Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 3, Maret 2024

 

 

PENGARUH PREDIKSI KEBANGKRUTAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN SUBSEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DI NEGARA EMERGING MARKET ASIA TAHUN 2019-2022

 

Farhan Kamil Rabbani

Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi dampak financial distress terhadap return saham. Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dari Revinitiv Eikon selama periode 2019-2022. Sampel ini terdiri dari 394 perusahaan dari 9 negara Emerging Market Asia, di subsektor manufaktur makanan dan minuman. Data yang digunakan merupakan kombinasi dari data cross section dan data time series. Variabel yang terlibat dalam penelitian ini meliputi return saham sebagai variabel dependen, sedangkan financial distress yang digunakan sebagai variabel independen diukur dengan model Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan Grover G-Score. Untuk menganalisis data, digunakan metode analisis data panel dengan model common effect dengan bantuan software Stata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan atau bersama-sama financial distress berpengaruh terhadap return saham pada perusahaan subsektor makanan dan minuman. Hasil uji t yang menunjukkan pengaruh individu dari masing-masing variabel menunjukkan bahwa pada perusahaan makanan dan minuman variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham adalah Altman Z-Score, Springate S-Score, dan Zmijewski X-Score. Variabel Grover G-Score tidak berpengaruh terhadap return saham.

Kata Kunci: Return Saham; Financial distress; Makanan dan Minuman; Emerging Market Asia

 

Abstract

This study was conducted with the aim of evaluating the impact of financial distress on stock returns. This study utilizes a sample taken from Revinitiv Eikon during the period 2019-2022. This sample consists of 394 companies from 9 Emerging Market Asia countries, in the food and beverage manufacturing subsector. The data used is a combination of cross section data and time series data. The variables involved in this study include stock return as the dependent variable, while financial distress, which is used as an independent variable, is measured by the Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, and Grover G-Score proxies. To analyze the data, panel data analysis method with common effect model was used with the help of Stata software. The results show that simultaneously or together financial distress affects stock returns in food and beverage subsector companies. The results of the t test which shows the individual effect of each variable show that in food and beverage companies the variables that have a positive and significant effect on stock prices are Altman Z-Score, Springate S-Score, and Zmijewski X-Score. The Grover G-Score variable has no effect on stock returns.

Keywords: Stock Return; Financial distress; Food and Baverages; Emerging Market Asia

 

Pendahuluan

Memaksimalkan nilai yang dimiliki perusahaan adalah tujuan dari pengelolaan suatu organisasi komersial atau korporasi (Brealey et al., 2020). Kegiatan pendanaan adalah elemen pendukung yang penting untuk meningkatkan nilai organisasi jika pengelolaannya dilakukan dengan baik. Disinilah investor memiliki peran penting dalam proses penambahan nilai perusahaan. Investor akan memberikan modal kepada perusahaan yang dipilihnya dengan tujuan untuk mendapatkan return sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan tersebut.

Pasar modal adalah tempat yang mempertemukan perusahaan dengan para investor. Tujuan utama investor adalah untuk memaksimalkan return mereka seiring dengan mempertimbangkan potensi risiko yang mungkin muncul. Dalam proses pemilihan perusahaan untuk berinvestasi, investor tidak dapat dengan memprediksi secara mutlak hasil investasi yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang. Mereka hanya bisa sebatas memperkirakan kemungkinan yang mungkin terjadi (Suteja & Gunard, 2016). Analisis mendalam terhadap saham yang diterbitkan suatu perusahaan perlu dilakukan karena profil perusahaan yang baik tidak menjamin dapat memberi keuntungan maksimal bagi investor.

Penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2017) ditemukan bahwa financial distress merupakan faktor signifikan yang dapat mempengaruhi harga aset. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachrudin dan Ihsan (2021) menunjukkan bahwa faktor utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang diberikan kepada investor adalah probabilitas dari financial distress dan likuditas. Menurut Altman et al. (2019) failure, insolvency, default, dan bankruptcy adalah beberapa kata yang digunakan untuk mendefinisikan kebangkrutan perusahaan. Salah satu hasil dari gejolak keuangan atau ekonomi adalah kebangkrutan itu sendiri. Ada banyak teknik analisis untuk memprediksi kebangkrutan, diantaranya yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan Grover G-Score.

Sektor manufaktur menurut Badan Pusat Statistik (2022) adalah industri yang meliputi pengubahan barang-barang pokok yang kurang bernilai menjadi produk-produk baru yang lebih bernilai. Sektor industri manufaktur Indonesia mampu berkembang lebih cepat dari perekonomian negara secara keseluruhan. Sektor manufaktur merupakan salah satu penyumbang utama PDB bagi perekonomian Indonesia, di tengah ketidakstabilan lingkungan ekonomi dan politik global yang berdampak pada seluruh aktivitas korporasi akibat pandemi yang dimulai pada tahun 2019 (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2022). Di Asia, khususnya Kamboja dan Vietnam, sektor manufaktur berperan penting dalam pertumbuhan ekomominya pada tahun 2022 dimana Vietnam mengalami pertumbuhan ekonomi sebesara 8% dan Kamboja 5,1% (Dasuzhau, 2023). Berdasarkan riset oleh institut ekonomi ASEAN dan Asia Timur (Eria, 2022), perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur relatif dapat bertahan lebih stabil pada masa COVID-19 yaitu tahun 2020.

Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2022) salah satu sektor yang banyak menarik minat investasi adalah industri manufaktur yang berhasil menyumbang 36,7% dari keseluruhan nilai investasi Indonesia. Namun jika melihat tren pertumbuhan yang menunjukkan tren negatif pada tahun 2018 - 2020, hal ini memerlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan apakah perusahaan manufaktur layak dijadikan tujuan investasi dengan kondisi keuangannya yang sehat. Dilihat dari subsektornya, tidak semua subsektor mengalami pertumbuhan, namun hanya beberapa di antaranya mengalami pertumbuhan penjualan, antara lain sektor makanan dan minuman (51,84%) (Santia, 2022). Dengan adanya pertumbuhan penjualan sebesar 51,84% di industri makanan dan minuman, namun terdapat 1.600 restoran ditutup antara akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 menurut data yang dihimpun oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) (Kompasiana.com, 2021). Selain di Indonesia, di negara Asia lain yaitu Jepang, angka tertinggi industri yang mengalami kebangkrutan pada Juli 2023 adalah pada sektor service dengan total 262 kasus dan 71 kasus diantaranya adalah kebangkrutan di perusahaan yang bergerak dibidang food and beverages (Tani, 2023). Sedangkan di China, total bisnis yang bangkrut mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2018 yaitu sebelumnya 6.257 pada tahun 2017 dan setahun kemudian menjadi 10.600. Kemudian pada tahun 2021 sedikit mengalami penurunan dari yang sebelumnya 11.999 pada tahun 2020 menjadi 10.800. Namun kembali meningkat tajam menjadi 12.000 kasus (Textor, 2022).

Sebelum virus COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, negara - negara emerging market memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Contohnya di India pada tahun 2017, 10,1% dari total produk domestik bruto India berasal dari sektor makanan dan agribisnis yang masuk menjadi 10 negara dengan PDB terbaik (Consultancy Asia, 2018). Direktur Der Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau (VDMA) India pada tahun 2018 juga mengungkapkan bahwa India masuk kedalam TOP lima negara di dunia dan kedua terbesar di Asia sebagai negara dengan volume penjualan packaging makananan terbesar. Hal ini membuktikan sektor makanan dan minuman memiliki peran penting pada perekonomian India (FnB News, 2018). Selain di India, sektor makanan dan minuman, penjualan grosir dan retail, dan akomodasi menyumbang 9,9% pada PDB Malaysia yang naik sebesar 7,6% pada tahun 2018 (Bernama, 2019).

Disisi lain, pada tahun 2019-2020 saat dunia dilanda pandemi, sektor makananan dan minuman di India tetap memiliki peran penting yaitu 3% dari total produk domestik bruto berasal dari sektor ini meskipun kebanyakan restoran di industri ini harus bertahan dengan margin EBITDA sekitar 10-15% (Mehrotra, 2020). Sedangkan di Malaysia, meskipun PDB mengalami penurunan yang signifikan, sektor makanan dan minuman, penjualan grosir dan retail, dan akomodasi mampu memberi kontribusi sebesar 6,1% dan 4,7% (Bank Negara Malaysia, 2022).

Pandemi COVID-19 telah memengaruhi subsektor makanan dan minuman di emerging market di Asia. Pandemi juga telah meningkatkan kesadaran konsumen akan kesehatan, yang mengarah pada peningkatan konsumsi produk yang dianggap sehat (Kuijpers et al., 2020). Peritel makanan di Asia memikirkan kembali bisnis mereka setelah COVID-19, dengan fokus untuk menjaga kelangsungan bisnis, mengelola permintaan, dan memperkenalkan produk baru pada subsektor makanan dan minuman di emerging market di Asia telah terpengaruh secara signifikan oleh COVID-19 (Austradegov, 2020). Pandemi telah merubah perilaku konsumen menjadi lebih memperhatikan Kesehatan dan gaya hidup yang lebih sehat. Secara keseluruhan, subsektor ini harus beradaptasi dengan perubahan preferensi dan perilaku konsumen, yang menghadirkan tantangan dan peluang bagi bisnis di subsektor makanan dan minuman.

Kasus kebangkrutan perusahaan pada subsektor makanan dan minuman juga terjadi di negara – negara emerging market Asia. Di Indonesia, PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. yang mengajukan permohonan PKPU pada tanggal 27 Juli 2020. Di China, Yum China Holdings, operator restoran cepat saji mengumumkan pada tanggal 27 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 30% dari restorannya di China karena penurunan penjualan sebesar 20% (Rezy, 2022). Di India, McDonald's mengumumkan pada tanggal 26 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 50% dari restorannya di India karena penurunan penjualan sebesar 20% (Rosana, 2020).

Di Korea Selatan, KFC mengumumkan pada tanggal 22 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 100 restorannya di Korea Selatan karena penurunan penjualan sebesar 50% (Ferry, 2020). Di Malaysia, PepsiCo mengumumkan pada tanggal 26 Juli 2020 bahwa mereka akan menghentikan produksi beberapa produknya karena penurunan penjualan sebesar 20% (Ilmie, 2020). Di Pakistan, Shabbir Ali Fruit Juice mengajukan permohonan pailit pada tanggal 22 Juli 2020 karena penurunan penjualan sebesar 50% (Imtiaz, 2020).

Kasus kebangkrutan perusahaan juga terjadi di Filipina, Chowking, operator restoran cepat saji mengumumkan pada tanggal 24 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 100 restorannya karena penurunan penjualan sebesar 40% (Augusto & Fritzzie, 2020). Di Taiwan, Tingyi, produsen mi instan mengumumkan pada tanggal 25 Juli 2020 bahwa mereka akan mengurangi produksi beberapa produknya. Hal ini disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan penjualan sebesar 30% (Sugiarto, 2020). Di Thailand, Siam Makro Public Company Limited, operator supermarket, mengajukan permohonan pailit pada tanggal 23 Juli 2020 karena penurunan penjualan sebesar 50% (Neeta, 2020).

 

Financial Distress

Ketika sebuah perusahaan menghadapi tantangan keuangan dan tidak dapat memenuhi komitmennya kepada para kreditur, kondisi ini dikenal sebagai kesulitan keuangan (financial distress) (Brealey et al., 2020). Biasanya, masalah ini dimulai dengan kurangnya likuiditas korporasi dan bisa jadi masalah jangka pendek, jika dikelola dengan baik. Kesulitan yang dihadapi perusahaan dibagi menjadi empat definisi (Altman et al., 2019), yaitu:

1)  Failure : Situasi ini terjadi ketika tingkat pengembalian (return) perusahaan atas modal yang diinvestasikan lebih rendah dari rata-rata pasar setelah memperhitungkan faktor risiko.

2)  Insolvency : Penurunan kinerja bisnis yang disebabkan oleh operasi yang melibatkan teknikal bisnis. Technical Insolvency biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutangnya pada tanggal jatuh tempo. Biasanya, situasi ini hanya bersifat sementara.

3)  Default : Perusahaan tidak mematuhi ketentuan perjanjian pinjaman atau pendanaan yang disetujui dengan pemberi pinjaman (kreditur). Renegosiasi antara perusahaan dan kreditor dapat memperbaiki situasi ini.

4)  Bankruptcy :   Keadaan ini dimana nilai kewajiban melebihi nilai valuasi aset. Ketika hal ini dinyatakan, berarti telah terjadi peristiwa atau tindakan hukum oleh pihak berwenang.

Menurut Altman et al. (2019) sebuah perusahaan mungkin gagal karena berbagai alasan yaitu efisiensi operasional bisnis di bawah standar dan sangat bergantung pada dana Perusahaan, kelangkaan inovasi dan teknologi, guncangan pendanaan dan masalah likuiditas, banyaknya kompetitor, deregulasi industri yang signifikan, dan kewajiban yang tidak terduga.

 

 

Saham dan Return Saham

Jumlah keuntungan yang diterima oleh investor dari investasi yang mereka lakukan dikenal sebagai return saham (Ang, 1997). Dalam teori pasar modal, imbal hasil saham sering digunakan untuk merujuk pada hasil pengembalian yang didapat pemegang saham dari saham yang di perjual belikan di pasar modal (perusahaan publik).

Return saham memiliki dua jenis komponen: current income (pendapatan lancar) dan juga capital gain (keuntungan dari selisih harga).

page31image1801824Terdapat berbagai nilai berbeda yang dapat digunakan untuk menentukan nilai saham (Hartono, 2017). Memahami nilai pasar penting bagi investor untuk mengevaluasi saham murah dan mahal. Untuk mengukur imbal hasil saham berupa capital gain selama satu tahun, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

 

Sumber: (Hartono, 2017)

Keterangan:

R         = Imbala hasil saham tahunan

Pt         = Harga sahama di tahun ke-t

Pt-1     = Harga sahama di tahun t-1

 

Financial Behavior

Financial Behavior adalah sebuah teori yang berfokus pada pengaruh psikologis seorang investor terhadap keputusan keuangan yang diambilnya dengan kondisi pasar penuh dengan ketidakpastian dan risiko yang terkandung didalamnya.

Salah satu fenomena pada financial behaviour adalah anchoring bias (Brigham & Ehrhardt, 2016) yaitu kondisi ketika investor cenderung untuk mengambil keputusannya dengan dasar prediksi kejadian yang mungkin terjadi di pasar. Investor akan berasumsi bahwa kondisi suatu industri akan terus berkembang jika secara historis industri tersebut menujukkan pertumbuhan yang baik dan stabil. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi pasar dan meningkatkan harga saham yang beredar.

 

Model Prediksi Kebangkrutan

The Altman Model (Z’’-Score)

Menggunakan multiple discriminant analysis model (MDA), (Altman, 1968) mengembangkan model Z-Score. Model Altman Z-Score dibuat untuk memprediksi kebangkrutan dan krisis keuangan (Altman et al., 2016). Li et al. (2017) menemukan bahwa model ini masih akurat dalam meprediksi financial distress pada perusahaan energi surya di Taiwan.

Z-Score model yang pertama digunakan untuk perusahan publik di dalam industri manufaktur dengan menggunakan lima variabel dari rasio keuangan yaitu rasio profitabilitas, rasio likuiditas, profitabilitas, rasio leverage, rasio solvency, dan aktivitas (Altman et al., 2016). Perusahaan di sektor manufaktur adalah satu-satunya yang dapat menggunakan model Altman Z-Score awal.

ZS = 3,25 + 6,56 X1 + 3,62 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4

Sumber : Altman et al. (2016)

Keterangan:

ZS  = Indeks kebangkrutan Altman Z-Score modifikasi

X1= (working capital )/(total assets)

X2  = (retained earnings )/(total assets)

X3  = (Earnings Before Interest and Tax )/(total assets)

X4  = (book value of equity )/(book value of total debt)

 

Tabel 1. Kategori Klasifikasi Altman Z-Score

Nilai Z”

Kategori Perusahaan

Z” < 1.1

Bangkrut

1.1 < Z” < 2.6

Grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat atau mengalami kebangkrutan)

Z > 2.6

Sehat

Sumber: Altman et al. (2016)

 

The Springate Model (S-Score)

Sebuah perusahaan atau entitas perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berada dalam kondisi sehat atau sebaliknya berada dalam kondisi tidak sehat (bangkrut) (Springate, 1978), kemudian dilakukan teknik MDA yang secara akurat memilah empat dari 19 rasio yang ada dengan menyortir berbagai macam rasio keuangan yang umum.

SS = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D

Sumber: (Springate, 1978)

Keterangan:

A = (working capital )/(total assets)

B = (Earnings Before Interest and Tax )/(total assets)

C = (Earnings Before Tax)/(Current Liabilities)

D = Sales/(Total Asset)

Nilai S-Score kebangkrutan suatu perusahaan ditentukan oleh Springate berdasarkan penjelasan interpretasi diskriminan S-Score di atas yaitu:

1)  Pertama, nilai S-Score lebih tinggi dari 0,862 maka perusahaan tersebut  dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat atau tidak memiliki kemungkinan bangkrut.

2)  Kedua, S-Score lebih rendah dari 0,862 jika perusahaan dianggap tidak sehat atau memiliki kemungkinan bangkrut.

 

The Zmijewski Model (X-Score)

Model Zmijewski X-Score. Zmijewski (1984) menegaskan bahwa sebuah perusahaan tidak dianggap mengalami kesulitan keuangan ketika memiliki nilai korelasi negatif, tetapi ketika memiliki nilai korelasi positif. Ketika nilai korelasi perusahaan positif, dijelaskan, perusahaan ditandai dengan penyimpangan ketika nilainya melebihi kategorisasi. Namun, perusahaan diindikasikan mengalami penyimpangan yang nilainya lebih rendah dari kategorisasi ketika perusahaan memiliki nilai korelasi negatif.

XS = -4,3 - 4,5 X1 + 5,7 X2 - 0,004 X3

Sumber: (Zmijewski, 1984)

Keterangan:

X1= Return On Assets

X2 = Debt Ratio

X3 = Current Ratio

Badan usaha dianggap kurang sehat apabila memperoleh nilai skor lebih besar dari nol. Sebaliknya, jika kurang dari nol, maka dikategorikan sebagai badan usaha yang sehat.

The Grover Model (G-Score)

Model Grover G-Score yang dikembangkan oleh Jeffrey S. Grover yang diadaptasi dari Altman Z’’-Score model dengan penambahan 13 rasio keuangan.

GS = 1,650 X1 + 3,404 X3 – 0,016 ROA + 0,057

Sumber: (Grover, 2001)

Keterangan:

X1  = (working capital )/(total assets)

X3  = (Earnings Before Interest and Tax )/(total assets)

ROA = Return On Assets

Perhitungan Grover menghasilkan G-Score, yang mengidentifikasi dua indeks klasifikasi kebangkrutan perusahaan sebagai berikut:

1)  Pertama, jika sebuah perusahaan memiliki skor G di bawah -0,02, maka perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat atau memiliki kemungkinan terjadi kebangkrutan. (G < -0,02)

2)  Kedua, perusahaan dikategorikan sehat atau tidak memiliki kemungkinan  terjadi kebangkrutan jika G Score-nya lebih dari 0.01. (G > 0,01)

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini Altman Z-Score merupakan variabel independen (X1), Springate S-Score merupakan variabel independen (X2), Zmijewski X-Score merupakan variabel independen (X3), dan Grover G-Score merupakan variabel independen (X4), diuji pengaruhnya terhadap return saham yang berperan sebagai variabel dependen (Y). Dengan sample data yang ada di Bursa Efek negara-negara emerging market di Kawasan Asia berdasarkan Morgan Stanley Capital International (MSCI) yaitu China, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Filipina, Taiwan, dan Thailand.

 

Tabel 2. Perolehan Sampel Penelitian di Bursa Efek Setiap Negara

No.

Negara

Jumlah Perusahaan

1

China

68

2

India

104

3

Indonesia

17

4

Korea Selatan

60

5

Malaysia

39

6

Pakistan

31

7

Filipina

12

8

Taiwan

27

9

Thailand

36

Sumber: Peneliti (2023)

Perusahaan yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan yang berada pada subsektor makanan dan minuman yang memiliki aktivitas bisnis menurut TRBC activity list sebagai berikut:

Tabel 3. Aktivitas Bisnis Perusahaan


No.

TRBC Activity Name

1

Baby Food

2

Bread & Bakery Product Manufacturing

3

Breakfast Cereal Manufacturing

4

Chocolate & Confectionery

5

Coffee & Tea

6

Coffee, Tea & Cocoa Farming

7

Consumer Goods Conglomerates

8

Cookie, Cracker & Pasta Manufacturing

9

Dairy Products

10

Fishing & Farming Wholesale

11

Flour Milling

12

Food Ingredients

13

Food Processing

14

Food Retail & Distribution

15

Food Wholesale

16

Frozen Food Manufacturing

17

Fruit & Vegetable Processing

18

Fruit Drinks

19

Grain (Crop) Production

20

Halal Meat Processing

21

Meat Processing

22

Non-Alcoholic Beverages

23

Pet Food Manufacturing

24

Ready-Made Meals

25

Seafood Product Preparation & Packaging

26

Snack Food & Non-Chocolate Confectionary

27

Special Foods & Wellbeing Products

28

Starch, Vegetable Fat & Oil Manufacturing

29

Sugar & Artificial Sweeteners

30

Sugarcane Farming

31

Supermarkets & Convenience Stores

32

Vegan & Vegetarian Food Manufacturing


Sumber: Peneliti (2023)

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Statistik Deskriptif

Deskripsi data seperti mean, median, standar deviasi, varians, dan nilai data maksimum dan minimum diidentifikasi menggunakan statistik deskriptif, yang merupakan pengukuran secara umum. Temuan ini menguraikan signifikansi statistik studi, tetapi tidak digunakan untuk memandu pengambilan keputusan (Ghozali, 2013).

1)  Uji Asumsi Klasik : Untuk memastikan persamaan regresi dengan model estimasi tersebut benar dan dapat digunakan dalam penelitian, sehingga temuan penelitian tidak bias dan menghasilkan penilaian yang akurat (Ghozali, 2013).

2)  Uji Normalitas : Penelitian ini menggunakan uji normalitas sebagai dasar menunjukkan distribusi data yang akan digunakan untuk estimasi. Ketika batas skewness adalah -3 hingga +3 dan batas kurtosis -10 hingga +10, data dikatakan terdistribusi secara teratur (Ghozali, 2013).

3)  Uji Heteroskedastisitas : Model penelitian menjadi heteroskedastisitas ketika asumsi homoskedastisitas dilanggar. Heteroskedastisitas seharusnya tidak ada dalam studi yang baik.

4)  Uji Multikolinearitas : Perlu diperiksa untuk menghindari temuan yang bias pada kesimpulan dan hasil penelitian, bahkan jika sulit untuk mengungkap variabel dalam studi yang tidak terhubung satu sama lain dalam praktiknya.

5)  Estimasi Regresi Data Panel : dilakukan untuk mengetahui bagaimana variabel independen mempengaruhi dependen. Penelitian ini menggunakan program perhitungan Stata dengan koefisien alpha 5% dan tingkat kepercayaan 5%.

Pemilihan Model Estimasi


-     Uji Likelihood Ratio (Uji Chow)

-     Uji Hausman

-     Uji Langrange Multiplier

-     Uji Hipotesis

-       Uji F

-       Uji T

-       Uji R-Square


Pembahasan

Perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat akan menunjukkan return saham yang baik dan dapat diterima, sesuai dengan prinsip yang telah dijelaskan. Kondisi internal perusahaan dapat menjadi penyebab turunnya return saham. Salah satunya dapat disebabkan oleh bisnis yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress), memberikan kesan kepada investor bahwa mereka harus menjual saham mereka karena bisnis sedang mengalami kesulitan. Tentu saja, hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan di pasar saham dan memiliki dampak tambahan pada penawaran dan permintaan untuk saham perusahaan yang diduga mengalami kesulitan keuangan.

Untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman, di mana juga terdapat hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan proksi Altman Z-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil estimasi tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis. Berdasarkan hasil pengolahan data, angka probabilitas Z-Score perusahaan sebesar 0,001 < 0,01 dengan koefisien sebesar 0,015708 atau 1,57%. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1% pada nilai Z-Score perusahaan akan berdampak setara dengan 1,57% pada pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi secara positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Altman Z-Score. Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan bahwa penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang berdasarkan proksi Altman Z-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan mengikuti pembelian perusahaan dengan Z-Score yang kuat. Temuan studi oleh Apergis (2011) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.

Terdapat hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan proksi Springate S-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil estimasi tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis. Berdasarkan hasil pengolahan data, angka probabilitas S-Score perusahaan sebesar 0,001 < 0,01 dengan koefisien sebesar 0,1288269 atau 12,88%. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1% pada nilai S-Score perusahaan akan berdampak setara dengan 12,88% pada pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi secara positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Springate S-Score. Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan bahwa penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang berdasarkan proksi Springate S-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan mengikuti pembelian perusahaan dengan S-Score yang kuat. Temuan studi oleh (Andreou et al., 2021) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.

Terdapat hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan proksi Zmijewski X-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil estimasi tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis. Berdasarkan hasil pengolahan data, angka probabilitas X-Score perusahaan sebesar 0,025 < 0,05 dengan koefisien sebesar 0,0294406 atau 2,94%. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1% pada nilai X-Score perusahaan akan berdampak setara dengan 2,94% pada pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi secara positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Zmijewski X-Score. Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan bahwa penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang berdasarkan proksi Zmijewski X-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan mengikuti pembelian perusahaan dengan X-Score yang kuat. Temuan studi oleh Syamni et al. (2018) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.

Adapun hasil penelitian menunjukkan Grover G-Score tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan variabel harga saham karena angka probabilitasnya sebesar 0,525 terindikasi melebihi alpha atau taraf signifikansi 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk melihat return saham, pengukuran financial distress tidak bisa menggunakan proksi G-Score. Artinya ketika perusahaan mengalami pergeseran return saham hal ini disebabkan oleh faktor ataupun variabel lain diluar penelitian dan bukan karena kondisi keuangannya (Effendi et al., 2016).

 

Kesimpulan

Dengan menggunakan proksi Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan Grover G-Score, estimasi dilakukan untuk menunjukkan pengaruh financial distress terhadap berbagai faktor return saham. Fokus penelitian ini adalah pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham sembilan negara emerging market asia periode 2019-2022 dan merupakan bagian dari subsektor makanan dan minuman. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan estimasi yang telah dilakukan pada beberapa tahap, antara lain sebagai berikut; (1) financial distress yang diukur dengan proksi Altman Z-Score dapat secara positif mempengaruhi return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham di masa depan akan lebih kecil untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dengan Z-Score kurang dari 1.1, (2) fnancial distress yang diukur dengan proksi Springate S-Score dapat secara positif mempengaruhi return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham di masa depan akan lebih kecil untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dengan S-Score kurang dari 0.862, (3) financial distress yang diukur dengan proksi Zmijewski X-Score dapat secara positif mempengaruhi return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham di masa depan akan lebih kecil untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dengan X-Score lebih dari 0, dan (4) financial distress yang diukur dengan proksi Grover G-Score tidak mengindikasikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Altman, E. I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis And The Prediction Of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance, 23(4), 589–609. https://doi.org/10.1111/J.1540-6261.1968.TB00843.X

Altman, E. I., Hotchkiss, E., & Wang, W. (2019). Corporate Financial Distress, Restructuring, and Bankruptcy. John Wiley & Sons, Inc. https://doi.org/10.1002/9781119541929

Altman, E. I., Iwanicz-Drozdowska, M., Laitinen, E. K., & Suvas, A. (2016). Financial Distress Prediction in an International Context: A Review and Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model. Journal of International Financial Management & Accounting, 28(2), 131–171. https://doi.org/10.1111/JIFM.12053

Andreou, C. K., Andreou, P. C., & Lambertides, N. (2021). Financial distress risk and stock price crashes. Journal of Corporate Finance, 67, 101870. https://doi.org/10.1016/J.JCORPFIN.2020.101870

Ang, R. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesia Capital Market).

Apergis, N. (2011). Bankruptcy Probability and Stock Prices: The Effect of Altman Z-Score Information on Stock Prices Through Panel Data. Journal of Modern Accounting and Auditing. https://www.academia.edu/3042826/Bankruptcy_Probability_and_Stock_Prices_The_Effect_of_Altman_Z_Score_Information_on_Stock_Prices_Through_Panel_Data

Augusto, A. S. P. Jr., & Fritzzie, L. F. E. (2020). Kebangkrutan dan rehabilitasi di Filipina selama pandemi covid-19. Lexology. https://www.lexology.com/library/detail.aspx?g=b31413b8-7101-489c-8ae6-6e10593ae17a

Austradegov. (2020). Post-COVID-19 consumer food trends in Asia. Australian Trade and Investment Commission. https://www.austrade.gov.au/en/news-and-analysis/analysis/post-covid-19-consumer-food-trends-in-asia

Badan Pusat Statistik. (2022). Sistem Informasi Rujukan Statistik - View Variabel. Badan Pusat Statistik. https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/825

Bank Negara Malaysia. (2022). The Malaysian Economy In Figures 2022. Economic Planning Unit, Prime Minister’s Department.

Bernama. (2019). Malaysia’s economy grew 5.5 Pct in 2018, GDP value at RM1.4tln. Business Times. https://www.nst.com.my/business/2019/07/506843/malaysias-economy-grew-55-pct-2018-gdp-value-rm14tln

Brealey, R. A., Myers, S. C., & Marcus, A. J. (2020). Fundamentals for Corporate Finance.

Brigham, E. F., & Ehrhardt, M. C. (2016). Financial management : theory & practice. 1180.

Consultancy Asia. (2018). Favourable market trends point to boom in India’s food & agribusiness sector. Consultancy.Asia. https://www.consultancy.asia/news/1600/favourable-market-trends-point-to-boom-in-indias-food-agribusiness-sector

Dasuzhau, I. (2023). Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2023.

Effendi, E., Affandi, A., & Sidharta, I. (2016). Analisa Pengaruh Rasio Keuangan Model Springate Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Publik Sektor Telekomunikasi. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship, 10(1). https://jurnal.stiepas.ac.id/index.php/jebe/article/view/1

Eria. (2022). The COVID-19 Pandemic: Impact on ASEAN Connectivity and Recovery Strategies Policy Insights.

Fachrudin, K. A., & Ihsan, M. F. (2021). The effect of financial distress probability, firm size and liquidity on stock return of energy users companies in Indonesia. International Journal of Energy Economics and Policy, 11(3), 296–300. https://doi.org/10.32479/ijeep.10677

Ferry, S. (2020). KFC Tutup 100 Gerai karena Corona, Harga Sahamnya Menguat 19%. CNBC. https://www.cnbcindonesia.com/market/20200423150256-17-153950/kfc-tutup-100-gerai-karena-corona-harga-sahamnya-menguat-19

FnB News. (2018). India to be world’s 3rd-biggest packaged food market. FnB News. http://www.fnbnews.com/Interview/india-to-be-worlds-3rdbiggest-packaged-food-market-43250

Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS Ed. 7 . Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grover, J. (2001). Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy : A Service Industry Extension of Altman’s Z-Score Model of Bankruptcy Prediction. The Southern Finance Association.

Hartono, J. (2017). Teori portofolio dan analisis investasi (edisi Kesebelas). Yogyakarta: BPFE, 762. https://library.bpk.go.id/koleksi/detil/jkpkbpkpp-p-NokRqwa4W2

Ilmie, M. I. (2020). PepsiCo Beijing berhenti beroperasi akibat delapan kasus COVID-19. Antara. https://www.antaranews.com/berita/1567176/pepsico-beijing-berhenti-beroperasi-akibat-delapan-kasus-covid-19

Imtiaz, A. (2020). Virus corona: Ketika Pakistan melawan dampak Covid-19 dengan zakat - BBC News Indonesia. BBC. https://www.bbc.com/indonesia/vert-tra-52194435

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2022a). Kemenperin: Laju Sektor Manufaktur Lampaui Pertumbuhan Ekonomi. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. https://www.kemenperin.go.id/artikel/23315/Laju-Sektor-

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2022b). Naik 17%, Investasi Industri Manufaktur Tembus Rp103,5 Triliun pada Triwulan I-2022. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. https://kemenperin.go.id/artikel/23306/Naik-17,-Investasi-

Kompasiana.com. (2021). Bagaimana Industri Food and Beverage Selama Pandemi? Halaman 1. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/bagus055/60de6f4e06310e67ef0b4972/bagaimana-industri-food-and-beverage-selama-pandemi

Kuijpers, D., Wintels, S., & Yamakawa, N. (2020). Reimagining food retail in Asia after COVID-19. McKinsey & Company. https://www.mckinsey.com/industries/retail/our-insights/reimagining-food-retail-in-asia-after-covid-19

Li, H. C., Lai, S., Conover, J. A., Wu, F., & Li, B. (2017). Stock returns and financial distress risk: Evidence from the Asian-Pacific markets. Research in Finance, 33, 123–158. https://doi.org/10.1108/S0196-382120170000033007/FULL/EPUB

Mehrotra, A. (2020). The Indian restaurant industry will never be the same, CIO News, ET CIO. ET CIO. https://cio.economictimes.indiatimes.com/news/corporate-news/the-indian-restaurant-industry-will-never-be-the-same/75157663

Neeta, L. (2020, June 8). Crushed by COVID-19, India’s restaurants consider radical changes. Nikkei Asia. https://asia.nikkei.com/Life-Arts/Life/Crushed-by-COVID-19-India-s-restaurants-consider-radical-changes

Rezy. (2022). Akibat Lonjakan Kasus COVID-19, Penjualan Yum China Turun 20 Persen. Pasar Dana. https://pasardana.id/news/2022/3/16/akibat-lonjakan-kasus-covid-19-penjualan-yum-china-turun-20-persen/

Rosana, F. C. (2020). McDonald’s Tutup Layanan Makan di Tempat Akibat Corona. Tempo.Co. https://bisnis.tempo.co/read/1326730/mcdonalds-tutup-layanan-makan-di-tempat-akibat-corona

Santia, T. (2022). Kinerja Industri Pengolahan Meroket 50 Persen di Kuartal IV 2021, Mamin Paling Unggul - Bisnis. Liputan6.Com. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4859626/kinerja-industri-pengolahan-meroket-50-persen-di-kuartal-iv-2021-mamin-paling-unggul

Springate, G. (1978). Predicting the Possibility of Failure in a Canadian Firm: A Discriminant Analysis. Simon Fraser University. https://books.google.co.id/books/about/Predicting_the_Possibility_of_Failure_in.html?id=3Vq7PgAACAAJ&redir_esc=y

Sugiarto, D. (2020). Ekspor dan Impor China Rontok Digerogoti Covid-19. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200607140731-92-510713/ekspor-dan-impor-china-rontok-digerogoti-covid-19

Suteja, J., & Gunard, A. (2016). Manajemen Investasi Dan Portofolio (N. F. Atif, Ed.). Refika Aditama.

Syamni, G., Majid, M. S. A., & Siregar, W. V. (2018). Bankruptcy Prediction Models and Stock Prices of the Coal Mining Industry in Indonesia. ETIKONOMI, 17(1), 57–68. https://doi.org/10.15408/etk.v17i1.6559

Tani, D. (2023). More small and midsize firms going bankrupt post pandemic | The Asahi Shimbun: Breaking News, Japan News and Analysis. https://www.asahi.com/ajw/articles/14985765

Textor, C. (2022). Business insolvencies: total in China 2022 | Statista. https://www.statista.com/statistics/1116776/number-business-insolvencies-china/

Zmijewski, M. E. (1984). Methodological Issues Related to the Estimation of Financial Distress Prediction Models. Journal of Accounting Research, 22, 59. https://doi.org/10.2307/249085

 

Copyright holder:

Farhan Kamil Rabbani (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: