Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

IDENTIFIKASI KONSEP IPA FISIKA DALAM PEMBUATAN ALAT MUSIK TRADISIONAL TENNONG-TENNONG

 

Eka Sriwahyuni

Tadris IPA, Institut Agama Islam Negeri Parpare, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi konsep fisika terhadap pembuatan alat musik tradisional yang telah menjadi kearifan lokal yaitu alat musik Tennong-Tennong di Kab. Pangkajene Kepulauan. Metode yang diguanakan pada penelitian ini merupakan penelitian kualitatif studi kepustakaan atau literature review dengan data yang digunakan bersumber dari artikel yang relevan terhadap topik yang diteliti.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa pada tahapan atau proses pembuatan alat musik tennong-tennong beberapa konsep IPA Fisika yang dapat diintegrasikana atau digunakan ketika memberikan pembelajaran IPA Fisika.  Adapun konsep yang terdapat pada tahapan pembuatan alat musik tersebut yaitu pengukuran, gaya, tekanan, energi potensial, kalor, usaha dan perpindahan, kesetimbangan, dan materi gelombang bunyi.  Gelombang bunyi pada tahapan terakhir yang dapat diidentifkasi adalah getaran, gelombang, bunyi, resonansi, cepat rambat bunyi, dan pemantulan bunyi.

Kata Kunci: Fisika, Tennong-Tennong, Gelombang Bunyi

 

Abstract

The purpose of this study is to identify the concept of physics for making traditional musical instruments that have become local wisdom, namely Tennong-Tennong musical instruments in Pangkajene Islands District.  The method used in this study is qualitative research literature study or literature review with data used sourced from articles relevant to the topic studied.  Based on the research conducted, it was obtained that at the stage or process of making musical instruments tennong-tennong several concepts of Physics Science that can be integrated or used when providing Physics Science learning.  The concepts contained in the stages of making musical instruments are measurement, force, pressure, potential energy, heat, work and displacement, equilibrium, and sound wave matter.  Sound waves in the last stage that can be identified are vibration, wave, sound, resonance, rapid propagation of sound, and reflection of sound.

Keywords: physics, tennong-tennong, sound wave

 

Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau, dengan jumlah suku di Indonesia sebanyak 1.328 suku dengan beranekaragam seni, bahasa dan budaya. Indonesia sendiri dinobatkan sebagai salah satu negara yang memiliki keragaman budaya yang tinggi (Hakim & Darojat, 2023). Setiap suku memiliki bahasa, adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda. Keanekaragaman budaya di Indonesia menjadi salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh negara lain di dunia (Mayasari, 2017).

Bersamaan dengan berkembangnya zaman dan generasi mengikuti pula perkembangan alat musik diberbagai wilayah Indonesia. Dimana alat musik dapat dipengaruhi oleh kebiasaan, akulturasi adat maupun budaya oleh berbagai macam suku, sehinggah banyak alat musik yang dapat dibuat. Keanekaragaman budaya di Indonesia dapat dijadikan bahan kajian untuk dihubungkan dengan topik-topik yang relevan dengan pengetahuan sains. Kemampuan guru untuk mengaitkan antara dunia peserta didik dan budayanya dengan dunia sekolah dan kelas merupakan komponen penting dalam penanganan keanekaragaman budaya (Arends, 2008). Lebih lanjut, Jegede dan Okebukola dalam (Suastra, 2005) menyatakan bahwa memadukan sains asli peserta didik (sains sosial budaya) dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Suardana dan Retug (2013) melaporkan bahwa proses pembelajaran berbasis budaya memberikan kesempatan kepada peserta didik  untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan yang sehat. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak dirancang hanya sekedar untuk mengaktifkan peserta didik, tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadinya penciptaan makna (Fahrurrozi, 2015). Kebermaknaan dalam hal ini diperoleh dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik dan informasi baru yang diperolehnya dalam pembelajaran, antara peserta didik dan peserta didik lainnya, antara peserta didik  dan guru dalam konteks komunitas budaya (Mayasari, 2017).

Terdapata beberapa kesenian tradisional seperti alat musik bambu ataupun kayu yang terdapat di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Sulawesi Selatan dimana kesenian musik ini dikenal sebagai kesenian musik Tennong-Tennong suku Bugis Makassar (Rezaldi, 2018). Alat musik ini yang merupakan kesenian khas daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, saat ini mulai dilupakan oleh masyarakat. Tennong-Tennong adalah perpaduan seni musik dan seni bertutur yang dimainkan dengan cara manabuh atau mengetuk bilah-bilah bambu atau kayu dengan memakai potongan kayu atau bambu (stik), yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemain dengan posisi duduk dan posisi kaki berbujur ke depan. Berdasarkan hasil observasi awal ditemukan bahwa minat masyarakat dalam mempelajari alat musik Tennong-Tennong masih banyak oleh hanya karena terhalang pengetahuan masyarakat tentang alat musik tradisional Tennong-Tennong.

Konsep dalam pembelajaran IPA atau ilmu fisika yang erat kaitannya dengan lingkungan adalah munculnya getaran dan gelombang bunyi, misalnya pada senar gitar yang dipetik (Sari, 2018). Menurut Sebestyen, beberapa unsur konsep sains terdapat dalam berbagai karya seni seperti lukisan, puisi, dan musik. Musik merupakan cabang seni yang tidak pernah lepas dari kehidupan umat manusia, alat musik lahir dengan berkembangnya teknologi dan pengetahuan manusia (Fibria, 2023). Pembelajaran berbasis budaya adalah strategi untuk menciptakan lingkungan belajar dan merancang pengalaman belajar yang inklusif secara budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Zahrika & Andaryani, 2023). Pembelajaran berbasis budaya didasarkan pada pemahaman tentang budaya, khususnya bahwa budaya adalah bagian fundamental (mendasar dan penting) dari pendidikan, ekspresi dan ide, dan pengembangan pengetahuan.

Hal tersebut didukung sebagian riset yang relevan yaitu hasil penelitian yang dilakukan Wardani (2021) dari penelitian tentang ethnosains dalam pembelajaran berbasis content local genius(gamelan bali) yang telah dilakukan adalah Pertama, alat kesenian gamelan bali (gong/ kempur, gangsa, ceng ceng, kendang, rindik, tektekan, kul-kul, suling). Kedua, objek IPA yang dapat diidentifkasi adalah materi indera pendengaran, getaran, gelombang, bunyi, resonansi, cepat rambat bunyi, pemantulan bunyi, serta sistem sonar dan pemanfaatannya berkaitan dengan content local genius (gamelan bali). Ketiga, aktivitas belajar IPA yang dapat dilakukan dengan mengamati dan mengidentifikasi objek IPA, mencari pola hubungan dengan aktivitas masyarakat setempat, dan presentasi hasil lembar kerja siswa yang terdapat pada buku siswa dan lembar kerja siswa (LKS). Penelitian relevan selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rezaldi (2018) judul proses pembuatan tennong-tennong sebagai upaya pelestarian alat musik tradisional di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pembuatan alat musik tradisional Tennong-Tennong melalui beberapa tahap, mulai dari pengadaan alat dan bahan sampai pada proses pembuatan yang dilakukan. Adapun tahap-tahap yang dilalui pada proses pembuatan mulai dari Tahap pertama, pemilihan dan membersihkan bahan. Tahap kedua, Memotong dan Membelah Bahan. Tahap ketiga, Proses Pengeringan Bahan (Kayu) Sampai Benar-Benar Kering dan Ringan. Tahap keempat, Menyusun dan Mencari Bunyi. Tahap kelima, Proses Pelubangan Bahan (Kayu) Yang Telah Disusun. Tahap keenam, Proses Pengaitan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti identifikasi konsep IPA Fisika dalam pembuatan alat musik tradisional tennong-tennong. Peneliti merasa perlu mengkaitan kearifan lokal dengan konsep atau hukum fisika agar adanya pembaharuan dalam proses pembelajaran IPA fisika. Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah apakah terdapat konsep fisika pada pembuatan alat musik tradisional tennong-tennong. Sehingga, tujuan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi konsep fisika terhadap pembuatan alat musik tradisional yang telah menjadi kearifan lokal yaitu alat musik Tennong-Tennong di Kab. Pangkajene Kepulauan

 

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kepustakaan atau literature review (Creswell, 2013). Metode literature review merupakan mengkajian kepustakaan yang berkaitan dengan budaya, nilai, dan norma yang berkembang, dalam hal ini budaya yang akan diteliti adalah budaya maperre atau bermain ayunan dengan menganalisis keterkaitannya dengan materi pembelajaran fisika. Penelitian ini  memiliki sistem pengumpulan data yaitu menganalisis mengenai variabel pada penelitian ini seperti catatan, buku, artikel, jurnal, dan pustaka lainnya. Data pada penelitian ini yaitu data sekunder dengan penelusuran pada beberapa jurnal atau pustaka lainnya yang terkait mengenai proses pembuatan alat musik tennong-tennong. Penulusuran data di google scholar menemukan 5 artikel dan pada pencariaan di google search terdapat 439.000 hasil search, dan 8 buku mengenai buku musik tradisional suku bugis. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan Agustus sampai Oktober tahun 2022.

 

Hasil dan Pembahasan

Musik tradisional tennong-tennong merupakan salah satu warisan budaya yang ada di suku bugis-makassar yang berasal dari kabupaten pangkep pada awalnya tennong-tennong di kenal sebagai musik pammaseri, pencipta alat musik tradisioanal ini tidak sengaja mendengarkan musik katto-katto karena diketuk dan kemudian dikenal dengan nama tennong-tennong (Muharram, 2007). Kata tennong-tennong tidak diketahui secara pasti dari mana asalnya, mungkin dari bunyi nada yang dihasilkan yaitu ting (nada tinggi) dan tong (nada rendah) karena terdiri dari satu melodi dengan susunan diatonis dalam masyarakat. tennong-tennong

Di Kabupaten Pangkep Tennong Tennong lebih dikenal dengan nama katto-katto dan geddong-geddong, begitupun dengan katto-katto dan geddong-geddong tidak diketahui secara pasti dari mana asalnya, tapi mungkin karena dimainkan dengan cara diketuk sehingga disebut katto-katto, dan dimainkan dengan cara alatnya digendong sehingga disebut geddong-geddong. Pembuatan alat musik tennong-tennong dilakukan oleh Kinrang selaku toko masyarakat sekaligus pemain serta pembuat alat musik tradisional tennong-tennong di Dusun Pattalassang untuk digunakan pada acara-acara pesta rakyat yang dilakukan oleh masyarakat Pangkep. Tennong-Tennong adalah perpaduan seni musik dan seni bertutur yang dimainkan dengan cara menabuh atau mengetuk bilah-bilah bambu, atau kayu dengan memakai potongan kayu atau bambu (stick), yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemain dengan posisi duduk dan posisi kaki lurus ke depan. Alat musik Tennong-Tennong digunakan pada acara Mappalili dan acara-acara penting lainnya di kabupaten Pangkep.

 

62b5490431295061630311

Gambar 1. Alat musik tennong-tennong

(Sumber: https://kikomunal indonesia.dgip.go.id/index.php/jenis/1/ekspresi-budaya-tradisional/29494/musik-tennong)

 

Hasil Penelitian yang diperoleh dapat diperhatikan pada tabel dibawah ini:

 

Tabel 1. Identifikasi Konsep Fisika dalam Pembuatan Alat Musik Tradisional

Tennong-Tennong

No

Tahapan

Fenomena

Penjelasan

Konsep Fisika

11

Menebang

Gambar 2. Menebang Batang Kayu Pali

Proses penebangan batang kayu pali dilakukan dengan cara tangan bapak mengayun ke atas dengan memberi gaya dan tekanan. Pada saat penebangan berlangsung terdapat gaya gesek antara kapak/parang yang digunakan untuk menebang batang kayu pali. Semakin kecil luas permukaan parang serta gaya dorong yang diberikan semakin besar maka akan mempercepat proses pemotongan/tekanannya semakin besar.

Gaya,

Tekanan.

 

2

Memikul

 

Gambar 3. Memikul Batang Kayu Pali

Pada proses memikul batang kayu pali tersebut terdapat ketinggian atau energi potensial jika ditinjau dari permukaan tanah dan bahu  pemikul ada usaha pada saat  pemikul sedang memikul batang bambu dan berjalan sehingga terjadi perpindahan, ada juga gaya berat yang arahnya selalu ke bawah dan gaya normal yang arahnya selalu ke atas dan tegak lurus. Gaya aksi reaksi dimana batang kayu pali yang dipikul sedang memberikan aksi kepada bahu dan  pemikul memberikan reaksi kepada batang kayu pali dan adanya keseimbangan dimana suatu keadaan yang berada dalam kondisi setimbang atau seimbang.

Energi Potensial,

Usaha dan

Perpindahan,

Gaya ,

Kesetimbangan.

3

Meraut

Gambar 4. Meraut Batang Kayu Pali

Pada proses meraut terdapat gaya untuk mendorong parang dalam meraut batang kayu pali sehingga menimbulkan gesekan antara parang dengan batang kayu pali. Rautan tersebut menghasilkan perubahan bentuk dari batang kayu menjadi butiran-butiran kayu.

Gaya

 

4

Mengamplas

 

Gambar 5. Menghaluskan Batang Kayu Pali

Pengamplasan digunakan dengan cara menggosok-gosokan alat amplas berupa kertas kasar dengan batang kayu pali sehingga timbul gesekan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gaya gesek

 

5

Mengukur dan Memotong

Gambar 6. Mengukur dan Memotong Batang Kayu Pali

Pada proses ini batang kayu diukur menggunakan meteran kemudian diberi garis menggunakan pensil sesuai dengan panjang yang akan dibuat. Setelah itu pemotongan dimulai dengan gaya yang bekerja mendorong gergaji secara maju mundur dengan cepat mengikuti garis pensil sehingga timbul gesekan antara gergaji dengan batang kayu.

Pengukuran,

Gaya gesek.

6

Membelah

Gambar 7. Membelah Batang Kayu Pali

Pada proses pembelahan kayu terdapat gaya untuk mendorong parang dari atas sampai bawah hingga menimbulkan gaya gesek sampai kayu terbelah. Semakin kecil luas permukaan parang serta gaya dorong yang diberikan semakin besar maka akan mempercepat proses pembelahan/tekanannya semakin besar.

Gaya,

Tekanan.

7

Menjemur

Gambar 8. Mengeringkan Batang Kayu Pali

Pada proses ini batang kayu pali dijemur di bawah sinar matahari yang menyebabkan timbulnya panas pada kayu sehingga kayu menjadi lebih kering.

Kalor.

 

8

Menyusun

Gambar 9. Menyusun Batang Kayu Pali

Pada proses ini kayu disusun sesuai urutan dari ukuran yang pendek ke yang paling panjang juga disusun berdasarkan bunyi kayu dari nada tinggi ke rendah dengan cara mengetuk-ngetuk kayu untuk mengetahui bunyinya sehingga menimbulkan gelombang bunyi.

  Pengukuran,

 Gelombang    

  bunyi.

 

9

Pelubangan

Gambar 10. Melubangkan Batang Kayu Lipa

Pada proses ini batang kayu diberi lubang dengan menggunakan besi yang runcingnya dipanaskan, kemudian terdapat gaya dengan memberi tekanan saat mendorong besi hingga tertusuk ke dalam kayu yang menyebabkan terjadi perpindahan panas dari besi ke kayu sehingga besi tembus ke bagian belakang kayu. Pelubangan dilakukan dengan cara diputar- putar hingga terjadi gesekan antara besi dengan kayu.

Kalor,

Gaya,

Tekanan.

10

Mengaitkan

 

Gambar 11. Mengaitkan Setiap Batang Kayu Pali

Pada proses setiap batang kayu lapi diikat melalui dengan memberi tekanan agar semakin rapat dan kuat.

  Tekanan,

 

11

 Menggunakan

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 12. Permainan Musik Tennong-Tennong

 Pada proses ini alat musik dimainkan. Tennong-tennong sebagai alat musik pendukung utama, umumnya dimainkan oleh satu atau dia orang disamping pendukung lainnya, pada saat sekarang penyajian musik ini dapat dimainkan dengan cara dikalobarasikan dengan beberapa jenis alat musik lainnya seperti gambus, katto-katto, gendang, rinci, gong dan lainnya. Pada saat tennong-tennong diketuk atau dimainkan maka keluarlah gelombang bunyi.

  Gelombang

  Bunyi.

 

Pada tahap-tahap pembuatan alat tennong-tennong sampai penggunaanya banyak konsep IPA Fisika dapat kita kaitankan dalam proses pembuatannya. Materi yang dapat kita kaitkan pada umumnya materi pengukuran, gaya, tekanan, kalor, percepatan, energi potensial, kesetimbangan, dan gelombang bunyi.

Materi Pengukuran dapat kita amati pada proses pemotongan kayu pali sehinggah ukurannya sama, dan pada saat proses penyusunan alat-alat tennong-tennong demgan menyusung kayu pali dari ukuran terkecil ke ukuran terbesar. Pada pembelajaran kita dapat mengaikatkan proses tersebut pada materi pengukuran terutama pada mengukur tidak baku. Materi ini dapat diajarka pada sekolah dasar dan SMP/MTs dikelas 7 semerter pertama pada pembelajaran IPA selanjutnya dapat diajarkan di SMA/MA pada kelas 11 Semester pertama. sehinggah ketika kita akan mengkaitkan materi ini dengan kearifan lokal yang ada Sulawesi selatan kita dapat mengkaitkannya dengan proses pembuatan tennong-tennong ini.

Materi Gaya dapat kita amati pada proses atau tahapan kayu pali di tebang, memikul, meraut. mengampas, memotong, membelah, dan pelubangan. Materi gaya yang dapat kita kaitkan pada tahapan tersebut yaitu gaya gesek, gaya normal, gaya berat, dan gaya (Mulyaningsih et al., 2023). Selanjutnya materi tekanan pada tahapan mengaitkan, materi kalor pada tahapan menjemur kayu pali dan pelubangan, materi kesetimbangan, usaha dan perpindahan dan energi potensial pada tahapan memikul.

Gelombang bunyi dapat kita amati pada tahapan menyusun kayu pali. Pada proses ini kayu disusun sesuai urutan dari ukuran yang pendek ke yang paling panjang juga disusun berdasarkan bunyi kayu dari nada tinggi ke rendah dengan cara mengetuk-ngetuk kayu untuk mengetahui bunyinya sehingga menimbulkan gelombang bunyi, dan pada saat alat musik tennong-tennong ini dimainkan. Bunyi merupakan getaran yang merambat dalam bentuk gelombang longitudinal (Nurhayati, 2018). Getaran tersebut mempengaruhi medium di sekitarnya. Artinya medium yang dilalui bunyi ikut bergetar. Salah satu akibat pengaruh getaran terhadap medium di sekitarnya (udara) adalah timbulnya bunyi yang semakin keras. Gejala seperti ini dinamakan resonansi. Resonansi dapat terjadi pada kolom udara. Bunyi akan terdengar kuat ketika panjang kolom udara mencapai kelipatan ganjil dari seperempat panjang gelombang bunyi.

Alat musik tennong-tennong terdiri dari kotak resonansi yang di atasnya terdapat lempengan-lempengan kayu yang berfungsi sebagai penghasil getaran jika dipukul. Apabila kayu tersebut dipukul, getarannya menyebabkan udara yang ada di bawahnya ikut bergetar atau beresonansi sehingga menghasilkan nada yang lebih tinggi. Pada tahap permainan alat musik tennong-tennong ini dapat dimainkan dengan alat musik lain sehinggah Suara dari sebuah alat musik tidak hanya terdiri dari satu frekuensi saja. Artinya tidak hanya terdapat satu gelombang saja yang membentuk bunyi suatu alat musik. Gelombang-gelombang tersebut saling berinterferensi membentuk gelombang baru yang periodik. Pola gelombang hasil interferensi tersebut kita kenal dengan gelombang nonsinusoidal. Pola gelombang (bentuknya) tersebut mempengaruhi suara yang kita dengar. Resonansi bunyi adalah ikut bergetarnya suatu benda akibat bergetarnya benda lain yang memiliki frekuensi sama. Frekuensi yang dimaksud adalah frekuensi alami benda. Dengan bergetarnya semua benda yang frekuensinya sama, maka resonansi ini bisa memperkuat bunyi asli benda.

IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak hanya dirancang untuk mengaktifkan peserta didik tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadi penciptaan makna. Proses penciptaan makna melalui proses pembelajaran berbasis budaya memiliki beberapa komponen yaitu: tugas yang bermakna, interaksi aktif, penjelasan dan penerapan ilmu secara kontekstual dan pemanfaatan beragam sumber belajar dengan memahami bahwa IPA merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, maka IPA merupakan bagian dari budaya serta sangat berpengaruh terhadap perkembangan budaya tersebut di dalam mengembangkan materi pelajaran IPA juga memperhatikan faktor budaya sebagai sesuatu hal yang dekat dengan pengalaman peserta didik.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa pada tahapan atau proses pembuatan alat musik tennong-tennong beberapa konsep IPA Fisika yang dapat diintegrasikana atau digunakan ketika memberikan pembelajaran IPA Fisika.  Adapun konsep yang terdapat pada tahapan pembuatan alat musik tersebut yaitu pengukuran, gaya, tekanan, energi potensial, kalor, usaha dan perpindahan, kesetimbangan, dan materi gelombang bunyi.  Gelombang bunyi pada tahapan terakhir yang dapat diidentifkasi adalah getaran, gelombang, bunyi, resonansi, cepat rambat bunyi, dan pemantulan bunyi. Pembelajaran berbasis budaya menuntut guru memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi segala informasi yang berkaitan tentang budaya setempat pada materi yang akan dibahas, sehingga dalam proses konstruksi konsep IPA guru dapat mengintegrasikannya dengan proses pembuatan alat musik atau budaya yang ada di daerahnya. Alat musik tennong-tennong haruslah dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar ataupun kedepannya dapat dibuatkan bahan ajar yang berbasiskan kearifan lokal.

 

BIBLIOGRAFI

 

Arends, R. (2008). Learning to Teach. Pustaka Pelajar.

Creswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing Among Five Approaches (3rd Ed). SAGE Publications, Inc.

Fahrurrozi, M. (2015). Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Surya Pena Gemilang.

Fibria, M. M. (2023). Seni Musik Menurut Ziauddin Sardar Dalam Buku Reading The Qur’an. IAIN Ponorogo.

Hakim, A. R., & Darojat, J. (2023). Pendidikan multikultural dalam membentuk karakter dan Identitas Nasional. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 8(3), 1337–1346.

Kusumawati, E. (2023). Optimalisasi Mutu Pendidikan melalui Kepemimpinan Inovatif. Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan12(1), 107-111.

Kusumawati, E. (2023). Analysis of the Relationship Between the School Principal's Visionary Leadership and Kindergarten Teachers' Performance. Journal of Innovation in Educational and Cultural Research4(1), 89-97.

Mayasari, T. (2017). Integrasi budaya Indonesia dengan pendidikan sains. Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika), 12–17.

Muharram, B. (2007). Alam dan Budaya Budaya dan Seni Tradisional Maros. Direktori Potensi Wisata Budaya Di Kawasan Karst Maros-Pangkep Sulawesi Selatan Indonesia, 73.

Mulyaningsih, N. N., Jahrudin, A., Astuti, I. A. D., & Okyranida, I. Y. (2023). Etnofisika dalam Seri Permainan Tradisional. Syiah Kuala University Press.

Nurhayati, N. (2018). Getaran Dan Perambatan Bunyi Serta Macam-Macam Perambatan Bunyi. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Nurjanah, A., Situmorang, A., Paturohmah, P. S., & Ruminda, R. (2024). Do Female Students Learn Language Better Than Male Students?. Matriks Jurnal Sosial dan Sains5(2), 9-17.

Rezaldi, A. (2018). Proses Pembuatan Tennong–Tennong Sebagai Upaya Pelestarian Alat Musik Tradisional Di Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan. Universitas Negeri Makassar.

Sari, N. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Materi Gelombang Bunyi Di Kelas XI Semester II SMA Negeri 8 Medan Provinsi Sumatera Utara TP 2017/2018.

Suardana, I. N., & Retug, N. (2013). Pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali bagi guru-guru sains SMP di Kecamatan Buleleng. Widya Laksana, 2(1), 9–19.

Suastra, I. W. (2005). Merekonstruksi sains asli (indigenous science) dalam rangka mengembangkan pendidikan sains berbasis budaya lokal di sekolah: Studi etnosains pada masyarakat Penglipuran Bali. Universitas Pendidikan Indonesia.

Wardani, K. S. K. (2021). Ethnosains dalam pembelajaran berbasis content local genius (Gamelan Bali). Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum Dan Pendidikan, 20(1), 1187–1194.

Zahrika, N. A., & Andaryani, E. T. (2023). Kurikulum Berbasis Budaya untuk Sekolah Dasar: Menyelaraskan Pendidikan dengan Identitas Lokal. Pedagogika: Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan, 3(2), 163–169.

 

Copyright holder:

Eka Sriwahyuni (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: