Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

 

DASAR HUKUM PELAKSANAAN E-RUPS PT TERTUTUP

 

Ardes Bonaventura, Tjhong Sendrawan

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

E-RUPS atau Rapat Umum Pemegang Saham secara Elektronik adalah pelaksanaan RUPS oleh Perseroan Terbatas (PT) dengan menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya, yang telah diakomodasi dalam ketentuan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juncto Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan ketentuan POJK Nomor 16 Tahun 2020. Akan tetapi, pengaturan tersebut pada praktiknya ditujukan bagi PT Terbuka. Hal ini dibuktikan dengan penyediaan sarana media elektronik oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia yakni eASY.KSEI bagi PT Terbuka. Bagi PT Tertutup, belum ada penganturan secara spesifik atau penegasan penunjukan sarana media elektronik yang dapat digunakan untuk melakukan E-RUPS. Dengan demikian, dasar hukum penyelenggaraan E-RUPS PT Tertutup perlu ditinjau lebih jauh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dasar hukum dan keabsahan penggunaan sarana media elektronik bagi E-RUPS PT Tertutup dan produk hukum yang dihasilkannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah doktrinal yakni dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keabsahan E-RUPS dan produk yang dihasilkan dalam E-RUPS tersebut yakni Akta Notaris, ditentukan dengan memerhatikan dua hal yaitu kekuatan pembuktian formal berupa pernyataan Notaris sebagai pejabat umum dan kekuatan pembuktian material yang dititiberatkan kepada autentikasi para penghadap serta saksi yang diatur dalam ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juncto ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kata Kunci: E-RUPS, Perseroan Terbatas, Sarana Media Elektronik             

 

Abstract

E-GMS or Electronic General Meeting of Shareholders is the implementation of a GMS by a Limited Liability Company (PT) using teleconference media, video conferences, or other electronic media facilities, which have been accommodated in the provisions of Article 15 paragraph 3 of Law Number 2 of 2014 concerning Notary position in conjunction with Article 77 paragraph 1 of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and the provisions of POJK Number 16 of 2020. However, in practice this regulation is intended for Public Limited Companies. This is proven by the provision of electronic media facilities by the Indonesian Central Securities Depository, namely eASY.KSEI, for PT Open. For Closed PTs, there have been no specific arrangements or confirmation of the appointment of electronic media facilities that can be used to conduct E-GMS. Thus, the legal basis for holding E-GMS of Closed PTs needs to be reviewed further. The aim of this research is to analyze the legal basis and validity of the use of electronic media for E-RUPS of Closed Companies and the legal products it produces. The research method used in writing this article is doctrinal, namely by conducting a literature study. The results of this research show that the validity of the E-GMS and the product produced in the E-GMS, namely the Notarial Deed, is determined by paying attention to two things, namely the strength of formal evidence in the form of a Notary's statement as a public official and the strength of material evidence which focuses on the authentication of the presenters and witnesses. which is regulated in the provisions of Article 39 of Law Number 2 of 2014 concerning Notary Positions in conjunction with the provisions of Articles 5 and 6 of Law Number 19 of 2016 concerning Electronic Information and Transactions.

Keywords: Electronic GMS; Private Limited Liability Company; Electronic Media Facilities

 

 

Pendahuluan

Pandemi Corona Virus Disease 2019 mewabah di seluruh dunia termasuk di Indonesia dan pada bulan Maret 2020, World Health Organization atau WHO mengumumkan bahwa pandemi tersebut merupakan pandemi global karena telah menginfeksi kurang lebih seratus empat belas negara di seluruh dunia. Dalam rangka memutus rantai penularan virus tersebut, Pemerintah Indonesia mengesahkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan kedaruratan kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB (Telaumbanua, 2020). Inti dari kedua penerapan peraturan tersebut adalah mengenai pemberlakuan social distancing yang kemudian berdampak kepada penerapan budaya bekerja dari rumah oleh berbagai perusahaan.

Hal ini memberikan dampak signifikan bagi segala kegiatan bisnis. Namun demikian, ketentuan Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengantisipasi hal ini dan memberikan jalan bagi penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS untuk dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Widiyawati, 2016).

Pada tahun yang sama yakni tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menetapkan sebuah peraturan mengenai media telekonferensi ini yakni melalui POJK Nomor 16 Tahun 2020 dan menyediakan sarana media elektronik yang dikenal dengan eASY KSEI melalui Kustodian Sentral Efek Indonesia (Taswan, 2022). Akan tetapi, eASY.KSEI ini hanya diselenggarakan bagi PT Publik. Yang mana diketahui bahwa PT Publik adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Dengan demikian, belum ada penegasan penunjukan suatu sarana media elektronik yang dapat digunakan bagi PT Tertutup untuk melakukan E-RUPS dan keabsahan akta yang dibuat oleh Notaris melalui sarana media elektronik selain eASY.KSEI (Irfansyah, 2021).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, penulis menemukan permasalahan hukum yakni dasar hukum dan keabsahan penyelenggaraan E-RUPS PT Tertutup serta produk hukum yang dihasilkan dalam E-RUPS PT Tertutup tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dasar hukum dan keabsahan penggunaan sarana media elektronik bagi E-RUPS PT Tertutup dan produk hukum yang dihasilkannya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum (doctrinal research). Menurut Abdulkadir Muhammad, pada pokoknya doctrinal research berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum guna menjawab isu hukum yang dianalisis (Muhammad, 2004). Pendekatan yang digunakan di dalam artikel ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Peter Mahmud Marzuki, menyatakan bahwa pendekatan perundang- undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dibahas. Sedangkan, pendekatan konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan, dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

Dalam penelitian hukum, umumnya bahan hukum yang digunakan terdiri dari dua, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Marzuki, 2011). Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia. Bahan hukum sekunder diperoleh dari literatur-literatur hukum, penelitian, tesis, disertasi, artikel, jurnal-jurnal hukum, kamus hukum, media internet ataupun komentar-komentar atas putusan pengadilan yang memiliki keterkaitan dengan rumusan masalah yang diteliti. Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan tersebut adalah bahan hukum yang relevan untuk menjawab isu hukum.

 

Hasil dan Pembahasan

Akibat berlakunya social distancing, budaya bekerja dari rumah menjadi suatu opsi bagi perusahaan untuk menjadi jalan keluar tetap berlangsungnya kegiatan bisnis. Budaya ini didukung oleh kemajuan teknologi berupa sarana media konferensi elektronik seperti Google Meet dan Zoom. Dengan sarana ini, seseorang dapat bertemu dengan orang lainnya secasra virtual melalui panggilan suara dan visual atau video dalam waktu yang bersaman (real time) (Makarim, 2020). Selain itu, percakapan yang dilakukan dengan aplikasi ini dapat direkam secara langsung sehingga dapat disimpan dan disaksikan di lain waktu. Lebih jauh, ‘ruangan’ daring yang disediakan oleh sarana media konferensi elektronik ini relatif aman dan terjamin karena dibuat oleh seorang host yang dapat memberlakukan pengimputan kata sandi bagi setiap orang yang hendak memasuki ‘ruangan’ tersebut. Dengan kata lain, hanya orang-orang yang memiliki kata sandi yang dapat masuk ke dalam ‘ruangan’ daring ini.

Berdasarkan uraian di atas, sarana media konferensi elektronik seperti Google Meet dan Zoom secara singkat sebenarnya telah menjadi jawaban bagi ketentuan Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juncto  Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Akan tetapi, seperti diketahui Google Meet dan Zoom bukanlah sarana media konferensi elektronik bagi E-RUPS yang secara resmi diselenggarakan oleh OJK. Satu-satunya sarana media konferensi elektronik yang secara resmi diselenggarakan oleh OJK adalah eASY.KSEI (Triandini et al., 2023).

Namun demikian, ketentuan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Peraturan Jabatan Notaris juncto penjelasannya dapat menjadi landasan fundamental untuk menjembatani pengaturan penyelenggaraan E-RUPS PT Tertutup menggunakan sarana media elektronik selain eASY.KSEI, yakni Google Meet dan Zoom.

 

“Kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut yaitu antara lain kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang.”

 

Pada ketentuan pasal tersebut tidak disebutkan bahwa sertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik hanya dapat dilakukan melalui eASY.KSEI, sehingga penggunaan Google Meet dan Zoom tidak dilarang (Adjie, 2014a). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Google Meet dan Zoom dapat digunakan sebagai sarana media konferensi elektronik bagi E-RUPS PT Tertutup selama tidak menyalahi hukum positif (Maheswara, 2023).

Hingga pada saat ini, satu-satunya peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan bagi E-RUPS hanyalah ketentuan POJK Nomor 16 Tahun 2020. Jadi, penyelenggaraan E-RUPS PT Tertutup melalui Google Meet dan Zoom adalah sah selama tata cara dan mekanisme yang dilakukan bersesuaian dengan POJK tersebut. Dengan kata lain, sejauh ini, E-RUPS PT Tertutup dapat mengadospsi pengaturan E-RUPS PT Terbuka. Berikut tata cara dan mekanisme E-RUPS berdasarkan ketentuan POJK Nomor 16 Tahun 2020.

1.     Informasi mengenai rencana pelaksanaan RUPS secara elektronik dalam pemberitahuan mata acara RUPS kepada Otoritas Jasa Keuangan, pengumuman RUPS, dan pemanggilan RUPS; dan menyelenggarakan RUPS secara fisik dengan dihadiri paling sedikit oleh: pimpinan RUPS; 1 (satu) orang anggota Direksi dan/atau 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris;

2.     Tempat Pelaksanaan RUPS Elektronik merupakan tempat dilaksanakannya RUPS secara fisik.

3.     Kehadiran Fisik dan Elektronik Pemegang saham atau Penerima Kuasa dari pemegang saham dapat hadir secara fisik maupun secara elektronik melalui e-RUPS yang disediakan oleh sistem yang disediakan oleh Perseroan.

4.     Jumlah Pemegang Saham atau Penerima Kuasa dari pemegang saham yang dapat hadir secara fisik dapat ditetapkan oleh Perseroan dengan ketentuan pemegang saham atau Penerima Kuasa dari pemegang saham yang lebih dahulu menyatakan akan hadir secara fisik lebih berhak untuk hadir secara fisik dibanding yang menyatakan kemudian, sampai dengan terpenuhinya jumlah yang telah ditetapkan.

5.     Kehadiran Pemegang Saham Secara Elektronik oleh sistem yang disediakan oleh Perseroan dapat menggantikan kehadiran pemegang saham secara fisik dan dihitung sebagai pemenuhan kuorum kehadiran

6.     Mengenai Pimpinan Rapat, Kecuali anggaran Dasar menentukan lain Rapat Umum Pemegang Saham dipimpin oleh Direksi, dalam hal Direksi tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun, hal mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, Rapat dipimpin oleh seorang Direktur yang ditunjuk oleh Direktur Utama, dalam hal semua Direktur tidak hadir atau berhalangan karena sebab apapun, hal mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, Rapat dipimpin oleh salah seorang anggota Dewan Komisaris, dalam hal semua anggota Komisaris tidak hadir atau berhalangan karena sebab apapun hal mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, maka Rapat dipimpin oleh seorang yang dipilih oleh dan dari antara yang hadir dalam rapat, pada anggaran dasar perseroan.

7.     Mengenai kuorum rapat, khusus untuk kuorum sahnya RUPS Tahunan didasarkn pada ketentuan Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 yang menyatakan bahwa RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

8.     E-RUPS dilaksanakan secara berurutan dengan efisien, yang harus memuat kegiatan paling sedikit: a. pembukaan; b. Penetapan kuorum kehadiran; c. pembahasan pertanyaan atau pendapat yang diajukan oleh pemegang saham atau kuasa pemegang saham yang diajukan secara elektronik pada setiap mata acara; d. penetapan keputusan setiap mata acara berdasarkan kuorum pengambilan keputusan; dan e. Penutupan.

9.     Media RUPS Elektronik yang dapat digunakan dalam RUPS elektronik atau telekonferensi adalah media atau aplikasi yang dapat memuat banyak orang.

10.  Ketentuan mengenai tanda tangan didasarkan pada ketentuan pasal 90 UUPT menyatakan bahwa:

a.   Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.

b.   Tanda tangan sebagaimana dimaksud tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. Untuk memenuhi kedua ketentuan tersebut di atas, dalam rapat ini dihadiri oleh peserta rapat secara video conference melalui platform Zoom.

11.   Fitur E-RUPS yang wajib disediakan adalah:

a.   untuk menampilkan tata tertib, bahan RUPS, dan mata acara RUPS yang diperlukan bagi pemegang saham untuk mengambil keputusan pada setiap mata acara RUPS;

b.   yang memungkinkan semua peserta RUPS berpartisipasi dan berinteraksi dalam RUPS;

c.   Untuk penghitungan kuorum kehadiran RUPS;

d.   untuk pemungutan dan penghitungan suara, termasuk jika terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham;

e.   untuk merekam seluruh interaksi dalam RUPS, baik dalam bentuk audio, visual, audio visual, maupun rekaman elektronik non audio visual; dan

f.    pemberian kuasa secara elektronik.

12.  Bentuk partisipasi dan interaksi dapat dilakukan melalui sarana audio, visual, audio visual, atau selain audio dan visual.

13.  Tata cara meeting menggunakan aplikasi zoom meeting.

a.   Memastikan kembali telah login ke aplikasi Zoom.

b.   Peserta diharapkan sudah masuk ruang meeting 15 menit sebelum meeting dimulai.

c.   Setelah masuk ruang meeting. Klik join Audio selanjutnya pilih Call Via Device Audio. Kemudian klik Mute. Klik Start Video untuk memunculkan video pada layar

14.   Pemberian Suara dalam E-RUPS dapat dilakukan setelah pemanggilan RUPS sampai dengan pembukaan masing-masing mata acara yang memerlukan pemungutan suara dalam RUPS. Penyedia e-RUPS wajib merahasiakan suara yang telah diberikan sampai pada saat penghitungan suara dilakukan. Pemegang saham yang telah memberikan suara secara elektronik sebelum RUPS dilaksanakan dianggap sah menghadiri RUPS. Pemegang saham yang telah memberikan suaranya secara elektronik dapat mengubah atau mencabut pilihan suaranya paling lambat sebelum pimpinan RUPS memulai pemungutan suara untuk pengambilan keputusan pada masing-masing mata acara RUPS dimaksud. Jika suara yang diberikan sebelum pelaksanaan RUPS tidak diubah atau dicabut, suara tersebut bersifat mengikat pada saat pimpinan RUPS menutup pemungutan suara untuk pengambilan keputusan pada masing-masing mata acara RUPS. Pemegang saham dengan hak suara sah yang telah hadir secara elektronik namun tidak menggunakan hak suaranya atau abstain, dianggap sah menghadiri RUPS dan memberikan suara yang sama dengan suara mayoritas pemegang saham yang memberikan suara dengan menambahkan suara dimaksud pada suara mayoritas pemegang saham.

15.  Risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris tanpa memerlukan tanda tangan dari para peserta RUPS.

16.  Penyedia e-RUPS wajib menyerahkan kepada notaris salinan cetakan yang memuat paling sedikit:

a.   Daftar pemegang saham yang hadir secara elektronik;

b.   Daftar pemegang saham yang memberikan kuasa secara elektronik;

c.   Rekapitulasi kuorum kehadiran dan kuorum keputusan;

d.   Transkrip rekaman seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk dilekatkan pada minuta risalah RUPS.

e.   Perseroan wajib juga menyerahkan kepada notaris salinan cetakan.

Di samping itu, ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Jabatan Notaris harus dilaksanakan agar tetap menjaga keabsahan RUPS telekonferensi, yakni sebagai berikut:

1.   Pihak dalam akta,  harus  memenuhi  syarat yakni paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan cakap melakukan perbuatan hukum

2.   Pihak dalam akta, harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya

3.   Pengenalan sebagaimana dimaksud dinyatakan secara tegas dalam Akta. Berikut merupakan ketentuan lainnya terkait keabsahan RUPS telekonferensi yang diatur dalam ketentuan Pasal 40 yang menyatakan bahwa:

a.   Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

b.   Saksi harus memenuhi syarat paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah; cakap melakukan perbuatan hukum; mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta; dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak

c.   Saksi yang sebagaimana dimaksud harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap

d.   Pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta. (Irma Devita, 2021)

Dalam E-RUPS, sama halnya dengan RUPS yang dilakukan secara langsung, terdapat 2 (dua) macam produk hukum yang dibuat oleh Notaris (Adjie, 2014b). Yang pertama adalah akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris atau yang dinamakan dengan akta partij (partijacteri) yakni akta yang dibuat di hadapan para pejabat yang diberikan wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta. Yang kedua adalah akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau yang dinamakan dengan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akte) merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu yang mana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukan para pihak. Hal ini berarti bahwa inisiatif tidak berasal dari orang atau pihak yang namanya diterangkan dalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta tersebut (Indrajaya et al., 2020).

Untuk keabsahan Akta Berita Acara RUPS berupa akta relaas tersebut mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian, yaitu (Nurita & Ayu, 2012):

1.   Kekuatan pembuktian lahiriah atau luar, artinya bahwa Akta Berita Acara RUPS tersebut mempunyai kemampuan untuk membuktikan sendiri keabsahannya.

2.   Kekuatan pembuktian formal, artinya adalah Pernyataan Notaris sebagai Pejabat Umum dalam tulisan sebagaimana yang tercantum dalam Akta tersebut adalah sebagaimana yang dilakukan dan disaksikan oleh Notaris sebagai Pejabat Umum yang memiliki kewenangan dalam membuat akta tersebut dalam menjalankan jabatannya.

3.   Kekuatan pembuktian material, artinya isi akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang yang menyuruh membuatkan Akta itu sebagai alat bukti terhadap dirinya. Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya yang merupakan pembuktian lengkap, maka akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada dalam akta partij maupun di dalam akta pejabat mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang, yakni apa yang ada, dan terdapat di atas tanda tangan mereka. Pembuktian sebaliknya terhadap kekuatan pembuktian formal ini juga berlaku pembatasan mengenai valsheids procedure.

Bahwa dapat disimpulkan jika dikaitkan dengan kepastian hukum maka sebenarnya E-RUPS telah memberikan kepastian hukum dan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan E-RUPS tidak seluruhnya dilakukan secara elektronik, melainkan terdapat beberapa ketentuan yang mengharuskan perwakilan dari masing-masing organ perusahaan untuk hadir secara fisik.

Mendukung uraian di atas, ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa:

1.   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah;

2.   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia;

3.   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.

4.   Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mengakomodasi pengaturan dan perlindungan hukum mengenai pembubuhan tanda tangan dalam bentuk elektronik sebagai salah satu bagian dari proses E-RUPS. Tanda tangan elektronik adalah suatu tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi (Sembiring, 2010). Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut (Mayasari, 2022):

1.     data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penandatangan;

2.     data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan

3.     segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui

4.     segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

5.     terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi penandatangannya;

6.     terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

Dengan demikian, Akta Notaris yang dibuat dalam E-RUPS yakni Akta Relaas berupa Risalah Rapat E-RUPS yang kemudian akan dibuat Akta Partij berupa Akta Pernyataan Keputusan Rapat atau PKR tetap memiliki kekuatan pembuktian sempurna selama pengecekan autentikasi tanda tangan elektonik dapat dilakukan dan dijamin oleh suatu Certification Authority sebagaimana disebutkan dalam poin 5 di atas.

 

Kesimpulan

E-RUPS PT Tertutup dimungkinkan menggunakan sarana media konferensi elektronik selain eASY.KSEI, seperti Google Meet dan Zoom, selama pelaksanaannya memenuhi tata cara dan mekanisme yang diatur dalam ketentuan POJK Nomor 16 Tahun 2020. Dasar hukum bagi pelaksanaan E-RUPS PT Tertutup ini ditemukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juncto Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sedangkan keabsahan E-RUPS dan produk yang dihasilkan dalam E-RUPS tersebut, dalam hal ini Akta Notaris, ditentukan dengan memerhatikan dua hal yaitu kekuatan pembuktian formal berupa pernyataan Notaris sebagai pejabat umum dan kekuatan pembuktian material yang dititiberatkan kepada autentikasi para penghadap serta saksi yang diatur dalam ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juncto ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

BIBLIOGRAFI

 

Adjie, H. (2014a). Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Adjie, H. (2014b). Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris & PPAT, Cet. II, Citra. Bandung: Aditya Bakti.

Indrajaya, R., Dimmarca, Y. E., Pamungkas, P. T., & Indrajaya, R. A. P. (2020). Notaris dan PPAT suatu Pengantar. Bengkulu: PT Refika Aditama.

Irfansyah, M. (2021). E-Proxy Sebagai Bentuk Pemberian Kuasa Dalam Pelaksanaan Rups Pt Terbuka; Tinjauan Terhadap Sistem Easy. Ksei Oleh Ksei. Indonesian Notary, 3(3), 32.

Maheswara, R. H. (2023). Landasan Hukum Pelaksanaan E-RUPS Dan Pembuatan Risalah Rapat E-RUPS Di Indonesia. Jurnal Education and Development, 11(1), 6–10.

Makarim, E. (2020). Notaris dan transaksi elektronik: kajian hukum tentang cybernotary atau electronic notary.

Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum, cetakan ke-11. Jakarta: Kencana.

Mayasari, Y. (2022). Kedudukan Hukum Tanda Tangan Elektronik. Jurnal Teknologi Dan Informasi, 4(1), 13–23.

Muhammad, A. (2004). Law and legal research. Bandung: Citra Aditya Bakti, 134.

Nurita, E., & Ayu, R. (2012). Cyber notary: pemahaman awal dalam konsep pemikiran. Refika Aditama.

Sembiring, S. (2010). Hukum investasi pembahasan dilengkapi dengan UU No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Nuansa Aulia.

Taswan, P. (2022). Pelaksanaanirups Secaraielektronik Pada Perusahaan Terbuka Berdasarkan POJK No. 16/POJK. 04/2020 (Studi RUPS Tahun Buku 2020 di PT Aneka Tambang Tbk).

Telaumbanua, D. (2020). Tinjauan Yuridis Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Akibat COVID-19. Jurnal Education and Development, 8(2), 30.

Triandini, M., Sutrisno, E., & Kartina, R. M. (2023). Penerapan Rapat Umum Pemegang Saham Elektronik (E-RUPS) Pada Pt.“X” Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Hukum Responsif, 14(2).

Widiyawati, C. W. (2016). Kajian Yuridis Keabsahan Pernyataan Keputusan Rapat Atas Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Malalui Media Telekonferensi. Surakarta: UNS.

 

 

Copyright holder:

Ardes Bonaventura, Tjhong Sendrawan (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: