Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

 

HUBUNGAN LOKASI INFARK MIOKARD DENGAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DENGAN KOMORBID HIPERTENSI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

 

Amanda Putri Berlian Hutapea1, Andria Priyana2 

Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia1

Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak  

Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan penyakit  kardiovaskular yang paling sering terjadi  dan menjadi salah satu  sindrom koroner  akut (ACS) yang terparah .Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko sindroma koroner akut . Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium , elevasi  segmen ST pada elektrokardiogram serta peningkatan biomarker nekrosis otot jantung. Di masa sekarang, 5- 6% penderita STEMI memerlukan rawat inap, dan 7-18% berujung kematian dalam kurun satu tahun.Lama rawat inap merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan besarnya jumlah biaya yang dikenakan selama penanganan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lokasi infark miokard dengan lama rawat inap pada pasien ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) disertai komorbid Hipertensi di RSUP. Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan desain potong lintang (cross-sectional). Pengumpulan data berupa rekam medis pasien stemi dengan komorbid hipertensi. Sampel penelitian berjumlah 97 data. Hasil penelitian ini dianalisis dengan uji chi square  menunjukan terdapat hubungan antara lokasi infark (p value =0,000), derajat hipertensi (p value=0,001) dengan lama rawat inap pada pasien stemi dengan komorbid hipertensi  dan koefisien kontigensi didapatkan hubungan antara lokasi infark dengan lama rawat inap dengan nilai siginifikan sebesar 0,000 < alpha 0,05. Oleh sebab itu disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi infark miokard dengan lama rawat inap pasien STEMI dengan komorbid hipertensi. 

Kata kunci: Infark miokard, Hipertensi, Lama rawat inap

 

Abstract

 Myocardial infarction with ST segment elevation (STEMI) is the most common cardiovascular disease and is one of the most severe acute coronary syndromes (ACS). Hypertension is a risk factor for acute coronary syndrome. Myocardial infarction with ST segment elevation (STEMI)  characterized by typical symptoms of myocardial ischemia, ST segment elevation on electrocardiogram and increased biomarkers of myocardial necrosis. Currently, 5-6% of people with STEMI disease require hospitalization, and 7-18% end in death within one year. The length of stay is one of the factors related to the large amount of fees charged for treating cardiovascular disease. This research aims to assure the relationship between the location of myocardial infarction and the length of stay in ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) patients accompanied by comorbid hypertension at RSUP. Haji Adam Malik Medan. This was an analytic observational study with a cross-sectional design. Data collection was in the form of medical records of stemi patients with comorbid hypertension. The research sample is 97 data. The results of this research were examined by the chi-square test showing that there was a relationship between infarction location (p value = 0.000), stage of hypertension (p value = 0.001) and length of  hospitalization in stemi patients with hypertension and the contingency coefficient found a relationship between infarction location and length of stay hospitalization with a significant value of 0.000 <alpha 0.05. Therefore, it was concluded that there was a relation among the location of myocardial infarction and the length of stay of STEMI patients with comorbid hypertension.

Keywords: Myocardial infarction, hypertension, length of stay

 

 

Pendahuluan

Penyakit Kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan 17,9 juta manusia di seluruh dunia wafat dikarenakan penyakit kardiovaskular ditahun 2016, terhitung 31 % dari kematian global (WHO, 2019). Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner. Sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, studi pada tahun 2014 menemukan bahwa 12,9% kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Kemkesgoid, 2018). Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner yang terdiagnosa oleh dokter sejumlah 0,5%. Penyakit jantung koroner  menempati  posisi ketujuh tertinggi penyakit tidak menular  di Sumatera Utara.  Sebesar 1,1% pasien yang mengalami gejala, belum pernah didiagnosis penyakit jantung koroner oleh dokter (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021).  Lama rawat inap merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan besarnya jumlah biaya yang dikenakan selama penanganan penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, prevalensi penyakit kardiovaskular yang tinggi  menyebabkan kebutuhan fasilitas medis dan biaya semakin meningkat.  Didapatkan rata-rata waktu paling lama pasien penderita sindrom koroner akut dirawat inap adalah 7 hari (Oktarina et al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan Rajesh V dkk ,  penderita infark miokard yang dirawat inap paling lama di rumah sakit 27% memiliki tingkat kematian serta major adverse cardiovascular events (MACE) tertinggi (Swaminathan et al., 2015).  

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko sindroma koroner akut yang erat kaitannya terhadap usia . Setidaknya 30% orang dewasa di negara maju  memiliki riwayat hipertensi. Reinstadler et al menemukan bahwa penderita  hipertensi berisiko lebih dari tiga kali lipat mengalami kejadian jantung yang merugikan dalam 12 bulan  uji populasi klinis yang dilakukan pada 792 pasien dengan stemi akut (Carrick et al., 2018). Berdasarkan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2018, hipertensi menjadi faktor  utama  kejadian kardiovaskular  pada infark miokard akut (Kirthi et al., 2019). Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan di  RSUP dr. Kariadi tahun 2014 didapatkan sebesar 70,2 % dari 188 pasien STEMI yang di rawat inap  memiliki komorbid hipertensi (Muhammad & Ardhianto, 2015).

Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan penyakit  kardiovaskular yang paling umum dan menjadi salah satu  sindrom koroner  akut (ACS) yang terparah. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium,elevasi segmen ST pada elektrokardiogram serta peningkatan biomarker nekrosis otot jantung (Aw et al., 2014). Di masa sekarang, insiden STEMI adalah kurang lebih 25- 40% untuk tipe infark miokard, dimana 5- 6% penderitanya memerlukan rawat inap, dan 7-18% berujung kematian dalam kurun satu tahun (O’gara et al., 2013). Infark miokard akut merupakan  kematian sel  miokardium  akibat aliran darah yang tidak adekuat yang disebabkan oleh adanya oklusi akut arteri koroner. Oklusi akut arteri koroner sendiri  dapat disebakan oleh adanya  obstruksi baru akibat ruptur plak ateroma di arteri  koroner,  thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, serta mikroemboli distal. Selain itu, oklusi akut ini juga dapat terjadi akibat spasme arteri  koroner, emboli,  atau vasculitis (Muttaqin, 2009), sebuah studi oleh oleh  Velagapudi, Poonam et al, pada pasien dengan infark miokard akut diperoleh hubungan antara lokasi infark miokard dan lama rawat  dan menemukan bahwa proporsi pasien dengan STEMI anterior secara signifikan lebih tinggi pada pasien  dengan lama rawatan inap yaitu lebih dari 3 hari sedangkan STEMI inferior  terjadi pada penderita yang mendapatkan rawat inap lebih  kurang dari dua hari (Velagapudi et al., 2018).

Dalam kelompok lokasi adanya infark miokard pada pasien STEMI, Penderita dengan lokasi infark miokard anterior yang lebih banyak ditemukan sebanyak 37 penderita. Hal ini dikarenakan arteri koroner kiri jantung  75% bagian jantung terutama bagian anterior jantung, telah lama tersumbat oleh thrombus dan spasme pada arteri koroner di waktu yang lama (Gupta et al., 2022).

Analisis yang dilakukan dengan tujuan memperjelas hubungan lokasi infark miokard dan derajat hipertensi dengan lama rawat penderita STEMI. Mengetahui lokasi infark miokard, memungkinkan untuk memperkirakan lama rawat inap penderita STEMI, dimana memberikan informasi terlebih dahulu tentang biaya yang diperlukan untuk lama rawat inap dan sebagai bahan referensi  keluarga pasien serta pihak rumah sakit.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan desain potong lintang (cross-sectional) dan dengan dilakukan uji  chi square . Penelitian ini dilakukan pada pasien stemi dengan komorbid hipertensi di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2019-2020. Dengan jumlah 97 sampel yang di observasi melaluli rekam medis.Lokasi infark miokard merupakan variable bebas dan lama rawat inap merupakan variable terikat pada penelitian ini.

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian pada lama rawat inap, paling rendah dengan jumlah  23 (23,7%) yaitu pasien dengan stemi lokasi infark inferior sedangkan untuk paling lama dengan jumlah 31 atau 32,0%. Yaitu pada pasien stemi lokasi infark anteroseptal.

 

Tabel 1. Hubungan Lokasi Infark Miokard dengan Lama Rawat Inap

 Lokasi Infark

 

      Lama rawat

    Pendek              Panjang

 

Total

 

P-value

        Anterior

N

11

1

12

0,000

 

%

11,3%

1,0%

12,4%

 

Anteroseptal

N

8

31

39

 

 

%

8,2%

32,0%

40,2%

 

Anterolateral

N

1

4

5

 

 

%

1,0%

4,1%

5,2%

 

Anterior Ekstensif

N

2

13

15

 

 

%

2,1%

13,4%

15,5%

 

Inferior

N

23

3

26

 

 

%

23,7%

3,1%

26,8%

 

      Total

N

45

52

97

 

 

%

46,4%

53,6%

100,0%

 

 

Berdasarkan uji chi square antara lokasi infark terhadap lama rawat. Diperoleh bahwa nilai nilai p-value Pearson Chi Square sebesar 0,000 artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (0,05) (Tabel 2).

 

Tabel 2. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Lama Rawat Inap

Lokasi Infark

 

      Lama rawat

    Pendek              Panjang

 

Total

 

P-value

Hipertensi stage I

N

23

11

34

0,001

 

%

23,7%

11,3%

35,1%

 

Hipertensi stage II

N

18

23

41

 

 

%

18,6%

23,7%

42,3%

 

Hipertensi stage III

N

4

18

22

 

 

%

4,1%

18,6%

22,7%

 

Total

N

45

52

97

 

 

%

46,4%

53,6%

100,0%

 

 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi infark terhadap lama rawat. Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Gupta,dkk yang menemukan hubungan signifikan antara lokasi anterior  (p value: 0,028) dengan lama rawat inap (Gupta et al., 2022).  Penelitian sebelumnya juga mengaitkan  stemi lokasi infark anterior  dengan peningkatan insiden gagal jantung akut, fibrilasi ventrikel, dan kematian. Setelah keluar, pasien dengan stemi lokasi anterior berkorelasi dengan prognosis jangka panjang yang buruk. Stemi  anterior terkait dengan blok cabang berkas kanan (RBBB) dapat membuat prognosis yang buruk (Bansal et al., 2020). Menurut penelitian oleh  mirbolouk, dkk  “pasien dengan lokasi infark anterior mengalami lama rawat inap lebih dari 6 hari” (Mirbolouk et al., 2020). Berbeda dengan hasil penelitian oleh teodorus, dkk yaitu tidak terdapat hubungan antara lama rawat inap dengan lokasi infark miokard (Saputra, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian derajat hipertensi stage I pada lama rawat pendek sebanyak 23 atau 23,7%. Sedangkan pada lama rawat panjang sebanyak 11 atau 11,3%. Kemudian Stage II pada lama rawat pendek sebanyak 18 atau 18,6%. Sedangkan pada lama rawat panjang sebanyak 23 atau 23,7%. Hipertensi stage III pada lama rawat pendek sebanyak 4 atau 4,1%. Sedangkan pada lama rawat panjang sebanyak 18 atau 18,6% (Tabel 2). Berdasarkan uji chi square antara derajat hipertensi terhadap lama rawat. Diperoleh bahwa  nilai p-value Pearson Chi Square sebesar 0,001 artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (0,05) .Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara derajat hipertensi terhadap lama rawat. Sesuai dengan hasil penelitian Song et al. (2021) ketika tekanan darah meningkat secara signifikan ≥ 160 mmHg dapat meningkatkan resiko tinggi terhadap infark miokard bahkan dapat menyebabkan kematian (Song et al., 2021). Pada penelitian abbas,dkk pasien dengan riwayat hipertensi maupun pasien hipertensi pada saat masuk menjadi prediktor yang memperlama lama rawat inap (Rezaianzadeh et al., 2020). “Gruppo.Italiano per lo. Studio della Sopravvivenza nell'Infarto Miocardico (GISSI-2) pada 11.483 pasien yang menderita STEMI mendokumentasikan bahwa riwayat hipertensi dikaitkan dengan kematian di rumah sakit dan 6 bulan menimbulkan mortalitas” (Konstantinou et al., 2019). Dari penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa pasien stemi dengan riwayat hipertensi mempunyai resiko yang sangat tinggi dan kemungkinan komplikasi sehingga dapat menyebabkan lama  rawatan di rumah sakit lebih lama untuk mengurangi resiko tersebut. Tekanan darah yang tinggi dapat menunjukkan peningkatan stress mekanik pada pembuluh darah yang berkontribusi terhadap disfungsi endotel, memicu  aterosklerosis dengan memperburuk resitensi insulin, ruptur plak. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan  hipertrofi jantung yang merupakan faktor risiko independen untuk infark miokard (Konstantinou et al., 2019; Picariello et al., 2011). Hipertrofi ventrikel kiri dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan oksigen yang menyebabkan perkembangan pembuluh arteri baru (kolateral) untuk memasok miokardium (Picariello et al., 2011).

 

Kesimpulan

Berdasarkan lokasi infark miokard mayoritas adalah anteroseptal sebanyak 39 atau (40,2%), dan sisanya anterior sebanyak 12 (12,4%), anterolateral sebanyak 5 (5,2%), anterior ekstensif sebanyak 15 (15,5%), dan inferior 26 (26,8%) dan untuk lama rawat inap pasien stemi dengan komorbid hipertensi dari tahun 20192020 didapatkan kenaikan rata-rata dari 7,74 menjadi 8,07 hari. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan lokasi infark miokard dengan lama rawat inap pada pasien stemi dengan komorbid hipertensi. Dengan lama rawat inap pendek  yaitu pasien stemi  infark inferior sedangkan untuk lama rawat panjang  pada pasien stemi infark anteroseptal. Terdapat hubungan antara derajat hipertensi dengan lama rawat inap pada pasien stemi dengan komorbid hipertensi dengan nilai p = sebesar 0,001 lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (0,05). Mayoritas pasien dengan hipertensi derajat II dan obat anti hipertensi ACE -inhibitor.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan antara lokasi infark miokard terhadap pasien stemi dengan komorbid hipertensi  di rumah sakit lainnya sehingga dapat diketahui standar pelayanan rumah sakit dan untuk meningkatkan stardarisasi rumah sakit dan juga untuk mengetahui faktor lain apa saja yang dapat menyebabkan lama rawat inap pada pasien stemi sehingga pasien yang dirawat inap bisa lebih efektif tanpa biaya berlebih dan juga penulis menyarankan untuk memperhatikan kelengkapan data medis , sistem penyimpanan agar mengurangi kesulitan untuk penelitian selanjutnya.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aw, S., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ii Edisi Vi. Interna Publishing.

Bansal, K., Gore, M., & Nalabothu, P. (2020). Anterior Myocardial Infarction.

Carrick, D., Haig, C., Maznyczka, A. M., Carberry, J., Mangion, K., Ahmed, N., Yue May, V. T., McEntegart, M., Petrie, M. C., & Eteiba, H. (2018). Hypertension, microvascular pathology, and prognosis after an acute myocardial infarction. Hypertension, 72(3), 720–730.

Gupta, V., Tahir, S. M., & Yadav, R. D. (2022). Acute anterior wall myocardial infarction: The importance of ST-Segment change in lead aVR. Current Medical Issues, 20(2), 63–68.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Situasi Kesehatan Jantung. Kemkes.Go.Id. https://www.kemkes.go.id/article/view/15021800003/situasikesehatan-jantung.html

Kemkesgoid. (2018). Repositori Litbang Kesehatan. Laporan Nasional Riskesdas. http://repository.litbang.kemkes.go.id/3514/

Kirthi, A. A. A. K., Yasmin, A. A. A. D. A., Artha, I. M. J. R., & Bhargah, A. (2019). Hipertensi sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien infark miokard akut pada tahun 2018 di RSUP Sanglah Denpasar, Bali-Indonesia. Intisari Sains Medis, 10(3).

Konstantinou, K., Tsioufis, C., Koumelli, A., Mantzouranis, M., Kasiakogias, A., Doumas, M., & Tousoulis, D. (2019). Hypertension and patients with acute coronary syndrome: Putting blood pressure levels into perspective. The Journal of Clinical Hypertension, 21(8), 1135–1143.

Mirbolouk, F., Salari, A., Gholipour, M., Nikfarjam, S., Pourbahador, R., Mohamadnia, H., & Akbari-Parsa, N. (2020). The factors related to hospitalization period in patients with acute myocardial infarction treated after primary percutaneous coronary intervention. ARYA Atherosclerosis, 16(3), 115.

Muhammad, G. R., & Ardhianto, P. (2015). Profil Faktor Risiko Atherosklerosis Pada Kejadian Infark Miokard Akut Dengan St-Segment Elevasi di RSUP DR. KARIADI. Faculty of Medicine.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem. Kardiovaskular Dan Hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

O’gara, P. T., Kushner, F. G., Ascheim, D. D., Casey Jr, D. E., Chung, M. K., De Lemos, J. A., Ettinger, S. M., Fang, J. C., Fesmire, F. M., & Franklin, B. A. (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial infarction: executive summary: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation, 127(4), 529–555.

Oktarina, R., Karani, Y., & Edward, Z. (2013). Hubungan kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit dengan lama hari rawat pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2), 94–97.

Picariello, C., Lazzeri, C., Attana, P., Chiostri, M., Gensini, G. F., & Valente, S. (2011). The impact of hypertension on patients with acute coronary syndromes. International Journal of Hypertension, 2011.

Rezaianzadeh, A., Dastoorpoor, M., Sanaei, M., Salehnasab, C., Mohammadi, M. J., & Mousavizadeh, A. (2020). Predictors of length of stay in the coronary care unit in patient with acute coronary syndrome based on data mining methods. Clinical Epidemiology and Global Health, 8(2), 383–388.

Saputra, T. T. (2014). Hubungan lokasi infark dengan mortalitas pada pasien infark miokard akut yang dirawat di ruang intensive cardiac care unit (iccu) rsu dokter soedarso pontianak. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura, 3(1).

Song, M.-S., Choi, Y. joo, Kim, H., Nam, M. J., Lee, C., Han, K., Jung, J.-H., Park, Y.-G., Kim, D.-H., & Park, J.-H. (2021). Relationship between blood pressure levels and ischemic stroke, myocardial infarction, and mortality in very elderly patients taking antihypertensives: a nationwide population-based cohort study. BMC Geriatrics, 21, 1–8.

Swaminathan, R. V, Rao, S. V, McCoy, L. A., Kim, L. K., Minutello, R. M., Wong, S. C., Yang, D. C., Saha-Chaudhuri, P., Singh, H. S., & Bergman, G. (2015). Hospital length of stay and clinical outcomes in older STEMI patients after primary PCI: a report from the National Cardiovascular Data Registry. Journal of the American College of Cardiology, 65(12), 1161–1171.

Velagapudi, P., Kolte, D., Ather, K., Khera, S., Gupta, T., Gordon, P. C., Aronow, H. D., Kirtane, A. J., & Abbott, J. D. (2018). Temporal trends and factors associated with prolonged length of stay in patients with ST-elevation myocardial infarction undergoing primary percutaneous coronary intervention. The American Journal of Cardiology, 122(2), 185–191.

WHO. (2019). Cardiovascular diseases. World Health Organization. https://www.who.int/health-topics/cardiovascular-diseases#tab=tab_2

 

 

 

Copyright holder:

Amanda Putri Berlian Hutapea, Andria Priyana (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: