Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 2, Februari 2024

 

PENGARUH MAKROEKONOMI DAN EKSPOR TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN SEKTOR CONSUMER CYCLICALS YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

 

Nuria Puspita Anggrainy, Rusdi Hidayat Nugroho

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembagunan Nasional “Veteran”, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pasca COVID-19 ekonomi Indonesia mengalami pemulihan terutama pada pasar modal. Ketidakpastian ekonomi mendorong masyarakat melakukan pengelolaan keuangan berupa investasi saham. Instrumen saham terdapat sektor consumer cyclicals yang berbanding lurus dengan kondisi ekonomi dan siklus bisnis sehingga dapat mempengaruhi pergerakan harga saham. Adanya ketidakpastian pada harga saham mendorong investor membutuhkan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Populasi penelitian sebanyak 137 perusahaan. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling sehingga memperoleh 20 perusahaan. Data sekunder dianalisis menggunakan uji asumsi klasik dan teknik analisis regresi linier berganda dengan didukung software SPSS 26. Hasil uji simultan menyatakan bahwa inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor berpengaruh signifikan terhadap harga saham sektor consumer cyclicals. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan kurs USD/IDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Variabel inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor berpengaruh sebesar 80,9% terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals, sedangkan sisanya sebesar 19,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Kata kunci: Inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, Kurs USD/IDR, Ekspor, Harga Saham

 

Abstract

After COVID-19, the Indonesian economy has recovered, especially in the capital market. Economic uncertainty encourages people to carry out financial management in the form of stock investment. The stock instrument includes the consumer cyclicals sector which is directly proportional to economic conditions and the business cycle so that it can affect stock price movements. The existence of uncertainty in stock prices encourages investors to need information as a basis for decision making. This study aims to determine the effect of inflation, the BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, the USD/IDR exchange rate, and exports on the stock prices of consumer cyclicals sector companies on the Indonesia Stock Exchange. The research population is 137 companies. Sampling using purposive sampling technique to obtain 20 companies. Secondary data was analyzed using the classical assumption test and multiple linear regression analysis techniques supported by SPSS 26 software. The simultaneous test results stated that inflation, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, USD/IDR exchange rate and exports had a significant effect on stock prices in the consumer cyclicals sector. The results of the partial test show that inflation, the BI-7 Day (Reverse) Repo Rate and exports have a positive and significant effect on stock prices, while the USD/IDR exchange rate has a negative and significant effect on stock prices. The inflation variable, the BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, the USD/IDR exchange rate and exports have an effect of 80.9% on the share prices of companies in the consumer cyclicals sector, while the remaining 19.1% is influenced by other variables not examined in this study.

Keywords: Inflation, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, USD/IDR Exchange Rate, Exports, Stock Prices

 

Pendahuluan

Ekonomi Indonesia tumbuh atas kontribusi dari kegiatan perusahaan seperti produksi, distribusi dan konsumsi. Dunia usaha berkembang secara cepat mendorong setiap perusahaan melakukan pengembangan sehingga membutuhkan modal. Pada maret tahun 2020, Indonesia telah dilanda pandemi COVID-19 yang menyebabkan ekonomi Indonesia terpuruk. Tidak jarang perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja akibat perusahaan terancam gulung tikar saat biaya operasional tinggi namun pendapatan perusahaan menurun. Adanya kondisi ekonomi yang tidak pasti mendorong masyarakat untuk mengelola keuangan dengan cara mengalirkan dana ke perusahaan berupa investasi saham.  Berdasarkan data KSEI tahun 2021 jumlah investor meningkat hingga mencapai 7,48 juta orang. Pasca pandemi COVID-19 terjadi pemulihan ekonomi sehingga mendorong kegiatan di pasar modal membaik. Pada perusahaan sektor consumer cyclicals memiliki pergerakan harga saham yang selaras dengan kondisi ekonomi dan siklus bisnis, apabila kondisi ekonomi membaik maka harga saham meningkat (Investopedia, 2020). Keselarasan pergerakan harga saham dengan kondisi ekonomi dapat diuraikan pada variabel makroekonomi seperti inflasi, BI-7 Day Reverse Repo Rate, kurs USD/IDR serta siklus bisnis berupa ekspor dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham.

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 mencatat produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2020 sebesar Rp 56,9 juta. Angka ini turun 3,7% dibandingkan PDB per kapita 2019 yang sebesar Rp 59,1 juta. Gejolak ekonomi memberikan kesadaran bagi masyarakat pentingnya memanfaatkan uang yang ada dengan melakukan alokasi dana pada instrumen saham yang diharapkan memberikan keuntungan di masa depan. Dalam berinvestasi tak lepas dengan pengaruh ekonomi seperti inflasi yang menyebabkan nilai riil menurun akibat harga barang meningkat secara terus menerus dan kesinambungan sehingga masyarakat mengalami penurunan pada daya belinya (Aji, Ahmad Mukri & Syarifah Gustiawati Mukri, 2020). Tingkat inflasi pada tahun 2021 mencapai titik terendah sebesar 1,56% yang mengindikasikan Indonesia mengalami deflasi akibat lesunya ekonomi saat pandemi.

 

 

Gambar 1. Grafik Laju Inflasi Periode Tahun 2017 - 2021

(Sumber: www.bi.go.id)

Bersumber dari gambar 1 menjelaskan bahwa laju inflasi terendah terjadi pada bulan Agustus 2020 sebesar 1,32%. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penyebaran COVID-19 pada penetapan kebijakan pemerintah mengenai pembatasan aktivitas sosial yang dapat menghambat kegiatan ekonomi secara konvensional. Tahun 2017 kondisi inflasi mencapai tingkat tertinggi dengan jumlah rata-rata 3,80%. Namun laju inflasi didampingi oleh pengendalian dari Bank Indonesia berupa penetapan kebijakan baru yaitu BI-7 Day (Reverse) Repo Rate atau suku bunga acuan (www.bi.go.id). Adanya inflasi dapat merubah besaran suku bunga,  bilamana laju inflasi menurun dari sasaran inflasi menimbulkan suku bunga turun (Saputra et al., 2021).

 

Gambar 2. Grafik BI-7 Day (Reverse) Repo Rate Periode Tahun 2017 - 2021

(Sumber: www.bi.go.id)

Mengacu gambar 2 menjelaskan bahwa BI-7 Day (Reverse) Repo Rate pada kuartal IV 2018 hingga kuartal II 2019 mencapai level tertinggi sebesar 6%. BI-7 Day (Reverse) Repo Rate titik tertinggi terjadi pada tahun 2019 dengan rata-rata sebesar 5,62%. Sedangkan BI-7 Day (Reverse) Repo Rate menyentuh titik paling rendah pada tahun 2020 dengan rata-rata sejumlah 4,52%.

Pasca pandemi COVID-19, kegiatan ekonomi yang mulai berjalan tidak lepas dari mata uang yang digunakan sebagai alat transaksi. Dalam hal ini kurs USD/IDR memberikan pengaruh pada laju harga saham. Kurs atau nilai tukar sebagai alat pembayaran dalam melakukan perdagangan internasional untuk memberikan nilai yang setara antar nilai mata uang suatu negara dengan negara lain (Mansyur, Nawir. 2019). Ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat dan dinamika perkembangan kasus COVID-19 mengakibatkan Rupiah terdepresiasi di level Rp14.269 per dollar AS pada akhir 2021.

Gambar 3. Kurs USD/IDR Periode Tahun 2017 - 2021

(Sumber: www.kemendag.go.id)

Dilihat dari data yang ada pada gambar 3 menjelaskan bahwa nilai kurs tertinggi terjadi pada bulan Maret 2020 mencapai sebesar Rp16.367,00,- menjadi kondisi rupiah mengalami depresiasi paling parah selama periode penelitian. Dalam hal ini kurs terendah sejumlah Rp13.398,00,- terjadi di tahun 2017. Adanya depresiasi menimbulkan tingkat produktivitas perusahaan menurun karena beban biaya yang dikeluarkan meningkat seperti biaya impor dan pembayaran hutang kepada pihak luar negeri lebih tinggi. Dalam hal ini kondisi mata uang yang terdepresiasi mendorong produk domestik melakukan ekspor yang lebih tinggi sehingga perusahaan mendapat keuntungan yang menyebabkan harga saham di pasar domestik meningkat (Habibie dan Lee. 2019). Pertumbuhan ekonomi global yang semakin baik sejalan tekanan COVID-19 yang berkurang dibuktikan dengan pencapaian nilai ekspor rata-rata sebesar US$19,30 miliar pada tahun 2021.

 

Gambar 4 . Grafik Total Ekspor Indonesia Periode Tahun 2017 - 2021

(Sumber: www.bps.go.id)

Dilihat dari grafik pada gambar 4 ekspor Indonesia mencapai nilai terendah rata-rata sebesar US$13,59 miliar pada tahun 2020 dan nilai tertinggi rata-rata sebesar US$19,30 miliar pada tahun 2021. Ekspor mendorong prospek sebuah perusahaan mempengaruhi harga saham. Dalam hal ini pergerakan harga saham di pasar modal menginterpretasikan kinerja pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian (Revinka et al., 2021) menunjukkan bahwa rata-rata nilai perusahaan sebesar 2,78% pada sektor consumer cyclicals di tahun 2019, namun kondisi tersebut menurun pada tahun 2020 sebesar 1,16 menjadi 1,62%. Dalam hal ini nilai perusahaan mencerminkan harga saham, apabila harga saham menurun maka nilai perusahaan menurun begitu juga sebaliknya. Berdasarkan penelitian di atas mengindikasikan bahwa harga saham sektor consumer cyclicals mengalami penurunan akibat penyebaran COVID-19. Ketika terjadinya resesi maka orang-orang akan menunda melakukan pembelian barang sekunder demi membeli barang primer atau bahan pokok. Kondisi tersebut cenderung mempengaruhi pergerakan pada harga saham perusahaan yang bersangkutan, begitu juga sebaliknya.

Gambar 5. Data Harga Saham Sektor Consumer Cyclicals Periode Tahun 2017 - 2021

(Sumber: www.investing.com)

Mengacu dari gambar 5 menjabarkan bahwa perkembangan rata-rata harga saham mengalami fluktuasi yang tidak stabil. Pergerakan harga saham tertinggi terjadi pada Mei 2017 sebesar Rp1.682,00,-. Penurunan harga saham sektor consumer cyclicals paling rendah terjadi pada bulan Maret 2020 menjadi Rp643,00,- sebagai akibat dari dampak penyebaran COVID-19 yang membatasi segala kegiatan dalam skala besar. Berdasarkan periode penelitian, harga saham tertinggi pada tahun 2017 sebesar Rp1.487,00,-. Sedangkan harga saham terendah terjadi pada tahun 2020 dengan rata-rata sebesar Rp755,00,-. Dalam hal ini harga saham pada sektor consumer cyclicals rentan mengalami pergerakan naik maupun turun karena mengikuti kondisi ekonomi. Namun sejak Februari 2021 harga saham mulai mengalami peningkatan sebagai tanda bahwa perekonomian Indonesia telah pulih.

Penggunaan variabel baru seperti ekspor dan hasil yang tidak konsisten mendorong peneliti menyelidiki permasalahan guna memahami faktor yang mempengaruhi harga saham. Dasar penelitian ini mengacu pada permasalahan yang telah dijabarkan mengenai gejolak ekonomi. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals yang dapat menjadi pertimbangan masyarakat atau investor dalam menetapkan keputusan investasi. Selain itu juga bermanfaat sebagai sumber literatur bagi mahasiswa maupun masyarakat.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh perusahaan sektor consumer cyclicals yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejumlah 137 perusahaan. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling dengan mempertimbangkan karakteristik sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti sebagai berikut:

1.   Perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2017.

2.   Perusahaan memiliki kelengkapan data pada harga saham setiap bulan dan tidak delisting atau relisting (bergabung kembali) selama periode tahun 2017 – 2021.

3.   Saham perusahaan tercatat di Papan Utama Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.   Perusahaan tidak mengalami stock split selama periode tahun 2017 – 2021.

Berdasarkan kriteria, maka perusahaan yang memenuhi sebagai sampel sebanyak 20 perusahaan sektor consumer cyclicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari periode tahun 2017 – 2021.

Menurut (Supriadi, 2020) data sekunder merupakan data yang dapat diperoleh peneliti dari sumber yang telah ada. Penelitian ini jenis data sekunder yang menggunakan data time series (data runtut waktu) yang dikumpulkan secara regular dengan waktu bulanan dari periode 2017 - 2021. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dengan mengumpulkan data melalui website yang dapat dipertanggungjawabkan. Sumber data dari variabel inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate diperoleh dari website resmi Bank Indonesia yakni www.bi.go.id dan kurs USD/IDR diperoleh dari portal bisnis keuangan secara online yakni www.kemendag.go.id. Variabel ekspor diperoleh dari pencatatan laman resmi Badan Pusat Statistik yakni www.bps.go.id. Data harga saham diperoleh dari platform pasar finansial internasional www.investing.com.

Analisis data penelitian ini menggunakan asumsi klasik yang memuat sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) dengan syarat tidak boleh ada gejala multikolinieritas, tidak boleh ada gejala heterokedastisitas, tidak boleh ada gejala autokorelasi dan adanya normalitas. Syarat yang telah terpenuhi guna melakukan teknik analisis linier berganda, koefisien determinasi (R Square) dan uji hipotesis secara simultan maupun parsial.

 

Hasil dan Pembahasan

Uji Asumsi Klasik

Multikolinieritas

Gejala multikolinearitas perlu diketahui ada atau tidak nya dengan mengidentifikasi secara statistik serta menghitung Variance Inflation Factor (VIF). Uji multikolinieritas tertera dalam tabel berikut:

 

Tabel 1. Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji multikolineritas pada Collinearity Statistics memiliki nilai Tolerance  > 0,100 dan nilai VIF < 10,00 untuk variabel inflasi (X1), BI-7 Day (Reverse) Repo Rate (X2), kurs USD/IDR (X3) dan ekspor (X4). Dengan begitu dapat disimpulkan hasil uji multikolineritas tidak terdapat hubungan antarvariabel independen (tidak terindikasikan gejala multikoleritas).

 

Heterokedastisitas

Pengujian ini guna melakukan uji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan pada variance dari residual satu peninjauan ke peninjauan lainnya. Untuk mendeteksi adanya heterokedasitas dapat ditelaah pada gambar 6

Chart, scatter chart

Description automatically generated

Gambar 6. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

 

Tertera pada gambar 6 memaparkan titik – titik tersebar secara acak yang menunjukkan bahwa ketidakjelasan pola serta persebaran titik di bagian atas atau bawah angka 0 sumbu Y. Hal tersebut menyatakan bahwa tidak ada heteroskedastisitas pada model regresi sehingga pembuktian hipotesis dalam uji dapat dilakukan.

 

Autokorelasi

Autokorelasi memiliki arti bahwa terdapat hubungan antara variabel dalam penelitian. Pemeriksaan guna mengetahui gejala autokorelasi menggunakan uji Durbin –Watson yang dapat dilihat melalui nilai angka Durbin-Watson pada tabel 2.

 

Tabel 2 Hasil Uji Autokorelasi

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

Bersumber pada tabel 2 menunjukkan bahwa angka Durbin-Watson sebesar 0,510. Hal tersebut mengacu pada kaidah ilmu yang dinyatakan oleh (Santoso, 2018) yang menyatakan bahwa apabila hasil uji -2 < DW < +2 maka tidak terjadi autokorelasi. Dengan begitu, sesuai dengan hasil uji autokorelasi durbin watson -2 < 0,510 < +2 maka uji ini membuktikan data riset tidak terjadi autokorelasi.

 

 

 

Normalitas

Penelitian menggunakan uji normalitas guna memahami apakah model regresi variabel dependen dan variabel independent keduanya mempunyai distribusi atau tersalur secara normal atau mendekati normal.

Chart, line chart, scatter chart

Description automatically generated

Gambar 7. Hasil Uji Normalitas

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

 

Tampilan pada gambar 7 menjabarkan bahwa data P – P Plot menunjukkan bahwa penyebaran titik di area garis diagonal dan mengiringi garis diagonal, hasil uji normalitas riset ini membuktikan bahwa data yang diperoleh dalam model regresi yaitu berdistribusi normal.

 

Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda diaplikasikan pada riset guna mengetahui pengaruh variabel bebas (inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor) terhadap variabel terikat (harga saham consumer cyclicals). Hasil uji dapat ditampilkan pada tabel 3 sebagai berikut:

 

Tabel 3 Hasil Uji Analisis Linier Berganda

 Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

Mengacu pada tabel 3 memperoleh bentuk rumusan dari persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y                   =  b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Harga Saham = 3054,111 + 16886,076 X1 + 16739,007 X2 – 0,258 X3 +

  2,426E-12 X4 + e

Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan nilai R Square sebesar = 0,809 yang berarti bahwa sebesar 80,9% variabel dependen (harga saham) dapat dipengaruhi oleh inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor. Sedangkan sisanya sebesar 19,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model penelitian ini.

 

Uji Hipotesis

Uji Secara Simultan

Uji secara simultan (Uji F) bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor terhadap harga saham secara bersama. Sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini:

 

 

Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

 

Berdasarkan hasil pada tabel 4 diperoleh bahwa Fhitung > Ftabel yaitu 58,188 > 2,54 pada signifikansi 5% (0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa variabel independent (X) yaitu inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y) yaitu harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia.

 

Uji Secara Parsial (uji t)

Pengujian hipotesis dalam penelitian memakai uji t untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari masing – masing variabel yaitu inflasi (X1), BI-7 Day (Reverse) Repo Rate (X2) dan kurs USD/IDR (X3) dan ekspor (X4) terhadap harga saham. Pengujian hipotesis secara parsial pada uji t dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan 5% (0,05) dapat dilihat dalam tabel berikut:

 

Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji T)

Sumber: Data diolah peneliti 2022 (SPSS 26)

 

Berdasarkan tabel 5 memperoleh hasil sebagai berikut:

a.   Inflasi memiliki nilai thitung > ttabel (5,211 > 2,004) maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia

b.   BI-7 Day (Reverse) Repo Rate memiliki nilai thitung > ttabel (4,941 > 2,004) maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial BI-7 Day (Reverse) Repo Rate berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia.

c.   Kurs USD/IDR memiliki nilai thitung ≤ -ttabel (-5,925 ≤ -2,004)  maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial kurs USD/IDR berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia.

d.   Ekspor memiliki nilai thitung > ttabel (4,006 > 2,004)  maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia dapat disimpulkan secara parsial dipengaruhi secara signifikan oleh ekspor.

 

Pembahasan

Uji Secara Simultan

Hasil uji F mengemukakan bahwa Fhitung > Ftabel yaitu 58,188 > 2,54 pada signifikansi 5% (0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa variabel independen (X) inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor secara bersamaan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y) yaitu harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Tampubolon, V. A., & Abbas, M. H. I. (2022), Gampito, G., & Melia, Y. (2022), Wahyuni Pratiwi R., & Dwiridotjahjono J. (2022) dan Putri, D. S & Dwiridotjahjono (2021).

 

Uji Secara Parsial

Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β1) variabel inflasi sebesar 5,211 ditafsirkan bahwa inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Ketika inflasi mengalami kenaikan maka harga saham juga akan naik, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini inflasi yang terjadi pada periode penelitian tahun 2017 - 2021 sebesar 2,72% yang mengindikasikan bahwa inflasi yang terjadi tidak lebih dari 10% per tahun sehingga termasuk dalam kategori inflasi ringan. Tingkat inflasi yang ringan tidak memberikan dampak negatif pada perekonomian justru mendukung pertumbuhan ekonomi karena permintaan meningkat menuntut produsen memperluas produksi sehingga membuka lapangan kerja baru (Ronaldo, R., 2019). Laju pertumbuhan ekonomi dapat mendukung pergerakan harga saham pada sektor consumer cyclicals karena berhubungan erat dengan kondisi ekonomi dan siklus bisnis perusahaan.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Putri, D. S., & Dwiridotjahjono, J. (2021) dan Wahyuni Pratiwi R., & Dwiridotjahjono J. (2022) memperoleh hasil inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yose, E., Manurung, B., Purnasari, N., & Ginting, F. (2022) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham.

 

Pengaruh BI-7 Day (Reverse) Repo Rate terhadap Harga Saham

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β2) variabel BI-7 Day (Reverse) Repo Rate sebesar 4,941 diterjemahkan bahwa BI-7 Day (Reverse) Repo Rate memiliki pengaruh positif terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Ketika BI-7 Day (Reverse) Repo Rate mengalami kenaikan maka harga saham juga akan naik, begitu juga sebaliknya. BI-7 Day (Reverse) Repo Rate dinaikkan dapat menciptakan daya tarik investasi asing. Permintaan investor asing dapat mempengaruhi kenaikan pada harga saham. Dalam hal ini adanya peningkatan suku bunga juga menandakan terjadi kenaikan pada return saham. Hal tersebut mendukung terjadinya peningkatan pada harga saham saat suku bunga dinaikkan (Sari, G. A. A. R. M., & Baskara, I. G. K. 2018).

Hasil penelitian ini didukung Yose, E., Manurung, B., Purnasari, N., & Ginting, F. (2022) dan Nurlina. (2017) yang membuktikan bahwa suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun hasil penelitian Wahyuni Pratiwi R., & Dwiridotjahjono J. (2022) menghasilkan suku bunga bank Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan sub sektor properti dan real estate yang terdaftar di BEI.

 

Pengaruh Kurs USD/IDR terhadap Harga Saham

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β3) variabel kurs USD/IDR sebesar - 5,925 menunjukkan bahwa kurs USD/IDR memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Ketika kurs USD/IDR mengalami kenaikan maka harga saham akan menurun, begitu juga sebaliknya. Kurs yang meningkat menyebabkan Rupiah mengalami depresiasi sehingga beban biaya perusahaan meningkat dilihat dari segi pembayaran hutang dan impor bahan baku. Dalam hal ini perusahaan yang memiliki hutang kepada pihak luar negeri akan mengeluarkan nilai yang lebih banyak untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, barang-barang yang diimpor dari negara lain akan semakin mahal sehingga biaya operasional bertambah. Adanya penambahan biaya perusahaan tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan. Dengan begitu investor menarik dananya yang mengakibatkan permintaan saham menurun disertai penurunan harga saham (Wira, T. S. 2020).

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Noele, M., Sinolungan, A., & Kumajas, L. (2020), Yose, E., Manurung, B., Purnasari, N., & Ginting, F. (2022) memperoleh hasil bahwa nilai tukar berpengaruh negatif terhadap harga saham. Namun hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tampubolon, V. A., & Abbas, M. H. I. (2022) membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh positif secara signifikan terhadap harga saham.

 

Pengaruh Ekspor terhadap Harga Saham

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β4) variabel ekspor sebesar 4,006 diuraikan bahwa ekspor memiliki pengaruh positif terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Pengaruh positif yang diberikan terjadi ketika ekspor mengalami peningkatan maka harga saham juga terdorong naik. Peningkatan ekspor dapat menambah cadangan devisa negara yang mendukung penguatan ekonomi sehingga memberikan kemudahan perusahaan dalam melakukan impor sebagai persediaan bahan operasional (Rahmawati, E. Y., 2019). Selain itu ekspor juga menjadi indikasi keberhasilan perusahaan dalam mendistribusikan hasil berupa perluasan pasar menyebabkan perolehan laba lebih besar sehingga mempengaruhi harga saham (Habibi & Lee. 2019). Ekspor produk dapat meningkatkan pendapatan perusahaan yang memberikan kemampuan pembagian laba lebih besar sehingga dapat mempengaruhi kenaikan pada harga saham. Dengan begitu, kinerja perusahaan pada kegiatan ekspor dapat mempengaruhi keputusan investasi (J. Khan & Khan, 2018).

Hasil ini didukung oleh penelitian Tampubolon, V. A., & Abbas, M. H. I. (2022) dan Khan, J., & Khan, I. (2018) membuktikan bahwa ekspor memiliki hubungan positif yang kuat dengan harga saham.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji penelitian diperoleh bahwa inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan secara parsial Inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals (Y) di Bursa Efek Indonesia.  Sedangkan kurs USD/IDR secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals (Y) di Bursa Efek Indonesia. Variabel inflasi, BI-7 Day (Reverse) Repo Rate, kurs USD/IDR dan ekspor berpengaruh sebesar 80,9% terhadap harga saham perusahaan sektor consumer cyclicals, sedangkan sisanya sebesar 19,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam model penelitian ini.

Hasil penelitian memiliki manfaat secara teoritis sebagai kajian literatur yang menjadi sumber informasi dan acuan perbandingan apabila terdapat penelitian periode terbaru. Tidak hanya itu, hasi ini bermanfaat bagi investor untuk mempertimbangkan keputusan investasi dan bagi perusahaan sebagai sumber informasi yang menjadi dasar acuan dalam melakukan tindakan dan penetapan kebijakan untuk mengatasi kondisi ekonomi yang tidak stabil. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menambah variabel baru seperti ekspor yang belum banyak digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi harga saham.

 

BIBLIOGRAFI

 

Aji, Ahmad Mukri & Syarifah Gustiawati Mukri. (2020). Strategi Moneter Berbasis Ekonomi Syariah (Upaya Islami Mengatasi Inflasi). Yogyakarta: Deepublish.

Gampito, G., & Melia, Y. (2022). Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham Perusahaan Property Efek Syariah. I-Finance: A Research Journal on Islamic Finance, 8(1), 34-48. https://doi.org/https://doi.org/10.19109/ifinance.v8i1.12558

Habibi, A., & Lee, C. (2019). Asymmetric effects of exchange rates on stock prices in G7 countries. Capital Markets Review, 27(1), 19–33.

Khan, J., & Khan, I. (2018). The impact of macroeconomic variables on stock prices: A case study Of Karachi Stock Exchange. Journal of Economics and Sustainable Development, 9(13), 15–25.

Mansyur, Nawir. (2019). Manajemen Valuta Asing Dasar Keputusan Keuangan Perusahaan Multinasional. Klaten: Lakeisha.

Noele, M., Sinolungan, A., & Kumajas, L. (2020). Pengaruh Inflasi, Bi Rate, Dan Nilatukar Rupiah-dollar Amerika Terhadap Harga Saham PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2018. Manajemen dan Kewirausahaan, 1(2), 52-59.

Nurlina, N. (2017). Pengaruh Nilai Tukar dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Jurnal Samudra Ekonomika, 1(1), 33-43. https://doi.org/10.1234/jse.v1i1.64

Putri, D. S., & Dwiridotjahjono, J. . (2021). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Suku Bunga Bank Indonesia terhadap Harga Saham Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2019. Jurnal Revolusi Indonesia, 1(4), 240-248. https://doi.org/10.1235/jri.v1i4.111

Rachmawati, Y. (2019). Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di LQ45 Bursa Efek Indonesia. Jurnal Media Akuntansi (Mediasi), 1(1), 66-79.

Revinka, et al (2021). Pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap Nilai Perusahaan pada Sebelas Sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI). In Jurnal Ilmiah Bidang Keuangan Negara dan Kebijakan Publik (Vol. 1).

Ronaldo, R. (2019). Pengaruh Inflasi dan Tingkat Pengangguran terhadap Pertumbuhan Ekonomi Makro di Indonesia. Jurnal Ekonomi, 21(2), 137-153.

Santoso, A, B. (2018). Tutorial & Solusi Pengolahan Data Regresi. Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera.

Saputra, S. A., Gloria, C. M., dan Asnaini. (2021). Pengaruh Inflasi, Kurs, dan BI-7 Day Rate Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2015- 2020. Islamic Banking and Finance Journal, 5(1), 57–72

Sari, G. A. A. R. M., & Baskara, I. G. K. (2018). Pengaruh pertumbuhan ekonomi, suku bunga, dan nilai tukar terhadap investasi asing langsung di indonesia (Doctoral dissertation, Udayana University).

Supriadi, Iman. (2020). Metode Riset Akuntansi. Yogyakarta: Deepublish.

Tampubolon, V. A., Hasyim, M., & Abbas, I. (2022.). Pengaruh nilai tukar dan ekspor terhadap harga saham perbankan sebelum dan setelah pengumuman covid-19. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan, 4(8), 2022. https://journal.ikopin.ac.id/index.php/fairvalue

Wahyuni PratiwiR., & DwiridotjahjonoJ. (2022). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Suku Bunga BI terhadap Harga Saham Perusahaan Sub Sektor Properti dan Real Estate yang Terdaftar di BEI Periode 2016-2020. Reslaj : Religion Education Social Laa Roiba Journal, 5(2), 391-406. https://doi.org/10.47467/reslaj.v5i2.1517

Wira, T. S. (2020). Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar terhadap Harga Saham pada Perusahaan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilman: Jurnal Ilmu Manajemen, 8(1), 1-14.

Yose, E., Manurung, B., Purnasari, N., & Ginting, F. (2022). Analisis pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan produk domestik bruto (PDB) terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur subsektor textile dan garmin di BEI tahun 2017-2020. Fair Value: Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, Volume 4, No.5, P-ISSN: 2622-2191 E-ISSN: 2622-2205. https://doi.org/10.32670/fairvalue.v4iSpesial%20Issue%205.1627

                                                 Copyright holder:

Nuria Puspita Anggrainy, Rusdi Hidayat Nugroho (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: