Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 2, Februari 2024
PENGEMBANGAN
MODEL INTEGRASI ATFM/A-CDM DI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA, TANGERANG, BANTEN
Dedy Fachrudin1*, IGA Ayu Mas
Oka2, Chuanda3
Politeknik Penerbangan Indonesia Curug, Tangerang,
Banten, Indonesia1
Politeknik Penerbangan Palembang, Palembang,
Sumatera Selatan, Indonesia2
Universitas Negeri Tanjungpura Pontianak,
Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia3
Email: [email protected]1*,
[email protected]2,
Penerapan
ATFM dan A-CDM dalam bentuk kolaborasi bersama melalui konsep Integrasi
ATFM/A-CDM mutlak diperlukan dalam meningkatkan tata kelola penyelenggaraan
penerbangan yang selamat, aman, efektif, efisien dan mempunyai kontribusi
terhadap keberlanjutan lingkungan, dalam hal ini berupa utilisasi penggunaan
ruang udara dengan menyeimbangkan kebutuhan operasional dengan kapasitas ruang
udara yang lebih baik dengan perencanaan yang lebih presisi, utilisasi sumber
daya dan penggunaan kapasitas bandar udara yang lebih optimal, mengurangi
kelebihan beban kerja yang tidak diinginkan, optimalisasi dan efektifikasi slot
time, dan peningkatan prediktabilitas kegiatan operasional terkait
penyelenggaraan penerbangan lainnya. Saat ini di Indonesia khususnya di Bandar
Udara Internasional Soekarno-Hatta, penerapan ATFM/A-CDM masih belum berjalan
dengan optimal, masih perlu adanya kesamaan persepsi dan definisi diantara
pemangku kepentingan dalam ekosistem A-CDM, kesamaan cara pandang dapat mulai
dibangun melalui diskusi, brainstorming, workshop dan komitmen bersama dalam
menjalankan pertukaran informasi dan data terkait dengan kebutuhan ATFM/A-CDM,
termasuk juga merubah paradigma operasional yang sebelumnya menerapkan pola
“first come, first served” menjadi “best plan, best served” pola ini
menggambarkan bagaimana kedepan para pemangku kepentingan berkomitmen terhadap
perencanaan penerbangan yang lebih matang dan presisi melalui keakuratan
pertukaran data serta informasi yang diperlukan diantara pemangku kepentingan,
guna mencapai peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pengguna moda transportasi
udara di Indonesia.
Kata Kunci: ATFM, A-CDM, Prediktabilitas,
Efisiensi
Abstract
The implementation of ATFM and
A-CDM in the form of joint collaboration through the concept of ATFM / A-CDM
Integration is absolutely necessary in improving the governance of safe, safe,
effective, efficient flight operations and has a contribution to environmental
sustainability, in this case in the form of utilization of airspace use by
balancing operational needs with better airspace capacity with more precise planning, Utilization of resources and utilization of
airport capacity more optimally, reducing unwanted workload overload,
optimization and effectiveness of slot time, and increasing predictability of
operational activities related to the implementation of other flights.
Currently in Indonesia, especially at Soekarno-Hatta International Airport, the
implementation of ATFM / A-CDM is still not running optimally, there is still a
need for common perceptions and definitions among stakeholders in the A-CDM ecosystem,
common perspectives can begin to be built through discussions, brainstorming,
workshops and joint commitments in carrying out information and data exchanges
related to the needs of ATFM / A-CDM, including changing the operational
paradigm that previously implemented The pattern of "first come, first
served" becomes "best plan, best served" This pattern
illustrates how in the future stakeholders are committed to more mature and
precise flight planning through the accuracy of data exchange and information
needed among stakeholders, in order to achieve improved services to the
community, especially users of air transportation modes in Indonesia.
Keywords:
ATFM, A-CDM, Predictability, Efficiency
Pendahuluan
Pandemi covid-19 yang
melanda Indonesia sejak bulan maret 2020 berdampak sangat tajam terhadap integrasi
penerbangan nasional dalam hal ini operator penerbangan (airlines), operator
bandar udara (airport), penyelenggara layanan navigasi penerbangan (airnav) dan
bidang usaha terkait penerbangan lainnya yang terhubung dalam eksosistem
penerbangan nasional (Jecuinna
& Zielma, 2021), penerapan protokol
kesehatan berdampak pada perubahan strategi marketing integrasi penerbangan
karena masyarakat secara umum akan menghindari keramaian, menjaga jarak dan
membatasi aktifitas bepergian sehingga terjadi penurunan jumlah penumpang yang
menggunakan moda transportasi udara (Suryasih,
2020), pada Tahun 2020
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) mencatat adanya penurunan
jumlah pengguna transportasi udara sebesar 60% dibandingkan dengan periode
serupa Tahun 2019 (Fithri,
2023). Krisis kesehatan
berupa integrase covid-19 kali ini telah memukul industri penerbangan lebih
parah dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya.
Pada periode tahun
2022, tren kenaikan penumpang pengguna moda transportasi udara dikawasan Asia
Pacific sudah mulai ada peningkatan (Febrian,
2022), hal ini disebabkan
sudah mulai dibuka nya batas negara (borders) oleh negara-negara yang
sebelumnya memberikan pembatasan masuk antar negara, selain itu dengan
gencarnya vaksinasi pada tingkatan global secara perlahan pandemic covid-19
mulai dapat dikendalikan (Rusman
et al., 2021). Hal ini cukup
memberikan dampak signifikan terhadap kenaikan jumlah penumpang untuk
melaksanakan perjalanan wisata, bisnis, dan kunjungan lainnya menggunakan moda
transportasi udara (Pambudi
et al., 2020).
Gambar 1.
Asia/Pacific Air Traffic Recovery and Projection
Sumber:
ICAO Big Data Dashboard & Analysis
Berdasarkan data-data
tersebut, tentunya cukup menggembirakan ketika sudah terlihat tren kenaikan
jumlah penumpang pada moda transportasi udara (penerbangan) akibat dari
pelonggaraan persyaratan perjalanan menggunakan moda transportasi udara dan
juga gencarnya kegiatan vaksinasi oleh pemerintah kepada masyarakat yang
menjadi game changer atas kebangkitan
penyelenggaraan transportasi udara di Indonesia. Hal tersebut juga sesuai
dengan INACA White Paper yang
menyatakan bahwa “Pemulihan industri penerbangan diprediksi mulai membaik pada
awal 2022 untuk aktifitas penerbangan domestik dan kembali pada tingkat optimal
pada tahun 2023” sementara itu “Penerbangan Internasional diprediksi mulai
membaik pada akhir tahun 2023 dan kembali ke tingkat optimal pada tahun 2026”
dengan vaksinasi sebagai game changer
bagi pemulihan industri penerbangan di Indonesia.
Periode tahun 2022 merupakan harapan baru bagi industri penerbangan nasional seiring dengan semakin
terkendalinya kasus covid-19 sehingga pelonggaran-pelonggaran atas protokol
kesehatan sudah mulai bisa diterapkan (Purwahita et al., 2021), hal ini merupakan momentum bagi Industri
Penerbangan untuk bangkit lebih kuat dan pulih lebih cepat dengan menerapkan
layanan-layanan serta bisnis baru yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat, meskipun di sisi
lain, operator penerbangan (airlines) saat ini sedang berjibaku dalam rangka
pemulihan operasional dengan mulai meningkatnya kebutuhan jasa tetapi belum
diimbangi dengan ketersediaan dan kesiapan armada akibat dampak dari
penghentian operasional pada periode sebelumnya yang berdampak pada
pemeliharaan dan kelaikan armada, penarikan armada oleh pihak leasing, timbulnya krisis global dari perang rusia dan
ukraina berakibat naiknya harga minyak dunia, yang berdampak secara langsung
pada kenaikan harga tiket penerbangan.
Industri
penerbangan Indonesia memiliki prospek yang cerah dengan didukung kondisi
geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan
memiliki kurang lebih 17 ribu pulau yang membentang dari sabang sampai merauka,
dari miangas sampai rote (Iqbal, 2018), dengan demikian transportasi
udara akan menjadi tulang punggung transportasi, konektifitas nasional dan
aktifitas pariwisata, serta penggerak utama perekonomian nasional. Industri
penerbangan sendiri terdiri dari beberapa stakeholder (airline, airport, airnav
dan pelaku usaha lainnya) yang saling mendukung dan berkaitan satu dengan
lainnya dalam suatu ekosistem penerbangan (Rahmandhani, 2023). Di masa recovery seperti saat ini
harmonisasi dan kolaborasi antar stakeholder dan pelaku usaha penerbangan
lainnya mutlak diperlukan, semua unsur harus duduk bersama, harmonis saling mendukung
satu dengan yang lain mengingat saat ini dalam proses pemulihan, masing-masing
stakeholder tidak bisa saling berjalan sendiri-sendiri, airnav membutuhkan
airlines sehingga senantiasa dapat menjalankan fungsi pelayanan navigasi
penerbangan yang menjadi tanggung jawabnya, ketika airlines stop beroperasi,
airnav juga tidak dapat menjalankan fungsinya, begitu juga dengan airlines
membutuhkan airnav untuk dapat memandu lalu lintas penerbangan pesawatnya dan
juga airport untuk aktifitas pendaratan, parkir, penyimpananan pesawat dan
fasilitas terminal bagi pengguna jasanya. Hubungan pelaku usaha penerbangan dan
pendukungnya harus senantiasa berjalan seiring untuk bersama-sama menjaga
keberlanjutan bisnis usaha dengan masing-masing stakeholder lainnya.
Delay atau penundaan juga bisa
terjadi akibat pemintaan kebutuhan operasi penerbangan yang menumpuk akibat
belum optimalnya target kinerja operasi dari masing-masing stakeholder terkait,
sehingga tundaan-tundaan yang ada berakibat diujung pada menumpuknya operasi
penerbangan pada waktu atau jam tertentu (Rahayu
et al., 2023). Dalam hal ini tata kelola
pergerakan pesawat udara di area darat dan udara menjadi hal utama yang menjadi
perhatian, sehingga diperlukan suatu mekanisme yang tepat dalam mengelola
kebutuhan operasi penerbangan sehingga pengelolaan ruang udara dan area
operasional lainnya yang mendukung kelancaran penerbangan melalui organisasi
atau unit kerja yang berwenang mengatur pengelolaan dan pengoperasian guna
meningkatkan kapasitas ruang udara yang dikenal dengan Air Traffic Flow Management (ATFM), sesuai dengan ICAO Document 4444, Air Traffic Management, Chapter 3 Paragraph
3.2.1.1 “An air traffic flow management
(ATFM) service shall be implemented for airspace where traffic demand at times
exceeds the defined ATC capacity”.
Dalam upaya mewujudkan dan
tercapainya penyelenggaran operasi penerbangan yang selamat, aman, teratur,
diperlukan pengaturan yang baik, efektif dan efisien, Pemerintah melalui Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) yang selanjutnya disebut sebagai Airnav
Indonesia ditunjuk sebagai satu-satunya Lembaga yang
mempunyai tugas dan kewenangan Berdasarkan PP No. 77 tahun 2012 untuk melaksanakan
penyediaan jasa pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan standar yang
berlaku untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penerbangan dalam lingkup
nasional dan internasional (Rizika, 2021; Suhartono et al., 2019). Sebagai Badan Usaha, tolak ukur
kinerja AirNav Indonesia dilihat dari sisi safety yang terdiri atas banyak
unsur seperti SDM, peralatan, prosedur dan lain sebagainya yang semuanya harus
mengikuti perkembangan dan standar yang diatur secara ketat dalam Civil Aviation Safety Regulations
(CASR).
Airnav Indonesia
sebagai penyedia jasa pelayanan navigasi penerbangan telah menerapkan ATFM yang
dimulai pada tahun 2016 melalui penggunaan sistem chronos yang digunakan
sebagai alat bantu monitoring ketersediaan slot irregular di Bandar Udara sesuai
PM. 57 Tahun 2016 dan perubahan slot (delay/early) agar tidak melebihi Notice Airport Capacity (NAC)
sebagaimana di tetapkan (Atmaka, 2023). Penerapan ATFM di beberapa negara
berbeda-beda sesuai dengan karakter dan regulasi nasional negara masing-masing,
sebagai salah satu referensi Eurocontrol (Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan di wilayah Eropa) mendefinisikan ATFM sebagai upaya mengatur dan
menjaga jumlah lalu lintas penerbangan agar tidak melebihi kapasitas yang
tersedia sehingga delay/penundaan di udara (air
delay) maupun delay/penundaan di darat (ground
delay) pada suatu operasi penerbangan tidak melebihi toleransi delay yang
dapat diterima. Mengingat kapasitas tidak dapat lagi menampung jumlah
pergerakan pesawat (volume air traffic)
akan mengakibatkan delay/penundaan penerbangan pada saat keberangkatan (take off), in flight holding, penggunaan
level ketinggian yang tidak optimal, pengubahan rute penerbangan (re-routing, divert), perubahan rencana
penerbangan (flight plan), dan
pemborosan biaya bahan bakar akibat antrian operasi penerbangan baik di area
darat ataupun udara yang cukup tinggi.
ATFM
diimplementasikan guna menyeimbangkan antara permintaan (traffic demand) dengan kapasitas yang tersedia pada suatu bandara
dan penerapan ATFM mutlak diperlukan ketika permintaan (traffic demand) akan melebihi atau berpotensi mendekati kapasitas
tertinggi yang tersedia pada suatu Bandar Udara. Kapasitas Air Traffic Controller (ATC) merupakan jumlah optimum pesawat udara
yang dapat ditampung dan dilayani dalam periode waktu yang ditentukan di area
ruang udara maupun di area pergerakan darat di Bandar Udara berdasarkan
kapasitas yang tersedia pada suatu Bandar Udara.
Dalam
penyelenggaraan tata kelola penerbangan yang baik, efektif dan efisien ATFM
tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu sistem, diperlukan sistem dan organisasi
lain yang saling mendukung dan berkolaborasi antar unit kerja operasional pada
suatu ekosistem penyelenggaraan penerbangan dari masing-masing entitas atau
stakeholder melalui Airport Collaborative
Decision Making (ACDM) yang merupakan proses kolaborasi dalam hal berbagi
informasi antar unit kerja operasional dari ekosistem Bandar Udara yang
kompleks dan saling berkaitan untuk memberikan informasi situasional dalam
rangka memperoleh strategi bersama dalam menyelesaikan tantangan dan
permasalahan operasional. ACDM dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dalam
penyelenggaraan operasional Bandar Udara, ACDM diharapkan dapat menjadi solusi
dalam rangka pengurangan biaya operasional, memberikan manfaat lingkungan,
mengoptimalkan kapasitas dan meningkatkan efisiensi dan layanan
kebandarudaraan.
Penerapan ATFM dan ACDM dalam bentuk
kolaborasi bersama melalui konsep Integrasi ATFM-ACDM mutlak diperlukan dalam
meningkatkan tata kelola penyelenggaraan penerbangan yang efektif dan efisien,
dalam hal ini berupa utilisasi penggunaan ruang udara yang lebih baik,
utilisasi penggunaan kapasitas bandar udara yang lebih optimal, mengurangi
kelebihan beban kerja yang tidak diinginkan, optimalisasi dan efektifikasi slot
time, dan kegiatan operasional terkait penyelenggaraan penerbangan lainnya.
Namun sampai dengan saat ini belum ada regulasi sebagai payung hukum penerapan
ATFM dan ACDM di Indonesia, sehingga masing-masing stakeholder belum
mendapatkan gambaran dan referensi mengenai data/informasi yang harus di bagi
sehingga menimbulkan perbedaan persepsi mengenai definisi dan konsep
operasional secara efektif dan terukur dalam proses berbagi informasi antar
stakeholder dalam penerapan integrasi ATFM-ACDM. Dalam hal ini penulis selaku
pelaksana kegiatan Magang Industri berbasis Penelitian dari Pusat Pengembangan
SDM Perhubungan Udara melaksanakan kegiatan magang berbasis penelitian yang
berkaitan dengan penerapan ATFM dan ACDM di lingkungan Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta dengan judul “Pengembangan Model Integrasi
ATFM-ACDM di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten”
dengan tujuan dapat mengidentifikasi serta menyamakan persepsi untuk
merencanakan konsep operasi dalam rangka penerapan ATFM dan ACDM yang saling
terintegrasi guna meningkatkan tata kelola penyelenggaraan penerbangan yang
lebih baik, harmonis, efektif dan efisien di lingkungan Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Metode Penelitian
Penelitian
kualitatif dilakukan di Kantor Cabang Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta, Tangerang Banten, dengan fokus pada unit kerja Airport
Operation Control Center (AOCC) dan Direktorat Operasi Perum LPPNPI (Sugiyono, 2019). Pengumpulan data dilakukan
melalui berbagai teknik, termasuk studi kepustakaan untuk mengumpulkan data
sekunder dari peraturan perundang-undangan dan sumber-sumber teoritis lainnya,
serta studi lapangan yang melibatkan wawancara langsung dengan pemangku
kepentingan ATFM/A-CDM di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Teknik
analisis yang digunakan meliputi metode Planning, Production & Evaluation
(PPE), yang merupakan pengembangan dari model penelitian R&D. Analisis
dilakukan secara kualitatif terhadap data primer dan sekunder, dengan fokus
pada perencanaan, produksi, dan evaluasi model praktis dan mekanisme
operasional terbaik dalam penerapan ATFM/A-CDM di bandara tersebut (Creswell & Poth, 2016).
Pengumpulan data
dilakukan melalui survei, pengamatan lapangan, dan Focus Group Discussion (FGD)
guna mendapatkan informasi langsung dari pemangku kepentingan terkait penerapan
ATFM/A-CDM di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Selain itu, dilakukan
juga analisis terhadap bahan primer dan sekunder, seperti peraturan
perundang-undangan di bidang penerbangan, buku-buku, jurnal, serta pendapat
para ahli. Hasil analisis data akan digunakan untuk mengembangkan model praktis
dan mekanisme operasional terbaik dalam penerapan ATFM/A-CDM di bandara
tersebut. Pelaporan hasil penelitian dilakukan melalui laporan pendahuluan yang
memuat pemahaman terhadap permasalahan, metodologi, serta rencana kerja
penelitian, serta laporan akhir yang berisi hasil survei, analisis data, dan
pengembangan produk penelitian beserta ringkasannya.
Hasil dan
Pembahasan
ATFM regional
terpusat dan terdistribusi memiliki perbedaan mendasar dalam konsep operasinya,
yaitu:
1)
Konsep
ATFM terpusat memanfaatkan satu unit ATFM terpusat yang menyediakan layanan
ATFM dalam suatu wilayah jaringan negara atau FIR (misalnya Eropa) berdasarkan perjanjian
regional.
2)
Konsep
jaringan ATFM terdistribusi menggunakan beberapa node ATFM; masing-masing
bertanggung jawab secara independen terhadap ATFM di wilayahnya (misalnya batas
negara atau FIR), berdasarkan prinsip dan informasi yang disepakati secara
regional dalam jaringan pertukaran dalam Kawasan regional. Setiap node mampu
menerapkan tindakan ATFM yang berdampak pada penerbangan yang berangkat dari
node lain node dalam jaringan, dengan kepatuhan ATFM yang difasilitasi oleh
node di ujung keberangkatan; sehingga membentuk jaringan regional untuk
mengaktifkan ATFM lintas batas tanpa unit terpusat. Konsep ini disebut sebagai
Konsep “ATFM Lintas Batas Multi-Nodal” dalam ICAO Doc 9971.
Dalam aspek Integrasi
ATFM/A-CDM Prinsip konseptual inti yang mendukung integrasi meliputi:
1)
Pertukaran informasi yang dibagi menjadi tiga
kategori:
a)
Pertukaran informasi ATFM ke sistem
A-CDM (ATFM ke A-CDM). Hal ini dapat berupa informasi
tentang aktiftas ATFM yang sedang dilaksanakan,
misalnya. ATFM Slot times.
b)
Pertukaran informasi update
penerbangan ke sistem A-CDM (ATFM to A-CDM). Ini dapat diperkirakan waktu
kedatangan yang diperkirakan oleh sistem ATFM.
c)
Pertukaran informasi keberangkatan
ke sistem ATFM (A-CDM to ATFM). Ini dapat berupa waktu yang
diperbarui dari milestone keberangkatan dalam
sistem A-CDM.
Konsep Sistem Wide
Information Management (SWIM), dengan model pertukaran
informasi yang umum seperti Flight Information Exchange Model (FIXM) atau FIXM
Extension, direkomendasikan untuk digunakan sebagai dasar pertukaran informasi dan diharapkan dapat
memberikan hasil yang paling efektif dalam mengintegrasikan antara kedua sistem.
Pertukaran
informasi ATFM/A-CDM yang dibagi menjadi tiga kategori, menunjukkan tujuan dan
manfaat berbeda yang dapat dihasilkan oleh setiap kategori pertukaran terhadap
keseluruhan proses. Pembagian ini juga akan memungkinkan adanya skalabilitas
sebagaimana dibahas dalam prinsip inti, memungkinkan pertimbangan prioritas
implementasi, tujuan, dan kesiapan prosedur dan sistem.
Tabel 1. ATFM/A-CDM Information Exchange Categories
Category |
Direction |
Purpose and Benefit |
Exchange of AFTM
Measure Information |
AFTM to A-CDM |
As ATFM system
issues ATFM measure (e.g. ATFM slots or calculated take-off times: CTOTs),
the measure will affect departing flights from the A-CDM airport. By
exchanging ATFM measure information from the ATFM system to A-CDM system, the
information can automatically be taken into account by the A-CDM
pre-departure sequencer and help decision-making at the A-CDM airport. By sharing the
ATFM information, stakeholders at the A-CDM airport can have increased predictability
and awareness of the departure flow and restrictions. |
Exchange of
Flight Update Information |
AFTM to A-CDM |
With ATFM
measures implemented, profiles of the flights expected to arrive at the A-CDM
airport (the inbound flights) could change. The updated estimates, e.g.
estimated landing times (ELDTs) or calculated landing times (CLDTs), can
normally be calculated by the ATFM system. By flowing such
information from the ATFM system to the A-CDM system, it will help create
predictability to downstream A-CDM events - landing, in-block, off-block,
start-up, take-off - for the outbound flights. With higher
level of predictability in the A-CDM process, better planning of resources
can be achieved, ultimately by bringing better performance to the turnaround
and departure process for flights. |
Exchange of
Flight Departure Information |
A-CDM to AFTM |
To enhance
downstream demand-capacity prediction and balancing, it is important that the
ATFM system obtains reliable information about the flights' progress at the
airports. At the A-CDM airport, accurate updated departure planning
information such as off-block, start-up, and take-off times will be
available. By sharing such information to the ATFM node, and having it
forwarded to other ATFM nodes in the network for the case of distributed ATFM
concept, tactical demand-capacity balancing can be improved; leading to
better capacity utilisation and less restrictions. |
Source : CANSO
Guide on ATFM/A-CDM Integration
Source:
CANSO Guide on ATFM/A-CDM Integration
Gambar 2. ICAO SWIM sebagai Infrastruktur
pertukaran data
Source:
CANSO Guide on ATFM/A-CDM Integration
Integrasi ATFM dan
A-CDM memerlukan pertukaran informasi yang efisien antara kedua sistem, Namun,
ketentuan pertukaran informasi untuk integrasi ATFM/A-CDM berdasarkan sistem
pesan konvensional (misalnya menggunakan AFTN) masih jarang diberlakukan.
Sebagian besar elemen data ATFM/A-CDM belum disertakan dalam ketentuan
pertukaran pesan yang ada, dan ketentuan baru akan diperlukan untuk mendukung
upaya integrasi.
Sistem Wide
Information Management (SWIM) adalah sebuah konsep yang memungkinkan komunikasi
terstruktur dari mesin ke mesin dan untuk mendukung peningkatan pertukaran data
di seluruh sistem yang terhubungan dalam ekosistem Air Traffic Management (ATM)
(Masyhur, 2022). Manfaat utama SWIM adalah
fleksibilitas dan skalabilitasnya, yang dirancang ke dalam konsep yang
fleksibel melalui arsitektur berorientasi layanan (Service Oriented
Architecture/SOA). SWIM melewati batasan dalam ukuran pesan, jenis, dan
aksesibilitas yang ada dalam infrastruktur informasi konvensional. SWIM
memungkinkan pengguna baru, sistem tambahan, konten baru, dan format yang
diubah untuk dikembangkan dan diimplementasikan seiring dengan munculnya
persyaratan dan perkembangan teknologi baru. Sesuai dengan komitmen untuk
mendukung pertukaran informasi yang lebih baik melalui konsep-konsep baru, SWIM
adalah solusi yang dianggap layak dalam rangka penerapan integrasi ATFM/A-CDM.
Sebagai contoh, proses integrasi ATFM/A-CDM di mana pembaruan TOBT dikirimkan
ke sistem ATFM sementara informasi CTOT dikirimkan ke sistem A-CDM. Dalam
lingkungan SWIM, sistem A-CDM dan ATFM dapat menggunakan layanan informasi
penerbangan yang didefinisikan dengan definisi TOBT dan CTOT untuk bertukar
informasi. Lapisan atau layer aplikasi yaitu sistem A-CDM dan ATFM dipisahkan dari infrastruktur pertukaran
informasi, yaitu jaringan IP yang mendasarinya. Dalam hal ini, aplikasi lebih
lanjut seperti negosiasi slot ATFM dapat ditambahkan ke proses baik dengan
menggunakan elemen data yang sudah ada yang ditentukan dalam layanan informasi
penerbangan atau dengan mendefinisikan layanan dan elemen baru untuk tujuan
tersebut, tanpa mengubah infrastruktur yang sudah ada.
Berdasarkan
identifikasi dan perbandingan kondisi diatas, ditemukenali salah satu hal
mendasar yang menjadi penyebab belum berjalannya penerapan ATFM/A-CDM adalah
belum terdefinsikan dengan jelas alur pertukaran data yang mengacu pada milestone
A-CDM yang diterjemahkan dengan jelas tugas dan tanggung jawab antar pemangku
kepentingan dalam menjalankan operasional A-CDM. Selain itu model pertukaran
data juga dijabarkan dengan lebih detil mengenai data yang menjadi kebutuhan
dalam menjalankan operasional A-CDM, adapun perencanaan pertukaran data dalam
rangka integrasi multi platform perlu disepakati antar pemangku kepentingan
berdasarkan model dan infrastruktur pertukaran data sebagaimana
direkomendasikan oleh ICAO melalui konsep ICAO Sistem Wide Information
Management (SWIM). Mengacu kepada hal tersebut peneliti menyusun pengembangan
konsep operasional ATFM/A-CDM berdasarkan tahapan milestone A-CDM beserta model
integrasi dan pertukaran datanya, yang diharapkan bisa menjadi referensi dalam
pengambilan kebijakan lebih lanjut berkaitan dengan perencanaan penerapan
ATFM/A-CDM di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, sebagaimana tertuang
pada gambar dan tabel dibawah ini:
Gambar 3. Model Pertukaran Data ATFM/A-CDM
di CGK
Gambar
3. Model Integrasi AFTM/A-CDM di CGK
Berdasarkan
Gambar 3 Model Integrasi ATFM/A-CDM diketahui bahwa pemangku kepentingan dalam
ATFM/ACDM yang terdiri dari External ATFM unit Level 3, Indonesia Network
Management Center (INMC) atau ATFMU Indonesia yang merupakan unit kerja khusus
yang rencana di bentuk Perum LPPNPI dalam menangani ATFM secara terpusat,
Airport, Airline, GH Operator dan ATC Tower yang masing-masing mempunyai peran
dan kontribusi dalam aktifitas pertukaran data dan informasi yang diperlukan antar
pemangku kepentingan dalam aktifitas Integrasi ATFM/A-CDM di Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta. Kedepannya dalam menjalankan aktifitas
ATFM/A-CDM, seluruh actor dalam pemangku kepentingan melihat informasi yang
dihasilkan sebagai satu sumber yang menjadi referensi bagi seluruh pemangku
kepentingan guna terwujudnya penyelenggaraan penerbangan
yang selamat, aman, nyaman, efektif, efisien dan berkontribusi positif terhadap
keberlanjutan lingkungan diwilayah kerja Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Adapun penjabaran tugas dan peran masing-masing pemangku kepentingan dalam
aktifitas operasional penerapan ATFM/A-CDM dituangkan pada tabel Konsep
Operasional ATFM/A-CDM berdasarkan 16 milestone ACDM, sebagai berikut :
Tabel 1. Konsep Operasional A-CDM di CGK Berdasarkan
16 Milestone ACDM
A. NO |
MILESTONE A-CDM |
AKTOR |
AKTIFITAS |
PROSES DATA |
KETERANGAN |
Airlines, IASM,
AirNav |
Update SOBT
(Scheduled Off-Block Time) & SIBT (Scheduled In-Block Time) |
Melalui AOL &
Chronos |
Flight Status: SCHEDULED |
||
1 |
ATC Flight Plan Activation |
Airlines |
Submit FPL ( paling
lambat 2 Jam sebelum EOBT) |
Data EOBT/Initial
TOBT, ETOT & ELDT dari FPL akan dikirimkan ke sistem A-CDM melalui sistem
airnav. |
Data
ETOT=EOBT+VTTOut dan ELDT=ETOT+EET (Flight Status : INITIATED) |
Airport |
Update Data Parking
Stand |
Airport
mereviu/mengupdate data parking stand melalui sistem A-CDM dan dikirimkan ke
sistem airnav. |
Informasi parking stand akan
digunakan untuk mengkalkulasi EIBT dan Pre-Departure Sequence (PDS) |
||
Airnav |
Update Data EIBT |
Sistem airnav
mengkalkulasi EIBT melalui Formula EIBT=ELDT+VTTin, selanjutnya mengirimkan
EIBT ke sistem A-CDM |
Data EIBT
terkalkulasi sesuai parking stand yang diberikan melalui sistem airnav. |
||
2 |
EOBT-2 Hrs (Alokasi CTOT jika ada) |
Airnav, Airlines
& Airport Lv3 |
CTOT Compliance |
Saat ini ATFMU/CGK
hanya menerima CTOT untuk penerbangan dari Bandara level 3 multinodal melalui
email. |
CTOT akan diberikan
oleh ATFMU/Airport Level 3 Multinodal APAC bila ada inbalancing demand and
capacity dibandara tujuan dan hanya penerbangan tertentu saja yang sesuai
dengan kriteria yang akan menerima CTOT untuk pengaturan slot. CTOT diterima
paling lambat 90 menit dari EOBT (APAC requirement), selanjutnya Airnav
melakukan updating departure demand untuk menyesuaikan waktu keberangkatan
terbaru sesuai dengan CTOT yang telah dikirimkan. |
Airport |
Update CTOT |
Setelah mendapatkan
informasi CTOT, Airport mengupdate CTOT terbaru ke ACDM Sistem |
ACDM sistem
mengkalkulasi TSAT berdasarkan CTOT yang ada, selanjutnya mengupdate ELDT, EIBT,
EOBT, TOBT, TSAT dan CTOT, selanjutnya ACDM Sistem akan mengirimkan ke sistem
airnav. |
||
Airlines/GH |
Update TOBT |
Airlines/GH mereviu
untuk selanjutnya menginput/update TOBT melalui kalkulasi (ELDT+EXIT+ MTTT
atau |
Update akibat
adanya CTOT akan merubah waktu ELDT, EIBT, EOBT, TOBT, TSAT dan CTOT yang
terjadi akan menambahkan status REGULATED
terhadap penerbangan terkait. Selanjutnya Airlines menentukan aksi lebih lanjut
apabila CTOT terbaru mempunyai selisih waktu yang cukup jauh dari EOBT/TOBT
sebelumnya (Decide to GDP/Delay in Gate). |
||
3 |
Take Off From Outstation |
Airnav |
Update ATOT |
ATOT akan
mengupdate ETO waypoint sesuai rute (en-route), ELDT, EIBT melalui formula
ELDT=ATOT+EET dan EIBT=ELDT+VTTin. ATOT juga akan mengupdate TOBT dan TTOT
penerbangan selanjutnya. |
Sistem airnav akan
mengupdate ATOT melalui DEP Msg yang dikirimkan ATS unit Bandara
keberangkatan. (Flight Status : AIRBORNE) |
4 |
Local Radar Update |
AirNav |
Update ELDT atau
TLDT |
ELDT/TLDT
didapatkan dari trajectory update yang dilakukan secara berkesinambungan oleh
ATC System yang terintegrasi dengan Sistem AMAN dan DMAN. ELDT/TLDT akan
mengupdate EIBT penerbangan tersebut dan akan mengupdate TOBT dan TTOT
penerbangan selanjutnya. |
Saat ini belum bisa
diimplementasikan. (Flight Status : FIR) |
5 |
Final Approach |
AirNav |
Update ELDT atau
TLDT |
ELDT/TLDT dihitung
pada saat penerbangan memasuki fase final approach sesuai data ATC System.
ELDT/TLDT akan meng-update EIBT penerbangan tersebut dan akan meng-update
TOBT dan TTOT penerbangan selanjutnya. |
Saat ini belum bisa
diimplementasikan. (Flight Status : FINAL) |
6 |
Landing |
Airnav |
Update ALDT |
ALDT akan
mengupdate EIBT melalui Formula EIBT=ALDT+VTTin dan juga TOBT, TSAT, TTOT. |
Sistem airnav
mengirimkan data ke sistem A-CDM. (Flight Status : LANDED) |
7 |
In-Block |
Airlines |
Update ACARS IN |
Data AIBT terupdate
ke sistem OCC Airlines. |
AIBT akan
mengupdate TOBT, TSAT dan TTOT penerbangan berikutnya. Dengan adanya AIBT,
penerbangan beralih pada penerbangan berikutnya. Sistem A-CDM mengirimkan
data ke sistem airnav. (Flight Status : IN BLOCK) |
Airport |
Update AIBT |
Airport mereviu/mengupdate
data AIBT (Berdasarkan Docking Parking
System) melalui sistem A-CDM. |
|||
8 |
Ground Handling Started |
GH |
Update ACGT (Actual
Commence of |
GH mengupdate data
ACGT melalui sistem A-CDM. |
Normalnya ACGT sama
dengan AIBT. Jika terdapat selisih waktu antara ACGT dan AIBT, maka ACGT akan
meng-update TOBT, TSAT dan TTOT. Sistem A-CDM mengirimkan data ke sistem
airnav. (Flight Status : IN BLOCK) |
9 |
Update TOBT Prior to TSAT (Final
Confirmation of |
GH/Airlines |
Update Final TOBT |
GH/Airlines
mereviu/mengupdate final TOBT melalui sistem A-CDM. |
TOBT harus
disediakan sesuai parameter waktu yang disepakati (40 menit) sebelum EOBT.
Sesuai APAC guidance. Final TOBT akan digunakan sistem AirNav (setelah ada
update dari sistem A-CDM) untuk mengkalkulasi TTOT dan TSAT berdasarkan
pertimbangan prediksi kondisi traffic yang akan berangkat maupun yang datang
dan prediksi rute pergerakan di bandara. (Fungsi AMAN, DMAN, SMAN) (Flight Status : IN BLOCK) Unit AMC Tower di
T3 CGK menjadi salah satu aktor dalam pertimbangan penetapan TOBT. |
10 |
TSAT Issue |
Airnav |
Update TSAT dan
TTOT berdasarkan TOBT. |
Saat ini: TSAT =
TOBT + 3 menit. TSAT bisa bernilai sama dengan TOBT jika pesawat |
Sistem airnav
mengirimkan data ke sistem A-CDM. (Flight Status : SEQUENCE) Khusus di area T3
CGK, TSAT diberikan oleh unit AMC Tower dengan pertimbangan kolaborasi dan
koordinasi dengan ATC Tower JATSC. |
11 |
Boarding Starts |
Airlines/GH &
Airport |
Update ASBT( Actual
Start Boarding Time) |
GH/Airlines
mereviu/mengupdate ASBT melalui sistem A-CDM. |
Sistem A-CDM
mengirimkan data ke sistem airnav. (Flight Status : BOARDING) |
12 |
Aircraft Ready |
GH |
Update ARDT |
GH
mereviu/mengupdate ARDT melalui sistem A-CDM. |
Sistem A-CDM
mengirimkan data ke sistem airnav. (Flight Status : READY) |
GH |
Update AEGT (Actual
End Ground of Handling Time) |
GH
mereviu/mengupdate AEGT melalui sistem A-CDM. |
|||
GH |
Update POB (Person On Board) |
GH mereviu/mengupdate SOB
melalui sistem A-CDM. |
|||
13 |
Start-up Request |
Airnav |
Update ASRT Actual
Start-up Request Time |
Update tampilan di
ATC system mengenai Informasi waktu pilot request for start pada flight
strip. |
Sistem airnav
mengirimkan data ke sistem A-CDM. (Flight Status : START) |
14 |
Start-up Approved |
Airnav |
Update ASAT Actual
Start-up Approval Time |
Update tampilan di
ATC system mengenai Informasi waktu pilot diberikan approval untuk start-up
pada flight strip. |
Umumnya ASAT
bernilai sama dengan TSAT. Sistem airnav mengirimkan data ke sistem A-CDM.
(Flight Status : START) |
15 |
Off-block |
Airnav |
Update Pushback
Time |
Update tampilan di
ATC system. |
Dalam kondisi approval untuk
pushback and start, nilai AOBT = ASAT. AOBT akan meng-update ETOT atau TTOT
dan ELDT, EIBT untuk Bandara selanjutnya. Sistem A-CDM mengirimkan data ke
sistem airnav. (Flight Status : OFF
BLOCK) |
Airport |
Update Block Off |
Airport
mereviu/mengupdate data AOBT (Berdasarkan Docking Parking System) melalui
sistem A-CDM. |
|||
Airlines/GH |
Update ACARS OUT |
Data AOBT terupdate
ke sistem OCC Airlines. |
|||
16 |
Take Off |
Airnav |
Update ATOT |
ATOT akan
meng-update ETO waypoint sesuai rute (en-route), ELDT, EIBT |
Sistem airnav akan
mengupdate ATOT melalui DEP Msg yang dikirimkan ATS unit Bandara
keberangkatan. Sistem airnav mengirimkan data ke sistem A-CDM (Flight Status
:DEPARTED/TAKEOFF) |
Sumber: Data
Penelitian yang di olah
Berdasarkan
analisa masalah dan hasil pembahasan sebagaimana disampaikan pada Bab IV dapat
disimpulkan hal-hal yang menjadi kendala dan mempengaruhi penerapan ATFM/A-CDM
di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, adalah sebagai berikut; (1) belum tersedianya prosedur lokal yang menjadi panduan
operasional A-CDM di CGK dengan fokus ke target utama A-CDM (TOBT & TSAT)
yang dipublikasikan dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan A-CDM
di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dengan mengacu kepada tahapan
milestone A-CDM, baik secara manual ataupun oleh sistem, sehingga arah
penerapan A-CDM belum dapat diukur secara presisi indikator kinerja dan
performansi yang ingin di capai, (2) belum tercapainya kesamaan pandangan dan
persepsi mengenai A-CDM diantara pemangku kepentingan terkait di CGK (Airport,
Airnav, Airlines, Ground Handling dan Authority), (3) perlu adanya Task Force
A-CDM yang terdiri dari semua pemangku kepentingan A-CDM di CGK, yang mengatur
distribusi tugas dan tanggung jawab dari masing-masing pemangku kepentingan,
task force saat ini hanya berlaku di lingkup internal AP2, (4) belum tersedia
sistem ATFM yang mampu sepenuhnya menjalankan fungsi operasional ATFM
(GDP/CTOT, ADP, SAM, Demand & Capacity Prediction & Monitoring dll.) sehingga
penerapan Integrasi ATFM/A-CDM masih memerlukan tahapan-tahapan lebih lanjut
setelah tercapai kesamaan sistem yang mampu saling berkomunikasi dan bertukar
informasi sesuai dengan tahapan dan milestone A-CDM, (5) perlu evaluasi lebih
mendalam mengenai model pertukaran data dan informasi antar pemangku
kepentingan A-CDM yang saat ini berjalan, sehingga dapat dirumuskan langkah
aksi lebih lanjut apabila ada kendala operasional, (6) belum tersedianya MoU
dan kesepahaman antar pemangku kepentingan dalam kaitan komitmen terhadap
penerapan A-CDM beserta distribusi kewenangan dan tanggung jawab antar pemangku
kepentingan, sekaligus menetapkan target dan capaian performansi yang ingin di
capai dalam penerapan A-CDM, dan (7) belum adanya regulasi nasional sebagai
rujukan penerapan A-CDM dan panduan operasional yang menjadi referensi dalam
menetapkan rencana aksi dan target performansi yang ingin dicapai dalam
penerapan A-CDM.
Atmaka, E. W. (2023). Inovasi
untuk Masa Depan ANSP Indonesia.
Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and
research design: Choosing among five approaches. Sage publications.
Febrian, M. (2022). Pengaruh Emotional Branding dan Brand Trust
Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Maskapai Lion Air.
Fithri, D. N. (2023). Kajian Penerapan Kerja Sama Pemanfaatan (Ksp)
Infrastruktur Transportasi Udara Pada Bandara Radin Inten Ii Lampung Dengan
Pendekatan Manajemen Aset. Universitas Lampung.
Iqbal, S. (2018). Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan.
Deepublish.
Jecuinna, P., & Zielma, A. (2021). Dampak Penerapan PSBB Covid-19 dan
Harga Saham LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI). JEMMA (Journal of Economic,
Management and Accounting), 4(2), 149–157.
Masyhur, Z. (2022). Manajemen Insiden Keamanan Cyber Di Domain
Penerbangan. JSR: Jaringan Sistem Informasi Robotik, 6(2),
297–304.
Pambudi, A. S., Masteriarsa, M. F., Wibowo, A. D. C., Amaliyah, I., &
Ardana, A. K. (2020). Strategi pemulihan ekonomi sektor pariwisata pasca
Covid-19. Majalah Media Perencana, 1(1), 1–21.
Purwahita, A. A. A. R. M., Wardhana, P. B. W., Ardiasa, I. K., &
Winia, I. M. (2021). Dampak Covid-19 terhadap Pariwisata Bali Ditinjau dari
Sektor Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan (Sebuah Tinjauan Pustaka). Jurnal
Kajian Dan Terapan Pariwisata, 1(2), 68–80.
Rahayu, D., Akhir, D. D., Umbara, T. O., Hasnan, A. D., Utami, R. N.,
& Jauhari, J. (2023). Perlindungan Konsumen Bagi Penundaan (Delay) Dalam
Penerbangan. Consensus: Jurnal Ilmu Hukum, 2(2), 65–76.
Rahmandhani, L. (2023). Analisis Penanganan Foreign Object Debris (FOD)
Oleh Petugas Apron Movement Control (AMC) Dalam Menjaga Keamanan Dan
Keselamatan Penerbangan Di Bandara Udara Internasional Adi Soemarmo Boyolali. Jurnal
Kajian Dan Penelitian Umum, 1(4), 49–61.
Rizika, V. (2021). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap
Kinerja Karyawan ATC (Air Traffic Controller) Pada Perum LPPNPI (lembaga
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia)/Airnav Indonesia Cabang
Pekanbaru. Universitas Islam Riau.
Rusman, A. D. P., Umar, F., & Majid, M. (2021). Covid-19 dan
psikososial masyarakat di masa pandemi. Penerbit Nem.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian. CV Alfabeta.
Suhartono, S., Dwiyanto, D. H., & Deni, D. A. R. (2019). Realign Ment
Flight Information Region Singapura Dalam Rangka Penegakan Kedaulatan Negara di
Wilayah Udara Nasional. Strategi Pertahanan Udara, 5(1).
Suryasih, I. A. (2020). Pemikiran Kepariwisataan Masa Jeda Pariwisata
Untuk Bangkit Kembali. uwais inspirasi indonesia.
Copyright holder: Dedy Fachrudin,
IGA Ayu Mas Oka, Chuanda (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |