Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

 

OPTIMALISASI MAQASHID SYARIAH PADA PERBANKAN SYARIAH MELALUI ISLAMIC INTELLECTUAL CAPITAL DAN ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE 

 

Odjie Samroji

Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Peran perbankan syariah dalam perekonomian Indonesia memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, market share perbankan syariah masih mengalami tantangan yang menghambat pertumbuhannya, memunculkan kebutuhan akan konsep yang dapat meningkatkan kinerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep Islamic Corporate Governance (ICG) dan Islamic Intellectual Capital (IIC) dalam meningkatkan kinerja perbankan syariah melalui pendekatan Maqashid Syariah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan melakukan analisis literatur, hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan prinsip-prinsip ICG dan pemanfaatan IIC memiliki potensi untuk meningkatkan kinerja perbankan syariah dengan memperhatikan Maqashid Syariah. Prinsip-prinsip ICG seperti Shiddiq, Tablih, Amanah, dan Fathanah dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan, sedangkan pemanfaatan IIC dapat memperkuat modal intelektual perbankan syariah, yang menjadi aset strategis dalam menciptakan nilai dan menjaga keunggulan kompetitif. Dengan demikian, konsep Islamic Corporate Governance (ICG) dan Islamic Intellectual Capital (IIC) memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja perbankan syariah untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Kata kunci: Maqashid Syariah, Islamic Intellectual Capital, Corporate Governance 

 

Abstract

The role of Islamic banking in Indonesia's economy has the potential to significantly contribute to economic development and societal welfare. However, the market share of Islamic banking still faces challenges hindering its growth, highlighting the need for concepts to enhance its performance. This research aims to analyze the concepts of Islamic Corporate Governance (ICG) and Islamic Intellectual Capital (IIC) in improving the performance of Islamic banking through the Maqashid Sharia approach. By employing a qualitative approach and conducting literature analysis, the findings conclude that the application of ICG principles and the utilization of IIC have the potential to enhance the performance of Islamic banking while considering Maqashid Sharia. ICG principles such as Shiddiq, Tablih, Amanah, and Fathanah can improve the quality of employee performance, while the utilization of IIC can strengthen the intellectual capital of Islamic banking, serving as a strategic asset in creating value and maintaining competitive advantage. Thus, the concepts of Islamic Corporate Governance (ICG) and Islamic Intellectual Capital (IIC) play a crucial role in enhancing the performance of Islamic banking to benefit society and achieve sustainable economic development.

Keywords: Maqashid Sharia, Islamic Intellectual Capital, Corporate Governance

 

Pendahuluan

Lembaga perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang cukup berperan penting untuk kehidupan perekonomian. Hampir semua aktivitas perekonomian menggunakan perbankan sebagai lembaga keuangan untuk membantu jalannya usaha tersebut. Hal tersebut dikarenakan bank memiliki peran untuk menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka  meningkatkan taraf hidup.

Perbankan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pe FGrbankan Syariah dalam pasal 1 menjelaskan bahwa Bank Konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha hanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat, sedangkan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah.

Tidak dapat dipungkuri saat ini masih ada stigma dalam memahami Islam secara parsial yang diwujudkan dalam bentuk ritualisme ubudiyah semata dan mengasumsikan Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi, deposito, giro, transaksi export import, dan sebagainya, bahkan ada anggapan Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya penghambat laju pertumbuhan ekonomi, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan meningkat dan berkembang jika free dari nilai-nilai normatif dan ketentuan syariah. Ini bentuk padangan sempit karena tidak memahami Islam secara kaffah.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia perlu mengoptimalkan kekuatan ekonomi perbankan syariah. Maka keberhasilan tata kelola perbankan syariah dalam mencapai tujuannya harus  diiringi dengan pengelolaan yang mengedepankan intelectual capital dan tata kelola yang berbasis pada nilai-nilai Islam.  Dengan perkembangan keuangan syariah di Indonesia saat ini maka dirasa penting meningkatkan peran perbankan syariah  dengan sumberdaya yang mendukung dalam memberikan kontribusi bagi kebutuhan keuangan masyarakat dan juga bagi pembangunan ekonomi nasional.

Kalau kita lihat data perkembangan bank syariah di Indonesia saat ini terkesan masih agak lambat karena kurang dikelola secara profesional. Kurang berkembangnya bank syariah terletak pada umatnya sendiri, karena masih ada umat Islam belum paham ekonomi Islam ataupun tidak mempraktekkanya dalam bertransaksi bisnis dan keuangan sehari-hari, merasa takut menjadi miskin karenanya.

Perkembangan bisnis perbankan syariah yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan yang besar dalam persaingan, pemasaran, pengelolaan sumberdaya manusia dan penanganan transaksi antara perusahaan dan nasabah, serta perusahaan dengan perusahaan lain. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan cost eective. Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun mencari strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang dalam persaingan. Oleh karena itu, perusahaan dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip yang selama ini digunakan agar dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang semakin ketat untuk dapat menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.

a)  Pangsa Pasar Perbankan Syariah

Pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia dinilai masih kecil bila dibandingkan dengan negara mayoritas Muslim lainnya. Pada September 2023 perbankan syariah mencatat total aset Rp831,95 triliun, tumbuh 10,94% secara tahunan dan berkontribusi pada pangsa pasar sebesar 7,27%.

Selain angka market share yang masih terus berfluktuasi dan belum mampu mencapai angka 2 digit, maka dengan melihat latar belakang sosio kultural masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan relatif religius, pangsa pasar ini tergolong sangat kecil.

Bank syariah melakukan kegiatannya sesuai prinsip syariah dengan perbedaan mendasar yang membedakannya dengan bank konvensional yaitu tidak adanya bunga yang merupakan kegiatan riba. Karena sudah dijelas tertulis pada Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 bunga dalam perbankan konvensional adalah haram hukumnya. Maka, bank syariah terlepas dari beberapa kekurangannya tentunya lebih baik dibanding bank konvensional bagi umat muslim di Indonesia. Ditambah banyaknya umat muslim di Indonesia bank syariah seharusnya dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. 

Namun, setelah 31 tahun berdirinya bank syariah di Indonesia, bank syariah masih Jauh tertinggal pangsanya dibandingkan bank konvensional. Dapat dilihat dari market share perbankan syariah hingga September 2023  yaitu hanya sebesar 7,27% dari perbankan nasional. Dengan 93% sisanya hasil kontribusi oleh perbankan konvensional.

b)  Sistem Bank Syariah yang Kurang di Ketahui Masyarakat Luas

Salah satu alasan kenapa bank ini kalah dari bank konvensional adalah karena sistem pada bank ini kurang dikenal oleh masyarakat luas.  Pada sistem bank ini ada sistem bagi hasil. Ada beberapa sistem lain pada bank syariah  Al-Wadiah (Simpanan) yang berarti uang nasabah yang dijaga dan di kembalikan kapanpun yang di inginkan nasabah tanpa bunga. Dan tentu bank ini akan menjelaskan syariah Islam yang tanpa riba.

Dari dulu masyarakat Indonesia jauh lebih mengenal sistem bank yang berbentuk suku bunga ketimbang sistem bank bagi hasil. 

c)   Sumber Daya Manusia Belum Memadai

Untuk alasan lain kenapa bank ini kalah dari bank konvensional adalah karena sumber daya manusia yang tidak memadai. Akademis yang ada di Indonesia kebanyakan adalah memilih ilmu perekonomian konvensional. Dengan alasan karena lebih mudah dan dianggap lebih baik. Inilah yang membuat perkembangan bank syariah itu sendiri jadi lambat di Indonesia.

d)  Pelayanan Khusus Bagi Nasabah

Menurut Statistik Perbankan Syariah (SPS) Tingkat pertumbuhan nasabah memang lebih banyak kepada bank syariah di 3 sampai 5 tahun terakhir. Akan tetapi, dari segi jumlah nasabah masih dikuasai oleh bank konvensional walaupun persentase pertumbuhannya dapat dibilang tidak stabil.

Alasan mengapa bank konvensional lebih unggul jumlah nasabah-nya daripada bank syariah adalah; (1) Bank Konvensional setiap tahun mengadakan undian untuk nasabah-nya dengan nilai fantastis. Ini salah satu cara marketing bank konvensional untuk memikat nasabah-nya, (2) sering naiknya suku bunga tabungan (simpanan) setiap tahunnya. Hal ini sangat menguntungkan untuk pengusaha-pengusaha yang memiliki jumlah uang tabungan di atas 1 M. Karena, dapat menambah uang mereka tanpa harus di investasi-kan, (3) sering menjadi sponsor. Hal ini bukan menjadi rahasia lagi jika bank konvensional sering berkontribusi dalam beberapa event besar,untuk sekedar memamerkan nama, (4) adanya mobil transaksi berjalan, yang memudahkan masyarakat di kampung bisa menabung di mobil tersebut tanpa harus ke bank yang jaraknya kemungkinan jauh.

e)   Maqashid Syariah melalui Islamic Intelectual Capital  dan Islamic Corporate Governance  sebagai solusi terbaik bagi perbankan syariah.

Dari uraian pendahuluan diatas, maka perlu sebuah upaya bagi bank syariah untuk meningkatkan masaqhid syariah sebagai upaya peningkatan kinerja perbankan syariah.  Maka untuk mendukung hal tersebut, harus ada upaya yang serius agar market share bank syariah semakin luas dimasyarakat. Pelayanan nasabah ataupun kepuasan nasabah dapat dilakukan dengan meningkatkan maqashid syariah.

Maka konsep peningkatan maqashid syariah yang kami usulkan adalah dengan cara memadukan Islamic Intelektual capital dengan dukungan Islamic Corporate Governance.

Sumber daya insan yang mempunyai pengetahuan tinggi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kinerja perusahaan. Sehingga, peningkatan kualitas human capital & kemampuan manajemen buat mengelola asset yang tidak berwujud sebagai agunan atas prospek kinerja perbankan syariah pada masa depan.

Mengungkapkan dan mengelola intellectual capitalnya perlu dalam perbankan syariah agar dapat mengembangkan bisnisnya dalam bersaing, menjadi salah satu indikator pencapaian kinerja perbankan syariah yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep Islamic Corporate Governance (ICG) dan Islamic Intellectual Capital (IIC) dalam meningkatkan kinerja perbankan syariah melalui pendekatan Maqashid Syariah.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif yang di digunakan dalam permasalahan yang diuraikan dalam pendahuluan ini adalah studi kasus dan analisis isi. Pertama, studi kasus dapat dilakukan dengan memilih beberapa bank syariah yang telah berhasil meningkatkan pangsa pasarnya atau menghadapi tantangan dalam pengembangan bisnisnya. Dalam studi kasus ini, peneliti dapat melakukan wawancara mendalam dengan manajer bank, staf, dan nasabah untuk memahami secara lebih detail faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan penerimaan masyarakat terhadap bank syariah. Selain itu, observasi langsung di lokasi bank juga dapat memberikan wawasan tentang praktik operasional dan pelayanan yang disediakan.

Kedua, analisis isi dapat dilakukan terhadap dokumen-dokumen terkait perbankan syariah, termasuk laporan keuangan, dokumen kebijakan, dan literatur akademis. Analisis ini akan membantu untuk mengidentifikasi tren, tantangan, dan peluang dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Selain itu, analisis isi juga dapat dilakukan terhadap media massa dan publikasi industri untuk memahami persepsi dan pandangan masyarakat terhadap bank syariah.

Dengan kombinasi studi kasus dan analisis isi, penelitian kualitatif ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan penerimaan masyarakat terhadap bank syariah, serta memberikan rekomendasi kebijakan dan strategi yang tepat untuk meningkatkan peran dan kinerja perbankan syariah dalam perekonomian nasional.

 

Hasil dan Pembahasan

Tata kelola perbankan syariah merupakan suatu sistem yang meliputi input, proses, dan output dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara stakeholder terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Tata kelola tersebut dimaksudkan untuk mengatur hubungan hubungan tersebut dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam menerapkan strategi perusahaan. Selain itu untuk memastikan apabila terjadi kesalahan-kesalahan maka akan dapat diperbaiki dengan segera.  

Penerapan konsep peningkatan maqashid syariah melalui Islamic Intelectual capital dan Islamic Corporate Governance adalah salah satu solusi yang ingin ditawarkan agar kinerja perbankan syariah meningkat.  Upaya tersebut dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut : 

 

Penerapan maqashid syariah secara umum

Maqashid al-syariah sendiri tidak  menjadi faktor yang utama dalam menghasilkan peran berlipat sebagai penentu dan mewujudkan produk ekonomi syariah yaitu alat kontrol sosial dan penerapan sesio-ekonomi dalam menciptakan faedah dan kegunaan manusia, namun peran lebih dari maqashid syariah memberi aspek filosofi serta rasional pada aktivitas ijtihad perekonomian syariah kontemporer yang melahirkan produk hukum ekonomi islam.

Pada dasarnya, tujuan maqashid Al-Syari’ah ialah memperoleh faedah. Sesuai sistem ekonomi masa kini banyak lembaga keuangan yang memegang prinsip syariah dan memiliki penerapan Maqashid Al-Syariah, antara lain :

Dengan tidak adanya Maqashid Al-Syariah, maka dapat terjadi kehilangan substansi syariah berdasarkan seluruh regulasi, perbankan, fatwa, keuangan, kebijakan (moneter dan fiscal), dan produk. Dengan tidak adanya Maqashid Al-Syariah tersebut dapat dipastikan pengembangan serta regulasi fiqh muamalah disesuaikan pada rumusan perbankan dan keuangan, yang menjadi diam dan tetap. Dampaknya ialah kelembagaan keuangan dan perbankan syariah menghasilkan kesulitan dan keterlambatan perkembangan. Searah dengan peningkatan keuangan dan bank syariah yang semakin pesat memunculkan berbagai permasalahan yang tentunya diharuskan untuk diubah secara bertingkat. Maka, kewajiban dari pengawas perbankan syariah berdasarkan Bank Indonesia di banyak tempat harus mempunyai kemampuan ilmu syariah sesuai standarisasi diantaranya ilmu ushul fiqh dan Maqashid Al-Syari’ah yang hingga saat ini diabaikan oleh kelembagaan otoritas tersebut.

Berdasarkan pernyataan Abdul Wahab Khalaf, menerangkan bahwa mempelajaran dan mengetahui mengrnai al-maqashid al-syari’ah mampu menjadi alat bantu untuk mengerti suatu redaksi Alqur’an dan Sunnah, berperan dalam menuntaskan dalil yang berlawanan serta menjadi bagian utama dalam menentukan aturan hukum pada suatu kasus yang ketetapan hukum tidak dicantumkan pada Alqur’an dan Sunnah apabila memanfaatkan kajian kebahasaan. Ini menunjukkan bahwa maqashid al-syari’ah menjadi bagian penting dalam implementasi keuangan dan perekonomian terbaru yang tidak sama dengan implementasi bank syariah di beberapa Negara. Penerapan teori yang dikemukakan al-syatibi pada perbankan syariah adalah sebagai berikut :

1)     Perlindungan agama, yaitu diciptakan dengan penerapan Alqur’an, hadits, serta hukum Islam lain yang menjadi acuan dalam melakukan seluruh sistem kinerja dan produk. Hadirnya Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah menjadikan sahnya suatu perbankan sesuai prinsip dan nilai keislaman yang semakin terbukti dan juga menghasilkan kepercayaan dari umat muslim hingga non muslim.

2)     Perlindungan kejiwaan, yaitu diciptakan dengan penerapan pada masing-masing transaksi di suatu bank syariah. Secara sosiologis dan psikologis, berbagai akad yang diterapkan dari pihak mengarahkan manusia sehingga memiliki kepercayaan yang diberikan dan menghargai satu sama lain. Selanjutnya, yaitu diwujudkan melalui pihak yang memiliki kepentingan baik pengguna dan perbankan dalam menemui pengguna yang ditekankan untuk memiliki sikap, pakaian, dan komunikasi dengan santun dan sesuai ajaran Islam dan diterapkan pada nasabah.

3)     Perlindungan akal, yaitu terhadap pengguna dan pihak perbankan yang diwujudkan karena diharuskan untuk senantiasa mengungkap seluruh rincian tentang sistem produk dari pihak perbankan dan tidak diperbolehkan untuk menutupi barang apapun. Disini dapat dilihat bahwasanya nasabah diarahkan untuk memahami bersama pada saat menjalankan transaksi di perbankan dengan tidak adanya perbuatan dzalim dari pihak perbankan, dimana bank tersebut juga berperan memberi pemahaman pada nasabah dengan memberi edukasi di tiap-tiap produk yang diberi pada nasabah.

4)     Perlindungan harta, yaitu diwujudkan secara pasti pada masing-masing produk yang dibuat perbankan sebagai bentuk upaya dalam memelihara dan menempatkan dana pengguna dengan efektif serta halal dan juga dibolehkan dalam mengambil profit secara adil. Dan juga dilihat berdasarkan implementasi sistem zakat yang memiliki tujuan dalam membenahi harta nasabah dengan terbuka dam bersamaan.

5)     Perlindungan turunan, yaitu diwujudkan degan menjaga 4 komponen diatas, maka jaminan dana nasabah dipastikan halal dan menghasilkan dampak untuk keluarga, kerabat, dan lainnya dalam memberi nafkah dari hasil dana tabungan tersebut.

 

Penerapan maqasid Al-Syari’ah secara spesifik

Selain itu pembahasan tentang Maqashid Al-Syari’ah secara spesifik juga dibahas pada akad/produk perbankan syariah diantaranya[15] sebagai berikut:

1)     Maqashid Al-Syari’ah Pada Investasi dengan Akad Mudharabah dalam hal ini ditinjau berdasarkan dua hal antara lain: Apabila seseorang mempunyai nilai lebih terhadap harta dan mempunyai keterampilan dalam mengelola hartanya, maka diharuskan untuk melakukan serta mengelola secara pribadi. Dan apabila usaha sesuai sasaran (berhasil), maka semua nilai untung yang didapat menjadi haknya. Sejalan dengan maqashid al-syari’ah bahwasanya nilai untung dari harta sebagai hak pemilik, apabila tanpa bantuan serta hak orang lain dalam dana tersebut disesuaikan pada firman Allah berikut: “Barang siapa melakukan kebaikan maka pahala baginya dan barang siapa yang mengerjakan perbuatan buruk maka dosa baginya sebagai tanggungannya sendiri.

Dan Tuhanmu tidak mendzalimi hamba-Nya sama sekali. (Fushilat [41]: 46)”

“Allah tidak memberi beban pada seseorang kecuali disesuaikan pada kesanggupan yang dimilikinya. Dia memperoleh pahala melalui kebaikan yang dilakukan serta dia memperoleh siksaan dari keburukan yang dilakukannya. Mereka berdoa: Ya Tuhan kami, jangan Engkau beri hukuman pada kami apabila kami lupa ataupun berbuat kesalahan. Ya Tuhan kami, jangan Englah berikan beban pada kami seberat beban yang telah didapatkan sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebankan pada kami sesuatu yang tidak dapat kami pikul. Berilah maaf pada kami, ampunkan perbuatan kami, dan berilah rahmat untuk kami. Engkaulah yang melindungi kami, maka berilah pertolongan pada kami menghadapi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 286)”

Yang kedua, apabila seseorang mempunyai harta namun tidak dapat atau tidak mempunyai keahlian dalam mengelola 100 sendirian, maka ia dapat menyerahkan pada pihak lainnya dalam melakukan pengelolaan. Ini menjadi satu dari berbagai tujuan.

2)     Maqashid Al-Syari’ah.

Maqashid Al-Syari’ah pada Jaminan dalam Akad Mudharabah dan MusyarakahPada prinsip pembiayaan mudharabah tanpa jaminan dimana sesuai definisi dari akad mudharanh dan musyarakah sesuai fatwa DSN MUI Nomor 08 Tahun 2000. Tetapi guna mudharib tidak melakukan kesalahan, maka LKS mampu mendapatkan jaminan melalui mudharib ataupun pihak ketiga. Jamin dapat diterima jika mudharib dibuktikan telah melakukan penyimpangan pada berbagai hal yang disetujui seluruh pihak. Maka dadi itu, sesuai prinsip pembiayaan musyarakah tanpa jaminan, akan tetapi dalam mencegah adanya kesalahan, maka LKS dapat mendaptkan jaminan. Pada prinsip akad rahn bahwa diperbolehkan karena hutang yang muncul dikarenakan akad qardh, transaksi tanpa tunai, ataupun akad sewa menyewa atau ijarah yang biaya ujrahnya dibayar tanpa tunai; Pada prinsip akad amanah tidak dapat menjamin barang atau marhun, tetapi guna pemilik amanah tidak melakukan kesalahan perilaku atau moral hazard. Kelembagaan Keuangan Syariah dibolehkan mendapatkan jaminan barang karena ini dituangkan terhadap fatwa DSN Nomor 92 Tahun 2014 mengenai biaya yang diberikan dengan rahn atau Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn. Adapun ketetapan hukum disesuaikan pada maqashid sesuai syariat berbagai akad amanah yang dijelaskan di atas, diantaranya karena nilai untung yang ada dan muncul bersamaan dengan resiko atau alghunmu bi alghurmi. Apabila nilai untung tersebut terjamin, maka karakter pokok akad dapat dihilangkan dan tidak diubah seperti pinjaman yang berbunga.

3)     Maqashid Al-Syari’ah Pada Transaksi Multi Akad

Transaksi multi akad termasuk al-‘uqud ghairu al-musamah yaitu akad-akad kontemporer yang tidak ada bahkan tidak dapat dijelaskan pada kitab-kitab turats. Multi akad sendiri dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar, memperbesar keuntungan, meminimalisir resiko, dan lainnya.Multi akad sebenarnya boleh saja diterapkan asalkan tidak ada dalil yang melarang, maqashidnya pun harus jelas agar tidak ada pihak yang dirugikan atau terzalimi, agar multi akad menjadi sah maka harus memenuhi unsur yang sesuai syariat. Dalam fiqh sendiri akad-akad pelengkap diberikan dispensasi berbeda dengan akan inti, artinya hal-hal yang harusnya dilarang pada akad tetapi diperbolehkan pada akad pelengkap hal ini sesuai urf dan keterangan para ahli yang mendapat pengesahan oleh dewan pengawas syariah atas dasar kaidah yaitu sesuai prinsip akad yang melengkapi diberikan tolerir berbagai hal yang dilarang dan tiadk dapat diberikan tolerir pada saat berdiri sendiri.

Berikut multi akad yang ada pada bank syariah:

a)     Akad ijarah muntahiya bi al-tamlik (IMBT) yang terbagi atas akad ijarah, wa`d, dan akad tamlik atau bai` atau hibah.

b)    Akad musyarakah mutanaqishah yaitu kombinasi antara akad musyarakah atau syirkah `inan, wa`d untuk bai`, dan akad bai` ataupun akad ijarah.

c)     Akad murabahah li al-amir bi al-syira’ yaitu kombinasi wa`d, wakalah, dan jual beli.

d)    Produk gadai emas yaitu kombinasi dari akad qardh, rahn, serta ijarah.

e)     Tabungan haji yaitu kombinasi akad qardh serta rahn.

f)     Istishnaparallel yaitu kombinasi akad istishna’ serta wakalah.

g)    Mudharabah muqayyadah yaitu kombinasi akad mudharabah serta akad sebagai objek mudharabah.

h)    Produk multi level marketing yaitu kombinasi akad bai`, ju`alah, serta samsarah.

Berdasarkan akad tersebut, ditekankan bahwa kewajiban serta hak berbagai pihak akad untuk memperoleh haknya dengan tidak adanya kedzaliman apapun. Berdasarkan nash Alqur’an dan Hadits menerangkan bahwa adanya beberapa akad antara lain transaksi, rhan, dan lainnya yang diterangkan rukun, syarat, serta ketetapan hukum akad tersebut. Akad yang dijelaskan tersebut termasuk pada nash serta kitab turats yang menjadi jual beli karena sesuai pada keinginan masyarakat. Akad yang disebutkan dalam nash dan kitab turats itu yang menjadi jual beli karena disesuaikan pada keinginan masyarakat pada saat itu. Apabila masyarakat sekarang memerlukan akad terbaru dalam mencukupi keperluan hajatnya, maka ini artinya diperbolehkan tetapi tidak menyimpang dari berbagi hal sesuai prinsipnya atau tsaqabit dalam permasalahan muamalah antara lain jelas yaitu wudhuh, adil, serta tanpa melakukan kesalahan dari ketetapan fiqh.[17]

4)     Maqashid Al-Syari’ah Pada Rahn dan Pemanfaatan Marhun (Barang Gadai)Berdasarkan fatwa DSN mengenai rahn diterangkan bahwasanya pinjaman dilakukan dengan menggadai suatu barang untuk jaminan piutang atau rahn yang diizinkan. Dan jaminan uang menggunakan suatu barang penting (berharga) seperti emas yang diizinkan sesuai nash Alqur’an, hadits, serta faedah. Sesuai dengan firman Allah SWT:

“Dan jika dirimu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapat seorang penulis, maka diharuskan untukmu menjamin dengan suatu barang yang dipegang. Namun, jika beberapa darimu meyakini beberapa lainnya, diharuskan dirinya bertakwa pada Allah sebagai Tuhan-Nya, serta juga jangan dirimu menyembunyikan kesaksian, ini dikarenakan barang siapa yang melakukan itu, sungguh memiliki hati kotor dan berdosa. Allah Maha Mengatuhi seluruh yang dirimu lakukan (QS. Al-Baqarah [2]: 283)”

Adapun mengenai barang gadai yang dimanfaatkan, sesuai fatwa DSN MUI Nomor 25 Tahun 2002 mengenai rahn diterangkan bahwa “Barang gadai yang disebut marhun dan pemanfaatannya tetap sebagai milik pihak penggadai atau rahun. Barang gadai tidak dapat digunakan bagi penerima gadai (murtahin) terkecuali diberi izin oleh penggadai, dan tanpa dikurangi nilai barang gadai, dan manfaatnya hanya untuk mengganti pembiayaan menjaga dan merawatnya. Penerima gadai memiliki hak dalam menjaga barang hingga seluruh piutang dilunaskan rahn dan diberlakukan dalam akad mu’awadhah yaitu jual beli dikarenakan rahn sebagai barang yang ditanggng dan diadakan apabila satu sama lainnya tidak saling meyakini. Tidak dapat dilakukan terhadap akad amanah yaitu mudharabah serta musyarakah terkecuali apabila syarat dipergunakan menjadi bukti tetap yang dikelola serta syarik pada syarat yang ditetapkan.

5)     Maqashid Al-Syari’ah Pada Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli emas secara tidak tunai (angsuran). Menurut mayoritas fuqaha (mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali) bahwa jual beli emas secara angsuran itu tidak boleh.Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan beberapa ulama kontemporer, jual beli emas secara angsuran itu hukumnya boleh. Namun dari beberapa perselihan ini disimpulkan berdasarkan pendapat terkuat bahwa boleh jual beli emas dengan angsuran karena emas adalah barang, bukan harga (uang). Ini untuk memudahkan urusan masyarakat dan menghilangkan kesulitan, Fatwa DSN juga sangat memperhatikan maqshad (tujuan atau maksud) dari keharaman jual beli emas. Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah itu hukumnya boleh (mubah/jaiz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang) dengan ketentuan.

 

Penerapan Islamic Konsep Intelectual Capital

Sebagai sebuah konsep, islamic intellectual capital merujuk pada modal-modal non fisik atau yang tidak berwujud (intangible asets) atau tidak kasat mata (invisible). Intellectual capital terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Intellectual capital memiliki potensi memajukan organisasi dan masyarakat. Secara ringkas Smedlund & Pöyhönen, (2005) mewacanakan Intellectual capitall sebagai kapabilitas organisasi untuk menciptakan, melakukan transfer, dan mengimplementasikan pengetahuan.

(Nahapiet & Ghoshal, 1998) merujuknya sebagai knowledge dan knowing capability yang dimiliki oleh sebuah kolektivitas sosial. Definisi ini digunakan mereka dengan pertimbangan kedekatannya dengan konsep modal manusia, salah satu unsur modal intelektual yang oleh Fitz-Enz, (2000) disebut sebagai katalisator yang mampu mengaktifkan intangibles, komponen lain yang inactive. Secara eksplisit, definisi ini terkesan tidak cukup memadai untuk menjelaskan secara empiris sampai sejauh mana cakupan makna intellectual capital, dalam kedua komponen tersebut, knowledge dan knowing capability. Namun, dalam penjelasannya, mereka membedakan dua jenis pengetahuan, yakni pengetahuan individual, baik yang eksplisit (disebut conscious knowledge oleh Spender) maupun yang tacit (automatic knowledge), serta pengetahuan sosial yang juga terdiri atas yang eksplisit (objectified knowledge) dan yang tacit (collective knowledge)

Bentuk nyata intellectual capital seperti desain produk yang kreatif dan unik yang tidak dimiliki oleh pesaing bisnis, teknologi yang lebih canggih, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, yang perlu disadari oleh top management dan pemilik perusahaan adalah aset yang sebenarnya adalah manusia bukan aset fisik yang dapat dilihat. Oleh karena itu, program-program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan staf sangat diperlukan demi untuk memupuk aset yang nantinya dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Intangible asets masuk dalam kategori goodwill.

Bollen, Vergauwen, & Schnieders, (2005) menjelaskan bahwa modal intelektual telah dipandang sebagai bagian integral dari perusahaan dalam proses penciptaan nilai, dan semakin memainkan peran penting dalam mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Modal intelektual didefinisikan sebagai aset tidak berwujud yang mencakup teknologi, informasi pelanggan, nama merek, reputasi, dan budaya perusahaan yang sangat berharga untuk daya saing perusahaan. Dalam lingkungan bisnis modern, modal intelektual dianggap sebagai aset strategis terpenting bagi kesuksesan perusahaan (Rezaei et al., 2014)

Menurut Pulic (1998) tujuan utama dalam ekonomi berbasis pengetahuan adalah menciptakan nilai tambah (VA). Untuk dapat menciptakan VA membutuhkan ukuran modal fisik dan potensi intelektual yang tepat. Studi tentang modal intelektual pada awalnya dilakukan oleh Bontis, Keow, & Richardson, (2000) yang meneliti dampak modal intelektual pada kinerja industri jasa dan industri non-jasa di Malaysia. Hasil pengujian diperoleh bahwa terdapat dampak positif SC yang signifikan terhadap kinerja bisnis. Puspitosari, (2016) melakukan penelitian untuk membuat ukuran modal intelektual pada bank syariah, dan hasil penelitiannya yang dikenal dengan modal intelektual syariah.

Tata kelola perusahaan dan modal intelektual juga diindikasikan sebagai variabel yang dapat berdampak terhadap keberlanjutan perusahaan (Hashim et al., 2015) (Akhtar et al., 2015). GCG diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan melalui manajemen berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran (Cadbury Committee, 1992).

Meningkatnya pemahaman atas pentingnya pengungkapan intellectual capital terhadap kinerja perusahaan berbanding lurus dengan penelitian atas pengukurannya.Banyak metode pengukuran intellectual capital yang telah dikembangkan, salah satunya yaitu metode The Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAIC merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menciptakan nilai secara efisien dengan memanfaatkan keberadaan modal fisik (physical capital) dan modal intelektual (intellectual capital) untuk memberikan nilai tambah (value added).

Perusahaan yang memiliki nilai VAIC tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dapat mengombinasikan keberadaan sumber daya yang dimiliki, mulai dari dana-dana keuangan, human capital, structural capital hingga customer capital. Dan dengan adanya pengelolaan yang baik, maka kinerja perusahaan pasti akan mengalami peningkatan pula. Sebuah perusahaan dikatakan mempunyai keunggulan kompetitif apabila dapat menciptakan nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain dalam industrinya. Namun lebih lanjut dikatakan hal yang paling penting adalah menjaga keberlanjutan dari keunggulan kompe-titif tersebut atau yang biasa disebut sebagai sustained competitive advantage (Hafidhah, 2021). Keunggulan kompetitif dalam RBT merupakan penciptaan abnormal profit (Peteraf 1993) atau tingkat kembalian di atas ratarata (above average returns) dengan memanfaatkan fitur-fitur khusus yang dimiliki perusahaan (Huang et al., 2011). Keunggulan kompetitif dapat dibedakan menjadi 2, yaitu keunggulan kompetitif berbasis logistik (Porter 1985) dan keunggulan kompetitif berbasis sumber daya (Purnomo, 2013).

Untuk memiliki kekuatan sebagai nilai tambah (value added), perusahaan harus memperbaiki kondisi internal perusahaan itu sendiri. Banyak faktor yang dapat membuat perusahaan menjadi lebih kokoh di mata pasar yang ditunjukkan bukan hanya dari aset fisik yang dimiliki, walaupun sangat penting tapi juga ditunjukkan dengan aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan. aset yang tidak berwujud tersebut seperti jumlah stockholder equity yang positif, kekuatan pada financial performance, kemampuan intelektual perusahaan dalam efisiensi biaya yang ditemukan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan kekuatan dalam persaingan, hingga inovasi yang terus menerus yang dalam hal ini disebut intellectual capital atau modal intangible yang dapat meningkatkan financial performance dan competitive perusahaan (Hartati, 2014).

Pengungkapan intellectual akuntansi dapat dilihat dalam laporan keuangan perusahaan di dalam program pelatihan dan belanja SDM untuk selanjutnya dampaknya dapat dilihat pada free cash flow (FCF). Pengungkapan dianggap oleh teori agensi sebagai mekanisme yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dan konflik serta mengontrol kinerja manajer, sehingga manajer didorong untuk mengungkap voluntary information seperti intellectual capital disclosure (Erdianthy & Djakman, 2014).

 

Bagaimana Metode Pengukurannya

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu pengukuran yang tidak menggunakan penilaian moneter pada intellectual capital dan pengukuran yang menggunakan penilaian moneter.

Berikut ini adalah pengukuran intellectual capital yang berbasis non moneter :

1)   The Balanced Scorecard

Dikembangkan oleh (Kaplan, 2009).BSC menerjemahkan misi organisasi dan strategi kedalam sistem pengukuran kinerja yang komprehensif yang menyediakan kerangka untuk pengukuran strategi dan sistem manajemen. Dalam BSC tidak hanya menekankan pencapaian kinerja keuangan tetapi hubungan sebab akibat kinerja non keuangan dan kinerja keuangan. BSC digunakan sebagai pengukuran IC dengan memonitor kemajuan kapabilitas dan pertumbuhan pengakuisisan aset tidak berwujud (van, berg). Berikut 4 perspektif Balance score Card. a. Perspektif keuangan, Bagaimana perusahaan melihat pemegang saham, seperti bagaiman cash flow dan profitabilitas perusahaan b. Perspektif pelanggan, Bagaimana customer melihat perusahaan. Seperti harga dibandingkan dengan harga competitor dan rating produk. c. perspektif bisnis internal, Terkait bagaimana kita harus unggul dalam siklus produksi. d. perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Bagaimana kita meningkatkan dan menciptakan nilai sebagai contoh percentase penjualan dari produk baru.

2)  Brooking`s Technology Broker Method (1996).

(Brooking et al., 1998) dalam mendesain model intellectual capital perusahaan yang terdiri dari : Market asset, human centered assets, Intellectual property assets, Infrastuctural assets. Market assets terdiri dari merek, customer, jalur distribusi dan kolaborasi bisnis. Intellectual property assets termasuk diantaranya paten, hak cipta. Human centered assets diantaranya termasuk pendidikan, pengetahuan dan kompetensi. Asset infrastructure termasuk diantanya proses manajemen, sistem informasi teknologi, kerja sama dan sistem keuangan.

Brooking dalam vanberg melakukan survey untuk menganalisis indicator IC dengan menggunakan 20 pertanyaan yang meliputi human centered asset, infrastructure asset, intellectual property asset dan market asset. Untuk menganalisis lebih dalam setiap bagian dianalisis melalui 158 pertanyaan tambahan dan jawaban dari pertanyaan menggunakan skala likert.

3)  The Skandia IC Report Method oleh Edvinsson dan Malone (1997) adalah kumpulan dari suatu metode untuk mengukur Intangibles, yang dipelopori oleh Leif Edvinsson dari Skandia.

Navigator tersebut terdiri dari atas suatu pandangan menyeluruh dari pencapaian hasil dan prestasi. Susunan dari Skandia Navigator adalah sangat simple tetapi canggih. Lima fokus area atau perspektif tersebut, mencakup area kepentingan yang berbeda-beda. Setiap area menggambarkan proses dari penciptaan nilai. Skandia Navigator memfasilitasi pengertian yang menyeluruh dari organisasi dan nilai tersebut dibuat meliputi 5 fokus area :

a)     Financial focus, dari Skandia Navigator menggambarkan tentang outcome keuangan dari aktifitas kita. Beberapa tampak terlihat sebagai penerimaan. Disini suatu tempat dimana kita telah menentukan tujuan jangka panjang dan juga suatu bagian yang dengan kondisi lebih luas untuk cara pandang yang lain.Hal ini mungkin menghasilkan keuntungan dan perkembangan yang diharapkan para pemilik modal dari kita.

b)    Customer focus, memberikan suatu tanda mengenai sebagus apa suatu organisasi memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari customer melalui produk dan jasa. Sebagai contoh , berapa banyak penurunan dari penjualan untuk pelanggan baru ? Kapan waktunya hal tersebut dibandingkan dengan pelanggan yang telah ada ? atau seberapa loyal pelanggan kita ? hal itu menunjukkan suatu gambaran dari luar hingga kedalam perusahaan . Sehingga sangat penting bagi kita untuk mengetahui kebutuhan para pelanggan.

c)     Process focus, dari Skandia Navigator didapat gambaran mengenai proses aktual dalam menciptakan barang dan pelayanan yang menjadi keinginan para pelanggan. Sebagaimana pertanyaan tertutup seperti bagaimana kita menangani bagian customer support ? Bagian focus area juga memiliki hubungan dengan proses internal. Apakah kita bekerja dengan cara yang efektif ? Apakah kita bekerja dengan perilaku yang tepat ? Menghubungkan hal itu dapat menjadikan penting dari structural capital.

d)    Renewal dan development focus berguna untuk menenangkan situasi dalam peremajaan suatu organisasi dan menjadi bagian dari ketahanan. Apakah langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang harus kita ambil pada saat ini untuk memastikan keuntungan serta pertumbuhan jangka panjang ? Apakah yang dibutuhkan yang menjadikan suatu perusahaan dapat mencapai dan mengembangkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memenuhi rasa puas dari kebutuhan para pelanggan ? e. Human focus dari Skandia Navigator adalah jantung dari suatu organisasi dan hal itu sangat penting didalam menciptakan nilai-nilai suatu organisasi.

Proses dalam penciptaan pengetahuan digambarkan dalam suatu tempat tertentu. Hal ini juga penting bagi karyawan merasa gembira dengan lingkungan kerjanya, dengan karyawan yang merasa puas akan mendorong mereka untuk memuaskan para pelanggan, menciptakan perbaikan bagi perusahaan untuk hasil penjualan.

Pengaruh Langsung Islamic Intelectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Syariah

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Ulum, (2013) menyatakan bahwa intellectual capital memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan di masa depan. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian oleh (Firer & Mitchell Williams, 2003) yang menyatakan intellectual capital memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian ini didukung oleh hasil wawancara dengan praktisi bank syariah "B" yang mengatakan bahwa modal intelektual yang terdiri dari HC, SC dan modal yang digunakan telah berpengaruh terhadap kinerja keuangan bank syariah.

 

 

 

Penerapan Islami Corporate Governance

Menurut Haya, Indrawati, & Djasuli, (2022) Perusahaan harus menerapkan lima prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi serta kewajaran. Kelima prinsip tersebut dibutuhkan untuk membantu perusahan mencapai tujuannya. Prinsipprinsip Good Corporate Governance dalam perspektif islam atau Islamic Corporate Governance (ICG) antara lain:

1)    Shiddiq, yaitu memastikan bahwa pengelolaan yang dilakukan menjunjung tinggi nilai kejujuran;

2)    Tabligh, yaitu secara berkesinambungan mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang prinsip-prinsip, produk dan jasa;

3)    Amanah, yaitu Mengikuti prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana secara ketat untuk menciptakan rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dengan pihak pengelola dana;

4)    Fathanah, artinya memastikan bahwa pengelolaan dilakukan secara profesional dan kompetitif, termasuk didalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesatuan serta penuh rasa tanggungjawab. Menurut Hartono, (2018) terdapat dua sifat dari Islamic Corporate Governance ICG.

Pertama, semua aspek kehidupan, etika, dan sosial perusahaan harus relevan dengan hukum Islam. Kedua, ICG harus terkait dengan etika bisnis dan prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan Islam termasuk yang terkait dengan perintah zakat, pelarangan riba, larangan spekulasi, dan perintah untuk mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan profit and loss sharing. Solusi dari permasalahan tersebut adalah konsep tata kelola perusahaan dalam perspektif Islam atau adanya Islamic Corporate Governance (ICG).

Sementara konsep tata kelola perusahaan secara tradisional bisa memecahkan masalah pemerintah secara umum, tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah pemerintah yang terkait dengan hukum Syariah. Dalam penerapan konsep tata kelola perusahaan tidak terlepas dari kinerja karyawan. Dalam hal ini, karyawan dirasa harus memiliki kemampuan dalam memahami jenis perusahaan dan strategi dalam perusahaan tersebut. Istilah kinerja atau yang dikenal dengan performance, adalah tolak ukur suatu karyawan dalam menjalankan seluruh tugas yang ditargetkan pada karyawan, sehingga kinerja adalah upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja disuatu perusahaan perupakan hal yang penting untuk dilakukan (Dehotman, 2016)

 

Kesimpulan

Dari analisis literatur yang dilakukan didapatkan bahwa Islamic Corporate Governance dan Islamic Intelectual Capital yang diterapkan pada perbankan syariah memiliki potensi pengaruh terhadap Maqashid Syariah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance menurut pandangan Islam atau Islamic Corporate Governance (ICG) diantaranya Shiddiq, Tablih, Amanah, dan Fathanah dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan yang ditandai dengan hasil pekerjaan karyawan yang baik seperti pelayanan dan produktivitas sehingga dapat menarik masyarakat untuk memberikan sponsor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbankan syariah akan mampu meningkatkan layanan dan kinerjanya melalui maqashid syariah dengan konsep Islamic Corporate dan Islamic Intelectual Capital yang diterapkan.  Modal intelektual dipandang sebagai bagian integral dari perusahaan dalam proses penciptaan nilai, dan semakin memainkan peran penting dalam mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Modal intelektual didefinisikan sebagai aset tidak berwujud yang mencakup teknologi, informasi pelanggan, nama merek, reputasi, dan budaya perusahaan yang sangat berharga untuk daya saing perusahaan. Dalam lingkungan bisnis modern, modal intelektual dianggap sebagai aset strategis terpenting bagi kesuksesan perusahaan.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Akhtar, R., Boustani, L., Tsivrikos, D., & Chamorro-Premuzic, T. (2015). The engageable personality: Personality and trait EI as predictors of work engagement. Personality and Individual Differences, 73, 44–49.

Bollen, L., Vergauwen, P., & Schnieders, S. (2005). Linking intellectual capital and intellectual property to company performance. Management Decision, 43(9), 1161–1185.

Bontis, N., Keow, W. C. C., & Richardson, S. (2000). Intellectual capital and business performance in Malaysian industries. Journal of Intellectual Capital, 1(1), 85–100.

Brooking, A., Board, P., & Jones, S. (1998). The predictive potential of intellectual capital. International Journal of Technology Management, 16(1–3), 115–125.

Dehotman, K. (2016). Pengaruh pendidikan terhadap kinerja karyawan Baitul Mal Wat-Tamwil di provinsi Riau. JEBI (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 1(2), 217–234.

Erdianthy, D., & Djakman, C. D. (2014). Pengungkapan Modal Intelektual, Proporsi Komisaris Independen dan Kinerja Bank di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Mataram, 24–27.

Firer, S., & Mitchell Williams, S. (2003). Intellectual capital and traditional measures of corporate performance. Journal of Intellectual Capital, 4(3), 348–360.

Fitz-Enz, J. (2000). The ROI of human capital: Measuring the economic value of employee performance. AMACOM Div American Mgmt Assn.

Hafidhah, Q. (2021). Perluasan Pemasaran Selada Menggunakan E-commerce pada CV Casa Farm Bandung.

Hartati, N. (2014). Intellectual Capital Dalam Meningkatkan Daya Saing: Sebuah Telaah Literatur. Jurnal Etikonomi, 13(1).

Hartono, N. (2018). Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance (ICG) Dan Intellectual Capital (IC) Terhadap Maqashid Syariah Indeks (MSI) Pada Perbankan Syariah Di Indonesia. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syari’ah, 10(2), 259–282.

Hashim, K. F., Tan, F. B., & Rashid, A. (2015). Adult learners’ intention to adopt mobile learning: A motivational perspective. British Journal of Educational Technology, 46(2), 381–390.

Haya, A. F., Indrawati, S., & Djasuli, M. (2022). Analisis Islamic Corporate Governance Dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Karyawan Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomika Dan Bisnis, 2(1), 879–882.

Huang, P., Xiao, A., Zhou, M., Zhu, Z., Lin, S., & Zhang, B. (2011). Heritable gene targeting in zebrafish using customized TALENs. Nature Biotechnology, 29(8), 699–700.

Kaplan, R. S. (2009). Conceptual foundations of the balanced scorecard. Handbooks of Management Accounting Research, 3, 1253–1269.

Nahapiet, J., & Ghoshal, S. (1998). Social capital, intellectual capital, and the organizational advantage. Academy of Management Review, 23(2), 242–266.

Purnomo, R. (2013). Resource-Based View dan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan: Sebuah Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Jay Barney (1991). Proceeding of International Conference Sustainable Competitive Advantage, 1(1).

Puspitosari, I. (2016). Pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan pada sektor perbankan. EBBANK, 7(1), 43–53.

Rezaei, P. S., Shafaghat, H., & Daud, W. M. A. W. (2014). Production of green aromatics and olefins by catalytic cracking of oxygenate compounds derived from biomass pyrolysis: A review. Applied Catalysis A: General, 469, 490–511.

Smedlund, A., & Pöyhönen, A. (2005). Intellectual Capital Creation in Regions: A Knowledge System Approach,[in] Bounfour A., Edvinsson L., eds,“Intellectual Capital for Communities, Nations, Regions and Cities.” Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford.

Ulum, M. C. (2013). Governance dan capacity building dalam manajemen bencana banjir di Indonesia. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 4(2), 69–76.

 

 

 

Copyright holder:

Odjie Samroji (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: