Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MENCEGAH KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

 

Dita Zahrotul Fuadah1, Iva Fikrani Deslia2

Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki penerapan pola komunikasi antarbudaya dalam mencegah konflik antar kelompok agama di Pendowoharjo Kalurahan, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Komunikasi sangat penting bagi individu dan masyarakat, dan komunikasi yang efektif dapat berdampak positif pada kualitas hidup setiap orang. Pola komunikasi adalah perilaku yang memiliki kedudukan dalam suatu kelompok dalam proses penyampaian pesan. Komunikasi antar budaya adalah interaksi antara individu dengan latar belakang budaya yang berbeda. Di Kalurahan Pendowoharjo, meskipun memiliki keyakinan yang berbeda, masyarakat berusaha untuk hidup bersama dan mempertahankan tingkat toleransi yang tinggi dan menghormati perbedaan satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana pola komunikasi antarbudaya dapat mencegah konflik antar kelompok agama di Pendowoharjo Kalurahan. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga kerukunan beragama dan pola komunikasi antarbudaya antara kelompok agama mayoritas dan minoritas.

Kata Kunci: pola komunikasi, budaya, umat beragama

 

Abstract

This study aims to investigate the application of intercultural communication patterns in preventing conflicts between religious groups in Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Bantul Regency, Yogyakarta. Communication is essential for individuals and society, and effective communication can have a positive impact on everyone's quality of life. The communication pattern is a behavior that has a position in a group in the process of conveying a message. Intercultural communication is an interaction between individuals with different cultural backgrounds. In Kalurahan Pendowoharjo, despite having different beliefs, the community strives to live together and maintain a high level of tolerance and respect for each other's differences. The study aims to understand how intercultural communication patterns can prevent conflicts between religious groups in Kalurahan Pendowoharjo. The research will use qualitative methods to explore the efforts made by the community to maintain religious harmony and the intercultural communication patterns between the majority and minority religious groups.

Keywords: communication patterns, culture, religious harmony

 

Pendahuluan

Komunikasi hakikatnya merupakan suatu kebutuhuan, baik untuk individu maupun masyarakat luas. Komunikasi yang efektif akan memberikan dampak positif bagi kualitas hidup setiap orang. Jika komunikasi yang dibagikan atau diberikan sesuai dan benar untuk komunikator dan komunikan. Suatu komunitas dikatakan rukun ketika setiap anggota komunitas menunjukan perasaan aman, tenteram, damai serta saling menghargai dan menghormati satu sama lain serta menjaga perbedaan budaya dan perbadaan antar umat beragama (Wulandari & Luthfi, 2022).

Pola komunikasi adalah gabungan dari kata “pola” dan “komunikasi”. Keduanya memiliki keterkaitan makna yang makna satu sama lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pola” dapat diartikan dengan sistem cara kerja yang berkelanjutan. Pola juga dibedakan dengan bentuk atau cetakan. Pola komunikasi diartikan sebagai percakan dua orang atau lebih dalam sebuah proses penyampaikan suatu pesan tersebut (Rizak, 2018). Dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi merupakan perilaku yang mempunyai posisi di suatu kelompok pada sebuah proses penyampain pesan.

Komunikasi antar budaya merupakan interaksi yang dilakukan oleh oleh individu dengan latar budaya yang berbeda. Komunikasi antara orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda dalam agama berkisaran dari interkasi ekstrem hingga interaksi antara orang-orang yang memiliki keyakinan yang sama dalam agama tetapi memiliki subkultur yang berbeda di suatu wilayah tertentu. Supaya komunikasi antara kedua belak pihak dapat berjalan dengan cepat dan pesan yang disampaikan di terima dengan jelas (Wijaya & Anwar, 2020).

Konflik diartikan sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa suatu kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan lain untuk melemahkan atau membuat tidak berdaya. Tidak ada satu populasi pun yang tidak pernah mengalami konflik anatara anggotanya atau dengan kelompok lain. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakt itu sendiri. Adanya konflik disebabkan oleh perbedaan budaya, perbedaan agama yang dihadapi setiap orang selama berinteraksi dengan orang lain. Perbedaan tersebut anatara lain perbedaan, pengetahuan, adat istiadat, agama, dan lain sebagainya. Konflik adalag situasi yang dikhawatirkan oleh setiap masyarakat karena diakibatkan oleh perilaku seseorang yang diabaikan dalam interaksi sosial (Tike, 2016).

Keberagaman di satu sisi menimbulkan kesadaran akan perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan. Perbedaan bila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan konflik, yang bahkan akhir-akhir ini sudah menjadi kenyataan. Di lain pihak kenyataan ini juga menimbulkan kesadaran perlu dan pentingnya dialog dalam kehidupan yang makin terbuka seperti saat ini (Ridwan, 2015).

Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terdapat sekitar 3,68 juta jiwa yang bermukim di Yogyakarta per 30 Juni 2021. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,41 juta jiwa (92. 87%) mengidentifikasi beragama Islam (muslim). Sekitar 165,68 r (4,51%) masyarakat Yogyakarta memeluk agama Katolik. Di Kota Pelajar tersebut, terdapat 89,54 ribu (2,44%) orang yang teridentifikasi beragama Kristen. masyarakat Yogyakarta yang beragama Hindu sekitar 3,42 ribu jiwa (0,09%). Penduduk beragama Budha di Yogyakarta sebanyak 3,09 ribu jiwa (0,08%). kemudian, ada 76 jiwa (0,0 0%) dari populasi di provinsi itu yang menganut kepercayaan Konghucu. Selain itu, warga Yogyakarta yang menganut aliran kepercayaan menerima sekitar 363 jiwa (0,01%). Menurut jenis kelamin, sekitar 1,86 juta (50,47%) penduduk Yogyakarta yaitu lak-laki. Hampir 1,82 juta jiwa (49,53%) yaitu berjenis kelamin perempuan. Provinsi DI Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.233 kilometer (km) persegi  dengan kepadatan penduduk 1.173/km jiwa. Menurut administrasi, Yogyakarta dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, yang masing-masing terdiri dari 78 kecamatan, 392 desa, dan 46 kelurahan (Kusnandar, 2021).

Menurut sekretarian Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY Solikhan Amin, ada beberapa kasus keagamaan yang terjadi di DIY dan disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang baik. Seperti di bubarkannya upacara keagamaan Hindu Piodalan yang diselenggarakan oleh Utiek Suprapti dari Paguyuban Padma Buwana di Dusun Mangir Lor Bantul. Upacara mendoakan leluhur Ki Ageng Mangir harus dibubarkan warga dan polisi karena tidak adanya komunikasi dari pihak  Utiek kepada kepala dukuh. Kemudian penolakan pembangunan Gereja Pantekosta di Kecamatan Sedayu, penolakan ini  terjadi dikarenakan Pendeta Tigor Yunus Sitorus sudah membuat perjanjian pada tahun 2003 bahwa dirinya membeli tanah seluas 335 m2 untuk tempat tinggal, tetapi pada tahun 2019 Sitorus mendirikan Gereja dengan memperoleh IMB namun tidak berkomunikasi dengan warga sekitar. Hal ini memicu kekecewaan dari warga RT 35 Gunung Bulu, Badut Lor, Argorejo, Sedayu, Bantul. Lalu tahun 2019 di Dusun Sambisari, Kalasan, Sleman terjadi pembongkaran makam oleh anak kepada ayahnya karena dianggap jenazah ayahnya ditempatkan ditempat yang menganut aliran sesat yaitu di komplek majelis taklim Al Khowas. Kejadian tersebut karena kurangnya komunikasi yang baik dari pihak yang bersangkutan karena mendapat informasi-informasi yang kurang relevan (Kontributor Yogyakarta, 2019).

Masalah yang sering terjadi saat ini adalah ketika suatu daerah yang mayoritas masyarakatnya memiliki berbedaan agama atau berbedaan keyakinan akan rentan terjadinya konflik.  Menurut riset SETARA institute pada tahun 2014-2019, tercatat Provinsi DIY memiliki kasus sebanyak 37 kasus KBB (Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan) dan menempati urutan ke 6 peringkat kasus KBB nasioanal. Masih menurut riset SETARA institute, provinsi DIY pada tahun 2020 menempati posisi ke 10 besar intoleran tingkat nasional. Kasus yang terjadi adalah pembubaran jamaah, penolakan kegiatan peribadatan, bahkan perusakan tempat peribadatan. Kasus intoleransi saat ini menunjukan bahwa sejumlah besar konflik yang terjadi di masyarakat, terutama di antara mereka yang beragama. Menanggapi laporan permasalan dari SETARA institute, dilansir dari Kompas.com, menyebutkan bahwa Provinsi DIY masuk dalam 10 daerah dengan jumlah kasus pelanggaran tertinggi dalam lima tahun belakangan ini. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwana X pengumumkan bahwa pemda DIY telah mengambil langkah-langkah untuk menimimalisir tindakan intoleransi dengan menggalakkan literasi di kalangan masyarakat. Selain itu pemda telah mengeluarkan kebijakan dan secara cepat mungkin menanggapi tindakan-tindakan intoleransi. Penanganan intoleransi sudah mulai terlihat semakin baik perubahannya, dan juga penting untuk di pahami bahwa motif yang mendasari intileransi tersebut selalu berubah-ubah (Kontributor Yogyakarta, 2019).

Upaya Pemda DIY dalam Penanganan konflik sosial yang terjadi di Yogyakarta mengacu terhadap Instruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2019 tentang Pencegahan Potensi Konflik Sosial, bertujuan untuk menjaga situasi kerukunan keamanan, ketentraman, ketertiban dan kedamaian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak-hak asasi Masyarakat.

Oleh karena itu pola-pola komunikasi pada masyarakat yang berbeda agama perlu dijaga agar tidak menimbulkan konflik ke tengah masyarakat. Masyarakat yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama tetapi memiliki latar belakang yang berbeda baik itu dari sisi budaya maupun keyakinan. Karena mereka ada dalam satu lingkungan yang sama tentu mereka akan berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Menurut Tomy Suprapto dalam bukunya tentang teori komunikasi sangat penting untuk memahami hubungan antara komunikasi dengan budaya karena jutuan dari tersebut adalah efisiensi, dinyatakan bahwa tidak ada manusia yang dapat dikatakan melakukan interaksi sosial jika orang itu sendiri tidak berkomunikasi. Hal ini membuat interaksi antar budaya sangat tergantung pada komunikasi antar budaya. Konsep ini juga menyatakan bahwa tujuan komunikasi antar budaya akan tercapai ataupun komunikasi budaya akan sukses apabila bentuk dari hubungan antara budaya itu sendiri menunjukkan gambaran adanya kesadaran dari komunikator untuk mengambil tindakan untuk meningkatkan hubungan antara komunikator dan kominikan, serta dengan membinanya rasa kebersamaan, rasa memiliki dan rasa persahabatan di antara masyarakat (Sholeh, 2015).

Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, DIY merupakan desa yang masyarakatnya mempunyai keragaman agama. Kalurahan ini berada dekat dari kota Yogyakarta,  Pendowoharjo merupakan kalurahan yang memiliki berbagai macam keyakinan diantaranya Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan agama Kepercayan Terhadap Tuhan YME. Berikut ini tabel data masyarakat Kalurahan  Pendowoharjo berdasarkan agama:

 

 

Tabel 1. Data masyarakat kalurahan Pendowoharjo bedasarkan agama 2023, semester 1

Nama Agama

Laki-laki

Perempuan

Jumah

Islam

11.123

11.017

22.140

Kristen

118

122

240

Katolik

311

380

691

Hindu

9

10

19

Budha

2

2

4

Kepercayaan Terhadap Tuhan YME

3

2

5

Khonghuchu

0

0

0

Total

11.174

11.107

22.281

Sumber: Dokumen Kalurahan Pendowoharjo

 

Dari tabel di atas, menunjukkan keberagaman yang ada di Kalurahan Pendowoharjo dalam segi Agama. Di samping masyarakatnya yang beragam, Kalurahan Pendowoharjo memiliki beberapa tempat ibadah antara lain Masjid, Pura, Gereja Kristen Susteran Gembala Baik. Susteran Gembala Baik ini selain menjadi tempat tinggal para suster juga dipergunakan untuk tempat ibadah bagi pemeluk agama Katolik. Dilansir dari tribunJogja.com tempat ibadah di Kalurahan pendowoharjo sudah berdiri sejak 1970-an dan berdiri secara bertahap, bahkan pendirian Pura diawali oleh warga Bali yang sempat tinggal di Kalurahan Pendowoharjo dan ingin memiliki tempat ibadah disana, warga lain pun mengizinkan pendirian Pura tersebut.

Menurut Maya Fitrianingsih Carik Kalurahan Pendowoharjo, Masyarakat Kalurahan Pendowoharjo walaupun memiliki perbedaan keyakinan mereka tetap berusaha hidup berdampingan dan tetap berusaha menjaga rasa toleransi yang besar antar masyarakatnya. Kementrian Agama RI atas dasar rekomendasi Kementrian Agama Kabupaten Bantul memberikan penghargaan kepada kalurahan Pendowoharjo sebagai Desa sadar kerukunan sebagai bentuk penghargaan atas tingginya rasa toleransi yang tumbuh di Kalurahan Pendowoharjo. Penghargaan ini di raih pada bulan November tahun 2021. Penghargaan ini juga banyak dimuat di artikel-artikel berita nasional dan daerah (Ari, 2022).

Diraihnya pengharagaan Desa sadar kerukunan juga bersamaan  dengan pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat kalurahan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh FKUB Kalurahan untuk program kerjanya. Salah satu program FKUB adalah melakukan kegiatan senam bersama untuk meningkatkan keharmonisan anatar masyarakat.

Melihat dari penjelasan tersebut, peneliti berusaha meneliti dan mencari data bagaimana penerapan Pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Mencegah Konflik Antar Umat Beragama di Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Dengan adanya keberangaman ini biasanya di satu sisi menimbulkan kesadaran akan perbedaan tetapi jika perbedaan tidak bisa di kelola dengan baik maka akan menimbulkan suatu konflik. Di Kalurahan Pendowoharjo masyarakatnya berusaha menjalankan komunikasi yang baik untuk menciptakan kenyamanan dan keharmonisan bagi masyarakatnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai bagaimana pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Mencegah Konflik Antar Umat Beragama Pada Masyarkat Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

 

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian mengungkapkan situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan Teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi (Fadli, 2021).  Penelitian ini dilaksanakan di Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2023

Teknis Pengumpulan data

Observasi

Observasi dengan cara melakukan penelitian dan terjun langsung ke lapangan. Dengan Teknik observasi peneliti dapat melaksanakan suatu pengamatan langsung dengan objek penelitian yakni menganalisis bagaimana pola komunikasi yang terjadi di Kalulahan Pendowoharjo.

Wawancara

Wawancara merupakan metode atau cara yang sistematis untuk memperoleh informasi-informasi mengenai suatu objek atau peristiwa tertentu pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan mendatang  dalam bentuk pertanyaan lisan (Pujaastawa, 2016).

Dokumentasi

Dokumentasi yaitu sebuah metode yang bisa dipakai untuk mendapatkan keterangan pendukung dalam penelitian agar bisa di lihat kembali sumber-sumber data dari dokumen yang telah ada sehingga bisa dipakai untuk memperkaya data yang akan dibuat. Metode dokumentasi ini yaitu bagian pelengkap dari Teknik observasi dan Teknik wawancara sehingga hasil dokumentasi yang didapatkan dapat memperkuat pada hasil penelitian.

 

Teknis Analisis Data

Teknik analisa data menggunakan analisis interaktif (interactive model of analisis) yang dikembangkan oleh miles dan huberman (1992) yang terdiri atas tiga komponen analisis: Reduksi Data (data reduction), Penyajian data (data display). Penarikan Kesimpulan (concluding drawing) (dikutif dari, Putri, 2021).

a.     Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data terdiri dari tiga tahap: 

1.   Meliputi editing, pengelompokkan, dan meringkas data.

2.   Penyusunan kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan aktivitas serta proses sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola data.

3.   Menyusun rancangan konsep serta penjelasan berkaitan dengan tema, pola atau kelompok data bersangkutan (D. Putri, 2021).

b.     Penyajian Data (Data Display)

Melibatkan pengorganisasian data yaitu menyalin atau mengaitkan satu data dengan data lainya sehingga dianalisis secara utuh (D. Putri, 2021).

c.     Penarikan Kesimpulan (Concluding Drawing)

Penarikan dan pengujian kesimpulan (drawing and verify conclusions) Pengimplementasian prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola data yang telah dibuat (D. Putri, 2021).

Jenis triangulasi dalam penelitian ini menggunakan analisi triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu analisi yang mengecek ulang atau membendingkan sumber yang berbeda Triangulasi data adalah metode analisis yang melibatkan membandingkan atau mengevaluasi tingkat kepercayaan informasi yang diperoleh dari kumpulan data yang berbeda.

 

Hasil dan Pembahasan

A. Umat Beragama Pada Masyarakat Kalurahan Pendowoharjo

1.   Keberagaman Agama dan Sosial 

Manusia adalah makhluk sosial yang ingin selalu berhubungan dengan manusia lainnya dan tentunya juga ingin selalu mengetahui lingkungan sekitar, lebih-lebih ingin mengetahuai apa yang berlangsung dalama dirinya. Manusia tidak bisa dilepaskan dari yang namanya berhungan dengan orang lain, dalam berhubungan itu kita harus bersama saling memahami perbedaan latar belakang, budaya dan agama masing-masing hal inilah yang dipraktikan oleh masyarakat Kalurahan Pendowoharjo dalam mencegah terjadinya konflik antar umat beragama.

Seperti yang telah peneliti paparkan bahwa kondisi pada masyarakat Kalurahan Pendowoharjo merupakan masyarakat yang mempunyai agama yang berbeda-beda, dengan perbedaan inilah tidak mudah untuk menciptakan masyarakat yang rukun yang menghargai perbedan. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya konflik dan mewujudkan masyarakat yang damai dibutuhkan pola komunikasi yang baik dalam suatu komunikasi yang dipraktikan di Kalurahan Pendowoharjo.

Keberagaman agama dan budaya yang berlangsung di Kalurahan Pendowoharjo sudah berlangsung cukup lama, bahkan sampai saat ini baik dari sisi agama maupun dari sisi budaya. Seperti yang diuraikan oleh suster Tresnia selaku tokoh Katolik di Kalurahan Pendowoharjo: 

menurut saya perbedannya itu banyak walaupun yang tinggal di Pendowoharjo ini tidak semua asli sini jadi macam-macam termasuk sukunya juga berbeda-beda ada perbedaan disitu kalo agama Islam memang mayoritas tapi kami disini adanya Kristen, ada yang Katolik, juga ada juga yang Hindu, pekerjaanya juga beda”.

Seperti pernyataan yang diuraikan oleh narasumber diatas, bahwa salah satu aspek keberagaman yang terjalin di Kalurahan Pendowoharjo beraneka ragam dari segi agama. Agama yang dianut oleh masyarakar Pendowoharjo sangat beragam, mayoritasnya agama Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu. Hal ini juga yang di sampaikan oleh Bapak H. Hilmi selaku kepala Desa Pendowoharjo.

Masyarakat kami memiliki perbedaan keagamaan ada Islam, ada Kristen, ada Katolik, ada Hindu, Budha dulu ada cuma sudah meningal terus untuk Kepercayaan dulu juga ada tapi sekarang kayanya sudah tidak ada yang melanjutkan”.

Keberagaman dari segi agama juga selaras dengan informasi yang  disampaikan oleh bapak Heri selaku ketua RT 01 Dusun Karanggede dan juga selaku tokoh Islam. 

“Masyarakat disini memiliki perbedaan keagamaan Islam itu sudah jelas, Kristen, Katolik, Hindu”.

Dari ulasan di atas merkipun mayoritas beragama Islam, di Kalurahan Pendowojarjo terdapat Pura, Gembala Baik, Gereja, 4 tempat ibada itu terdapat di dalam satu lingkungan yang berdekatan tepatnya ada di RT 01 Dusun Karanggede. Bapak Hartadi selaku kepala Dukuh Dagen menyampaikan.

Tepatnya di RT 01 Karanggede  ada Gemabala Baik, ada Gereja PDI, ada pura Hindu. Kalo untuk Pura itu didirikan udah lama dari tahun 1973”.

Dari penjelasan narasumber berdirinya Pura di Kalurahan Pendowoharjo sudah ada sekitar 50 tahun.

 Peran Pura tidak hanya menjadi tempat ibadah untuk umat Hindu saja, namun dijadikan tempat untuk berkumpul dan dijadikan tempat untuk melangsungkan acara. Orang-orang yang berkumpulpun berasal dari bergabagai agama. Seperti yang di sampaikan oleh bapak Wagimin selaku Tokoh Hindu.

Sini kemarin ada acara pura inopas beragama tidak hanya umat Hindu saja, tapi saya gunakan pendopo ini untuk acara pembinaan Hindu, Kristen, Katolik, nanti ada narasumbernya dari kemenag Bantul. Ada acara apapun bisa dilakukan disini”.

Keberagaman agama yang terdapat di Kalurahan Pendowoharjo juga diakui oleh bapak Imam Suyuti selaku ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalurahan Pendowoharjo.

“Dalam satu lingkungan yang berdekatan malah samping-sampingan itu ada Gembala baik yang bersebelahan dengan Pura terus ada Gereja yang berdekatan dengan Masjid itu di lingkungan satu RT yang sama. Mereka hidup rukun kalo ada acara pentas atau apa itu sama-sama saling membantu”.

Bapak Iman Suyuti merupakan masyarakat kalurahan Pendowoharjo beliau mengakui kekaguman kerukunan dan kebersamaan yang sangat tinggi di kalurahan Pendowoharjo.

Dari penjelasan narasumber di atas dapat disimpulkan bahwa keragaman agama dan budaya di Kalurahan Pendowoharjo juga benar adanya, selaras dengan pernyataan suster Tresnia yang menyebutkan bahwa masyarakat yang berbeda agama dan budaya dapat hidup berdampingan.

Keberagaman yang ada di Kalurahan Pendowoharjo, tidak bisa dipungkiri memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi kebiasaan berkomunikasi seseorang. Hal ini dinilai dari identitas atau konsep diri untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda agama dan budaya yang berada dalam satu lingkungan yang sama. 

Pendapat yang pertama ini berkaitan dengan identitas diri seseorang. Seseorang yang berasal dari agama dan budaya tertentu akan menegosiasikan identitas tergantung dengan agama dan budaya yang dia dimiliki. Dengan harapan identitas yang dimiliki dapet memperoleh kenyamanan identitas, kepercayaan keterlibatan, dan respon yang baik mereka dengan identitas lainnya antar sesama individu atau kelompok. Identitas diri ini bisa mencakup budaya, agama, pekerjaan maupun pangkat yang dimiliki seseorang. Hal ini yang dirasakan langsung oleh Bapak Pendeta Zefanya Kristianto selaku tokoh Kristen.

“kami termasuk orang baru pendatang bukan orang sini tapi masyarakatnya luar biasa. Asli saya dari Jawa Timur prosesnya karena saya beli tanah disini, terus akhinya kami bangun Gereja, setelah kita membangun Gereja dan mereka tau kami membangun Gereja tidak ada penolakan, perlawanan bahkan masyarakat menyambut dengan baik”.

Dari pernyatan bapak Pendeta Zefanya Kristianto tersebut bahwa beliau sangat diterima oleh masyarakat sekitar mengenai dengan latar belakangnya yang berbeda karena beliau menganut agama Kristen dan bahwakan beliau membangun Gereja dan sering melakukan kegiatan keagaman disana tetapi masyarakat sekitar sangat menerima keberadan. Sehingga Bapak Pendeta Zefanya Kristianto dapat diterima serta dijadikan sebagai tokoh Kristen di Kalurahan Pendowoharjo.

Interaksi-interaksi yang berlangsung memiliki keterkaitan dengan dampak yang disebabkan oleh identitas yang berbeda namun ada dalam satu lingkungan yang sama. Seperti yang terjadi Kalurahan Pendowoharjo memiliki kebiasan yang selalu mengadakan kegiatan sosial, kebudayan dan keagaman seperti kegiatan gotong royong, ronda, genduri acara tersebut diikuti oleh seluruh masyarakat Pendowoharjo kegiatan yang mempersatukan semua kegamaan yang ada di Kalurahan Pendowoharjo. Seperti yang disampikan oleh Bapak H. Hilmi selaku kepala desa Pendowojarjo.

“Kegiatan-kegiatan di masyarakat kerukunan salah satunya adalah kegiatan ronda bersama, agama islam itu genduri atau tahlil itu kan menyatukan yang biasanya tidak bertemu jadi bertemu tidak bisa kerumah jadi kerumahnya berkunjung bahkan walaupun adat budaya islam namun disitu biasanya yang minoritas satu dua yang beragama non muslim biasanya juga ikut serta walaupun sifatnya tidak mengikuti ritualnya tapi hanya duduk-duduk mengukuti itu sangat-sangat berpengaruh didalam menjalani kerukunan”

Bapak H. Hilmi menambahkan :

“Faktor yang lain kegaitan dimasyarakat gotong royong itu menjadi simpol atau media bagi masyarakat antar agama semunya mengatu tidak memandang tingkat status hidupnya status pangkat drajatnya tidak ada yang membedakannya”

 

Dari Penjelasan Bapak H. Hilmi tersebut diketahuai bahwa dengan adanya kebiasaan yang terjadi di masyarakat Pendowoharjo ketika berlangsungnya suatu acara, acara terbut selalu dilakukan bersama-sama. Hal ini menggambarkan perbedaan identitas memberikan respon positif yang diberikan oleh masyarakat Pendowoharjo. Perubahan respon yang berikan ketika seseorang ketika memiliki masalah seseorang itu akan memberikan respon yang negatif terhadap lawannya. perihal ini dipacu oleh masalah kecil yang terjadi dilingkungan antar tetangga, ketika berada dalam satu forum musyawarah pun terlihat warga yang sedang tidak baik-baik saja. Pertenggaran tersebut berhenti di ruang lingkup individu atau pribadi saja dan tidak sampai membawa perbedaan agama dan budaya. Hal ini disampaikan oleh bapak H. Hilmi:

“Kalo antar masyarakatnya selama kami menjabat belum pernah mengalami konflik antar warga, konflik pertikean antara agama, pertikeian antara kampung dan sebagainya itu belum pernah ada. Kalo bisa menjaga komunikasi dengan sesama. Kalo konflik keluarga konflik tetangga satu dengan yang lain itu biasa terjadi.

Bapak H. Hilmi menambahkan :

“Jika masyarakat bawahnya sudah bisa menyelesaikan harapannya bisa selesai di bawah, ketika tidak bisa diselesaikan ditingkat bawah langsung kekalurahan kalo masih belum selesai kita bawa ke yang lebih atas atau mungkin bisa sampai proses hukum, itu yang kami kalukan bentuk dari mengatasi konflik masyarakat khususnya konflik dengan keluarga atau dengan tetangga tetapi kalo konflik tentang agama itu belum ada”.

Terlihat dari pertanyaan Bapak H. Hilmi bahwa komunikasi menjadi sangat penting untuk menghindari konflik antar masyarakat, kemampuan seseorang untuk memahami identitas selama berinteraksi dengan identitas yang lainnya. Masyarakat Pendowoharjo sangat menjaga ketersimabungan satu sama lain, khususnya yang menyangkut pautkan masalah agama dan budaya mereka yang berbeda-beda. Seperti yang dikatakan oleh Pendeta Zefanya Kristianto selaku Tokoh Kristen.

“Kita menjaga dengan cara kita komunikasi dengan masyarakat ketika ronda, kerja bakti, gotong royong, ada hajatan dan sebagainya  keiatan yang interaksi terus, kalo misalnya ada ngomong tidak enak atau bagaimana tidak dimasukan kehati hanya untuk seru-seruan kita harus biasa memahami karakter setiap orang kalo misalnya ada yang kurang enak diajak becanda itu kita yang harus hati-hati dalam berbicara pada saat acara itukan dari agama yang berbeda-beda kita tukar pikiran”.

Selaras dengan yang pernyatan dari Bapak Hartadi selaku kepala Dukuh Dagen:

“Acara kebudayaan yang menggabungkan semua agama, kegiatan

itu sendiri seperti genduri memang ada dari dulu nenek moyang kita mau panen padi bentuk syukur hasil bumi, terus juga ada 17an pentas seni semuanya ikut satu disitu ada dari pure, gembala baik, greja dan islam itu sendiri ada seni tari, ada seni hadroh itukan seninya islam tapi yang jadi pemainnya itu tidak hanya orang islam ada umat lainnya juga seperti kristen karena yang itu tadi tidak memilah milih agama. Ada juga kegiatan idul adha kan biasa kurban semua itu berpartisipasi”.

Masyarakat Kalurahan Pendowoharjo mencegah pembicaraan yang akan menjadikan akar dari permasalahan di masyarakat. Namun, menurut Bapak Heri di Kalurahan Pendowoharjo tidak menampilkan bahwa konflik ditengah-tengah lingkungan masyarakat itu tidak dapat dihindarkan, konflik yang dimaksudkan adalah konflik-konflik kecil di tengah-tengah masyarakat. Namun belum pernah terjadi konflik agama di Kalurahan Pendowoharjo:

“Selama ini belum pernah terjadi konflik. Makanya dengan adanya 4 tempat ibadah dalam satu RT yang sama dan belum pernah terjadi konflik Kalurahan Pendowoharjo yang tepat dusun Karanggede RT 01 ini di nobatkan sebagai desa sadar akan kerukunan. Cara mengatasi konfliknya dengan cara kita harus menghargai satu sama lain dan hidup rukun bersama tetangga”.

Keberagaman yang ada pada masyarakat Pendowoharjo mewujudkan kalurahan Pendowoharjo dinobatkan sebagai Desa sadar kerukunan hal ini di benarkan oleh bapak Imam Suyuti selaku ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalurahan Pendowoharjo.

“Karena berbedaan mereka tapi mereka tetap rukun tidak ada masalah, dengan latar belakang akidah yang berbeda tidak dicari-cari berbedaan tetapi kerukunannya bisa saja kalo kerukunan itu disinerjikan ternyata itu bisa membawa kerukunan ditempat itu tidak ada perselisihan tidak ada apa-apa saling menjaga satu sama lain. melihat dari itu desa Pendowoharjo dinobatkan sebagai Desa Sadar Kerukunan. Desa ini baru pertama kali ditetapkan sebagai desa sadar akan kerukunan itu se DIY”.

Perbedaan yang berlangsung di Kalurahan Pendowoharjo berjalan dengan damai saling menghormati satu sama lain, perbedaan identitas  yang masyarakat Pendowoharjo yang miliki tetapi mereka mendapat respon positif dari identitas lainnya. Persoalan yang ada di pemerintahan dan sosial itu menjadi urusan bersama tetapi kalo soal agama itu urusan masing-masing seperti yang di sampaikan oleh Bapak Heri selaku ketua RT 01 Karanggede.

“Saling ngotong royong apabila ada kegiatan kegamaan saling membantu seperti jika acara natal masyarakat yang beragama islam ikut membantu mengkondosikan jalan agara tidak macet, apabila ada yang meningal ikut membantu tetapi kalo sudah masuk ke ranah beribadah itu urusan masing-masing”.

Dari pernyatan-pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keterkaitan antara negosiasi identitas dengan komunikasi sangat erat terkaitannya. Hal ini dikarenakan setiap orang yang berkomunikasi secara langsung melihat perbedaan identitas karena setiap identitas memiliki karakteristik khasnya. Kemudian mereka akan merasakan dari perbedaan itu dengan cara mereka berkomunikasi, untuk itu seseorang harus menyadari akan pentingnya untuk menjaga ucapan seseorang yang sedang mereka ada berkomunikasi. Untuk itu, seseorang harus menyadari akan pentingnya untuk menjaga ucapan karena setiap identitas mempunyai karakteristik khasnya seperti dari nada bicara, bahasa yang gunakan kepada orang lain yang berbeda identitas lainnya agar terhindar dari perasangka yang tidak baik dan kesalah pahaman yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik.

Berlandaskan hal-hal tersebut, terlihat bahwa masyarakat Kalurahan Pendowoharjo menerapkan asumsi-asumsi dari Teori Negosiasi Identitas yang memiliki komponen penting yaitu identitas dan konflik, jika dijabarkan sebagai berikut:

1)   Identitas diri penting di dalam interkasi interpersonal dan individu-individu menegosiasikan identitas mereka secara berbeda dalam budaya dan agama yang berbeda.

2)   Menejemen koflik dimediasikan oleh identitas dan cara berkomunikasi

3)   Tindakan-tindakan tertentu mengancam citra diri seseorang.

 

B.  Pola Komunikasi pada Masyarakat di Kalurahan Pendowoharjo

Proses komunikasi di masyarakat Kalurahan Pendowoharjo berlangsung seperti komunikasi pada umumnya, masyarakat Kalurahan Pendowoharjo memiliki latar belakang sejarah dan pekerjaan yang berbeda, tetapi yang diketahuai pada pembahasan sebelumnnya masyarakat di Kalurahan Pendowoharjo memiliki rasa toleransi yang tinggi.

terdapat hubungan yang baik saling menghargai keberagaman satu sama lain di Kalurahan Pendowoharjo disebabkan oleh adanya komunikasi yang baik dalam penyampaikan informasi satu sama lain, membiasakan untuk saling menjaga kerukunan dengan adanya acara-acara yang mempersatukan seluruh  masyarakat Kalurahan Pendowoharjo.

Tidak terdapat konflik antar umat beragama di Kalurahan Pendowoharjo ini umumnya bersifat komunikasi langsung, jarak rumah yang saling berdekatan serta terdapat acara-acara yang menyatukan masyarakat sehingga mudah berkomunikasi satu sama lain. perihal ini ini juga dikatakan oleh Bapak Hartadi selalu kepala Dukuh Dagen.

Perkumpulan itu biasanya satu bulan sekali atau 33 atau 35 harian disetiap jumat kliwon atau rabu kliwon kita sampaikan ada yang ingin disampaika seperti kedamain”.

Adapun program khusus dari Kalurahan Pendowoharjo untuk menyatukan semunya agama . Seperti pernyataan dari Bapak H. Hilmi selaku kepada Desa Pendowoharjo:

“lewat perkumpulan-perkumpulan, kegiatan-kegiatan yang memang ketika kami dibutuhkan atau tidak dibutuhkan kami kalo ada kegiatan kami pasti ikut serta cara kami saya selaku pengampu kewilayahan lewat media dakwah kalo diagama islam terus juga sambang warga ataupun dengan acara yang pastinya itu lewat group whatsapp terus kalo ada orang meninggal kalo ada waktu saya sempatnya berkumjung seperti itulah saya kami menjaga komunikasi dengan masyarakat baik secara langsung ataupu tidak langsung”.

Berdasakan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa komunikasi yang sampaikan secara langsung ketika adanya acara-acara keagaman seperti gotong royong pada saat idul adha. Bahkan ketika bermain hadroh pemainnya itu dari semua agama ikut bermain dan acara-acara lainnya dengan perbedaan agama di lingkingan mereka.

Dalam proses komunikasi, umumnya terdapat berbedaan faktor budaya yaitu bahasa, gaya komunikasi, nilai dan asumsi. Proses komunikasi yang intensif bisa berjalan ketika berada di waktu dan tempat-tempat tertentu yang menjadikan komunikasi semakin intes, misalnya karena bergabung dalam organisasi atau perkumpulan. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Pendeta Zefanya Kristianto selaku tokoh Kristen.

“Untuk kegiatan kampung saya ikut, seperti genduri kalo ada kegiatan

lebaran salam-salaman setelah solat id kami pertama kali datang ke Majid untuk menjumapai penunggu masjid untuk silahturami jadi kita harus membudaya di masyarakat saya pikir itu sangat baik yah kemudian kami keling-keling kampung, kalo malam baru kami pergi kerumah tokoh-tokoh (sesepuh) itu tradisi yang kita kerjakan”.

Menurut hasil wawancara ini diketahuai akibat terdapatnya interaksi yang intens, hasilnya tidak terdapat batasan yang mengalami proses komunikasi walaupun terdapat berbedaan dari segi agama. Komunikasi seperti ini dapat disebut sebagai komunikasi yang berjalan baik, sebab didalamnya terdapat kegiatan untuk saling merayakan hari raya masing-masing agama mereka.

Dari hari ke hari-hari pola komunikasi di masyarakat Kalurahan Pendowoharjo kian baik. Perihal ini dapat di amati dari banyaknya aktifitas yang menyertakan kebersamaan masyarakat, seperti gotong royong dan lain sebagainya. Tokoh agama Katolik menyatakan bahwa belum pernah merasakan adanya kendala membeda-beda dari segi agama semunya hidup damai berdampingan. Berikut ini pernyataan dari Bapak Pendeta Zefanya Kristianto selaku tokoh agama Katolik:

“Komunikasi dengan masyarakat ketika ronda, kerja bakti, gotong royong, ketika yang punya hajatan dan sebagainya ada interaksi terus, kita ada jadwal dan informasinya. Ketika ada acara yang sifatnya sosial kita selalu dilibatkan”.

Perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk menjaga perdamaian antar masyarat dengan terdapatnya kegiatan-kegiatan yang menyatukan itu sebagai forum untuk masyarakat berinteraksi satu sama lain. terdapat beberapa masyarakat yang berperan selaku komunikator maka ada juga yang berperan selaku komunikan, sama-sama menyampaikan informasi atau bahkan hanya untuk sekedar mengorol perihal normal. Komunikasi dapat bersifar verbal dan non verbal. Pola komunikasi yang sembat di katakan oleh tokoh agama Islam di Pendowoharjo ini memberitakukan bahwa pola komunikasi disini seluruh  masyarakat mempunyai hak berpendapat. Berikut ini pernyataan dari Bapak Heri selaku tokoh agama di Kalurahan Pendowoharjo:

“Kita mempunyai acara pertemuan rutin setiap malem rabu kliwon yang dihadiri oleh semua masyarakat RT 01, ketika ada pesan yang ingin disampaikan disampaikan langsung disitu semua orang bisa bersuara dan berpendapat tetapi jika ada pesan yang penting di luar pertemuan itu akan di sampaikan di group whatsapp. Rt 01 memiliki group whatsapp yang isinya seluluh masyarakat RT itu untuk skala yang besar ada juga yang lebih kecil itu group whatsapp ibu-ibu PKK dan group whatsapp ngeronda”.

Dengan terdapatnya indenpendensi memihak, bersuara dan berpendapat ini juga merupakan bagian dari sama-sama saling menghormati, menghargai pandangan dan pendapat orang lain. jika adanya pesan yang ingin diinfomasikan diluar aktiivtas forum itu dapat di sampaikan di group whatsapp yang sudah ada. Tidak membuat perbadaan itu menjadikan hambatan untuk saling berinteraksi satu sama lain. berikut ini pernyatan dari Bapak Hartadi selaku kepala Dukuh Dagen:

“Berkomunikasi masalah kebudayaan, lain dari masalah kepercayaan itu tidak ada masalah semua ikut membantu ketika ada acara Islam panitianya juga ada dari agama lain membantu kalo dari yang pura itu ada nyepi masyarakat lainnya yang selain aga Hindu juga ikut membantu seperti mengkondisikan parkirannya agar jalan tidak macet”.

Selaras juga dengan apa yang di sampaikan oleh Bapak Pendeta Zefanya Kristianto selaku tokoh agama Katolik.

“Ada stetmen dari masyarakat tidak boleh ada orang yang bercampur tangan soalnya perbedan kalo memang ada orang yang menganggu rumah ibadah baik itu masjid, pura, gembala baik bahkan gereja nanti itu musuhnya masyarakat kami sudah seperti keluarga yang memang sudah susah lepas”.

Berlandaskan dari pernyataan-pernyataan diatas sehingga kita mampu menilai bahwa masyaakat Kalurahan pendowoharjo mampu beradaptasi dan menerima perbedaan satu sama lain cara cepat. Sampai-sampai mereka selalu berusaha untuk menjaga ketenteraman agar tidak ada konflik diatara masyarakat yang meliki perbedaan dari segi agama dan budaya sehingga menciptakan respon yang positif di tengah kehidupan masyarakat Kalurahan Pendowoharjo, dengan keberlangsungannya hal ini bisa mendukung proses komunikasi satu sama lain.

Berdasarkan hasil observasi dilapangan, penelitian menemukan jika proses komunikasi berupa komunikasi dengan cara langsung maupun tatap muka sehingga ternyadinya komunikasi dua arah. Komunikasi ini berlangsung saat dua orang maupun lebih saling berinteraksi antar personal satu sama lain. Peneliti ini ketika ada beberapa masyarakat yang berbeda dari segi agama dan budaya ketika mereka bertemu akan saling berinteraksi satu sama lain, maka dari itu akan terhadinya komunikasi antar personal yang biasanya disebut komunikasi bintang.

1.     Pola Komunikasi

Pola komunikasi yang diterapkan di Kalurahan Pendowoharjo ketika ada kejadian suatu permasalan mereka berupaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggunakan beberapa pola komunikasi, seperti pola komunikasi yang di kemukakan oleh Widjaja memanfaatkan pola komunikasi rantai dan pola komunikasi bintang, serta pola komunikasi tambahan yaitu komunikasi linear (Wijaya & Anwar, 2020).

Pola komunikasi rantai penyampaian informasi dari satu pihak terhadap pihak yang lain dengan cara beruntun. Pola komunikasi bersumber pada pola ini digunakan di Kalurahan Pendowoharjo pada mereka mengalami suatu permasalahan, maka mereka menggunakan pola komunikasi seperti ini, misalnya dengan meentukan ketetapan melalui musyawarah dengan menyampaikan hal musyawarah tersebut dari salah seorang pemimpin kepada anggota, serta anggota tersebut meneruskan informasi itu kepada anggota lainnya dan begitu seterusnya. Perihal ini serta didukung oleh opini dari salah satu tokoh  agama Hindu, ialah pak Wagimin yang menerangkan:

“Ketika ada perkumpulan semua orang bisa berpendapat semuanya bisa bersuara, tapi tidak harus semunya menyempaikan pendapat. Tetapi jika ada yang ingin disampaikan seperti berita orang sakit  menyampaikanya kepada orang yang ada di sebelahnya terus menyambung ke yang lainnya itu menggunakan pola komunikasi rantai, pola komunikasi rantai biasa itu digunakan disitu”.

Penyampaian pernyataan serta informasi semacam ini dianggap lebih efisiensi terutama dalam segi waktu, karena sifatnya adalah saling meneruskan pesan atau pendapat yang ini disampaikan. Jenis pola komunikasi ini menghindari adanya desakan informasi yang terlalu berlebihan sehingga mempermudah pemimpin musyawarah tersebut untuk mengambil ketetapan yang tepat.

Pola komunikasi ke dua yang diterapkan di Kalurahan ini merupakan bentuk pola komunikasi bintang. Pola komunikasi ini membebaskan seluruh anggota untuk menyatakan pendapatnya masing-masing. Perihal ini sepakat dengan yang di sampaikan oleh kepada Desa Pendowjoharjo Bapak H. Hilmi:

“Menyampaikan pesan itu secara langsung di rapat itu ketika ada apa kami bermusyawarah terlebih dahulu,  rapat itu dihadiri semua warga kalo yang RT itu biasanya rapatnya malam hari untuk bapak-bapaknya kalo untuk ibu-ibunya itu sore hari tetapi kebanyakannya di malam hari karena waktunya lebih panjang lebih lama dan saya juga datang kalo ada apa-apa langsung disampaikan perkumpulan itu disenggarakan di satu waktu dan satu tempat yang sama. Ini untuk setiap RT waktunya beda-beda ataupun dengan acara yang pastinya itu lewat group whatsapp jika ada yang informasi yang mendesak”.

Musyawarah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang yang berkumpul pada waktu dan tempat yang bersamaan, sama-sama saling beriteraksi satu sama lain dan berkomunikasi guna memperoleh sebuah keputusan tertentu sebagai keseimbangan serta keadil. Pola komunikasi bintang sangat menggambarkan adanya keadilan dalam penyampaian pendapat ketika seseorang tergabung dalam kegiatan musyawarah (Sari, 2018). Perihal ini juga yang di terapkan di Kalurahan Pendowoharjo pada saat mereka menyelesaikan sesuatu permasalahan.

Menurut informasi yang didapatkan diatas, Kedua pola komunikasi yang disebutkan diatas adalah cara efektif untuk menyelesaikan konflik umat beragama di Kalurahan Pendowoharjo.

Pada dasarnya, segala pola komunikasi ini ialah untuk menyampikan informasi, memberikan nasehat, menjaga keamanan, kerukunan dan kedamaian agar terwujud jalinan yang erat dari agama-agama yang ada di Kalurahan Pendowoharjo.

 

C.     Hubungan Antar Umat Beragana Dalam Mencegah Terjadinya Konflik

Hubungan yang ikatannya erat antar umat beragama adalah salah satu ajaran yang ada hampir seluruh agama di dunia, agama merupakan perihal terpenting dalam kehidupan manusia. Dalam ajaran agama islam sendiri diajarkan untuk menjaga hubungan baik antara manusia dengan Tuhan serta manusia dengan manusia lainya.

Ketenangan dan kedamaian yaitu salah satu bentuk hubungan baik yang harus ditanamkan di dalam diri setiap umat beragama. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketenangan dan kedamain yaitu komunikasi yang bisa menciptakan hubungan yang damai, rukun dan bersinergi satu sama lain. 

Ketenangan dan kerukunan antar umat beragama bisa terbentuk jika setiap diri umat yang beragama memiliki rasa toleransi yang tinggi, tidak saling memaksakan kehendak untuk kepentingan individu atau golongan, serta tidak menganggap agamanya lah yang paling baikdan benar. Perihal ini sejalan dengan gagasan salah satu tokoh agama Hindu di Kalurahan Pendowoharjo, Bapak Wagimin yang memberutahukan bahwa toleransi di Kalurahan Pendowoharjo sudah cukup baik. Bapak Wagumin selaku tokoh agama Hindu menyatakan:

“Kalo ada acara semunya di ikut sertakan sepeti acara-acara keagamaan yang berda agama juga kadang di undang tapi itu untuk event-event tertentu saja seperti mengajian tapi kalo butuh bantuan itu baru di undang membantu bersama manjadi tukang parkir itu saling membantu. Kalo untuk berkurban itukan acara kegamaan itu di khususkan untuk islam terlebih tetapi kita yang bukan muslim juga ikut membantu apabila butuh bantuan, tapi untuk acara budaya itu baru semuanya bareng-bareng, kalo hari raya itu semunya bersilaturahmi keliling kampung”.

Perihal ini juga selaras dengan opini yang dikatakan oleh tokoh agama kristen, yakni Bapak Pendeta Zefanya Kristiano yang menerangkan bahwa kita  saling menghormati dan menghargai pilihan hidup masing-masing setiap umat beragama, inilah yang dianggap sebagai toleransi:

“Saling memahami, saling menjaga, artinya mereka sudah mempunyai pikitan fositif ketika ada perbedaan mereka mempermasalahkan sehingga ada kegiatan bersama”.

Bapak Heri selaku tokoh islam juga mengatakan pernyataan yang sama yang dilakukan oleh masyarakat Pendowoharjo:

“Kita disni saling menghargai satu sama lain, kalo ada acara kegaman di agama yang lain kita bantu beresin parkiran agar tidak mengahalangi jalan tapi untuk agama bagiku agamaku bagimu agamamu dan hubungan antara manusia dengan tuhan itu urusan masing-masing”.

Menurut Bapak Heri kalo ada acara kita saling membantu satu sama lain, yang ibadah fokus beribadah untuk ketertiban jalan itu jadi urusan umat agama yg lainnya ikut membantu, tapi untuk urusan agama dan usuran dia dengan tuhannya itu menjadi urusan diri dia sendiri.

Perilaku toleransi dibangun untuk mencegah terjadinya konflik masyarakat dan menghindari diskriminasi. Salah satu aspek terpenting untuk menciptakan perihal tersebut ialah dengan mengutamakan rasa saling menghargai dan mngecualikan kepribadian masing-masing. Perilaku toleransi yang dibentuk antar umat beragama ini merupakan dari kemaslah perwujudannya antar umat beragama dalam menjaga hubungan antar masyarakat yang memiliki perbedaan agama.

Kalurahan Pendowoharjo merupakan Kalurahan yang damai dan aman, terbuktiya perihal ini dengan tidak adanya konflik antar umat beragama dan ditetapkannya Kalurahan Pendowoharjo sebagi Desa Sadar Kerukunan. Perihal ini juga disampaikan oleh Ketua Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB) tingkat desa yaitu Bapak Imam Suyuti.

“Ditetapkannya Kalurahan Pendondowoharjo sebagai Desa Dasar Kerukunan, memang masyarakat Karanggede itu agamanya berbeda-beda karena memang dari awalnya sudahnya rukun tidak ada masalah tidak ada saing-saingan, pokoknya tidak ada masalah”

Kemudia Bapak Imam Suyuti menambahkan:

“Untuk tingkat desa baru di Pendowoharjo saja se Kabupaten Bantul kalo tingkat kecamatan itu sudah ada. Seperti dengan peristiwa-peristiwa ternyata dengan adanya kepengurusan FKUB itu bisa mengkondisikan keadaan warga seperti kasus di pembakaran Gereja Saman yang ada di jalan Dirgantara, Bangunharjo, Sewon, Bantul pada tahun 2015 kalo disini belum pernah ada perselihisan tentang agama disini semunya berkolaborasi antar umat islam dan non islamnya disini jalan bersama”.

Menurut penyataan Ketua FKUB Bapak Imam Suyuti, masyarakat Kalurahan Pendowoharjo mempunyai mempunyai latar belakang dari segi agama yang berbeda-beda tetapi mereka selalu hidup rukun belum pernah terjadi konflik tetang agama semuanya saling menghargai perbedaan satu sama lain.

Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama di Kalurahan Pendowoharjo, terdapat dua cara yang mendukung yaitu sebagai berikut:

a)     Proses Interaksi Asosiatif

Interaksi sosial assosiatif, yaitu terdapat kerjasama yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Interaksi asosiatif bersifat positif. Interaksi asosiatif adalah memelihara dan menjaga hubungan baik antara sesama manusia (Agama et al., 2020).

Proses asosiatif dilakukan dengan cara melalui gotong royong, tolong menolong dan mengambil keputusan melalui musyawarah untuk menghindari konflik dalam masyarakat.

Pengambilan ketentuan melalui musyawarah dianggap paling tepat untuk menciptakan rasa toleransi dengan tidak mengutamkan ego pribadi, namun mencari solusi untuk menuntaskan konflik yang ada berdasarkan keputusan bersama. Perihal ini telah diterapkan oleh masyarakat di Kalurahan Pendowoharjo menurut hasil wawancara dengan Kepala Desa Pendowoharjo , Bapak H, Hilmi yang menerangkan sebagai berikut:

“Untuk pengambilan keputusan itu sifatnya atas kesepakatan bersama, di kalurahan ini ada beberapa golongan atau perkumpulan yaitu ibu-ibu PKK, karang taruna, dan lainnya dikumpulkan suaranya mana yang paling banyak itu yang menjadi keputusannya adanya perbedaan agama untuk pengambilan keputusan, pengambilan keputusan atas musyawarah dan kesepakatan bersama”.

Perkumpulan ini dimaksud agar setiap umat beragama bisa duduk bersama, berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama. Peran musyawarah disini ialah sebagai forum untuk saling mengahargai berbedaan satu sama lain.

b)    Proses Interaksi Disosiatif

Bentuk interaksi disosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang mengarah pada situasi yang negatif dimana adanya bentuk pertentangan atau konflik antara individu maupun kelompok. Bentuk interaksi disosiatif ini terbagai ke dalam bentuk persaingan/kompetisi, kontravensi, dan konflik (N. K. Putri et al., 2023).

Suatu proses yang biasanya berlawanan dengan orang lain maupu kelompok lain dalam menentukan suatu keputusan. Dalam setiap menentukan suatu keputusan tertentu, tikih agama pastinya mempunyai peran penting dalam ikut perberan adil didalamnya. Perihal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu tokoh agama Hindu di Kalurahan Pendowoharjo yaitu Bapak Wagimin. Yang memberitahukan bahwa tokoh agama ikut berperan didalam pengambilan suatu keputusan:

“Kalo keputusan-keputusan disinikan sifatnya demokrasi misalkan ada pemilihan tokoh-tokoh disini berperan. Kalo ada yang tidak sejutu boleh berpendapat tapi kalo misalkan ada yang salah nanti kita tegur contoh kamu jangan gini gini kita ambil keputusan baiknya dimana . masyarakat disini sangat peduli terhadap masalah ketidak ada yang masalah langsung di selesaikan secara baik-baik”.

Menurut hasil wawancara diatas, diketahui jika peranan tokoh agama sangat berpengaruh dalam proses menetukan keputusan dengan memberi masukkan perihal apa saja yang positif  dan hal apa saja yang negatif. Kebiasaan ini akhirnya diperaktikan pada tiap kali acara musyawarah diKalurahan Pendowoharjo, tokoh agam yang datang umumnya tokoh agama yang berbeda-beda, tapi mereka dapat menengahi perbedaan itu serta menghasilkan sebuah keputusan.

Tindakan tokoh-tokoh agama ini bermaksud untuk menjaga kedamaian di Kalurahan Pendowoharjo menjadi suatu perihal yang wajib beertujuan untuk menghindari terjadinya konflik antar masyarakat di Kalurahan Pendowoharjo yang mungkin bisa dipicu oleh efek keberagaman agama yang ada disana.

Menurut penuturan Pak Wagimin, bahkan selain mengadakan musyawarah, beberapa tokoh agama juga selalu mengadakan perkumpulan  tertentu yang berjalan ldengan baik. Berikut adalah pernyataan dari Pak Harmana S Pd. Terkait hal tersebut:

“Tanggu jawabnya bersama-sama, misalkan ada tamu 4 agama ini di undang (Islam, Hindu, Kristen, Katholik) oleh pak Dukuh semua diberikan keterangan masih-masih berikan suara semua di undang ke Bale Dukuh kita diberikan hak keterangan dari masing-masing”.

Adanya perkumpulan ini dipimpin oleh Dukuh semuanya berjalan dengan baik, semuana diundang untuk memberikan keterangan proses komunikasi dilakukan secara langsung antar dukuh dengan tokoh agama yang ada di Kalurahan Pendowoharjo.

Hasil wawancara diatas membuktikan bahwa terdpatnya ikatan yang damai dan rukun yang terjalin diantara tokoh-tokoh agama di Kalurahan Pendowoharjo. Kedamaian ini akhirnya yang menuntun semua masyarakat untuk berkerja sama menjaga antar umat beragama, salah satunya melalui gotong royong.

Untuk menciptakan kesadaran semua masyarakat akan pentingnya untuk saling menjaga kedamaian serta kerukunan, maka diperluka kerja sama yang teratur guna menciptakan kedamaian antar masyarakat.

Peran tokoh agama serta tokoh masyarakat sangat dibutuhkan guna menciptakan kedamain dan mengaja keamanan serta ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat di Kalurahan Pendowoharjo. Keempat tokoh agama ialah tokoh agama Islam, tokoh agama Kristen, tokoh agama Katolik dan tokoh agama Hindu wajib menciptakan kesadaran untuk umatnya agar sama-sama saling menghargai serta berusaha untuk menghindari konflik karena bisa membawa kerugian untuk masyarakat serta dirinya sendiri.

Tidak hanya itu, guna menciptakan kesadaran masyarakat juga dibutuhkan peran tokoh agama dan masyarakat. Tentang ini dikemukakan oleh ketua Desa yang menerangkan bahwa peran tokoh-tokoh itu sangat berperan guna menyatukan perbadaan dari tiap-tiap susunan masyarakat di Kalurahan Pendowoharjo, berikut ini pernyataan dari Bapak H. Hilmi:

“Peran tokoh agama sangatlah dominan dan sangat berpengaruh tokoh agama tersebut sebagai kunci bangaimana menyatukan semuanya, kuncinya memang dipemimpin tokoh agama tersebut dimasing-masing wilayah”.

Tidak hanya budaya gotong royong, terdapat juga acara lain di Kalurahan Pendoharjo yang mampu dijadikan untuk menjaga kedamaian dan kerukunan masyarakat, ialah melalui kegiatan senam bersama dan genduri. Berikut ini pernyataan dari Bapak H. Hilmi:

“Ada giatan yang selengaran oleh FKUB acara senam bersama. Ada acara apapun bisa dilakukan disini seperti genduri acaranya diikuti semua masyarakat do’anya gantian ada ustad, Hindu, Kristen, Katholik. Ada acara apapun 4 agama itu tetap di Undang”.

Hasil dari wawancara diatas, ada beberapa yang selalu dilakukan oleh masyarakat Pendowoharjo untuk menjaga kerukunan agar semua masyarakat berkomunikasi satu sama lain guna membagun ikatan kerbersamaan yang lebih kuat lagi.

Tidak adanya konflik antar umat beragama adalah salah satu bagian terpenting untuk mempertahankan persatuan negara ini. Karena indonesia merupakan salah satu negara yang masyarakatnya mempunyai berbagai macam agam dan kepercayaan. Terciptanya kedamain dan tidak adanya konflik yang terjadi di Kalurahan Pendowoharjo pastinya diperlukan faktor-faktor yang mendukung kedamaian tersebut. Menurut pendapat dari tokoh agama islam ialah bapak Heri ini tanggapannya:

Komunikasi warga disini sangat baik, tidak memandang agama dalam hal sosial dan bermasyarakat”.

Pendapat Bapak Heri, komunikasi yang diterapkan di masyarakat Kalurahan Pendowoharjo adalah salah satu faktor pendukung terciptanya kedamian.

Ada juga pendapat lainnya yang diungkapkan oleh  Suster Tresnia selaku tokoh agama katolik:

“saya kira kampung ini memang tidak ada yang mempropokasi juga, kita biasa seraung biasa ketemu dengan yang lain lalu juga kalo ada hari-hari nasiaonal kita kumpul bareng apalagi setelah adanya pencanangan desa sadar akan kerukunan itu kita banyak di fasilitasi untuk banyak berjumpa dan berkomunikasi satu sama lain”.

Sama dengan pendapat dari Bapak Heri selaku tokoh agama islam, Suster Tresnia selaku tokoh katolik juga menyatakan bahwa komunikasi ialah faktor terutama guna terciptanya kedamian. Selain itu juga, beliau menyatakan bahwa rasa menghargai dan rasa toleransi yang tinggi juga sangat penting untuk berkomunikasi.

Kerukunan antar agama yang ada dimasyarakat Kalurahan Pendowoharjo tidak hanya terkenal dikalangan sesama masyarakatnya Kalurahannya saja, namun sikap kerukunan antar agama yang ada di Kalurahan Pendowoharjo menjadikan Kalurahan Pendowoharjo dicanangkan sebagai Desa Sadar Kerukunan yang diremikan langsung oleh Mentri Agama RI, perihal ini diungkapkan langsung Bapak Imam Suyuti selaku ketua FKUB Kalurahan Pendowoharjo:

“Awal itu di terusur-telusur ini kok keliatannya pantes ditetapkan sebagai desa sadar kerukunan beda-beda akidah ,beda-beda keyakinan tapi kok rukun Menteri Agama RI yaitu Bapak H. Yaqut Cholil Qoumasdatang langsung ke Dusun Karanggede yang ada di Kalurahan Pendowoharjo, terus juga tempat ibadahnya berdekatan bahkan ada yang samping-sampingan juga ada gembala baik untuk katolik terus di sampingnya ada pura untuk hindu tidak jauh dari situ ada gereja untuk keristen terus juga ada masjid untuk islam disitu kumpul semua ada 4 agama”.

Bapak Imam Suyuti merasa masyarakat Kalurahan Pendowoharjo sangat rukun walaupun mempunyai agama dan akidah yang berbeda-beda. Selain itu Bapak Imam Suyuti juga menyatakan:

”Yang tidak ada tempat ibadah budha tapi untuk tingkat kabupatenpun sudah kesulitan untuk mancari adanya umat budha untuk yang budha dulu ada cuma sudah meningal terus untuk kepercayaan dulu juga ada tapi sekarang kayanya sudah tidak ada yang melanjutkan”.

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan Bapak Imam Suyuti selaku ketua FKUB Kalurahan Pendowoharjo, diketahui apabila kerukunan masyarakat Kalurahan Pendowoharjo memanglah memberikan kesan yang sangat positif yang hingga dicanangkannya Kalurahan Pendowoharjo sebagai Desa Sadar Kerukunan oleh Menteri Agama RI.

Selain karena komunikasi, nyatanya ada faktor yang bisa mendorong terciptanya kerukunan dan kedamain. Perihal ini disampaikan oleh kepala Desa Pendowoharjo yaitu Bapak H. Hilmi yang menyatakan:

“Jadi untuk kerukunan yang terjadi di Pendowoharjo dilatarbelaki dengan berbagai faktor salah satunya dengan pola kehidupan adat dan budaya yang khususnya yang ada di Kalurahan pendowoharjo, Bantul DIY bahwa sanyah kehidupan gotongroyong masih dikedepankan memang lambat laun harapannya tidak terjadi terkait dngan pengikisa sifat gotong royong yang ada di masyarakat”.

Menurutnya, faktor budaya yang masih ada juga ikut berperan dalam menciptakan kerukunan, contohnya budaya yang sudah lama ada di masyaraat suku jawa yang selalu gotong royong yang menghasilkan masyarakat lebih dekat satu sama lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh agama yang ada di Kalurahan Pendowoharjo, sehingga kita bisa menyimpulkan kalau faktor yang sangat memperngaruhi hingga menciptakan kerukunan dan kedamain pada dasarnya ialah ikatan komunikasi yang positif yang baik antar umat beragama dan budaya yang berbeda-beda.

D.   Dampak Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Kalurahan Pendowoharjo

Dampak dari suatu komunikasi antara komunikator dengan komunikan yaitu pemahaman yang sama. Pemahaman yang sama bisa diciptakan ketika terjalin interaksi diantara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan bersama-sama oleh suatu masyarakat. Dalam realita kehidupan sehari-hari, peran agama tidak mudah dalam menuntun umatnya adar tetap saling memahami, menghargai identitas yang berbeda dalam lingkungan yang sama. Seringkali terdapat hambatan dalam penerapkannya, kerukunan adalah salah satu keadaan yang diharapkan oleh hampir semua umat beragama serta bagian dari perkembangan masyarakat.

Ketika mengetahui seberapa pentingnya arti menghargai satu sama lain, sehingga terciptanya kerukunan antar umat beragama. Menghindari terjadinya konflik antar umat beragama didefinisikan suatu kondisi yang mana semua orang yang mempunyai identitas agama yang berbeda-beda bisa saling mengurangi hak agamanya masing-masing untuk saling memahami, saling toleransi sama sama lain agar tidak terjadinya konflik.

Setelah dicanangkan sebagai Desa Sadar Kerukunan masyarakat mempunyai tanggung jawab baru untuk menjaganya, berikut ini pernyataan dari Bapak H. Hilmi selaku kepada Desa Pendowoharjo:

“kalo kerukunan, kedamain, kedaman sudah terbangun dengan sendirinya, merasa tanggungjawabnya juga lebih setelah dicanangkan sebagai desa sadar akan kerukunan bearti kita juga semakin harus bersikap yang influnsip semakin terbuka semakin buka open mine dide terus juga mengusahakan untuk bisa hadir ketika ada undangan-undangan terutama untuk kami disini itu merupakan suatu resiko bahwa saya tugas disini dikampung yang sadar kerukunan kita merasanya kita jadi bagian itu maka kita wujudkannya bareng”.

Selaras dengan pernyataan dari Bapak H. Hilmi, Bapak Heri selaku tokoh agama islam juga berpendapat bahwa:

“Pengaruh dan hambatan yang muncul ketika sudah dinobatkan desa sadar akan kerukuna itu merupakan tanggung jawab yang besar untuk warga karena kita harus manjaga citra dan yang menjadi beban tidak tau sampai akan dibonatkannya itu”.

Masyarakat Pendowoharjo harus lebih saling memahami satu sama lain karena mempunyai tanggungjawab untuk sama-sama saling menjaga kerukunan agar terhidar jadi konflik agama.

Setiap ajaran agama tentu terdapat dakwah atau ajakan yang mengajak umatnya yang adakalanya menyimpang serta menganggap agamanya lah yang paling benar. Apabila perihal ini lebih dikedepankan dibandingkan seluruh masyarakat, sehingga bisa mengakibatkan konflik agama dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik antar umat beragama.

Terkadang tanpa kita sadari apabila konflik yang terjadi ditengah masyarakat berawal dari adanya konflik antar umat beragama. Perbedaan dapat menjadi pemecah belah masyarakat, maka dari itu keadaan ini yang ingin dihindari oleh masyarakat Kalurahan Pendowoharjo. Mereka sangat memahami seberapa pentingnya kerukunan antar umat beragama, maka dari itu masyarakat Kalurahan Pendowoharjo ingin selalu berusaha untuk saling menjaga satu sama lain.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kalurahan Pendowoharjo memiliki keberagaman agama dan sosial yang tinggi, namun mampu menjaga kerukunan dan toleransi antar umat beragama melalui pola komunikasi yang baik. Proses komunikasi di masyarakat Kalurahan Pendowoharjo berlangsung seperti komunikasi pada umumnya, namun terdapat hubungan yang baik saling menghargai keberagaman satu sama lain. Hal ini terbentuk melalui interaksi yang intensif dan adanya acara-acara yang mempersatukan seluruh masyarakat Kalurahan Pendowoharjo. Hubungan yang erat antar umat beragama dapat terbentuk jika setiap diri umat yang beragama memiliki rasa toleransi yang tinggi, tidak saling memaksakan kehendak untuk kepentingan individu atau golongan, serta tidak menganggap agamanya lah yang paling baik dan benar. Perilaku toleransi dibangun untuk mencegah terjadinya konflik masyarakat dan menghindari diskriminasi.

 

BIBLIOGRAFI

 

Agama, I., Negeri, I., & Ponorogo, I. (2020). Inetraksi Sosial. ROSYADA: Islamic Guidance and Counseling.

Agave, Q. (2020). Teknik Dokumentasi Dan Pelaporan Dalam Tataran Klinik. Jurnal Keperawatan Indonesia, 2(1), 17.

Ari, S. (2022). Desa Sadar Kerukunan: Empat Tempat Ibadah Berdiri Harmonis di Kampung Karanggede Bantul. Tribunjogja.Com.

Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 21(1), 33–54.

Kontributor Yogyakarta, W. K. (2019). Intoleransi Meningkat di Yogyakarta, Ini Tanggapan Sri Sultan. Kompas.Com.

Kusnandar, V. B. (2021). Jumlah Penduduk Yogyakarta Menurut Agama/Kepercayaan (per Juni 2021). Databoks.Katadata.

Mathematics, A. (2016). Implementasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Efektivitas Komunikasi Organisasi Selama Pandemi Covid-19 Pada Dinas Komunikasi Dan Informatika Kabupaten Lombok Tengah. 1–23.

PENDOWOHARJO, K., SEWON, K., Bantul, K., & Yogyakarta, D. I. (2023). Grafik data kependudukan berdasarkan agama. Kalurahan PENDOWOHARJO Kapanewon SEWON Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pujaastawa, I. B. G. (2016). Teknik wawancara dan observasi untuk pengumpulan bahan informasi. Universitas Udayana, 4.

Putri, D. (2021). Strategi Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Sosial ( Studi Kasus Perempuan di Desa Mandi Angin ,. 2(1), 23–34.

Putri, N. K., Yusuf, Y., Resdati, & Marnelly, T. R. (2023). Interaksi Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi SD Negeri 136 Kota Pekanbaru. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 10(4), 1622–1629.

Ridwan. (2015). Problematika Keragaman Kebudayaan Dan Alternatif Pemecahan. Jurnal Madaniyah, 2(Edisi !X), 268.

Rizak, M. (2018). Peran Pola Komunikasi Antarbudaya Dalam Mencegah Konflik Antar Kelompok Agama. Islamic Communication Journal, 3(1), 88. https://doi.org/10.21580/icj.2018.3.1.2680

Sari, Y. P. (2018). Pola Komunikasi Antarbudaya Di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong.

Sholeh, M. (2015). Komunikasi Lintas Budaya Dalam Dinamika Komunikasi Internasional (S. R. Media (ed.)).

Tike, A. (2016). Pola Komunikasi Dalam Penanggulangan Konflik. Jurnal Dakwah Tabligh, 17(2), 1–13. https://doi.org/10.24252/jdt.v17i2.6021

Wijaya, M. Y., & Anwar, K. (2020). Pola Komunikasi Antarbudaya Santri Pondok Pesantren Sunan Kalijogo Jabung Malang Mochammad Yusuf Wijaya 1) , Khoirul Anwar 2) 1) , 2). AL-ITTISHOL: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 1(2), 99–115.

Wulandari, R., & Luthfi, M. (2022). Pola Komunikasi Antarbudaya Dalam Menjalin Keharmonisan Hidup Bermasyarakat Suku Jawa Di Lingkungan Ix Kelurahan Mabar Hilir. Network Media, 5(1), 39–55. https://doi.org/10.46576/jnm.v5i1.1828

 

Copyright holder:

Dita Zahrotul Fuadah, Iva Fikrani Deslia (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

 

This article is licensed under: