Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

IDENTIFIKASI DAN UJI KEPEKAAN BAKTERI  PENGHASIL EXTENDED SPEKTRUM BETA LACTAMASE  PADA PASIEN SEPSIS

 

Gina Wiandanie1*, Iis Kurniati2, Hafizah Ilmi Sufa3, Yeni Wahyuni4, Ade Hasan Basri1

Politeknik Kesehatan Bandung, Jawa Barat, Indonesia1,2,3,4

Laboratorium Mikrobiologi RSUD Indramayu, Jawa Barat, Indonesia5

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Sepsis adalah keadaan darurat medis yang menggambarkan respons imunologis sistemik tubuh terhadap proses infeksi yang dapat mengakibatkan disfungsi organ dan menyebabkan kematian. Salah satu penyebab sepsis diataranya yaitu bakteri Gram negatif penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Produksi Beta-Lactamase didefinisikan sebagai enzim yang diproduksi oleh bakteri tertentu yang mampu menghidrolisa spektrum sefalosporin secara luas, serta efektif melawan antibiotik beta-laktam. Belum terdapat data penyebab sepsis yang disebabkan bakteri Gram negatif penghasil ESBL di RSUD Indramayu. Untuk itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui spesies dan presentase penghasil ESBL pada pasien sepsis di RSUD Indramayu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kultur dan uji kepekaan specimen pasien sepsis yang dikerjakan di Bagian Mikrobiologi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Indramayu Jawa Barat dalam kurun waktu September-Oktober 2023. Hasil penelitian didapatkan 38 spesimen pasien sepsis berupa darah, urin, dan pus. Dihasilkan bakteri penghasil ESBL sebanyak 18,4211%, bakteri Non ESBL sebanyak 13,1579%, dan tidak ada pertumbuhan bakteri sebanyak 68,4211%. Bakteri penghasil ESBL yang didapatkan yaitu Escherechia coli dari darah sebesar 10,5263% dan urin 2,6316%, Klebsiella pneumoniae dari darah sebesar 2,6316% dan pus sebesar 2,6316%.

Kata Kunci: Sepsis, ESBL, Beta-Lactamase

 

Abstract

Sepsis is a medical emergency that describes the body's systemic immunological response to an infectious process that can result in organ dysfunction and cause death. One of the causes of sepsis is Gram-negative bacteria that produce Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Beta-Lactamase production is defined as an enzyme produced by certain bacteria that is capable of hydrolyzing a broad spectrum of cephalosporins, and is effective against beta-lactam antibiotics. There is no data on the cause of sepsis caused by ESBL-producing Gram-negative bacteria at Indramayu Regional Hospital. For this reason, the aim of this study was to determine the species and percentage of ESBL producers in sepsis patients at Indramayu Regional Hospital. This research is a descriptive research. The data obtained in the research is primary data obtained from the results of culture examinations and sensitivity tests of sepsis patient specimens carried out in the Microbiology Section of the Clinical Pathology Laboratory of Indramayu Regional Hospital, in the period September-October 2023. The results of the research obtained 38 specimens from sepsis patients in the form of blood, urine and pussy. ESBL-producing bacteria were 18,4211%, non-ESBL bacteria were 13,1579%, and there was no bacterial growth as much as 68,4211%. ESBL-producing bacteria were found to be Escherechia coli from blood by 10,5263% and urine by 2,6316%, Klebsiella pneumoniae from blood by 2,6316% and pus by 2,6316%.

Keywords: Sepsis, ESBL, Beta-Lactamase

 

Pendahuluan

Sepsis adalah keadaan darurat medis yang menggambarkan respons imunologis sistemik tubuh terhadap proses infeksi yang dapat mengakibatkan disfungsi organ dan menyebabkan kematian. Sepsis dianggap sebagai penyakit yang sangat mematikan dan mempunyai angka kematian yang tinggi (Gyawali, Ramakrishna and Dhamoon, 2019). Angka kejadian penyakit sepsis di negara berkembang cukup tinggi, di Indonesia kejadiannya sekitar 30,29% (Sya’bani, Buchori and Aminyoto, 2021).

Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Bakteri penyebab sepsis diataranya yaitu bakteri Gram negatif sekitar 30-80%,  (Batara, Darmawati and Prastiyanto, 2018). Bakteri Gram negatif penyebab sepsis salah satunya yaitu bakteri Gram negatif penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) (Pratiwi, Rusli and Utomo, 2019).

Exetended Spectrum Beta Lactamase adalah kelompok enzim yang memecah antibiotika golongan penisilin dan sefalosporin sehingga bakteri resisten terhadap jenis antibiotik ini (Biutifasari, 2018a). Produksi Beta-Lactamase spektrum luas atau Extended Spectrum Beta Lactamase didefinisikan sebagai enzim yang diproduksi oleh bakteri tertentu yang mampu menghidrolisa spektrum sefalosporin secara luas, serta efektif melawan antibiotik beta-laktam seperti ceftazidime, ceftriaxone, cefotaksim dan oksiiminomonobaktam (Wahid, 2020). Bakteri yang dapat menghasilkan enzim ESBL yaitu bakteri Gram negatif diantaranya Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, Pseudomonas mirabilis, dan beberapa golongan  lain dari enterobacteriaceae (Dirar et al., 2020).

Berdasarkan data rekam medik kasus kejadian sepsis di RSUD Indramayu pada tahun 2022 sebanyak 111 kasus untuk pasien rawat inap dan 11 kasus untuk pasien rawat jalan tetapi belum terdapat data penyebab sepsis yang disebabkan bakteri Gram negatif penghasil ESBL. Untuk itu perlu dilakukan studi lebih lanjut yang menyajikan data mengenai penyebab sepsis yang disebabkan bakteri Gram negatif penghasil ESBL pada pasien yang di rawat di RSUD Indramayu. Dengan harapan berdasarkan data yang diperoleh dapat membantu dan menjadi dasar bagi klinisi dalam memberikan terapi antibiotik sehingga penanganan terhadap pasien sepsis bisa ditangani lebih cepat. Data yang diperoleh juga dapat menjadi acuan bagi tim Program Pengendalian dan Pengobatan Resistensi Antikroba (PPRA) dalam mengatasi masalah resistensi antibiotik di RSUD Indramayu. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui bakteri Gram negatif penghasil ESBL sebagai salah satu penyebab sepsis adalah dengan melakukan identifikasi dan uji kepekaan (Purwanto and Astrawinata, 2019; Murfat, 2022).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keberadaan spesies penghasil ESBL pada darah, urin, pus, pasien sepsis di RSUD Indramayu, serta untuk mengetahui persentase spesies tersebut. Manfaat dari penelitian ini melibatkan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terkait bakteri penghasil ESBL pada pasien sepsis, memberikan referensi kepada laboratorium dan RSUD Indramayu dalam pemberian terapi antibiotik yang tepat, serta membantu pencegahan infeksi bakteri ESBL pada pasien sepsis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan penulis dan memberikan informasi berharga untuk penelitian selanjutnya, berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji kepekaan bakteri penghasil ESBL penyebab sepsis di RSUD Indramayu. Populasi penelitian adalah semua pasien dengan diagnosis sepsis yang dirawat di RSUD Indramayu. Sampel terdiri dari spesimen darah, urin, dan pus yang diperiksa kultur di Laboratorium Mikrobiologi RSUD Indramayu selama bulan September–Oktober 2023. Penelitian dilaksanakan di Bagian Mikrobiologi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Indramayu pada bulan September–Oktober 2023. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan kultur dan uji kepekaan bakteri Gram Negatif dengan menggunakan alat Vitek 2 Compact. Hasil data disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Alat, bahan, dan cara kerja mencakup identifikasi bakteri, penggunaan Bact Alert, kultur darah, urin, dan pus, serta penggunaan Vitek 2 Compact dengan langkah-langkah yang terinci.

 

Alur Kerja

Gambar 1. Bagan Alur Kerja

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu dalam kurun waktu September 2023 sampai Oktober 2023, dan diperoleh 38 spesimen dari pasien dengan diagnosis sepsis yang diperiksa kultur dan uji kepekaan.

 

Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium dari Pasien dengan Diagnosis Sepsis Pada Bulan September 2023 – Oktober 2023

 

Tabel 1. Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Sepsis

No

Kode Sampel

Ruang Rawat

Jenis spesimen

Spesies

ESBL/Non ESBL/Steril

1

A01

HCU

Darah

Acinetobacter baumanini

Non ESBL

2

A02

HCU

Darah

Steril

3

A03

KK1

Darah

Brukholderia cepacia

Non ESBL

4

A04

IGD

Darah

Steril

5

A05

HCU

Darah

Steril

6

A06

Cengkir 3

Pus

Klebsiella pneumoniae

ESBL

7

A07

Cengkir 1

Darah

Steril

8

A08

Cengkir 3

Darah

Steril

9

A09

ICU

Darah

Acinetobacter baumanini

Non ESBL

10

A10

IGD

Darah

Escherichia coli

ESBL

11

A11

IGD

Darah

Klebsiella pneumoniae

Non ESBL

12

A12

ICU

Urin

Escherichia coli

ESBL

13

A13

HCU

Darah

Steril

14

A14

ICU

Darah

Steril

15

A15

HCU

Darah

Steril

16

A16

IGD

Darah

Steril

17

A17

HCU

Darah

Steril

18

A18

IGD

Darah

Escherichia coli

ESBL

19

A19

HCU

Darah

Steril

20

A20

IGD

Darah

Steril

21

A21

Cengkir 3

Darah

Steril

22

A22

ICU

Darah

Steril

23

A23

HCU

Darah

Steril

24

A24

IGD

Darah

Steril

25

A25

Cengkir 3

Darah

Steril

26

A26

IGD

Darah

Steril

27

A27

KK1

Darah

Escherichia coli

ESBL

28

A28

ICU

Darah

Steril

29

A29

Cengkir 3

Darah

Steril

30

A30

ICU

Darah

Klebsiella pneumoniae

ESBL

31

A31

IGD

Darah

Escherichia coli

ESBL

32

A32

HCU

Darah

Klebsiella pneumoniae

Non ESBL

33

A33

ICU

Darah

Steril

34

A34

IGD

Darah

Steril

35

A35

Cengkir 2

Darah

Steril

36

A36

HCU

Darah

Steril

37

A37

IGD

Darah

Steril

38

A38

IGD

Darah

Steril

 

Pada  tabel diatas didapatkan sebanyak 36 sampel darah, 1 sampel pus, dan 1 sampel urin. Dengan total jumlah bakteri penghasil ESBL 7 sampel (darah 5 sampel, pus 1 sampel dan urin 1 sampel), non ESBL 5 sampel, dan steril 26 sampel.

 

Distribusi Bakteri Penghasil ESBL

Pengujian data distribusi bakteri penghasil ESBL pada berbagai spesimen pasien dengan diagnosa sepsis yang diperiksa kultur di Laboratorium Mikrobiologi RSUD Indramayu menyatakan bahwa distribusi bakteri penghasil ESBL sebesar 18,4211%, bakteri non ESBL sebesar 13,1579%, dan tidak ada pertumbuhan bakteri (steril) sebesar 68,4211%.

 

Tabel 2. Data Hasil Pemeriksaan Bahan Kultur Pasien Sepsis di RSUD Indramayu Bulan September – November 2023

Hasil Kultur

Bahan Kultur

Total

%

Darah

Urin

Pus

Pertumbuhan bakteri ESBL

5

1

1

7

18,4211

Pertumbuhan bakteri non ESBL

5

0

0

5

13,1579

Tidak ada pertumbuhan bakteri (steril)

26

0

0

26

68,4211

Total

36

1

1

38

100

 

Gambar 1. Distribusi Hasil Pemeriksaan Bahan Kultur Pasien Sepsis di RSUD Indramayu Bulan September – November 2023

 

Tabel 3. Data Jenis Bakteri Bahan Kultur Pasien Sepsis di RSUD Indramayu Bulan September – November 2023

Jenis Bakteri

Bahan Kultur

Jumlah

Darah

Urin

Pus

Bakteri ESBL

Klebsiella pneuomoniae

1 (2,6316%)

0 (0%)

1 (2,6316%)

2 (5,2632%)

Escherichia coli

4 (10,5263%)

1 (2,6316%)

0 (0%)

5 (13,1579%)

Bakteri Non ESBL

Acinetobacter baumanini

2 (5,2632%)

0 (0%)

0 (0%)

2 (5,2632%)

Brukholderia cepacia

1 (2,6316%)

0 (0%)

0 (0%)

1 (2,6316%)

Klebsiella pneumoniae

2 (5,2632%)

0 (0%)

0 (0%)

2 (5,2632%)

Steril

26 (68,4211%)

0 (0%)

0 (0%)

26 (68,4211%)

Total

36 (94,7368%)

1 (2,6316%)

1 (2,6316%)

38 (100%)

 

 

Gambar 2. Distribusi Bakteri Penghasil ESBL Berdasarkan Bahan Kultur

 

Berdasarkan Gambar 2 diatas terlihat bakteri penghasil ESBL pasien sepsis di RSUD Indramayu pada spesimen darah sebesar 13,1579%, urin sebesar 2,6316% dan pus sebesar 2,6316%. Sedangkan bakteri penghasil ESBL terbanyak pada pasien sepsis di RSUD Indramayu adalah Escherichia coli yaitu sebesar 13,1579% disusul Klebsiella pneuomoniae yaitu sebesar 5,2632% seperti tersaji pada tabel 4 dibawah ini.

 

Tabel 4. Data Jenis ESBL berdasarkan bahan kultur pasien sepsis di RSUD Indramayu bulan September-November 2023

Bakteri ESBL

Bahan Kultur

Darah

Urin

Pus

Jumlah

Klebsiella pneuomoniae

1 (2,6316%)

0 (0%)

1 (2,6316%)

2 (5,3263%)

Escherichia coli

4 (10,5263%)

1 (2,6316%)

0 (0%)

5 (13,1579%)

 

Tabel 5. Data Jumlah ESBL Berdasarkan Ruang Perawatan

Ruang Rawat

Jenis Bakteri ESBL

Escherichia coli

Klebsiella pneumoniae

ICU

1

1

IGD

3

0

Cengkir 3

0

1

KK1

1

0

Sebaran data jumlah bakteri penghasil ESBL pada pasien sepsis di Ruang Perawatan berdasarkan tabel 4 yaitu didapatkan di Ruang ICU ditemukan Escherichia coli sebanyak satu sampel,  Klebsiella pneumoniae sebanyak satu sampel. Ruang IGD ditemukan Escherichia coli  3 sampel. Ruang Cengkir 3 ditemukan Klebsiella pneumoniae ditemukan 1 sampel. Ruang KK1 Escherichia coli  ditemukan 1 sampel.

Pengujian Kepekaan Bakteri Penghasil ESBL

 

Tabel 6. Distribusi Kepekaan ESBL Pada Escherichia coli

No

Nama Anitibiotik

Kepekaan (%)

Sensitif

Intermediate

Resisten

1

Ampicilin

0

0

100

2

Ampicilin/Sulbactam

50

0

50

3

piperacillin/Tazobactam

100

0

0

4

Cefazolin

0

0

100

5

Ceftazidime

60

0

40

6

Ceftriazone

0

0

100

7

Cefepime

60

0

40

8

Aztreonam

0

0

100

9

Ertapenem

100

0

0

10

Meropenem

100

0

0

11

Amikacin

100

0

0

12

Gentamicin

60

0

40

13

Ciprofloxacin

0

0

100

14

Tigecycline

100

0

0

15

Nitroflurantoin

100

0

0

16

Trimethoprim/ Sulfamethoxazole

40

0

60

 Keterangan

Sensitif         :    Kemungkinan antibiotik yang diuji dapat menghambat bakteri patogen, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan.

Intermediate :    Suatu keadaan dimana bakteri mengalami pergeseran sifat dari sensitif menjadi resisten tapi belum sepenuhnya resisten.

Resisten        :    Antibiotik tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan bukan merupakan pilihan yang tepat untuk pengobatan.

 

Gambar 3. Grafik kepekaan antibiotik pada bakteri penghasil ESBL (Escherichia coli)

 

Dari gambar 3 menggambarkan bahwa antibiotik yang paling efektif menghambat bakteri penghasil ESBL Escherichia coli adalah piperacilin/Tazobactam, Ertapenem, Meropenem, Amikacin, Tigecycline, dan Nitroflurantoin. Sedangkan antibiotik yang resisten terhadap bakteri penghasil ESBL Escherichia coli adalah Ampicilin, Cefazolin, Ceftriazone, Aztreonam dan Ciprofloxacin.

 

Tabel 7. Distribusi Kepekaan ESBL Pada Klebsiella pneumoniae

No

Nama Anitibiotik

Kepekaan (%)

Sensitif

Intermediate

Resisten

1

Ampicilin

0

0

100

2

Ampicilin/Sulbactam

0

0

100

3

piperacillin/Tazobactam

0

0

100

4

Cefazolin

0

0

100

5

Ceftazidime

0

0

100

6

Ceftriazone

0

0

100

7

Cefepime

50

0

50

8

Aztreonam

0

0

100

9

Ertapenem

50

50

0

10

Meropenem

50

0

50

11

Amikacin

100

0

0

12

Gentamicin

100

0

0

13

Ciprofloxacin

0

0

100

14

Tigecycline

100

0

0

15

Nitroflurantoin

0

0

100

16

Trimethoprim/ Sulfamethoxazole

50

0

50

Keterangan

Sensitif         :    Kemungkinan antibiotik yang diuji dapat menghambat bakteri patogen, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pemilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan.

Intermediate :    Suatu keadaan dimana bakteri mengalami pergeseran sifat dari sensitif menjadi resisten tapi belum sepenuhnya resisten.

Resisten        :    Antibiotik tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan bukan merupakan pilihan yang tepat untuk pengobatan.

 

Gambar 4. Grafik kepekaan antibiotik pada bakteri penghasil ESBL (Klebsiella pneuomoniae)

 

Dari gambar 4 Grafik menggambarkan bahwa antibiotik yang paling efektif menghambat bakteri penghasil ESBL Klebsiella pneuomoniae  adalah Amikacin dan Gentamicin. Antibiotik yang resisten terhadap bakteri penghasil ESBL Klebsiella pneuomoniae adalah Ampicilin, Ampicilin/Sulbactam, Piperacillin/Tazobactam, Cefazolin, Ceftazidime, Ceftriazone, Aztreonam, Ciprofloxacin dan Nitroflurantoin.

 

Pembahasan

Extended Spectrum beta Lactamase (ESBL) merupakan salah satu bentuk enzim beta-lactamase yang memiliki kemampuan menghidrolisis dan mengnonaktifkan antibiotik beta-laktam spektrum luas generasi ketiga, seperti: sefalosporin, penisilin dan aztreonam. Enzim ini merupakan hasil mutasi dari enzim beta-laktamase TEM-1 (Temoneira-1), TEM-2 (Temoneira-2), dan SHV-1 (Sulphydryl-1) yang biasa ditemukan pada famili Enterobacteriaceae, yang secara normal akan memberikan resistensi pada penisilin dan sefalosforin generasi pertama (Irawan et al., 2012). ESBL umumnya dihasilkan oleh bakteri Gram negatif  batang terutama oleh Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, tetapi dapat juga dihasilkan oleh Enterobacter, Serratia, Citrobacter, Proteus dan Salmonella. Bakteri penghasil ESBL ini bisa menyebabkan berbagai penyakit infeksi diantaranya infeksi saluran kemih, sepsis, pneumonia, abses, dll (Dirar et al., 2020). ESBL pertama kali ditemukan di benua Eropa yaitu di Jerman pada tahun 1983 dan pertama kali diidentifikasi pada bakteri Escherichia coli. Berdasarkan survei yang pernah dilakukan dibeberapa negara ESBL dapat menyebabkan infeksi dan kematian termasuk di Indonesia sendiri (Fahirah Arsal, A.S. 2019)

Dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi RSUD Indramayu dalam kurun waktu September – Oktober 2023, diperoleh 38 spesimen dari pasien dengan diagnosis sepsis yang didapatkan berdasarkan keterangan diagnosa di dalam LIS dan formulir permintaan pemeriksaaan laboratorium. Spesimen yang diperoleh berupa darah, urin, dan pus. Dilakukan identifikasi dan uji kepekaan bakteri Gram negatif dari spesimen pasien dengan menggunakan Vitek 2 Compact. Vitek-2 Compact merupakan alat bersistem otomatik tinggi (Highly Automatic System) untuk uji identifikasi dan kepekaan antibiotik berdasarkan prinsip Advanced Colorimetry dan Turbidimetry, sehingga memungkinkan hasil identifikasi dan kepekaan antibiotik dalam waktu 5 – 8 jam. Hal ini seperti yang direkomendasikan oleh WHO (2001), bahwa untuk menekan laju peningkatan kepekaan (resisten) bakteri adalah dengan menekankan kepentingan pemeriksaan diagnosis yang cepat dan akurat. Dalam hal ini laboratorium mikrobiologi dituntut untuk dapat memberikan pelayanan hasil kultur yang cepat dan akurat. Vitek 2 Compact terbukti sangat baik dalam mendeteksi adanya krepekaan bakteri terhadap antibiotik karena hasilnya sangat akurat seperti dalam penelitian yang dilakukan Spanu, dkk (2006)  bahwa Vitek 2 Compact memiliki  sensitivitas 98,1% dan spesivisitas 99,5%.

Hasil identifikasi dan kepekaan antibiotik dari Vitek 2 Compact sudah divalidasi dan diinterpretasikan sesuai dengan standar internasional (CLSI/Clinical laboratory Standard Institute). Dengan adanya Advanced Expert System (AES) sebagai perangkat lunak, Vitek 2 Compact dapat mendeteksi mekanisme kepekaan (resistensi) seperti MRSA (Meticilin Resistensi Staphylococcus Aureus), ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase), VRE (Vankomicin Resistensi Enterococcus) dan mekanisme resistensi lainnya di tingkat yang sulit ditemukan sekalipun (Prihatini, Aryati and Hetty, 2018). AES berfungsi untuk melihat kecocokan data MIC (Minimum Inhibitory Concentration) sampel dengan MIC database sesuai CLSI. Terdapat 4 jenis interpretasi hasil, yaitu: (1) Consistent: MIC phenotype antara hasil dengan database cocok, hasil dapat dikeluarkan; (2) Consistent with correction: MIC phenotype antara hasil dengan database terdapat satu yang tidak cocok, hasil dapat dikeluarkan; (3) Inconsistent: MIC phenotype antara hasil dengan database terdapat lebih dari satu atau tidak ada ketidakcocokan, hasil tidak boleh langsung dikeluarkan harus dilakukan investigasi; dan (4) Analysis not performed.

Investigasi bisa berupa:

1)  Dicek usia koloni (max 8 – 24 jam)

2)  Dicek  homogenisasi koloni

3)  Dicek kekeruhan Mc Farland

4)  Dicek sterilitas saline

5)  Dicek kartu identifikasi

6)  Dilakukan pengecekan alat Vitek 2 Compact

7)  Dilakukan pengulangan running kartu identifikasi saja atau keduanya dan diperhatikan Confidence Level ID (bioMerieux, n.d.)

Keuntungan dari Vitek 2 Compact yaitu pemeriksaannya cepat dan akurat sehingga dapat menguntungkan bagi pasien, laboratorium dan klinisi. Bagi pasien yaitu dapat menekan biaya perawatan, bagi laboratorium dapat menghemat waktu dan tenaga serta lebih percaya diri dalam mengeluarkan hasil sedangkan bagi klinisi diagnosa yang benar akan memberikan terapi antibiotik yang tepat sehingga mengurangi pemakaian antibiotik yang tidak tepat yaitu mengurangi adanya MDRO (Multi Drug Resistant Organisme) (Prihatini, Aryati and Hetty, 2018).

Dari hasil penelitian didapatkan bakteri penghasil ESBL sebanyak 7 (18,4211%), bakteri non ESBL sebanyak 5 (13,1579%), dan tidak ada pertumbuhan bakteri sebanyak 26 (68,4211%). Bakteri penghasil ESBL terbanyak yaitu dari spesimen darah sebanyak 5 (13,1579%), urin sebanyak 1 (2,6316%) dan pus sebanyak 1 (2,6316%). Hasil ini menunjukkan bahwa bakteri penghasil ESBL dapat menjadi penyebab sepsis seperti yang ditemukan pada hasil penelitian Pratiwi, dkk pada tahun 2019.

Bakteri penghasil ESBL terbanyak dari hasil penelitian adalah Escherichia coli yaitu sebesar 13,1579% lalu Klebsiella pneumoniae yaitu sebesar 5,2632%, ditemukan  Escherichia coli dalam darah sebanyak 10,5263% dan urin 2,6316%, sedangkan Klebsiella pneumoniae pada darah sebanyak 2,6316% dan pus 2,6316%. Hasil ini sama dengan hasil study yang dilakukan Tola, M.A. et al. (2021) bahwa bakteri penghasil ESBL terbanyak yaitu Escherichia coli 83,0% dan Klebsiella pneumoniae 17,0%. Hasil yang sama juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, dkk pada tahun 2019 bahwa bakteri penghasil ESBL pada pasien sepsis terbanyak yaitu Escherichia coli 20% dan  Klebsiella pneumoniae 17,5%. Hal ini  juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Abdullah et al. (2015) dan Nugraheni et al. (2021) yang menemukan bahwa bakteri Gram negatif yang paling sering menyebabkan sepsis adalah Escherichia coli. Escherichia coli umumnya merupakan agen penyebab utama infeksi ekstraintestinal, seperti meningitis neonatal, bakteremia, pielonefritis, sistitis, prostatitis, dan sepsis. Escherichia coli merupakan flora normal di usus manusia, akan tetapi Escherichia coli mempunyai kemampuan adhesi yang menyebabkan menjadi patogen dan menimbulkan infeksi (Sabdoningrum, 2021). Alasan inilah mengapa Escherichia coli lebih banyak dari Klebsiella pneumoniae.

Dari hasil penelitian antibiotik yang efektif dapat menghambat pertumbuhan bakteri ESBL Eschericia coli adalah golongan piperacilin/Tazobactam, Ertapenem, Meropenem, Amikacin, Tigecycline, dan Nitroflurantoin. Sedangkan pertumbuhan pada Klebsiella pneumoniae dapat dihambat secara efektif oleh antibiotik golongan Amikacin dan Gentamicin. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadil M., Rasyid R., Hidayat M. (2021) bahwa Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae memiliki sensitivitas yang baik terhadap amikasin, karbapenem, tigesiklin dan nitroflurantoin.

Bakteri ESBL Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae resisten terhadap antibiotik golongan beta-lactam yaitu Ampicilin, Cefazolin, Ceftazidime, Ceftriazone, Azreotanam, Ciprofolaxacin. Komponen cincin beta-laktam pada antibiotik mempunyai peranan penting dalam menghambat sintesis dinding sel. Cincin beta - lactam yang terikat pada penisilin binding protein (PBPs) akan menghentikan proses sintesis dinding sel. Proses sintesis dinding sel yang terhenti akan menyebabkan kematian sel. Akan tetapi bakteri yang memproduksi beta – lactamase akan menghancurkan cincin beta – lactam pada antibiotik sehingga bakteri menjadi resisten terhadap golongan antibiotik beta – lactam (Biutifasari, 2018) .

Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani yaitu “sepo” yang artinya membusuk yang pertama kali dituliskan dalam sebuah puisi oleh Homer pada abad 18 SM. Sepsis merupakan suatu kondisi sindroma klinik yang terjadi akibat respon tubuh berlebihan terhadap infeksi yang meliputi proses inflamasi, autoimun, dan koagulasi. Sepsis dapat menyebabkan disfungsi organ yang bersifat life threatening sehingga menimbulkan manifestasi klinik yang cukup berat (Kusnawan, I.M.D. and Andrika, P. 2023). Sepsis dianggap sebagai penyakit yang sangat mematikan dan mempunyai angka kematian yang tinggi (Gyawali, Ramakrishna and Dhamoon, 2019). Faktor resiko yang dapat menyebabkan sepsis adalah diabetes, keganasan, penggunaan kortikosteroid, keadaan imunosupresan, luka bakar, trauma, hemodialisis dan usia tua (Mahapatra, S., & Heffner, A. 2020). Umumnya penderita sepsis mengalami demam diatas 38 derajat celcius, denyut jantung diatas 90 kali per menit, laju pernapasan lebih dari 20 kali per menit, penurunan kesadaran, penurunan tekanan darah, gagal ginjal hingga gagal hati karena komplikasi yang berlebihan. Jika sepsis dikenali tidak sejak dini dan segera diobati, maka dapat menyebabkan syok septik, kegagalan banyak organ, dan kematian (WHO, 2020).

Dari penelitian ini, didapatkan hasil pertumbuhan yang steril atau tidak ada pertumbuhan pada media tanam, hal ini bisa disebabkan  pada saat pengambilan kultur darah bakteri sedang dalam fase adaptasi  (jumlahnya yang masih sedikit) atau sudah melewati fase pertumbuhan (kematian). Kemungkinan lain penyebab sepsis bukan oleh bakteri, tetapi jamur dan parasit.  Selain itu pemilihan waktu untuk melakukan pemeriksaan kultur yaitu sebaiknya ketika secara klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditemukan tanda-tanda penyakit infeksi dan sebelum diberikan terapi antimikroba secara empirik. Misalnya pada saat secara klinis pasien sedang menunjukkan peningkatan suhu, disertai peningkatan hasil leukosit yang didominasi neutrofil segmen, atau parameter penunjang lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi.  Bahan pemeriksaan yang telah diambil harus segera dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan ketika bahan masih segar belum mengalami pembusukan yang kemungkinan menyebabkan bakteri patogen mati dan kontaminan tumbuh dominan (Indrawati, 2022).

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menjadi dasar bagi klinisi dalam memberikan terapi antibiotik yang tepat, sehingga penanganan terhadap pasien sepsis bisa ditangani lebih cepat. Selain itu data yang diperoleh juga dapat menjadi acuan bagi tim Program Pengendalian dan Pengobatan Resistensi Antimikroba (PPRA) dalam mengatasi masalah resistensi antibiotik di RSUD Indramayu. Sedangkan keterbatasan dari penelitian ini adalah waktu penelitian yang kurang, sehingga data yang diperoleh hanya sedikit dan kurang.

 

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September – Oktober 2023 di Laboratorium RSUD Indramayu, terdapat 38 spesimen dari pasien dengan diagnosa sepsis, meliputi darah, urin, dan pus. Hasil menunjukkan bahwa bakteri penghasil ESBL sebanyak 18,4211%, bakteri Non-ESBL sebanyak 13,1579%, dan tidak ada pertumbuhan bakteri sebanyak 68,4211%. Spesies penghasil ESBL teridentifikasi sebagai Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, dengan persentase Escherichia coli sebesar 10,5263% dari darah dan 2,6316% dari urin, serta Klebsiella pneumoniae sebesar 2,6316% dari darah dan 2,6316% dari pus. Sebagai saran, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pola kepekaan bakteri lain yang dapat menyebabkan sepsis, serta penelitian terhadap bakteri penghasil ESBL yang mungkin dapat menyebabkan penyakit lain.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdullah, B. et al. (2015). Drug Related Problems that Occurred in Patient Sepsis Macrovascular Disease Complications General Hospital Treatment Room Central of the Army (Army Hospital) Gatot Subroto. Global Journal of Medical Research: B Pharma, Drug Discovery, Toxicology and Medicine, 15(3), 10 – 14.

Ashtavinayak, P., & Elizabeth, H. A. (2016). Review: Gram Negative Bacteria in Brewing. Advances in Microbiology. 6(3), 195 209. https://doi.org/10.4236/aim.2016.63020.

Batara, M., Darmawati, S., & Prastiyanto, M. E. (2018). Keanekaragaman dan Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik pada Sampel Darah Pasien yang Terdiagnosa Sepsis di Laboratorium Klinik Swasta di Semarang. Jurnal Labora Medika, 2(2), 1 5. https://doi.org/10.26714/jlabmed.2.2.2018.1-5

Biutifasari, V. (2018). Extended Spectrum Beta-Lactamase. Oceana Biomedicina Journal, 1(1), 552 555. https://doi.org/10.1017/9781316597095.078.

Cooper, G. M. (2007). The cell: a molecular approach. 4th ed. Washington: Sunderland, Mass.

Dirar, M. H. et al. (2020). Prevalence of extended-spectrum β-lactamase (Esbl) and molecular detection of blatem, blashv and blactx-m genotypes among enterobacteriaceae isolates from patients in Khartoum, Sudan. Pan African Medical Journal, 37(213), 1 11. https://doi.org/10.11604/pamj.2020.37.213.24988.

Fadil M., Rasyid R., & Hidayat M. (2021). Gambaran Sensitivitas Bakteri Penghasil Enzim Extended Spectrum Beta-lactamase terhadap Beberapa Antimikroba di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2018 – 2019. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia, 2(2), 87 – 94. https://doi.org/10.25077/jikesi.v2i2.448

Fahirah, A. S. (2019). Deteksi dan Pola Kepekaan Antibiotik pada Extended Spectrum Beta Lactamase (Esbl) Eschericia Coli dari Sampel Urin Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2018. UMI Medical Journal, 3(2), pp. 1–13. Available at: https://doi.org/10.33096/umj.v3i2.38.

Gyawali, B., Ramakrishna, K., & Dhamoon, A. S. (2019). Sepsis: The evolution in definition, pathophysiology, and management. SAGE Open Medicine, 7, p. 205031211983504. https://doi.org/10.1177/2050312119835043.

Holderman, M. V., De Queljoe, E., & Rondonuwu, S. B. (2017). Identifikasi Bakteri Pada Pegangan Eskalator Di Salah Satu Pusat Perbelanjaan Di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Sains, 17(1), 1 – 6. https://doi.org/10.35799/jis.17.1.2017.14901.

Huda, M. (2016). Resistensi Bakteri Gram Negatif Terhadap Antibiotik Di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Lampung Tahun 2012 2014. Jurnal Analis Kesehatan, 5(1), 494 503.

Indrawati, L. (2022). Kapan dan Bagaimana Sebaiknya Kita Melakukan Pemeriksaan Kultur?. Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, 26 January.

Irawan, D. et al. (2012). Profil Penderita Sepsis Akibat Bakteri Penghasil Esbl. Jurnal Penyakit Dalam, 13(1), pp. 63–68.

Jawets, Melnick, & Adelbergs. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

Jawetz, Melnick, & Adelberg. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. 25th eds. Brooks,Geo F.

Kementerian Kesehatan, R. (2011). Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika. Depkes RI: Jakarta.

Kusnawan, I. M. D., & Andrika, P. (2023). Problem diagnosis dan tatalaksana pasien. Jurnal Medika Hutama, pp. 1–12.

Kusumawati, A. (2021). Ancaman Global Extended-Spectrum-Β-Lactamase (Esbl) dari Escherichia coli. unair news [Preprint].

Mahapatra, S., & Heffner, A. (2020). Septic Shock (Sepsis). Finlandia:StatPearls Publishing.

Maharani, Y.R., Yuniarti, N., & Puspitasari, I. (2021). Prevalensi Bakteri Extended-Spectrum Beta-Lactamase dan Evaluasi Kesesuaian Antibiotik Definitif pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Majalah Farmaseutik, 17(2), 167 165. https://doi.org/10.22146/farmaseutik.v17i2.48199.

Mikdarullah, & Nugraha, A. (2017). Teknik Isolasi Bakteri Proteolitik Dari Sumber Air Panas Ciwidey, Bandung. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 15(1), 11–14. http://dx.doi.org/10.15578/blta.15.1.2017.11-14

Murfat, Z. (2022). Fakumi medical journal. Jurnal Mahasiswa Kedokteran, 2(5), 359 367.

Nugraheni, A. Y., Utami, M. S. P., & Saputro, A. Y. (2021). Evaluasi Ketepatan Antibiotik pada Pasien Sepsis. Jurnal Farmasi Indonesia, 18(2), 194 – 207. https://doi.org/10.23917/pharmacon.v18i2.16635.

Polat, G. et al. (2017) ‘Sepsis ve septik şok: Mevcut tedavi stratejileri ve yeni yaklaşımlar’, Eurasian Journal of Medicine, 49(1), 53 58. https://doi.org/10.5152/eurasianjmed.2017.17062.

Pratama, N. Y. I., Suprapti, B., Ardiansyah, A. O., & Shinta D. W. (2019). Analisis Penggunaan Antibiotik pada Pasien Rawat Inap Bedah dengan Menggunakan Defined Daily Dose dan Drug Utilization 90% di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 8(4), 256 – 263. https://doi.org/10.15416/ijcp.2019.8.4.256.

Pratiwi, A. D., Rusli, M., & Utomo, B. (2019). Correlation between ESBL-Producing Bacteria Infection with Sepsis Severity of Patient in Medical Ward of Internal Medicine Department Dr. Soetomo General Hospital in 2016.  JUXTA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga, 10(2), 84 – 87. https://doi.org/10.20473/juxta.v10i22019.84-87.

Prescott, L. M., Harley, J. P., & Klein, D. A. (2002) Microbiology: Food and Industrial Microbiology. 5th edn. Boston: McGraw-Hill.

Prihatini, Aryati, & Hetty. (2018). Identifikasi Cepat Mikroorganisme Menggunakan Alat Vitek-2’, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 13(3), 129 132. https://doi.org/10.24293/ijcpml.v13i3.915.

Purwanto, D. S., & Astrawinata, D.A.W. (2019). Pemeriksaan Laboratorium sebagai Indikator Sepsis dan Syok Septik’, Jurnal Biomedik (Jbm), 11(1), 1 – 9. https://doi.org/10.35790/jbm.11.1.2019.23204.

Rhodes, A. et al. (2017). Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016, Critical Care Medicine, 45(3), 486 – 552. https://doi.org/10.1097/CCM.0000000000002255.

Rini, C. S., & Rochmah, J. (2020). Buku Ajar Mata Kuliah Bakteriologi Dasar. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Umsida Press, Sidoarjo, Jawa Timur. https://doi.org/10.21070/2020/978-623-6833-66-7

Sabdoningrum. (2021). Pengaruh Escherichia coli terhadap Tingkat Mediator Pro-Inflamasi dan Fungsi Ginjal dan Hati Sepsis. https://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/12315

Simanullang, S. (2018). Identifikasi dan Uji Kepekaan Antibiotika terhadap Bakteri Penyebab Infeksi Pasca Operasi di RS TK-II Putri Hijau Medan. Skripsi. Fakultas Biologi, Universitas Medan Area, Medan. pp. 1 40.

Spanu, T., Sanguinetti, M., Tumbarello, M., . et al. (2006). Evaluation of the New VITEK 2 Extended-SpectrumBeta-Lactamase (ESBL) Test for Rapid Detection of ESBL Production in Enterobacteriaceae Isolates. Journal of Clinical Microbiology. 3257- 44(9): 3262.

Soleha, T. U. (2015). Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik. Juke Unila, 5(9), 119 – 123.

Sukertiasih, N. K. et al. (2021). Studi Retrospektif Gambaran Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik. Jurnal Ilmiah Medicamento. 7(2), 108 111. https://doi.org/10.36733/medicamento.v7i2.2177.

Sullivan, R. et al. (2015). Extended spectrum beta-lactamases’, a minireview of clinical relevant groups. Journal of Medical Microbiology & Diagnosis, 4(4), 203. https://doi.org/10.4172/2161-0703.1000203

Sya’bani, M. F., Buchori, M., & Aminyoto, M. (2021). Faktor Yang Berhubungan Dengan Sepsis Pada Pasien Anak Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Verdure, 3(2), 27 37.

Tola, M. A. et al. (2021). High prevalence of extended-spectrum betalactamase- producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae fecal carriage among children under five years in Addis Ababa, Ethiopia. PLoS ONE, 16(10 October), pp. 1–16. Available at: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0258117.

Wahid, H. (2020). Identifikasi Extended Spectrum Beta Laktamase (ESBL) Antibiotika Golongan Sefalosporin pada Bakteri Acinetobacter baumannii. Jurnal Sains dan Kesehatan, 2(4), 379 384. https://doi.org/10.25026/jsk.v2i4.188.

World Health Organization (WHO). 2001. Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance, Executive Summary, 2001

World Health Organization (WHO). 2020. Who Calls For Global Action On Sepsis Cause Off 1 in 5 deaths worldwide. 8 September 2020.

 

Copyright holder:

Gina Wiandanie (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: