Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol.
9, No. 5, Mei 2024
OPTIMALISASI MAQASHID SYARIAH PADA PERBANKAN SYARIAH MELALUI ISLAMIC INTELLECTUAL CAPITAL DAN ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE
Odjie Samroji
Universitas
Islam Sultan Agung, Semarang, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Peran perbankan syariah dalam perekonomian Indonesia
memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, market
share perbankan syariah masih mengalami tantangan
yang menghambat pertumbuhannya, memunculkan kebutuhan akan konsep yang dapat
meningkatkan kinerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep
Islamic Corporate Governance
(ICG) dan Islamic Intellectual Capital (IIC) dalam
meningkatkan kinerja perbankan syariah melalui pendekatan Maqashid
Syariah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan melakukan analisis literatur, hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan
prinsip-prinsip ICG dan pemanfaatan IIC memiliki potensi untuk meningkatkan
kinerja perbankan syariah dengan memperhatikan Maqashid
Syariah. Prinsip-prinsip ICG seperti Shiddiq, Tablih,
Amanah, dan Fathanah dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan, sedangkan
pemanfaatan IIC dapat memperkuat modal intelektual perbankan syariah, yang
menjadi aset strategis dalam menciptakan nilai dan menjaga keunggulan
kompetitif. Dengan demikian, konsep Islamic Corporate
Governance (ICG) dan Islamic Intellectual
Capital (IIC) memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja perbankan
syariah untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan mencapai tujuan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Kata kunci: Maqashid Syariah, Islamic Intellectual Capital, Corporate Governance
Abstract
The role of Islamic banking in Indonesia's economy has the potential to
significantly contribute to economic development and societal welfare. However,
the market share of Islamic banking still faces challenges hindering its
growth, highlighting the need for concepts to enhance its performance. This
research aims to analyze the concepts of Islamic Corporate Governance (ICG) and
Islamic Intellectual Capital (IIC) in improving the performance of Islamic
banking through the Maqashid Sharia approach. By
employing a qualitative approach and conducting literature analysis, the
findings conclude that the application of ICG principles and the utilization of
IIC have the potential to enhance the performance of Islamic banking while
considering Maqashid Sharia. ICG principles such as Shiddiq, Tablih, Amanah, and Fathanah can improve
the quality of employee performance, while the utilization of IIC can
strengthen the intellectual capital of Islamic banking, serving as a strategic
asset in creating value and maintaining competitive advantage. Thus, the
concepts of Islamic Corporate Governance (ICG) and Islamic Intellectual Capital
(IIC) play a crucial role in enhancing the performance of Islamic banking to benefit
society and achieve sustainable economic development.
Keywords: Maqashid Sharia, Islamic
Intellectual Capital, Corporate Governance
Pendahuluan
Lembaga perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang
cukup berperan penting untuk kehidupan perekonomian. Hampir semua aktivitas
perekonomian menggunakan perbankan sebagai lembaga keuangan untuk membantu
jalannya usaha tersebut. Hal tersebut dikarenakan bank memiliki peran untuk
menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup.
Perbankan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank
syariah dan bank konvensional. Menurut Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pe FGrbankan Syariah dalam pasal 1 menjelaskan bahwa Bank
Konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha hanya secara
konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan
Bank Perkreditan Rakyat, sedangkan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah.
Tidak dapat dipungkuri saat ini
masih ada stigma dalam memahami Islam secara parsial yang diwujudkan dalam
bentuk ritualisme ubudiyah
semata dan mengasumsikan Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan,
pasar modal, asuransi, deposito, giro, transaksi export
import, dan sebagainya, bahkan ada anggapan Islam
dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya penghambat laju pertumbuhan
ekonomi, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan meningkat dan berkembang
jika free dari nilai-nilai normatif dan ketentuan
syariah. Ini bentuk padangan sempit karena tidak memahami Islam secara kaffah.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama
Islam terbesar di dunia perlu mengoptimalkan kekuatan ekonomi perbankan
syariah. Maka keberhasilan tata kelola perbankan syariah dalam mencapai
tujuannya harus diiringi dengan pengelolaan
yang mengedepankan intelectual capital
dan tata kelola yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Dengan perkembangan keuangan syariah di
Indonesia saat ini maka dirasa penting meningkatkan peran perbankan
syariah dengan sumberdaya
yang mendukung dalam memberikan kontribusi bagi kebutuhan keuangan masyarakat
dan juga bagi pembangunan ekonomi nasional.
Kalau kita lihat data perkembangan bank syariah di
Indonesia saat ini terkesan masih agak lambat karena kurang dikelola secara
profesional. Kurang berkembangnya bank syariah terletak pada umatnya sendiri,
karena masih ada umat Islam belum paham ekonomi Islam ataupun tidak mempraktekkanya dalam bertransaksi bisnis dan keuangan
sehari-hari, merasa takut menjadi miskin karenanya.
Perkembangan bisnis perbankan syariah yang semakin
kompetitif menyebabkan perubahan yang besar dalam persaingan, pemasaran,
pengelolaan sumberdaya manusia dan penanganan
transaksi antara perusahaan dan nasabah, serta perusahaan dengan perusahaan
lain. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan yang mampu memuaskan
atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan cost eective. Keadaan ini memaksa
manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun mencari
strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang
dalam persaingan. Oleh karena itu, perusahaan dalam hal ini manajemen harus
mengkaji ulang prinsip-prinsip yang selama ini digunakan agar dapat bertahan
dan bertumbuh dalam persaingan yang semakin ketat untuk dapat menghasilkan
produk dan jasa bagi masyarakat.
a) Pangsa Pasar Perbankan Syariah
Pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia dinilai masih
kecil bila dibandingkan dengan negara mayoritas Muslim lainnya. Pada September
2023 perbankan syariah mencatat total aset Rp831,95 triliun, tumbuh 10,94%
secara tahunan dan berkontribusi pada pangsa pasar sebesar 7,27%.
Selain angka market share yang masih terus berfluktuasi dan belum mampu
mencapai angka 2 digit, maka dengan melihat latar belakang sosio kultural
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan relatif religius, pangsa
pasar ini tergolong sangat kecil.
Bank syariah melakukan kegiatannya sesuai prinsip syariah
dengan perbedaan mendasar yang membedakannya dengan bank konvensional yaitu
tidak adanya bunga yang merupakan kegiatan riba. Karena sudah dijelas tertulis
pada Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 bunga
dalam perbankan konvensional adalah haram hukumnya. Maka, bank syariah terlepas
dari beberapa kekurangannya tentunya lebih baik dibanding bank konvensional
bagi umat muslim di Indonesia. Ditambah banyaknya umat muslim di Indonesia bank
syariah seharusnya dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian
Indonesia.
Namun, setelah 31 tahun berdirinya bank syariah di
Indonesia, bank syariah masih Jauh tertinggal pangsanya dibandingkan bank
konvensional. Dapat dilihat dari market share perbankan syariah hingga September 2023 yaitu hanya sebesar 7,27% dari perbankan
nasional. Dengan 93% sisanya hasil kontribusi oleh perbankan konvensional.
b) Sistem Bank Syariah yang Kurang di Ketahui
Masyarakat Luas
Salah satu alasan kenapa bank ini kalah dari bank
konvensional adalah karena sistem pada bank ini kurang dikenal oleh masyarakat
luas. Pada sistem bank ini ada sistem
bagi hasil. Ada beberapa sistem lain pada bank syariah Al-Wadiah (Simpanan) yang berarti uang nasabah yang
dijaga dan di kembalikan kapanpun yang di inginkan
nasabah tanpa bunga. Dan tentu bank ini akan menjelaskan syariah Islam yang
tanpa riba.
Dari dulu masyarakat Indonesia jauh lebih mengenal sistem
bank yang berbentuk suku bunga ketimbang sistem bank bagi hasil.
c) Sumber Daya Manusia Belum Memadai
Untuk alasan lain kenapa bank ini kalah dari bank
konvensional adalah karena sumber daya manusia yang tidak memadai. Akademis
yang ada di Indonesia kebanyakan adalah memilih ilmu perekonomian konvensional.
Dengan alasan karena lebih mudah dan dianggap lebih baik. Inilah yang membuat
perkembangan bank syariah itu sendiri jadi lambat di Indonesia.
d) Pelayanan Khusus Bagi Nasabah
Menurut Statistik Perbankan Syariah (SPS) Tingkat
pertumbuhan nasabah memang lebih banyak kepada bank syariah di 3 sampai 5 tahun
terakhir. Akan tetapi, dari segi jumlah nasabah masih dikuasai oleh bank
konvensional walaupun persentase pertumbuhannya dapat dibilang tidak stabil.
Alasan
mengapa bank konvensional lebih unggul jumlah nasabah-nya
daripada bank syariah adalah; (1) Bank
Konvensional setiap tahun mengadakan undian untuk nasabah-nya
dengan nilai fantastis. Ini salah satu cara marketing
bank konvensional untuk memikat nasabah-nya, (2) sering naiknya suku bunga tabungan (simpanan) setiap
tahunnya. Hal ini sangat menguntungkan untuk pengusaha-pengusaha yang memiliki
jumlah uang tabungan di atas 1 M. Karena, dapat menambah uang mereka tanpa
harus di investasi-kan, (3) sering
menjadi sponsor. Hal ini bukan menjadi rahasia lagi jika bank konvensional
sering berkontribusi dalam beberapa event besar,untuk sekedar memamerkan nama, (4) adanya mobil
transaksi berjalan, yang memudahkan masyarakat di kampung bisa menabung di
mobil tersebut tanpa harus ke bank yang jaraknya kemungkinan jauh.
e) Maqashid Syariah melalui Islamic Intelectual
Capital dan Islamic Corporate
Governance sebagai solusi
terbaik bagi perbankan syariah.
Dari uraian pendahuluan diatas,
maka perlu sebuah upaya bagi bank syariah untuk meningkatkan masaqhid syariah sebagai upaya peningkatan kinerja perbankan syariah. Maka untuk mendukung hal tersebut, harus ada upaya yang serius agar market
share bank syariah semakin luas dimasyarakat.
Pelayanan nasabah ataupun kepuasan nasabah dapat dilakukan dengan meningkatkan maqashid syariah.
Maka
konsep peningkatan maqashid syariah yang kami usulkan
adalah dengan cara memadukan Islamic Intelektual capital dengan dukungan Islamic Corporate Governance.
Sumber
daya insan yang mempunyai pengetahuan tinggi sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan kinerja perusahaan. Sehingga, peningkatan kualitas human capital & kemampuan manajemen buat mengelola asset yang tidak berwujud sebagai agunan atas prospek
kinerja perbankan syariah pada masa depan.
Mengungkapkan
dan mengelola intellectual capitalnya perlu dalam perbankan syariah agar dapat
mengembangkan bisnisnya dalam bersaing, menjadi salah satu indikator pencapaian
kinerja perbankan syariah yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis konsep Islamic Corporate Governance (ICG) dan Islamic Intellectual
Capital (IIC) dalam meningkatkan kinerja perbankan syariah melalui pendekatan Maqashid Syariah.
Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif
yang di digunakan dalam permasalahan yang diuraikan dalam pendahuluan ini
adalah studi kasus dan analisis isi. Pertama, studi kasus dapat dilakukan
dengan memilih beberapa bank syariah yang telah berhasil meningkatkan pangsa
pasarnya atau menghadapi tantangan dalam pengembangan bisnisnya. Dalam studi
kasus ini, peneliti dapat melakukan wawancara mendalam dengan manajer bank,
staf, dan nasabah untuk memahami secara lebih detail faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja dan penerimaan masyarakat terhadap bank syariah. Selain itu, observasi langsung di lokasi bank juga dapat memberikan wawasan tentang praktik operasional dan pelayanan yang disediakan.
Kedua, analisis isi dapat dilakukan
terhadap dokumen-dokumen terkait perbankan syariah, termasuk laporan keuangan, dokumen kebijakan, dan literatur akademis.
Analisis ini akan membantu untuk
mengidentifikasi tren, tantangan, dan peluang dalam pengembangan
perbankan syariah di
Indonesia. Selain itu, analisis isi juga dapat dilakukan terhadap media massa dan publikasi industri
untuk memahami persepsi dan pandangan
masyarakat terhadap bank syariah.
Dengan kombinasi studi kasus dan
analisis isi, penelitian kualitatif ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan penerimaan masyarakat terhadap bank syariah, serta memberikan rekomendasi kebijakan dan strategi
yang tepat untuk meningkatkan peran dan kinerja perbankan
syariah dalam perekonomian nasional.
Hasil dan
Pembahasan
Tata kelola perbankan syariah merupakan suatu sistem yang meliputi input,
proses, dan output dan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara stakeholder terutama dalam
arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan. Tata kelola tersebut dimaksudkan untuk
mengatur hubungan hubungan tersebut dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam
menerapkan strategi perusahaan. Selain itu untuk memastikan apabila terjadi
kesalahan-kesalahan maka akan dapat diperbaiki dengan segera.
Penerapan konsep
peningkatan maqashid syariah melalui Islamic Intelectual capital dan
Islamic Corporate Governance adalah salah satu solusi yang ingin ditawarkan
agar kinerja perbankan syariah meningkat.
Upaya tersebut dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
Penerapan maqashid syariah secara umum
Maqashid al-syariah sendiri tidak
menjadi faktor yang utama dalam menghasilkan peran berlipat sebagai penentu dan
mewujudkan produk ekonomi syariah yaitu alat kontrol sosial dan penerapan sesio-ekonomi dalam menciptakan faedah dan kegunaan
manusia, namun peran lebih dari maqashid syariah
memberi aspek filosofi serta rasional pada aktivitas ijtihad perekonomian
syariah kontemporer yang melahirkan produk hukum ekonomi islam.
Pada dasarnya, tujuan maqashid
Al-Syari’ah ialah memperoleh faedah. Sesuai sistem
ekonomi masa kini banyak lembaga keuangan yang memegang prinsip syariah dan
memiliki penerapan Maqashid Al-Syariah, antara lain :
Dengan tidak adanya Maqashid
Al-Syariah, maka dapat terjadi kehilangan substansi syariah berdasarkan seluruh
regulasi, perbankan, fatwa, keuangan, kebijakan (moneter dan fiscal), dan produk. Dengan tidak adanya Maqashid Al-Syariah tersebut dapat dipastikan pengembangan
serta regulasi fiqh muamalah disesuaikan pada rumusan
perbankan dan keuangan, yang menjadi diam dan tetap. Dampaknya ialah
kelembagaan keuangan dan perbankan syariah menghasilkan kesulitan dan
keterlambatan perkembangan. Searah dengan peningkatan keuangan dan bank syariah
yang semakin pesat memunculkan berbagai permasalahan yang tentunya diharuskan
untuk diubah secara bertingkat. Maka, kewajiban dari pengawas perbankan syariah
berdasarkan Bank Indonesia di banyak tempat harus mempunyai kemampuan ilmu
syariah sesuai standarisasi diantaranya
ilmu ushul fiqh dan Maqashid Al-Syari’ah yang hingga
saat ini diabaikan oleh kelembagaan otoritas tersebut.
Berdasarkan pernyataan Abdul Wahab Khalaf, menerangkan
bahwa mempelajaran dan mengetahui mengrnai
al-maqashid al-syari’ah
mampu menjadi alat bantu untuk mengerti suatu redaksi Alqur’an
dan Sunnah, berperan dalam menuntaskan dalil yang
berlawanan serta menjadi bagian utama dalam menentukan aturan hukum pada suatu
kasus yang ketetapan hukum tidak dicantumkan pada Alqur’an
dan Sunnah apabila memanfaatkan kajian kebahasaan.
Ini menunjukkan bahwa maqashid al-syari’ah
menjadi bagian penting dalam implementasi keuangan dan perekonomian terbaru
yang tidak sama dengan implementasi bank syariah di beberapa Negara. Penerapan
teori yang dikemukakan al-syatibi pada perbankan
syariah adalah sebagai berikut :
1)
Perlindungan
agama, yaitu diciptakan dengan penerapan Alqur’an, hadits, serta hukum Islam lain yang menjadi acuan dalam
melakukan seluruh sistem kinerja dan produk. Hadirnya Dewan Syariah Nasional
dan Dewan Pengawas Syariah menjadikan sahnya suatu perbankan sesuai prinsip dan
nilai keislaman yang semakin terbukti dan juga menghasilkan kepercayaan dari
umat muslim hingga non muslim.
2)
Perlindungan
kejiwaan, yaitu diciptakan dengan penerapan pada masing-masing transaksi di
suatu bank syariah. Secara sosiologis dan psikologis, berbagai akad yang
diterapkan dari pihak mengarahkan manusia sehingga memiliki kepercayaan yang
diberikan dan menghargai satu sama lain. Selanjutnya, yaitu diwujudkan melalui
pihak yang memiliki kepentingan baik pengguna dan perbankan dalam menemui
pengguna yang ditekankan untuk memiliki sikap, pakaian, dan komunikasi dengan
santun dan sesuai ajaran Islam dan diterapkan pada nasabah.
3)
Perlindungan
akal, yaitu terhadap pengguna dan pihak perbankan yang diwujudkan karena
diharuskan untuk senantiasa mengungkap seluruh rincian
tentang sistem produk dari pihak perbankan dan tidak diperbolehkan untuk
menutupi barang apapun. Disini
dapat dilihat bahwasanya nasabah diarahkan untuk memahami bersama pada saat
menjalankan transaksi di perbankan dengan tidak adanya perbuatan dzalim dari pihak perbankan, dimana
bank tersebut juga berperan memberi pemahaman pada nasabah dengan memberi
edukasi di tiap-tiap produk yang diberi pada nasabah.
4)
Perlindungan
harta, yaitu diwujudkan secara pasti pada masing-masing produk yang dibuat
perbankan sebagai bentuk upaya dalam memelihara dan menempatkan dana pengguna
dengan efektif serta halal dan juga dibolehkan dalam mengambil profit secara
adil. Dan juga dilihat berdasarkan implementasi sistem zakat yang memiliki tujuan
dalam membenahi harta nasabah dengan terbuka dam bersamaan.
5)
Perlindungan
turunan, yaitu diwujudkan degan menjaga 4 komponen diatas,
maka jaminan dana nasabah dipastikan halal dan menghasilkan dampak untuk
keluarga, kerabat, dan lainnya dalam memberi nafkah dari hasil dana tabungan
tersebut.
Penerapan maqasid Al-Syari’ah secara spesifik
Selain itu pembahasan tentang Maqashid
Al-Syari’ah secara spesifik juga dibahas pada
akad/produk perbankan syariah diantaranya[15] sebagai
berikut:
1)
Maqashid
Al-Syari’ah Pada Investasi dengan Akad Mudharabah dalam hal ini ditinjau berdasarkan dua hal
antara lain: Apabila seseorang mempunyai nilai lebih terhadap harta dan
mempunyai keterampilan dalam mengelola hartanya, maka diharuskan untuk
melakukan serta mengelola secara pribadi. Dan apabila usaha sesuai sasaran
(berhasil), maka semua nilai untung yang didapat menjadi haknya. Sejalan dengan
maqashid al-syari’ah
bahwasanya nilai untung dari harta sebagai hak pemilik, apabila tanpa bantuan
serta hak orang lain dalam dana tersebut disesuaikan pada firman Allah berikut:
“Barang siapa melakukan kebaikan maka pahala baginya dan barang siapa yang
mengerjakan perbuatan buruk maka dosa baginya sebagai tanggungannya sendiri.
Dan Tuhanmu tidak mendzalimi hamba-Nya sama sekali. (Fushilat
[41]: 46)”
“Allah tidak memberi
beban pada seseorang kecuali disesuaikan pada kesanggupan yang dimilikinya. Dia
memperoleh pahala melalui kebaikan yang dilakukan serta dia memperoleh siksaan
dari keburukan yang dilakukannya. Mereka berdoa: Ya Tuhan kami, jangan Engkau
beri hukuman pada kami apabila kami lupa ataupun berbuat kesalahan. Ya Tuhan
kami, jangan Englah berikan beban pada kami seberat beban yang telah didapatkan
sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebankan pada kami sesuatu yang
tidak dapat kami pikul. Berilah maaf pada kami, ampunkan perbuatan kami, dan
berilah rahmat untuk kami. Engkaulah yang melindungi kami, maka berilah
pertolongan pada kami menghadapi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah
[2]: 286)”
Yang kedua, apabila
seseorang mempunyai harta namun tidak dapat atau tidak mempunyai keahlian dalam
mengelola 100 sendirian, maka ia dapat menyerahkan pada pihak lainnya dalam
melakukan pengelolaan. Ini menjadi satu dari berbagai tujuan.
2) Maqashid Al-Syari’ah.
Maqashid Al-Syari’ah pada Jaminan dalam
Akad Mudharabah dan MusyarakahPada
prinsip pembiayaan mudharabah tanpa jaminan dimana sesuai definisi dari akad mudharanh
dan musyarakah sesuai fatwa DSN MUI Nomor 08 Tahun 2000. Tetapi guna mudharib tidak melakukan kesalahan, maka LKS mampu
mendapatkan jaminan melalui mudharib ataupun pihak
ketiga. Jamin dapat diterima jika mudharib dibuktikan
telah melakukan penyimpangan pada berbagai hal yang disetujui seluruh pihak.
Maka dadi itu, sesuai prinsip pembiayaan musyarakah tanpa jaminan, akan tetapi
dalam mencegah adanya kesalahan, maka LKS dapat mendaptkan
jaminan. Pada prinsip akad rahn bahwa diperbolehkan
karena hutang yang muncul dikarenakan akad qardh,
transaksi tanpa tunai, ataupun akad sewa menyewa atau ijarah yang biaya ujrahnya dibayar tanpa tunai; Pada prinsip akad amanah
tidak dapat menjamin barang atau marhun, tetapi guna
pemilik amanah tidak melakukan kesalahan perilaku atau moral hazard. Kelembagaan Keuangan Syariah dibolehkan mendapatkan
jaminan barang karena ini dituangkan terhadap fatwa DSN Nomor 92 Tahun 2014
mengenai biaya yang diberikan dengan rahn atau Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn. Adapun ketetapan
hukum disesuaikan pada maqashid sesuai syariat
berbagai akad amanah yang dijelaskan di atas, diantaranya
karena nilai untung yang ada dan muncul bersamaan dengan resiko
atau alghunmu bi alghurmi. Apabila nilai untung tersebut terjamin, maka
karakter pokok akad dapat dihilangkan dan tidak diubah seperti pinjaman yang
berbunga.
3)
Maqashid
Al-Syari’ah Pada Transaksi Multi Akad
Transaksi multi akad termasuk al-‘uqud ghairu al-musamah
yaitu akad-akad kontemporer yang tidak ada bahkan tidak dapat dijelaskan pada
kitab-kitab turats. Multi akad sendiri dibuat untuk
memenuhi kebutuhan pasar, memperbesar keuntungan, meminimalisir
resiko, dan lainnya.Multi
akad sebenarnya boleh saja diterapkan asalkan tidak ada dalil yang melarang, maqashidnya pun harus jelas agar tidak ada pihak yang
dirugikan atau terzalimi, agar multi
akad menjadi sah maka harus memenuhi unsur yang sesuai syariat. Dalam fiqh sendiri akad-akad pelengkap diberikan dispensasi
berbeda dengan akan inti, artinya hal-hal yang harusnya dilarang pada akad
tetapi diperbolehkan pada akad pelengkap hal ini sesuai urf
dan keterangan para ahli yang mendapat pengesahan oleh dewan pengawas syariah
atas dasar kaidah yaitu sesuai prinsip akad yang melengkapi diberikan tolerir berbagai hal yang dilarang dan tiadk
dapat diberikan tolerir pada saat berdiri sendiri.
Berikut multi akad yang ada pada bank syariah:
a) Akad ijarah muntahiya bi al-tamlik (IMBT) yang terbagi
atas akad ijarah, wa`d, dan akad tamlik
atau bai` atau hibah.
b) Akad musyarakah mutanaqishah
yaitu kombinasi antara akad musyarakah atau syirkah
`inan, wa`d untuk bai`, dan
akad bai` ataupun akad ijarah.
c) Akad murabahah li al-amir bi al-syira’
yaitu kombinasi wa`d, wakalah, dan jual beli.
d) Produk gadai emas yaitu kombinasi dari akad qardh, rahn, serta ijarah.
e) Tabungan haji yaitu kombinasi akad qardh
serta rahn.
f) Istishna’ parallel yaitu kombinasi akad
istishna’ serta wakalah.
g) Mudharabah muqayyadah yaitu kombinasi
akad mudharabah serta akad sebagai objek mudharabah.
h) Produk multi level marketing yaitu kombinasi akad bai`,
ju`alah, serta samsarah.
Berdasarkan
akad tersebut, ditekankan bahwa kewajiban serta hak berbagai pihak akad untuk
memperoleh haknya dengan tidak adanya kedzaliman apapun. Berdasarkan nash Alqur’an dan Hadits menerangkan bahwa adanya beberapa akad
antara lain transaksi, rhan, dan lainnya yang
diterangkan rukun, syarat, serta ketetapan hukum akad tersebut. Akad yang
dijelaskan tersebut termasuk pada nash serta kitab turats yang menjadi jual beli karena sesuai pada keinginan
masyarakat. Akad yang disebutkan dalam nash dan kitab
turats itu yang menjadi jual beli karena disesuaikan
pada keinginan masyarakat pada saat itu. Apabila masyarakat sekarang memerlukan
akad terbaru dalam mencukupi keperluan hajatnya, maka ini artinya diperbolehkan
tetapi tidak menyimpang dari berbagi hal sesuai prinsipnya atau tsaqabit dalam permasalahan muamalah antara lain jelas
yaitu wudhuh, adil, serta tanpa melakukan kesalahan
dari ketetapan fiqh.[17]
4)
Maqashid
Al-Syari’ah Pada Rahn dan
Pemanfaatan Marhun (Barang Gadai)Berdasarkan fatwa
DSN mengenai rahn diterangkan bahwasanya pinjaman
dilakukan dengan menggadai suatu barang untuk jaminan piutang atau rahn yang diizinkan. Dan jaminan uang menggunakan suatu
barang penting (berharga) seperti emas yang diizinkan sesuai nash Alqur’an, hadits, serta faedah. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan jika dirimu dalam perjalanan sedang kamu tidak
mendapat seorang penulis, maka diharuskan untukmu menjamin dengan suatu barang
yang dipegang. Namun, jika beberapa darimu meyakini beberapa lainnya,
diharuskan dirinya bertakwa pada Allah sebagai Tuhan-Nya, serta juga jangan dirimu
menyembunyikan kesaksian, ini dikarenakan barang siapa yang melakukan itu,
sungguh memiliki hati kotor dan berdosa. Allah Maha Mengatuhi
seluruh yang dirimu lakukan (QS. Al-Baqarah [2]:
283)”
Adapun mengenai barang gadai yang dimanfaatkan, sesuai
fatwa DSN MUI Nomor 25 Tahun 2002 mengenai rahn
diterangkan bahwa “Barang gadai yang disebut marhun
dan pemanfaatannya tetap sebagai milik pihak penggadai atau rahun.
Barang gadai tidak dapat digunakan bagi penerima gadai (murtahin)
terkecuali diberi izin oleh penggadai, dan tanpa dikurangi nilai barang gadai,
dan manfaatnya hanya untuk mengganti pembiayaan menjaga dan merawatnya.
Penerima gadai memiliki hak dalam menjaga barang hingga seluruh piutang
dilunaskan rahn dan diberlakukan dalam akad mu’awadhah yaitu jual beli dikarenakan rahn
sebagai barang yang ditanggng dan diadakan apabila
satu sama lainnya tidak saling meyakini. Tidak dapat dilakukan terhadap akad
amanah yaitu mudharabah serta musyarakah terkecuali
apabila syarat dipergunakan menjadi bukti tetap yang dikelola serta syarik pada
syarat yang ditetapkan.
5)
Maqashid
Al-Syari’ah Pada Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai
Para ulama berbeda
pendapat mengenai hukum jual beli emas secara tidak tunai (angsuran). Menurut
mayoritas fuqaha (mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali) bahwa jual beli emas secara angsuran
itu tidak boleh.Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan
beberapa ulama kontemporer, jual beli emas secara angsuran itu hukumnya boleh.
Namun dari beberapa perselihan ini disimpulkan
berdasarkan pendapat terkuat bahwa boleh jual beli emas dengan angsuran karena
emas adalah barang, bukan harga (uang). Ini untuk memudahkan urusan masyarakat
dan menghilangkan kesulitan, Fatwa DSN juga sangat memperhatikan maqshad (tujuan atau maksud) dari keharaman
jual beli emas. Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa
atau jual beli murabahah itu hukumnya boleh
(mubah/jaiz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang) dengan
ketentuan.
Penerapan Islamic Konsep
Intelectual Capital
Sebagai sebuah konsep, islamic intellectual capital merujuk pada
modal-modal non fisik atau yang tidak berwujud (intangible
asets) atau tidak kasat mata (invisible).
Intellectual capital
terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang
digunakan. Intellectual capital
memiliki potensi memajukan organisasi dan masyarakat. Secara ringkas Smedlund & Pöyhönen, (2005) mewacanakan Intellectual capitall sebagai kapabilitas
organisasi untuk menciptakan, melakukan transfer, dan mengimplementasikan
pengetahuan.
(Nahapiet & Ghoshal,
1998) merujuknya sebagai knowledge
dan knowing capability yang
dimiliki oleh sebuah kolektivitas sosial. Definisi ini digunakan mereka dengan
pertimbangan kedekatannya dengan konsep modal manusia, salah satu unsur modal
intelektual yang oleh Fitz-Enz, (2000) disebut sebagai katalisator yang mampu mengaktifkan intangibles, komponen lain yang inactive.
Secara eksplisit, definisi ini terkesan tidak cukup memadai untuk menjelaskan
secara empiris sampai sejauh mana cakupan makna intellectual
capital, dalam kedua komponen tersebut, knowledge dan knowing capability. Namun, dalam penjelasannya, mereka membedakan
dua jenis pengetahuan, yakni pengetahuan individual, baik yang eksplisit
(disebut conscious knowledge
oleh Spender) maupun yang tacit
(automatic knowledge),
serta pengetahuan sosial yang juga terdiri atas yang eksplisit (objectified knowledge) dan yang tacit (collective knowledge)
Bentuk nyata intellectual capital seperti desain produk yang kreatif dan unik yang
tidak dimiliki oleh pesaing bisnis, teknologi yang lebih canggih, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, yang perlu disadari
oleh top management dan pemilik perusahaan adalah
aset yang sebenarnya adalah manusia bukan aset fisik yang dapat dilihat. Oleh
karena itu, program-program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan staf
sangat diperlukan demi untuk memupuk aset yang nantinya dapat meningkatkan
profitabilitas perusahaan. Intangible asets masuk dalam kategori goodwill.
Bollen, Vergauwen, &
Schnieders, (2005) menjelaskan bahwa modal intelektual telah dipandang
sebagai bagian integral dari perusahaan dalam proses penciptaan nilai, dan
semakin memainkan peran penting dalam mempertahankan keunggulan kompetitif
perusahaan. Modal intelektual didefinisikan sebagai aset tidak berwujud
yang mencakup teknologi, informasi pelanggan, nama merek, reputasi, dan budaya
perusahaan yang sangat berharga untuk daya saing perusahaan. Dalam
lingkungan bisnis modern, modal intelektual dianggap sebagai aset strategis
terpenting bagi kesuksesan perusahaan (Rezaei et al., 2014)
Menurut Pulic (1998) tujuan
utama dalam ekonomi berbasis pengetahuan adalah menciptakan nilai tambah
(VA). Untuk dapat menciptakan VA membutuhkan ukuran modal fisik dan
potensi intelektual yang tepat. Studi tentang modal intelektual pada
awalnya dilakukan oleh Bontis, Keow, &
Richardson, (2000) yang meneliti dampak modal intelektual pada kinerja
industri jasa dan industri non-jasa di Malaysia. Hasil pengujian diperoleh
bahwa terdapat dampak positif SC yang signifikan terhadap kinerja bisnis. Puspitosari, (2016) melakukan penelitian untuk membuat ukuran modal
intelektual pada bank syariah, dan hasil penelitiannya yang dikenal dengan
modal intelektual syariah.
Tata kelola perusahaan dan modal intelektual juga
diindikasikan sebagai variabel yang dapat berdampak terhadap keberlanjutan
perusahaan (Hashim et al., 2015) (Akhtar et al., 2015). GCG diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan melalui manajemen berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi
dan kewajaran (Cadbury Committee,
1992).
Meningkatnya pemahaman atas pentingnya pengungkapan intellectual capital terhadap
kinerja perusahaan berbanding lurus dengan penelitian atas pengukurannya.Banyak
metode pengukuran intellectual capital
yang telah dikembangkan, salah satunya yaitu metode The Value
Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAIC merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan menciptakan nilai secara efisien dengan
memanfaatkan keberadaan modal fisik (physical capital) dan modal intelektual (intellectual
capital) untuk memberikan nilai tambah (value added).
Perusahaan yang memiliki nilai VAIC tinggi menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut dapat mengombinasikan keberadaan sumber daya yang
dimiliki, mulai dari dana-dana keuangan, human capital,
structural capital hingga customer capital. Dan dengan
adanya pengelolaan yang baik, maka kinerja perusahaan pasti akan mengalami
peningkatan pula. Sebuah perusahaan dikatakan mempunyai keunggulan kompetitif
apabila dapat menciptakan nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan lain dalam industrinya. Namun lebih lanjut dikatakan hal yang paling
penting adalah menjaga keberlanjutan dari keunggulan kompe-titif
tersebut atau yang biasa disebut sebagai sustained competitive advantage (Hafidhah, 2021). Keunggulan kompetitif dalam RBT merupakan penciptaan
abnormal profit (Peteraf 1993) atau tingkat kembalian
di atas ratarata (above average returns) dengan
memanfaatkan fitur-fitur khusus yang dimiliki
perusahaan (Huang et al., 2011). Keunggulan kompetitif dapat dibedakan menjadi 2, yaitu keunggulan
kompetitif berbasis logistik (Porter 1985) dan
keunggulan kompetitif berbasis sumber daya (Purnomo, 2013).
Untuk memiliki kekuatan sebagai nilai tambah (value added), perusahaan harus
memperbaiki kondisi internal perusahaan itu sendiri. Banyak faktor yang dapat
membuat perusahaan menjadi lebih kokoh di mata pasar yang ditunjukkan bukan
hanya dari aset fisik yang dimiliki, walaupun sangat penting tapi juga
ditunjukkan dengan aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan. aset yang tidak
berwujud tersebut seperti jumlah stockholder equity yang positif, kekuatan pada financial
performance, kemampuan intelektual perusahaan dalam
efisiensi biaya yang ditemukan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan
dan kekuatan dalam persaingan, hingga inovasi yang terus menerus yang dalam hal
ini disebut intellectual capital
atau modal intangible yang dapat meningkatkan financial performance dan competitive perusahaan (Hartati, 2014).
Pengungkapan intellectual
akuntansi dapat dilihat dalam laporan keuangan perusahaan di dalam program
pelatihan dan belanja SDM untuk selanjutnya dampaknya dapat dilihat pada free cash flow
(FCF). Pengungkapan dianggap oleh teori agensi sebagai mekanisme yang dapat
mengurangi biaya yang dihasilkan dan konflik serta mengontrol kinerja manajer,
sehingga manajer didorong untuk mengungkap voluntary information seperti intellectual capital disclosure (Erdianthy & Djakman,
2014).
Bagaimana Metode Pengukurannya
Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu
pengukuran yang tidak menggunakan penilaian moneter pada intellectual
capital dan pengukuran yang menggunakan penilaian
moneter.
Berikut ini adalah pengukuran intellectual
capital yang berbasis non moneter :
1) The Balanced Scorecard
Dikembangkan
oleh (Kaplan, 2009).BSC menerjemahkan misi organisasi dan strategi kedalam sistem pengukuran kinerja yang komprehensif yang
menyediakan kerangka untuk pengukuran strategi dan sistem manajemen. Dalam BSC
tidak hanya menekankan pencapaian kinerja keuangan tetapi hubungan sebab akibat
kinerja non keuangan dan kinerja keuangan. BSC digunakan sebagai pengukuran IC
dengan memonitor kemajuan kapabilitas dan pertumbuhan
pengakuisisan aset tidak berwujud (van, berg). Berikut 4 perspektif Balance score Card.
a. Perspektif keuangan, Bagaimana perusahaan melihat pemegang saham, seperti bagaiman cash flow
dan profitabilitas perusahaan b. Perspektif pelanggan, Bagaimana customer melihat perusahaan. Seperti harga dibandingkan
dengan harga competitor dan rating
produk. c. perspektif bisnis internal, Terkait bagaimana kita harus unggul
dalam siklus produksi. d. perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Bagaimana
kita meningkatkan dan menciptakan nilai sebagai contoh percentase
penjualan dari produk baru.
2) Brooking`s Technology Broker Method
(1996).
(Brooking et al., 1998) dalam mendesain
model intellectual capital
perusahaan yang terdiri dari : Market asset, human centered assets, Intellectual property assets, Infrastuctural assets. Market assets terdiri dari merek,
customer, jalur distribusi dan kolaborasi bisnis. Intellectual property assets termasuk diantaranya
paten, hak cipta. Human centered assets
diantaranya termasuk pendidikan, pengetahuan dan
kompetensi. Asset infrastructure
termasuk diantanya proses manajemen, sistem informasi
teknologi, kerja sama dan sistem keuangan.
Brooking dalam vanberg melakukan survey untuk menganalisis indicator
IC dengan menggunakan 20 pertanyaan yang meliputi human centered
asset, infrastructure asset, intellectual property asset dan market asset. Untuk menganalisis
lebih dalam setiap bagian dianalisis melalui 158 pertanyaan tambahan dan
jawaban dari pertanyaan menggunakan skala likert.
3) The Skandia IC Report Method oleh Edvinsson dan Malone (1997) adalah kumpulan dari suatu metode untuk mengukur Intangibles, yang dipelopori oleh Leif
Edvinsson dari Skandia.
Navigator tersebut terdiri dari atas suatu
pandangan menyeluruh dari pencapaian hasil dan prestasi. Susunan dari Skandia Navigator adalah sangat simple
tetapi canggih. Lima fokus area atau perspektif tersebut, mencakup area
kepentingan yang berbeda-beda. Setiap area menggambarkan proses dari penciptaan
nilai. Skandia Navigator memfasilitasi pengertian
yang menyeluruh dari organisasi dan nilai tersebut dibuat meliputi 5 fokus area :
a) Financial focus, dari Skandia Navigator menggambarkan tentang outcome
keuangan dari aktifitas kita. Beberapa tampak
terlihat sebagai penerimaan. Disini suatu tempat dimana kita telah menentukan tujuan jangka panjang dan juga
suatu bagian yang dengan kondisi lebih luas untuk cara pandang yang lain.Hal ini mungkin menghasilkan keuntungan dan
perkembangan yang diharapkan para pemilik modal dari kita.
b) Customer focus, memberikan suatu tanda
mengenai sebagus apa suatu organisasi memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari customer melalui produk dan jasa. Sebagai contoh , berapa
banyak penurunan dari penjualan untuk pelanggan baru ? Kapan waktunya hal
tersebut dibandingkan dengan pelanggan yang telah ada ? atau seberapa loyal
pelanggan kita ? hal itu menunjukkan suatu gambaran dari luar hingga kedalam perusahaan . Sehingga sangat penting bagi kita
untuk mengetahui kebutuhan para pelanggan.
c) Process focus, dari Skandia Navigator didapat gambaran mengenai proses aktual
dalam menciptakan barang dan pelayanan yang menjadi keinginan para pelanggan.
Sebagaimana pertanyaan tertutup seperti bagaimana kita menangani bagian customer support ? Bagian focus area juga memiliki hubungan dengan proses internal.
Apakah kita bekerja dengan cara yang efektif ? Apakah kita bekerja dengan
perilaku yang tepat ? Menghubungkan hal itu dapat menjadikan penting dari structural capital.
d) Renewal dan development focus berguna untuk menenangkan situasi dalam peremajaan
suatu organisasi dan menjadi bagian dari ketahanan. Apakah langkah-langkah dan
tindakan-tindakan yang harus kita ambil pada saat ini untuk memastikan
keuntungan serta pertumbuhan jangka panjang ? Apakah yang dibutuhkan yang menjadikan
suatu perusahaan dapat mencapai dan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk memenuhi rasa puas dari kebutuhan para pelanggan ? e. Human focus dari Skandia Navigator
adalah jantung dari suatu organisasi dan hal itu sangat penting didalam menciptakan nilai-nilai suatu organisasi.
Proses dalam
penciptaan pengetahuan digambarkan dalam suatu tempat tertentu. Hal ini juga
penting bagi karyawan merasa gembira dengan lingkungan kerjanya, dengan
karyawan yang merasa puas akan mendorong mereka untuk memuaskan para pelanggan,
menciptakan perbaikan bagi perusahaan untuk hasil penjualan.
Pengaruh Langsung Islamic Intelectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Syariah
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Ulum, (2013) menyatakan bahwa intellectual capital memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan
di masa depan. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian oleh (Firer & Mitchell Williams,
2003) yang menyatakan intellectual capital memiliki dampak positif yang signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Penelitian ini didukung oleh hasil wawancara dengan
praktisi bank syariah "B" yang mengatakan bahwa modal intelektual
yang terdiri dari HC, SC dan modal yang digunakan telah berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank syariah.
Penerapan Islami Corporate
Governance
Menurut Haya, Indrawati, &
Djasuli, (2022) Perusahaan harus menerapkan lima prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi
serta kewajaran. Kelima prinsip tersebut dibutuhkan untuk membantu perusahan mencapai tujuannya. Prinsipprinsip
Good Corporate Governance dalam perspektif islam
atau Islamic Corporate Governance
(ICG) antara lain:
1) Shiddiq, yaitu memastikan bahwa pengelolaan yang
dilakukan menjunjung tinggi nilai kejujuran;
2) Tabligh, yaitu secara berkesinambungan mensosialisasikan dan
mengedukasi masyarakat tentang prinsip-prinsip, produk dan jasa;
3) Amanah, yaitu Mengikuti prinsip kehati-hatian dan
kejujuran dalam mengelola dana secara ketat untuk menciptakan rasa saling
percaya antara pihak pemilik dana dengan pihak pengelola dana;
4) Fathanah, artinya memastikan bahwa pengelolaan dilakukan
secara profesional dan kompetitif, termasuk didalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan
kesatuan serta penuh rasa tanggungjawab. Menurut Hartono, (2018) terdapat dua sifat dari Islamic Corporate
Governance ICG.
Pertama, semua aspek kehidupan, etika, dan sosial
perusahaan harus relevan dengan hukum Islam. Kedua, ICG harus terkait dengan
etika bisnis dan prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan Islam termasuk yang
terkait dengan perintah zakat, pelarangan riba, larangan spekulasi, dan
perintah untuk mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan profit and loss sharing.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah konsep tata kelola perusahaan dalam
perspektif Islam atau adanya Islamic Corporate Governance (ICG).
Sementara konsep tata kelola perusahaan secara
tradisional bisa memecahkan masalah pemerintah secara umum, tetapi tidak dapat
menyelesaikan masalah pemerintah yang terkait dengan hukum Syariah. Dalam
penerapan konsep tata kelola perusahaan tidak terlepas dari kinerja karyawan. Dalam
hal ini, karyawan dirasa harus memiliki kemampuan dalam memahami jenis
perusahaan dan strategi dalam perusahaan tersebut. Istilah kinerja atau yang
dikenal dengan performance, adalah tolak ukur suatu
karyawan dalam menjalankan seluruh tugas yang ditargetkan pada karyawan,
sehingga kinerja adalah upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja disuatu perusahaan perupakan hal
yang penting untuk dilakukan (Dehotman, 2016)
Kesimpulan
Dari analisis literatur yang
dilakukan didapatkan bahwa Islamic Corporate Governance dan Islamic Intelectual Capital yang diterapkan pada perbankan syariah memiliki potensi pengaruh terhadap Maqashid Syariah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance
menurut pandangan Islam atau Islamic Corporate Governance (ICG) diantaranya
Shiddiq, Tablih, Amanah, dan Fathanah dapat
meningkatkan kualitas kinerja karyawan yang ditandai dengan hasil pekerjaan
karyawan yang baik seperti pelayanan dan produktivitas sehingga dapat menarik
masyarakat untuk memberikan sponsor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbankan syariah
akan mampu meningkatkan layanan dan kinerjanya melalui maqashid syariah
dengan konsep Islamic Corporate dan Islamic Intelectual Capital yang
diterapkan. Modal
intelektual dipandang sebagai bagian integral dari perusahaan dalam proses
penciptaan nilai, dan semakin memainkan peran penting dalam mempertahankan
keunggulan kompetitif perusahaan. Modal intelektual didefinisikan sebagai
aset tidak berwujud yang mencakup teknologi, informasi pelanggan, nama merek,
reputasi, dan budaya perusahaan yang sangat berharga untuk daya saing
perusahaan. Dalam lingkungan bisnis modern, modal intelektual dianggap
sebagai aset strategis terpenting bagi kesuksesan perusahaan.
BIBLIOGRAFI
Akhtar, R., Boustani, L., Tsivrikos,
D., & Chamorro-Premuzic, T. (2015). The engageable personality: Personality
and trait EI as predictors of work engagement. Personality and Individual
Differences, 73, 44–49.
Bollen,
L., Vergauwen, P., & Schnieders, S. (2005). Linking intellectual capital
and intellectual property to company performance. Management Decision, 43(9),
1161–1185.
Bontis,
N., Keow, W. C. C., & Richardson, S. (2000). Intellectual capital and
business performance in Malaysian industries. Journal of Intellectual
Capital, 1(1), 85–100.
Brooking,
A., Board, P., & Jones, S. (1998). The predictive potential of intellectual
capital. International Journal of Technology Management, 16(1–3),
115–125.
Dehotman,
K. (2016). Pengaruh pendidikan terhadap kinerja karyawan Baitul Mal Wat-Tamwil
di provinsi Riau. JEBI (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 1(2),
217–234.
Erdianthy,
D., & Djakman, C. D. (2014). Pengungkapan Modal Intelektual, Proporsi
Komisaris Independen dan Kinerja Bank di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi XVII. Mataram, 24–27.
Firer,
S., & Mitchell Williams, S. (2003). Intellectual capital and traditional
measures of corporate performance. Journal of Intellectual Capital, 4(3),
348–360.
Fitz-Enz,
J. (2000). The ROI of human capital: Measuring the economic value of
employee performance. AMACOM Div American Mgmt Assn.
Hafidhah,
Q. (2021). Perluasan Pemasaran Selada Menggunakan E-commerce pada CV Casa
Farm Bandung.
Hartati,
N. (2014). Intellectual Capital Dalam Meningkatkan Daya Saing: Sebuah Telaah
Literatur. Jurnal Etikonomi, 13(1).
Hartono,
N. (2018). Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance (ICG) Dan
Intellectual Capital (IC) Terhadap Maqashid Syariah Indeks (MSI) Pada Perbankan
Syariah Di Indonesia. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syari’ah, 10(2),
259–282.
Hashim,
K. F., Tan, F. B., & Rashid, A. (2015). Adult learners’ intention to adopt
mobile learning: A motivational perspective. British Journal of Educational
Technology, 46(2), 381–390.
Haya,
A. F., Indrawati, S., & Djasuli, M. (2022). Analisis Islamic Corporate
Governance Dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Karyawan Perbankan Syariah. Jurnal
Ekonomika Dan Bisnis, 2(1), 879–882.
Huang,
P., Xiao, A., Zhou, M., Zhu, Z., Lin, S., & Zhang, B. (2011). Heritable
gene targeting in zebrafish using customized TALENs. Nature Biotechnology,
29(8), 699–700.
Kaplan,
R. S. (2009). Conceptual foundations of the balanced scorecard. Handbooks of
Management Accounting Research, 3, 1253–1269.
Nahapiet,
J., & Ghoshal, S. (1998). Social capital, intellectual capital, and the
organizational advantage. Academy of Management Review, 23(2),
242–266.
Purnomo,
R. (2013). Resource-Based View dan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan: Sebuah
Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Jay Barney (1991). Proceeding of
International Conference Sustainable Competitive Advantage, 1(1).
Puspitosari,
I. (2016). Pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan pada sektor
perbankan. EBBANK, 7(1), 43–53.
Rezaei,
P. S., Shafaghat, H., & Daud, W. M. A. W. (2014). Production of green
aromatics and olefins by catalytic cracking of oxygenate compounds derived from
biomass pyrolysis: A review. Applied Catalysis A: General, 469,
490–511.
Smedlund,
A., & Pöyhönen, A. (2005). Intellectual Capital Creation in Regions: A
Knowledge System Approach,[in] Bounfour A., Edvinsson L., eds,“Intellectual
Capital for Communities, Nations, Regions and Cities.” Elsevier
Butterworth-Heinemann, Oxford.
Ulum,
M. C. (2013). Governance dan capacity building dalam manajemen bencana banjir
di Indonesia. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 4(2), 69–76.
Copyright holder: Odjie
Samroji (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |