Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 3, Maret 2024

 

PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN, INTENSITAS MODAL, INTENSITAS PERSEDIAAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP TAX AVOIDANCE (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) TAHUN 2016-2021)

 

Santi Wahyu Kusumaningrum1, Kurnia2, Hilda Salman Said3

Universitas Telkom, Bandung, Jawa Barat, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2,

[email protected]3

 

Abstrak

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran secara rutin maupun pengeluaran pembangunan nasional yang sesuai dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007 yang berisi ketentuan umum tata cara perpajakan. Pajak merupakan suatu beban yang mesti ditanggung oleh perusahaan dalam menjalankan suatu kegiatan perusahaan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa perusahan yang melakukan tindakan tax avoidance dengan mengikuti suatu aturan perpajakan ataupun tidak mengikuti suatu aturan perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu bukti empiris baik secara simultan maupun secara parsial mengenai pengaruh dari reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif. Penelitian ini menguji 101 sampel sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021. Sampel diperoleh secara purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan regresi linear berganda dengan menggunakan software SPPS statistic 26. Hasil penelitian ini menemukan bukti bahwa intensitas modal dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance. Sedangkan reformasi perpajakan, dan intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Kata kunci: Reformasi Perpajakan, Intensitas Modal, Intensitas Persediaan, Ukuran Perusahaan, Tax Avoidance.

 

Abstract

Taxes are the largest source of income for the state, which is used to finance state expenditures, both routine expenditures and national development expenditures in accordance with Law No. 28 of 2007 which contains general provisions on tax procedures. Tax is a burden that must be borne by companies in carrying out a company's activities, so it is possible that companies that carry out tax avoidance actions follow a tax regulation or do not follow a tax regulation. This study aims to examine empirical evidence both simultaneously and partially regarding the effect of tax reform, capital intensity, inventory intensity, company size on tax avoidance in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the 2016-2021 period. The method used in this study is a quantitative method. This study examines 101 samples of the manufacturing sector listed on the Indonesia Stock Exchange for the 2016-2021 period. Samples were obtained by purposive sampling. The analytical method used in this research is descriptive statistical analysis and multiple linear regression using SPPS statistic 26 software. The results of this study found evidence that capital intensity and company size has an effect on tax avoidance, while tax reform and inventory intensity have no effect on tax avoidance. 

Keywords: Tax Reform, Capital Intensity, Inventory Intensity, Company Size, Tax Avoidance.

 

Pendahuluan

Pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar yang diperoleh dari rakyat sebagai iuran wajib yang dimanfaatkan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin negara, menjalankan kebijakan pemerintah baik di bidang sosial maupun ekonomi, dan untuk kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah berharap seluruh wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik dan tidak melanggar ketentuan pajak yang berlaku (Damayanti & Susanto, 2015).

Penghindaran pajak merupakan upaya untuk mengurangi beban pajak tanpa melanggar undang-undang perpajakan (Mardiasmo, 2016). Bagi wajib pajak khususnya di Indonesia, sistem pemungutan pajak merupakan self assessment system, dan wajib pajak dapat menilai sendiri derajat beban pajaknya, sehingga sangat mungkin beban pajak akan berkurang. Praktik penghindaran pajakmemanfaatkan kelemahan undang-undang perpajakan (Noveliza & Crismonica, 2021). Menurut Thomsen dan Watrin (2018), praktik penghindaran pajakadalah legal, namun dari sisi etika,penghindaran pajak adalah tindakan optimal yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Dharma & Noviari, 2017).

Fenomena penghindaran pajak yang lainnya yaitu terjadi pada salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yaitu PT. Coca Cola Indonesia (CCI). Direktorat Jendral Pajak (DJP) menemukan adanya kekurangan pajak penghasilan milik CCI sebesar Rp 49,24 miliar. DJP menyatakan terdapat beban biaya besar yang mengakibatkan penghasilan kena pajak (PKP) milik Coca Cola Indonesia berkurang sehingga besaran pajak terutang perusahaan juga semakin kecil. Beban biaya tersebut merupakan biaya iklan produk Coca Cola dari rentang waktu tahun 2002-2006 dengan total sebesar Rp 566,84 miliar (money.kompas.com). Dengan hal ini menunjukan jika PT Coca-Cola Indonesia terduga melakukan penghindaran pajak.

Berdasarkan kejadian penghindaran pajak, peneliti menyimpulkan bahwa masih banyak perusahaan yang memaksimalkan laba yang melakukan upaya penghindaran pajak untuk mengurangi pembayaran pajak. Ini dapat menyebabkan kerugian pemerintah melalui penerimaan pajak. Hal tersebut akan dikurangi untuk mencegah pengeluaran pemerintah guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori keagenan , dimana pemerintah sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Ada konflik kepentingan antara pemerintah (prinsipal) dan manajemen (agen). Sebagaimana terlihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menginginkan penerimaan pajak yang tinggi setiap tahunnya karena pajak merupakan penerimaan pemerintah terbesar, 80% di antaranya karena kenaikan pajak. Namun, ini berbeda dengan arti seperti yang dirasakan oleh administrator. Jika membayar pajak mengurangi pendapatan atau pendapatan perusahaan, maka akan mempengaruhi bonus yang diterima manajemen. Akibatnya, manajemen melakukan penghindaran pajak dari dengan mengurangi pembayaran pajak penghasilan badan menjadi untuk keuntungan maksimum dan menerima bonus manajemen untuk keberhasilan.

Hubungan semacam itu dapat menyebabkan asimetri informasi. Sebagai orang yang terinformasi, manajemen senantiasa berupaya untuk mengatur laba bersih perusahaan agar dapat memaksimalkan bonus dengan memaksimalkan beban pajak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak, seperti reformasi perpajakkan, karakteristik perusahaan, intesitas modal, intesitas persediaan dan ukuran perusahaan ditemukan dalam beberapa penelitian oleh peneliti sebelumnya, tetapi penelitian sebelumnya tetap menunjukkan perbedaan hasil penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu bukti empiris baik secara simultan maupun secara parsial mengenai pengaruh dari reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021.

 

Metode Penelitian

 Menurut Sugiyono (2016) penelitian ini dilakukan untuk mengetahui suatu pengaruh reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance dimana metode yang digunakan dalam suatu penelitian ini merupakan metode kuantitatif, menurut Sugiyono (2016) yaitu menjelaskan bahwa metode kuantitatif yaitu merupakan suatu metode penelitian yang berlandaskan pada suatu filsafat positivism, yang digunakan untuk meneliti pada sampel atau populasi, pengumpulan suatu data menggunakan instrumen penelitian, analisis suatu data yang bersifat kuantitatif dengan tujuan yaitu untuk menggambarkan data dan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2016-2021.

 Penelitian ini menggunakan metode verifikatif deskriptif. Penelitian validasi merupakan metode penghitungan hipotesis secara statistik atau hasil penelitian deskriptif dengan menggunakan bukti-bukti sehingga bukti yang diperoleh menunjukkan bahwa hipotesis diterima, begitu pula sebaliknya. Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan penelitian kausalitas yang artinya peluang adalah kausalitas (Sugiyono, 2016). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pembantu. Data sekunder dalam penelitian ini menggunakan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2016-2021.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristiknya teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh populasi (Sugiyono, 2016). Teknik yang digunakan penulis untuk mengambil sampel adalah nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016). Kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel pada penelitian ini adalah:

1.               Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2016-2021.

2.               Perusahan Manufaktur yang secara berturut-turut menerbitkan laporan keuangan selama 2016-2021.

3.               Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan auditan.

4.               Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan berupa mata uang rupiah dan memiliki data yang lengkap yang digunakan dalam penelitian ini.

 

Tabel 1. Kriteria Pemilihan Sampel

No.

Keterangan

Jumlah

1

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2016-2021.

179

2

Perusahaan manufaktur yang secara berturut-turut tidak menerbitkan laporan keuangan selama tahun 2016-2021.

 (40)

3

Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan auditan.

(0)

4

Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan berupa mata uang rupiah dan memiliki data yang lengkap yang digunakan dalam penelitian ini.

(38)

Jumlah Perusahaan Sampel

101

Jumlah Sampel (101 x 6 Tahun)

 606

Data Outlier

(22)

Data diolah

584

Sumber : Data yang telah diolah , (2022)

 

Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yang telah ditentukan peneliti, jumlah perusahaan yang dijadikan sebagai sampel adalah sebanyak 179 dengan periode penelitian selama 6 tahun.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Data Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah metode statistic untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data tersebut sebagaimana mestinya tanpa menggeralisasi kesimpulan. Satatistik ini mencakup penyajian dan menggunakan table, grafik, perhitungan modus, median, mean, dan standar deviasi (Sugiyono, 2016). Peneltian ini menggunakan satu variable dependen dan empat variabel independent beskala rasio. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu tax avoidance. Variabel independen pada penelitian ini sebanyak empat variabel diantaranya reformasi perpajakan, Intensitas Modal, Imtensitas Persediaan, dan Ukuran Perusahaan. Jumlah data observasi pada penelitian ini sebanyak 606. Data tersebut berasal dari 101 perusahaan yang terdaftar pada sektor manufaktur pada periode tahun 2026-2021. Pada data observasi yang telah terkumpul ditemukan 22 data pencilan (outlier) yang dapat membuat hasil penngujian statistik tidak dapat digunakan sehingga data tersebut dikeluarkan dan tersisa 584 sampel data penelitian. Penelitian outlier dilakukan menggunakan software SPSS 26 dengan memperhatikan grafik boxplot. Data pencilan pada boxplot akan ditunjukkan dengan simbol bintang ataupun bulat. Simbol bintang memiliki arti bahwa data observasi tersebut terlalu ekstrem dan tidak dapat ditoleransi, sedangkan simbol bulat memiliki arti bahwa data tersebut masih dapat ditoleransi. Berikut adalah hasil dari pengujian statistik deskriptif.

 

Analisis Data Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah metode statistik untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data tersebut sebagaimana mestinya tanpa menggeralisasi kesimpulan. Satatistik ini mencakup penyajian dan menggunakan table, grafik, perhitungan modus, median, mean, dan standar deviasi (Sugiyono, 2016). Peneltian ini menggunakan satu variable dependen dan empat variabel independent berskala rasio. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu tax avoidance. Variabel independen pada penelitian ini sebanyak empat variabel diantaranya reformasi perpajakan, Intensitas Modal, Imtensitas Persediaan, dan Ukuran Perusahaan. Jumlah data observasi pada penelitian ini sebanyak 606. Data tersebut berasal dari 101 perusahaan yang terdaftar pada sektor manufaktur pada periode tahun 2026-2021. Pada data observasi yang telah terkumpul ditemukan 22 data pencilan (outlier) yang dapat membuat hasil penngujian statistik tidak dapat digunakan sehingga data tersebut dikeluarkan dan tersisa 584 sampel data penelitian. Penelitian outlier dilakukan menggunakan software SPSS 26 dengan memperhatikan grafik boxplot. Data pencilan pada boxplot akan ditunjukkan dengan simbol bintang ataupun bulat. Simbol bintang memiliki arti bahwa data observasi tersebut terlalu ekstrem dan tidak dapat ditoleransi, sedangkan simbol bulat memiliki arti bahwa data tersebut masih dapat ditoleransi. Berikut adalah hasil dari pengujian statistik deskriptif.

 

Tabel 2. Hasil Pengujian Statistik Deskriptif

 

Tax Avoidance

Intensitas Modal

Intensitas Persediaan

Ukuran Perusahaan

Min

-0,8126

0,0008

0,0016

24,0317

Max

3,1592

59,1994

449,7880

33,5372

Mean

0,2037

0,4933

1,0568

28,4957

Std. Dev

2,9950

2,3982

18,468

1,5839

Sumber: Data diolah oleh penulis, (2022)

 

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel tax avoidance memiliki nilai minimum sebesar -0,8126 yakni dimiliki oleh ALTO pada tahun 2016, sedangkan nilai maksimumnya dimiliki oleh KIAS tahun 2021 sebesar 3,1592. Nilai rata-rata tax avoidance sebesar 0,2037 menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan tax avoidance tergolong sedikit. Kemudian, dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi sebesar 2,9950 yang lebih besar daripada nilai mean variabel yang bersangkutan, dapat diartikan bahwa data dari tax avoidance bersifat heterogen dan lebih bervariasi.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel intensitas modal memiliki nilai minimum sebesar 0,0008 yang dimiliki oleh AKKU pada tahun 2018, sedangkan nilai maksimumnya sebesar 59,1994 yang dimiliki oleh DLTA pada tahun 2018. Nilai rata-rata dari variabel intensitas modal sebesar 0,4933 menunjukkan bahwa perusahaan mayoritas memiliki intensitas modal yang rendah. Juga, dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi sebesar 2,3982 yang lebih besar daripada nilai mean variabel yang bersangkutan, dapat diartikan bahwa data dari intensitas modal bersifat heterogen dan lebih bervariasi.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel intensitas persediaan memiliki nilai minimum sebesar 0,0016 yang dimiliki oleh ETWA pada tahun 2021, sedangkan nilai maksimumnya sebesar 449,7880 yang dimiliki oleh INTP pada tahun 2020. Nilai rata-rata dari variabel intensitas persediaan sebesar 1,0568 menunjukkan bahwa perusahaan mayoritas memiliki intensitas persediaan yang rendah. Juga, dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi sebesar 18,4685 yang lebih besar daripada nilai mean variabel yang bersangkutan, dapat diartikan bahwa data dari intensitas persediaan bersifat heterogen dan lebih bervariasi.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 24,0317 yang dimiliki oleh INTP pada tahun 20210 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,5372 yang dimiliki oleh ASII pada tahun 2021. Nilai rata-rata dari variabel ukuran perusahaan sebesar 28,4957 menunjukkan bahwa perusahaan mayoritas memiliki ukuran perusahan yang besar. Juga, dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi sebesar 1,5839 yang lebih kecil daripada nilai mean variabel yang bersangkutan, dapat diartikan bahwa data dari intensitas persediaan bersifat homogen atau tidak bervariasi.

 

 

 

Analisis Statistik Deskriptif Variabel Berskala Nominal

Variabel berskala nominal dalam penelitian ini adalah reformasi perpajakan.

 

Tabel 3. Hasil Pengujian Statistik Deskriptif Berskala Nominal

Keterangan

Reformasi Perpajakan

Melakukan

Tidak Melakukan

Jumlah Sampel

202

404

Persentase

33%

67%

Sumber: Data yang diolah penulis (2022)

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel reformasi perpajakan yang diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan melihat apakah perusahaan yang bersangkutan melakukan pembayaran pajak dengan skema perhitungan yang dituangkan dalam pilar reformasi perpajakan atau tidak. Nilai 1 diberikan jika perusahaan melakukan pembayaran pajak dengan tarif pajak terbaru dan 0 jika perusahaan tidak melakukan pembayaran dengan tarif pajak yang tidak sesuai dengan pilar reformasi perpajakan. Dari 606 sampel observasi dalam penelitian ini, terdapat 202 perusahaan atau 33% yang menggunakan skema perhitungan dengan tarif pajak yang baru dan 66,67% yang tidak menggunakan skema perhitungan pajak terbaru.

1.     Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

 Menurut Pohan (2016) tax avoidance adalah suatu tindakan penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak yang legal dan aman tanpa melanggar undang-undang perpajakan dengan cara memanfaatkan beberapa kelemahan (grey area) dari undang-undang maupun peraturan perpajakan untuk mengurangi biaya pajak. Pengukuran tax avoidance dalam penelitian ini menggunakan CETR. CETR (Cash Effective Tax Rate) menurut Prayogo (2015) merupakan rasio beban pajak terhadap laba di suatu perusahaan sebelum pajak penghasilan yang dikorbankan untuk membayar beban pajak perusahaan.

2.     Reformasi Perpajakan

Reformasi Perpajakan, diukur dengan menggunakan variable dummy, dengan memberikan nilai 0 untuk tahun perusahaan sebelum reformasi perpajakan diterapkan secara efektif pada tanggal 1 Juli 2020 yang dituangkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan pasal 17.

3.     Intensitas Modal

Intensitas Modal dapat diartikan sebagai besarnya kekayaan yang diinvestasikan oleh perusahaan pada aset tetap untuk membantu kegiatan perusahaan (Nugraha & Mulyani, 2019). Menurut Nugraha dan Mulyani (2019), capital intensity dapat diukur dengan membagi aset tetap terhadap aset.

4.     Intensitas Persediaan

Intensitas Persediaan merupakan cerminan dari seberapa besar perusahaan berinvestasi terhadap persediaan yang ada dalam perusahaan (Darmadi & Zulaikha, 2013). Rasio intensitas persediaan dapat dihitumgan dengan cara nilai persediaan yang ada dalam perusahaan dibandingkan dengan total asset perusahaan. Dengan menggunakan rumus dari Fan (2021) dengan membagi persedian dengan total asset.

 

 

 

5.     Ukuran Perusahaan

 

Tabel 4. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Ukuran Perusahaan

No.

Kode

Tahun

2016

2017

2018

2019

2020

2021

1

INTP

31,0372

30,9936

30,9556

24,0450

24,0318

30,8943

2

SMBR

29,1055

29,2525

29,3427

29,3486

29,3780

29,3919

3

SMCB

30,6148

30,6079

30,5578

30,6049

30,6630

30,6987

4

SMGR

31,4204

31,5242

31,5659

32,0106

31,9878

31,9684

5

WSBP

30,2509

30,3337

30,3538

30,4129

29,9879

29,5599

6

WTON

29,1705

29,5866

29,8150

29,9668

29,7721

29,8202

7

AMFG

29,3367

29,4664

29,7631

29,7987

29,7057

29,6330

8

ARNA

28,0649

28,1019

28,1336

28,2183

28,3092

28,4391

9

IKAI

26,3031

26,1135

27,9215

27,9367

27,8819

27,8486

10

KIAS

28,2514

28,2006

28,1642

27,8394

27,6522

27,6310

11

MLIA

29,6753

29,2771

29,2919

29,3816

29,3794

29,4430

12

TOTO

28,5794

28,6701

28,6947

28,7021

28,7648

28,8136

13

ALKA

25,6405

26,4443

27,1986

27,1282

26,7603

26,9367

14

BAJA

27,6135

27,5760

27,5270

27,4529

27,3571

27,3111

15

BTON

25,9011

25,9355

26,1048

26,1638

26,1824

26,3242

16

GDST

27,8602

27,9495

27,9325

28,1955

28,0936

28,0910

17

INAI

27,9230

27,8249

27,9680

27,8240

27,9646

28,0651

18

ISSP

29,4297

29,4667

29,5019

29,4911

29,4355

29,5907

19

LION

27,2539

27,2482

27,2689

27,2571

27,1969

27,2637

20

LMSH

25,8160

25,8057

25,7986

25,7143

25,6895

25,7032

21

PICO

27,1825

27,3068

27,4719

27,7519

27,7198

27,7023

22

AGII

29,3971

29,4879

29,5253

29,5799

29,5941

29,7308

23

BUDI

28,5031

28,7092

28,8527

28,7296

28,7172

28,7274

24

DPNS

26,4141

26,4550

26,4984

26,4858

26,4831

26,6156

25

EKAD

27,2779

27,4038

27,4723

27,5987

27,7098

27,7842

26

ETWA

27,7785

27,7395

27,7178

27,7474

27,6852

27,6832

27

INCI

26,3193

26,4396

26,6929

26,7283

26,8210

26,9590

28

SRSN

27,2986

27,2044

27,2553

26,1063

26,3099

27,4804

29

AKKU

27,0088

27,7417

27,7028

27,2452

27,2561

27,2643

30

AKPI

28,5926

28,6409

28,7528

28,6523

28,6034

28,8357

31

APLI

26,4742

26,7115

26,9442

26,7618

26,7307

26,7900

32

BRNA

28,3676

28,3065

28,5317

28,4478

28,3069

28,3344

33

IGAR

26,8088

26,9636

27,0692

27,1491

27,2244

27,4195

34

IMPC

28,4543

28,4616

28,4940

28,5478

28,6232

28,6824

35

TALF

27,5051

27,5490

27,6155

27,9155

28,0193

28,0821

36

TRST

28,8221

28,8349

29,0861

29,1010

29,0716

29,1633

37

YPAS

26,3590

26,4388

26,5252

26,3517

26,3429

26,2769

38

CPIN

30,8176

30,8310

30,9505

31,0021

31,0701

31,1990

39

JPFA

30,5886

30,6247

30,7682

30,9138

30,8873

30,9841

40

MAIN

28,9971

29,0195

29,0979

29,1676

29,1731

29,3242

41

SIPD

28,5738

28,4374

28,4140

28,5356

28,5838

28,6585

42

TIRT

27,4277

27,4794

27,5513

27,5209

26,7015

26,3675

43

ALDO

26,7402

26,9353

26,9888

27,5532

27,5835

27,8223

44

FASW

29,7808

29,8685

30,0257

30,0061

30,0745

30,2190

45

KDSI

27,7640

27,9149

27,9613

27,8571

27,8507

27,9302

46

SPMA

28,4006

28,4084

28,4564

28,4948

28,4709

28,6412

47

ASII

33,1988

33,3201

33,4737

33,4945

33,4547

33,5372

48

AUTO

30,3129

30,3231

30,3967

30,4046

30,3510

30,4611

49

BOLT

27,5672

27,8040

27,9029

27,8668

27,7435

27,9447

50

GJTL

30,5594

30,5320

30,5602

30,5679

30,5092

30,5460

51

IMAS

30,8749

31,0791

31,3435

31,4309

31,5107

31,5672

52

INDS

28,5382

28,5208

28,5402

28,6729

28,6700

28,7832

53

LPIN

26,8925

26,3147

26,4324

26,5068

26,5457

26,4627

54

PRAS

28,0988

28,0643

28,1230

28,1361

28,1432

28,1244

55

SMSM

28,4441

28,5244

28,6611

28,7647

28,8476

28,9840

56

HDTX

29,1878

29,0260

27,0982

26,7725

26,6742

26,5708

57

MYTX

28,1133

28,8719

28,9802

28,9356

28,9880

28,9514

58

RICY

27,8846

27,9470

28,0625

28,1134

28,1831

28,1583

59

SSTM

27,2320

27,1296

27,0551

26,9670

26,9013

26,8784

60

BATA

27,4138

27,4752

27,4996

27,4839

27,3765

27,2044

61

BIMA

25,2455

25,2156

25,3102

26,2308

26,1339

26,1108

62

JECC

28,0930

28,2875

28,3642

28,2669

28,0457

28,1832

63

KBLI

28,2577

28,7342

28,8081

28,8998

28,7329

28,6336

64

KBLM

27,1833

27,8423

27,8921

27,8813

27,6574

28,0346

65

SCCO

28,5271

29,0209

29,0578

29,1128

28,9511

29,1783

66

VOKS

28,1428

28,3778

28,5414

28,7389

28,7011

28,6934

67

AISA

29,8561

28,3151

28,2279

28,2564

28,3299

28,1973

68

ALTO

27,7838

27,7348

27,7352

27,7295

27,7317

27,7165

69

CEKA

27,9859

27,9622

27,7871

27,9625

28,0800

28,1601

70

DLTA

27,8115

27,9243

28,0520

27,9859

27,8344

27,9001

71

ICBP

30,9949

31,0848

31,1687

31,2871

32,2714

32,4023

72

INDF

32,0399

32,1129

32,2010

32,1974

32,7256

32,8204

73

MLBI

28,4530

28,5513

28,6921

28,6947

28,6983

28,7033

74

MYOR

30,1900

30,3334

30,4984

30,5775

30,6156

30,6226

75

PSDN

27,2061

27,2614

27,2710

27,3612

27,3894

27,2870

76

SKBM

27,6327

28,1153

28,2028

28,2301

28,2012

28,3093

77

SKLT

27,0658

27,1789

27,3397

27,3964

27,3747

27,5135

78

STTP

28,4796

28,4822

28,5985

28,6894

28,8691

28,9969

79

ULTJ

29,0754

29,2750

29,3459

29,5194

29,8005

29,6334

80

GGRM

31,7734

31,8321

31,8665

31,9960

31,9902

32,1304

81

HMSP

31,3807

31,3955

31,4727

31,5609

31,5365

29,3004

82

RMBA

30,2514

30,2760

30,3310

30,4643

30,1539

29,8709

83

WIIM

27,9338

27,8345

27,8586

27,8930

28,1100

28,2682

84

DVLA

28,0572

28,1263

28,1515

28,2353

28,3175

28,3662

85

INAF

27,9543

28,0562

27,9973

27,9560

28,1695

28,3301

86

KAEF

29,1598

29,4387

29,8781

30,5414

30,4968

30,5080

87

KLBF

30,3540

30,4414

30,5295

30,6399

30,7474

30,8762

88

MERK

27,3352

27,4650

27,8646

27,5268

27,5583

27,6569

89

PYFA

25,8416

25,7957

25,9547

25,9744

26,1551

27,4156

90

SCPI

27,9625

27,9342

28,1231

27,9801

28,1000

27,8234

91

SIDO

28,7255

28,7810

28,8363

28,8922

28,9790

29,0344

92

TSPC

29,5159

29,6372

29,6941

29,7560

29,8398

29,8974

93

ADES

27,3664

27,4569

27,5046

27,4355

27,5889

27,8965

94

KINO

28,8202

28,8059

28,9098

29,1777

29,2903

29,3075

95

MBTO

27,2885

27,3834

27,1972

27,1052

27,6138

27,2951

96

MRAT

26,9034

26,9326

26,9614

27,0013

27,0508

27,0833

97

TCID

28,4127

28,4904

28,5251

28,5676

28,4703

28,4643

98

UNVR

30,4492

30,5705

30,6026

30,6587

30,6531

30,5791

99

CINT

26,7131

26,8899

26,9205

26,9800

26,9339

26,9232

100

KICI

25,6635

25,7300

25,7608

25,7525

25,7797

25,9554

101

LMPI

27,4208

27,4502

27,3911

27,3267

27,2718

27,2801

Min

25,2455

25,2156

25,3102

24,0450

24,0318

25,7032

Max

33,1988

33,3201

33,4737

33,4945

33,4547

33,5372

Mean

28,3815

28,4531

28,5330

28,4951

28,5016

28,6103

Std. Dev

1,5640

1,5531

1,5455

1,6316

1,6622

1,5738

Sumber: Data diolah oleh penulis, 2022

 

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2016 memiliki nilai minimum sebesar 25,2455 yang dimiliki oleh BIMA sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,1988 yang dimiliki oleh ASII.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2017 memiliki nilai minimum sebesar 25,2155 yang dimiliki oleh BIMA sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,3201 yang dimiliki oleh ASII.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2018 memiliki nilai minimum sebesar 25,3101 yang dimiliki oleh BIMA sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,4737 yang dimiliki oleh ASII.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2019 memiliki nilai minimum sebesar 24,0449 yang dimiliki oleh INTP sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,4945 yang dimiliki oleh ASII.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2020 memiliki nilai minimum sebesar 24,0317 yang dimiliki oleh INTP sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,4546 yang dimiliki oleh ASII.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diinterpretasikan bahwa variabel ukuran perusahaan tahun 2021 memiliki nilai minimum sebesar 25,7031 yang dimiliki oleh LMSH sedangkan nilai maksimumnya sebesar 33,5372 yang dimiliki oleh ASII.

1.     Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan agar model regresi tidak terdapat masalah Multikolinieritas, Autokorelasi, Heteroskedastisitas, dan data distribusi normal, jika asumsi klasik terpenuhi maka menghasilkan estimator yang sesuai Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), yang artinya model regresi dapat digunakan sebagai alat estimasi penelitian (Widarjono, 2010).

a.   Hasil Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing variabel memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji Central Limit Theorem. Menurut Gujarati (2006), teorema limit sentral ditunjukkan jika ada sejumlah besar variabel acak yang didistribusikan secara independen dan identik, maka dengan beberapa pengecualian (salah satu pengecualian adalah distribusi probabilitas Cauchy yang tidak mempunyai nilai rata-rata ataupun varians), distribusi dari jumlah variabel acak tersebut cenderung ke arah distribusi normal apabila jumlah variabel semacam itu bertambah sampai tak terhingga. Dalam praktiknya, tak peduli distribusi probabilitas apapun yang mendasari, rata-rata sampel dari besaran sampel yang terdiri dari lebih dari 30 observasi, maka akan mendekati normal.

b.  Hasil Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi berganda dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance di atas 0,1 dan VIF di bawah 10 maka model Multikolinearitas (Ghozali, 2011).

 

 

 

 

 

Tabel 5. Tabel Hasil Uji Multikolinearitas Data

Variabel

Tolerance

 VIF

Keterangan

Reformasi perpajakan

0,997

1,003

Bebas Multikolinearitas

Intensitas Modal

0,991

1,010

Bebas Multikolinearitas

Intensitas Persediaan

0,985

1,015

Bebas Multikolinearitas

Ukuran Perusahaan

0,978

1,022

Bebas Multikolinearitas

Sumber: Hasil olah data oleh penulis, 2022

 

Hasil uji multikolinearitas pada model penelitian di atas menunjukkan bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak terjadi multikolinearitas diantara variable independen pada penelitian ini.

c.   Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat kesamaan atau ketidak samaan varians antara pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lainnya. Pengujian heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot. Berikut ini tampilan grafik scatterplot dari model regresi dalam penelitian ini yang disajikan pada gambar 1. 

Gambar 1. Grafik Scatterplot

Sumber: Output Olah Data SPSS 26, 2022

 

Dalam suatu model regresi yang baik, biasanya tidak mengalami heteroskedastisitas. Melalui grafik scatterplot dapat terlihat suatu model regresi mengalami heteroskedastisitas atau tidak. Jika terdapat pola tertentu dalam grafik maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.

 

 

 

 

d.  Uji Autokorelasi

 

Tabel 6. Hasil Pengujian Autokorelasi

DW

dL

Du

Keterangan

1,986

1,777

1,809

Tidak terjadi Autokorelasi

Sumber: Data diolah penulis, 2022

 

Berdasarkan hasil pengujian tabel 6 menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,986. Untuk nilai dU dan dL dapat dilihat dari DW tabel pada signifikansi 0,05 dengan n (jumlah data) =584 dan k (jumlah variabel independen) = 4 didapatkan nilai dL adalah 1,777 dan nilai dU adalah 1,809, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi.

 

Analisis Regresi Linear Berganda

Adapun hasil analisis data yang diperoleh dengan program SPSS 21 dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2016-2021.

 

Tabel 7. Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Variabel

Koefisien Regresi

Thitung

Sig

Ket

Constanta

-0,340

-1,494

0,136

 

Reformasi perpajakan

-0,005

-0,179

0,858

H1 ditolak

Intensitas Modal

-0,159

-2,721

0,007

H2 diterima

Intensitas Persediaan

0,084

1,287

0,199

H3 ditolak

Ukuran Perusahaan

0,021

2,611

0,009

H4 diterima

R2 = 0,024

 

Fhitung=

3,593

 

Adjusted R2 = 0,018

 

Sig =

0,007

 

Sumber: Hasil olah data oleh penulis, 2022

 

Model dari penelitian ini adalah:

Y = -0,340 – 0,005 REF – 0,159 INM + 0,084 INP + 0,021 SZE + ε

 

Uji Fit Model (Uji F) 

 Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama - sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali,2011:98). Berdasarkan hasil pengolahan data Tabel 4.10 diperoleh data sebagai berikut: Untuk variabel tax avoidance didapatkan hasil nilai Fhitung (3,593) dengan nilai p-value = 0,038 sedangkan Ftabel (2,43) dengan ketentuan α =5%, df1= k-1 atau 4-1= 3, dan df2= n-k atau 584-3=581. Hasil uji dari distribusi Fhitung (3,593) lebih besar dari Ftabel (2,43) dengan bahwa nilai p-value = 0,038 dangan ketentuan α =5%, . Hasil uji dari p-value (0,007) < 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang terdiri dari reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu tax avoidance. 

Pembahasan

Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan uji t yang dilakukan memperoleh nilai t hitung > ttabel reformasi perpajakan sebesar -0,179 < -1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,858 > 5%, sehingga H1 ditolak yang artinya reformasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Reformasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dan memiliki koefisien negatif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Indriana (2021) yang menyatakan bahwa reformasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Variabel reformasi perpajakan yang tidak berpengaruh signifikan dan memiliki koefisien negatif diduga karena reformasi perpajakan pada tahun 2020 yang merupakan reformasi perubahan fundamental pada tarif pph wajib pajak badan dan banyaknya insentif pajak yang diberikan sejak berlakunya PP No. 30 tahun 2020 yang juga tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tentang Pajak Penghasilan untuk wajib pajak badan. Namun, meski dilakukan perubahan tarif PPh badan dan pemberian insentif perpajakan, fiskus atau DJP masih tidak (SE) tentang fokus pemeriksaan nasional pada tahun sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya industri manufaktur sebagai fokus pemeriksaan nasional menunjukkan bahwa masih ada indikasi upaya penghindaran pajak dari WP badan industri manufaktur.

 

Pengaruh Intensitas Modal Terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang kedua mendapatkan hasil uji t memperoleh nilai t hitung> ttabel intensitas modal sebesar -2,721< -1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,007 > 5%, sehingga H2 diterima yang artinya intensitas modal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hal ini dikarenakan tindakan perusahaan yang menggunakan aset tetapnya untuk operasional perusahaan tidak mengindikasikan perusahaan tersebut melakukan penghindaran pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Juliana, Arieftiara, & Nugraheni (2020) yang menunjukan bahwa intensitas modal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

 

Pengaruh Intensitas Persediaan Terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang ketiga mendapatkan hasil bahwa intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal ini dibuktikan dengan hasil t hitung untuk variabel t hitung untuk intensitas persediaan sebesar 1,287 < 1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,199 > 5%, sehingga H3 ditolak yang artinya intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Perusahaan yang terdaftar sebagai PKP wajib melaporkan SPT PPN, dalam SPT PPN memuat pembelian yang dilaporkan oleh perusahaan. Pembelian yang dilaporkan dapat menggambarkan besar kecilnya intensitas persediaan, dengan kata lain data persedian perusahaan sudah terekam pada database Kantor Pajak. Maka dari itu perusahaan enggan melakukan tax avoidance atas intensitas persedian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuningsih, 2018).

 

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang keempat mendapatkan hasil uji t memperoleh nilai t hitung> ttabel ukuran perusahaan sebesar 2,611 > 1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,009 < 5%, sehingga H4 diterima yang artinya ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance.

Variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan logaritma natural dari total aset perusahaan menunjukkan hasil berpengaruh postif terhadap cash effective tax rate (CETR). Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar CETR pada perusahaan yang berarti menurunnya tingkat penghindaran pajak. Perusahaan yang termasuk dalam skala perusahaan besar akan mempunyai sumber daya yang berlimpah yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Aulia & Mahpudin (2020) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tax avoidance.

 

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Apabila angka koefisien determinasi mendekati 1, maka pengaruh variabel independen terhadap variabel independen semakin kuat. Hal ini berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah terbatas (Ghozali, 2011).

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi (Ghozali, 2011:177). Serta hasil perhitungan untuk nilai adjusted R2 dengan bantuan program spss, dalam analisis regresi berganda diperoleh angka koefisien determinasi atau adjusted R2 sebesar 0,018. Hal ini berarti bahwa 1,10% variasi tax avoidance yang dijelaskan oleh variabel dari reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan. Sementara sisanya 98,20% diterangkan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam observasi penelitian ini. Maka dapat disimpulkan bahwa, dari hasil uji tersebut menunjukan bahwa model penelitian goodness-fit. Hasil dapat dilihat pada lampiran.

 

Uji Signifikasnsi Parsial (Uji Statistik t)

Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel dari reformasi perpajakan, intensitas modal, intensitas persediaan, dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance. Pengujian regresi digunakan pengujian dua sisi (two tailed test) dengan α= 5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan sebesar 95%. Hasil uji t dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil pengujian uji t menunjukkan bahwa:

a.       Nilai t hitung untuk variabel reformasi perpajakan sebesar -0,406 < -1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,858 > 5%, sehingga H1 ditolak yang artinya reformasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

b.      Nilai t hitung untuk variabel intensitas modal sebesar -1,787 < -1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,007 > 5%, sehingga H2 diterima yang artinya intensitas modal berpengaruh terhadap tax avoidance.

c.       Nilai t hitung untuk variabel intensitas persediaan sebesar 0,667 < 1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,199 > 5%, sehingga H3 ditolak yang artinya intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

d.      Nilai t hitung untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 2,679 > 1,97190 dan nilai signifikan sebesar 0,009 < 5%, sehingga H4 diterima yang artinya ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoida

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, variabel tax avoidance pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021 memiliki nilai minimum -0,8126 (dimiliki oleh ALTO pada tahun 2016) dan nilai maksimum 3,1592 (dimiliki oleh KIAS tahun 2021), dengan rata-rata sebesar 0,2037 menunjukkan tingkat tax avoidance yang relatif rendah. Variabel reformasi perpajakan diukur dengan variabel dummy untuk melihat apakah perusahaan menerapkan skema perhitungan pajak sesuai dengan pilar reformasi perpajakan. Variabel intensitas modal memiliki nilai minimum 0,0008 (dimiliki oleh AKKU pada tahun 2018) dan maksimum 59,1994 (dimiliki oleh DLTA pada tahun 2018), sementara intensitas persediaan memiliki nilai minimum 0,0016 (dimiliki oleh ETWA pada tahun 2021) dan maksimum 449,7880 (dimiliki oleh INTP pada tahun 2020). Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai minimum 24,0317 (dimiliki oleh INTP pada tahun 20210) dan maksimum 33,5372 (dimiliki oleh ASII pada tahun 2021). Pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan koefisien determinan sebesar 1,80%, sedangkan pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa reformasi perpajakan berpengaruh negatif terhadap tax avoidance, intensitas modal berpengaruh positif, intensitas persediaan berpengaruh negatif, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2021.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aulia, I., & Mahpudin, E. (2020). Pengaruh profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance. Akuntabel, 17(2), 289–300.

Damayanti, F., & Susanto, T. (2015). Pengaruh komite audit, kualitas audit, kepemilikan institusional, risiko perusahaan dan return on assets terhadap tax avoidance. Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 5(2), 187–206.

Darmadi, I. N. H., & Zulaikha, Z. (2013). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Pajak dengan Indikator Tarif Pajak Efektif (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2011-2012). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

Dharma, N. B. S., & Noviari, N. (2017). Pengaruh corporate social responsibility dan capital intensity terhadap tax avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 18(1), 529–556.

Fan, Q., Qiao, Y., Zhang, T., & Huang, K. (2021). Environmental regulation policy, corporate pollution control and economic growth effect: Evidence from China. Environmental Challenges, 5, 100244.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

INDRIANA, I. (2021). Pengaruh Kepemilikan Keluarga, Koneksi Politik, Reformasi Perpajakan Dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Penghindaran Pajak Di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Sektor Energi Tahun 2017-2020). Universitas Pancasakti Tegal.

Juliana, D., Arieftiara, D., & Nugraheni, R. (2020). Pengaruh Intensitas Modal, Pertumbuhan Penjualan, dan CSR Terhadap Penghindaran Pajak. Prosiding BIEMA (Business Management, Economic, and Accounting National Seminar), 1, 1257–1271.

Mardiasmo, M. B. A. (2016). Perpajakan–Edisi Terbaru. Penerbit Andi.

Noveliza, D., & Crismonica, S. (2021). Faktor yang mendorong melakukan tax avoidance. Mediastima, 27(2), 182–193.

Nugraha, M. I., & Mulyani, S. D. (2019). Peran leverage sebagai pemediasi pengaruh karakter eksekutif, kompensasi eksekutif, capital intensity, dan sales growth terhadap tax avoidance. Jurnal Akuntansi Trisakti, 6(2), 301–324.

Pohan, C. A. (2016). Manajemen perpajakan: Stategi perencanaan pajak dan bisnis.

Prayogo, K. H., & Darsono, D. (2015). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan. Diponegoro Journal of Accounting, 4(2), 156–167.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Alfabeta, CV.

Thomsen, M., & Watrin, C. (2018). Tax avoidance over time: A comparison of European and U.S. firms. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 33(November), 40–63. https://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2018.11.002

Wahyuningsih, Y. (2018). Pengaruh intensitas persediaan, intensitas aset tetap dan sales growth terhadap tax avoidance (studi empiris pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012–2016).

Widarjono, A. (2010). Analisis statistika multivariat terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

 

Copyright holder:

Santi Wahyu Kusumaningrum, Kurnia, Hilda Salman Said (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: