uncertainty surrounding the actual cost of the Hajj pilgrimage. The research proposes a model for calculating Future Liabilities, considering the projected number of waiting pilgrims and their respective departure years, as well as the projected costs of organizing the Hajj. Based on the calculations, the research findings indicate that the Future Liabilities of the Hajj Fund for the reporting period in 2023 amount to IDR 381 trillion. This represents the funds required to ensure the successful completion of the Hajj pilgrimage for all registered pilgrims in the next 17 years. The study also suggests that the solvency of the Hajj Fund should be evaluated in relation to Future Liabilities, with a solvency ratio of 43% in the baseline scenario. This research provides valuable insights into the financial management of the Hajj Fund and offers a basis for decision-making in determining the Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) and the self-contribution (bipih) of waiting pilgrims. It highlights the need for transparency and accountability in the financial reporting of the Hajj Fund, as well as the importance of considering Future Liabilities in assessing the financial health of the Hajj Fund.

Keywords : Hajj Fund Management Agency, BPIH, Self Contributing (bipih), Future Liabilities, Solvability, Sustainability

 

Pendahuluan

Dalam laporan keuangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) saat ini, besaran komponen kewajiban (liabilitas) keuangan haji adalah sejumlah nominal dana dari setoran jamaah haji tunggu baik Haji Regular maupun Haji Khusus (Hilmy, n.d.). Belum terdapat penilaian atas besaran kewajiban BPKH sebagai pengelola dana haji dari kemampuan  untuk menjamin dana kelolaan dapat memenuhi kebutuhan biaya untuk keberangkatan seluruh jamaah haji tunggu pada besaran biaya haji di masa depan. Hal inilah yang seharusnya membedakan sistem pengelolaan kewajiban (liabilities) dana haji oleh BPKH berbeda dengan sistem pengelolaan kewajiban (liabilities) pada institusi keuangan yang lain, khususnya pada perbankan, asuransi atau dana pension (Hilmy, n.d.).  Pada perbankan, kewajiban pada dana pihak ketiga adalah menjamin saldo dana pokok deposan dapat dikembalikan pada saat tanggal maturity deposito atau setiap pemilik dana pihak ketiga akan menarik dananya.

Sedangkan di industri asuransi, dalam menghitung berapa besar kewajiban perusahaan dilakukan dengan menggunakan perspektif aktuaria. Future Liabilities merupakan besaran kewajiban perusahaan untuk membayarkan benefit kepada tertanggung. Future Liabilities dihitung menggunakan metode prospektif dengan menghitung nilai kini atas arus kas pembayaran pengeluaran di masa depan dari tertanggung-tertanggung yang berhak pada saat periode valuasi (Willieardan et al., n.d.).

Future Financial Liabilities adalah kewajiban keuangan masa depan didefinisikan sebagai biaya yang diperkirakan akan dipenuhi oleh suatu organisasi atau perusahaan di masa depan, yaitu lebih dari lima tahun, sebagai akibat dari aktivitasnya saat ini dan di masa lalu. walaupun pengeluaran aktual untuk melunasi liabilitas mungkin masih jauh di masa depan, disadari bahwa pertimbangan harus diberikan untuk membuat penyisihan sekarang agar dana dapat menutupi pengeluaran di masa depan. (OECD, 1996)

Future Liabilities BPKH merupakan besaran kewajiban BPKH untuk membayarkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk keseluruhan jemaah tunggu pada periode valuasi perhitungan dengan memperhitungkan rata-rata masa tunggu tahun keberangkatan dan dinilai dimasa kini sesuai dengan tanggal pelaporan (Jen, 2022).

Perhitungan future liabilities akan memberikan informasi terkini dari kesehatan keuangan haji dilihat dari tingkat solvabilitas dana kelolaan BPKH (Aziz et al., 2023). Dengan memperoleh perhitungan solvabilitas yang merujuk pada future liabilities, maka akan mempermudah Pemerintah dan DPR dalam memutuskan besara BPIH, bipih dan menetapkan indicator target keuangan lainnya terkait dengan pengelolaan keuangan haji.

Practical Gap

Liabilitas dalam laporan keuangan tersebut adalah kumpulan dari setoran dana awal saat pendaftaran dari seluruh jamaah haji tunggu (baik dari haji regular maupun haji khusus) termasuk setoran lunas dari calon jamaah haji tunggu yang belum sempat diberangkatkan. Perhitungan rasio solvabilitas dalam laporan keuangan BPKH dilakukan dengan membandingkan total aset dengan total liabilitas. Semakin besar rasio solvabilitas tersebut mengindikasikan bahwa total aset dapat mengcover kewajiban BPKH untuk mengembalikan seluruh kewajiban tersebut kepada jamaah haji tunggu (Bafadhal et al., 2023).

Disampaikan bahwa kondisi solvabilitas dinyatakan cukup sehat terlihat dari kemampuan aset memenuhi kewajiban lebih dari 100% (Anggito, 2019). Namun perlu diingat bahwa pernyataan sehat tersebut hanya dilihat dari kewajiban BPKH berupa besaran setoran dana yang telah disetorkan oleh jamaah haji. Belum menghitungkan biaya riil berupa BPIH dari seluruh jamaah haji tunggu di masa depan yang pada kenyataannya menjadi konsentrasi utama BPKH dalam memenuhi kewajibannya (Kurniawan, 2018). Formulasi rasio solvabilitas tersebut juga tidak mampu menjadi parameter dalam penetapan komposisi besaran bipih dan besaran kontribusi nilai manfaat BPKH. Sehingga tidak dapat dijasikan sebagai pedoman dalam mengkreasikan kebijakan berbasiskan semangat untuk menjaga sustainability keuangan haji yang berkeadilan.

Kewajiban BPKH untuk setiap tahun mampu menyediakan sumber dana pembiayaan BPIH yang bersumber dari bipih dan nilai manfaat, memiliki trend peningkatan yang berlanjut untuk setiap tahun keberangkatan haji. Berikut data BPIH dan bipih di tahun historis sejak tahun 2015 sampai dengan 2023:

 

 

 

Gambar 1. Data historis rata-rata komposisi BPIH dan bipih (Self Contrubution) (dalam juta rupiah per jamaah haji)

Sumber: Laporan Keuangan BPKH, data diolah

 

Penyajian informasi atas solvabilitas dan tanpa adanya perhitungan Future Liabilities jangka panjang pada periode valuasi di BPKH ternyata tidak mampu mengindikasikan kondisi yang sesungguhnya. Sebagai contoh di tahun 2022 dinyatakan bahwa rasio solvabilitas adalah 100,76%. Namun pada saat proses penetapan BPIH dan porsi bipih yang dibahas oleh Pemerintah dan DPR disampaikan bahwa perlu ada kebijakan baru untuk meningkatkan porsi Bipih (self contribution) dari jamaah haji agar sustainability keuangan haji tetap terjaga. Indikator rasio solvabilitas diatas 100%, tidak berkolerasi dengan harapan BPKH dan Pemerintah untuk tetapp menaikan porsi bipih karena terdapat penilaian bahwa dengan komposisi bipih di periode sebelumnya akan menyebabkan sustainability keuangan haji terganggu pada saat rasio solvabilitas diatas 100%.

 Artinya rasio solvabilitas tersebut belum mampu mendiskripsikan kondisi kesehatan keuangan haji yang sesungguhnya karena tidak dapat menjadi indicator dalam penetapan besaran BPIH dan bipih. Karena terdapat penilaian bahwa  sustainability keuangan haji dapat terganggu jika porsi bipih tidak ditingkatkan, maka pada tahun 2022 Pemerintah dan DPR menyepakati untuk menaikan porsi bipih meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini menjadi baukti bahwa pengungkatan solvabilitas diatas 100,76% tidak memberikan arti penilaian kesehatan yang mendalam dalam menggambarkan kondisi keungan haji yang sesungguhnya.  Simplifikasi formulasi perhitungan rasio solvabilitas dan pengukuran total liabilitas BPKH dinilai perlu diuji kembali mengingat kewajiban sesungguhnya BPKH bukan mengembalikan dana senilai setoran awal kepada jamaah haji tunggu namun kewajiban BPKH adalah mengelola dana haji sehingga mampu menjamin seluruh jamaah haji tunggu dapat diberangkatkan pada saat giliran antrian berangkat diperoleh (Nafiah et al., 2020).

Pada beberapa jenis industry keuangan, memiliki cara pengukuran future liabilitas dan solvabilitas yang berbeda-beda tergantung dari model bisnis dari industri keuangan itu sendiri. Di industri perbankan, dalam laporan keuangan tahunan yang di publish oleh sebuah bank diwajibakan untuk menyampaikan satu perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) dari komposisi aset dibandingkan dengan jenis dan nilai permodalan yang dimiliki yang kemudian diperoleh parameter yang disebut dengan CAR (Capital Adequancy Ratio). Sedangkan dalam industry asuransi, perhitungan Future Liabilities dilakukan dengan menghitung total kewajiban uang pertanggungan dari seluruh pemegang polis dengan pendekatan aktuaria. Kemudian Future Liabilities tersebut dibandingkan dengan permodalan yang dimiliki oleh perusahaan asuransi untuk kemudian yang kita kenal dengan RBC (Risk Based Capital).  Begitu juga dalam perusahaan pension fund juga memiliki pedoman yang berbeda dalam menghitung Future Liabilities dan rasio solvabilitas sesuai dengan model bisnis dari perusahaan pension yang berbeda dengan industry lainnya. Lalu bagaimanakah pengungkatan laporan future liabilities dan solvabilitas di BPKH? Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah dana yang dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan penyelesaian ibadah haji bagi semua peziarah yang menunggu di masa depan, mengingat meningkatnya biaya haji.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mendalam tentang latar belakang, keadaan, dan interaksi lingkungan terkait ibadah haji (Sugiyono, 2016). Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung kewajiban masa depan dan proyeksi jumlah peziarah serta biaya penyelenggaraan haji. Penelitian ini mengusulkan model untuk menghitung Kewajiban Masa Depan, dengan mempertimbangkan proyeksi jumlah peziarah yang menunggu dan tahun keberangkatan masing-masing, serta proyeksi biaya penyelenggaraan haji. Berdasarkan perhitungan, temuan riset menunjukkan bahwa Liabilitas Masa Depan Dana Haji untuk periode pelaporan tahun 2023 sebesar Rp381 triliun. Studi ini juga menggunakan metode gabungan untuk menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi solvabilitas Dana Haji dan mempertimbangkan kesehatan keuangan Dana Haji secara komprehensif. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang pengelolaan keuangan Dana Haji dan menawarkan dasar pengambilan keputusan dalam menentukan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan kontribusi diri (bipih) jemaah haji yang menunggu.

 

Hasil dan Pembahasan

Pendekatan dan Kerangka Pemikiran

Formulation and measurement of liabilities hajj fund dapat diilustrasikan dalam diagram dibawah ini:

 


Gambar 2. Kerangka Pemikiran formulation and measurement of liabilities hajj fund

 

Beberapa dalil qur’an yang relevan untuk menjelaskan fungsi dan sifat dalam pengelolaan keuangan haji setidaknya terdapat 3 concern utama, yakni;

Pertama, kontrak wakalah antara jamaah haji tunggu dengan BPKH memberikan konsekuensi bahwa BPKH harus mampu mengelola keuangan haji secara adil dan amanah (Haryono, 2023). Sistem keuangan haji harus mampu menjamin seluruh jamaah haji tunggu yang telah mendaftar dapat diberangkatkan untuk menunaikan ibadah haji pada besaran biaya yang rasional dimasa datang dan waktu yang telah ditentukan. Untuk itu kesinambungan (sustainability) keuangan haji menjadi kunci tercapaianya prinsip keadilan bagi jamaah haji tunggu. Sebagaimana dalam QS An -Nisa ayat 58 :

 

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ

 

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

 

Kedua, Kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji muncul bagi setiap ummat islam yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan fisik, waktu dan biaya untuk perjalanan melaksanakan seluruh rukun dari ibadah haji.

 

Sebagaimana di firmankan oleh Allah SWT dalam surat Al Imran ayat 97  :

 

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: "...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97).

 

Syarat wajib haji adalah mampu secara fisik dan juga finansial. Hal ini dikarenakan saat menunaikan ibadah haji membutuhkan fisik yang kuat serta finansial yang cukup. Oleh sebab itu persoalan lama masa tunggu bagi jamaah haji (usia keberangakan saat melaksanakan haji) dan juga kemampuan pengelolaan keuangan haji secara tidak langsung dapat berdampak pada pemenuhan syarat wajib haji. Untuk itu, BPKH sebagai pengelola keuangan haji harus mendukung dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pelaksanaan haji pada berapapun besaran quota yang diberikan, hal ini untuk menjaga masa tunggu masih realible dan berdampak pada rata-rata usia jamaah haji masih layak secara fisik dan kesehatan  (Haryono, 2023).

Ketiga, masa tunggu keberangkatan haji relative panjang, sedangkan biaya penyelenggaran ibadah haji relative bergerak untuk periode dimasa depan. BPIH yang terdiri dari berbagai komponen pengeluaran yang terekspose risiko nilai tukar rupiah (kurs, inflasi dan pricing good and service) memberikan ketidakpastian atas biaya BPIH. (Haryono, 2023). Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Al Luqman ayat 34:

 

 

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

 

Artinya: Sesungguhnya Allah memiliki pengetahuan tentang hari Kiamat, menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan besok. (Begitu pula,) tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.

 

Konsekuensi dari ketiga dalil tersebut memberikan pendekatan dalam pengkuran Future Liabilities sebagai berikut:

a)   Liability of Hajj Fund Management; BPKH harus mampu untuk menjaga amanah agar seluruh calon jamaah haji tunggu mampu menunaikan haji dengan menciptakan keadilan dalam pengelolaan keuangan haji. Dengan demikian BPKH seharusny memiliki perhitungan Future Liabilities yang dipublish sebagai bentuk dari azas transparansi dari prinsip governansi pengelolaan keuangan haji. Saat ini belum terdapat satu laporan yang accountable dan terstruktur atas laporan keuangan tahunan yang disajikan oleh BPKH. 

b)  Waiting Period, Istitho’ah and simetric do’a; kecukupan keuangan dan kesehatan serta constrain masa tunggu yang achievable. Future Liabilities dihitung kewajiban yang harus disiapkan oleh keuangan haji sampai dengan waktu tunggu maksimal dari satu posisi valuasi. Sebagai contoh posisi jamaah haji tunggu di periode Des 2022 adalah 5 juta jamaah, maka dalam laporan keuangan BPKH perlu disajikan perhitungan Future Liabilities berdasarkan data jamaah haji tunggu di periode tersebut sampai dengan proyeksi keseluruhan jamaah haji tunggu tersebut dapat diberangkatkan seluruhnya dengan menggunakan asumsi quota yang paling rasional sesuai kondisi terkini.

Dengan demikian, adanya kesadaran bagi BPKH bahwa berapapun quota yang akan diberikan oleh pemerintahan KSA menjadi terpenuhinya satu kondisi yang dinamakan dengan simetric do’a. Yakni harapan bagi pengelola keuangan agar jamaah haji berangkat dapat menunaikan haji secara istitho;ah (baik keuagan dan usia kesehatan) similiar atau sama dengan doa dari seluruh jamaah haji tunggu agar mampu diberangkatkan segera dalam kondisi yang masih sehat.   

c)   Uncertainty too many variables; kebutuhan biaya riil berhaji dan berbagai variabel yang mempengaruhi bersifat unpredictable. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari berbagai komponen yang memiliki beberapa variable yang bersifat exogenous. Diantaranya kurs IDR terhadap SAR atau USD, fiscal policy KSA (VAT), inflasi di KSA atau Indonesia dan berbagai regulasi lainnya yang dapat berubah setiap saat termasuk dalam peningkatan kualitas layanan haji. Oleh sebab itu dalam melakukan proyeksi BPIH selama masa waiting periode periode perlu dilakukan dengan satu metode yang baku sehingga dapat diterima sebagai dasar perhitungan penetapan Future Liabilities.

 

Measurement of liabilities hajj fund management adalah Total kewajiban pengelolaan keuangan haji dalam memenuhi kebutuhan biaya yang harus disiapkan untuk memberangkatkan seluruh calon jamaah haji tunggu dengan tingkat kontribusi jamaah (self contribution) yang adil dan diukur dalam nilai kini (present value) atas rentang pengeluaran selama rata-rata masa tunggu (waiting periode)

Berikut langkah-langkah dalam perhitungan Future Liabilities BPKH khususnya untuk antrian jamaah haji regular:

1.   Menentukan proyeksi jumlah jemaah tunggu pada suatu periode valuasi

Proyeksi jumlah jemaah tunggu pada suatu tanggal valuasi merupakan hasil penjumlahan dari jumlah jemaah tunggu haji regular posisi terkini di tanggal valuasi dikurangi dengan proyeksi jumlah jemaah berangkat tahun ke-1  sampai dengan tahun dari seluruh jamaah haji regular yang saat ini terdaftar seluruhnya dapat diberangkatkan . Proyeksi jumlah jemaah daftar baru pada suatu tahun proyeksi tidak menjadi variabel yang dinilai sebab liabilities yang diukur di tanggal valuasi. Proyeksi jumlah haji berangkat berdasarkan proyeksi quota haji regular. Tahap ini bertujuan untuk menentukan tahun berapa (n) sehingga seluruh dari jamaah haji yangterdaftar di tahun periode pelaporan keuangan haji dapat dipenuhi kewajibannya (dapat diberangkatkan menunaikan haji).

2.   Menentukan proyeksi jumlah jemaah berangkat pada setiap tahun keberangkatan

Proyeksi jumlah jemaah berangkat dibedakan menjadi dua bagian yaitu proyeksi jumlah jemaah berangkat tahun pertama setelah tahun valuasi dan proyeksi jumlah Jemaah berangkat tahun-tahun berikutnya (tahun kedua, tahun ketiga, dan tahun-tahun seterusnya setelah tahun valuasi) hingga jumlah jemaah tunggu pada tahun valuasi habis. Pada bagian pertama, proyeksi jumlah jemaah berangkat pada tahun pertama setelah tahun valuasi diperoleh berdasarkan informasi terkini yang diperoleh dari pemerintah KSA. Pada bagian kedua, proyeksi jumlah berangkat tahun-tahun berikutnya dimulai dari tahun kedua setelah tahun valuasi diasumsikan konstan hingga tahun dimana jumlah jemaah tunggu pada tahun valuasi habis. Jumlah jamaah haji yang berangkat disetiap tahunnya tersebut merupakan kewajiban bagi BPKH untuk dapat dipenuhi penyediaan pembiayaan BPIH nya.

3.   Menentukan proyeksi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada setiap tahun keberangkatan

Proyeksi Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) diperoleh dari persentase kenaikan BPIH setiap tahun keberangkatan. Persentase kenaikan BPIH diasumsikan bergerak secara tidak pasti dengan rata-rata dan simpangan baku yang diperoleh dari data historis BPIH. Dalam penelitian ini, proyeksi BPIH dilakukan dengan trend linier dengan confidence level di 95%. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan tiga scenario yakni baseline, upper dan lower confidence.

4.   Menentukan proyeksi Future Liabilities pada suatu periode valuasi

Proyeksi Future Liabilities BPKH pada suatu tahun dilakukan dengan cara menghitung nilai sekarang per tanggal valuasi untuk semua arus kas proyeksi total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang akan dikeluarkan pada masing-masing tahun keberangkatan di masa depan dikalikan dengan jumlah jamaah yang berangkat dimasing-masing tahun proyeksi.

 

Model Perhitungan

Model Proyeksi Jumlah Jemaah Tunggu

 

Jumlah jemaah tunggu pada akhir tahun (n) dirumuskan sebagai:

 

𝐽𝑇(t)=𝐽𝑇(t−1) − 𝐽𝐵(t)

 

.t = t0, t1, t2, t3 ….n

 

Dimana:

𝐽𝑇(t): Jumlah jemaah tunggu tahun t

𝐽𝑇(t−1): Jumlah jemaah tunggu tahun t−1

𝐽𝐵(t): Jumlah jemaah berangkat tahun t

n = jumlah tahun dimana seluruh jamaah tunggu telah diberangkatkan atau pada saat JT (t) = 0

 

Proyeksi jumlah jemaah berangkat tahun 𝑇(𝐽𝐵(𝑇)) ditentukan berdasarkan informasi terkini yang diperoleh dari pemerintah KSA, rencana Visi Saudi 2030 dan kapasitas pelayanan haji di Armuzna.

 

Model Proyeksi Bipih dan BPIH

Besaran Bipih atau BPIH pada akhir tahun t dirumuskan sebagai:

 

𝐵(t)=𝐵(t−1)×𝐼(t)

 

dimana

𝐵(t): Bipih atau BPIH tahun t

𝐵(t−1): Bipih atau BPIH t−1

𝐼(t): Faktor kenaikan Bipih atau BPIH tahun t

 

Faktor kenaikan Bipih atau BPIH pada tahun 𝑇 diasumsikan bergerak secara tidak pasti dengan rata-rata dan simpangan baku yang diperoleh dari data historis Bipih atau BPIH.

 

 

Model Future Liabilities

 

Nilai kini atas Future Liabilities pada akhir tahun valuasi 𝑃𝑉 dirumuskan sebagai:

 

 

dengan 𝐹𝑉(n) merupakan total BPIH yang harus dikeluarkan BPKH untuk pada tahun keberangkata n, 𝑑 merupakan tingkat diskonto, dan n merupakan periode waktu yang dibutuhkan hingga seluruh jemaah tunggu per tanggal valuasi diberangkatkan.

Tingkat diskonto menggunakan ratra-rata yield dana kelolaan BPKH di tahun valuasi. Semakin tinggi kemampuan BPKH untuk men-generate yield dana kelolaan, maka akan mengurangi Future Liabilities yang harus di tanggung oleh keuangan haji.

 

Future value dapat dirumuskan sebagai:

𝐹𝑉(t)=𝐵𝑃𝐼𝐻(t𝐽𝐵(t)

dimana

𝐵𝑃𝐼𝐻(t): BPIH per jemaah pada tahun keberangkatan t

𝐽𝐵(t): Jumlah jemaah berangkat tahun t

 

Asumsi-asumsi yang digunakan

Berikut merupakan ringkasan asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan Future Liabilities keuangan haji BPKH:

 

Tabel 1. Asumsi Yang Digunakan

No

Asumsi

Penjelasan

1

Skema Proyeksi Jemaah Berangkat

 

Skema Tertutup

Proyeksi jemaah berangkat pada setiap tahun keberangkatan hanya berasal dari jemaah tunggu per Desember 2023 atau tidak mempertimbangkan jemaah pendaftar baru

2

Quota keberangkatan

Tahun t+1 adalah sebesar informasi terkini yakni 224 ribu untuk haji regular.

Sedangkan untuk t+2, t+3, …, t+n diasumsikan setiap tahun meningkat sebesar 10 ribu

3

Masa tunggu haji (waiting periode, n)

100% dari seluruh jamaah haji tunggu diberangkatkan di tahun n, adalah 17 tahun berdasarkan data haji tunggu terkini per Desember 2023.

4

Sistem pengelolaan setoran awal jamaah haji

No ponzi game system dalam pembiayaan BPIH diperoleh dari self contributing dan support BPIH dari nilai manfaat BPKH.

BPIH = bipih + nilai manfaat

5

Political pricing decision

Based on real cost for hajj perform and concern for sustainability hajj financial

6

Segmented Future Liabilities

Kalkulasi Future Liabilities hanya diperuntukan untuk jamaah haji regular.

Perhitugan Future Liabilities untuk haji khusus seharusnya berbeda, sebab dalam pelaksanaan haji khusus tidak dikenal dengan BPIH dan tidak terdapat support BPIH selain distribusi nilai manfaat dalan virtual accunt di jamaah haji khusus.

7

Tingkat discounto

Tingkat discounto menggunakan yiled rata-rata kelolaan AUM oleh BPKH.

Dalam penelitian ini tingkat diskonto diasumsikan sebesar 6,42% p.a berdasarkan nilai manfaat tahun terakhir dibandingkan dengan saldo rata-rata dana kelolaan BPKH

 

Hasil Perhitungan Future Liabilities

Proyeksi Jumlah Jemaah Tunggu per 31 Desember 2023

Berdasarkan laporan dashboard BPKH posisi daftar jamaah haji tunggu haji regular per 28 Nov 23 adalah sebesar 5.244.937 dan target jamaah haji baru di  Des 23 adalah 35.059 sehingga diasumsikan posisi daftar jamaah haji regular per Des 23 adalah 5.279.996 jiwa.

Proyeksi jumlah jemaah berangkat pada setiap tahun keberangkatan

Diasumsikan seluruh jemaah tunggu per 31 Desember 2023 akan berangkat dalam kurun waktu sesuai dengan masa tunggu haji. Berdasarkan situs Kemenaghttps://haji.kemenag.go.id/v4/ waiting-list yang diakses pada 26 Juli 2023, maka diperoleh rata – rata masa tunggu haji secara nasional yaitu selama 25 tahun (dengan asumsi kuota haji sebagaimana tahun 2023 dan asumsi tetap.

Berdasarkan data historis, rata-rata jumlah jemaah berangkat haji dari tahun 2011 hingga tahun 2023 adalah sebanyak 153.983 jiwa. Akibat pandemi Covid-19, tahun 2022 menjadi tahun dengan keberangkatan haji paling sedikit yaitu hanya sebanyak 93.609 jiwa. Lalu di tahun 2023 mengalangi kenaikan yang cukup signifikan dengan jumlah jemaah haji yang berangkat sebanyak 212.534. Hal ini sejalan dengan berakhirnya pandemi Covid-19, Arab Saudi sudah mencabut aturan mengenai pembatasan kuota jemaah haji. Seiring dengan kehidupan yang kembali normal, jumlah kuota haji diperkirakan akan meningkat kembali pada tahun-tahun berikutnya.

Berdasarkan artikel detiknews tanggal 28 Nov 23, Panja Komisi VIII DPR tentang BPIH Tahun 1445 H/2024 M dan Panja Pemerintah menyepakati BPIH untuk tahun 2024 sebesar 93,4 juta dengan bipih sebesar Rp56 juta dan nilai manfaat BPKH sebesar Rp37,4 juta, dengan asumsi kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah. Kuota 241 ribu itu terbagi atas jemaah haji reguler dan khusus. Adapun kuota jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang.

Perhitungan Future Liabilities BPKH per 31 Desember 2023 dilakukan berdasarkan jumlah jemaah tunggu per 31 Desember 2023. Berdasarkan rata-rata masa tunggu haji, jumlah jemaah tunggu tahun 2023 diperkirakan habis pada tahun 2040 atau dengan kata lain akan habis dalam 17 tahun ke depan dengan asumsi kuota haji sebagaimana dalam tabel dibawah ini. Untuk menghitung future liabilities diperlukan data jemaah berangkat per tahun dari tahun 2024 hingga 2040. Proyeksi jumlah jemaah tunggu dari tahun 2024 sampai dengan tahun 2039 dari posisi jamaah terdaftar di Des 23 ditentukan berdasarkan selisih antara proyeksi jumlah jemaah tunggu tahun 2023 dengan proyeksi jumlah berangkat tahun 2024 dan seterusnya sampai seluruh jamaah haji yang saat ini telah terdaftar habis di tahun 2040.

 

 

 

 

Tabel 2. Proyeksi Jumlah Jamaah Hasji Reguler di tahun t dan proyeksi Quota di tahun t

 

Tahun

Jamaah Regular

Quota

0

2023

5.279.996

204.000

1

2024

5.058.276

221.720

2

2025

4.826.556

231.720

3

2026

4.584.836

241.720

4

2027

4.333.116

251.720

5

2028

4.071.396

261.720

6

2029

3.799.676

271.720

7

2030

3.517.956

281.720

8

2031

3.226.236

291.720

9

2032

2.924.516

301.720

10

2033

2.612.796

311.720

11

2034

2.291.076

321.720

12

2035

1.959.356

331.720

13

2036

1.617.636

341.720

14

2037

1.265.916

351.720

15

2038

904.196

361.720

16

2039

532.476

371.720

17

2040

150.756

381.720

 

Proyeksi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada setiap tahun keberangkatan

Berdasarkan data historis rata-rata Bipih dan rata-rata BPIH per jemaah tahun 2015 – 2023, terdapat pola berupa kenaikan secara signifikan setelah periode dua tahun. Terdapat kenaikan secara signifkan pada tahun 2023 yaitu sebesar 25% pada rata-rata Bipih dan sebesar 10% pada rata-rata BPIH. Persentase rata-rata kenaikan Bipih tahun 2016 sampai dengan 2019 yaitu sebesar 0,93%. Persentase rata-rata kenaikan rata-rata BPIH tahun 2016 sampai dengan 2019 yaitu sebesar 4,09%. Proyeksi Bipih dan BPIH berdasarkan pengalaman historis yaitu tidak terdapat pertumbuhan secara signifikan pada setiap tahunnya.

 

Gambar 3. Historis Rata-Rata BPIH dan Bipih per Jemaah (Dalam Juta Rupiah)

 

Proyeksi BPIH sampai dengan tahun 2040 dilakukan dengan menggunakan tren linier melalui tools excel dengan convidence interval 95%, hasil proyeksi BPIH untuk tiga scenario baseline forcast, lower confidence dan upper confidence adalah sebagai berikut:

 

Gambar 4. Proyeksi BPIH selama tahun proyeksi dengan confidence interval 95%

 

Dalam tabel historis BPIH dan proyeksi BPIH sampai dengan tahun 2040 dapat dilihat dari tabel berikut:

 

Tabel 3. Proyeksi BPIH dalam 3 (tiga) scenario selama tahun proyeksi sampai dengan tahun 2040

Timeline

Values

Forecast

Lower Confidence Bound

Upper Confidence Bound

2015

59.9

 

 

 

2016

60.2

 

 

 

2017

61.8

 

 

 

2018

69.2

 

 

 

2019

70.0

 

 

 

2020

79.3

 

 

 

2021

88.5

 

 

 

2022

97.8

 

 

 

2023

89.9

 

 

 

2024

93.4

93.4

93.40

93.40

2025

 

102.1

92.22

112.06

2026

 

106.7

96.49

116.94

2027

 

111.3

100.76

121.82

2028

 

115.9

105.04

126.69

2029

 

120.4

109.32

131.55

2030

 

125.0

113.61

136.41

2031

 

129.6

117.91

141.26

2032

 

134.2

122.21

146.11

2033

 

138.7

126.51

150.95

2034

 

143.3

130.81

155.79

2035

 

147.9

135.12

160.63

2036

 

152.4

139.44

165.46

2037

 

157.0

143.75

170.29

2038

 

161.6

148.97

175.12

2039

 

166.2

152.39

179.94

2040

 

170.7

156.72

184.77

Sumber: data diolah (2024)

 

Pada tahun 2023 dan 2024, relative kenaikan BPIH bergerak di batas level rendah, hal ini dikarenakan adanya nuansa tahun politik sehingga keputusan untuk menaikan BPIH sesuai dengan usulan Pemerintah sebelumnya di Rp105 juta per orang ditetapkan hanya naik menjadi Rp93,4 juta dari posisi Rp 90 juta sebelumnya. Diproyeksikan kenaikan significant akan terjadi di tahun 2025 setelah masa tahun politik terlewati dan adanya kebutuhan riil dari peningkatan biaya operasional haji di KSA. Diproyeksikan pada scenario baseline, BPIH di tahun 2025 akan berada di level Rp102 juta, sedangkan untuk lower confidence di level Rp92,2 juta dan upper confidence di Rp112 juta.

Kenaikan BPIH akan terus berlajut selama tahun proyeksi hingga mencapai di titik tertinggi sebesar Rp 170 juta di tahun 2040. Kenaikan BPIH tersebut diasumsikan telah memperhitungkan dari seluruh kenaikan berbagai variabel yang selama ini mempengaruhi dalam penbentukan BPIH, diantaranya termasuk perubahan kurs, regulasi fiscal yakni tax, kenaikan inflasi di KSA dan Indonesia dan berbagai variabel lainnya.

 

Proyeksi Future Liabilities

2

Proyeksi Future Liabilities BPKH Tahun 2024 dilakukan dengan cara menghitung nilai sekarang (posisi per Desember 2023) untuk semua arus kas proyeksi total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang akan dikeluarkan pada masing - masing tahun keberangkatan di masa depan. Proyeksi total biaya penyelenggaraan ibadah haji merupakan perkalian antara proyeksi jumlah jemaah berangkat dengan proyeksi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) per jemaah pada suatu tahun keberangkatan. Untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masa depan digunakan asumsi tingkat diskonto yang dapat mencerminkan pengaruh waktu terhadap uang. Asumsi tingkat diskonto mengacu pada tingkat imbal hasil rata-rata dari pengelolaan keuangan haji oleh BPKH.

Berikut adalah hasil perhitungan proyeksi Future Liabilities BPKH Tahun 2024 dalam bentuk distribusi nilai, yaitu:

 

Tabel 4. Proyeksi Future Liabilities per periode pelaporan Des 2023

Proyeksi Future Liabilities Tahun 2023 – Confidence Level 95%

Nilia Future Liabilities

Baseline

381.694.408

Lower

352.350.351

Upper

417.254.747

Sumber: data diolah (2024)

 

Penentuan angka proyeksi Future Liabilities tahun 2023 yang digunakan oleh BPKH dapat disesuaikan dengan risk appetite Perusahaan. Sebagai benchmarking, penentuan Future Liabilities dapat mengacu pada ketentuan pembentukan cadangan premi jangka panjang di industri asuransi yaitu dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 27/SEOJK.05/2017 Butir II:

“Pembentukan cadangan teknis dalam bentuk cadangan premi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf b wajib memperhitungkan penerimaan dan pengeluaran yang dapat terjadi di masa yang akan datang dengan menggunakan asumsi estimasi sentral atau estimasi terbaik (best estimate) terkini ditambah dengan marjin risiko untuk risiko pemburukan (margin for adverse deviation) dengan tingkat keyakinan (confidence level) paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) pada level Perusahaan.”

Hasil dari perhitungan Future Liabilities tersebut dapat menjadi pengukuran kemampuan aset kelolaan BPKH dan juga kemampuan dalam menghasilkan nilai manfaat selama tahun proyeksi sampai dengan tahun n, dimana seluruh exsiting jamaah haji regular yang telah mendaftar dapat dipenuhi seluruh kewajibanya dengan memberangkatkan ke tanah suci.

Dengan demikian, untuk periode pelaporan keuangan haji di Des 2023 berdasarkan confidence level 95% dan pada proyeksi baseline besaran Future Liabilities dari existing jamaah haji tunggu sebesar 5,27 juta adalah Rp381 trilyun. Nilai ini adalah bentuk liabilities yang di present value kan selama 17 tahun mendatang sehingga dari 5,27 juta jamaah haji tunggu tersebut telah diberangkatkan seluruhnya. Dalam kalimat yang berbeda bahwa BPKH akan mampu memenuhi seluruh kewajiban menjamin 5,27 juta jamaah haji tunggu dapat menunaikan ibadah haji jika dalam 17 tahun mendatang terdapat sumber pendanaan yang senilai Rp381 trilyun.

Dalam kesimpulan ini juga dapat disampaikan bahwa setiap terdappat tambahan peserta jamaah haji terdaftar, maka hal tersebut akan menambah besaran kewajiban bagi BPKH. Artinya BPKH sudah harus memandang bahwa setiap peningkatan pendaftar jamaah haji tunggu merupakan liabilities yang harus disediakan kemampuan untuk memenuhi nya dimasa datang. Tidak lagi hanya memikirkan motif sesaat demi peningkatan AUM kelolaan dana haji. Semakin besar rasio antara BPIH berbanding dengan setoran dana awal maka semakin besar kewajiban yang harus disiapkan oleh keuagan haji. Untuk itu, ide peningkatan nilai setoran awal pendaftar jamaah haji dapat menjadi satu solusi dalam mengurangi rasio BPIH terhadap setoran awal.

Hubungan antara yied AUM BPKH dengan besaran future liabilities dapat digambarkan dari grafik berikut ini:

 

Gambar 5. Hubungan antara yield AUM BPKH Vs Future Liabilities

Sumber data: diolah

 

Dari grafik atau kurva diatas terlihat bahwa kurva future liabilities memiliki kemiringan negative dibandingkan dengan yield AUM. Semakin tinggi yield AUM BPKH makan akan semakin kecil Future Liabilities yang dihadapi oleh BPKH. Di kurva tersebut juga terlihat bahwa future value liabilities dari yield AUM 0%, maka future liabilities BPKH adalah sebesar Rp706 trilyun, sedangkan dengan yield AUM 18%, maka future liabilities adalah Rp167 tilyun atau future liabilities = present liabilities. Artinya dengan yield 18% tersebut maka seluruh kewajiban mada depan dari seluruh pembiayaan BPIH dapat dicover dengan exiting AUM BPKH ditambah dengan nilai manfaat yang dapat dihasilkan setiap tahunnya.

 

Solvabilitas Keuangan Haji  

2

Dengan telah diperolehnya Future Liabilities, BPKH dapat melakukan reformulasi rasio solvabilitas yang telah memperhitungkan keseluruhan kewajiban yang harus dipenuhi dalam satu periode laporan keuangan. Karakteristik keuangan BPKH yang berbeda dengan industry keuangan lainnya, perlu melakukan kajian yang lebih dalam lagi dalam membuat formulasi solvabilitas yang lebih mendekati kondisi riil di keuangan haji. Tidak adanya modal (capital) dan tidak adanya return earning menjadikan sumber kemampuan pemenuhan kewajiban pembayaran keuangan haji hanya bersumber dari total aset kelolaan, pelunasan BPIH dan nilai manfaat dari kelolaan AUM BPKH.

Sebagai formulasi sederhana untuk menghitung rasio solvabilitas keuangan haji, dapat dibandingkan future leabilities tersebut dengan aset kelolaan BPKH. Diasumsikan dana kelolaan BPKH per Des 2023 sama dengan posisi dana Kelolaan per Des 2022 yakni di Rp165 trilyun, maka rasio solvabilitas dalam ketiga scenario tersebut adalah sebagai berikut:

 

Tabel. 5. Rasio Solvabilitas periode laporan Des 2023 dan Skenario penetapan % bipih dan nominal bipih dari BPIH proyeksi

Rasio Solvabilitas

%

% bipih

BPIH (juta Rp)

bipih (juta Rp)

Baseline

43%

57%

93.4

53.02

Lower

47%

53%

93.4

49.66

Upper

40%

60%

93.4

56.47

Sumber: data diolah (2024)

 

Berdasarkan hasil Future Liabilities dan asumsi aset kelolaan BPKH, maka dapat diperoleh bahwa rasio solvabilitas adalah 43% (baseline). Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan existing aset kelolaan BPKH hanya akan mampu mengcover nilai kini (present value) dari Future Liabilities sebesar 43%. Artinya untuk menjaga sustainability dan keadilan dalam pengelolaan keuangan haji, bagi jamaah haji yang berangkat di tahun tersebut seharusnya dibebankan bipih sebesar 57% (baseline scenario). Rasio solvabilitas akan meningkat jika kemampuan BPKH dalam menciptakan yield investasi dari kelolaan dana haji meningkat, sehingga dapat berdampak pada penurunan % bipih.

Hubungan antara yield AUM dengan rasio solvability keuangan BPKH dapat digambarkan dari grafik berikut ini:

Gambar 6. Hubungan Yield AUM dengan rasio solvability keuangan haji

Sumber data : diolah

 

Rasio solvabilitas keuangan haji akan mencapai 100%, jika yield AUM BPKH dapat dicapai 18%, sedangkan jika yield AUM ekstream di 0%, maka rasio solvability berada di level 23%. Level 23% tersebut juga menunjukan bahwa kontribusi setoran biaya haji dari pendaftar haji hanyalah 23% dari proyeksi BPIH dimasa datang. Dengan formulasi yang lain dapat dinyatakan bahwa setiap tambahan satu pendaftar haji, maka kewajiban BPKH untuk memenuhi pembiayaan BPIH adalah 4,27 X dengan asumsi setoran awal di Rp25 juta. Paada saat rasio solvabilitas 23%, maka setiap jamaah haji berangkat harus menyediakan bipih sebesar 77% dari BPIH untuk menjaga sustainability. Sedangkan di kondisi yang ekstream berlawanan yakni saat yield AUM di 18%, dimana rasio solvabilitas adalah 99%, maka kontribusi bipih yang perlu dibayarkan lagi cukup sebesar 1%.

Saat ini dengan kemampuan pengelolaan keuangan haji yang menghasilkan yield AUM dikisaran 6,42%, rasio solvabilitas keuangan haji berada di level 43%. Apakah rasio ini sehat atau tidak? Perlu dilakukan kajian lebih lanjut pada level berapa yang seharusnya rasio solvabilitas BPKH perlu jaga dengan tetap memperhatikan prinisp kehati-hatian dalam investasi, prinsip likuiditas penyediaan 2X BPIH dan beberapa variabel lainnya yang perlu dimasukan dalam penelitian tingkat kesehatan dari sisi solvabilitas keuangan haji yang lebih presisi.

 

Kesimpulan

Future Liabilities dari keuangan haji bukanlah besaran setoran awal dari seluruh jamaah haji tunggu, namun berapa besar dana yang dibutuhkan untuk membiayai jamaah haji tunggu dapat diberangkatkan dimasa mendatang sesuai dengan proyeksi quota tahunan, sehingga seluruh jamaah haji tunggu pada periode pelapora keuangan telah seluruhnya diberangkatkan ke tanah suci.

Dari hasil proyeksi baseline scenario diketahui bahwa Future Liabilities keuangan haji untuk periode pelaporan Des 2023 adalah sebesar Rp 381 trilyun. Future Liabilities tersebut di hitung selama 17 tahun mendatang dimana diasumsikan seluruh jamaah haji tunggu di periode Des 2023 akan seluruhnya dapat menunaikan ibadah haji.

Dengan telah diperolehnya perhitungan Future Liabilities tersebut, memungkinkan BPKH melakukan reformulasi kembali atas rasio solvabilitas sehingga akan dinilai lebih mampu dalam menggambarkan kondisi kesehatan keuangan haji yang sesungguhnya. Pada skenario baseline, dan asumsi aset kelolaan AUM BPKH per Des 2023 adalah sebesar Rp 165 Trilyun maka diperoleh rasio solvabilitas (aset / Future Liabilities) pada scenario baseline sebesar 43%.

Formulasi yang sederhana ini diharapkan dapat menjadi mekanisme baru dalam penilaian tingkat kesehatan keuangan haji dan juga dapat menjadi pedoman bagi para pengambil kebijakan (Pemerintah dan DPR) dalam memberikan keputusan besaran BPIH, porsi bipih dan porsi support BPIH dari nilai manfaat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagi penilaian kesehatan keuangan haji yang dikelola BPKH khususnya dalam menetapkan standard pelaporan solvabilitas perusahaan di periode pelaporan keuangan. Hal ini dapat menjadi bentuk pelaporan keterbukaan bagi keuangan haji, sehingga stakeholder dapat memperoleh pemahaman yang presisi atas kondisi kesehatan keuangan haji dan juga dapat menjadi dasar dalam penetapan kebijakan penetapan BPIH

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arafah, M., & Mandalia, S. (2020). Strategi Investasi Langsung Dalam Tata Kelola Keuangan Haji Dalam Negeri Direct Investment Strategy In Domestic Hajj Financial Governance.

Aziz, R. M., Fitriyani, T., Soeharjoto, S., Nugroho, L., & Parenreng, S. M. (2023). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Pengelolaan Dana Haji. Jesya (Jurnal Ekonomi Dan Ekonomi Syariah), 6(1), 722–732.

Bafadhal, M., Rahman, S. M. A., & Ma’ani, B. (2023). Analisis Manajemen Risiko dan Investasi Dana Haji Pada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Perspektif Ekonomi Islam. Wasathiyah: Jurnal Studi Keislaman, 4(2), 8–23.

Haryono, S. (2023). Analisis Kemampuan Portfolio BPKH terhadap sustainability keuangan haji. Universitas Trisakti.

Hilmy, M. (n.d.). Analisis Mekanisme Investasi Dana Haji Pada Badan Pengelola Keuangan Haji. Fakultas Ekonomi dan Bisnis uin jakarta.

Jen, I. (2022). Optimalisasi Pengelolaan Dana Haji Untuk Kesejahteraan Jamaah Haji Di Indonesia. Universitas Islam Indonesia.

Kurniawan, N. I. (2018). Pandangan Stakeholder Terkait Penggunaan Dana Haji untuk Pembangunan Infrastruktur (dalam Tinjauan Ekonomi Islam). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Miksalmina, M. (2015). Strategi Hedging Pada Pengelolaan Hutang Luar-Negeri Pemerintah Indonesia Terhadap Resiko Fluktuasi Nilai Tukar Us Dollar. Quantitative Economics Journal4(1). 

Muneeza, A., Sudeen, A., Nasution, A., & Nurmalasari, R. (2018). A comparative study of hajj fund management institutions in Malaysia, Indonesia and Maldives. International Journal of Management and Applied Research5(3), 120-134. 

Nafiah, N. N., Hulaikhah, M., & Syaifudin, A. A. (2020). Pengaruh CAR, NPF dan FDR Terhadap Pembiayaan Murabahah pada Bank Umum Syariah di Indonesia (Studi Kasus pada Bank Mandiri Syariah, Bank BNI Syariah dan Bank BRI Syariah Triwulan I-IV Tahun 2015-2019). JES (Jurnal Ekonomi Syariah), 5(2).

Pardiansyah, E. (2017). Investasi dalam perspektif ekonomi islam: pendekatan teoritis dan empiris. Economica: Jurnal Ekonomi Islam8(2), 337-373.

Rahman, N. H. A., Sofian, F. N. R. M., Asuhaimi, F. A., & Shahari, F. (2020). A Conceptual Model of Depositors’ Trust and Loyalty on Hajj Institution-Case of Lembaga Tabung Haji Malaysia. International Review of Management and Marketing10(1), 99.

Setyawan, A., Wibowo, H., & Kamal, M. (2020). Analysis of Optimization Model of Haji Financial Investment Portfolio in BPKH RI (Haji Financial Management Agency of the Republic of Indonesia). Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah8(1), 5-27.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. IKAPI.

Willieardan, F., Widana, I. N., & Gautama, I. P. W. (n.d.). Penggunaan Metode Projected Unit Credit Pada Asuransi Pensiun Gabungan Model Vasicek Dan CIR.

 

 

Copyright holder:

Sidiq Haryono (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: