Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 5, Mei 2024
GERAKAN TRANSNASIONAL GRETA THUNBERG DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP POLITIK LINGKUNGAN INDONESIA
Verdinand
Robertua1, Riskey Oktavian2, Vanessa Cherylzka Christiani
Mamesah3, Manuel Christio Hutajulu4, Jordy Adonia
Hamonangan5
Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia1,2,3,4,5
Email: [email protected]1, [email protected]2,
cherylzkavannesa@gmail.com3, [email protected]4,
Abstrak
Pada tahun 2019, Greta Thunberg meluncurkan gerakan bernama
“Fridays4Future” (FFF). Gerakan demonstrasi ini menjadi gerakan demonstrasi
perubahan iklim terbesar di dunia, dimana kurang lebih 4 juta orang yang
tersebar di 150 negara, ikut melaksanakan demonstrasi atas masalah perubahan
iklim. Greta Thunberg jug menggunakan media sosial untuk menggerakan follower-nya. Sebagai negara dengan
penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan
Tiongkok, Indonesia dihadapkan dengan komitmennya untuk mengurangi emisi
karbonnya sebanyak 29% di tahun 2030 sesuai dengan komitmen Indonesia di
perjanjian Paris. Studi ini bertujuan menganalisis implikasi gerakan
transnasional Greta terhadap politik lingkungan Indonesia, penelitian ini
mengambil data primer dari diskusi terbatas dengan aktivis lingkungan yang
terafiliasi dengan Teens Go Green, 350.org, Beecoms Indonesia dan Free Fossil
UKI. Data sekunder akan diperoleh melalui surat kabar, media elektronik, jurnal
dan buku serta publikasi resmi lainnya. Temuan yang dihasilkan penelitian ini
memperkuat dampak positif gerakan transnasional Greta ke politik lingkungan
Indonesia. Dampak positif yang pertama adalah peningkatan jumlah penggemar
Greta di Indonesia seperti yang ditunjukkan Salsabilla Khairunisa. Kedua, Greta
menginspirasi organisasi kepemudaan di Indonesia untuk mengambil strategi
konfrontatif terhadap perusahaan dan negara di dalam komitmen Perjanjian Paris.
Dampak Positif yang ketiga adalah aktivisme digital menjadi strategi yang lebih
banyak digunakan oleh organisasi kepemudaan di Indonesia dalam memperjuangkan
isu-isu lingkungan yang terinspirasi dari gerakan transnasional Greta.
Kata
kunci: Greta Thunberg, Gerakan Transnasional, Aktivisme Digital, Politik
Lingkungan Indonesia, SDGs.
Abstract
In 2019, Greta Thunberg
launched a movement called "Fridays4Future" (FFF). This demonstration
movement became the largest climate change demonstration movement in the world,
where approximately 4 million people spread across 150 countries, participated
in demonstrations on the issue of climate change. Greta Thunberg also uses
social media to mobilize her followers. As the third largest carbon emitter in
the world after the United States and China, Indonesia is faced with its
commitment to reduce its carbon emissions by 29% by 2030 in accordance with
Indonesia's commitment in the Paris agreement. Through a study on the
implications of Greta's transnational movement on Indonesia's environmental
politics, this research draws primary data from limited discussions with
environmental activists affiliated with Teens Go Green, 350.org, Beecoms
Indonesia and Free Fossil UKI. Secondary data will be obtained through
newspapers, electronic media, journals and books as well as other official
publications. The findings produced by this study reinforce the positive impact
of Greta's transnational movement on Indonesia's environmental politics. The
first positive impact is the increase in the number of Greta fans in Indonesia
as shown by Salsabilla Khairunisa. Second, Greta inspires youth organizations
in Indonesia to adopt a confrontational strategy towards companies and
countries within the commitments of the Paris Agreement. The third positive
impact is that digital activism is a strategy that is more widely used by youth
organizations in Indonesia in fighting for environmental issues inspired by the
transnational movement Greta.
Keywords: Greta Thunberg, Transnational Movement, Digital
Activism, Indonesian Environmental Politics, SDGs.
Pendahuluan
Generasi muda saat ini adalah kategori populasi manusia yang terbesar yang pernah dikenal dunia. Saat ini, ada 1,2 miliar pemuda berusia 15 hingga 24 tahun, terhitung 16 persen dari populasi global. Pada tahun 2030, jumlah tersebut diproyeksikan tumbuh sebesar 7 persen menjadi hampir 1,3 miliar. Meskipun jumlah kaum muda sebenarnya bertambah, jumlah kaum muda dalam total populasi diperkirakan akan menurun setelah tahun 2020 karena kaum muda saat ini bertambah tua dan berkontribusi pada pertumbuhan ukuran relatif kelompok usia lainnya.
Greta Thunberg adalah seorang pemudi kelahiran 3 Januari 2003 asal Stockholm, Swedia. Kedua orang tua Greta tidak memiliki latar belakang aktivis. Ibu Greta Thunberg Malena Ernman, seorang penyanyi opera dan ayahnya, Svante Thunberg, adalah seorang aktor. Namun, ayah Greta adalah keturunan dari Svante Arrhenius yang merupakan pencipta model efek rumah kaca dan mendapatkan Nobel Prize of Chemistry pada tahun 1903. Kedua orang tua Greta hidup normal seperti orang-orang pada umumnya namun Greta memaksa kedua orang tuanya untuk menjadi vegetarian dan berhenti menggunakan pesawat terbang sejak tahun 2016 (Rahmayanti, 2022).
Greta sendiri mengidap sindrom perkembangan individu yang berpengaruh pada komunikasi non-verbal dan interaksi sosial yang sedikit berbeda yang disebut dengan Asperger's Syndrome atau gangguan spektrum autisme (ASD). Seseorang dengan Asperger cenderung memiliki fokus akan satu hal dan pada Greta Thunberg, ketertarikan tersebut ada pada perubahan iklim. Maka di usianya yang masih terbilang muda, Greta memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang segala hal yang berkaitan dengan perubahan iklim. Dilansir dari laman Britannica, gadis ini mulai mempelajari tentang perubahan iklim sejak usianya masih delapan tahun. Sejak saat itu, Greta mulai hidup sebagai vegan dan menolak bepergian dengan pesawat (Britannica, 2019).
Tabel 1. Profil
Greta Thunberg
Nama Lengkap |
Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg |
Tempat/Tanggal Lahir |
Stockholm, 3 Januari 2003 |
Kewarganegaraan |
Swedia |
Akun Media Sosial |
@GretaThunberg (Instagram) |
Afiliasi |
Fridays for Future |
Penghargaan |
TIME PERSON OF THE YEAR 2009 |
Publikasi |
The Climate Book (Penguin Books, 2022) No One is Too Small To Make Difference
(Penguin Books, 2019) |
Sumber: Tim Peneliti
Time’s magazine menobatkan Greta menjadi Person of the Year pada tahun 2019. Majalah TIME’s memberikan penghargaan tersebut karena keberanian Greta menyerukan pendapatnya dan menginspirasi banyak orang untuk melakukan aksi untuk menyelamatkan iklim. Greta memiliki slogan 'Friday for Future' dimana ia akan membolos sekolah setiap hari jumat untuk berdemo menyuarakan tentang pentingnya climate change sambil membawa tulisan skolstrejk for klimatet yang berarti bolos sekolah untuk iklim.
Alasan Greta Thunberg menjadi aktivis lingkungan yang pertama adalah karena dia merasa bahwa generasinya tidak mempunyai masa depan, jika masalah iklim ini tidak segera diselesaikan. Lalu Greta Thunberg juga memberikan kritiknya kepada para pemimpin dan industri dunia, karena menurutnya, para pemimpin dan industri dunia ini tidak mampu mengeluarkan langkah dan kerja nyata mengenai bagaimana cara menyelesaikan masalah iklim yang semakin lama dibiarkan, semakin parah. Menurut Greta Thunberg, industri juga banyak yang melakukan greenwashing, dimana mereka mempromosikan bahwa barang barang mereka ramah lingkungan, namun mereka melakukan hal tersebut hanya untuk menarik pelanggan. Greta Thunberg juga memberikan tuntutan kepada parlemen Swedia, agar segera mencari solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dari aksinya ini, pada tahun 2019, Greta Thunberg berhasil kedalam nominasi Nobel Peace Prize sebagai aktivis masalah iklim (Hartwell et al., 2021).
Greta Thunberg memiliki pengaruh yang besar terhadap anak muda di seluruh dunia. Dia menjadi simbol dan inspirasi bagi anak-anak muda yang ingin berperan dalam perjuangan lingkungan dan mengambil tindakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Dia juga telah menjadi pembicara yang diakui secara internasional dan telah menjadi perwakilan yang kuat untuk generasi muda dalam pertemuan-pertemuan global tentang perubahan iklim. Greta memulai kampanyenya pada tahun 2018, pada awalnya dia hanya melakukan aksi protesnya didepan Gedung parlemen Swedia, dengan membawa spanduk bertuliskan “Strike School for Climate”. Hal ini yang membuat namanya dikenal di mancanegara. Banyak anak – anak diseluruh dunia terinspirasi atas aksinya, seperti yang diberitakan oleh BBC, sebanyak 20.000 siswa di seluruh dunia, mulai dari Inggris – Jepang, mogok sekolah untuk melakukan protes mengenai masalah iklim (BBC News Indonesia, 2029).
Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Peningkatan suhu bumi tidak hanya mempengaruhi peningkatan suhu bumi tetapi juga perubahan sistem iklim yang mempengaruhi banyak aspek alam dan mengubah kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas kehidupan manusia ketersediaan air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem pesisir. Dampak perubahan iklim sebagai berikut:
1) Penurunan Kualitas Air: Curah hujan yang berlebihan akan menurunkan
kualitas air. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
konsentrasi klorin dalam air bersih.
2) Penurunan Kuantitas Air: Pemanasan global akan meningkatkan jumlah
air di atmosfer, yang akan meningkatkan curah hujan. Meskipun peningkatan curah
hujan memang dapat meningkatkan jumlah sumber air minum, curah hujan yang
terlalu banyak menyebabkan kemungkinan besar air akan kembali ke laut secara
langsung, tanpa waktu penyimpanan di sumber air yang sesuai untuk digunakan
manusia.
3) Mengganggu Kesehatan Manusia: Perubahan iklim menyebabkan banyak
masalah lingkungan. Yang mulai terjadi adalah mencairnya es di kutub-kutub bumi
sehingga menyebabkan permukaan air naik sehingga menimbulkan banjir. Selain
itu, kondisi cuaca ekstrim telah terjadi baru-baru ini. Misalnya musim kemarau
panjang.
4) Gagal panen akibat kekeringan: Pemanasan global menyebabkan
perubahan iklim yang berdampak pada serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini
disebabkan karena tidak terputusnya siklus perkembangan hama tanaman.
5) Cuaca tidak menentu: Menyebabkan para nelayan tidak bisa melaut,
cuaca juga membuat jumlah ikan di laut turun tajam, dan hasil tangkapan
berkurang. Ini secara otomatis memengaruhi pendapatan harian setiap orang.
Climate change menyebabkan perubahan berkepanjangan dalam sistem iklim kita, dan konsekuensinya akan semakin fatal jika kita tidak segera bertindak. Climate change ini menimbulkan kerugian tahunan rata-rata akibat gempa bumi, tsunami, badai tropis, dan banjir diperkirakan mencapai ratusan miliar dolar, membutuhkan sejumlah besar uang setiap tahun hanya untuk manajemen risiko bencana. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang dan membantu mengurangi bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim (Bernauer, 2013). Sehingga dalam SDGs Indikator No.13 yaitu Penanganan Perubahan Iklim terdapat beberapa target yang terdiri dari:
1) 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara.
2) 13.2 Mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan nasional.
3) 13.3 Meningkatkan pendidikan, penumbuhan kesadaran, serta kapasitas manusia dan kelembagaan terkait mitigasi, adaptasi, pengurangan dampak dan peringatan dini perubahan iklim.
4) 13.a Melaksanakan komitmen negara maju pada the United Nations Framework Convention on Climate Change untuk tujuan mobilisasi dana bersama sebesar 100 miliar dolar Amerika per tahun pada tahun 2020 dari semua sumber untuk mengatasi kebutuhan negara berkembang dalam konteks aksi mitigasi yang bermanfaat dan transparansi dalam pelaksanaannya dan mengoperasionalisasi secara penuh the Green Climate Fund melalui kapitalisasi dana tersebut sesegera mungkin.
5) 13.b Menggalakkan mekanisme untuk meningkatkan kapasitas perencanaan dan pengelolaan yang efektif terkait perubahan iklim di negara kurang berkembang, negara berkembang pulau kecil, termasuk fokus pada perempuan, pemuda, serta masyarakat lokal dan marjinal.
Menjadi menarik untuk diteliti terkait dampak gerakan transnasional Greta Thunberg ke politik lingkungan Indonesia. Indonesia juga memiliki komitmen untuk melaksanakan Perjanjian Paris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 mengenai Ratifikasi Perjanjian Paris dan Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Sesuai dengan National Determined Contribution (NDC), Indonesia memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi karbonnya sebesar 29% di tahun 2030. Sebagai negara dengan penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok, Indonesia seharusnya menjadi pemimpin di dalam isu perubahan iklim. Keterbatasan anggaran finansial dan teknologi serta ilmu pengetahuan menjadi penghambat terbesar bagi Indonesia di dalam merealisasikan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbonnya sebanyak 29% di tahun 2030 sesuai dengan komitmen Indonesia di perjanjian Paris. Masyarakat sipil Indonesia terus memperjuangkan anggaran yang lebih besar agar terjadi percepatan pengurangan emisi dan gerakan transnasional Greta memotivasi masyarakat sipil Indonesia untuk mendorong Pemerintah Indonesia lebih serius di dalam merealisasikan komitmenya di Perjanjian Paris.
Selain itu, begitu banyak masyarakat sipil Indonesia yang mempertanyakan terkait komitmen Indonesia tersebut termasuk Fridays for Future Indonesia. Dilansir dari website Fridasy For Future Indonesia (fridaysforfutureid.org), komitmen Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim dipertanyakan melihat kenyataan bahwa sebagian wilayah Jakarta sudah terendam air laut dan pengolahan tambang nikel Indonesia yang berdampak buruk bagi masyarakat di sekitar tambang. Sehingga, studi ini bertujuan menganalisis implikasi gerakan transnasional Greta terhadap politik lingkungan Indonesia.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Menurut Grønmo (2019), sifat filsafat post-positivisme adalah landasan dalam metode penelitian kualitatif. Landasan ini digunakan oleh peneliti dalam pengambilan dan pengumpulan sampel data hingga analisis data. Dalam analisis data peneliti menganalisis secara induktif maupun kualitatif untuk memperkuat hasil analisis yang lebih mendalam. Peneliti menggunakan teknik-teknik tersebut untuk dijadikan sebagai instrumen kunci untuk menunjang keberlangsungan penelitian. Peneliti fokus pada kondisi ilmiah yang merupakan objek dalam bereksperimen.
Dalam hal ini peneliti menfokuskan penelitiannya dalam menganalisa implementasi gerakan transnasional Greta Thunberg dan implikasinya terhadap Politik Lingkungan Indonesia. Peneliti juga menggunakan jenis kualitatif tipe deskriptif analitik. Menurut Neuman (2014), metode deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau juga memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya dengan memusatkan penelitian kepada masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.
Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah sumber data primer dan data sekunder. Data sekunder berasal dari buku dan majalah atau sumber ilmiah, arsip berupa dokumen pribadi atau juga dokumen resmi. Peneliti akan menggunakan sumber data dari bahan bacaan seperti jurnal ilmiah, buku, serta informasi dari media massa di internet. Bahan bacaan yang digunakan oleh peneliti adalah bacaan yang bertemakan dan berhubungan dengan implementasi gerakan transnasional Greta Thunberg dan implikasinya terhadap Politik Lingkungan Indonesia.
Untuk metode deskriptif analitik, penelitian ini memperoleh data dengan menggunakan teknik wawancara secara mendalam dengan lima informan kunci. Informan kunci pertama dalam adalah Executive Director of Teens Go Green Indonesia dan National Steering Committee Board GEF SGP Indonesia yaitu Bambang Sutrisno. Bambang memulai gerakan kepemudaan dalam isu-isu lingkungan sejak belajar di SMA Negeri 13 Jakarta. Minat dan semangat diteruskan dengan membentuk Teens Go Green yang diteruskan ketika Bambang berkuliah di Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia. Kini Bambang aktif dalam menghasilkan pemimpin muda untuk pergerakan isu-isu lingkungan melalui organisasi Teens Go Green.
Informan kunci kedua yang diwawancarai juga berasal dari masyarakat sipil yaitu Dian Paramita. Dian adalah Indonesia Digital Organizer di 350.org. Ketertarikan Dian dalam gerakan kepemudaan dan isu-isu lingkungan tumbuh sejak aktif di 350.org. 350.org adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang aktif mengadvokasi pemuda dalam menghadapi bencana iklim. Kantor pusat 350.org berada di Brooklyn, New York, Amerika Serikat. Saat ini terdapat 350.org memiliki perwakilan di 23 negara dengan fokus gerakan dalam transisi energi fosil ke energi bersih. Informan kunci ketiga adalah Rieke Amru, Co-Founder dan Chief Executive Officer of Beecoms Indonesia. Rieke telah memiliki pengalaman yang panjang dalam dunia jurnalistik. Di Berita Satu, Rieke pernah menjadi host sebuah talk show yang membahas isu-isu lingkungan yang bernama Green Talk. Bersama Beecoms Indonesia, Rieke fokus di dalam akselerasi kolaborasi dunia usaha dalam pencapaian Sustainable Development Goals.
Informan dari pengurus yang terkait dan bertugas di Fossil Free UKI (FF UKI). FF UKI merupakan organisasi pemuda yang memperjuangkan isu-isu lingkungan dan kepemudaan. FF UKI merupakan bagian dari implementasi kerjasama antara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia dengan 350.org. Kerjasama ini terkait dengan pelaksanaan tridharma Perguruan Tinggi dan kegiatan pendukung tridharma. Saat ini terdapat tiga aktivis yang bertugas melaksanakan kegiatan FF UKI yaitu Tasya Avrielia, Pinkan Astina Hermawan dan Febriani Nainggolan. Ketiga aktivis tersebut adalah mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia.
Hasil dan Pembahasan
Dampak Gerakan
Transnasional Greta ke Indonesia
Berdasarkan pemikiran Gemmill dan Bamidele-Izu (2002), terdapat empat fungsi dari masyarakat sipil yaitu fungsi advokasi, fungsi informasi, fungsi implementasi dan fungsi pengawasan. Keempat fungsi tersebut dibagi lagi ke dalam dua pendekatan utama yaitu pendekatan konfrontatif dan kerjasama. Fungsi advokasi dan fungsi pengawasan melekat dengan pendekatan konfrontatif sedangkan metode kerjasama digunakan dalam fungsi implementasi dan informasi.
Greta mewakili pendekatan konfrontatif yang fokus ke dalam fungsi pengawasan dan advokasi. Greta berargumentasi bahwa negara bangsa telah gagal dalam merealisasikan komitmennya dalam Perjanjian Paris sehingga korban manusia akan lebih banyak lagi akibat dari cuaca ekstrim dan kenaikan tinggi air laut. Greta mendorong pemuda di seluruh dunia untuk mengambil bagian di dalam mengawasi kinerja pemerintahan di negaranya masing-masing sehingga para pemimpin negara bangsa bersikap lebih serius di dalam implementasi komitmennya di dalam Perjanjian Paris.
Berbeda dengan Greta, Pemerintah Republik Indonesia menginginkan pemuda Indonesia melekat kepada pendekatan kerjasama yang berfokus kepada fungsi implementasi dan informasi. Sebagai contoh, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana merekomendasikan para pemuda mengambil bagian di dalam mengembangkan start-up/internet of things untuk aplikasi penghematan energi, melakukan pendampingan bagi masyarakat dalam pengembangan energi baru terbarukan, memanfaatkan potensi setempat menjadi bahan bakar seperti bioethanol dari aren, membantu sosialisasi/kampanye pentingnya penggunaan EBT, dan memanfaatkan limbah menjadi energi (ESDM RI, 2022).
Teknik konfrontasi yang dilakukan Greta dalam advokasi isu-isu lingkungan makin terlihat ketika Greta Greta melakukan sabotase dalam kampanyenya. Thunberg berpartisipasi dalam gangguan pengiriman di pelabuhan bersama penyelenggara protes dari Ta Tillbaka Framtiden (Take Back the Future). Thunberg dan lainnya ditangkap pada 19 Juni oleh Kepolisian Swedia, setelah mereka berhasil memblokir lalu lintas di fasilitas tersebut. Thunberg aktif berkomentar dari protes tersebut, bahkan mempublikasikan foto memegang tanda bertuliskan “Jag blockerar tankbilar” (Saya memblokir tanker) sambil berdiri di depan sebuah truk tangki. Keikutsertaannya dalam protes di Malmö dikonfirmasi dalam konten media sosialnya:
Today,
for the third day in a row, young activists from @tatillbakaframtiden have
blocked oil tankers in the Malmö oil harbour. The climate crisis is already a
matter of life and death for countless people. We choose to not be bystanders,
and instead physically stop the fossil fuel infrastructure. We are reclaiming
the future.
Aksi tersebut terjadi di Flintrännegatan, Malmö dan beberapa polisi dikerahkan untuk menangani gangguan lalu lintas tersebut. Polisi juga memfilmkan urutan peristiwa—khususnya bagian di mana para aktivis diminta bergerak. Kepolisian Swedia menjelaskan bahwa mereka awalnya membiarkan para aktivis duduk dan menyampaikan pendapatnya. Polisi melihat bagaimana sembilan pengunjuk rasa duduk di jalan untuk memblokir truk, dan sebagian dari mereka bergerak di sekitar area dan mengganggu mobil.
Sekitar tiga puluh truk dihentikan saat melewati jalan, menurut perkiraan Kepolisian Swedia. Ketika polisi merasa gangguannya terlalu besar, para pengunjuk rasa diarahkan ke luar jalur lalu lintas. Panggilan dilakukan dalam bahasa Inggris dan Swedia. Tetapi empat aktivis menolak dan diangkat dari tempat kejadian. Di Swedia, merupakan kejahatan untuk tidak mematuhi perintah petugas polisi. Para peserta aksi diseret oleh polisi. Setidaknya satu dari mereka telah didakwa di Pengadilan Distrik Malmö yaitu Greta Thunberg. Greta Thunberg akan dipanggil ke persidangan di Pengadilan Distrik Malmö, yang dijadwalkan untuk sementara pada akhir Juli.
Pidato Greta yang paling terkenal adalah pada saat di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pidatonya menunjukkan posisinya yang jelas untuk menolak kompromi damai yang ditawarkan oleh negara bangsa dan korporasi. Bahkan, Greta mengancam akan terus melanjutkan praktik konfrontasi dan dilakukan dalam jumlah yang lebih besar. Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Greta mengungkapkan kekesalannya:
How
dare you pretend that this can be solved with just ‘business as usual’ and some
technical solutions? With today’s emissions levels, that remaining CO2 budget
will be entirely gone within less than 8 ½ years. You are failing us. But the
young people are starting to understand your betrayal. The eyes of all future
generations are upon you. And if you choose to fail us, I say: We will never
forgive you. “We will not let you get away with this. Right here, right now is
where we draw the line. The world is waking up. And change is coming, whether
you like it or not (United Nations, 2019)
Pemuda-pemudi
Indonesia pendukung/penggemar Greta
Dampak gerakan transnasional Greta yang pertama adalah munculnya pendukung radikal Greta di berbagai negara termasuk Indonesia. Begitu banyak pemuda Indonesia mengambil peran seperti yang dilakukan oleh Greta. Menurut Abidin, Brockington, Goodman, Mostafanezhad dan Richey (2020), aktivisme Greta termasuk di dalam celebrity environmentalism. Abidin dan tim mendefinisikan celebrity environmentalists sebagai “individuals who enjoy public recognition, public support environmental causes, and benefit from their sustained public appearances in any form of media. These media are typically shared with shareholders employed to manage the appearances of the celebrity and who use their fame to advocate, fundraise, lobby, and/or create awareness of environmental causes”
Abidin dan tim menekankan bahwa siapa saja dapat menjadi selebriti lingkungan asalkan individu tersebut memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan selalu muncul secara konsisten di media. Greta merupakan siswi sekolah menengah yang belum pernah memiliki pengalaman di dunia politik dan dunia hiburan tetapi memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan selalu muncul secara konsisten di media. Oleh karena itu, Abidin dan tim mengkategorisasikan Greta ke dalam kelompok “ordinary people”. Terdapat sembilan kelompok celebrity environmentalism dan sebagian besar selebriti termasuk ke dalam kelompok ilmuwan, artis, pengusaha, dan aktivis. Sebagai selebriti, aktivitas Greta ditiru oleh banyak penggemar/pendukungnya di berbagai negara termasuk di Indonesia.
Dalam penelusuran tim peneliti, seorang pemudi yang bernama Salsabila Khairunisa telah melakukan demonstrasi seperti yang dilakukan Greta. Dalam sebuah website, Salsabila Khairunisa atau yang dipanggil Abil menyampaikan:
Waktu masyarakat mendengar tentang Mogok Sekolah buat Melestarikan Hutan
di bulan Januari 2020, banyak yang menanggapi dengan “Oh,
itu kerjaan yang berhubungan dengan Greta Thunberg” pertama, itu tidak
mengganggu pikiran saya tapi itu sangat bagus untuk mendidik masyarakat.
Setelah media arus utama menggambarkan saya sebagai “Greta nya Indonesia” baru
saya menyadari itu adalah salah. Saya menolak di cap sama dengan DIA tapi
“masyarakat kita” masih tetap melanjutkan (Kairunissa,
2021).
Keterangan ini
disampaikan dalam sebuah website Correspondents of the World, sebuah website
yang memiliki verifikator berita dan bekerja dalam ruang yang lintas batas
negara. Abil merupakan salah satu content
creator dalam Correspondents of the World. Gaya kampanye Abil menyerupai
apa yang dilakukan Greta yaitu menggunakan teknik mogok sekolah disertai dengan
tulisan poster yang memprotes kegagalan mitigasi perubahan iklim. Gerakan mogok
sekolah dilakukan Abil dengan berdemonstrasi di depan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Selain itu, Abil menginisiasi gerakan Jaga
Rimba. Berkat aktivismenya, Abil termasuk dalam BBC’s 100 Women pada tahun
2020.
BBC’s 100 Women
merupakan penghargaan yang diberikan oleh BBC’s Network of World Service
Languages dan dipilih berdasarkan riset yang dilakukan BBC terhadap pemberitaan
di media daring selama 12 bulan terakhir. BBC memilih kandidat yang menjadi
tajuk utama atau pemberitaan penting serta berkontribusi bagi masyarakat.
Topik-topik pemberitaan yang dipilih merupakan topik yang masih dalam
perdebatan seperti perjuangan hak reproduksi wanita dan isu-isu perubahan
iklim. Penghargaan BBC’s 100 Women sudah dilaksanakan sejak tahun 2013.
Aktivitas Greta yang
ditiru oleh penggemarnya juga terjadi dengan celebrity environmentalist lainnya seperti penampilan Leonardo
DiCaprio yang berjanggut dan berkacamata di atas gletser yang mencair atau
Schwarzenegger bertopi keras yang dikelilingi api hutan yang terbakar.
Mengingat penekanan pada visual dan kontribusi penampilan mereka, selebriti
lingkungan tidak sekadar menerjemahkan dan menyebarkan fakta, kata-kata, dan pengetahuan
rasional tentang perubahan lingkungan global. Sebaliknya, mereka menumbuhkan
respons emosional pada penonton dan ekosistem publik yang lebih luas. Dalam hal
ini, selebriti lingkungan membingkai pengaruh melalui pertunjukan, narasi, dan
penceritaan.
Peningkatan
taktik konfrontasi dalam gerakan lingkungan di Indonesia
Selain Abil, terdapat
banyak pemuda yang menggunakan teknik konfrontatif dalam perjuangan
perlindungan lingkungan hidup. Para pemuda tersebut tergabung dalam berbagai
komunitas dan organisasi seperti 350.id, Climate Rangers, dan Greenpeace.
Global Climate Strike adalah teknik konfrontatif pemuda yang dilakukan di
berbagai kota di berbagai negara dan salah satunya termasuk Indonesia. Di
Indonesia, sudah tiga tahun Global Climate Strike dilaksanakan dan salah satu
tuntutan pemuda adalah menghentikan aksi korporasi yang masih membiayai
pembangkit listrik berbasiskan batu bara.
Konfrontasi yang
dilakukan pemuda menjadi sesuatu yang dianggap aneh karena di masa orde baru
aktivisme pemuda diarahkan hanya ke strategi kerjasama. Pemuda diharapkan
menjadi agen Pemerintah di dalam mengimplementasikan agenda pembangunan
Pemerintah. Kritik pedas terhadap Pemerintah akan segera ditanggapi dengan
kriminalisasi aktivis pemuda. Begitu banyak contoh kriminalisasi terhadap
aktivis pemuda akibat kritik pedas terhadap pemerintah.
Kultur submisif yang
dibangun di masa pemerintahan Orde Baru sulit untuk dihilangkan dalam waktu
singkat. Aktivis pemuda menjadi kekuatan politik yang menumbangkan era Suharto
dan salah satu ciri era Reformasi adalah jaminan perlindungan hukum terhadap
aktivis pemuda. Namun sayangnya, era Reformasi masih belum bisa menjamin utuh
kebebasan dan perlindungan hukum terhadap aktivis pemuda.
Peningkatan strategi
konfrontatif didasarkan kepada peningkatan kesadaran pemuda bahwa krisis iklim
merenggut masa depan pemuda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan
Cerah Indonesia, sekitar 82% pemuda Indonesia merasa khawatir dengan isu
kerusakan iklim. Isu-isu lingkungan hidup ternyata sangat penting bagi kelompok
Generasi Z yang berusia 17-26 tahun. Temuan ini dilaporkan oleh Yayasan Cerah
Indonesia dan Indikator yang melaksanakan survei nasional perubahan Iklim pada
9-16 September 2021 kepada 4.020 responden (Yayasan
Cerah Indonesia, 2022).
Pengaruh Greta tidak
secara langsung mendorong pemuda Indonesia untuk melaksanakan strategi
konfrontatif. Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan oleh tim peneliti,
keputusan untuk melakukan aksi demonstrasi terkait krisis iklim didasarkan
kepada observasi pemuda atas ancaman krisis iklim terhadap masa depan Indoensia.
Tetapi apa yang dilakukan oleh Greta menginspirasi aktivis lingkungan Indonesia
untuk bersikap konfrontatif terhadap Pemerintah Indonesia dan korporasi.
Meskipun dihadapkan dengan kritik pedas dari para pendukung industri karbon,
Greta tetap tenang dan terus melanjutkan perjuangannya melawan ketidakadilan
krisis iklim. Semangat Greta menular kepada aktivis lingkungan dengan berbagai
kegiatan yang berbeda dengan apa yang dilakukan Greta tetapi tetap berada di
dalam perjuangan melawan ketidakadilan krisis iklim.
“Kita melihat memang gerakan anak muda ini bukan serta-merta langsung
begitu saja. Ada banyak tantangan yang mereka hadapi, utamanya adalah tantangan
eksternal. Tantangan eksternal terkait dengan, kita melihat kebanyakan anak
muda itu masih belum dianggap menjadi suara commons atau publik. Sehingga
kebanyakan suara anak muda itu sering diabaikan. Kemudian yang internal,
kebanyakan gerakan kaum muda, masih temporer, tidak konsisten. Mungkin
teman-teman disini sebagai anak muda juga merasa khawatir. Kalau teman-teman
terlalu kritis, gerakan teman-teman khawatir diintervensi” (Sutrisno,
2023).
Dari kutipan wawancara
di atas, intervensi pemerintah terhadap gerakan pemuda dianggap sebagai ancaman
terhadap pemuda aktivis lingkungan. Meskipun demikian, Abil dan beberapa
organisasi kepemudaan tetap mengambil sikap konfrontatif terhadap kegagalan
pemerintah dalam krisis iklim.
Aktivisme
Digital
Aktivisme digital di
Indonesia semakin marak akibat gerakan transnasional Greta. Bukan hanya
strategi konfrotatif yang ditiru oleh aktivis lingkungan di Indonesia, tetapi
juga taktik penggunaan media sosialnya. Di dalam Instagram Greta, terdapat
publikasi rutin gerakan protes yang dilakukan Greta dengan sebuah tema yang
menjadi ciri khas Greta yaitu foto poster yang berisikan perintah bagi
pemerintah untuk mengambil langkah serius dalam mitigasi krisis iklim.
Instagram Greta secara konsisten mempublikasikan kegiatannya di Instagram dan
memperoleh tanggapan yang beragam dari pengguna internet.
Instagram masih menjadi
primadona bagi pemuda Indonesia dalam dunia media sosial. Saat ini Instagram
dikonsumsi oleh 89,15 juta masyarakat Indonesia dan termasuk aktivis lingkungan
Indonesia. Aktivis lingkungan yang diwawancarai oleh tim peneliti juga serius
mengembangkan strategi komunikasi melalui Instagram dengan tema yang menyerupai
Greta dimana terdapat poster yang berisikan kalimat perintah untuk pemerintah
dan perusahaan. Free Fossil UKI secara konsisten mempublikasikan kegiatannya di
Instagrammnya.
“Nah kenapa sih anak muda itu berperan. Nah kita lihat kondisi Indonesia selalu ini berdasarkan data dari BPS, sebagian besar komposisi penduduk Indonesia demografi kita itu memang didominasi oleh kamu muda. Nah mungkin teman-teman disini kebanyakan lagi ada di Gen Z ya kemudian milenial. Nah Gen Z aja dengan milenial ketika kita jumlahkan itu jumlahnya sudah hampir lebih dari 50%. Nah itulah komposisi penduduk kita di Indonesia 50%nya lebih adalah kaum muda dimana karakteristiknya itu mereka punya rasa percaya diri yang tinggi. Ambisius. Kemudian terbuka menghadapi perubahan. Kemudian juga sudah kenal dengan aktivisme digital. Dan kemudian untuk Gen Z sendiri, karena mereka ketika baru lahir mungkin sudah dekat dengan adanya teknologi internet maka mereka cakap terhadap berbagai teknologi yang ada saat ini. Kemudian lebih cepat belajar. Kreatif dan menyukai tantangan. Dan secara umum anak muda itu biasanya menjunjung tinggi kebebasan, egaliter dan adaptif” (Sutrisno, 2023).
Aktivisme digital
sebenarnya sudah berkembang sangat pesat di dunia Barat sejak popularitas
Facebook. Dengan semakin banyaknya media sosial seperti Instagram atau X,
aktivisme digital pun menjadi opsi yang sangat menarik bagi para aktivis
termasuk aktivis lingkungan. Menurut Van Laer dan Aeist dalam Zahira dan
Hermanadi (2021), aktivisme digital dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu aktivisme berbasis internet dan aktivisme dengan dukungan internet. Email
bomb dan hacking adalah contoh aktivisme berbasis internet sedangkan pertemuan
dan demonstrasi transnasional adalah bagian dari aktivisme didukung internet.
Berdasarkan tipologi Van Laer dan Aeist, tim peneliti menyimpulkan bahwa
gerakan transnasional Greta adalah gerakan transnasional dengan dukungan internet.
Greta secara aktif
memanfaatkan media sosialnya dan jaringan yang terafiliasi dengan Greta pun
seperti Fridays for Future mengandalkan media sosial sebagai media publikasi
dan komunikasi. Mengapa gerakan transnasional dengan dukungan internet semakin
populer? Keuntungan yang ditawarkan internet adalah penyediaan ruang
partisipasi politik tanpa halangan dana. Bahkan, aktivis pun dapat melancarkan
gerakan lingkungan dalam skala global tanpa halangan geografis. Keterbatasan
Greta dalam penyediaan dana dan ruang dilawan dengan internet yang memberikan
kesempatan bagi Greta dan pendukungnya dalam penyebaran informasi yang berbeda
dengan media mainstream.
“Kalau teman-teman ada yang follow IGnya? Follow ya? Saya kadang-kadang
suka iseng apa yang di-post Greta. Terus, itu komentar bukan lagi 100-200 ya.
Ribuan sampai 12.000 saya lihat pernah. Tapi kadang-kadang kalau saya mau
membaca, ada yang memuji, ada juga yang mencaci. Jadi, waktu awal saya lihat,
aneh ya, wah ada ya yang gasuka? Jadi, gimana rasanya kalau jadi Greta” (Amru,
2023).
Menjadi masalah dalam
aktivisme digital adalah kesenjangan digital. Masih banyak warga negara yang
belum menikmati akses internet dan belum memiliki literasi digital. Akibatnya,
aktivisme digital hanya dilakukan dan melibatkan masyarakat kota yang terdidik
dan lebih sejahtera. Literasi digital juga menjadi penting karena penyediaan
akses internet tidak selamanya disertai dengan kebebasan dalam internet. Di
berbagai negara, terjadi peningkatan kegiatan sensor terhadap berita, gagasan dan
bahkan gerakan yang dianggap mengancam legitimasi pemerintahan yang berkuasa.
Kriminalisasi Aktivis Lingkungan sebagai Momok bagi
Aktivis Lingkungan
Di dalam Studi
Lingkungan Global, belum banyak dibahas tentang suasana psikologis yang dialami
oleh para aktivis lingkungan. Kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan
seringkali menimbulkan efek jera bagi masyarakat dalam memperjuangkan hak
lingkungan hidup. Apalagi perusahaan energi berbasis batu bara didukung oleh
politisi, semakin menambah efek getar bagi para aktivis yang berusaha
menghentikan pertumbuhan industri energi fosil. Wacana yang dibawa oleh Greta
adalah mengenai masa depan para pemuda yang terancam. Dalam kondisi yang
terancam, pemuda sudah seharusnya berani mempertanyakan, bahkan memprotes pemerintah
yang bertanggungjawab terhadap komitmen iklim. Wacana Greta yang menggunakan
pendekatan ancaman membuat resah pemimpin dunia sehingga timbul pendapat dan
argumentasi yang kontra terhadap perjuangan Greta.
Berdasarkan 2.800 kasus
konflik lingkungan hidup di seluruh dunia, Scheidel, et.al (2020) menyajikan analisis komprehensif mengenai ancaman
kriminalisasi, kekerasan fisik, dan pembunuhan terhadap pembela lingkungan
hidup. Mereka berpendapat bahwa komunitas adat adalah bagian masyarakat yang
paling rentan terhadap risiko kriminalisasi, kekerasan fisik, dan pembunuhan.
Berta Isabel Cáceres Flores adalah salah satu aktivis yang dibunuh oleh orang
asing. Berta aktif memprotes rencana pemerintah Honduras membangun bendungan di
kawasan komunitas Berta. Proyek bendungan mengancam ekosistem hutan dan merusak
wilayah hidup masyarakat adat. Dia telah diancam karena penolakan aktifnya
terhadap rencana tersebut. Polisi Honduras telah melakukan penyelidikan dan
belum menangkap tersangka.
Terdapat kasus kriminalisasi
terhadap aktivis lingkungan hidup dalam kasus Tanjung Benoa. Polda Bali
menangkap I Gusti Putu Dharmawijaya dan I Made Jonantara karena tuduhan
degradasi simbol negara (BBC
News Indonesia, 2029). Keduanya merupakan
aktivis ForBali. Polisi menuding mereka merendahkan simbol negara dengan
menurunkan bendera Indonesia. Aktivis ForBali dan masyarakat setempat memprotes
penangkapan tersebut karena tidak ada bukti kuat adanya aktivitas kriminal. I
Gusti Putu Dharmawijaya, dan I Made Jonantara dibebaskan setelah adanya protes
masyarakat.
Greta effect ke
Indonesia masih belum efektif karena kultur submisif yang masih belum
bertransformasi menjadi pemuda pendobrak. Dobrakan pemuda masih terganjal
akibat ketakutan terhadap penggunaan alat kekerasan oleh pemerintah terhadap
gerakan oposisi. Di dalam wawancara yang dilakukan oleh tim peneliti, salah
satu narasumber mempertanyakan komitmen perguruan tinggi di dalam menjamin
kebebasan pemuda dalam berekspresi (Amru, 2023)(Amru,
2023). Perguruan tinggi pun
masih terjebak di dalam kultur submisif terhadap agenda Pemerintah. Ketika
pemuda pendobrak hadir, perguruan tinggi justru meresponsnya dengan sanksi
administratif atau akademik.
“Yang terjadi di Swedia Greta Thunberg itu bisa lulus dari sekolah dengan status Excellent padahal setiap minggu dia bolos. Bagaimana sistem yang seperti itu akan bisa lebih memotivasi atau memunculkan kreativitas dari mahasiswa daripada yang dibatasi oleh peraturan. Terdapat tiga tingkat respons dari mahasiswa terhadap krisis iklim, tahu, sadar, dan siaga. Level terakhir adalah siaga, dimana kondisi psikologisnya adalah sedang terancam. Ini yang dirasakan Greta. Kalau sudah merasa terancam ya dia akan marah. Seorang mahasiswa Italia pindah ke Swedia hanya karena merasakan ancaman seperti yang dirasakan Greta (Amru, 2023)”
Meskipun demikian,
aktivisme transnasional Greta menghadirkan turbulensi politik dalam gerakan
kepemudaan. Para pemimpin negara mulai khawatir terhadap terkikisnya legitimasi
politik akibat gerakan kepemudaan yang lebih radikal. Respons yang diberikan
oleh Putin dan Trump mencerminkan ketakutan yang berlebihan terhadap Greta.
Kegagalan negara bangsa dalam mencegah kenaikan suhu global yang disuarakan
oleh Greta seharusnya ditanggapi dengan program kerja yang berfokus kepada
afirmasi korban yang terdampak krisis iklim dan percepatan transformasi energi
bersih.
Pemuda pendobrak
seharusnya dilibatkan lebih aktif di dalam proses pengambilan kebijakan dalam
mitigasi krisis iklim. Jurang antara aktivisme politik dengan realita politik
dapat dipersempit apabila pemimpin negara bangsa mengadopsi strategi komunikasi
yang inklusif. Bagi para pengambil kebijakan, keberadaan pemuda aktivis dapat
menghadirkan spektrum tantangan yang lebih relevan dengan kondisi masyarakat
dan bagi para pemuda aktivis, keterlibatannya di dalam tata kelola lingkungan
memaksa para pemuda menghasilkan lebih banyak riset dan inovasi yang dapat
diterapkan bagi masyarakat.
Quo Vadis Politik Lingkungan Indonesia
Masyarakat madani merupakan cita-cita Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Pluralisme, kebebasan berpendapat dan pengawasan pemerintah merupakan indikator utama dari masyarakat madani. Tanpa adanya masyarakat madani, tidak akan ada demokrasi. Masyarakat madani tidak bisa dikotakkan sebagai gerakan kemandirian berhadapan dengan negara tetapi harus diperluas dengan implementasi nilai-nilai kemanusiaan seperti kebebasan, keadilan, persamaan dan pluralisme (Lalu & Darmawan, 2016).
Greta Thunberg dapat dilihat sebagai tokoh yang ingin mewujudkan masyarakat madani. Gas Rumah Kaca yang diproduksi negara kaya telah menyiksa kaum lemah di negara miskin. Perusahaan-perusahaan tambang tidak peduli dengan kehidupan hewan dan tumbuhan yang punah akibat eksploitasi tambang yang terjadi. Negara tidak mengimplementasikan praktik-praktik berintegritas sehingga terjadi korupsi di industri pertambangan. Greta Thunberg melakukan perlawanan terhadap negara agar nilai-nilai kemanusiaan dilaksanakan negara dengan optimal.
Greta memiliki kekuatan pengaruh politik yang besar untuk mempengaruhi persepsi masyarakat khususnya pemuda. Berdasarkan hasil penelitian Jung, Petkanic, Nan dan Kim (2020), terjadi pergolakan opini masyarakat Amerika Serikat dan Inggris atas gerakan lingkungan Greta. Pemimpin dunia yang berasal dari Eropa dan Amerika Serikat terbelah persepsinya terhadap Greta dan memberikan komentar khusus terkait Greta. Menjadi pertanyaan adalah bagaimana respons masyarakat Indonesia terhadap gerakan lingkungan yang dilakukan Greta.
Kalau melihat Greta Thunberg sebagai perwakilan masyarakat madani, masyarakat Indonesia secara umum mendukung perjuangan Greta. Eksploitasi sumber daya alam menjadi masalah serius bagi berbagai kota, kabupaten, desa dan masyarakat adat sehingga peran negara dituntut lebih efektif di dalam penanganan masalah-masalah lingkungan. Masalah limbah penambangan nikel dan polusi udara di Jakarta merupakan isu lingkungan yang akhir-akhir ini dibahas secara intensif di masyarakat.
Greta memperlihatkan bahwa pemuda memiliki ruang yang terbatas dalam pengelolaan sumber daya alam. Ketika Greta begitu marah terhadap para pemimpin dunia akibat inkonsistensi kebijakan dalam mitigasi perubahan iklim, respons para pemimpin dunia seperti Donald Trump dan Vladimir Putin justru mengabaikan peringatan Greta tersebut. Bahkan terkesan memojokkan apa yang dilakukan Greta.
Indonesia relatif ambigu dalam menghadapi gerakan pemuda dalam isu-isu lingkungan. Di satu sisi, pemerintah mendukung pembangunan ekonomi yang berbasiskan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemuda. Di sisi lain, protes dan kritik terhadap pemerintah dalam dukungan terhadap perusahaan batu bara dan polutan tidak direspons dengan komentar negatif atau bahkan kampanye hitam. Figur politik yang paling keras dalam mengkritisi gerakan kemasyarakatan dalam isu-isu lingkungan adalah Luhut Panjaitan. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi mengancam mengaudit Greenpeace akibat kampanye negatif terhadap industri energi Indonesia.
Bahkan, dua aktivis lingkungan telah menjadi terdakwa atas kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan. Kriminalisasi masih menjadi momok bagi aktivis dalam memperjuangkan keadilan iklim. Ketika Greta Thunberg berhasil menjadi tokoh idola bagi pemuda dalam gerakan perjuangan keadilan iklim, pemuda Indonesia masih takut untuk menjadi pemuda pendobrak karena faktor ancaman kriminalisasi. Fatia Maulidiyanti adalah salah seorang pemuda yang berani mengkritisi penempatan tentara Indonesia di Papua secara masif.
Greta sama sekali tidak
menunjukkan ketakutan dalam wajahnya dan bahkan makin meningkatkan intensitas
kritiknya terhadap perilaku pemimpin negara tersebut. Keberanian Greta tersebut
tertular ke ratusan pemuda di berbagai negara termasuk Indonesia. Intensitas
konfrontasi yang dilakukan pemuda semakin meningkat setelah Greta semakin
dikenal oleh publik. Semula para pemuda tidak menjadi kekuatan politik kini
menjadi sebuah pasukan elit yang siap mendobrak panggung pemerintah dan
oligarki industri energi fosil. Para pemuda menjadi pasukan elit yang
bersenjatakan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan berbicara di depan
publik yang meyakinkan.
Kesimpulan
Sosok Greta Thunberg telah membuat kaget pemimpin dunia. Seorang remaja dari Swedia telah dinobatkan sebagai Person of The Year dari majalah Time di tahun 2019 dan memiliki pendukung setia dari berbagai negara yang terafiliasi dengan Fridays for Future. Di balik kesuksesan Greta, banyak pemimpin dunia yang mengkritik strategi aktivisme transnasional Greta yang konfrontatif. Bahkan, Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump mengatakan bahwa Greta memiliki masalah mengatur emosinya. Strategi konfrontatifnya menginspirasi banyak aktivis muda di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengaruh Greta terlihat melalui peningkatan strategi konfrontatif, gerakan massa, dan aktivisme digital dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan. Namun, tantangan masih ada, terutama terkait kebebasan dan kriminalisasi aktivis lingkungan. Studi ini merekomendasikan perlunya jaminan kebebasan bagi aktivis agar gerakan seperti yang dipimpin Greta dapat berhasil dan tidak terpojok oleh kekuatan politik yang berlawanan.
BIBLIOGRAFI
Abidin, C., Brockington, D., Goodman,
M. K., Mostafanezhad, M., & Richey, L. A. (2020). The tropes of celebrity
environmentalism. Annual Review of Environment and Resources, 45,
387–410.
Amru, R. (2023). Greta Effect. (V.
Robertua, Interviewer).
BBC News Indonesia. (2029). Kisah Greta
Thunberg, remaja yang menantang pemimpin dunia di konferensi perubahan iklim
COP25. indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-50697434
Bernauer, T. (2013). Climate Change
Politics. Annual Review Political Science. Thomas Bernauer.
https://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev-polisci-062011-154926
Britannica. (2019). Greta Thunberg, in
full Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg Swedish environmental activist who
worked to address the problem of climate change, founding (2018) a movement
known as Fridays for Future.
https://www.britannica.com/explore/savingearth/greta-thunberg
ESDM RI. (2022). Festival Energi
Terbarukan, Ajang Startup EBT Bertemu Para Investor. Dirjen EBTKE.
https://ebtke.esdm.go.id/post/2022/06/06/3171/festival.energi.terbarukan.ajang.startup.ebt.bertemu.para.investor
Gemmill, B., & Bamidele-Izu, A. (2002).
The Role of NGOs and Civil Society in Global Environmental Governance. In
Global Environmental Governance: Options & Opportunities.
Grønmo, S. (2019). Social research methods:
Qualitative, quantitative and mixed methods approaches. Social Research
Methods, 1–592.
Hartwell, M., Keener, A., Coffey, S.,
Chesher, T., Torgerson, T., & Vassar, M. (2021). Brief report: Public
awareness of Asperger syndrome following Greta Thunberg appearances. Journal
of Autism and Developmental Disorders, 51, 2104–2108.
Jung, J., Petkanic, P., Nan, D., & Kim,
J. H. (2020). When a girl awakened the world: A user and social message
analysis of Greta Thunberg. Sustainability, 12(7), 2707.
Kairunissa, S. (2021). I Am Not the
Indonesian Greta Thunberg. Correspondents of the World.
https://correspondentsoftheworld.com/story/i-am-not-the-indonesian-greta-thunberg
Lalu, M., & Darmawan. (2016). Wacana
Civil Society (Masyarkat Madani) Di Indonesia. Jurnal Sosiologi Reflektif,
10(2), 35–64.
Neuman, W. L. (2014). Social Research
Method: Qualitative and Quantitative Research Method. Pearson Education
Limited.
Rahmayanti, Y. (2022). Profil Greta
Thunberg, Aktivis Lingkungan yang Mencibir Andrew Tate setelah Pamer Mobil di
Twitter. Tribunnews.Com.
https://www.tribunnews.com/internasional/2022/12/30/profil-greta-thunberg-aktivis-lingkungan-yang-mencibir-andrew-tate-setelah-pamer-mobil-di-twitter
Scheidel, A., Del Bene, D., Liu, J., Navas,
G., Mingorría, S., Demaria, F., Avila, S., Roy, B., Ertör, I., & Temper, L.
(2020). Environmental conflicts and defenders: A global overview. Global
Environmental Change, 63, 102104.
Sutrisno, B. (2023). Greta Effect. (V.
Robertua, Interviewer).
Yayasan Cerah Indonesia. (2022). Survei
Nasional Perubahan Iklim. Yayasan Cerah Indonesia.
https://www.cerah.or.id/api-storage/publication/yAxslz3FtghtNKd5n7q1pyAoWjoJ5VEwgLBlFh6T.pdf
Zahira, D., & Hermanadi, H. (2021).
Memetakan Aliran Aktivisme Digital: Sebuah Pergerakan Sosial. Center for
Digital Society (CFDS), 6.
Verdinand Robertua, Riskey Oktavian, Vanessa Cherylzka Christiani Mamesah, Manuel, Christio Hutajulu, Jordy Adonia Hamonangan (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |