Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
3, Maret 2024
PENGARUH PREDIKSI
KEBANGKRUTAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN SUBSEKTOR MAKANAN DAN
MINUMAN DI NEGARA EMERGING MARKET ASIA TAHUN 2019-2022
Universitas Indonesia, Depok, Jawa
Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengevaluasi dampak financial distress terhadap return saham. Penelitian
ini menggunakan sampel yang diambil dari Revinitiv Eikon selama periode
2019-2022. Sampel ini terdiri dari 394 perusahaan dari 9 negara Emerging Market
Asia, di subsektor manufaktur makanan dan minuman. Data yang digunakan
merupakan kombinasi dari data cross section dan data time series. Variabel yang
terlibat dalam penelitian ini meliputi return saham sebagai variabel dependen,
sedangkan financial distress yang digunakan sebagai variabel independen diukur
dengan model Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan Grover
G-Score. Untuk menganalisis data, digunakan metode analisis data panel dengan
model common effect dengan bantuan software Stata. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan atau bersama-sama financial distress berpengaruh terhadap
return saham pada perusahaan subsektor makanan dan minuman. Hasil uji t yang
menunjukkan pengaruh individu dari masing-masing variabel menunjukkan bahwa
pada perusahaan makanan dan minuman variabel yang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap harga saham adalah Altman Z-Score, Springate S-Score, dan
Zmijewski X-Score. Variabel Grover G-Score tidak berpengaruh terhadap return saham.
Kata
Kunci: Return
Saham; Financial distress; Makanan
dan Minuman; Emerging Market Asia
Abstract
This study was conducted with the aim of
evaluating the impact of financial distress on stock returns. This study
utilizes a sample taken from Revinitiv Eikon during the period 2019-2022. This
sample consists of 394 companies from 9 Emerging Market Asia countries, in the
food and beverage manufacturing subsector. The data used is a combination of
cross section data and time series data. The variables involved in this study
include stock return as the dependent variable, while financial distress, which
is used as an independent variable, is measured by the Altman Z-Score,
Springate S-Score, Zmijewski X-Score, and Grover G-Score proxies. To analyze
the data, panel data analysis method with common effect model was used with the
help of Stata software. The results show that simultaneously or together
financial distress affects stock returns in food and beverage subsector
companies. The results of the t test which shows the individual effect of each
variable show that in food and beverage companies the variables that have a
positive and significant effect on stock prices are Altman Z-Score, Springate
S-Score, and Zmijewski X-Score. The Grover G-Score variable has no effect on
stock returns.
Keywords:
Stock Return; Financial distress; Food and Baverages; Emerging Market Asia
Pendahuluan
Memaksimalkan
nilai yang dimiliki perusahaan adalah tujuan dari pengelolaan suatu organisasi
komersial atau korporasi (Brealey et al., 2020). Kegiatan pendanaan adalah
elemen pendukung yang penting untuk meningkatkan nilai organisasi jika
pengelolaannya dilakukan dengan baik. Disinilah investor memiliki peran penting
dalam proses penambahan nilai perusahaan. Investor akan memberikan modal kepada
perusahaan yang dipilihnya dengan tujuan untuk mendapatkan return sesuai dengan
kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Pasar
modal adalah tempat yang mempertemukan perusahaan dengan para investor. Tujuan
utama investor adalah untuk memaksimalkan return mereka seiring dengan
mempertimbangkan potensi risiko yang mungkin muncul. Dalam proses pemilihan
perusahaan untuk berinvestasi, investor tidak dapat dengan memprediksi secara
mutlak hasil investasi yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang. Mereka
hanya bisa sebatas memperkirakan kemungkinan yang mungkin terjadi (Suteja &
Gunard, 2016). Analisis mendalam terhadap saham yang diterbitkan suatu
perusahaan perlu dilakukan karena profil perusahaan yang baik tidak menjamin
dapat memberi keuntungan maksimal bagi investor.
Penelitian
yang dilakukan oleh Li et al. (2017) ditemukan bahwa financial distress
merupakan faktor signifikan yang dapat mempengaruhi harga aset. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fachrudin dan Ihsan (2021) menunjukkan bahwa
faktor utama yang memiliki pengaruh signifikan terhadap imbal hasil saham yang
diberikan kepada investor adalah probabilitas dari financial distress dan
likuditas. Menurut Altman et al. (2019) failure, insolvency, default, dan
bankruptcy adalah beberapa kata yang digunakan untuk mendefinisikan
kebangkrutan perusahaan. Salah satu hasil dari gejolak keuangan atau ekonomi
adalah kebangkrutan itu sendiri. Ada banyak teknik analisis untuk memprediksi
kebangkrutan, diantaranya yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode
Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan Grover G-Score.
Sektor
manufaktur menurut Badan Pusat Statistik (2022) adalah industri yang meliputi
pengubahan barang-barang pokok yang kurang bernilai menjadi produk-produk baru
yang lebih bernilai. Sektor industri manufaktur Indonesia mampu berkembang
lebih cepat dari perekonomian negara secara keseluruhan. Sektor manufaktur
merupakan salah satu penyumbang utama PDB bagi perekonomian Indonesia, di
tengah ketidakstabilan lingkungan ekonomi dan politik global yang berdampak
pada seluruh aktivitas korporasi akibat pandemi yang dimulai pada tahun 2019 (Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia, 2022). Di Asia, khususnya Kamboja dan
Vietnam, sektor manufaktur berperan penting dalam pertumbuhan ekomominya pada
tahun 2022 dimana Vietnam mengalami pertumbuhan ekonomi sebesara 8% dan Kamboja
5,1% (Dasuzhau, 2023). Berdasarkan riset oleh institut ekonomi ASEAN dan Asia
Timur (Eria, 2022), perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur relatif dapat
bertahan lebih stabil pada masa COVID-19 yaitu tahun 2020.
Menurut
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2022) salah satu sektor yang
banyak menarik minat investasi adalah industri manufaktur yang berhasil
menyumbang 36,7% dari keseluruhan nilai investasi Indonesia. Namun jika melihat
tren pertumbuhan yang menunjukkan tren negatif pada tahun 2018 - 2020, hal ini
memerlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan apakah perusahaan manufaktur
layak dijadikan tujuan investasi dengan kondisi keuangannya yang sehat. Dilihat
dari subsektornya, tidak semua subsektor mengalami pertumbuhan, namun hanya
beberapa di antaranya mengalami pertumbuhan penjualan, antara lain sektor
makanan dan minuman (51,84%) (Santia, 2022). Dengan adanya pertumbuhan
penjualan sebesar 51,84% di industri makanan dan minuman, namun terdapat 1.600
restoran ditutup antara akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 menurut data yang
dihimpun oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) (Kompasiana.com,
2021). Selain di Indonesia, di negara Asia lain yaitu Jepang, angka tertinggi
industri yang mengalami kebangkrutan pada Juli 2023 adalah pada sektor service
dengan total 262 kasus dan 71 kasus diantaranya adalah kebangkrutan di
perusahaan yang bergerak dibidang food and beverages (Tani, 2023). Sedangkan di
China, total bisnis yang bangkrut mengalami peningkatan yang signifikan sejak
tahun 2018 yaitu sebelumnya 6.257 pada tahun 2017 dan setahun kemudian menjadi
10.600. Kemudian pada tahun 2021 sedikit mengalami penurunan dari yang
sebelumnya 11.999 pada tahun 2020 menjadi 10.800. Namun kembali meningkat tajam
menjadi 12.000 kasus (Textor, 2022).
Sebelum
virus COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, negara - negara emerging market
memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Contohnya di India pada tahun 2017, 10,1%
dari total produk domestik bruto India berasal dari sektor makanan dan
agribisnis yang masuk menjadi 10 negara dengan PDB terbaik (Consultancy Asia,
2018). Direktur Der Verband Deutscher Maschinen- und Anlagenbau (VDMA) India
pada tahun 2018 juga mengungkapkan bahwa India masuk kedalam TOP lima negara di
dunia dan kedua terbesar di Asia sebagai negara dengan volume penjualan
packaging makananan terbesar. Hal ini membuktikan sektor makanan dan minuman
memiliki peran penting pada perekonomian India (FnB News, 2018). Selain di
India, sektor makanan dan minuman, penjualan grosir dan retail, dan akomodasi
menyumbang 9,9% pada PDB Malaysia yang naik sebesar 7,6% pada tahun 2018
(Bernama, 2019).
Disisi
lain, pada tahun 2019-2020 saat dunia dilanda pandemi, sektor makananan dan
minuman di India tetap memiliki peran penting yaitu 3% dari total produk
domestik bruto berasal dari sektor ini meskipun kebanyakan restoran di industri
ini harus bertahan dengan margin EBITDA sekitar 10-15% (Mehrotra, 2020).
Sedangkan di Malaysia, meskipun PDB mengalami penurunan yang signifikan, sektor
makanan dan minuman, penjualan grosir dan retail, dan akomodasi mampu memberi
kontribusi sebesar 6,1% dan 4,7% (Bank Negara Malaysia, 2022).
Pandemi
COVID-19 telah memengaruhi subsektor makanan dan minuman di emerging market di
Asia. Pandemi juga telah meningkatkan kesadaran konsumen akan kesehatan, yang
mengarah pada peningkatan konsumsi produk yang dianggap sehat (Kuijpers et al.,
2020). Peritel makanan di Asia memikirkan kembali bisnis mereka setelah
COVID-19, dengan fokus untuk menjaga kelangsungan bisnis, mengelola permintaan,
dan memperkenalkan produk baru pada subsektor makanan dan minuman di emerging
market di Asia telah terpengaruh secara signifikan oleh COVID-19 (Austradegov,
2020). Pandemi telah merubah perilaku konsumen menjadi lebih memperhatikan Kesehatan
dan gaya hidup yang lebih sehat. Secara keseluruhan, subsektor ini harus
beradaptasi dengan perubahan preferensi dan perilaku konsumen, yang
menghadirkan tantangan dan peluang bagi bisnis di subsektor makanan dan
minuman.
Kasus
kebangkrutan perusahaan pada subsektor makanan dan minuman juga terjadi di
negara – negara emerging market Asia. Di Indonesia, PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk. yang mengajukan permohonan PKPU pada tanggal 27 Juli 2020. Di
China, Yum China Holdings, operator restoran cepat saji mengumumkan pada
tanggal 27 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 30% dari restorannya di China
karena penurunan penjualan sebesar 20% (Rezy, 2022). Di India, McDonald's mengumumkan
pada tanggal 26 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 50% dari restorannya di
India karena penurunan penjualan sebesar 20% (Rosana, 2020).
Di
Korea Selatan, KFC mengumumkan pada tanggal 22 Juli 2020 bahwa mereka akan
menutup 100 restorannya di Korea Selatan karena penurunan penjualan sebesar 50%
(Ferry, 2020). Di Malaysia, PepsiCo mengumumkan pada tanggal 26 Juli 2020 bahwa
mereka akan menghentikan produksi beberapa produknya karena penurunan penjualan
sebesar 20% (Ilmie, 2020). Di Pakistan, Shabbir Ali Fruit Juice mengajukan
permohonan pailit pada tanggal 22 Juli 2020 karena penurunan penjualan sebesar
50% (Imtiaz, 2020).
Kasus
kebangkrutan perusahaan juga terjadi di Filipina, Chowking, operator restoran
cepat saji mengumumkan pada tanggal 24 Juli 2020 bahwa mereka akan menutup 100
restorannya karena penurunan penjualan sebesar 40% (Augusto & Fritzzie,
2020). Di Taiwan, Tingyi, produsen mi instan mengumumkan pada tanggal 25 Juli
2020 bahwa mereka akan mengurangi produksi beberapa produknya. Hal ini
disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan penjualan
sebesar 30% (Sugiarto, 2020). Di Thailand, Siam Makro Public Company Limited,
operator supermarket, mengajukan permohonan pailit pada tanggal 23 Juli 2020
karena penurunan penjualan sebesar 50% (Neeta, 2020).
Financial Distress
Ketika sebuah
perusahaan menghadapi tantangan keuangan dan tidak dapat memenuhi komitmennya
kepada para kreditur, kondisi ini dikenal sebagai kesulitan keuangan (financial
distress) (Brealey et al., 2020). Biasanya, masalah ini dimulai dengan
kurangnya likuiditas korporasi dan bisa jadi masalah jangka pendek, jika dikelola
dengan baik. Kesulitan yang dihadapi perusahaan dibagi menjadi empat definisi
(Altman et al., 2019), yaitu:
1) Failure
:
Situasi ini terjadi ketika tingkat pengembalian (return) perusahaan atas modal
yang diinvestasikan lebih rendah dari rata-rata pasar setelah memperhitungkan
faktor risiko.
2) Insolvency
:
Penurunan kinerja bisnis yang disebabkan oleh operasi yang melibatkan teknikal
bisnis. Technical Insolvency biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan
perusahaan untuk membayar hutangnya pada tanggal jatuh tempo. Biasanya, situasi
ini hanya bersifat sementara.
3) Default
:
Perusahaan tidak mematuhi ketentuan perjanjian pinjaman atau pendanaan yang
disetujui dengan pemberi pinjaman (kreditur). Renegosiasi antara perusahaan dan
kreditor dapat memperbaiki situasi ini.
4) Bankruptcy
: Keadaan ini dimana nilai kewajiban melebihi
nilai valuasi aset. Ketika hal ini dinyatakan, berarti telah terjadi peristiwa
atau tindakan hukum oleh pihak berwenang.
Menurut Altman et
al. (2019) sebuah perusahaan mungkin gagal karena berbagai alasan yaitu efisiensi
operasional bisnis di bawah standar dan sangat bergantung pada dana Perusahaan,
kelangkaan inovasi dan teknologi, guncangan pendanaan dan masalah likuiditas,
banyaknya kompetitor, deregulasi industri yang signifikan, dan kewajiban yang
tidak terduga.
Saham dan Return
Saham
Jumlah keuntungan
yang diterima oleh investor dari investasi yang mereka lakukan dikenal sebagai
return saham (Ang, 1997). Dalam teori pasar modal, imbal hasil saham sering
digunakan untuk merujuk pada hasil pengembalian yang didapat pemegang saham
dari saham yang di perjual belikan di pasar modal (perusahaan publik).
Return saham
memiliki dua jenis komponen: current income (pendapatan lancar) dan juga
capital gain (keuntungan dari selisih harga).
Terdapat
berbagai nilai berbeda yang dapat digunakan untuk menentukan nilai saham
(Hartono, 2017). Memahami nilai pasar penting bagi investor untuk mengevaluasi
saham murah dan mahal. Untuk mengukur imbal hasil saham berupa capital gain
selama satu tahun, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sumber:
(Hartono, 2017)
Keterangan:
R = Imbala hasil saham tahunan
Pt = Harga sahama di tahun ke-t
Pt-1 = Harga sahama di tahun t-1
Financial Behavior
Financial
Behavior adalah sebuah teori yang berfokus pada pengaruh psikologis seorang
investor terhadap keputusan keuangan yang diambilnya dengan kondisi pasar penuh
dengan ketidakpastian dan risiko yang terkandung didalamnya.
Salah
satu fenomena pada financial behaviour adalah anchoring bias (Brigham &
Ehrhardt, 2016) yaitu kondisi ketika investor cenderung untuk mengambil
keputusannya dengan dasar prediksi kejadian yang mungkin terjadi di pasar.
Investor akan berasumsi bahwa kondisi suatu industri akan terus berkembang jika
secara historis industri tersebut menujukkan pertumbuhan yang baik dan stabil.
Hal ini dapat mempengaruhi kondisi pasar dan meningkatkan harga saham yang
beredar.
Model Prediksi
Kebangkrutan
The Altman Model
(Z’’-Score)
Menggunakan
multiple discriminant analysis model (MDA), (Altman, 1968) mengembangkan model
Z-Score. Model Altman Z-Score dibuat untuk memprediksi kebangkrutan dan krisis
keuangan (Altman et al., 2016). Li et al. (2017) menemukan bahwa model ini
masih akurat dalam meprediksi financial distress pada perusahaan energi surya
di Taiwan.
Z-Score
model yang pertama digunakan untuk perusahan publik di dalam industri
manufaktur dengan menggunakan lima variabel dari rasio keuangan yaitu rasio
profitabilitas, rasio likuiditas, profitabilitas, rasio leverage, rasio
solvency, dan aktivitas (Altman et al., 2016). Perusahaan di sektor manufaktur
adalah satu-satunya yang dapat menggunakan model Altman Z-Score awal.
ZS =
3,25 + 6,56 X1 + 3,62 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
Sumber
:
Altman et al. (2016)
Keterangan:
ZS = Indeks
kebangkrutan Altman Z-Score modifikasi
X1= (working capital )/(total assets)
X2 = (retained
earnings )/(total assets)
X3 = (Earnings Before
Interest and Tax )/(total assets)
X4 = (book value of
equity )/(book value of total debt)
Tabel 1. Kategori
Klasifikasi Altman Z-Score
Nilai Z” |
Kategori Perusahaan |
Z” < 1.1 |
Bangkrut |
1.1 < Z” < 2.6 |
Grey area (tidak
dapat ditentukan apakah perusahaan sehat atau mengalami kebangkrutan) |
Z > 2.6 |
Sehat |
Sumber:
Altman et al. (2016)
The Springate
Model (S-Score)
Sebuah perusahaan
atau entitas perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berada dalam
kondisi sehat atau sebaliknya berada dalam kondisi tidak sehat (bangkrut)
(Springate, 1978), kemudian dilakukan teknik MDA yang secara akurat memilah
empat dari 19 rasio yang ada dengan menyortir berbagai macam rasio keuangan
yang umum.
SS =
1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D
Sumber:
(Springate, 1978)
Keterangan:
A = (working capital )/(total assets)
B = (Earnings
Before Interest and Tax )/(total assets)
C = (Earnings
Before Tax)/(Current Liabilities)
D = Sales/(Total Asset)
Nilai S-Score
kebangkrutan suatu perusahaan ditentukan oleh Springate berdasarkan penjelasan
interpretasi diskriminan S-Score di atas yaitu:
1) Pertama,
nilai S-Score lebih tinggi dari 0,862 maka perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan yang
sehat atau tidak memiliki kemungkinan bangkrut.
2) Kedua,
S-Score lebih rendah dari 0,862 jika perusahaan dianggap tidak sehat atau
memiliki kemungkinan bangkrut.
The Zmijewski
Model (X-Score)
Model Zmijewski
X-Score. Zmijewski (1984) menegaskan bahwa sebuah perusahaan tidak dianggap
mengalami kesulitan keuangan ketika memiliki nilai korelasi negatif, tetapi ketika
memiliki nilai korelasi positif. Ketika nilai korelasi perusahaan positif,
dijelaskan, perusahaan ditandai dengan penyimpangan ketika nilainya melebihi
kategorisasi. Namun, perusahaan diindikasikan mengalami penyimpangan yang
nilainya lebih rendah dari kategorisasi ketika perusahaan memiliki nilai
korelasi negatif.
XS =
-4,3 - 4,5 X1 + 5,7 X2 - 0,004 X3
Sumber:
(Zmijewski, 1984)
Keterangan:
X1= Return On Assets
X2 = Debt Ratio
X3 = Current Ratio
Badan usaha
dianggap kurang sehat apabila memperoleh nilai skor lebih besar dari nol.
Sebaliknya, jika kurang dari nol, maka dikategorikan sebagai badan usaha yang
sehat.
The Grover Model
(G-Score)
Model Grover
G-Score yang dikembangkan oleh Jeffrey S. Grover yang diadaptasi dari Altman
Z’’-Score model dengan penambahan 13 rasio keuangan.
GS =
1,650 X1 + 3,404 X3 – 0,016 ROA + 0,057
Sumber:
(Grover, 2001)
Keterangan:
X1 = (working capital
)/(total assets)
X3 = (Earnings Before
Interest and Tax )/(total assets)
ROA = Return On Assets
Perhitungan Grover
menghasilkan G-Score, yang mengidentifikasi dua indeks klasifikasi kebangkrutan
perusahaan sebagai berikut:
1) Pertama,
jika sebuah perusahaan memiliki skor G di bawah -0,02, maka perusahaan tersebut
dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat atau memiliki kemungkinan
terjadi kebangkrutan. (G < -0,02)
2) Kedua,
perusahaan dikategorikan sehat atau tidak memiliki kemungkinan terjadi kebangkrutan jika G Score-nya
lebih dari 0.01. (G > 0,01)
Metode Penelitian
Dalam
penelitian ini Altman Z-Score merupakan variabel independen (X1), Springate
S-Score merupakan variabel independen (X2), Zmijewski X-Score merupakan
variabel independen (X3), dan Grover G-Score merupakan variabel independen
(X4), diuji pengaruhnya terhadap return saham yang berperan sebagai variabel
dependen (Y). Dengan sample data yang ada di Bursa Efek negara-negara emerging
market di Kawasan Asia berdasarkan Morgan Stanley Capital International (MSCI)
yaitu China, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Filipina, Taiwan,
dan Thailand.
Tabel 2. Perolehan Sampel Penelitian di Bursa Efek Setiap
Negara
No. |
Negara |
Jumlah Perusahaan |
1 |
China |
68 |
2 |
India |
104 |
3 |
Indonesia |
17 |
4 |
Korea Selatan |
60 |
5 |
Malaysia |
39 |
6 |
Pakistan |
31 |
7 |
Filipina |
12 |
8 |
Taiwan |
27 |
9 |
Thailand |
36 |
Sumber:
Peneliti (2023)
Perusahaan yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan yang berada
pada subsektor makanan dan minuman yang memiliki aktivitas bisnis menurut TRBC activity list sebagai berikut:
Tabel
3. Aktivitas Bisnis Perusahaan
No. |
TRBC
Activity Name |
1 |
Baby
Food |
2 |
Bread
& Bakery Product Manufacturing |
3 |
Breakfast
Cereal Manufacturing |
4 |
Chocolate
& Confectionery |
5 |
Coffee
& Tea |
6 |
Coffee,
Tea & Cocoa Farming |
7 |
Consumer
Goods Conglomerates |
8 |
Cookie,
Cracker & Pasta Manufacturing |
9 |
Dairy
Products |
10 |
Fishing
& Farming Wholesale |
11 |
Flour
Milling |
12 |
Food
Ingredients |
13 |
Food
Processing |
14 |
Food
Retail & Distribution |
15 |
Food
Wholesale |
16 |
Frozen
Food Manufacturing |
17 |
Fruit
& Vegetable Processing |
18 |
Fruit
Drinks |
19 |
Grain
(Crop) Production |
20 |
Halal
Meat Processing |
21 |
Meat
Processing |
22 |
Non-Alcoholic
Beverages |
23 |
Pet
Food Manufacturing |
24 |
Ready-Made
Meals |
25 |
Seafood
Product Preparation & Packaging |
26 |
Snack
Food & Non-Chocolate Confectionary |
27 |
Special
Foods & Wellbeing Products |
28 |
Starch,
Vegetable Fat & Oil Manufacturing |
29 |
Sugar
& Artificial Sweeteners |
30 |
Sugarcane
Farming |
31 |
Supermarkets
& Convenience Stores |
32 |
Vegan
& Vegetarian Food Manufacturing |
Sumber:
Peneliti (2023)
Hasil dan
Pembahasan
Hasil
Statistik Deskriptif
Deskripsi
data seperti mean, median, standar deviasi, varians, dan nilai data maksimum
dan minimum diidentifikasi menggunakan statistik deskriptif, yang merupakan
pengukuran secara umum. Temuan ini menguraikan signifikansi statistik studi,
tetapi tidak digunakan untuk memandu pengambilan keputusan (Ghozali, 2013).
1) Uji
Asumsi Klasik : Untuk memastikan persamaan regresi
dengan model estimasi tersebut benar dan dapat digunakan dalam penelitian,
sehingga temuan penelitian tidak bias dan menghasilkan penilaian yang akurat
(Ghozali, 2013).
2) Uji Normalitas : Penelitian ini menggunakan uji normalitas
sebagai dasar menunjukkan distribusi data yang akan digunakan untuk estimasi.
Ketika batas skewness adalah -3 hingga +3 dan batas kurtosis -10 hingga +10,
data dikatakan terdistribusi secara teratur (Ghozali, 2013).
3) Uji Heteroskedastisitas : Model penelitian menjadi
heteroskedastisitas ketika asumsi homoskedastisitas dilanggar.
Heteroskedastisitas seharusnya tidak ada dalam studi yang baik.
4) Uji Multikolinearitas : Perlu diperiksa untuk menghindari temuan
yang bias pada kesimpulan dan hasil penelitian, bahkan jika sulit untuk
mengungkap variabel dalam studi yang tidak terhubung satu sama lain dalam
praktiknya.
5) Estimasi
Regresi Data Panel : dilakukan untuk mengetahui
bagaimana variabel independen mempengaruhi dependen. Penelitian ini menggunakan
program perhitungan Stata dengan koefisien alpha 5% dan tingkat kepercayaan 5%.
Pemilihan Model
Estimasi
- Uji
Likelihood Ratio (Uji Chow)
- Uji
Hausman
- Uji
Langrange Multiplier
- Uji
Hipotesis
- Uji F
- Uji T
- Uji
R-Square
Pembahasan
Perusahaan
dengan kondisi keuangan yang sehat akan menunjukkan return saham yang baik dan
dapat diterima, sesuai dengan prinsip yang telah dijelaskan. Kondisi internal
perusahaan dapat menjadi penyebab turunnya return saham. Salah satunya dapat
disebabkan oleh bisnis yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress),
memberikan kesan kepada investor bahwa mereka harus menjual saham mereka karena
bisnis sedang mengalami kesulitan. Tentu saja, hal ini akan menyebabkan
ketidakstabilan di pasar saham dan memiliki dampak tambahan pada penawaran dan
permintaan untuk saham perusahaan yang diduga mengalami kesulitan keuangan.
Untuk
perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman, di mana juga terdapat
hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan
proksi Altman Z-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil estimasi
tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis. Berdasarkan hasil
pengolahan data, angka probabilitas Z-Score perusahaan sebesar 0,001 < 0,01
dengan koefisien sebesar 0,015708 atau 1,57%. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1%
pada nilai Z-Score perusahaan akan berdampak setara dengan 1,57% pada
pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham
perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi secara
positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Altman Z-Score.
Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan bahwa
penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang
berdasarkan proksi Altman Z-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan
adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan
mengikuti pembelian perusahaan dengan Z-Score yang kuat. Temuan studi oleh
Apergis (2011) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang
substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.
Terdapat
hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan
proksi Springate S-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil
estimasi tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis.
Berdasarkan hasil pengolahan data, angka probabilitas S-Score perusahaan
sebesar 0,001 < 0,01 dengan koefisien sebesar 0,1288269 atau 12,88%. Hal ini
berarti bahwa kenaikan 1% pada nilai S-Score perusahaan akan berdampak setara
dengan 12,88% pada pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa
return saham perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi
secara positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Springate
S-Score. Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan
bahwa penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang
berdasarkan proksi Springate S-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan
adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan
mengikuti pembelian perusahaan dengan S-Score yang kuat. Temuan studi oleh
(Andreou et al., 2021) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang
substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.
Terdapat
hubungan positif yang substansial antara kesulitan keuangan perusahaan dengan
proksi Zmijewski X-Score terhadap variabel return saham perusahaan, hasil
estimasi tersebut memiliki implikasi yang konsisten dengan hipotesis.
Berdasarkan hasil pengolahan data, angka probabilitas X-Score perusahaan
sebesar 0,025 < 0,05 dengan koefisien sebesar 0,0294406 atau 2,94%. Hal ini
berarti bahwa kenaikan 1% pada nilai X-Score perusahaan akan berdampak setara
dengan 2,94% pada pergerakan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa return
saham perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman dipengaruhi secara
positif oleh kesulitan keuangan yang diukur dengan proksi Zmijewski X-Score.
Pergeseran di antara variabel-variabel tersebut, yang mengindikasikan bahwa
penurunan return saham biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan yang
berdasarkan proksi Zmijewski X-Score mengalami kesulitan keuangan, menunjukkan
adanya hubungan yang positif. Kenaikan imbal hasil saham sebuah perusahaan akan
mengikuti pembelian perusahaan dengan X-Score yang kuat. Temuan studi oleh
Syamni et al. (2018) mendukung hipotesis bahwa terdapat korelasi positif yang
substansial antara kesulitan keuangan dan return saham.
Adapun
hasil penelitian menunjukkan Grover G-Score tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan variabel harga saham karena angka probabilitasnya sebesar
0,525 terindikasi melebihi alpha atau taraf signifikansi 10%. Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk melihat return saham, pengukuran financial distress
tidak bisa menggunakan proksi G-Score. Artinya ketika perusahaan mengalami
pergeseran return saham hal ini disebabkan oleh faktor ataupun variabel lain
diluar penelitian dan bukan karena kondisi keuangannya (Effendi et al., 2016).
Kesimpulan
Dengan
menggunakan proksi Altman Z-Score, Springate S-Score, Zmijewski X-Score, dan
Grover G-Score, estimasi dilakukan untuk menunjukkan pengaruh financial
distress terhadap berbagai faktor return saham. Fokus penelitian ini adalah
pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham sembilan negara
emerging market asia periode 2019-2022 dan merupakan bagian dari subsektor
makanan dan minuman. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
estimasi yang telah dilakukan pada beberapa tahap, antara lain sebagai berikut;
(1) financial distress yang diukur dengan proksi Altman Z-Score dapat secara
positif mempengaruhi return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor
makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham di masa depan
akan lebih kecil untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
dengan Z-Score kurang dari 1.1, (2) fnancial distress yang diukur dengan proksi
Springate S-Score dapat secara positif mempengaruhi return saham untuk
perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan
bahwa return saham di masa depan akan lebih kecil untuk perusahaan-perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan dengan S-Score kurang dari 0.862, (3) financial
distress yang diukur dengan proksi Zmijewski X-Score dapat secara positif
mempengaruhi return saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan
minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa return saham di masa depan akan lebih
kecil untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dengan
X-Score lebih dari 0, dan (4) financial distress yang diukur dengan proksi
Grover G-Score tidak mengindikasikan pengaruh yang signifikan terhadap return
saham untuk perusahaan-perusahaan di subsektor makanan dan minuman.
BIBLIOGRAFI
Altman, E. I. (1968). Financial Ratios, Discriminant
Analysis And The Prediction Of Corporate Bankruptcy. The
Journal of Finance, 23(4), 589–609. https://doi.org/10.1111/J.1540-6261.1968.TB00843.X
Altman, E. I., Hotchkiss, E., & Wang, W. (2019). Corporate
Financial Distress, Restructuring, and Bankruptcy. John Wiley & Sons,
Inc. https://doi.org/10.1002/9781119541929
Altman, E. I., Iwanicz-Drozdowska, M., Laitinen, E. K.,
& Suvas, A. (2016). Financial Distress Prediction in an International
Context: A Review and Empirical Analysis of Altman’s Z-Score Model. Journal
of International Financial Management & Accounting, 28(2),
131–171. https://doi.org/10.1111/JIFM.12053
Andreou, C. K., Andreou, P. C., & Lambertides, N.
(2021). Financial distress risk and stock price crashes. Journal of
Corporate Finance, 67, 101870. https://doi.org/10.1016/J.JCORPFIN.2020.101870
Ang, R. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The
Intelligent Guide to Indonesia Capital Market).
Apergis, N. (2011). Bankruptcy Probability and Stock
Prices: The Effect of Altman Z-Score Information on Stock Prices Through Panel
Data. Journal of Modern Accounting and Auditing. https://www.academia.edu/3042826/Bankruptcy_Probability_and_Stock_Prices_The_Effect_of_Altman_Z_Score_Information_on_Stock_Prices_Through_Panel_Data
Augusto, A. S. P. Jr., & Fritzzie, L. F. E. (2020). Kebangkrutan
dan rehabilitasi di Filipina selama pandemi covid-19. Lexology. https://www.lexology.com/library/detail.aspx?g=b31413b8-7101-489c-8ae6-6e10593ae17a
Austradegov. (2020). Post-COVID-19 consumer food
trends in Asia. Australian Trade and Investment Commission. https://www.austrade.gov.au/en/news-and-analysis/analysis/post-covid-19-consumer-food-trends-in-asia
Badan Pusat Statistik. (2022). Sistem Informasi
Rujukan Statistik - View Variabel. Badan Pusat Statistik. https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/825
Bank Negara Malaysia. (2022). The Malaysian Economy In Figures 2022. Economic Planning Unit, Prime Minister’s
Department.
Bernama. (2019). Malaysia’s economy grew 5.5 Pct in
2018, GDP value at RM1.4tln. Business Times. https://www.nst.com.my/business/2019/07/506843/malaysias-economy-grew-55-pct-2018-gdp-value-rm14tln
Brealey, R. A., Myers, S. C., & Marcus, A. J. (2020).
Fundamentals for Corporate Finance.
Brigham, E. F., & Ehrhardt, M. C. (2016). Financial
management : theory & practice. 1180.
Consultancy Asia. (2018). Favourable market trends
point to boom in India’s food & agribusiness sector. Consultancy.Asia. https://www.consultancy.asia/news/1600/favourable-market-trends-point-to-boom-in-indias-food-agribusiness-sector
Dasuzhau, I. (2023). Economic Outlook for Southeast
Asia, China and India 2023.
Effendi, E., Affandi, A., & Sidharta, I. (2016).
Analisa Pengaruh Rasio Keuangan Model Springate Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Publik Sektor Telekomunikasi. Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship, 10(1). https://jurnal.stiepas.ac.id/index.php/jebe/article/view/1
Eria. (2022). The COVID-19 Pandemic: Impact on ASEAN
Connectivity and Recovery Strategies Policy Insights.
Fachrudin, K. A., & Ihsan, M. F. (2021). The effect
of financial distress probability, firm size and liquidity on stock return of
energy users companies in Indonesia. International
Journal of Energy Economics and Policy, 11(3), 296–300. https://doi.org/10.32479/ijeep.10677
Ferry, S. (2020). KFC Tutup 100 Gerai karena Corona,
Harga Sahamnya Menguat 19%. CNBC. https://www.cnbcindonesia.com/market/20200423150256-17-153950/kfc-tutup-100-gerai-karena-corona-harga-sahamnya-menguat-19
FnB News. (2018). India to be world’s 3rd-biggest
packaged food market. FnB News. http://www.fnbnews.com/Interview/india-to-be-worlds-3rdbiggest-packaged-food-market-43250
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program IBM SPSS Ed. 7 .
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Grover, J. (2001). Financial Ratios, Discriminant
Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy :
A Service Industry Extension of Altman’s Z-Score Model of Bankruptcy
Prediction. The Southern Finance Association.
Hartono, J. (2017). Teori portofolio dan analisis
investasi (edisi Kesebelas). Yogyakarta: BPFE, 762. https://library.bpk.go.id/koleksi/detil/jkpkbpkpp-p-NokRqwa4W2
Ilmie, M. I. (2020). PepsiCo Beijing berhenti
beroperasi akibat delapan kasus COVID-19. Antara. https://www.antaranews.com/berita/1567176/pepsico-beijing-berhenti-beroperasi-akibat-delapan-kasus-covid-19
Imtiaz, A. (2020). Virus corona: Ketika Pakistan
melawan dampak Covid-19 dengan zakat - BBC News Indonesia. BBC. https://www.bbc.com/indonesia/vert-tra-52194435
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2022a). Kemenperin:
Laju Sektor Manufaktur Lampaui Pertumbuhan Ekonomi. Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia. https://www.kemenperin.go.id/artikel/23315/Laju-Sektor-
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2022b). Naik
17%, Investasi Industri Manufaktur Tembus Rp103,5 Triliun pada Triwulan I-2022.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. https://kemenperin.go.id/artikel/23306/Naik-17,-Investasi-
Kompasiana.com. (2021). Bagaimana Industri Food and
Beverage Selama Pandemi? Halaman 1. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/bagus055/60de6f4e06310e67ef0b4972/bagaimana-industri-food-and-beverage-selama-pandemi
Kuijpers, D., Wintels, S., & Yamakawa, N. (2020). Reimagining
food retail in Asia after COVID-19. McKinsey & Company. https://www.mckinsey.com/industries/retail/our-insights/reimagining-food-retail-in-asia-after-covid-19
Li, H. C., Lai, S., Conover, J. A., Wu, F., & Li, B.
(2017). Stock returns and financial distress risk: Evidence from the
Asian-Pacific markets. Research in Finance, 33, 123–158.
https://doi.org/10.1108/S0196-382120170000033007/FULL/EPUB
Mehrotra, A. (2020). The Indian restaurant industry
will never be the same, CIO News, ET CIO. ET CIO. https://cio.economictimes.indiatimes.com/news/corporate-news/the-indian-restaurant-industry-will-never-be-the-same/75157663
Neeta, L. (2020, June 8). Crushed by COVID-19, India’s
restaurants consider radical changes. Nikkei Asia. https://asia.nikkei.com/Life-Arts/Life/Crushed-by-COVID-19-India-s-restaurants-consider-radical-changes
Rezy. (2022). Akibat Lonjakan Kasus COVID-19,
Penjualan Yum China Turun 20 Persen. Pasar Dana. https://pasardana.id/news/2022/3/16/akibat-lonjakan-kasus-covid-19-penjualan-yum-china-turun-20-persen/
Rosana, F. C. (2020). McDonald’s Tutup Layanan Makan
di Tempat Akibat Corona. Tempo.Co. https://bisnis.tempo.co/read/1326730/mcdonalds-tutup-layanan-makan-di-tempat-akibat-corona
Santia, T. (2022). Kinerja Industri Pengolahan Meroket
50 Persen di Kuartal IV 2021, Mamin Paling Unggul - Bisnis. Liputan6.Com. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4859626/kinerja-industri-pengolahan-meroket-50-persen-di-kuartal-iv-2021-mamin-paling-unggul
Springate, G. (1978). Predicting the Possibility of
Failure in a Canadian Firm: A Discriminant Analysis. Simon Fraser
University. https://books.google.co.id/books/about/Predicting_the_Possibility_of_Failure_in.html?id=3Vq7PgAACAAJ&redir_esc=y
Sugiarto, D. (2020). Ekspor dan Impor China Rontok
Digerogoti Covid-19. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200607140731-92-510713/ekspor-dan-impor-china-rontok-digerogoti-covid-19
Suteja, J., & Gunard, A. (2016). Manajemen
Investasi Dan Portofolio (N. F. Atif, Ed.). Refika Aditama.
Syamni, G., Majid, M. S. A., & Siregar, W. V. (2018).
Bankruptcy Prediction Models and Stock Prices of the Coal Mining Industry in
Indonesia. ETIKONOMI, 17(1), 57–68.
https://doi.org/10.15408/etk.v17i1.6559
Tani, D. (2023). More small and midsize firms going
bankrupt post pandemic | The Asahi Shimbun: Breaking News, Japan News and
Analysis. https://www.asahi.com/ajw/articles/14985765
Textor, C. (2022). Business insolvencies: total in
China 2022 | Statista. https://www.statista.com/statistics/1116776/number-business-insolvencies-china/
Zmijewski, M. E. (1984). Methodological Issues Related to
the Estimation of Financial Distress Prediction Models. Journal of
Accounting Research, 22, 59. https://doi.org/10.2307/249085
Copyright holder: Farhan Kamil Rabbani (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |