Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 3, Maret 2024
ARISAN UANG DENGAN SISTEM LELANG
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA PANCASARI KECAMATAN SUKASADA
KABUPATEN BULELENG)
Shoffan Syafawi1, Susanti2
Universitas Islam Negeri Mataram, Nusa
Tenggara Barat, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik arisan uang dengan sistem lelang
yang berlaku di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dan
menganalisa tinjauan hukum Islam terhadap praktik arisan uang dengan sistem
lelang di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan ruang lingkup penelitian adalah
masyarakat Banjar Dinas Buyan Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten
Buleleng. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi,
laporan masyarakat, dan data sekunder. Sedangkan metode analisis data yang
digunakan adalah tabulasi data, data plotting, dan analisis spasial.
Kata kunci: arisan uang, sistem lelang, hukum Islam
Abstract
This study aims to describe the practice of money
arisan with an auction system that applies in Pancasari Village, Sukasada
District, Buleleng Regency and analyze the review of Islamic law on the
practice of money arisan with an auction system in Pancasari Village, Sukasada
District, Buleleng Regency. This research uses a type of qualitative research
with the scope of research is the Banjar community, Buyan Office, Pancasari
Village, Sukasada District, Buleleng Regency. The data collection methods used
are observation, documentation, community reports, and secondary data. While
the data analysis methods used are data tabulation, data plotting, and spatial
analysis.
Keywords:
money gathering, auction system, Islamic law
Pendahuluan
Kegiatan
ekonomi lahir sejak manusia diturunka ke bumi oleh Allah SWT puluhan ribu tahun
yang silam. Manusialah yang pertama kali melakukan kegiatan ekonomi dengan cara
mengambil langsung dari alam (food gathering) guna memenuhi kebutuhan
hidupnya, terutama hal-hal yang menyangkut sandang, pangan, dan papan (Ali, 2023). Setelah turunan manusia berkembang
banyak, manusia melaksanakan hidup secara berpindah- pindah (no maden)
dalam rangka mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya (Sinambela et al.,
2023). Namun dengan semakin kompleksnya
permasalahan yang manusia hadapi, karna menipisnya sumber daya alam dan
bagaimana cara mengolahnya, maka mulailah berfikir bagaimana cara
menyelesaikannya.
Menghadapi
persoalan tersebut, mulailah manusia menggunakan akalnya untuk menggolah sumber
daya alam yang ada untuk menghasilkan barang produksi. Hidupnyapun mulai
menetap dan tidak berpindah - pindah. Kegiatan manusia untuk menjadikan sumber
daya alam menjadi barang produksi disebut kegatan ekonomi.
Di dalam kehidupan
manusia di dunia ini sudah menjadi kodrat manusia yang diciptakan Allah untuk saling membutuhkan
antara
satu dengan
yang lainnya (Hutagalung,
2015). Supaya
mereka saling tolong menolong
dalam kebaikan, tukar menukar kebutuhan dalam segala urusan kepentingan hidup, baik dengan jalan jual beli,
sewa-menyewa, hutang
piutang,
bercocok tanam
atau dengan kegiatan
ekonomi (muamalah) lainnya.
Dengan melihat
bagitu kompaknya hubungan dalam masyarakat, maka kita dituntut untuk saling membantu sesama manusia dalam hal kebaikan.
Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Maka dari itu manusia memerlukan bantuan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya tersebut manusia melakukan aktifitas-aktifitas kerja sama dengan orang lain.
Di dalam hukum Islam sudah diatur mengenai aturan- aturan tertentu, agar
tidak terjadi ketimpangan - ketimpangan yang bisa menyebabkan bentrokan antar berbagai kepentingan. Aturan-aturan yang menjelaskan tentang
hubugan hak dan kewajiban
dalam hidup bermasyarakat
itu disebut dengan hukum muamalah.
Muamalah (hubungan antar sesama
manusia) merupakan bagian dari
syariat yang
wajib
dipelajari setiap muslim.
Mengetahui hukum-hukum ibadah, sebab beribadah kepada Allah
SWT merupakan hubungan antara
Allah dengan personal (Toriquddin,
2013), yang buahnya akan kembali kepada personal itu sendiri. Adapun bermuamalah adalah kegiatan transaksi harta benda yang
dilakukan manusia berdasarkan ketentuan- ketentuan umum yang ada dalam syara’ seperti
larangan riba, gharar, dan maysir (Muhamad,
2000).
Seiring
perkembangan zaman, aktivitas muamalah di dalam masyarakat
telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Fenomena sosial
dalam bermuamalah yang
dimaksud
dapat
ditandai bahwa aktivitas tersebut belum
pernah ada pada masa Rasulullah saw. Hal ini dilatar belakangi dengan
adanya pola pikir masyarakat serta adat kebiasaan yang
berbeda. Salah satu bentuk aktivitas muamalah kekinian yang
diikuti oleh sebagian masyarakat di Indonesia
adalah
arisan.
Arisan merupakan
sekelompok orang yang menyerahkan sejumlah uang kepada
ketua arisan secara rutin atau berkala dengan jumlah uang yang sama,
kemudian
diundi untuk menentukan siapa yang mendapatkan arisan tersebut (Gozali, 2006). Arisan merupakan bagian dari
muamalah yang terjadi di
berbagai daerah. Sampai saat ini telah menjadi kegiatan sebagian kelompok masyarakat,
misalnya di instansi pemerintah, perusahaan, rukun tetangga, sekolah
bahkan tempat ibadah yang dilakukan secara turun temurun (Muin,
2018) Arisan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang dengan adanya penyerahan sejumlah harta dalam bentuk utang piutang yang dilakukan
secara berkala. Maksudnya, arisan diberlakukan dengan masa atau waktu yang
telah ditetapkan untuk memperoleh pemenang arisan pada periode tertentu. Mengenai periode yang dimaksud, terdapat arisan yang
terdiri dari seminggu sekali penarikannya, dan ada juga yang dua minggu ataupun
diberlakukan sebulan sekali penarikan.
Selain itu, arisan memiliki dua fungsi yaitu sebagai sarana atau
wadah untuk
menabung dan utang
piutang. Arisan sebagai sarana untuk menabung
dapat dilihat dengan adanya penyetoran sebagian harta kepada ketua sebagai pemegang
amanah dan pada waktu tertentu akan dapat diterima kembali sebesar yang
telah dan akan disetorkan (Fahmi, 2017). Dalam hal utang piutang, terdapat pihak debitur dan kreditur di dalamnya. Adapun yang
menjadi pihak debitur adalah peserta yang
memenangkan arisan lebih cepat dari pada peserta lain yang
belum memenangkan
arisan tersebut, sehingga peserta yang
belum memenangkan arisan disebut sebagai kreditu dikarenakan memberikan modal
kepada peserta yang
memenangkan
arisan itu. Dengan demikian, arisan menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam menumbuhkan sifat hemat dalam diri dan juga membangun sikap saling
tolong menolong antar
sesama.
Dilihat dari
segi keuangan, arisan tidak memiliki keuntungan. Artinya, uang yang kita tabung selama satu putaran sama saja dengan yang kita peroleh. Bedanya hanya terletak pada perolehan arisan yang didapatkan oleh peserta di
awal periode, yaitu seperti mendapatkan utang dan bisa dicicil tanpa bunga. Akan tetapi kalau kita mendapatkan di akhir, kita seperti menabung
tanpa dapat bunga
atau bagi hasil.
Selanjutnya,
arisan yang berlaku di dalam masyarakat
juga memiliki objek dan pola yang berbeda. Ada yang berbentuk uang, jajan, proyek, sembako
dan
sebagainya. Selain itu, pola yang digunakan juga beraneka ragam seperti
menggunakan pola undian, jual beli, gadai dan
lainnya. Seperti
halnya arisan yang
berlaku di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng Provinsi
Bali, yaitu membuat Tender (lelang) untuk
mendapatkan arisan. Adapun pelaksanaan
dari arisan ini persertanya terdiri dari masyarakat
Banjar Dinas Buyan, yang melakukan pengundian
arisan setiap sebualan sekali. Dalam kalender bali
disebut Tumpek (ritual untuk bumi dan isinya).
Ada
beberpa praktik arisan yang diterapkan di Desa Pancasari Kecamatan sukasada
Kabupaten Buleleng ini, selain arisan lelang ini, ada juga arisan yang diadakan
oleh kelompok ibu-ibu lainnya yang mereka sebut arisannya dengan sebutan arisan
sosial. Arisan ini diterapkan leh ibu- ibu muslimat yang berada di Desa
tersebut, yang prakteknya tidak jauh berbeda dari konsep arisan pada umumnya,
hanya saja dalam arisan ini setiap pemenang dikenakan potongan dengan alokasi
potongan itu digunakan sebagai kas dari perkumpulan tersebut.
Berbeda
halnya dengan arisan lelang ini, yang anggotanya lebih besar dan tidak hanya
beranggotakan ibu- ibu muslim, namun seluruh komponen masyarakat dari berbagai
agama tergabung dalam arisan lelang yang di teliti oleh penulis selanjutnya.
Yang menarik
dari arisan
tersebut adalah pemenang
arisan adalah yang membuat tender atau lelang lebih besar dari yang lainnya.
Saat arisan tersebut diundi, pengurus segera melelang undian pertama ini, tentu
peserta yang mengajukan tender lebih tinggi akan mendapatkan undian tersebut,
sehingga pengurus tidak perlu mengundi kembali, kemudian hasil tender ini
dibagi rata keseluruh peserta.
Dari sini
sudah terlihat bahwa semakin
lama seorang peserta
memenangkan arisan, semakin banyak pula keuntungan yang diperoleh. Begitu
pula sebaliknya, semakin cepat seseorang memenangkan arisan, maka semakin sedikit keuntungan yang diperoleh. Bahkan, seseorang
tersebut akan mendapatkan total perolehan yang lebih sedikit dibandingkan dengan total setoran yang telah dan
akan dibayarkan.
Selain itu, para
peserta yang
sudah memenangkan arisan ini, tidak dapat keluar begitu saja. Hal ini dikarenakan adanya tanggung jawab untuk mengembalikan uang
kepada peserta lain yang
belum memenangkannya. Berbeda halnya dengan para peserta yang belum memenangkannya, dikarenakan belum ada kewajiban untuk mengembalikan
yang telah diperoleh. Dari sini terlihat
bahwasannya telah
terjadi utang piutang di
antara para peserta arisan.
Atas
permasalahan diatas penulis merasa perlu dan tertarik mengkaji lebih dalam
mengenai praktik arisan lelang yang dilakukan masyarakat Desa Pancasari
Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, maka penulis dalam penelitiannya
bertujuan sebagai berikut:
1) Untuk mendeskripsikan praktik arisan uang dengan sistem lelang
yang berlaku di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada
Kabupaten Buleleng.
2) Untuk menganalisa tinjauan
hukum Islam terhadap praktik
arisan uang
dengan sistem lelang di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada
Kabupaten Buleleng.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang menghasilkan penemuan yang
tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau cara
kuantifikasi lainnya (Sugiyono, 2019). Ruang lingkup
penelitiannya adalah masyarakat Banjar Dinas Buyan Desa Pancasari Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng. Sumber data yang digunakan terdiri dari sumber
data primer, yang langsung dikumpulkan oleh penulis dari sumber pertamanya,
yaitu pengelola dari arisan lelang beserta anggotanya, dan sumber data skunder,
yang merupakan data yang dikumpulkan sebagai penunjang sumber data primer dalam
bentuk dokumen-dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi
observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh data yang benar dan memenuhi
syarat penelitian ilmiah. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini
melibatkan proses pengorganisasian, analisis, dan interpretasi data
non-numerik, seperti hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipahami. Proses analisis data kualitatif
berlangsung selama proses penelitian, dimulai dari merumuskan masalah hingga
menentukan tema dan rumusan hipotesis, dengan fokus utama selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
Hasil Dan
Pembahasan
Mekanisme Arisan
Uang Dengan Sistem Lelang Di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten
Buleleng
Sesuai
dengan praktik arisan secara umum, kegiatan arisan dilakukan dengan adanya
pengumpulan dana sesuai dengan kesepakatan berdasarkan waktu yang telah
ditetapkan dan dilakukan pengundian tiap periodenya. Hal ini dilakukan secara
terus menerus secara bergilir hingga seluruh peserta arisan memperoleh
bagiannya masing-masing. Hasil yang diperoleh oleh peserta arisan biasanya
berupa uang, selain itu pula ada yang berupa bahan makanan pokok dan sebagainy.
Ini adalah bentuk hak dan kewajiban yang ada di dalam kegiatan arisan.
Arisan
uang dengan sistem lelang di Desa Pancasari Kecamatan sukasada merupakan
kegiatan yang sudah ada sejak tahun 1990-an dan berkembang hingga sekarang di
Desa Pancasari (Desak, 2019). Indikator perkembangannya dilihat dari
segi peserta yang semakin meningkat dan jumlah kelompok arisan yang semakin
banyak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini sangat diminati oleh
masyarakat setempat dan menjad aktivitas turun temurun.
Kesepakatan
yang dilakukan di dalam arisan ini juga dilakukan secara lisan yang dilandasi
dengan adanya kepercayaan diantara masing-masing peserta arisan. Kepercayaan
ini diperoleh dengan adanya pengetahuan masing-masing peserta terhadap
karakteristik, sifat, dan kemampuan ekonomi peserta lain.
Arisan
uang dengan sistem lelang ini memiliki cara yang sama dengan arisan pada
umumnya, yakni para peserta wajib membayar iuran pada waktu yang telah
ditentukan. Dari hasil survey arisan lelang di Desa Pancasari Kecamatan
sukasada Kabupaten Buleleng ini dilaksanakan pada minggu terakhir pada bulan
Hindu yang disebut tumpek. Tumpek sendiri merupakan sebuah nama
darihar raya bulanan umat Hindu. Dalam 12 bulan umat Hindu yang terdiri dari 35
hari tiap bulannya, memiliki hari raya tumpek yang berbeda-beda misalkan
pada bulan bulan ini ialah tumpek arah, yakni hari raya untuk
menselamati hewan peliharaan. Kemudian pada sore harinya dilanjutkan dengan
berkumpul disebuah tempat yang disebut bale banjar, sebuah rumah adat
tempat berkumpulnya masyarakat untuk bermusyawarah dan berdiskusi seputar
program Desa. Perkumpulan inipun dilakukan selama dua hari, dimana hari tumpek
berkumpul warga laki-laki dan keesokan harinya dilanjutkan oleh para istri
atau warga perempuan.
Keanggotaan
arisan uang dengan sistem lelang ini diikuti oleh ibu-ibu anggota banjar yang
terdaftar resmi sebagai anggota dalam banjar tersebut, tidak memandang muda
ataupun tua, muslim maupun Hindu, semuanya berbaur menjadi satu dalam
perkumpulan ini, dan arisan uang dengan sistem lelang ini diketuai oleh seorang
ketua arisan dibawah naungan banjar.
Arisan
uang di Desa Pancasari Kecamatan sukasada Kabupaten Buleleng ini terdiri dari 3
kelompok, kelompok pertama dengan nominal Rp.20.000, arisan ini menggunakan
sistem pengundian seperti arisan biasanya dan selanjutnya arisan dengan nominal
Rp.100.000 dan Rp. 300.000 dengan sistem lelang. Adapun untuk iurannya
diserahkan pada saat perkumpulan itu berlangsung (Desak, 2019). Jumlah peserta yang bergabung ke
kelompok-kelompok ini juga berbeda, yang mana arisan uang dengan sistem lelang
ini diikuti oleh 50 orang peserta.
Sebelum
memulai arisan uang dengan sistem lelang ini, ketua arisan yang diketuai oleh
ibu siti maimunah mengabsen dan mengumpulkan uang iuran terlebih dahulu,
sembari mengumpulkan iuran acara diambil alih oleh ketua banjar untuk
menyampaikan informasi seputar Desa Pancasari. Selanjutnya, tawaran dilakukan
dengan cara menuliskan nominal tawaran diselembar kertas. kemudian, kertas yang
berisikan tawaran nominal tersebut diserahkan kepada ketua arisan dengan tujuan
untuk menyeleksi peserta yang dapat memenangkan arisan tersebut berdasarkan
nilai tawaran nominal terbesar. Jadi, peserta yang dapat memenangkan arisan ini
adalah peserta yang memberi nominal tawaran tertinggi disetiap episodenya.
Mulai bergabung Penyetoran iuran arisan Melakukan tawaran PENYERAHAN UANG TAWARAN
Gambar 1. Alur Arisan
Uang Dengan Sistem Lelang
Setelah dilakukan penyeleksian nominal tawaran oleh ketua, selanjutnya akan dapat diketahui peserta yang
dapat memenangkan arisan pada periode
tersebut.
Kemudian ketua arisan
akan mengambil nominal tawaran yang sebelumnya
hanya ditulis di selembar kertas oleh peserta
yang akan memenangkan
arisan
dari jumlah yang
diterimanya. Sehingga jumlah yang diterima oleh pemenang arisan adalah pengurangan dari jumlah perolehan yang seharusnya didapat dengan
nominal tawaran yang diberikan.
Penentuan pemenang arisan akan diumumkan sekaligus dilakukan penyerahan uang hasil bagi dari tawaran kepada para peserta yang belum pernah memenangkan arisan. Uang
hasil pembagian tawaran yang
dibagikan kepada para peserta
yang
belum pernah memenangkan arisan.
Setelah dilakukan pembagian uang lelang kepada peserta yang
belum mendapatkan arisan, maka berakhirlah arisan uang pada sistem lelang pada
episode itu.
Arisan
uang dengan sistem lelang pada episode ke37 yang dihadiri peneliti dimenangkan
oleh Kt Purni SD dengan tender sebesar Rp.410.000, mengalahkan 3 penantang
lainnya dengan tender Rp. 400.000 (Hj Maemunah), Rp.360.000 (Ng Sari) dan
Rp.350.000 (Pt Seniani). Selanjutnya uang tender sejumlah Rp.410.000 itu
dibagikan langsung ke 13 anggota arisan yang belum memenagkan arisan.
Dari
dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri, hanya menemukan daftar
nama dan ururtan pemenang yang telah memenangkan arisan hingga saat ini. Arisan
uang dengan sistem lelang inipun merupakan rengkarnasi yang keduakalinya. Tidak
ada arsip dari pengurus dalam arisan ini karena setiap kali periodenya,
penanggung jawab arisan ini berganti sesuai dengan kesepakatan. Pencatatan data
yang kurang sempurna sehingga beberapa pertanyaan peneliti tidak bisa dijawab
dengan akurat.
Analisis Hukum
Islam terhadap Arisan Uang Dengan Sistem Lelang di Desa Pancasari Kecamatan
Sukasada Kabupate Buleleng
Arisan
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pancasari seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya memiliki kesamaran hukum dalam kehadirannya ditengah-tengan masyarakat,
namun Allah SWT dalam penciptaannya tidak dalam permainan, kesia-sian, namun
dengan kebenaran dan kemanfaatan, Allah berfirman yang artinya
Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS Al Mu’minun, 115) (Departemen Agama RI,
2010)
Diantara
tujuan dari Allah SWT menciptakan makhluk ialah kemaslahatan dan memakmurkan
dunia dengan kebaikan (Abdul’Al, 2014), begitu pula dengan syariat yang
diturunkan melalui nabi-nabiNya dan kitabNya masing-masing, hingga syariat yang
mengatur kita melalui nabi Muhammad SAW. Seperti yang kita ketahui bahwa allah
mengatur kehidupan kita dari hal yang sangat mendasar hingga kepada yang lebih
kompleks, yang mana
dalam Islam dikenal dengan istilah syari’at. Kalau ditilik dari
segi bahasa syari’at dapat diartikan sebagai jalan, dalam hal ini ialah jalan
menuju kemaslahatan dunia dan akhirat. Dalam syari’at Islam kita mengenal
istilah ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh, ibadah mahdhoh bersifat tauqifi
atau baku dari Allah swt, adapun ghairu mahdoh sebaliknya, yang
mana dalam hal inliah Allah swt, memberikan hak kekhalifahan manusia sebagai
pengatur dunia, sehingga kita mengenal adanya istilah fiqih mu’amalah yang
berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia.
Syari’at
juga dalam fungsinya mengatur semua lini kehidupan manusia satu sama lain,
mulai dari hubungan bertetangga hingga kepada hubungan perekonomiannya. Itu
semua adalah demi satu tujuan, yaitu mencapai derajat ketaqwaan disisi Allah
swt. Berkaitan degan hal itu, Allah swt, dalam Al-Qur’an berfirman yang artinya
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Departemen Agama RI, 2010).
(Al
Maidah ayat 2)
Dalam
konsep yang telah dibentuk oleh para pendahulu, dalam menentukan hukum suatu
perkara yang kita lakukan dimuka bumi ini, telah diformulasikan oleh ilmuan
pada bidang keahliannya, untuk selanjutnya kita sebagai generasi selanjutnya
dapat menikmati kemudahan-kemudahan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Seperti
arisan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pancasari ini.
Kaidah
dasar dan sangat mendasar dalam kita melaksanakan ibadah dimuka bumi ini adalah
الْأَصْلُ فِي الْعِبَادَةِ التَّوْقِيْفُ
“hukum
asal dari suatu ibadah adalah ketetapan” (Miswanto, 2020).
Dalam
kaidah ini menjelaskan bahwa ibadah mahdoh, seperti sholat, zakat puasa
dan haji, merupakan ibadah yang hukumnya telah ditentukan Allah SWT, tidak
perlu lagi didatangkan sebuah pertanyaan mengapa sholat itu diwajibkan ataupun
mengapa kita harus melaksanakan puasa sebulan penuh, ini semua merupakan hak
Allah swt.
Sedangkan
dalam ibadah goiru mahdhoh, Allah memberikan hak kepada hambanya
untuk menentukan hukum berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan pula,
menjadikan Al Qur’an dan Hadist serta produk-produk hukum yang telah
diformulasikan oleh sahabat ataupun tabiin dan ulama-ulama yang keilmuannya
telah diakui oleh dunia. Dalam bermuamalah kita dibekali kaidah dasar
الْأَصْلُ فِي الْمُعَامَلَةِ الْإِبَاحَةُ
“hukum
asal dari prilaku antar sesama ialah boleh” (Miswanto, 2020).
Seiring
perjalanan waktu yang semakin berkembang pesat ini, bentuk intraksi
mu’amalahpun mengikuti perkembangannya dan beragam bentuknya, salah satunya
adalah arisan uang dengan sistem lelang yang berkembang ditengan masyarakat
Desa Pancasari Kecamatan sukasada Kabupaten Buleleng. Arisan uang dengan sistem
lelang ini telah menemukan ritmenya sehingga bisa eksis bertahan dan terus
berkembang hingga saat ini.
Mengawali
analisis ini, Allah swt berfirman dalam Al Qur’an yang artinya
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (Departemen Agama RI,
2010).
Ayat
ini merupakan rujukan dalil dari setiap mu’amalah yang mana asas sama-sama
ridho menjadi awal terbentuknya sebuah akad suatu mu’amalah. Sama halnya dengan
Arisan uang dengan sistem lelang yang akan peneliti analisis. Dari hasil
penelitian ditemukan fakta bahwa sebelum diadakannya arisan ini, telah dibentuk
aturan yang disepakati oleh seluruh peserta arisan, tidak ada yang
ditutup-tutupi dalam pelaksanaan arisan ini dan berjalan sesuai dengan
kesepakatan.
Dalam
mengajukan tawaran tidak dibuat kesepakatan batas minimum dan maksimum
seseorang dalam mengajukan tawaran sehingga sama dengan undian, siapapun yang
beruntung saat itu ia yang berhak mendapatkan uang arisan karena saat pengajuan
tender (Julinda &
Masjupri, 2020) atau tawaran ini dilakukan dengan cara
tertutup sehingga tidak ada satu sama lain mengetahui nominal jumlah lawan
tendernya, dari sini bisa kita lihat bahwasanya mereka yang mengajukan tender
atau tawaran ini telah menimbang tawarannya sesuai dengan kadar kesanggupannya
dan tidak ada paksaan, berbeda halnya dengan penawaran jika dilakukan secara
terang-terangan, yang saling mengangkat harga untuk mengalahkan lawan, sehingga
asas dari arisan yang tolong menolong ini menjadi hilang.
Selanjutnya
uang tawaran itu dibagikan sejumlah anggota yang belum mendapat arisan, ini
adalah bentuk hadiah bagi mereka yang belum beruntung mendapatkan arisan,
sehingga bisa terhibur selama praktek arisan ini berjalan. Dalam sebuah hadist
dalam kitab shohih bukhori dalam bab ajru samsyaroh:
وَلَمْ يَرَ ابْنُ سَيْرِيْنَ
وَعَطَاءُ وَإِبْرَاهِيْمُ وَالْحَسَنُ بِأَجْرِ السَّمْسَارِ بَأْسًا. وَقَالَ
ابْنُ عَبَّاس : لاَبَأْسَ أَنْ يَقُوْلَ : بِعْ هَذَا
الثَوْبَ فَمَازَادَ عَلىَ كَذَا وَكَذَا فَهُوَ لَكَ. وَقَالَ إِبْنُ سَيْرِيْن : إِذَا قَالَ: بِعْهُ بِكَذَا فَمَا كَانَ مِنْ
رَبْحٍ فَهُوَ لَكَ وَ بَيْنِ وَ بَيْنَك, فَلَا بَأْسَ بِهِ وَقَالَ النَّابِي صَلىّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم :
الْمُسْلِمُوْنَ عِنْدَ شُرُوْطِهِمْ
“Ibnu Sairin, Atha’, Ibrahim dan Al Hasan tak pernah berpendapat bahwa
upah sebagai calo/makelar adalah sesuatu yang buruk. Dan Ibnu Abbas
berpendapat: Tak apa dia mengatakan (akad): jual pakaian ini, jika kamu
mendapat lebih dari ini maka itu milikmu. Dan Ibnu Sairin berkata: jika dia
berkata: jual ini seharga ini, kalau ada keuntungan dari itu maka itu milikmu,
atau kita bagi bersama-sama, maka taka pa-apa. Kemudian Rasululla SAW bersabda:
orang-orang muslim itu tergantung pada syarat mereka“ (Yaakob, 2018).
Orang
– orang muslim itu tergantung pada syarat mereka, kecuali sayarat menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal (Yaakob, 2018), dalam syarat- syarat yang dibentuk dalam
ariasn uang dengan sistem lelang ini, tidak tampak syarat yang menunjukkan
menghalalkan keharaman. Dalam transaksi Islam, harus terlepas dari atau terbebas
dari unsur maysir, ghoror dan riba.
Maysir adalah
memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa bekerja, tidak logis atau spekulasi yang tidak rasional, tidak
jelas barang yang ditawarkan. Asas dari arisan ini jelas adalah tolong menolong
dalam bentuk hutang piutang, mengajukan tawaranpun dalam batas kewajaran yang
disanggupi peserta. Ghoror merupakan sikap yang mengarah pada penipuan,
tidak mengetahui apa yang diakadkan yang didalamnya diperkirakan tidak ada
unsur kerelaan. Arisan ini dimulai dan dibentuk berdasarkan kesepakatan dan
keterbukan antar sesama anggota, jumlah dan nominal arisan dipaparkan secara
rinci oleh penanggung jawab arisan setiap periodenya. Riba merupakan tambahan
dari setiap transaksi yang bertentangan dari prinsip muamalah dalam Islam. Di
dalam praktek yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pancasari tidak ada tambahan
yang diterima oleh peserta arisan, adapun uang yang dibagikan dari hasil
tawaran itu merupakan sebah hadiah yang diberikan pemenang arisan kepada mereka
yang bersabar menunda untuk megakhirkan dirinya memperoleh arisan.
Arisan
yang dipraktikkan oleh masyarakat Desa Pancasari ini tidak dapat digolongkan
mengandung unsur Maysir, Ghoror dan Riba, ketiga unsur ini
memiliki illat yang sama yakni merugikan. Sedangkan dalam arisan yang
dipraktekkan masyarakat Desa Pancasari terlepas dari ketiga unsur tersebut.
Didalam
hadist tersebut juga dalam penjelasannya dijelaskan orang – orang muslim itu
tergantung pada syarat mereka yang mereka sepakati, jelas dalam arisan uang
dengan sistem lelang ini dibentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang
bersesuaian dengan kebenaran yang dibentuk oleh mereka anggota dan pengurus
arisan, mulai dari jumlah nominal, penyaringan peserta hingga tata cara
memperoleh arisan, semua berdasarkan kesepakatan dan kesanggupan peserta serta
pengurus.
Seperti
konsep Islam dalam bermu’amalah dalam Islam kita dianjurkan untuk saling tolong
menolong, karena kita adalah mahluk social
النّاسُ لِلنّاسِ مِنْ بَدْوٍ
وَحَاضِرَةٍ # بَعْضُ لِبَعْضٍ وَإِنْ لَمْ يَشْعُرُوا خَدَمَ
“manusia itu baik dari golongan badui maupun perkotaan # walaupun
mereka tidak menyadari satu dengan yang lainnya saling melayani“
Selagi
belum dalam konsep yang menyangkut akidah maka saling tolong menolong dalam
keberagaman dalam beragama itu tidak dipermaslahkan, dalam arisan uang dengan
sistem lelang ini, tidak ada kesepakatan yang mengatakan peserta dalam
mengajukan tender atau tawarannya ini menyertakan alasannya untuk mendapatkan
arisan. Sehingga murni pemilik arisan itu menjadi milik pemenang.
Selanjutnya
jika ditilik dari kaca mata sogok menyogok yang dalam hadisnya dikatakan:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
الرَّاشِيْ وَالْمُرْتَشِي
“rasulullah
melaknat orang yang menyuap dan menerima suap” (Sularno, 2020).
Dalam
praktek arisan ini, prosesi lelang atau tawaran yang dilakukan sedikit terkesan
seperti praktek suap menyuap, karena tidak dilakukan dengan terbuka, melainkan
anggota yang ingin mendapatkan arisan saat itu harus menulis diatas kertas
secara tersembunyi nama dan nominal tawarannya. Namun praktek ini tidak
terkatagorikan sogok menyogok, karena semua peserta akan menegetahui
pemenangnya secara transparan. Berbeda dengan sogok menyogok yang hanya
diketahui oleh penyogok dan penguasa kebijakan atau oknum yang disogok. Dalam
hal ini peneliti mengatakan bahwa cara ini merupakan sebuah mekanisme arisan
uang dengan sistem lelang yang telah disepakati oleh pengurus dan peserta
arisan.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut; (1) arisan uang dengan sistem lelang yang diterapkan di Desa
Pancasari Kecamatan sukasada Kabupaten Buleleng ini merupakan praktek yang
dibolehkan secara hukum Islam. Karena segala bentuk akad atau kesepakatan yang
ada di dalam arisan uang dengan sistem lelang ini telah memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan oleh peserta dan anggota arisan dan tidak melanggar
batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh syariat, dan (2) unsur tolong
menolong yang tercantum dalam surat Al maidah ayat 2 adalah “dan tolong
menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”, Telah terpenuhi. Para peserta
arisan merasa bahagia bisa saling membantu karena mayoritas pemenang arisan
menggunakan arisannya untuk biaya anak sekolah.
BIBLIOGRAFI
Abdul’Al, A. H. (2014). Pengantar Ushul Fikih. Pustaka
Al Kautsar.
Ali, M. (2023). Ekonomi
Pancasila Dari Sudut Pandang Ekonomi Islam. Iltizam: Jurnal Ekonomi Dan
Keuangan Islam, 1(1), 1–24.
Departemen Agama RI.
(2010). al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Diponegoro.
Desak. (2019). Wawancara
dengan ibu Desak, anggota banjar dinas buyan Desa Pancasari Kecamatan sukasada
kebupaten bulelng, pada tanggal 7 juli 2019 di Desa Pancasari.
Fahmi, W. (2017). Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Qard dalam Praktik Arisan Uang dengan Sistem Tawaran
(Studi Kasus di Desa Sidotani Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun). UIN
Ar-Raniry Banda Aceh.
Gozali, A. (2006). Cash
Flow for Women: Menjadikan Perempuan Sebagai Manajer Keuangan Paling Top.
Hikmah.
Hutagalung, S. (2015).
Tiga Dimensi Dasar Relasi Manusia Dalam Kehidupan Sosial. Jurnal Koinonia,
7(2), 81–91.
Julinda, G., &
Masjupri, S. A. (2020). Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Arisan Motor Dengan
Sistem Lelang (Studi Kasus di KSP Koppas “Manunggal Jaya” Desa Sawahan,
Ngemplak, Boyolali). UPT IAIN SURAKARTA.
Miswanto, A. (2020).
Al-Haram Law Discovery Process in Indonesian Ulama Perspective: A Study of
Abdul Hamid Hakim’s Thoughts. 1st Borobudur International Symposium on
Humanities, Economics and Social Sciences (BIS-HESS 2019), 278–283.
Muhamad. (2000). Lembaga-lembaga
keuangan umat kontemporer. UII Press.
Muin, R. (2018). Perilaku
Masyarakat terhadap Pelaksanaan Arisan Lelang dalam Perspektif Ekonomi Islam
(Studi Kasus Masyarakat Desa Paomacang Luwu Utara). Laa Maisyir: Jurnal
Ekonomi Islam, 5(1).
Sinambela, A. P. S.,
Anggraini, T., & Yanti, N. (2023). Implementasi Akad Rahn dan Akad Ijarah
Terhadap Produk Gadai Emas pada Bank Syariah Indonesia KCP Medan Iskandar Muda.
JIKEM: Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen, 3(2),
5405–5436.
Sugiyono. (2019). Metode
Penelitian Kuatitatif Kualitatif dan R&D (Pertama). CV. ALFABETA.
Sularno, M. (2020). Perbandingan
Tindak Pidana Gratifikasi Antara Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam.
Toriquddin, M. (2013).
Teori Maqashid Syari’ah Perspektif Ibnu Ashur. ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam,
14(2), 184–212.
Yaakob, M. A. Z. (2018). Wakaf
Infrastruktur Menurut Perspektif Hadith Dan Aplikasinya Dalam Pembangunan
Hartanah Wakaf Di Selangor. University of Malaya (Malaysia).
Copyright holder: Shoffan Syafawi, Susanti (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |