Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

KEGUNAAN BNP DAN NT-PROBNP SEBAGAI DIAGNOSTIC BIOMARKERS PADA GAGAL JANTUNG DAN DISFUNGSI JANTUNG DALAM BIDANG KLINIS DAN FORENSIK

 

Muhammad Mulki Abdul Azis

Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Lebih dari 26 juta orang di dunia menderita gagal jantung dan disfungsi jantung. Pemeriksaan pada pasien dengan kedua penyakit ini, khususnya pada yang telah meninggal, sangat sulit dilakukan akibat dari kurangnya catatan rekam medis, keterbatasan pemeriksaan klinis dan perubahan morfologis yang tidak terlihat secara kasat mata. Saat ini, BNP dan NT-proBNP telah digunakan secara luas sebagai indikator yang signifikan untuk diagnosis gagal jantung dan disfungsi jantung, baik dalam bidang klinis maupun forensik, Telah cukup banyak studi yang meneliti kegunaan BNP dan NT-proBNP dari segala sisi di bidang klinis dan forensik. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas fitur biologis, penelitian terkini terkait aplikasinya dan prospek penelitian ke depan dari BNP dan NT-proBNP dalam bidang klinis dan forensik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, dengan mengumpulkan dan menganalisis literatur yang relevan terkait peran BNP dan NT-proBNP dalam diagnosis, terapi, dan prognosis penyakit jantung. BNP dan NT-proBNP merupakan biomarker yang penting dalam bidang klinis dan forensik untuk penilaian penyakit jantung. Dengan perkembangan teknologi di bidang biologi molekuler, diharapkan penggunaan BNP dan NT-proBNP dapat menjadi lebih tepat dan akurat di masa depan, meningkatkan diagnosis, pengobatan, dan pemahaman tentang penyakit jantung baik pada pasien hidup maupun post-mortem.

Kata kunci: BNP, NT-proBNP, Gagal Jantung, Disfungsi Jantung, Diagnostic Biomarkers

 

Abstract

More than 26 million people in the world suffer from heart failure and heart dysfunction. Examination of patients with both diseases, especially in the deceased, is very difficult due to lack of medical records, limitations of clinical examination and morphological changes that are not visible to the naked eye. Today, BNP and NT-proBNP have been widely used as significant indicators for the diagnosis of heart failure and cardiac dysfunction, both in clinical and forensic fields, and numerous studies have examined the usefulness of BNP and NT-proBNP from all sides in clinical and forensic fields. The purpose of this article is to discuss biological features, current research related to their applications and future research prospects of BNP and NT-proBNP in clinical and forensic fields. The method used in this study is a literature study, by collecting and analyzing relevant literature related to the role of BNP and NT-proBNP in the diagnosis, therapy, and prognosis of heart disease. BNP and NT-proBNP are important biomarkers in clinical and forensic fields for heart disease assessment. With technological developments in the field of molecular biology, it is expected that the use of BNP and NT-proBNP can become more precise and accurate in the future, improving diagnosis, treatment, and understanding of heart disease in both living and post-mortem patients.

Keywords: BNP, NT-proBNP, Heart Failure, Cardiac Dysfunction, Diagnostic Biomarkers

Pendahuluan

Lebih dari 26 juta orang di dunia menderita gagal jantung dan disfungsi jantung, dimana kedua hal ini telah menjadi masalah yang serius dalam kesehatan secara global, khususnya disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah populasi dengan usia 60 tahun ke atas. Untuk pasien yang dirawat, diagnosis dari gagal jantung dan disfungsi jantung dapat dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa pemeriksaan klinis, seperti electrocardiography dan echocardiography (Zhipeng Cao et al., 2019).

Akan tetapi, untuk pemeriksaan pada pasien yang sudah meninggal yang dilakukan oleh bagian forensik, diagnosis dari gagal jantung atau evaluasi dari fungsi jantung sangat sulit dilakukan karena kurangnya catatan rekam medis, keterbatasan menggunakan pemeriksaan klinis yang ada serta tidak adanya perubahan morfologis yang terlihat langsung secara kasat mata (Chen et al., 2012).

            Saat ini, Brain Natriuretic Peptide (BNP) dan N-terminal proBNP (NT-proBNP) telah digunakan secara luas sebagai indikator yang signifikan untuk diagnosis klinis dari gagal jantung dan disfungsi jantung (Rubattu et al., 2019). Pada tahun-tahun ke belakang, terdapat beberapa studi forensik yang meneliti terkait kegunaan BNP dan NT-proBNP dalam evaluasi fungsi jantung pada jenazah sebelum kematian mereka melalui eksperimen pada hewan serta spesimen postmortem dan kegunaan BNP dan NT-proBNP sebagai postomortem biomarker untuk diagnosis gagal jantung dan disfungsi jantung dalam bidang kedokteran forensik (Chen et al., 2012); (Palmiere et al., 2018).

            Akan tetapi, masih sedikit penelitian atau artikel yang membahas aplikasi dari BNP dan NT-proBNP dalam kedokteran forensik (Zhipeng Cao et al., 2019). Oleh karena itu, artikel ini akan membahas kegunaan dari BNP dan NT-proBNP dalam bidang klinis dan forensik serta prospek dari penggunaan BNP dan NT-proBNP di masa depan dalam bidang forensik. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membahas fitur biologis, penelitian terkini terkait aplikasinya dan prospek penelitian ke depan dari BNP dan NT-proBNP dalam bidang klinis dan forensik.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1)    Identifikasi topik penelitian: Gagal jantung dan disfungsi jantung sebagai masalah kesehatan global, diagnosis klinis menggunakan electrocardiography dan echocardiography, kesulitan dalam diagnosis pada pasien yang sudah meninggal, penggunaan BNP dan NT-proBNP sebagai indikator untuk diagnosis klinis dan forensik.

2)    Pencarian literatur: Melakukan pencarian literatur menggunakan database seperti PubMed, ScienceDirect, dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci seperti "heart failure", "cardiac dysfunction", "diagnosis", "forensic medicine", "BNP", dan "NT-proBNP". Pencarian dapat dilakukan dengan memasukkan kata kunci tersebut secara terpisah atau dikombinasikan.

3)    Seleksi literatur: Melakukan seleksi literatur dengan mempertimbangkan relevansi dengan topik penelitian, kualitas penelitian, dan tahun publikasi. Artikel yang dipilih harus memiliki hubungan dengan penggunaan BNP dan NT-proBNP dalam diagnosis klinis dan forensik.

4)    Analisis literatur: Melakukan analisis literatur dengan membaca dan memahami isi dari artikel yang dipilih. Informasi yang diperoleh dari artikel tersebut dapat digunakan untuk membahas kegunaan dari BNP dan NT-proBNP dalam bidang klinis dan forensik serta prospek dari penggunaan BNP dan NT-proBNP di masa depan dalam bidang forensik.

5)    Penulisan laporan: Menulis laporan berdasarkan hasil analisis literatur yang telah dilakukan. Laporan harus mencakup informasi tentang kegunaan dari BNP dan NT-proBNP dalam bidang klinis dan forensik serta prospek dari penggunaan BNP dan NT-proBNP di masa depan dalam bidang forensik.

 

Hasil dan Pembahasan

Fitur Biologis dari BNP dan NT-proBNP

Struktur, Sintesis dan Sekresi dari BNP dan NT-proBNP

            BNP utamanya disintesis dan disekresi oleh miosit pada ventrikel kiri sebagai respon dari miosit yang meregang akibat tekanan dari overload atau ekspansi volume dari ventrikel (Maalouf & Bailey, 2016). BNP pada manusia memiliki 32 polipeptida asam amino yang terdiri atas 17 cincin asam amino dengan ikatan disulfida yang menghubungkan dua residu sistein (Daniels & Maisel, 2007). Gen pengkode BNP terletak pada kromosom 1 dan mRNA pengkode BNP memiliki sekuens TATTAT yang tidak stabil dan berulang. Transkripsi dari mRNA BNP dan sintesis serta sekresi dari protein BNP terjadi dalam cara yang eksplosif dan dilepas dengan sangat cepat ke jaringan sekitar setelah terjadi sintesis miokardium (Zhipeng Cao et al., 2019).  

Pada kondisi patologis, mRNA yang tidak stabil dapat dengan cepat mensintesis 134 asam amino prekursor BNP (pre-proBNP) dan membuang N-terminal 26 amino acid signal peptide untuk membentuk 108 asam amino BNP (proBNP), kemudian proBNP akan dipisah oleh proNP konvertase, coron atau furin, menjadi sebuah 76 asam amino NT-proBNP yang tidak aktif dan sebuah 32 asam amino BNP yang aktif (Kerkelä et al., 2015). BNP dan NT-proBNP yang aktif dapat ditemukan di dalam plasma (Yamanouchi et al., 2010).

 

Reseptor Natriuetic Peptide

            Terdapat tiga Natriuetic Peptide Receptor (NPC) yang terikat pada membran, yaitu NPR-A, NPR-B dan NPR-C (Maalouf & Bailey, 2016). NPR-A merupakan efektor utama dari aksi Atrial Natriuetic Peptide (ANP) dan BNP, sedangkan NPR-B memediasi aktivitas dari C-Type Natriuetic Peptide (CNP). Aktivasi dari NPR-A dan NPR-B akan berakibat pada peningkatan dari Cyclic Guanylate Monophosphate (cGMP) (Kerkelä et al., 2015). Setelah berikatan dengan NPR-A, BNP akan memediasi aktivitas biologisnya dengan melawan renin-angiotensin-alodsterone system (RAAS) dan sistem saraf simpatetik sehingga terjadi peningkatan pada laju filtrasi glomerulus dan fraksi filtrasi serta diuretik, perasaan mual serta efek-efek vasodilatasi (Díez, 2017).

 

Degradasi BNP dan NT-proBNP

            NPR-C diperkirakan menjadi reseptor yang memediasi proses degradasi dan internalisasi dari pembersihan natriuretic peptide dair lingkungan ekstraseluler. Selain NPR-C, neutral endopeptidase (NEP), dipeptidyl peptidase-IV (DPPIV), dan insulin degrading enzyme (IDE) dipercaya terlibat dalam pembersihan BNP dalam kondisi fisiologis (Potter, 2011).

 

Regulasi Ekspresi Gen BNP

Sintesis dan sekresi dari BNP dapat dipicu oleh stress mekanik, iskemi sistemik dan hipoksia, faktor neurohormonal serta banyak lainnya. Akan tetapi, untuk saat ini belum ada penjelasan yang lebih jelas terkait mekanisme dari regulasi sintesis dan sekresi dari BNP yang lengkap. Secara umum, saat ini dipercaya bahwa adanya peregangan mekanik menjadi penyebab utama dari peningkatan kadar BNP di miokardium. Setelah adanya stress mekanik yang bekerja pada kardiomiosit, BNP dapat dipicu oleh jalur endothelin (ET)-independent atau jalur ET-dependent (Volpe et al., 2014).

 

Jalur ET-Independent

            Sinyal yang diakibatkan oleh stress mekanik akan mengaktivasi jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK) yang akan mengaktivasi promoter BNP. Produksi dari BNP yang dipicu oleh stess mekanik utamanya bergantung pada p38 MAPK, salah satu subtipe dari MAPK. p38 MAPK yang teraktivasi akan mengaktivasi nuclear factor kappa B (NF-KB) untuk selalu berikatan dengan stress-responsive elements (SSREs) yang terdapat di dalam promoter gen BNP dan akan terjadi aktivasi dari promoter gen BNP (Zhipeng Cao et al., 2019). Di antara empat subtipe dari p38 MAPK, p38α memicu transkripsi gen BNP melalui activator protein-1 (AP-1) dan p38β meregulasi ekspresi gen BNP melalui ET-1 induced transcription factor GATA-4. GATA-4 dan berbagai macam regulator transkripsi yang lain, seperti nuclear factor dari sel T yang teraktivasi, miokardin, serum response factor, dan lainnya, dipercaya menjadi efektor transkripsi yang meregulasi transkripsi dari BNP (Kerkelä et al., 2015).

 

Jalur ET-Dependent

            Stress mekanik akan menstimulasi pembentukan Angiotensin II dan ET-1 complexes yang akan mengaktivasi gen BNP melalui p38 MAPK dan jalur extracellular signal related kinase (ERK) (Zhipeng Cao et al., 2019). Terdapat beberapa studi pada hewan yang menunjukkan bahwa tingkat mRNA BNP di dalam ventrikel kiri pada mencit meningkat 4,5 kali lebih banyak dibandingkan grup kontrol setelah Angiotensin II diinjeksikan selama 6 jam dan ditingkatkan menjadi 1,8 kali lebih tinggi selama dua minggu. Di saat reseptor Angiotensin II tipe 1 (AT1R) anatagonis dimasukkan, tingkat mRNA BNP di dalam ventrikel kiri pada mencit menurun secara signifikan di mana hal ini diperkiran berhubungan dengan penurunan pada aldosteron.

Hal ini menunjukkan bahwa Angiotensin II memicu pengikatan BNP dengan AT1R (Majalahti et al., 2007). Angiotensin II telah terbukti terlibat dalam sintesis dari BNP saat terjadi fibrosis miokardium dengan memicu ekspresi gen ET-1 (Zhipeng Cao et al., 2019).ET diproduksi oleh sel-sel endotel dan kardiomiosit, dan memiliki tiga isomer peptide, dimana ET-1 menimbulkan vasokontriksi dan kontraksi dari otot halus dengan berikatan dengan resptor ET-A (Freeman et al., 2014). ET-1 juga merupakan salah satu penyebab utama dari penyakit-penyakiy kardiovaskuler dan telah dilaporkan dapat mengaktivasi faktor transkripsi NF-KB yang memediasi fosfolirasi dari p38 MAPK dan juga mengaktivasi faktor transkrpsi GATA-4 yang meregulasi ekspresi gen BNP (Zhipeng Cao et al., 2019).

 

Faktor-Faktor Lain

            Dilaporkan terdapat faktor-faktor lain yang juga meregulasi ekspresi gen BNP namun tidak terlalu dominan. Alodesteron telah dibuktikan secara luas dapat mengaktivasi NF-KB dan Angitoensin II dilaporkan dapat menstimulasi sintesis aldosetron, dimana aldosteron ditekan oleh BNP (Hu et al., 2015). Angiotensin II dan aldosteron terkadang berkolaborasi dalam kondisi-kondisi patologis untuk memicu fibrosis pada jantung, hipertropi dari kardiomiosit dan cardiac remodeling (Azibani et al., 2013). Tingkat dari hormone tiroid dan reseptor-reseptornya menurun pada pasien dengan gagal jantung dan infraksi miokardium, dimana hal ini menunjukkan BNP memediasi mekanisme patofisiologis dari tiroksin yang terlibat pada kondisi gagal jantung dan infraksi miokardium (Zhipeng Cao et al., 2019).

            Hormon tiroid dapat memicu hipertropi pada miosit kardium, dan gen BNP, sebagai target dari aksi hormon tiroid, meningkat di bawah aktivitas hormon tiroid termasuk aktivitas dari promoter BNP, mRNA BNP dan tingkat ekspresi dari protein BNP. Selain itu, limfosit T yang teraktivasi memproduksi faktor-faktor inflamatori seperti tumor necrosis factor, IL-1 dan IL-6 yang secara selektif meningkatkan sekresi dari BNP (Zhipeng Cao et al., 2019). Beberapa stimulus yang menyebabkan hipertropi pada jantung, iskemi dan kerusakan hipoksik, seperti growth factors, adrenergic receptor agonists (katekolamin), hormon tiroid, Ca2+, dan masih banyak lagi, dapat beraksi pada elemen-elemen promoter BNP melalui berbagai macam jalur dan mempengaruhi aktivitas dari promoter tersebut. Aktivasi dan transmisi dari jalur-jalur ini berbeda namun masih berhubungan satu sama lain (Sergeeva & Christoffels, 2013).

 

BNP dan NT-proBNP sebagai Clinical Biomarker untuk Diagnosis Gagal Jantung

            Gagal jantung merupakan penyakit sistemik multifaktorial yang berefek pada sekitar 1 hingga 2% populasi dewasa di dunia. Kasus-kasus gagal jantung secara umum dapat dibagi ke dalam dua jenis, “Heart Failure with Reduced Ejection Fraction” (HFrEF) dan “Heart Failure with Normal or Preserved Ejection Fraction” (HFnEF atau HFpEF), bergantung pada Ejection Fraction (EF) (Katz & Rolett, 2016). Berdasarkan American College of Cardiology Foundation/American Heart Association (ACCF/AHA) dan European Society Cardiology (ESC), BNP dan NT-proBNP dipertimbangkan sebagai biomarker yang paling baik dalam mendiagnosis gagal jantung dan disfungsi jantung. Kedua biomarker ini pun dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan, sebagai acuan untuk menentukan strategi penanganan yang sesuai dan prognosis dari penyakit-penyakit jantung (Khanam et al., 2017).

 

Clinical Cutoffs dari BNP dan NT-proBNP

            Panduan yang dikeluarkan oleh ESC terkait diagnosis dan penanganan untuk gagal jantung akut dan kronis pada tahun 2016 merekomendasikan untuk seluruh pasien suspek gagal jantung akut untuk diperiksa terkait tingkat natriuretic peptide di dalam plasma (BNP dan NT-proBNP) untuk membantu dalam identifikasi gagal jantung akut. Batas atas normal dari BNP untuk pasien non-akut adalah 35 pg/mL dan untuk NT-proBNP adalah 125 pg/mL, dimana pada pasien akut, batas atas untuk BNP adalah 100 pg/mL dan untuk NT-proBNP adalah 300 pg/mL (Zhipeng Cao et al., 2019).

            Tingkat BNP dapat membantu klinisi untuk membedekan penyebab sesak nafas akibat dari gagal jantung atau penyebab yang lain. Apabila BNP < 100 pg/mL, maka gagal jantung tidak diperkirana penyebab dari sesak nafas yang terjadi. Apabila tingkat BNP berada di antara 100 dan 500 pg/mL, maka pemeriksaan klinis yang lain harus dilakukan untuk menjadi penunjang dari diagnosis gagal jantung. Apabila BNP lebih dari 500 pg/mL, maka gagal jantung dan disfungsi jantung diperkirakan menjadi penyebab utama dalam sesak nafas yang terjadi pasien dan harus segera disiapkan untuk terapi dari gagal jantung (Chang et al., 2017).

            Berdasarkan International Collaborative of NT-proBNP (ICON) study, cutoff dari NT-proBNP berdasarkan usia akan lebih membantu dalam diagnosis dari gagal jantung. Gagal jantung akut dapat dicoret dengan general cutoff dari NT-proBNP pada 300 pg/mL. Akan tetapi, gagal jantung harus didiagnosis pada pasien dengan umur di bawah 50 tahun yang memiliki tingkat NT-proBNP lebih dari 450 pg/mL, pasien dengan umur di antara 50 dan 75 tahun yang memiliki tingkat NT-proBNP lebih dari 900 pg/mL, serta pasien dengan umur di atas 75 tahun yang memiliki tingkat NT-proBNP lebih dari 1800 pg/mL (Januzzi et al., 2006).

 

Peran Diganostik pada Gagal Jantung

            Gagal jantung dan disfungsi jantung – disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti penyakit jantung iskemik, berbagai macam jenis aritmia dan kardiomiopati – dapat berujung pada peningkatan kadar dari BNP dan NT-proBNP (Tesic et al., 2017).

            Penyakit jantung iskemik akut dihubungkan dengan peningkatan kadar dari BNP, dimana hal ini bercermin pada tingkat keparahan dari keberfungsian ventrikel kiri, dan beberapa studi telah menyarankan untuk menggunakan tingkat dari natriuretic peptide sebagai pedoman untuk penanganan agresif untuk penyakit jantung iskemik dengan tujuan mengurangi stress pada dinding ventrikel. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang stabil, BNP dan NT-proBNP menjadi prediktor yang kuat dalam memperkirakan terjadinya kejadian pada jantung dan pembuluh darah yang tidak diinginkan (Zhipeng Cao et al., 2019).

            BNP dan NT-proBNP pun dievaluasi pada pasien dengan infarksi miokardium akut serta beberapa marker yang lain seperti cardiac troponin T (cTnT), mioglobin, dan creatinine kinase MB (CK-MB). NT-proBNP, yang secara umum tetap naik selama 12 minggu, dapat menjadi diagnostic biomarker yang lebih baik dibandingkan BNP. BNP dan NT-proBNP merupakan indicator yang cukup sensitif dan spesifik terhadap ukuran dari infarksi miokardium, dan kedua marker ini pun berguna dalam memprediksi prognosis dan tingkat keparahan dari penyakit jantung iskemik pada pasien dengan sindrom koroner akut (Zhipeng Cao et al., 2019). Terlepas dari penyakit jantung iskemik, BNP dan NT-proBNP pun dilaporkan terlibat dalam aritmia dan kardiomiopati. Ditemukan kadar dari BNP dan NT-proBNP meningkat pada pasien dengan fibrilasi atrium (Chang et al., 2017).

 

Tingkat Keparahan dan Prognosis dari Gagal Jantung

            BNP dan NT-proBNP tidak hanya dapat digunakan secara signifikan untuk diagnosis gagal jantung, akan tetapi dapat digunakan juga dalam menilai tingkat keparahan dan prognosis dari gagal jantung. BNP dan NT-proBNP merupakan prediktor independen yang paling kuat untuk HFpEF, ditentukan oleh Doppler-echocardiography.  Berdasarkan uji coba yang dilakukan yang berpacu pada sistem klasifikasi oleh New York Heart Association (NYHA), ditemukan bahwa pasien yang termasuk ke dalam NYHA kelas I – IV, diobservasi memiliki kadar konsentrasi plasma BNP yang meningkat secara bertahap, dimana hal ini menandakan bahwa konsentrasi plasma BNP meningkat seiring dengan tingkat keparahan dari gagal jantung (Zhipeng Cao et al., 2019).

            Tingkat dari BNP dan NT-proBNP di dalam plasma memiliki nilai prognostik pada pasien dengan penyakit jantung dan pengurangan dari tingkat BNP dan NT-proBNP menunjukkan bahwa adanya perbaikan pada gejala-gejala klinis. Terdapat kolerasi yang positif antara risiko kematian dengan tingkat BNP dan NT-proBNP . Sebuah studi yang meneliti total 521 pasien dengan infarksi miokardium akut menembukan bahwa BNP dan NT-proBNP dapat memprediksi terjadinya serangan jantung dan merupakan prediktor terkuat, termasuk EF (Tapanainen et al., 2004). BNP dan NT-proBNP plasma pun digunakan secara klinis sebagai panduan dalam manajemen dari pasien dengan gagal jantung dan disfungsi jantung dan mereka pun digunakan sebagai indicator prognostik untuk membantu klinisi menyesuaikan strategi terapi dan menentukan keefektifan terapi dalam meningkatkan harapan hidup dari pasien (Fu et al., 2018).

 

BNP dan NT-proBNP sebagai Postmortem Biomarker untuk Evaluasi Fungsi Jantung dalam Kedokteran Forensik

Signifikansi dari Kegunaan Biomarker dalam Bidang Forensik

            Berbeda dari klinisi, ahli patologi forensik hanya berfokus pada nilai diagnostik dari BNP dan NT-proBNP. Diagnosis dari gagal jantung atau evaluasi dari disfungsi jantung pada otopsi secara dominan bergantung pada penemuan morfologis dan patologis. Dalam hal ini, termasuk venous congestion dari beberapa organ, seperti paru-paru dan liver, atau output yang rendah secara sistemik dengan adanya iskemik pada arteriol dan pembuluh darah kapiler (Issa et al., 2017). Disfungsi jantung akut yang disebabkan oleh adanya penyakit jantung iskemik akut dini dan aritmia yang fatal telah menjadi masalah yang cukup sulit di dalam bidang ilmu forensik dan patologi forensik karena angka insidensi yang tinggi dan sedikitnya perubahan patologis yang terlihat secara kasat mata (Zhi‑Peng Cao et al., 2017).

            Perubahan morfologis yang terlihat pada struktur miokardium yang disebabkan oleh penyakit jantung akut, seperti acute myocardial ischemic injury, cukup terbatas (Zhipeng Cao et al., 2019). Bukti yang objektif dari diagnosis gagal jantung atau disfungsi jantung sangat penting dan dibutuhkan dalam kedokteran forensik. Dibandingkan dengan indikator-indikator yang bersifat morfologis, biomarkers, seperti BNP dan NT-proBNP dapat merefleksikan fungsi jantung dan proses patofisiologis pada saat kematian dan dapat menjadi indikator yang lebih baik untuk mengklarifikasi mekanisme kematian di dalam bidang kedokteran forensik. Functional biomarkers seperti BNP dan NT-proBNP memiliki peran yang cukup penting di dalam postmortem biochemistry, dan dapat membantu berbagai macam masalah dalam bidang forensik yang berhubungan dengan kematian yang bersifat alami (Chen et al., 2012).

 

Cairan Perikardium

            Cairan perikardium merupakan cairan yang berwarna pucat kekuningan, jernih dan transparan yang terdapat di dalam rongga perikardium dengan tujuan sebagai lubrikasi dan mencegah terjadinya adesi. Volume yang normal dari cairan perikardium pada kondisi fisiologis adalah 20 – 30 mL. Dibandingkan dengan fakta bahwa darah dan cairan tubuh lainnya sangat rentan terhadap perubahan postmortem, seperti autolisis dan pembusukan, cairan perikardium terletak di dalam rongga serosa tertutup dan tidak rentan terhadap kontaminasi dan perubahan postmortem (Vogiatzidis et al., 2015).

            Cairan perikardium cenderung lebih mudah untuk didapat saat otopsi dan tidak hanya berperan sebagai sampel klinis yang penting, namun juga telah digunakan secara luas sebagai prospek di dalam identifikasi forensik. Cairan perikardium saat ini digunakan sebagai pengganti serum di dalam postmortem biochemical assays. Beberapa studi forensik pun telah melaporkan bahwa komponen ion dan protein di dalam cairan perikardium dapat digunakan untuk identifikasi forensik pada beberapa kasus, seperti serangan jantung, asfiksia mekanik, hiportemia dan hipertemia. Beberapa studi lain pun telah melaporkan investigasi dari postmortem biochemical seperti BNP dan NT-proBNP di dalam cairan perikardium, dimana hal ini berhubungan dengan beberapa penyebab kematian (Zhipeng Cao et al., 2019).

 

Postmortem BNP dan NT-proBNP

            Dikarenakan gagal jantung akut atau subakut dapat terjadi pada kematian traumatik atau akibat penyakit akut, evaluasi yang objektif dari status fungsi jantung pada fase akhir memiliki signifikansi yang cukup tinggi dalam diagnosis di bidang forensik. Tidak seperti biomarkers jantung yang lain, seperti cTnT dan cTnI yang ada di dalam kardiomiosit di bawah kondisi fisiologis, BNP tidak disimpan di dalam jaringan miokardium normal di bawah kondisi fisiologis. Akan tetapi, transkripsi dari mRNA BNP dan sintesis dari protein-proteinnya dapat terjadi secara cepat dan pesat dalam waktu yang sangat singkat di bawah kondisi patologis (Zhipeng Cao et al., 2019). Hal ini menandakan bahwa BNP dan NT-proBNP tidak terlalu berfluktuasi setelah kematian terjadi dan dapat menjadi biomarkers yang objektif dalam mengevaluasi fungsi jantung (Semenov & Seferian, 2011).

Dalam beberapa dekade ke belakang, terdapat beberapa tim peneliti yang telah melakukan studi terhadap postomortem BNP dan NT-proBNP. Beberapa studi postmortem yang dilakukan terhadap individu menunjukkan bahwa konsentrasi dari BNP dan NT-proBNP di dalam darah dan cairan perikardium naik secara signifikan pada seseorang yang meninggal akibat penyakit jantung iskemik (dengan atau tanpa nekrosis miokardium), penyakit jantung kongestif kronik, arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy dan lain sebagainya. mRNA BNP di dalam miokardium pun naik pada individu-individu dengan penyakit-penyakit tersebut (Zhi‑Peng Cao et al., 2017).

Konsentrasi dari BNP di dalam cairan perikardium berkaitan sangat erat dengan penyebab kematian dan apabila dibandingkan degan kematian yang tidak berkaitan dengan jantung, kadar BNP secara signifikan meningkat pada kasus-kasus kematian akibat serangan jantung mendadak, seperti penyakit jantung iskemik akut dan infarksi miokardium yang berulang. Hal ini mengkonfirmasi lebih lanjut bahwa BNP menjadi salah satu hal yang penting dalam evaluasi fungsi jantung pada seseorang yang meninggal akibat penyakit jantung iskemik (Zhu et al., 2007).

Pasien dengan arrhythmogenic right ventricular cardiomyopathy memiliki kadar BNP yang meningkat di dalam cairan perikardium, akan tetapi kadar dari mRNA BNP pada miokradium ventrikel kanan lebih tinggi apabila dibandingkan pada miokardium ventrikel kiri (Zhi‑Peng Cao et al., 2017). Protein BNP dan mRNA pun dilaporkan meningkat pada kasus disfungsi jantung akut yang disebabkan oleh aritmia ventrikel akut, dimana hal ini mengindikasikan signifikansi yang besar di dalam forensik untuk mengdiagnosis disfungsi jantung akut dengan tanpa adanya perubahan morfologis (Z.-P. Cao et al., 2016). Dalam beberapa kasus kematian di forensik yang sulit dalam membedakan penyebab kematian, khususnya akibat serangan jantung mendadak, seperti hemopericardium dan pulmonary thromboembolism, kadar BNP maupun mRNA BNP di dalam cairan perikardium tidak meningkat, dimana hal ini mengindikasikan bahwa BNP dan mRNA BNP dapat digunakan untuk membedakan beberapa diagnosis (Chen et al., 2012).

Leih jauh lagi, di dalam bidang kedokteran forensik, NT-proBNP diperkirakan menjadi biomarker yang dapat lebih diandalkan dibandingkan BNP karena stabilitasnya yang lebih baik, waktu paruh yang leibih lama, 90 – 120 menit, serta tidak mudah terpengaruh oleh perubahan suhu dan waktu dan kondisi penyimpanan (Zhipeng Cao et al., 2019). Beberapa studi telah berfokus pada investigasi postmortem dari NT-proBNP pada beberapa jenis cairan tubuh yang berbeda. Konsentrasi postmortem dari NT-proBNP di dalam serum darah femoral selama selang waktu 24 jam setelah kematian tidak memiliki perbedaan dengan konsentrasi NT-proBNP pada serum antemortem dan keduanya stabil dalam selang waktu 48 jam. Resusitasi jantung paru yang dilakukan sebelum kematian ditemukan tidak berefek pada hasil dari NT-proBNP (Palmiere et al., 2018).

Serial assay dari NT-proBNP pada darah dan cairan perikardium, dimana dikumpulkan dari mayat-mayat dengan interval postmortem hingga 24 jam, menunjukkan bahwa NT-proBNP stabil hingga lebih dari 24 hari dan secara umum, konsentrasi dari NT-proBNP di dalam cairan perikardium menurun tidak lebih dari 16% setelah penyimpanan di dalam suhu -20OC selama 24 hari (Zhipeng Cao et al., 2019). Konsentrasi NT-proBNP pada beberapa sampel yang berbeda, seperti serum dan cairan perikardium, menunjukkan kolerasi yang baik dan NT-proBNP ditunjukkan lebih tinggi di dalam cairan perikardium dibandingkan sampel-sampel yang lain, seperti serum, dimana hal ini mengindikasikan bahwa investigasi dari NT-proBNP pada cairan perikardium menjadi pilihan yang lebih baik untuk postmortem biochemical assay (Palmiere et al., 2018).

 

Keterbatasan BNP dan NT-proBNP di dalam Kedokteran Forensik

            Di saat BNP dan NT-proBNP yang berada di dalam cairan perikardium tidak rentan terhadap kondisi lingkungan luar, hemolisis yang cukup serius dan perubahan postmortem yang lain yang disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti pengawetan mayat, dapat berefek pada postmortem biological assay dari BNP dan NT-proBNP. Hal ini perlu diperimbangkan dalam postmortem biological assays dan efek dari hemolisis dapat dikurangi dengan menyaring cairan-cairan tubuh secara fisik (Nishiumi et al., 2017). Sebagai tambahan, nilai dari postmortem cutoffs untuk BNP dan NT-proBNP di dalam darah maupun cairan perikardium masih harus diteliti lebih lanjut (Woydt et al., 2018).

            Saat ini, dikarenakan baik secara alat ataupun sumber daya manusia, tidak seluruh laboratorium forensik di seluruh dunia dapat melakukan postmortem biochemical assays, dimana salah satu alasan utamanya adalah masih kurangnya data terkait nilai postomortem cutoffs untuk BNP dan NT-proBNP. Seluruh diuretik, termasuk bloker dari renin angiotensin aldosterone dan reseptor aldosteron, dapat menurunkan tingkat dari kadar BNP dikarenakan adanya ameliorasi dari volume plasma dan sodium, dimana hal ini harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan BNP dan NT-proBNP di dalam bidang forensik (Zhipeng Cao et al., 2019).  

 

Prospek Penelitian dan Aplikasi di dalam Bidang Klinis dan Forensik

            BNP dan NT-proBNP saat ini digunakan untuk evaluasi dari status fungsi jantung baik dalam bidang klinis ataupun forensik. Dalam beberapa tahun ke belakang, terdapat beberapa studi yang mengkonfirmasi bahwa terdapat beberapa non-coding RNAs yang diekspresikan cukup tinggi pada pasien-pasien dengan disfungsi jantung dan berpartisipasi di dalam regulasi dari ekspresi BNP (Zhao et al., 2018). Oleh karena itu, mengeksplor pola ekspresi dari non-coding RNAs spesifik yang berhubungan dengan BNP, seperti microRNAs, di dalam sampel klinik dan forensik serta mengekslpor bagaimana mereka meregulasi ekspresi dari BNP dan ekspresi dari non-coding RNA pada degradasi forensik atau sampel yang terkontaminasi dapat menjadi arah penelitian di masa depan (Zhipeng Cao et al., 2019).

            Sebagai tambahan, eksosom, vesikel-vesikel kecil yang berada di dalam cairan tubuh seperti serum dan urin, telah terbukti terkandung di dalam molekul-molekul yang berbeda seperti protein, DNA dan RNA (coding RNA dan non-coding RNA). Eksosom telah menjadi salah satu topik yang hangat untuk diteliti yang terkait dengan markers untuk penyakit-penyakit jantung karena nilai diagnostik yang spesifik dan mekanisme yang masih belum diketahui dengan jelas dan tepat (Ye et al., 2017). RNA eksosom dan protein diperkirakan berhubungan dengan disfungsi jantung dan kemampuan dalam mediasi kardioprotektif (Gartz & Strande, 2018).

            Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa eksosom yang mengandung A1TRs yang diisiolasi dari mencit, mencit tersebut mengalami tekanan jantung overload. Kemudian, beberapa studi pun melaporkan bahwa terdapat kemungkinan kertekaitan antara eksosom yang berada di dalam cairan tubuh dengan BNP. Sehingga, eksosom sebagai biomarker untuk diagnosis disfungsi jantung di dalam bidang klinis dan forensik dapat menjadi prospek untuk penelitian di masa depan (Gartz & Strande, 2018). Seperti yang dibahas sebelumnya, cairan perikardium menjadi sampel biologis yang ideal dalam patologi forensik. Peneliti klinis telah membuktikan bahwa eksosom di dalam cairan perikardium manusia dapat bersifat diagnostik dan terapetik di tingkat molekul untuk penyakit-penyakit jantung. Terkait eksosom di dalam cairan perikardium dapat digunakan untuk diagnosis penyakit jantung di dalam bidang kedokteran forensik masih harus diteliti lebih lanjut (Sahoo et al., 2017).

            Postmortem biochemical assays dan metode-metode biologi molekuler, seperti analisis dari mRNA dapat berpotensi berguna untuk investigasi dari patofisiologi, proses dan penyebab kematian. Metode-metode ini pun memiliki dukungan yang cukup kuat dengan menyediakan bukti dari penilaian pathogonomic yang terlihat dengan jelas, termasuk fungsi jantung (Maeda et al., 2011). Sehingga, dengan keuntungan-keuntungan ini dalam menilai perubahan fungsional patofisiologis yang terlibat di dalam proses kematian, mengkombinasikan assays of postmortem chemistry dan biologi moekuler dari BNP dan NT-proBNP dapat mendukung bukti morfologis di bidang kedokteran forensik lebih baik dibandingkan sebelumnya (Zhipeng Cao et al., 2019).

 

Kesimpulan

Sudah cukup banyak penelitian yang mendukung dan meneliti terkait signifkansi dari kontribusi BNP dan NT-proBNP untuk penyakit-penyakit jantung, khsusunya gagal jantung dan disfungsi jantung. Berdasarkan peran mereka dalam menentukan diagnosis, terapi dan prognosis, BNP dan NT-proBNP telah digunakan sebagai biomarker yang cukup penting, baik dalam bidang klinis maupun forensik. Dengan adanya perkembangan teknologi di bidang biologi molekuler, diharapkan penggunaan dari BNP dan NT-proBNP di dalam penilaian fungsi jantung, baik di bidang klinis maupun forensik, dapat menjadi lebih tepat dan akurat di masa depan.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Azibani, F., Fazal, L., Chatziantoniou, C., Samuel, J.-L., & Delcayre, C. (2013). Aldosterone mediates cardiac fibrosis in the setting of hypertension. Current Hypertension Reports, 15, 395–400.

Cao, Z.-P., Zhang, Y., Mi, L., Luo, X.-Y., Tian, M.-H., & Zhu, B.-L. (2016). The expression of B-type natriuretic peptide after CaCl2-induced arrhythmias in rats. The American Journal of Forensic Medicine and Pathology, 37(3), 133–140.

Cao, Zhi‑Peng, Xue, J., Zhang, Y., Tian, M., Xiao, Y., Jia, Y., & Zhu, B. (2017). Differential expression of B-type natriuretic peptide between left and right ventricles, with particular regard to sudden cardiac death. Molecular Medicine Reports, 16(4), 4763–4769.

Cao, Zhipeng, Jia, Y., & Zhu, B. (2019). BNP and NT-proBNP as diagnostic biomarkers for cardiac dysfunction in both clinical and forensic medicine. International Journal of Molecular Sciences, 20(8), 1820.

Chang, K.-W., Hsu, J. C., Toomu, A., Fox, S., & Maisel, A. S. (2017). Clinical applications of biomarkers in atrial fibrillation. The American Journal of Medicine, 130(12), 1351–1357.

Chen, J.-H., Michiue, T., Ishikawa, T., & Maeda, H. (2012). Molecular pathology of natriuretic peptides in the myocardium with special regard to fatal intoxication, hypothermia, and hyperthermia. International Journal of Legal Medicine, 126, 747–756.

Daniels, L. B., & Maisel, A. S. (2007). Natriuretic peptides. Journal of the American College of Cardiology, 50(25), 2357–2368.

Díez, J. (2017). Chronic heart failure as a state of reduced effectiveness of the natriuretic peptide system: implications for therapy. European Journal of Heart Failure, 19(2), 167–176.

Freeman, B. D., Machado, F. S., Tanowitz, H. B., & Desruisseaux, M. S. (2014). Endothelin-1 and its role in the pathogenesis of infectious diseases. Life Sciences, 118(2), 110–119.

Fu, S., Ping, P., Wang, F., & Luo, L. (2018). Synthesis, secretion, function, metabolism and application of natriuretic peptides in heart failure. Journal of Biological Engineering, 12, 1–21.

Gartz, M., & Strande, J. L. (2018). Examining the paracrine effects of exosomes in cardiovascular disease and repair. Journal of the American Heart Association, 7(11), e007954.

Hu, W., Zhou, P., Zhang, X., Xu, C., & Wang, W. (2015). Pathophysiological functions of adrenomedullin and natriuretic peptides in patients with primary aldosteronism. Endocrine, 48, 661–668.

Issa, V. S., Dinardi, L. F. L., Pereira, T. V., de Almeida, L. K. R., Barbosa, T. S., Benvenutti, L. A., Ayub-Ferreira, S. M., & Bocchi, E. A. (2017). Diagnostic discrepancies in clinical practice: An autopsy study in patients with heart failure. Medicine, 96(4), e5978.

Januzzi, J. L., van Kimmenade, R., Lainchbury, J., Bayes-Genis, A., Ordonez-Llanos, J., Santalo-Bel, M., Pinto, Y. M., & Richards, M. (2006). NT-proBNP testing for diagnosis and short-term prognosis in acute destabilized heart failure: an international pooled analysis of 1256 patients: the International Collaborative of NT-proBNP Study. European Heart Journal, 27(3), 330–337.

Katz, A. M., & Rolett, E. L. (2016). Heart failure: when form fails to follow function. European Heart Journal, 37(5), 449–454.

Kerkelä, R., Ulvila, J., & Magga, J. (2015). Natriuretic peptides in the regulation of cardiovascular physiology and metabolic events. Journal of the American Heart Association, 4(10), e002423.

Khanam, S. S., Son, J.-W., Lee, J.-W., Youn, Y. J., Yoon, J., Lee, S.-H., Kim, J.-Y., Ahn, S. G., Ahn, M.-S., & Yoo, B.-S. (2017). Prognostic value of short-term follow-up BNP in hospitalized patients with heart failure. BMC Cardiovascular Disorders, 17, 1–10.

Maalouf, R., & Bailey, S. (2016). A review on B-type natriuretic peptide monitoring: assays and biosensors. Heart Failure Reviews, 21, 567–578.

Maeda, H., Ishikawa, T., & Michiue, T. (2011). Forensic biochemistry for functional investigation of death: concept and practical application. Legal Medicine, 13(2), 55–67.

Majalahti, T., Suo-Palosaari, M., Sármán, B., Hautala, N., Pikkarainen, S., Tokola, H., Vuolteenaho, O., Wang, J., Paradis, P., & Nemer, M. (2007). Cardiac BNP gene activation by angiotensin II in vivo. Molecular and Cellular Endocrinology, 273(1–2), 59–67.

Nishiumi, S., Shima, K., Azuma, T., & Yoshida, M. (2017). Evaluation of a novel system for analyzing hydrophilic blood metabolites. Journal of Bioscience and Bioengineering, 123(6), 754–759.

Palmiere, C., Tettamanti, C., Bonsignore, A., De Stefano, F., Vanhaebost, J., Rousseau, G., Scarpelli, M. P., & Bardy, D. (2018). Cardiac troponins and NT-proBNP in the forensic setting: Overview of sampling site, postmortem interval, cardiopulmonary resuscitation, and review of the literature. Forensic Science International, 282, 211–218.

Potter, L. R. (2011). Natriuretic peptide metabolism, clearance and degradation. The FEBS Journal, 278(11), 1808–1817.

Rubattu, S., Forte, M., Marchitti, S., & Volpe, M. (2019). Molecular implications of natriuretic peptides in the protection from hypertension and target organ damage development. International Journal of Molecular Sciences, 20(4), 798.

Sahoo, S., Mathiyalagan, P., & Hajjar, R. J. (2017). Pericardial fluid exosomes: a new material to treat cardiovascular disease. Molecular Therapy, 25(3), 568–569.

Semenov, A. G., & Seferian, K. R. (2011). Biochemistry of the human B-type natriuretic peptide precursor and molecular aspects of its processing. Clinica Chimica Acta, 412(11–12), 850–860.

Sergeeva, I. A., & Christoffels, V. M. (2013). Regulation of expression of atrial and brain natriuretic peptide, biomarkers for heart development and disease. Biochimica et Biophysica Acta (BBA)-Molecular Basis of Disease, 1832(12), 2403–2413.

Tapanainen, J. M., Lindgren, K. S., Mäkikallio, T. H., Vuolteenaho, O., Leppäluoto, J., & Huikuri, H. V. (2004). Natriuretic peptides as predictors of non-sudden and sudden cardiac death after acute myocardial infarction in the beta-blocking era. Journal of the American College of Cardiology, 43(5), 757–763.

Tesic, M., Seferovic, J., Trifunovic, D., Djordjevic-Dikic, A., Giga, V., Jovanovic, I., Petrovic, O., Marinkovic, J., Stankovic, S., & Stepanovic, J. (2017). N-terminal pro-brain natriuretic peptide is related with coronary flow velocity reserve and diastolic dysfunction in patients with asymmetric hypertrophic cardiomyopathy. Journal of Cardiology, 70(4), 323–328.

Vogiatzidis, K., Zarogiannis, S. G., Aidonidis, I., Solenov, E. I., Molyvdas, P.-A., Gourgoulianis, K. I., & Hatzoglou, C. (2015). Physiology of pericardial fluid production and drainage. Frontiers in Physiology, 6, 62.

Volpe, M., Rubattu, S., & Burnett Jr, J. (2014). Natriuretic peptides in cardiovascular diseases: current use and perspectives. European Heart Journal, 35(7), 419–425.

Woydt, L., Bernhard, M., Kirsten, H., Burkhardt, R., Hammer, N., Gries, A., Dreßler, J., & Ondruschka, B. (2018). Intra-individual alterations of serum markers routinely used in forensic pathology depending on increasing post-mortem interval. Scientific Reports, 8(1), 12811.

Yamanouchi, S., Kudo, D., Endo, T., Kitano, Y., & Shinozawa, Y. (2010). Blood N-terminal proBNP as a potential indicator of cardiac preload in patients with high volume load. The Tohoku Journal of Experimental Medicine, 221(3), 175–180.

Ye, W., Tang, X., Yang, Z., Liu, C., Zhang, X., Jin, J., & Lyu, J. (2017). Plasma-derived exosomes contribute to inflammation via the TLR9-NF-κB pathway in chronic heart failure patients. Molecular Immunology, 87, 114–121.

Zhao, Y., Yan, M., Chen, C., Gong, W., Yin, Z., Li, H., Fan, J., Zhang, X. A., Wang, D. W., & Zuo, H. (2018). MiR-124 aggravates failing hearts by suppressing CD151-facilitated angiogenesis in heart. Oncotarget, 9(18), 14382.

Zhu, B.-L., Ishikawa, T., Michiue, T., Li, D.-R., Zhao, D., Tanaka, S., Kamikodai, Y., Tsuda, K., Okazaki, S., & Maeda, H. (2007). Postmortem pericardial natriuretic peptides as markers of cardiac function in medico-legal autopsies. International Journal of Legal Medicine, 121, 28–35.

 

Copyright holder:

Muhammad Mulki Abdul Azis (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: