Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

 

ERA BARU KEMITRAAN INDONESIA-PASIFIK MUNGKINKAH PAPUA MENJADI HUB DALAM KERANGKA DIPLOMASI INDONESIA DI PASIFIK

 

Melyana R. Pugu

Universitas Cenderawasih, Jayapura, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tujuan Penulisan ini adalah untuk mendapatkan analisa kemitraan Indonesia dengan negara-negara Pasifik dan prospek Papua menjadi Hub atau penghubung antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik. Kepentingan nasional Indonesia memungkinkan juga menjadikan Papua sebagai salah satu lokasi strategis untuk menjadi pintu gerbang dalam skema kerjasama yang akan terbangun dalam kerangka Pacific Elevation yang di perkenalkan  Indonesia tahun 2019 di New Zealand bagi politk luar negeri Indonesia ke negara-negara Pasifik. Dari sini konsep “Pacific elevation” secara sederhana dapat dimaknai sebagai upaya Indonesia secara berkelanjutan untuk meningkatkan dan semakin mengkokohkan persahabatan dan kemitraan dengan berbagai mitranya di kawasan Pasifik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif yang didalamnya menemukan data-data berdasarkan data sekunder melalui studi pustaka dan literatur baik media cetak maupun elektronik termasuk data-data melalui internet. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisa Triangulasi data yaitu mengumpulkan, memverifikasi dan menemukan kebenaran dalam data untuk disajikan. Luaran dari penelitian ini adalah pentingnya Indonesia membangun hubungan kemitraan dengan negara-negara Pasifik selatan dalam rangka pencapaian tujuan nasional Indonesia sehingga terbangun hubungan harmonis di kawasan ini dan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya terutama budaya Melanesia dapat terbangun dengan baik dengan negara-negara ini. Disisi lain,era baru kemitraan Indonesia dengan Pasifik ini memungkinkan menjadikan Papua sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi, sosial dan budaya dengan negara-negara Pasifik Selatan sehingga semangat Pacific Elevation ini diharapkan dapat meminimalisir isu-isu terkait Papua merdeka yang akan mengganggu stabilitas dalam negeri Indonesia dan juga di fora internasional.

Kata Kunci: Era Baru, Diplomasi, Hub, Indonesia, Kemitraan, Pasifik, Papua

 

Abstract

The purpose of this paper is to obtain an analysis of Indonesia's partnership with Pacific countries and the prospect of Papua becoming a Hub or liaison between Indonesia and Pacific countries. Indonesia's national interest may also make Papua one of the strategic locations to become a gateway in the cooperation scheme that will be built within the framework of the Pacific Elevation introduced by Indonesia in 2019 in New Zealand for Indonesian overseas politics to Pacific countries. From here the concept of "Pacific elevation" can simply be interpreted as Indonesia's ongoing efforts to improve and further strengthen friendships and partnerships with its various partners in the Pacific region. This research uses a qualitative research method in which it finds data based on secondary data through literature and literature studies of both print and electronic media including data via the internet. The data collected is then processed using data triangulation analysis techniques, namely collecting, verifying and finding the truth in the data to be presented. The output of this research is the importance of Indonesia building partnership relationships with south Pacific countries in order to achieve Indonesia's national goals so that harmonious relations are built in the region and economic, social and cultural activities, especially Melanesian culture, can be well established with these countries. On the ot

her hand, this new era of Indonesia's partnership with the Pacific allows Papua to become a gateway for economic, social and cultural activities with South Pacific countries so that the spirit of Pacific Elevation is expected to minimize issues related to an independent Papua that will disrupt Indonesia's domestic stability and also in the international environment or international forums.

Keywords: New Era, Diplomacy, Hub, Indonesia, Partnership, Pacific, Papua

 

Pendahuluan

Sebagai negara kepulauan Indonesia adalah partner Pasifik untuk isu yang menjadi perhatian bersama seperti perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, kemaritiman dan pembangunan berkelanjutan. Kawasan Pasifik khususnya Pasifik Selatan memiliki keindahan alam yang mempesona diantara berbagai negara-negara kecil kepulauan ini seperti Tonga, Cook Islands, Tuvalu, Fiji, Palau, Samoa, Vanuatu, Kepulauan Salomon, Nauru, dan lainnya. Layaknya  negara-negara dengan rumpun Melanesia, Polinesia dan Mikronesia, maka negara-negara ini pun memiliki adat istiadat yang kuat diatas wilayah mereka dan sangat mempengaruhi system social budaya termasuk politik mereka (Hutabarat, 2022). Dalam konteks perubahan iklim saat ini, negara-negara kepulauan ini menghadapi ancaman naiknya permukaan air laut yang dapat menimbulkan bencana alam yang membahayakan nyawa manusia dan bukan tidak mungkin menghilangkan tanah leluhur mereka yang sangat dijaga dan dihormati. Ancaman perubahan iklim yang serius ini mengakibatkan kesadaran negara-negara pasifik untuk membangun kerjasama dengan negara lain termasuk dengan Indonesia.

Salah satu negara yang telah merasakan dampak naiknya permukaan air laut adalah Kiribati. Perubahan iklim yang terjadi di wilayah Kiribati menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sebagian besar masyakarat Kiribati melakukan migrasi, baik di dalam wilayah Kiribati maupun ke luar negeri. Dikarenakan erosi merusak tanaman pangan, air laut membanjiri kolam air tawar dan warga terpaksa mengungsi.Di dalam negeri, mayoritas masyarakat Kiribati melakukan migrasi ke Tarawa Selatan dan Kiritimati.Tujuan emigrasi dari sebagian besar masyarakat Kiribati adalah Fiji, Selandia Baru dan Australia.Migrasi tersebut diproyeksikan akan semakin meningkat dikarenakan keberlanjutan dari fenomena perubahan iklim yang berpengaruh secara signifikan bagi kehidupan perekonomian dan kebudayaan dari masyarakat Kiribati serta melanjutkan kehidupan yang lebih baik dalam hal pekerjaan maupun pendidikan di wilayah urban seperti Tarawa Selatan dan Kiritimati atau di wilayah negara lain seperti Fiji, Selandia Baru dan Australia (Wardhani et al., 2018). Presiden Anote Tong memiliki visi yakni “Migration with Dignity” (Mengungsi secara Terhormat) yang diimplementasikan melalui penyediaan pendidikan berskala internasional bagi I-Kiribati yang berguna untuk mencari pekerjaan di luar negeri sebagai salah satu kebijakan pro-aktif dalam menangani proses perubahan iklim. Selain itu, Kiribati membeli tanah seluas 5.460 ha dari sebuah lahan di Vanua Levu (pulau terbesar kedua di Fiji) pada tahun 2014 sebagai tempat penyimpanan makanan dari I-Kiribati dan sebagai tempat relokasi untuk masyarakat Kiribati serta menjamin ketahanan pangan saat perubahan iklim terjadi.

Isu perubahan iklim memang tidak pernah lepas dari negara Kepulauan Pasifik Selatan. Kondisi geografis yang dikelilingi lautan membuat negara-negara di kawasan ini tidak hanya rentan terhadap level kenaikan air laut, namun juga peristiwa cuaca ekstrem seperti badai dan gelombang tinggi yang sering melanda kawasan samudra Pasifik (Hermon, 2015). Dalam merespon hal ini, negara Kepulauan Pasifik Selatan tidak tinggal diam untuk mempertahankan kedaulatan negaranya dari ancaman iklim. Negara-negara tersebut menandatangani Deklarasi Majuro di ibukota Marshall Island. Dalam deklarasi tersebut, negara-negara Kepulauan Pasifik Selatan sepakat unuk menjadi pemimpin dalam mengatasi isu perubahan iklim (Wijayanti et al., 2022). Komitmen ini tertera pada poin ke delapan Deklarasi Majuro di mana mereka menyatakan bahwa “We commit to be Climate Leaders… to lead is to act.”

Negara-negara di pasifik memandang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki pengalaman dan kapasitas dalam mengelola isu maritime dan konservasi laut. Dampak  perubahan iklim menjadi ancaman nyata dan berbahaya bagi negara-negara di kawasan Samudera Pasifik, termasuk Indonesia. Hal itu ditekankan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri RI, Duta Besar Desra Percaya, dalam rangkaian pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Pacific Islands Forum (KTT PIF) ke-50 di Funafuti, Tuvalu. Dalam pertemuan antara para Pemimpin PIF dengan mitra dialog pada Jumat (16/8/2019), Desra menegaskan komitmen Indonesia dalam mengatasi tantangan kawasan Pasifik yang sebagian besar merupakan negara kepulauan, seperti perubahan iklim, isu kelautan dan bencana alam. Indonesia juga ingin berkontribusi dalam upaya pengembangan kawasan Pasifik.

KTT PIF ke-50 membahas sejumlah isu yang menjadi perhatian bersama di Pasifik, yakni keamanan regional, perubahan iklim dan keamanan maritim (Bayhaqi, n.d.). PIF mengesahkan Kainaki II Declaration for Urgent Climate Change Action dan sepakat untuk menyusun 2050 Strategy for the Blue Pacific Continent. Pertemuan juga menandakan serah terima keketuaan PIF dari Nauru (2018-2019) kepada Tuvalu (2019-2020). Pembahasan isu perubahan iklim mendominasi jalannya KTT PIF tahun ini. Negara-negara kepulauan Pasifik sangat rentan terhadap ancaman perubahan iklim yang mengakibatkan kerugian sangat besar, terutama akibat dari ancaman kenaikan permukaan air laut. Kejadian bencana alam yang semakin intensif, hingga isu kemanusiaan di mana kehidupan masyarakat kepulauan terancam dan harus bermigrasi ke negara lain. Selain itu, negara-negara PIF juga fokus menyusun posisi bersama untuk diperjuangkan pada pertemuan COP25 mendatang. Sejak 2001, Indonesia rutin menghadiri pertemuan tahunan PIF bersama dengan Mitra Dialog lainnya, termasuk AS, RRT, Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa. Indonesia selalu hadir dan berkontribusi aktif dengan bertukar pandang, berbagi pengalaman, dan menawarkan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan dan pembangunan kapasitas kepada negara-negara Pasifik. PIF merupakan forum kerja sama antar negara-negara di kawasan Pasifik yang meliputi 18 negara/wilayah, yaitu Australia, Kepulauan Cook, Fiji, Polynesia Perancis, Kaledonia Baru, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Niue, Federasi Mikronesia, Palau, Papua Nugini Selandia Baru, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Tonga, dan Vanuatu. Forum ini didirikan pada 1971, dan bertujuan memperkuat kerjasama dan integrasi kebijakan negara-negara Pasifik. Tujuannya, mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik, serta keamanan regional bersama (Tesa Oktiana Surbakti, 2019).

Indonesia adalah negara kunci untuk ikut memetakan kondisi dan mengendalikan dampak perubahan iklim di semua negara kepulauan dan negara pulau (Novianti et al., 2016). Pengalaman Indonesia dalam melaksanakan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim, menjadi kekuatan utama untuk mengatasi isu tersebut. Dengan bergandengan tangan di antara negara kepulauan dan negara pulau, Indonesia optimis semua dampak perubahan iklim yang sudah dan akan datang bisa diatasi ataupun dikendalikan. Dampak itu, terutama untuk yang akan terjadi di wilayah lautan dunia.Sebagai komitmen untuk membantu negara kepulauan dan negara pulau, Indonesia berani menggelontorkan dana senilai Rp14 miliar yang disalurkan melalui skema kerja sama dengan Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP). Dana Rp14 miliar tersebut akan digunakan untuk membiayai beragam program penanganan dampak perubahan iklim di seluruh negara yang tergabung dalam Forum archipelagic and island states (AIS) yang di dalamnya beranggotakan 49 negara kepulauan dan negara pulau. Diketahui, Forum AIS berdiri pada November 2018 dengan Indonesia berperan sebagai inisiator. Dalam forum tersebut, terdapat 49 negara yang bergabung menjadi anggota. Di antaranya adalah Kuba, Pulau Comor, Siprus, Fiji, Guinea-Bissau, Jamaika, Madagaskar, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Sri Lanka, Seychelles, Singapura, Kepulauan Solomon, Suriname, dan Timor Leste. Di dalam forum AIS, semua negara anggota bisa terlibat dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan seperti sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. Keterlibatan tersebut bertujuan untuk menggali isu dan mencari solusi berkaitan dengan dampak perubahan iklim serta perlindungan laut di seluruh dunia (M Ambari, 2019).

Menurut Robert Keohane kerja sama terjadi ketika para actor baik negara maupun actor non-negara menyesuaikan perilaku mereka dengan preferensi pihak lain yang actual dan diantisipasi melalui proses koordinasi kebijakan (Keohane, 2006). Terdapat setidaknya dua tujuan kerjasama yaitu bahwa perilaku masing-masing actor diarahkan pada beberapa tujuan bersama dan kerjasama yang dibangun harus memberikan keuntungan atau imbalan yang menguntungkan bagi mereka yang bekerja sama.

Kerjasama Internasional menurut Kalevi Holsti dapat terwujud karena adanya pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai atau tujuan yang saling bertemu dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus; adanya harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara itu dalam mencapai kepentingan dan nilai-nilainya; persetujuan atas masalah tertentu antara dua atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau benturan kepentingan; aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi dimasa depan yang dilakukan untuk melaksanakan tujuan; transaksi antarnegara yang dilakukan untuk mememuhi tujuan mereka (Holsti, 1919) mengemukakan 4 ciri bentuk kerjasama yaitu :

1)     Pemerintah berkejasama dengan alasan utama untuk mengurangi biaya (reducing costs) dan meningkatkan efisiensi (increase efficiency).

2)     Kerjasama juga dapat terjadi dikarenakan ada ancaman bersama (common threats) atau masalah bersama (common problems).

3)     Pemerintah berkerjasama dengan alasan untuk mengurangi kemungkinan adanya biaya negatif (reduce the negative cost) dari tindakan mereka terhadap negara lain.

4)     Rasa timbal balik (reciprocity) sebagai dasar dari terbentuknya kerjasama harmonisasi kebijakan.

Dalam kajian hubungan internasional setidaknya ada empat bentuk kerjasama yang diketahui, yaitu: Kerjasama Global Adanya hasrat yang kuat dari berbagai bangsa di dunia untuk bersatu dalam satu wadah yang mampu mempersatukan cita-cita bersama merupakan dasar utama bagi kerjasama global. Sejarah kerja sama global dapat ditelusuri kembali mulai dari terbentuknya kerja sama multilateral seperti yang diperlihatkan oleh perjanjian Westphalia 1648 dan merupakan akar dari kerjasama global.

Kerjasama Regional; Kerjasama Regional merupakan kerjasama antar negara-negara yang secara geografis letaknya berdekatan. Kerjasama tersebut bisa dalam bidang pertahanan tetapi bisa juga dibidang lain. Adapun yang menentukan terwujudnya kerjasama regional selain kedekatan geografis, kesamaan pandangan dibidang politik dan kebudayaan juga perbedaan struktur produktivitas ekonomi. Kerjasama regional merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan dalam mengatasi kemiskinan dan kebodohan. 3. Kerjasama Fungsional Kerjasama fungsional, permasalahan atau pun metode kerjasamanya menjadi semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyaknya organisasi kerjasama yang ada.Walaupun terdapat kompleksitas dan banyak permasalahan yang dihadapi dalam masalah kerjasama fungsional baik dibidang ekonomi maupun sosial, untuk pemecahannya diperlukan kesepakatan dan keputusan politik. Kerjasama fungsional berangkat dari pragmatisme pemikiran yang mensyaratkan adanya kemampuan tertentu pada masing-masing mitra dalam kerjasama. Dengan demikian kerjasama fungsional tidak mungkin terselenggara apabila diantara negara mitra kerjasama ada yang tidak mampu untuk mendukung suatu fungsi yang spesifik yang diharapkan darinya oleh yang lain. Adapun kendala yang dihadapi dalam kerjasama fungsional terletak pada ideologi politik dan isu- isu wilayah. 4. Kerjasama Ideologis Pengertian ideologi menurut Vilfredo Pareto, adalah alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dan perjuangan kekuasaan.Dalam hal perjuangan atau kerjasama ideologi batas-batas teritorial tidaklah relevan. Berbagai kelompok kepentingan berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka dalam forum yang global. Lebih jauh lagi, dalam kerjasama Internasional, hal tersebut dapat didasari suatu perjanjian, namun apabila belum ada perjanjian, kerjasama dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip timbal balik reciprocity principle.

Sebagai panduan Peraturan Mentri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Panduan Umum Hubungan Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah yakni Jenis-Jenis Kerjasama Internasional oleh Daerah. Dalam Peraturan Menteri tersebut disebutkan bahwa kerjasama internasional dengan lembaga diluar negeri dapat berupa kerjasama atas dasar penerusan kerjasama pemerintah pusat, yaitu dengan organisasi internasional, lembaga nonprofit berbadan hukum di luar negeri dan mitra pembangunan luar negeri atau kerjasama lainnya berdasarkan persetujuan pemerintah pusat.

   Menurut Perwita dan Yani kerja sama internasional yaitu sistem hubungan yang dibuat berdasarkan secara kehidupan internasional serta dibagi ke dalam berbagai macam bidang. Contohnya yaitu bidang ekonomi, ideologi, politik, sosial budaya, kesehatan, lingkungan hidup,keamanan serta juga pertahanan. Kerja sama internasional menurut Dougherty dan Pfaltzgraff yaitu hubungan antar negara yang sedang dijalin serta tidak mempunyai unsur paksaan atau juga kekerasan. Dan juga disahkan dengan hukum internasional dalam upaya memberikan kebebasan untuk membangun negara itu sendiri. Menurut holsti kerja sama internasional yaitu kolaborasi yang setiap negara melakukannya ketika melihat adanya masalah nasional yang sedang terjadi di negara tersebut. Masalah itu harus segera ditangani secara baik. Karena hal itu bisa juga mengancam persatuan serta kesatuan oleh suatu negara, Maka dari itu negara akan segera berusaha menyelesaikan masalah yaitu dengan menjalin kerja sama dengan lain negara.

   Kerjasama internasional adalah suatu hubungan (relationship) yang terjalin dengan negara lain, mempunyai tujuan dan harapan yang sama untuk menuju kesejahteraan, serta keuntungan untuk negara itu sendiri dan warga negaranya.Dari keuntungan-keuntungan itu, tentu warga negara dapat merasakan berbagai manfaat di dalamnya. berikut ini merupakan manfaat yang dirasakan warga negara dari sebuah kerja sama internasional:1. Memajukan serta meningkatkan perekonomian negara. hal ini bisa dilihat dai segi transaksi dan juga hasil ekspor impor oleh negara tersebut; 2. Mendapatkan kesempatan untuk mempelajari dan mencari tau pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju;3. Dari kerjasama internasional, tentunya modal dari asing akan mudah masuknya; 4. Membuat angka permintaan dari suatu produk meningkat dengan adanya ekspor impor dari satu negara ke negara lain. hal ini tentu akan membuat kondisi ekonomi suatu negara membaik; 5. Berkesempatan menaikkan harga dari barang impor; 6. Turut mencerdaskan tenaga kerja karena tenaga kerja selalu dituntut untuk disiplin, hasil kerja yang bagus karena akan diekspor ke negara-negara lain;7. Negara yang memiliki jalinan kerja sama dengan negara lain akan mudah mendapatkan bahan-bahan produksi yang kurang memadai dari asal negaranya. yang kemudian dari bahan baku tersebut akan diproduksi menjadi bahan jadi yang menguntungkan; 8. Dengan adanya kerja sama antar negara ini akan semakin membuat lapangan pekerjaan menjadi luas, dan turunnya angka pengangguran di negara tersebut.

   Pengertian Diplomasi adalah seni dalam bernegosiasi atau berunding yang dilakukan oleh seorang diplomat dengan pihak lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Arti diplomasi dapat juga didefinisikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu pesan yang punya tujuan khusus melalui seorang diplomat dalam perundingan. Diplomasi sangat erat hubungannya dalam kegiatan politik luar negeri atau hubungan internasional dengan negara lain.Diplomasi adalah manajemen hubungan internasional berupa serangkaian kebijakan yang dijalankan oleh suatu negara untuk mengamankan kepentingan melalui proses tawar-menawar, negosiasi, tindakan non-coercive, korespondensi, lobi, kunjungan dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait, saling menyampaikan cara pandang dan penggalangan dukungan publik. Diplomasi merupakan ilmu mengenai hubungan antar negara yang tercipta sebagai hasil timbal balik kepentingan-kepentingan, dari prinsip-prinsip hukum antar negara dan ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam traktat-traktat ataupun persetujuan-persetujuan internasional.

Hakikat diplomasi adalah kegiatan berkomunikasi diantara para diplomat professional yang mewakili negaranya masing-masing dimana pada umumnya kegiatan itu dilakukan untuk memperjuangkan kepentingan nasional negaranya masing-masing. Isu yang dibahas adalah perdamaian, perdagangan,perang, ekonomi, budaya, lingkungan dan Hak asasi manusia (Cooper et al., 2013).

Diplomasi mencakup seluruh sistem kepentingan yang tercipta dari hubungan-hubungan antar negara dengan tujuan menjamin keamanannya, keharmonisannya, memelihara martabat serta kehormatannya dan tujuan langsungnya adalah memelihara perdamaian serta keharmonisan. Kegiatan diplomasi dapat dilakukan dengan negara tertentu saja (bilateral) atau bisa juga dilakukan dengan banyak negara (multilateral). Pada pelaksanaannya, diplomasi bertujuan untuk menjalin, mempererat, dan meningkatkan hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya demi mencapai tujuan bersama.

Fungsi utama politik luar negeri adalah mengambil keputusan mengenai hubungan luar negeri, sedangkan tugas utama diplomasi adalah untuk melaksanakannya dengan baik dan efektif. Diplomasi biasanya dilakukan secara resmi antar pemerintah negara, namun bisa juga secara tidak resmi melalui antar lembaga informal atau antar penduduk atau antar komunitas dari berbagai negara yang berbeda.

   Menurut (Ashari, 2023), diplomasi adalah serangkaian kebijakan yang dijalankan oleh suatu negara untuk mengamankan kepentingan dalam berhubungan dengan negara lain melalui proses tawar-menawar, negosiasi, tindakan non-coercive, dan penggalangan dukungan publik. Menurut (Barston, 2019), diplomasi adalah manajemen hubungan internasional melalui negosiasi. Diplomasi pada dasarnya lebih fokus terhadap hal yang berkaitan dengan pengelolaan hubungan antara negara dengan negara dan aktor lainnya, dengan hal yang berkaitan tentang kegiatan menuju perdamaian. Menurut (Djelantik, 2008), diplomasi adalah manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor lain berusaha untuk menyampaikan, mengkoordinasikan dan mengamankan kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespodensi, pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobi, kunjungan dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait. Menurut (Shoelhi, 2011), diplomasi adalah ilmu mengenai hubungan-hubungan serta kepentingan-kepentingan dari negara-negara atau seni untuk mendamaikan/mempertemukan perbedaan-perbedaan gagasan antarbangsa, dan secara lebih khusus lagi, diplomasi adalah seni berunding.

Berdasarkan uraian diatas maka diplomasi Indonesia ke negara-negara pasifik dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme dan skema yang telah dikembangkan termasuk membuka jalur-jalur perdagangan dan perlintasan dengan negara-negara pasifik termasuk melalui Papua sebagai pintu gerbang menuju Pasifik karena selain kedekatan geografis juga secara budaya adalah sama sama rumpun Melanesia yang memudahkan dalam berbagai kegiatan kerjasama yang akan dibentuk termasuk menjadi sarana diplomasi ke negara-negara pasifik sehingga meminimalisir isu Papua di kawasan ini dan disisi lain dapat meningkatkan perdagangan investasi dan kunjungan wisatawan. Perlindungan WNI, mitra saling dukung dalam forum regional dan multilateral; dan perluasan pasar produk RI di Pasifik.

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan analisa yang mendalam tentang hubungan kemitraan Indonesia dengan negara-negara Pasifik dan pentingnya menjadikan Papua sebagai pintu gerbang dalam menjalani kerjasama dengan negara-negara Pasifik.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam menganalisa permasalahan yang diangkat adalah dengan menggunakan metode penelitian Kualitatif yaitu penelitian dengan cara menjelakan berdasarkan data data yang didapat. Menurut Creswell Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, interpretasi data, dan penulisan naratif lainnya. Proses analisis data kualitatif berjalan beriringan simultan dengan proses lainnya bahkan pada awal penelitian. Pastikan bahwa proses analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan pada proses reduksi data dan interpretasi. Data yang telah diperoleh direduksi ke dalam pola-pola tertentu, kemudian melakukan kategorisasi tema, kemudian melakukan interpretasi kategori tersebut berdasarkan skema-skema yang di dapat. Analisa data dilakukan setelah proses reduksi data dan mendapatkan data yang valid. Sumber data melalui studi pustaka, jurnal buku, internet dan data data sekunder lainnya.

 

Hasil dan Pembahasan

Indonesia dan Pasifik

Indonesia telah menyiapkan strategi membangun kemitraan dengan kawasan Pasifik secara komprehensif pada tataran bilateral, regional, maupun dalam forum global. Demikian diungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu), mengenai kunjungan ke Fiji dan Kepulauan Solomon pada 6-7 September 2022. “Saat Presidensi Indonesia di G-20, Indonesia telah memberikan perhatian khusus dengan mengundang wakil-wakil dari negara kepulauan kecil,” kata Menlu Retno .

Menurut Menlu Retno, sedikitnya ada 10 proyek yang akan menjadi kerja sama konkret yang didorong Indonesia selama Presidensi G20 tahun ini, yaitu di sektor energi, perubahan iklim, kelautan, mitigasi bencana, dan pendanaan yang terkait langsung dengan kepentingan negara kepulauan kecil. Retno juga menyampaikan rencana Indonesia untuk lebih mendekatkan hubungan ASEAN dengan Pasific Island Forum (PIF) saat Indonesia menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2023,Ketika bertemu dengan PIF di Fiji, Retno menegaskan kembali komitmen Indonesia dan PIF untuk memperkuat kerja sama terutama isu-isu yang terkait dengan kelautan. “Dan PIF memiliki harapan bahwa Indonesia dapat membawa isu itu sampai, atau terutama untuk mempersiapkan pertemuan COP 27 yang akan diselenggarakan di Mesir,” tuturnya.Tahun ini, kata Retno, Indonesia akan menyelenggarakan Indonesia Pacific Forum for Development (IPFD) yang pertama pada 7-8 Desember 2022. Inisiatif strategis itu akan menjadi tonggak sekaligus platform Indonesia untuk pengembangan kerja sama pembangunan secara terlembaga di kawasan Pasifik.“Forum ini akan menghubungkan negara-negara di kawasan Pasifik dengan lembaga-lembaga terkait di Indonesia dan mitra pembangunan potensial lainnya. Kita ingin menciptakan platform kerja sama untuk menarik minat mitra pembangunan kepada proyek-proyek yang spesifik untuk masing-masing negara di kawasan Pasifik,” ujar Retno.

Dalam masing-masing pertemuan dengan Menlu Fiji dan Menlu Kepulauan Solomon, Retno juga menyampaikan rencana pelaksanaan Archipelagic and Island States Forum (AIS Forum) pada tingkat menteri, bekerja sama dengan UNDP pada 5-6 Desember mendatang.“Jadi, penyelenggaraan AIS Forum akan diselenggarakan back-to-back dengan penyelenggaraan IPFD di tingkat menteri. Pertemuan para menlu negara-negara kepulauan ini akan memuluskan jalan menuju pertemuan tingkat tinggi AIS Forum tahun depan,” katanya.Kunjungan Menlu RI ke Fiji dan Kepulauan Solomon memiliki arti yang sangat penting dan strategis untuk menebalkan komitmen Indonesia guna memperkuat kerja sama dengan negara-negara di kawasan tersebut. “Penguatan kerja sama dengan negara-negara Pasifik merupakan salah satu prioritas dari politik luar negeri Indonesia,” kata Retno. (Eko Budiono, 2022)

Berdasarkan uraian diatas maka posisi Indonesai dalam kerangka diplomasi ke negara-negara Pasifik sangat besar karena Indonesia juga banyak memberikan bantuan kepada negara-negara pasifik dan ikut memperjuangkan isu-isu perubahan dan iklim yang mengancam negara-negara kepulauan termasuk Indonesia dan negara Pasifik. Peran Indonesia bagi negara negara pasifik sangat baik dalam kerangka diplomasi dan memperkuat stabilitas  dan kedaulatan negara terhadap negara-negara di kawasan pasifik. Indonesia juga telah memperkenalkan konsep Pasific Elevation yang focus pada kerjasama ekonomi dan pembangunan serta bertujuan meningkatkan pengaruh Indonesia di Pasifik.

Papua sebagai Hub dalam kerangka diplomasi Indonesia ke Pasifik

Berdasarkan   letak   geografis, Papua terletak secara astronomis, Pulau Papua terletak di posisi 0º 20' Lintang Selatan (LS) sampai 10º 42' LS dan membentang dari 131º Bujur Timur (BT) hingga 151º BT. Pulau Papua yang memiliki luas 785,753 km2 ini didiami ratusan suku bangsa. Pulau ini juga terkenal dengan hutan hujan tropis yang menjadi rumah bagi puluhan ribu jenis flora dan ratusan tumbuhan endemik. Selain itu beragam hewan eksotis juga bisa dijumpai di pulau ini antara lain burung cendrawasih, kasuari, Kuskus scham-scham, dingiso, dan labi-labi moncong babi. Sebelah timur : Laut Seram dan Laut Halmahera; Sebelah utara : Samudra Pasifik; Sebelah barat : Laut Solomon dan Laut Bismarck; Sebelah selatan : Laut Arafura dan Laut Coral. Sejumlah sungai di Pulau Papua memiliki panjang lebih dari 1.100 km seperti Sungai Sepik dan Sungai Fly di Papua Nugini. Artinya panjang sungai tersebut hampir sama dengan jarak antara Pelabuhan Merak, Banten di barat Pulau Jawa sampai ke Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur di ujung timur Pulau Jawa. Kondisi geografis Pulau Papua berdasarkan peta dengan kontur beragam mulai dari pegunungan, lembah, hutan, rawa sampai pantai dilewati sungai-sungai panjang tersebut. Beberapa sungai lainnya diantaranya: -Sungai Mamberamo; -Sungai Digul;-Sungai Purari;-Sungai Baliem;-Sungai Keerom (Travel, 2020). Secara posisi geografis Papua yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik di  utara  dan  Laut  Arafura  di  selatan  yang menjadi     jalur     lintas     perairan     menuju Australia,  sedangkan  wilayah  sebelah  timur Papua  berbatasan   langsung  dengan  Papua New  Guinea  dan  sebelah  barat  berbatasan dengan Laut Banda (BPS, 2020). Posisi  geografis  Papua  pada  wilayah daratan   yang   berbatasan   langsung   dengan Papua  New  Guinea  telah  menjadi  sebuah jalur    perdagangan     lintas    negara     yang meliputi   wilayah   Papua,   mulai dari perbatasan utara hingga selatan seperti   Skouw, Arso,  Waris,  Senggi,  Kiwirok  Timur  hingga wilayah  Merauke  yang  berbatasan  langsung dengan    jalur    perdagangan    Papua    New Guinea,  seperti  Bewani, Wutung,  Imonda, hingga wilayah Sepik.

Letak    geografis    Papua    yang    berbatasan langsung  dengan Papua  New  Guinea  dinilai akan  menjadikan sebuah potensi  besar untuk menjadi pintu  masuk perdagangan rute darat dari   kawasan   Pasifik   menuju   Indonesia, begitu juga sebaliknya. Letak   geografis   Papua   bukan   hanya memiliki   potensi   perdagangan   pada   rute darat,  melainkan  memiliki  potensi  strategis bagi   jalur   perdagangan   Indonesia-Pasifik pada rute perairan internasional. Hal ini tidak terlepas  dari  adanya  posisi  geografis  Papua yang  berada  di  dalam  garis  strategis  Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) adalah Alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing diatas laut tersebut untuk dilaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal. Penetapan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional dapat terselenggara secara terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang oleh perairan dan ruang udara teritorial Indonesia. ALKI ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Semua kapal dan pesawat udara asing yang mau melintas ke utara atau ke selatan harus melalui ALKI.

Tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) menurut Peraturan Pemerintahan Nomor 37 tahun 2002 adalah Tiga  jalur  utama  tersebut: ALKI I menjadi jalur perairan dan pelayaran yang   meliputi   Laut   Jawa,   Natuna,   Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut China Selatan yang    dapat    menjadi    jalur perdagangan internasional yang terhubung dengan kawasan  Laut  China  Selatan,  Afrika,  dan Samudra Hindia. ALKI  II  menjadi  jalur  pelayaran  dan perairan     yang     meliputi    wilayah    Selat Lombok, Selat Makassar, Laut Sulawesi, dan Laut  Lombok  yang  menjadi  salah  satu  jalur perdagangan  internasional  di  kawasan  Asia Tenggara   dan   Australia,   sedangkan   pada ALKI  III  terbagi  atas  beberapa  rute  yang meliputi  ALKI  III  A  yang  menghubungkan jalur    perairan    Samudra    Pasifik,    Selat Maluku,   Selat   Seram,   Laut   Banda   yang terhubung    dengan    jalur    pelayaran    dan perdagangan    internasional    Australia    dan Filipina dan  Rute berikutnya  adalah  ALKI  III  B yang menghubungkan   jalur   perairan   dan perdagangan   Selat   Torres,   Laut   Arafuru, Laut    Banda,    dan    Laut    Maluku    yang terhubung dengan jalur perdagangan internasional  Australia,  Selandia  Baru,  dan Samudra Pasifik. Sedangkan rute ALKI III C akan  menjadi  penghubung  jalur  pelayaran dan  perdagangan  Laut  Maluku,  Laut  Banda, Selat    Ombai,    Laut    Sawu    yang    akan terhubung dengan jalur perdagangan internasional  Samudra  Pasifik  dan  Samudra Hindia .

Yang dapat dijelaskan dari rute tersebut adalah posisi Papua saat ini di hadapan lautan Pasifik yang membentang sangat mungkin menjadi rute perdagangan internasional ketika rute ALKI diatas dapat diterapkan di perairan Papua menuju ke negara-negara pasifik. Misalnya jalur laut antara Papua kota Jayapura dengan Vanimo dengan jalur laut sangat dekat tidak lebih dari 30 menit. Jalur laut antara kabupaten Supiori (Papua) dengan Negara Palau dengan emnggunakan Perahu motor berkekuatan mesin tinggi akan memakan waktu kurang lebih 8 Jam. Demikian pula ke negara-negara pasifik lainnya yang letaknya tidak jauh melebihi jarak Jakarta ke negara-negara pasifik. Hal ini bagi penulis menjadi hal penting untuk membuka wilayah-wilayah perbatasan negara ini dengan jalur pelintasan perdagangan maupun penghubung sehingga memudahkan dalam kerjasama dan kegiatan pembangunan.

 

Papua Sebagai Pintu Gerbang Pasar Pasifik

Sebagai pintu gerbang bagi pasar Indonesia ke negara-negara pasifik maupun sebaliknya tentu saja akan memberikan manfaat dan dampak yang besar bagi Papua. Mengapa? Karena semua sector selain ekonomi akan bergerak maju kearah pertumbuhan pembangunan yang positip. Dalam hubungan perdagangan Indonesia-Pasifik, Papua  menjadi  salah  satu wilayah   Indonesia   yang   memiliki   potensi nilai   perdagangan   Indonesia-Pasifik   yang mencapai  US$  10,67  miliar  di  tahun  2018, yang meningkat sebesar 3,05% dibandingkan tahun sebelumnya . Papua    memiliki    potensi    kekayaan sumber  daya  alam  yang  dapat diekspor ke wilayah    Pasifik,    seperti    Karet,    Kakao, Kelapa  Sawit,  Pertambangan,  Kopi  hingga komoditas  Perikanan.  Komoditas  ini  dapat dijadikan  komoditas  strategis  wilayah  Papua.

Papua   memiliki komoditas-komoditas   strategis   yang   dapat masuk   ke   dalam   pasar   internasional   di sejumlah kawasan. Meskipun dalam hubungan perdagangan Papua dengan kawasan Pasifik masih dinilai sangat rendah. Melihat  potensi  komoditas  strategis  wilayah Papua  dinilai  menjadi  sebuah  potensi  besar bagi Indonesia untuk meningkatkan hubungan    perdagangan    dengan    kawasan Pasifik,   terutama   melalui   wilayah   Papua yang    secara    geografis    memiliki    posisi strategis sebagai jalur perdagangan internasional    Indonesia-Pasifik.    Besarnya potensi    perdagangan    internasional    yang dimiliki     oleh     Papua bagi     Indonesia, membuat pemerintah Indonesia  dinilai  harus dapat  menyiapkan  langkah-langkah  strategis untuk dapat mengembangkan potensi wilayah   Papua   sebagai   jalur   perdagangan internasional Indonesia-Pasifik. Bagi Penulis, langkah awal menjadikan Papua sebagai gerbang penghubung ke negara-negara Pasifik adalah hal baik yang akan memicu hidupnya berbagai sektor lain. Dibukanya wilayah Papua sebagai gerbang ke negara-negara pasifik akan meningktakan rasa saling percaya negara-negara pasifik terhadap Indonesia dan tentu saja akan memberikan manfaat ekonomi, social, budaya dan politik bagi kemitraan Indonesia dengan negara-negara Pasifik. Bukan masalah apakah Papua siap atau tidak, bukan masalah negara pasifik adalah negara kecil dengan PDRB yang rendah tetapi masalah menjaga hubungan kerjasama saling menguntungkan antar sesama negara kawasan sehingga ketika Indonesia memiliki dana yang cukup untuk membantu negara-negara Pasifik untuk masalah dampak perubahan iklim misalnya maka negara-negara pasifik dapat mendatangkan devisa ketika wisatawannya datang ke Indonesia melalui jalur terdekat Papua yang menurut mereka adalah saudara serumpun Melanesia dalam kerangka persaudaraan. Ataupun dalam kerangka kerjasama antar pemerintah daerah misalnya terkait sister city dalam paradiplomacy yang dibangun antara negara-negara pasifik dengan kota-kota di Indonesia yang dikategorikan berumpun Melanesia, Polinesia dan Mikronesia.

Konektivitas   wilayah   Papua   dinilai menjadi sebuah kunci utama dalam membuka   jalur   perdagangan   internasional yang dapat meningkatkan kehadiran Indonesia     dalam     persaingan     geopolitik kawasan Pasifik.  Kawasan Pasifik menjadi kawasan strategis yang memiliki arti penting bagi Indonesia, hal ini tidak terlepas dari adanya   posisi   geografis   kawasan   Pasifik yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

 

Kesimpulan

Kehadiran Indonesia sebagai mitra bagi negara-negara Pasifik terutama negara-negara pasifik selatan akan menjadi titik terang bagi diplomasi Indonesia dalam kerangka kerjasama regional dan multilateral dengan negara-negara di kawasan ini guna memperkuat posisi Indonesia di kawasan Pasifik. Kerjasama yang dibangun oleh Indonesia tentu saja akan berdampak bagi stabilitas dalam negeri Indonesia tetapi juga bagi politik luar negeri Indonesia terhadap mitra negara-negara Pasifik. Berbagai kerjasama baik maritime, ekonomi sampai dengan pembangunan berkelanjutan akan membawa manfaat bagi semua negara di kawasan ini termasuk Indonesia. Era baru kemitraan ini tentu saja bagi negara-negara pasifik adalah memberikan keuntungan dalam pembangunan karena Indonesia dianggap sebagai mitra, sebagai tujuan ekspor dan impor dari negara pasifik, saling mendukung dalam fora internasional, isu maritim dan konservasi laut. Bagi Indonesia tentu saja dengan memberikan kesempatan bagi Papua sebagai pintu gerbang hubungan dengan negara-negara Pasifik akan mendatangkan keuntungan bagi Indonesia untuk melakukan ekspor dan impor ke negara -negara pasifik, membuka kesempatan wisatawan mancanegara, memberikan perlindungan bagi warga negara dan mempererat hubungan kerjasama sama dalam berbagia bidang dengan negara-negara pasifik sehingga kedaulatan negara tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat terwujud.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ashari, K. (2023). Kamus hubungan internasional. Nuansa Cendekia.

Barston, R. P. (2019). Modern diplomacy. Routledge.

Bayhaqi, A. (n.d.). Urgensi Gagasan Kerjasama Indonesia dengan United Nations Development Programme (UNDP) dalam Menginisiasi Program Archipelagic And Island States Forum (Ais Forum) Tahun 2017-2018. FISIP UIN Jakarta.

Cooper, A. F., Heine, J., & Thakur, R. (2013). The Oxford handbook of modern diplomacy. OUP Oxford.

Djelantik, S. (2008). Diplomasi antara teori dan praktik. Graha Ilmu.

Eko Budiono. (2022). Menlu RI Siapkan Strategi Kemitraan dengan Negara Kawasan Pasifik.

Hermon, D. (2015). Geografi bencana alam. PT. RajaGrafindo Persada-Rajawali Pers.

Holsti, K. J. (1919). International politics: A framework for analysis. -.

Hutabarat, L. F. (2022). Perspektif Konstruktivisme dalam Diplomasi Indonesia pada Indo-Pacific Economic Framework (IPEF).

Keohane, R. O. (2006). Accountability in World Politics1. Scandinavian Political Studies, 29(2), 75–87.

M Ambari. (2019). Negara Kepulauan Harus Bersatu Hadapi Dampak Perubahan Iklim. Mongabay Situs Berita Lingkungan.

Novianti, K., Warsilah, H., & Wahyono, A. (2016). Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan Masyarakat Pesisir Climate Change and Food Security on Coastal Community. Jurnal PKS Vol, 15(3), 203–218.

Shoelhi, M. (2011). Diplomasi: Praktik komunikasi internasional. Simbiosa Rekatama Media.

Tesa Oktiana Surbakti. (2019). Indonesia Perkuat Kerja Sama Perubahan Iklim dengan Pasifik. Media Indonesia.

Travel, D. (2020). Kondisi geografis pulau papua berdasarkan peta lengkap dengan batasnya. Detik Travel.

Wardhani, B., Faisal, M. D., & Paramita, T. D. (2018). Migrasi dan Transnasionalisme di Pasifik Selatan. Airlangga University Press.

Wijayanti, S. H., Primaristy, D. A., Hapsari, S. W., Dewi, I. A. L., & Hamel, P. M. (2022). Masalah-masalah Strategis dan Keamanan Manusiawi di Pasifik Selatan. Airlangga University Press.

 

 

Copyright holder:

Melyana R. Pugu (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: