Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
6, Juni 2024
PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK MENUJU PERFECT SUPPLIER ORDER
FULFILLMENT SEBAGAI UPAYA MENGHADAPI DISRUPSI LOGISTIK
Ahmad Afifudin Noviantoro1*, Elisa Kusrini2
Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, Indonesia1,2
Email:
[email protected]1*, [email protected]2
Abstrak
Kinerja supply chain di PT. ABC masih perlu dilakukan
pengembangan sebab seringkali disrupsi logistik yang dipengaruhi oleh pemasok
masih terjadi sehingga isu ketahanan rantai pasok dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan menjadi perhatian yang perlu dicari solusinya.
Analisa manajemen rantai pasok terutama pada aspek
ketahanan (resilience) penting bagi PT. ABC yang terus berupaya untuk
mengembangkan kinerja dan produktivitas perusahaannya. Tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui sejauh mana ketahanan rantai pasokan di PT. ABC dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan serta menghasilkan strategi yang harus dilakukan untuk
meningkatkan ketahanan rantai pasokan di PT. ABC. Pendekatan dalam penelitian
ini menggunakan Model SCOR-DS (Digital Standard) dalam scope resilience dan
reliability sebagai performance attribute-nya. Hasil analisis menunjukkan
ketahanan rantai pasokan di PT. ABC masih belum stabil dengan persentase
capaian leadtime supply oleh supplier hanya memperoleh nilai 67,29%, sedangkan
target capaiannya adalah 90% yang berarti supplier belum mampu mensuplai dalam
waktu maksimal 7 hari. Project improvement yang harus dilakukan meliputi
procurement terms & conditions review, freight carrier delivery performance
evaluation, dan regular reconciliation meetings sebagai prioritas pertama, lalu
consignment inventory sebagai prioritas kedua.
Kata Kunci: Resilience, Disrupsi,
Lead Time, SCOR-DS
Abstract
Supply chain performance at PT. ABC still needs to
be developed because often logistics disruptions influenced by suppliers still
occur so that the issue of supply chain resilience in meeting customer needs is
a concern that needs to be solved. Supply chain management analysis, especially
on the resilience aspect, is important for PT. ABC continues to strive to
develop the performance and productivity of its company. The purpose of this
study is to determine the extent of supply chain resilience at PT. ABC in
meeting customer needs and producing strategies that must be carried out to
improve supply chain resilience at PT. ABC. The approach in this study uses the
SCOR-DS (Digital Standard) Model in the scope of resilience and reliability as
its performance attributes. The results of the analysis show the resilience of
the supply chain at PT. ABC is still unstable with the percentage of leadtime
supply achievement by suppliers only obtaining a value of 67.29%, while the
target achievement is 90% which means suppliers have not been able to supply
within a maximum of 7 days. Project improvement that must be done includes
procurement terms & conditions review, freight carrier delivery performance
evaluation, and regular reconciliation meetings as the first priority, then
consignment inventory as the second priority.
Keywords:
Resilience,
Disruption, Lead Time, SCOR-DS
Pendahuluan
Ketahanan rantai
pasokan menjadi hal yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pelanggan. Gangguan
stabilitas pasokan dari supplier akan meningkatkan ketidakpastian
terhadap rantai pasokan sehingga menimbulkan disrupsi pada logistik dan rantai
pasok. Gangguan tersebut dipengaruhi dari internalitas dan eksternalitas
turbulensi pasar (Azizah & Pramandari, 2018). Hal ini disebut dengan supply
chain resilience yang merupakan kemampuan suatu rantai pasokan untuk
beradaptasi terhadap kejadian yang tidak terduga, yang dapat menimbulkan
perubahan pada rantai pasokan, serta untuk merespon dan memulihkan kondisi
rantai pasokan ke fase normal (Ahmad & Yuliawati, 2013; Akkawuttiwanich &
Yenradee, 2018; Hasibuan et al., 2018).
Supply Chain
Operation Reference Digital Standard (SCOR DS) adalah model yang menyediakan
metodologi, alat diagnostik, dan tolok ukur yang membantu perusahaan melakukan
perbaikan dramatis dan cepat dalam proses rantai pasokan. Model SCOR DS adalah
produk ASCM (sebelumnya APICS) setelah penggabungan Supply Chain Council
dan APICS pada tahun 2014 (Slamet et al., 2012). Model SCOR didirikan pada tahun
1996 dan telah diperbarui secara berkala untuk beradaptasi dengan perubahan
dalam praktik bisnis rantai pasokan (Ardhanaputra et al., 2019). SCOR tetap menjadi alat yang
ampuh untuk mengevaluasi dan membandingkan aktivitas dan kinerja rantai
pasokan. SCOR menangkap pandangan konsensus manajemen rantai pasokan. Ini
memberikan kerangka kerja unik yang menghubungkan business processes,
metrics, best practices, dan teknologi ke dalam struktur terpadu
untuk mendukung komunikasi antar mitra rantai pasokan dan untuk meningkatkan
efektivitas manajemen rantai pasokan (Aldida & Santosa, 2013; Alomar & Pasek, 2014;
Anatan & Ellitan, 2008).
PT. ABC yang juga merupakan salah satu perusahaan
kontraktor pertambangan terbesar di Indonesia sudah berpengalaman di dalam
melaksanakan kegiatan penambangan di berbagai perusahaan tambang batu bara baik
pemegang IUP maupun PKP2B. Saat ini PT. ABC memiliki 11 site project
dengan salah sataunya yaitu di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Aktivitas
penambangan PT. ABC masih tergolong muda yang baru dimulai pada bulan Juli
2022. Kinerja supply chain di PT. ABC masih
perlu dilakukan pengembangan sebab seringkali disrupsi logistik yang
dipengaruhi oleh pemasok masih terjadi sehingga isu ketahanan rantai pasok
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan menjadi perhatian yang perlu dicari
solusinya.
1) Mengetahui sejauh
mana ketahanan rantai pasokan di PT. ABC dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
2) Menghasilkan
strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan ketahanan rantai pasokan di PT.
ABC.
Metode Penelitian
Objek penelitian ini adalah peningkatan kinerja supply
chain resilience dengan pendekatan SCOR Digital Standard. Penelitian
dilakukan di PT. ABC yang merupakan perusahaan kontraktor pertambangan dengan site
yang berada di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan.
Berikut di bawah ini merupakan gambar dari diagram
alur penelitian,
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
1.
Identifikasi
Masalah
Penelitian ini
dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap kondisi yang ada di lapangan.
Hal ini bertujuan agar penelitian mengetahui apa saja permasalahan yang terjadi
di dalamnya dimana identifikasi untuk penelitian ini dilakukan terhadap kinerja
rantai pasok dengan pendekatan SCOR Digital Standard.
2.
Perumusan Masalah
Setelah
mengidentifikasi masalah yang ada pada perusahaan, selanjutnya adalah
merumuskan masalah yang tepat dan sesuai dengan yang terjadi pada perusahaan
pada proses rantai pasok. Perumusan masalah ini nantinya akan digunakan sebagai
landasan menentukan tujuan dan manfaat dari penelitian ini.
3.
Studi Literatur
Studi literatur
dilakukan melalui kajian deduktif dan kajian induktif. Studi literatur
dilakukan dengan sumber penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan maupun
sejenis untuk mengumpulkan teori yang mendukung jalannya penelitian. Selain
itu, penelitian terdahulu dapat dijadikan perbandingan maupun pertimbangan
untuk penelitian yang dilaksanakan saat ini.
4.
Pengumpulan Data
Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui observasi, wawancara dan perancangan kuisioner di perusahaan.
Data sekunder dilakukan dengan cara melakukan kajian terhadap penelitian terdahulu
dan data historis yang dimiliki perusahaan. Pengumpulan data diawali dengan
mengumpulkan data profil perusahaan kemudian melakukan identifikasi terhadap
aktivitas rantai pasok perusahaan.
5.
Pengolahan Data
a.
Pre SCOR Program Steps
Pada tahapan ini dilakukan
persiapan berupa identifikasi masalah yang ada pada perusahaan dengan
pendekatan SCOR Digital Standard. Identifikasi tersebut perlu dilakukan
guna mengetahui apa yang sebenernya harus dikembangkan. Pada tahap ini akan
memberikan penjelasan kepada perusahaan mengenai project mengunakan metode SCOR Racetrack.
b. Set the Scope
Pada tahap ini dilakukan
pemahaman tentang lingkungan bisnis dan menentukan ruang lingkup supply chain untuk program peningkatan
SCOR.
c. Configure the
Supply Chain
Pada tahap ini dilakukan
penentuan performance metrik dan
proses dari SCOR improvement program.
d. Optimize Projects
Pada tahap ini dilakukan
identifikasi daftar seluruh improvement
projects yang sudah dilakukan pada tahap sebelumnya untuk dilakukan
penilaian benefit cost dari projects tersebut, kemudian dilakukan
identifikasi processes, kemudian
menghubungkan antara performance gaps
terhadap projects, kemudian
mendokumentasikan expected benefits
atau opportunities dari masing-masing
projects, tujuan selanjutnya adalah
memprioritaskan projects yang harus
dilakukan improvement.
e.
Ready for Implementation
Melakukan pengembangan dasar
metrik yang terpilih sebagai best
practice. Setelah project sudah
disepakati oleh tim project itu
sendiri yang berpengaruh terutama memiliki benefit
dan memiliki impact yang tinggi, dan
sudah memiliki penjadwalan dan prioritas, kemudian tim masuk ke tahap kesiapan
implementasi.
6.
Analisis dan
Pembahasan Usulan Perbaikan
Setelah pengolahan
data, selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan untuk mengetahui usulan
perbaikan performance supply chain
perusahaan secara keseluruhan sesuai dengan SCOR Digital Standard.
7.
Kesimpulan dan
Saran
Kesimpulan berisi
hasil dari pengumpulan, pengolahan dan analisis data untuk menjawab tujuan
penelitian yang telah ditetapkan. Sedangkan saran merupakan pertimbangan dan
rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan penelitian selanjutnya.
Hasil dan Pembahasan
Pre SCOR Program Steps
PT. ABC bergerak di bidang
usaha kontraktor pertambangan dengan jenis dan bidang usaha pelaksanaan:
1.
Penambangan
sub-bidang penggalian, pemuatan, dan pemindahan lapisan (stripping)
batuan/tanah penutup.
2.
Pengangkutan
dengan menggunakan truk di lingkungan proyek-proyek pertambangan batubara.
Saat ini jumlah
tenaga kerja PT. ABC adalah sebanyak 1123 orang yang seluruhnya berasal dari
tenaga kerja nasional baik lokal (Provinsi Sumatera Selatan khususnya Kab.
Lahat) maupun non lokal. Departemen FALOG (Finance Accounting &
Logistics) merupakan departemen yang menjalankan aktivitas pada bidang supply
chain. Pada ruang lingkup departemen tersebut penelitian ini akan
dilakukan.
Set the Scope
1. Business Description
Departemen
FALOG terdiri dari 4 sub departemen yaitu Finance & Accounting (FA),
Procurement & Purchasing, Logistics, dan Fuel. Finance
& Accounting secara umum lebih kepada pengelolaan keuangan operasional.
Procurement & Purchasing bertanggung jawab atas pengadaan barang
hingga proses pengirimannya, sub departemen ini yang akan lebih banyak
berhubungan dengan supplier. Logistics bertanggung jawab atas
tersedianya kebutuhan sparepart serta merespon permintaan sparepart dari
Departemen Plant, sub departemen ini yang juga mengelola inventory warehouse.
Sedangkan sub departemen fuel merupakan divisi yang bertanggung jawab
atas ketersediaan bahan bakar untuk operasional.
2. Challenge and Opportunity
Berdasarkan
analisis SWOT yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
Strengths, peringkat 3 kontraktor tambang terbesar
di Indonesia, memiliki track record yang baik, memiliki peralatan dan
infrastruktur yang lengkap, serta mampu memproduksi sesuai target pelanggan.
Weaknesses, warehouse inventory amount dan Inventory
Turn Over (ITO) yang masih tinggi, perencanaan penyediaan sparepart dan
koordinasi lintas departemen yang masih kurang baik.
Opportunities, banyak perusahaan supplier yang
ingin bekerja sama, serta lokasi site yang berada di dareah pertambangan
dari hulu hingga hilir.
Threats, pesaing terus berinovasi untuk semakin
maju, serta ketidakpastian availability supplier yang masih menghantui.
3. Value Proposition
Berupaya
memenuhi permintaan Departemen Plant dalam kebutuhan sparepart dengan inventory
amount dan Inventory Turn Over (ITO) yang rendah. Berikut merupakan Key
Performance Indicator (KPI) dari sub departemen Logistic:
Tabel 1. Key Performance Indicator Sub
Departemen Logistic
Key Performance Indicator |
Target |
Ukuran Kinerja |
ITO
Sparepart (ZSPT) |
40 |
Days |
ITO Tools
& Equipment (ZTLE) |
40 |
Days |
ITO Oil
& Grease (ZOIL) |
45 |
Days |
ITO
Rotable (ZROT) |
60 |
Days |
Dead
Stock Value |
≤ 7 |
% |
Penjelasan
secara rinci KPI di atas sebagai berikut:
1.
ITO
Sparepart (ZSPT) ialah kelompok item yang merupakan komponen dari suatu
unit. Indikator ini memiliki target 40 hari. Biasanya item yang masuk ke dalam
kelompok ini tersebar di berbagai storage location (Sloc) seperti WH01 (sparepart),
WH04 (backlog), dan WH06 (undercarriage & get).
2.
ITO
Tools & Equipment (ZTLE) ialah kelompok item yang biasanya merupakan
item consumable sehingga penggunaannya tidak hanya untuk suatu unit.
Indikator ini memiliki target 40 hari. Biasanya item ini masuk ke dalam Sloc
WH01 (sparepart).
3.
ITO
Oil & Grease (ZOIL) ialah kelompok yang berupa item-item pelumas, grease,
dan chemical lainnya. Indikator ini memiliki target 45 hari. Item pada
kelompok ini biasanya masuk ke dalam Sloc WH05 (Oil & Grease).
4.
ITO
Rotable (ZROT) merupakan kelompok yang memuat item sparepart dengan
proses refurbishment. Setiap item pada indikator ini memiliki kriteria
atau batch yaitu C1 (New), C2 (Refurbished), & C3 (Damage
Core). Indikator ini memiliki target 60 hari. Kelompok ini biasanya masuk
ke dalam Sloc WH07 (Tyre) dan WH09 (Rotable).
5.
Dead Stock Value merupakan nilai dari item stock
yang telah mengendap lebih dari 360 hari, ukuran kinerja pada indikator ini
menggunakan persentase dengan target maksimal 7% dari total nilai inventory.
4. Critical Issues
Optimalisasi
pemenuhan permintaan sparepart berbenturan dengan tuntutan manajemen
untuk menurunkan inventory dan mempersingkat Inventory turn Over
(ITO).
5. Risks
Kosongnya
ketersediaan sparepart ketika ada permintaan saat sedang berupaya menurunkan
inventory.
6. Financial Performance
Dengan
kemampuan perusahaan memenuhi target produksi sehingga dibarengi dengan kondisi
finansial yang sehat.
7. Internal Profile
Rantai
pasok di PT ABC memiliki lebih dari satu aliran material, aliran dari hulu ke
hilir meliputi Plan,
Order, Source, Transform, Fulfill, dan Return. Aliran rantai pasok ini menghubungkan berbagai elemen
mulai dari user, semua divisi di Departemen FALOG, manajemen, hingga supplier/vendor.
8.
External Profile
PT. ABC memiliki cukup banyak supplier yang
sudah terikat kontrak sesuai dengan spesialisasi atau brand produknya yang
digunakan di PT. ABC.
Matriks supply
chain pada Logistic PT. ABC dibuat berdasarkan kelompok item sparepart
(ZSPT) sebagai berikut:
1.
Menuju ZSPT 5M
Menuju ZSPT 5M merupakan target manajemen Departemen
FALOG untuk menurukan inventory yang dimulai dari ZSPT. Berdasarkan
gambar 2 dapat dilihat bahwa selama tahun 2023 terjadi trend peningkatan inventory,
hanya terjadi sedikit penurunan pada bulan juli dan desember. Hal ini menjadi
perhatian manajemen terutama sehingga menuntut agar terjadi penurunan inventory
di tahun 2024.
2. Inventory Turn Over (ITO) – Sparepart (ZSPT)
ITO ZSPT memiliki target yaitu 40 hari. Berdasarkan gambar 3 dapat
diketahui bahwa selama tahun 2023 untuk capaian ITO terlihat fluktuatif namun
tidak ada yang berhasil memenuhi target 40 hari. Hal ini menjadi sorotan
manajemen dan perlu ditelusuri penyebab tingginya ITO tersebut.
3. Dead Stock Value (ZSPT)
Dead Stock Value ZSPT memiliki target maksimal 7% dari total nilai inventory ZSPT.
Item yang dianggap dead stock merupakan item yang telah mengendap lebih
dari 360 hari tanpa ada transaksi. Inventory aging overview ZSPT per
tanggal 11 Januari 2024 pada gambar 4, dapat diketahui bahwa terdapat 61 item
yang masuk ke dalam kategori dead stock (lebih dari 360 hari) dengan
nilai 1.709.548.369 rupiah atau sama dengan 22,19% dari total inventory
ZSPT. Tentu hal ini menjadi sorotan sebab masih jauh dari target manajemen
yaitu 7%.
Berdasarkan
pembahasan ruang lingkup sebelumnya, maka dirumuskan scope dalam penelitian ini yaitu Inventory Value dan Inventory
Turn Over (ITO) ZSPT yang menjadi perhatian dan fokus saat ini oleh
manajemen di Logistic PT. ABC.
1. Selection
SCOR Performance Attribute
Berdasarkan observasi yang
dilakukan di Logistic PT. ABC,
diperoleh informasi bahwa saat ini manajemen sedang menyoroti tingginya inventory
yang dimiliki PT. ABC,
serta Inventory Turn Over (ITO) yang belum memenuhi target. Manajemen
memberi perhatian khusus pada kelompok item ZSPT agar mendapat stimulus untuk
memenuhi target dari manajemen (Badawy et al., 2016;
Butdee & Phuangsalee, 2019).
Nilai inventory yang diharapkan yaitu 5 (lima) miliar rupiah, sedangkan
target ITO yang diberikan yaitu 40 hari.
Permasalahan yang mengikuti
apabila inventory ditekan hingga seminimal mungkin adalah kemungkinan
terjadinya kekosongan stok suatu item ketika ada permintaan dari customer (Chotimah
et al., 2018; Darojat & Wuryaningtyas, 2017).
Hal ini dipengaruhi juga oleh adanya disrupsi logistik yaitu ketidakpastian
kemampuan supply atau leadtime supply yang tidak konsisten dari
vendor supplier. Permasalahan ini menjadi isu berkaitan dengan ketahanan
rantai pasok yang selanjutnya bagaimana adaptasi atau solusi yang dijalankan
agar proses rantai pasok tetap berjalan dengan baik.
Berdasarkan SCOR Digital Standard, atribut
kinerja yang sesuai dengan permasalah tersebut yaitu atribut reliability (RL) dengan metriks level 1
yang sesuai yaitu RL.1.2 Perfect Supplier
Order Fulfillment (Edwards,
2018).
Reliability
dipilih sebab permasalahan yang diangkat berkaitan
dengan disrupsi atau ketidakpastian logistik, sehingga reliability (kehandalan)
menjadi aspek kinerja yang dinilai untuk meningkatkan ketahanan perusahaan
dengan memperoleh solusi-solusinya. Metriks level 1 yang tersedia ada 3, namun
yang dipilih yaitu RL.1.2 Perfect Supplier
Order Fulfillment dimana permasalahan yang diangkat berkaitan dengan
kemampuan supplier dalam memasok secara penuh serta dengan leadtime yang diharapkan.
RL.1.2 Perfect
Supplier Order Fulfillment memiliki 4 (empat) metriks level 2. Berdasarkan
data evaluasi vendor PT. ABC pada bulan Januari hingga November 2023,
selanjutnya disajikan beserta target internalnya pada tabel 2 berikut:
Tabel 2.
Matriks Kinerja Level 2
Level 2 |
Data Aktual (%) |
Target Internal (%) |
Gaps (%) |
RL.2.5 Percentage of Orders Delivered in Full from
the Supplier |
100 |
90 |
10 |
RL.2.6
Delivery Performance to Original Supplier Commit Date |
67,27 |
90 |
-22.73 |
RL.2.7
Supplier Order Documentation Accuracy |
97 |
90 |
7 |
RL.2.8
Supplier Order Perfect Condition |
99 |
90 |
9 |
Berdasarkan
metriks kinerja level 2 di atas, dapat diketahui bahwa RL.2.6 merupakan
satu-satunya metriks level 2 dengan kinerja buruk yaitu 67,27% dengan gap minus
22,73% dari target 90%. Atas dasar kinerja buruk pada RL.2.6 tersebut, maka
penelitian ini berfokus pada RL.2.6 Delivery Performance to Original Supplier
Commit Date yang
memiliki
2 (dua) metriks kinerja level 3 yaitu,
a) RL.3.15
Supplier Achievement to Original Organization Commit Date.
b) RL.3.16
Delivery Organization Location Accuracy.
2.
Collection
Detail Data
Berikut perhitungan untuk memperoleh
nilai akhir persentase achievement leadtime supply vendor:
1) Average Leadtime
Rumus,
Hasil Perhitungan,
Bulan ke-1 = 10,77 , Ach 80%
Bulan ke-2 = 23,24 , Ach 40%
Bulan ke-3 = 19,41 , Ach 60%
Bulan ke-4 = 16,85 , Ach 60%
Bulan ke-5 = 14,23 , Ach 60%
Bulan ke-6 = 15,06 , Ach 60%
Bulan ke-7 = 12,87 , Ach 80%
Bulan ke-8 = 14,06 , Ach 60%
Bulan ke-9 = 10,43 , Ach 80%
Bulan ke-10 = 12,40 , Ach 80%
Bulan ke-11 = 8,49 , Ach 80%
Rumus,
3) Location Accuracy
Rumus,
Dikarenakan semua vendor tingkat
akurasinya 100%, maka diperoleh persentase total dari location accuracy
yaitu 100%.
Tabel 3.
Ringkasan Hasil Metriks Level 3
Metriks |
Rata-Rata (%) |
||||
RL.3.15 |
Supplier Achievement to Original
Organization Commit Date |
67,27 |
|
||
RL.3.16 |
Delivery Organization Location Accuracy |
100 |
|
||
|
Tabel 4. Benchmarking
Metriks |
Rata-Rata Aktual (%) |
Target Internal (%) |
Gaps |
RL.3.15 |
67,27 |
90 |
-22,73 |
RL.3.16 |
100 |
90 |
10 |
Dijelaskan pada tabel 4 diketahui bahwa RL.3.15 memiliki nilai
yang buruk yaitu 67,27% atau gaps -22,73%, sedangkan metriks yang lain memiliki
nilai sempurna. Atas dasar hasil tersebut maka RL.3.15 perlu untuk dilakukan improvement.
Tabel 5. Why
– Analisa Permasalahan
Permasalahan |
Capaian
persentase leadtime supply
oleh supplier
berada di bawah target internal manajemen PT. ABC. |
Kenapa? |
Proses
pada internal supplier
dalam menindaklanjuti pesanan memakan waktu yang cukup lama. |
Kenapa? |
Perencanaan oleh
manajemen supplier
hingga proses expediting
yang terhambat. |
Kenapa? |
Lokasi item barang
tersedia di cabang supplier
yang jauh. |
Kenapa? |
Tidak tersedianya item
barang sesuai yang diminta sehingga perlu proses produksi. |
Kenapa? |
Forecast
penyediaan stock
pada supplier
yang kurang akurat. |
Penyebab |
Belum pernah diadakan meeting rekonsiliasi
dengan masing-masing supplier. |
Pada hasil 5 Why Analysis
di atas dapat dilihat bahwa sebab akibat tersebut
berakar dari belum pernah diadakannya meeting rekonsiliasi dengan
masing-masing vendor terkait.
5.
Fishbone
Diagram
Berdasarkan fishbone diagram pada gambar 5, dirumuskan bahwa 2 pokok
penyebab terjadinya permasalahan adalah sebagai berikut:
Gambar 5. Fishbone
Diagram
a.
Belum ada consignment oleh
vendor supplier
Consignment merupakan
komitmen oleh vendor supplier dalam menyediakan item barang di lokasi
terdekat atau bahkan berada di lokasi customer-nya langsung dengan
perjanjian kontrak item dengan customer yang harus disediakan oleh supplier
tersebut di consignment. Hal ini menjadi alternatif solusi untuk
mempersingkat leadtime supply dan proses expediting yang lama.
b.
Belum pernah diadakan meeting rekonsiliasi
Meeting rekonsiliasi
belum pernah dilakukan oleh tim Logistic PT. ABC dengan vendor supplier. Meeting
rekonsiliasi diperlukan guna memperkuat kemitraan dengan supplier
terkait. Hal ini tentu penting agar supplier bisa mengetahui isu dan
kebijakan yang sedang berjalan sehingga supplier bisa meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan harapan
customer.
Ditentukan project
yang diusulkan untuk tahap implementasi, yaitu 3 project dari usulan best
practices serta 1 project dari observasi pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Project List
Project
# |
Practices |
BP.006 Consignment
Inventory |
|
2 |
BP.042 Procurement
Terms & Conditions Review |
3 |
BP.055 Freight
Carrier Delivery Performance Evaluation |
4 |
Regular
Reconciliation Meetings |
1. BP.006 Consignment Inventory
Consignment inventory dilakukan dengan pengadaan gudang supplier di
area site, sehingga proses delivery tidak memakan waktu yang lama
karena order-an langsung diproses hanya dengan menggeser barang dari
gudang supplier di site ke gudang PT. ABC atau bahkan user
bisa langsung ambil langsung barangnya ke supplier. Secara rinci memulai
proses consignment inventory sebagai berikut:
1) Penentuan supplier yang akan dilakukan consignment.
2) Pengadaan infrastruktur gudang supplier di area
site PT. ABC.
3) Penentuan kontrak item barang yang harus disediakan
oleh supplier di gudang site.
4) Rekonsiliasi antara logistic PT. ABC dengan supplier
untuk forecasting pengambilan item, sehingga dapat disusun min-max
stock.
5) Penyusunan Standard Operational Procedure (SOP)
pengambilan item consignment, serta sosialisasi kepada pihak-pihak yang
berkaitan.
6) Monitoring readiness stock consignment secara
periodik.
2. BP.042 Procurement Terms & Conditions Review
Procurement Terms & Conditions
Review merupakan peninjauan bersama dengan
para ahli pada suatu waktu untuk mengetahui dan memahami regulasi dari setiap
proses pengadaan hingga potensi-potensi yang dapat menghambat, selanjutnya
dapat diatur strategi dan upaya-upaya untuk kelancaran proses pengadaan.
3. BP.055 Freight Carrier Delivery Performance
Evaluation
Freight Carrier Delivery Performance
Evaluation dilakukan dengan menilai kinerja
semua vendor ekspedisi yang biasa digunakan oleh supplier dalam
mengirimkan barang. Eveluasi kinerja ini dilakukan secara periodik atau tiap 6
(enam) bulan. Kriteria penilaian kinerja bisa menggunakan QCDSM sebagai
berikut:
1) Quality : Meliputi kualitas proses pengiriman hingga
kemampuan menjaga barang yang dikirimkan dalam kondisi baik.
2) Cost : Biaya yang ditawarkan.
3) Delivery : Kedisiplinan atau ketepatan waktu pengiriman.
4) Safety : Aspek keselamatan dan penggunaan APD
(Alat pelindung Diri).
5) Morale : Etika pelayanan dan komunikasi.
4. Regular Reconciliation Meetings
Meeting rekonsiliasi dengan supplier perlu dilakukan
secara periodik tiap 1 (satu) bulan sekali atau 3 (tiga) bulan sekali. Meeting
rekonsiliasi bertujuan untuk sharing kebijakan atau isu yang sekiranya
mempengaruhi proses pengadaan, maka selanjutnya dilakukan tindak lanjut berupa
strategi-strategi untuk mempermudah setiap prosesnya.
Ready for
Implementation
Hasil analisis Prioritazion Matrix berdasarkan risk & effort prioritas
pertama yaitu procurement terms & conditions review, freight carrier
delivery performance evaluation, dan regular reconciliation meetings (Wigati et
al., 2017).
Sedangkan prioritas kedua yaitu consignment inventory.
Implementasi project improvement dari 4 (empat) project list yang telah dipersiapkan akan menghasilkan capaian leadtime supply oleh supplier memenuhi target 90% dengan leadtime 7 hari atau lebih singkat.
Selain itu, implementasi project improvement tersebut juga akan menghasilkan keuntungan
lainnya. Berikut kemungkinan-kemungkinan hasil yang akan diperoleh sebagai
berikut:
1. Mempersingkat leadtime supply oleh supplier.
2. Menurunkan nilai inventory.
3. Mempererat hubungan
kemitraan dengan supplier.
4. Memperoleh
strategi-strategi untuk perbaikan berkelanjutan.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa ketahanan rantai pasokan di PT. ABC masih belum stabil akibat adanya
disrupsi atau ketidakpastian dari supplier dalam memenuhi permintaan sesuai
dengan leadtime yang telah disepakati. Hal ini terbukti dari persentase capaian
leadtime supply oleh supplier yang hanya mencapai 67,29%, jauh di bawah target
90%, yang mengharuskan suplai maksimal dalam 7 hari. Untuk meningkatkan
ketahanan rantai pasokan, PT. ABC perlu melakukan beberapa proyek perbaikan,
dengan prioritas utama pada peninjauan kembali syarat dan ketentuan pengadaan,
evaluasi kinerja pengiriman oleh pengangkut barang, dan pertemuan rekonsiliasi
secara berkala. Selain itu, strategi prioritas kedua yang dapat diterapkan
adalah pengelolaan inventori konsinyasi.
BIBLIOGRAFI
Ahmad, N. H., & Yuliawati, E.
(2013). Analisa pengukuran dan perbaikan kinerja supply chain di PT. XYZ. Teknologi,
6.
Akkawuttiwanich,
P., & Yenradee, P. (2018). Fuzzy QFD approach for managing SCOR performance
indicators. Computers & Industrial Engineering, 122, 189–201.
Aldida,
B., & Santosa, P. B. (2013). Analisis Produksi dan Efisiensi Industri Kecil
dan Menengah (IKM) Batik Tulis di Kotasemarang. Diponegoro Journal of
Economics, 2(1), 37–46.
Alomar,
M., & Pasek, Z. J. (2014). Linking supply chain strategy and processes to
performance improvement. Procedia CIRP, 17, 628–634.
Anatan,
L., & Ellitan, L. (2008). Supply chain management teori dan aplikasi. Bandung:
Alfabeta.
Ardhanaputra,
M. I., Ridwan, A. Y., & Akbar, M. D. (2019). Pengembangan sistem monitoring
indikator kinerja sustainable production berbasis model supply chain operations
reference pada industri penyamakan kulit. JISI: Jurnal Integrasi Sistem
Industri, 6(1), 19–28.
Azizah,
N., & Pramandari, V. D. (2018). Implementasi supply chain management pada
umkm tenun troso jepara. NJCA (Nusantara Journal of Computers and Its
Applications), 3(1), 11–16.
Badawy,
M., Abd El-Aziz, A. A., Idress, A. M., Hefny, H., & Hossam, S. (2016). A
survey on exploring key performance indicators. Future Computing and Informatics
Journal, 1(1–2), 47–52.
Butdee,
S., & Phuangsalee, P. (2019). Uncertain risk assessment modelling for bus
body manufacturing supply chain using AHP and fuzzy AHP. Procedia
Manufacturing, 30, 663–670.
Chotimah,
R. R., Purwanggono, B., & Susanty, A. (2018). Pengukuran kinerja rantai
pasok menggunakan metode SCOR dan AHP pada unit pengantongan pupuk urea PT.
Dwimatama Multikarsa Semarang. Industrial Engineering Online Journal, 6(4).
Darojat,
Y., & Wuryaningtyas, E. (2017). Pengukuran Performansi Perusahaan dengan
Menggunakan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR). Seminar Dan
Konferensi Nasional IDEC 2017 8-9 Mei 2017.
Edwards,
M. G. (2018). An Investigation into Establishing the Validity of the Supply
Chain Operations Reference (SCOR) Model within Aid and Development Initiatives.
Hasibuan,
A., Arfah, M., Parinduri, L., Hernawati, T., Harahap, B., Sibuea, S. R., &
Sulaiman, O. K. (2018). Performance analysis of supply chain management with
supply chain operation reference model. Journal of Physics: Conference
Series, 1007(1), 12029.
Slamet,
A. S., Marimin, Y. A., & Udin, F. (2012). Study of performance improvement
for highland vegetables supply chain management in West Java. J. Agritech
Fak. Teknol. Pertan. UGM, 31(1), 60–70.
Wigati,
D. T., Khoirani, A. B., Alsana, S., & Utama, D. R. (2017). Pengukuran
Kinerja Supply Chain Dengan Menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Berbasis Analytical Hierarchy Process (AHP). Journal Industrial Servicess,
3(1a).
Copyright holder: Ahmad
Afifudin Noviantoro, Elisa Kusrini (2024) |
First publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |