Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
3, Maret 2024
ANALISIS
PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PINJAM-MEMINJAM ONLINE TERHADAP PENUNJUKAN PERUSAHAAN PENAGIHAN YANG MENIMBULKAN
KERUGIAN BAGI DEBITUR PINJAMAN ONLINE
Restalia Laureta Hamzah
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Dengan
perkembangan teknologi yang mengakibatkan perkembangan pada sistem pinjaman
uang yaitu dengan munculnya Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, yaitu merupakan salah satu penyelenggaraan layanan dalam jasa
keuangan yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan menerima pinjaman
dalam hal melakukan perjanjian pinjam meminjam uang dalam mata uang Indonesia
yaitu rupiah melalui media elektronik yang menggunakan jaringan internet. Yang
mana dalam melakukan layanan ini diperlukan adanya 3 pihak yaitu pihak penerima
pinjaman, pemberi pinjaman dan pihak penyelenggara pinjaman online. Dengan munculnya teknologi ini,
maka menimbulkan masalah baru seperti adanya keadaan kredit macet yang
dilakukan oleh penerima pinjaman sehingga pihak penyelenggara pinjaman online melakukan penagihan yang tidak
sesuai dengan mekanisme penagihan pada umumnya sehingga mengakibatkan kerugian
yang diterima oleh penerima pinjaman online,
dengan adanya hal tersebut maka diperlukan pertanggungjawaban hukum dari pihak
penyelenggara pinjaman online. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum pihak
penyelenggara pinjaman online terhadap kerugian yang dialami oleh penerima
pinjaman. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan fokus
pada analisis perjanjian pinjam meminjam dan surat kuasa antara penyelenggara
pinjaman online dengan pengguna dan pihak penagih. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kerugian yang dialami oleh penerima pinjaman online akibat
tindakan wanprestasi penyelenggaraan pinjaman online adalah kerugian, biaya,
dan bunga yang harus ditanggung oleh penyelenggara pinjaman online. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah adanya pertanggungjawaban hukum yang harus diberikan
oleh penyelenggara pinjaman online terhadap penerima pinjaman dalam hal
kerugian yang disebabkan oleh tindakan wanprestasi.
Kata
kunci: Perusahaan
Pinjaman Online, Perusahaan
Penagihan, Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum, Debt Collector
Abstarct
With the advancement of technology
resulting in developments in the loan system, the emergence of Information
Technology-Based Lending and Borrowing Services has become prevalent. This
service is one of the financial services that brings together lenders and
borrowers to engage in loan agreements using the Indonesian currency, the
Rupiah, through electronic media utilizing the internet network. In conducting
this service, three parties are involved: the loan recipients, lenders, and
online loan service providers. However, the advent of this technology has
brought about new challenges, such as the occurrence of loan defaults by
borrowers, leading to online loan service providers engaging in collections
that deviate from the usual collection mechanisms, resulting in losses for
online loan recipients. Consequently, legal accountability from online loan
service providers is necessary. The aim of this research is to analyze the
legal accountability of online loan service providers regarding the losses
experienced by loan recipients. The method used is normative juridical,
focusing on the analysis of loan agreements and power of attorney between
online loan service providers and users and collection parties. The results of
this research indicate that the losses experienced by online loan recipients
due to the default actions of online loan service providers include losses,
fees, and interest that must be borne by the online loan service providers. The
conclusion of this research is the legal accountability that online loan
service providers must assume towards loan recipients regarding losses caused
by default actions.
Keywords:
Online Loan Companies, Collection Companies, Default, Unlawful Acts, Debt
Collector
Pendahuluan
Di era globalisasi ini, muncul
banyaknya perkembangan teknologi yang sangat membantu manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Siregar & Nasution,
2020). Mulai dari kebutuhan untuk mendapatkan makanan, mencari
tempat tinggal, mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Dengan perkembangan
teknologi yang cukup signifikan ini, banyak sekali kemudahan yang dirasakan
oleh manusia, seperti kemudahan untuk melakukan komunikasi, yaitu melalui
telepon genggam (Daud, 2021). Pada saat telepon genggam pertama kali baru ditemukan,
telepon genggam hanya digunakan untuk melakukan komunikasi via suara. Namun,
dengan berkembangnya teknologi, telepon genggam saat ini bukan hanya digunakan
untuk melakukan komunikasi, melainkan digunakan untuk mencari informasi yang
penting di internet, memesan makanan, memesan alat transportasi, dan sebagainya
(Bayuardi, 2018). Seperti pada tujuan dibentuknya teknologi ini, yaitu
mempermudahkan manusia dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.
Dengan berkembangnya teknologi, maka
hal ini juga berdampak pada pinjaman uang. Salah satu teknologi yang bergerak
dalam pinjam-meminjam adalah munculnya Financial
Technology atau biasa dikenal dengan sebutan Fintech. Fintech merupakan
sebuah teknologi yang bergerak pada industri jasa keuangan. Fintech ini sendiri merupakan sebuah
sistem yang digunakan untuk menjalani transaksi keuangan yang spesifik dalam
bentuk apapun. Dengan munculnya Fintech
ini, mendukung munculnya Fintech
Peer-to-Peer (P2P) Lending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau yang biasa dikenal dengan Fintech Lending. Fintech Lending merupakan suatu bentuk inovasi yang bergerak dalam
bidang keuangan dengan menggunakan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan
transaksi pinjam-meminjam, yang mekanismenya dilakukan dengan sistem yang
disediakan oleh Lembaga penyelenggara Fintech
Lending tersebut (Keuangan & Lending, 2021). Pada umumnya, dalam masyarakat lembaga Fintech Lending yang secara khusus
bergerak dalam mekanisme pinjam meminjam lebih dikenal dengan sebutan Pinjaman online (Pinjol)
Dalam hal ini, Penyelenggara
Pinjaman hanya merupakan Lembaga perantara yang mempertemukan antara pemberi
pinjaman dan penerima pinjaman. Sistem pinjam-meminjam yang digunakan dalam
Pinjaman online ini cukup mudah,
yaitu pemberi pinjaman melakukan registrasi dengan cara mengisi data diri yang
sudah tertera dalam dokumen resmi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun
dokumen resmi lainnya yang diakui oleh negara sebelum dapat mengajukan
pemberian pinjaman, membaca dan menyetujui syarat dan ketentuan yang sudah
disediakan oleh penyelenggara pinjaman online,
dan menunggu persetujuan dari Penyelenggara Pinjaman online dan apabila
Penyelenggara Pinjaman online sudah
menyetujui, dalam hitungan hari maupun hitungan jam pinjaman tersebut dapat
dicairkan oleh Penyelenggara Pinjaman online,
hal ini dapat dilakukan apabila syarat yang diberikan oleh Peminjam sudah dapat
terpenuhi ini sendiri tentunya hal ini berlaku juga untuk penerima pinjaman,
penerima pinjaman cukup dengan membuka Layanan Pinjaman online ini melalui situs maupun aplikasi yang sudah disediakan,
mengisi data registrasi yang dibutuhkan seperti kartu yang menunjukan data diri
seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat lainnya yang dapat menunjukan
data diri seseorang, membaca dan menyetujui syarat dan ketentuan yang biasanya
tercantum dalam bentuk dokumen elektronik yang diberikan, kemudian mencantumkan
jumlah uang yang ingin dipinjamkan, menunggu persetujuan dari pihak
Penyelenggara Pinjaman online kemudian
dalam hitungan jam maupun hari pemberi pinjaman dapat memberikan pinjaman
melalui penyelenggara Pinjaman online
kepada penerima pinjaman. Dalam proses
pengembalian uang pinjaman ini, penerima pinjaman cukup membayarkan uang yang
sudah dipinjam beserta dengan besaran bunga yang sudah ditentukan dalam
perjanjian tersebut dalam tenggat waktu yang sudah disetujui antara Penerima
Pinjaman dan Pemberi Pinjaman.
Dengan adanya kemudahan tersebut,
tidak menutup terjadinya masalah-masalah baru yang dihadapi oleh Penerima
Pinjaman, Penyelenggara Pinjaman online
maupun Pemberi Pinjaman. Seperti yang banyak terjadi belakangan ini, di mana
Penerima Pinjaman seringkali menghadapi masalah dalam membayarkan pinjamannya,
dikarenakan Penerima Pinjaman belum dapat untuk membayarkan pinjamannya karena
suatu alasan, beserta dengan besaran bunga yang sudah disetujui antara
masing-masing pihak, sehingga dengan adanya hal tersebut maka tidak sedikit
dari penerima pinjaman jatuh dalam mekanisme gagal bayar atau kredit macet.
Gagal bayar atau kredit macet diartikan sebagai keadaan yang menunjukan bahwa
debitur tidak mampu melakukan pembayaran utangnya. Dengan adanya hal tersebut
tentunya akan berpengaruh kepada lembaga penyelenggara Pinjaman online ini sendiri dan berpotensi
merugikan Kreditur atau Pemberi Pinjaman pada Pinjaman online.
Hal mengenai pinjam meminjam diatur
dalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang
menyatakan bahwa Pinjam pakai merupakan suatu perjanjian di mana, pihak yang
satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain,
dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau
setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu (Wicaksono, 2020). Secara umum, setiap orang yang melakukan transaksi Pinjam
Meminjam dikenal dengan istilah Debitor dan Kreditor. Debitor merupakan orang
yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya
dapat ditagih di muka pengadilan dan Kreditor merupakan orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan (Tiodor & Tjahyani, 2023).
Dalam mekanisme kredit macet yang
dilakukan oleh debitur dalam Pinjaman online,
maka pada umumnya Perusahaan Pinjaman online
akan memberikan tenggat waktu tertentu untuk debitur melakukan pembayarannya,
namun apabila tenggat waktu tersebut terlampaui maka pada umumnya Perusahaan
Pinjaman online akan memberikan
teguran baik melalui surat elektronik ataupun menghubungi debitur melalui
telepon. Selanjutnya, apabila Penerima Pinjaman belum dapat melunasi hutangnya,
maka pada umumnya Perusahaan Pinjaman online
akan melakukan penyitaan dari aset-aset yang dimiliki oleh Debitur dan biasanya
penyitaan ini dilakukan oleh pihak penagih yang biasa kita kenal dengan sebutan
Debt Collector. Debt
Collector merupakan pihak ketiga yang menghubungkan antara Debitur dan
Kreditur dalam upaya penagihan hutang. Jasa yang diberikan oleh Debt Collector adalah menghubungi
debitur via telepon ataupun mendatangi tempat tinggal Debitur yang sudah
tertera pada awal perjanjian dengan membawa dokumen/ surat yang diperlukan
untuk penyitaan dengan mekanisme atau cara tertentu yang sudah ditentukan oleh
undang-undang.
Pihak penagih dalam Perjanjian
Pinjaman online terbagi menjadi
beberapa pihak, yaitu terdapat pihak penagih yang mengingatkan para debitur
untuk segera membayar melalui via telepon atau yang disebut sebagai Desk Collection dan terdapat pihak
penagih yang mendatangi alamat yang sudah disertakan oleh debitur untuk menagih
hutang apabila seorang debitur belum melunasi hutangnya sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan atau yang dikenal dengan Debt Collector. Menurut
pelaksanaannya, tidak seluruh aplikasi pinjaman online memiliki Pihak penagih ini, terdapat beberapa penyelenggara
pinjaman online yang menyerahkan
proses penagihan ini kepada perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan
tagih salah satunya seperti PT. Indo Tekno Nusantara. PT Indo Tekno Nusantara
merupakan sebuah perusahaan yang memberikan layanan jasa penagihan Desk Collection, Penagihan menggunakan
Pihak Ketiga, Telemarketing dan Layanan Customer
Service (Yusuf, 2019).
Namun dalam pelaksanaannya, banyak
sekali ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pihak Desk Collection dan Debt Collector, salah satunya adalah melakukan cara yang
bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti penyitaan menggunakan kekerasan
atau ancaman yang merugikan pihak Debitur atau penerima pinjaman baik melalui
telepon ataupun secara langsung, seperti salah satu peristiwa yang terjadi
beberapa waktu lalu terdapat salah satu lembaga penagihan atau yang dikenal
dengan Desk Collection bernama PT.
Indo Tekno Nusantara yang melakukan pelanggaran, di mana pelanggaran yang
dilakukan oleh PT. Indo Tekno Nusantara adalah bahwa pihak Desk Collection ini mengancam para debiturnya dengan cara mengedit
gambar dari seorang debitur yang mengalami kredit macet menjadi tidak berbusana
dan menyebarkannya melalui media internet. Hal ini tentunya mengakibatkan
debitur tersebut mengalami kerugian material maupun non-material dan tentunya
hal ini bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari kasus ini juga
diketahui bahwa PT. Indo Tekno Nusantara menaungi 13 (tiga belas) aplikasi
pinjaman online, yang diantaranya
terdapat sepuluh Perusahaan pinjaman online
illegal dan tiga perusahaan pinjaman online
yang sudah diberi izin oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Prakoso, 2023).
Dengan adanya kasus tersebut, maka
dapat dilihat bahwa para pihak penagih, menghubungi Debitur yang melakukan
kredit macet dengan cara mendapatkan informasi dari pihak penyelenggara
pinjaman online. Sehingga, penulis
melihat bahwa pada kenyataannya, pihak penyelenggara telah melakukan
pelanggaran, dengan cara memberikan informasi yang bersifat rahasia milik
debitur kepada perusahaan penagih yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran
yang dilakukan oleh pihak penagih. Dengan adanya hal tersebut, maka penelitian
ini bertujuan untuk; (1) mengetahui hubungan hukum antara Debitur dengan
Perusahaan Pinjaman Online dan
Perusahaan Penagihan, dan (2) mengetahui
pertanggungjawaban hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Pinjaman Online terhadap Penunjukan Perusahaan
Penagihan yang Menimbulkan Kerugian bagi Debitur
Metode
Penelitian
Metode Penelitian yang Saya gunakan
adalah Metode Penelitian Yuridis Normatif, yang mana penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori yang
telah dipercaya dan berkembang di masyarakat serta asas-asas hukum untuk
menyelesaikan suatu permasalahan hukum dengan menggunakan data sekunder yang
diperoleh melalui buku, jurnal, hasil penelitian dan peraturan perundangan
serta putusan dari pengadilan. Metode ini merupakan bagian utama dari
penelitian hukum, yang mana penelitian hukum diperuntukan untuk mencari aturan
yang ada guna untuk menyelesaikan permasalahan hukum. Metode ini digunakan
untuk menyelesaikan masalah hukum, menyusun peraturan, atau mengkaji putusan
hakim dari suatu perkara.
Hasil dan Pembahasan
Hubungan
Hukum antara Debitur dengan Perusahaan Pinjaman online
Seperti yang sudah diketahui,
apabila terdapat beberapa pihak yang ingin berbuat sesuatu, memberikan sesuatu
ataupun tidak berbuat sesuatu, diperlukan adanya perikatan antara masing-masing
pihak, baik dalam perikatan tersebut terdapat dua belah pihak maupun terdapat
pihak lainnya. Perikatan tersebut yang nantinya akan mengikatkan satu pihak
dengan pihak lainnya untuk menyetujui akan berbuat sesuatu, memberikan sesuatu
ataupun tidak berbuat sesuatu. Perikatan antara pihak-pihak tersebut yang akan
membuat beberapa pihak tergabung ke dalam suatu hal yang biasanya disebut
perjanjian. Perjanjian ini sendiri adalah kesepakatan antara salah satu pihak
dengan pihak lainnya atas sesuatu hal yang telah disepakati antara beberapa
pihak tersebut. Perjanjian ini sendiri berakibat kepada munculnya hak dan
kewajiban pihak-pihak yang telah menyetujui untuk melakukan perjanjian. Hak dan
kewajiban ini bergantung kepada hal yang diperjanjikannya tersebut, semisal pada
perjanjian pinjam meminjam barang, A telah sepakat untuk meminjamkan barang
kepada B selama 1 (satu) bulan, dengan adanya hal tersebut maka dapat
memunculkan hak dan kewajiban di antara A dan B, bahwa A memiliki kewajiban
untuk memberikan barangnya kepada B untuk digunakan oleh A, dan A berhak atas
hak pakai dari benda yang telah dipinjamkan oleh B, dan B berhak untuk meminta
kembali barang tersebut kepada A setelah A sudah memakai barang tersebut selama
1 (satu) bulan, dan B memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang tersebut
kepada A setelah waktu yang diperjanjikannya tersebut. Tentunya, dalam
melaksanakan perjanjian kedua belah pihak harus melaksanakan hak dan kewajiban
sesuai dengan yang telah diperjanjikan, karena hal ini meminimalisir terjadinya
kerugian antara kedua belah pihak. Karena tujuan dari adanya perjanjian ini
bukanlah untuk merugikan salah satu pihak, perjanjian ini seperti situasi
simbiosis mutualisme, yang mana perjanjian ini bertujuan untuk menguntungkan
kedua belah pihak atau dengan kata lain, perjanjian pada umumnya dibuat untuk
tidak meletakkan salah satu pihak di situasi yang merugikan. Hal ini tentunya
dapat dikecualikan apabila perjanjian tersebut mengenai perjanjian hibah. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pun sudah dituliskan bahwa apabila salah satu
pihak melakukan wanprestasi atau tidak menepati janji, maka pihak yang
mengalami kerugian tersebut berhak untuk menerima ganti kerugian atas hal
tersebut, seperti dalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana
dituliskan bahwa apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak
yang mengalami kerugian atas wanprestasinya tersebut berhak atas penggantian
kerugian, biaya yang dikeluarkan, dan bunga dari adanya kerugian tersebut.
Tentunya, isi pasal ini sudah dianggap paling adil dalam melaksanakan
perjanjian, karena apabila pasal ini tidak berlaku, maka akan terdapat beberapa
pihak yang dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk melakukan perjanjian namun
tidak akan bertanggungjawab apabila menyebabkan salah satu pihak mengalami
kerugian, dengan kata lain akan banyak pihak yang memanfaatkan keadaan dengan
melakukan perjanjian tetapi tidak melaksanakan kewajiban dari perjanjian
tersebut, sehingga apabila kewajiban tersebut tidak terlaksana maka akan
menyebabkan hak dari pihak lainnya tidak akan tercapai. Dengan adanya hal
tersebut, maka dapat dilihat secara jelas bahwa perjanjian harus dilaksanakan
oleh pihak-pihak tertentu dengan syarat bahwa pihak-pihak tersebut dapat
melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati, agar pihak-pihak tersebut
tetap mendapatkan haknya dengan cara melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
apa yang telah disepakati.
Perjanjian yang paling sering
digunakan oleh seorang individu maupun kelompok salah satunya adalah perjanjian
pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian yang mana salah
satu pihak menyerahkan barang yang dimilikinya kepada pihak lainnya untuk
diberikan hak pakainya oleh pihak tersebut, namun dengan syarat bahwa pihak
yang meminjam barang tersebut akan mengembalikan barang tersebut dalam keadaan
yang utuh sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Barang dalam hal ini
dapat berupa barang bergerak, maupun barang tidak bergerak dan barang berwujud
maupun barang yang tidak berwujud. Salah satu perjanjian yang paling sering
ditemukan dalam perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian pinjam meminjam
uang. Perjanjian pinjam meminjam uang adalah salah satu jenis perjanjian yang
mana salah satu pihak meminjamkan uang yang merupakan miliknya kepada pihak lainnya
untuk digunakan, dengan syarat pihak tersebut akan mengembalikan uang tersebut
dengan nominal yang sama atau bahkan lebih, sesuai dengan waktu yang telah
diperjanjikannya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga sudah dijelaskan
bahwa terdapat beberapa perjanjian pinjam meminjam yang dapat dilakukan dan
pada saat pengembalian barang tersebut, pihak yang meminjamkan berhak atas
bunga dari barang tersebut, tentunya hal ini dapat dilakukan apabila kedua
belah pihak telah sepakat dengan adanya isi dari perjanjian tersebut. Dalam
prakteknya, perjanjian pinjam meminjam uang yang sering sekali menimbulkan
adanya perselisihan, dan yang paling sering adalah perbuatan ingkar janji atau
wanprestasi dari debitur atau orang yang mendapatkan pinjaman. Wanprestasi yang
dilakukan oleh debitur adalah keadaan yang mana debitur tidak dapat
mengembalikan uang yang telah dipinjamkannya dari peminjam atau kreditur sesuai
dengan waktu yang telah diperjanjikan. Tentunya perbuatan ingkar janji ini
telah menyebabkan kerugian bagi pihak kreditur, karena kreditur telah
melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan sejumlah uang kepada debitur untuk
digunakannya namun hak untuk mendapatkan kembali uangnya pada waktu yang telah
diperjanjikan tidak terwujud. Namun, mengenai wanprestasi ini telah diatur
dalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa jika
salah satu pihak baik debitur maupun kreditur tidak melaksanakan kewajibannya
maka pihak lainnya dalam perjanjian tersebut berhak atas ganti kerugian berupa kerugian
tersebut, biaya dan bunga. Dengan adanya hal ini maka perjanjian pinjam
meminjam dapat terus dilakukan, karena adanya peraturan yang telah mengatur
mengenai hal tersebut.
Dengan berkembangnya teknologi,
perjanjian pinjam meminjam ini tentunya mengalami banyak modifikasi menjadi
lebih mudah, salah satu modifikasi dari perjanjian ini adalah munculnya
perjanjian pinjam meminjam secara daring atau yang lebih sering didengar
sebagai pinjaman online. Pinjaman online adalah salah satu bentuk perjanjian pinjam
meminjam yang mana terdapat salah satu pihak yang ingin meminjam barang dalam
hal ini khususnya adalah uang kepada pihak lainnya melalui media daring. Dengan
adanya perjanjian pinjam meminjam online ini, kedua belah pihak tidak perlu
bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi pinjam meminjam, melainkan
cukup melalui gadget yang dimiliki oleh masing-masing pihak, dengan mengakses
sebuah link ataupun aplikasi tertentu yang menyediakan sarana pinjam meminjam
online, maka pihak-pihak yang ingin melaksanakan transaksi pinjam meminjam
secara online dapat melaksanakan keinginannya tersebut. Sarana pinjam meminjam
secara online ini telah disediakan oleh beberapa perusahaan yang bergerak dalam
sistem pinjam meminjam secara online. Perusahaan yang bergerak dalam mekanisme
pinjam meminjam melalui media daring dapat disebut sebagai Penyelenggara
Pinjaman online, yang mana kedudukannya dalam perjanjian pinjam meminjam secara
online adalah sebagai pihak ketiga. Perusahaan Pinjaman online merupakan suatu
platform yang menyediakan sarana pinjam meminjam uang melalui media daring,
perusahaan pinjaman online mempertemukan antara debitur yang ingin meminjam
uang kepada kreditur yang ingin meminjamkan uangnya. Penggunaan sarana pinjaman
online juga sangat mudah yaitu penggunanya hanya harus mengakses melalui link
atau aplikasi yang sudah disediakan oleh platform pinjaman online itu sendiri.
Penyelenggara dari perusahaan pinjaman online ini merupakan badan hukum, yang
mengelola dan menyediakan sarana pinjam meminjam online. Sedangkan pengguna
perusahaan pinjaman online merupakan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Pengguna tersebut yang nantinya akan mengakses layanan pinjaman online melalui
gadget yang pengguna miliki, dan layanan pinjaman online akan meminta kedua
belah pihak mengisi data diri yang diperlukan untuk menjadi peminjam maupun
pemberi pinjaman. Kemudian penyelenggara pinjaman online akan mendaftarkan
peminjam dan pemberi pinjaman di aplikasi atau link layanan pinjaman online
tersebut. Ketika peminjam ingin meminjam uang dari layanan pinjaman online ini
ataupun pemberi pinjaman ingin meminjamkan uangnya melalui layanan pinjaman
online, maka penyelenggara pinjaman online akan memberikan kedua belah pihak
dokumen elektronik.
Menurut Pasal 1 angka 12 POJK No. 77
Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,
dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Dengan dibentuknya dokumen elektronik ini diharapkan dapat membantu
kedua belah pihak apabila terjadi persengketaan, karena dokumen elektronik ini
adalah salah satu bukti sah dalam persidangan, tentunya hal ini diatur dalam
Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam dokumen elektronik ini memuat beberapa hal, seperti nomor perjanjian,
tanggal perjanjian, identitas para pihak, ketentuan apa saja mengenai hak dan
kewajiban para pihak, jumlah pinjaman antar kedua belah pihak, suku bunga
pinjaman, nilai angsuran, jangka waktu, objek jaminan jika memang ada, rincian
biaya terkait perjanjian pinjam meminjam, ketentuan mengenai denda jika hal itu
memang diatur dalam perjanjian dan dokumen elektronik tersebut juga mengatur
mengenai mekanisme dalam penyelesaian sengketa. Tidak hanya dengan dokumen
elektronik ini saja, penyelenggara juga wajib menyediakan akses informasi
kepada penerima pinjaman atas posisi pinjaman yang telah diterima, akses
informasi ini namun tidak termasuk informasi mengenai identitas pemberi
pinjaman.
Dalam menjalankan perjanjian pinjam
meminjam secara daring ini, baik penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan
penyelenggara pinjaman online mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dijalankan. Seperti pemberi pinjaman mempunyai kewajiban untuk menyerahkan uang
yang telah ia sepakati untuk dipinjamkan ke penerima pinjaman melalui
penyelenggara pinjaman online, penyelenggara juga memiliki beberapa kewajiban
yang mana penyelenggara wajib untuk menerapkan prinsip dasar untuk perlindungan
para penggunanya seperti prinsip transparansi, perlakuan yang adil untuk semua
pihak, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, serta apabila terjadi
sengketa, penyelesaian sengketa yang digunakan pengguna harus secara sederhana,
cepat dan dengan biaya yang terjangkau. Selain menetapkan prinsip tersebut,
penyelenggara juga wajib memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
lainnya seperti adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, POJK mengenai Perlindungan Konsumen dan POJK mengenai Layanan
Pengaduan Konsumen, Selain hal tersebut penyelenggara juga wajib bertanggung
jawab apabila para pengguna pinjaman mengalami kerugian akibat adanya kesalahan
dan/atau kelalaian direksi dan/atau pegawai penyelenggara pinjaman online.
Sedangkan, penerima pinjaman juga memiliki kewajiban untuk mengembalikan
seluruh uang yang telah dipinjam dari pemberi pinjaman melalui penyelenggara
pinjaman online sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan antara pihak
pemberi, penerima, dan penyelenggara pinjaman online. Mengenai hak para pihak, tentunya
pemberi pinjaman mempunyai hak untuk mendapatkan pengembalian uang beserta
bunga yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
antara penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan penyelenggara pinjaman online
sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara pihak-pihak tersebut,
penyelenggara pinjaman online mempunyai hak untuk melakukan penagihan baik
melalui penyelenggara itu sendiri maupun melalui pihak lainnya yang telah
diberikan surat kuasa untuk melakukan penagihan. Penagihan ini dilakukan untuk
para penerima penerima pinjaman yang belum melakukan kewajibannya sesuai dengan
tenggat waktu yang telah disepakati. Namun, penagihan ini harus dilakukan
melalui mekanisme yang telah diatur dengan undang-undang, yaitu penagihan hanya
dapat dilakukan apabila penerima pinjaman dalam hal ini telah dinyatakan
melakukan kredit macet, penagihan ini juga harus dilakukan tanpa adanya
kekerasan maupun ancaman dalam mekanisme penagihan. Mengenai hak penerima
pinjaman, maka penerima pinjaman mempunyai hak untuk menerima pinjaman sesuai
dengan hal yang telah disepakati melalui yang diajukan oleh penerima pinjaman
kepada penyelenggara pinjaman online.
Apabila terjadi suatu perselisihan
baik antara penerima pinjaman dengan pihak penyelenggara pinjaman online maupun
perselisihan antara pemberi pinjaman dengan penyelenggara pinjaman online maka
pihak-pihak tersebut dapat menentukan cara penyelesaian perselisihan ini baik
melalui pengadilan, maupun melalui penyelesaian secara kekeluargaan dengan
menggunakan pihak ketiga. Tentunya hal mengenai penyelesaian perselisihan ini
juga telah disepakati oleh para pihak yang seharusnya telah dituangkan dalam
dokumen elektronik yang telah disepakati. Sehingga dengan adanya hal-hal
tersebut maka dapat dilihat bahwa sumber dari pinjaman online yang dapat
dilakukan oleh penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan penyelenggara pinjaman
online adalah perjanjian antara pihak-pihak tersebut yang berbentuk elektronik,
yang mana perjanjian pinjaman online ini dituangkan dalam bentuk dokumen
elektronik yang telah disepakati oleh para pihak. Sehingga dengan adanya
perjanjian antara para pihak ini menimbulkan hak dan kewajiban yang harus
dijalankan oleh pihak-pihak yang terkait agar tidak menimbulkan kerugian satu
sama lain.
Hubungan
Hukum antara Perusahaan Pinjaman online dengan Perusahaan Penagihan
Dengan adanya kesepakatan para pihak
antara Pihak Pengguna Pinjaman online dengan Pihak Penyelenggara Pinjaman
online yang menimbulkan timbulnya Perjanjian Pinjam Meminjam secara online,
yang mana menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak yang harus diperbuat
agar tidak terjadi kerugian. Kerugian dalam hal ini adalah kerugian yang timbul
apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, salah satu kerugian
yang dapat timbul adalah ketika penerima pinjaman tidak melaksanakan
kewajibannya untuk membayarkan pinjamannya kepada pemberi pinjaman melalui
pihak penyelenggara pinjaman online yang menyebabkan pihak penerima pinjaman
dinyatakan telah melakukan kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan yang
mana nasabah sudah tidak sanggup untuk membayar sebagian atau seluruh
kewajibannya kepada pihak lainnya yang terdapat dalam perjanjian seperti yang
telah diperjanjikan (Munir, 2017). Kredit macet ini sendiri memiliki beberapa kriteria
seperti terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui waktu yang telah
diperjanjikan. Dalam lembaga keuangan seperti bank, kredit macet memiliki
beberapa kriteria seperti terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah
melampaui waktu sebanyak 270 hari, terdapat kerugian operasional yang dituntut
dengan pinjaman baru dan jaminan yang telah diberikan tidak dapat dicairkan
dalam nilai yang telah dianggap wajar, baik dalam segi hukum maupun kondisi
pasar.
Dalam mekanisme kredit macet yang terjadi
dalam pinjaman online, ada beberapa penyelesaian masalah apabila terjadi
pinjaman online yang kredit macet yang telah dikeluarkan oleh Pihak Asosiasi
Fintech Indonesia yang telah ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai
asosiasi yang menyelenggarakan inovasi keuangan digital pada Juli Tahun 2018
berdasarkan pada POJK No. 13 Tahun 2018, bahwa Pihak Asosiasi Fintech Indonesia
telah mengeluarkan pedoman perilaku penyelenggara layanan pinjam-meminjam
berbasis teknologi informasi secara bertanggungjawab dan telah diatur juga
mengenai penyelesaian pinjaman kredit macet yang diatur dalam Bab III pada
Pokok-pokok pengaturan, secara umum yang mengatur apabila terjadi kredit macet
seperti, Setiap penyelenggara pinjaman online wajib memiliki prosedur
penanganan pinjaman yang kredit macet yaitu perihal pemberian surat peringatan,
persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman, menghubungi penerima pinjaman
secara jarak jauh (desk collection) yaitu melalui via telepon, email atau
bentuk percakapan jarak jauh lainnya, perihal kunjungan atau komunikasi dengan
tim penagihan dan atau penghapusan pinjaman (Fahmi et al., 2022). Prosedur ini wajib untuk memperhatikan kepentingan dari
pengguna pinjaman online yaitu pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Dalam
mekanisme penagihan, penyelenggara diperbolehkan untuk menggunakan jasa penagihan
pihak ketiga, hal ini dapat dilakukan apabila jasa penagihan tersebut tidak
termasuk dalam daftar hitam otoritas dan atau asosiasi. Dalam mekanisme
penagihan, penyelenggara pinjaman online tidak diperbolehkan untuk melakukan
proses penagihan dengan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan
kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat
menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga
diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik
terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan
keluarganya (Kharisma, 2020). Apabila cara tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara
pinjaman online maka terdapat sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis,
mempublikasikan nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan
masyarakat, pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi serta
pemberhentian tetap dari keanggotaan asosiasi.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa
penyelesaian permasalahan kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman
dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga yang telah ditentukan oleh penyelenggara
pinjaman online. Pada umumnya, dalam mekanisme kredit macet yang dilakukan oleh
penerima pinjaman, pihak penyelenggara pinjaman online akan meminta bantuan
pihak ketiga yaitu debt collector untuk melakukan penagihan. Pada umumnya debt
collector merupakan pihak ketiga yang menghubungkan antara debitur dengan
kreditur dalam mekanisme penagihan. Jasa yang diberikan oleh debt collector ini
sendiri adalah menghubungi pihak debitur untuk melakukan pelunasan hutangnya
baik secara langsung yaitu dengan mendatangi langsung ke tempat tinggal debitur
yang didapatkan dari pihak kreditur maupun secara tidak langsung yaitu melalui
via telepon atau email. Dalam mekanisme penagihan yang dilakukan oleh debt
collector, debt collector diberikan surat kuasa oleh kreditur untuk melakukan
penagihan, yang mana dalam surat kuasa tersebut merupakan perjanjian antara
kreditur dengan debt collector. Dalam hal ini berarti dapat dilihat bahwa
hubungan hukum antara kreditur dengan debt collector adalah hubungan
perjanjian. Debt collector dalam hal ini juga mempunyai informasi pribadi milik
debitur, yang berasal dari pihak kreditur, seperti nomor telepon dan alamat
rumah. Tentunya hal ini berbeda dengan perjanjian pinjaman online yang mana
dalam perjanjian pinjaman online pihak yang mempunyai kredibilitas untuk
melakukan penagihan adalah penyelenggara pinjaman online. Yang berarti bahwa
apabila terjadi kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman, maka pihak
penyelenggara yang wajib melakukan penagihan, karena pihak pemberi pinjaman
tidak memiliki akses secara langsung untuk menghubungi pihak penerima pinjaman,
karena data yang telah diberikan oleh penerima pinjaman kepada penyelenggara
pinjaman online bersifat rahasia.
Dengan melihat hal tersebut, apabila
dalam hal ini penyelenggara pinjaman ingin melakukan mekanisme penagihan
melalui pihak ketiga, yang mana pihak ketiga dalam mekanisme penagihan ini
merupakan perseorangan maupun perusahaan. Terdapat perusahaan yang bergerak
dalam bidang penagihan, yang mana perusahaan tersebut adalah perusahaan yang
menawarkan jasa untuk melakukan mekanisme penagihan, yang mana perusahaan
tersebut menawarkan jasa untuk melakukan penagihan secara langsung dengan
menggunakan pihak ketiga yang dikenal sebagai debt collector maupun secara
tidak langsung melalui via telepon, atau yang biasa dikenal dengan sebutan desk
collector. Dalam tata cara penagihan yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga
terdapat beberapa tahapan, yaitu pada pihak desk collector, yang mana merupakan
tahap awal untuk debt collector yang menagih kredit terhadap penerima pinjaman
dengan cara mengingatkan tanggal jatuh tempo dari perjanjian yang telah
disepakati. Tujuan dari desk collector ini sendiri untuk mengingatkan penerima
pinjaman atas kewajibannya dalam melakukan pembayaran utang. Selanjutnya, masuk
ke tahapan debt collector yang mana dalam hal ini pihak penagih yaitu debt
collector mulai mendatangi penerima pinjaman yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi dari keuangan penerima pinjaman, dalam tahapan ini debt collector
memberikan penjelasan secara persuasif mengenai kewajiban penerima pinjaman
untuk segera membayar hutangnya sesuai dengan isi perjanjian, pihak debt
collector juga menjelaskan kepada penerima pinjaman akibat hukum yang dapat
timbul apabila penerima pinjaman belum dapat melunasi hutangnya, dalam tahapan
ini juga merupakan pemberian kesempatan atau restrukturisasi mengenai tenggang
waktu bagi penerima pinjaman untuk dapat membayar angsurannya. Selanjutnya
terdapat tahapan collector remedial yaitu tahapan dimana debt collector
melakukan penagihan hutang dengan cara mengambil barang milik penerima pinjaman
tahapan ini dapat dilakukan apabila sejak awal perjanjian sudah terdapat
perjanjian mengenai adanya jaminan.
Pihak penagih dalam hal melakukan
mekanisme penagihan kepada pihak penerima, dilakukan dengan mendapatkan
informasi yang berasal dari pihak penyelenggara pinjaman online. Pihak penagih
dapat melaksanakan mekanisme penagihan dengan cara mendapatkan surat kuasa dari
pihak penyelenggara pinjaman online, yang berarti bahwa hubungan hukum antara
pihak penyelenggara pinjaman online dengan pihak penagih adalah hubungan
perjanjian yang mana pihak penyelenggara pinjaman online memberikan kuasa
kepada pihak penagih. Menurut Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
perjanjian pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian yang mana salah satu
pihak memberikan kekuasaan kepada pihak lainnya, yang menerimanya, untuk atas
nama pihak yang memberikan kuasanya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan.
Dengan adanya definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa perjanjian pemberian
kuasa adalah perjanjian sepihak. Pengertian dari kata-kata “untuk atas namanya”
hal ini berarti bahwa yang diberi kuasa untuk bertindak dan atas nama pemberi
kuasa, dengan adanya hal tersebut segala sebab dan akibat dari perjanjian ini
merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa yang mana masih berada
dalam batas-batas kuasa yang telah diberikan, hal ini juga diatur dalam pasal
1807 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun, tidak semua hal dapat dikuasakan
kepada pihak ketiga, ada beberapa perbuatan yang tidak dapat diwakilkan. Perjanjian
pemberian kuasa terjadi secara cuma-cuma, kecuali telah diperjanjikan
sebaiknya. Dalam Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat dua
jenis surat kuasa yaitu surat kuasa umum yang berarti suatu pemberian kuasa
yang diberikan secara umum, meliputi perbuatan pengurusan yang mencakup segala
kepentingan pemberi kuasa, hal ini dikecualikan untuk perbuatan yang hanya
dilakukan oleh seorang pemilik, hal ini diatur dalam pasal 1796 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, seperti melakukan tindakan pengurusan, penghunian,
atau pemeliharaan. Terdapat juga surat kuasa khusus yang berarti satu
kepentingan tertentu atau lebih, dengan adanya hal tersebut diperlukan suatu
pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan yang mana dapat
dilakukan oleh penerima kuasa, misalnya untuk mengalihkan hak atas barang
bergerak atau tidak bergerak, memasang hipotek atau membebankan hak tanggungan,
melakukan suatu perdamaian atau perbuatan lain yang hanya dilakukan oleh
seorang pemilik (Meliala, 2008). Surat kuasa dapat dibuat dengan akta otentik, akta di
bawah tangan, surat biasa, secara lisan dan secara diam-diam.
Dengan adanya hal tersebut maka dapat dilihat bahwa terdapat kewajiban
orang yang menerima kuasa tersebut dalam hal perjanjian pinjaman online yaitu
pihak penagih untuk menyelenggarakan suatu urusan, dalam hal ini adalah
melakukan penagihan atas nama pihak penyelenggara pinjaman online. Surat kuasa
dalam hal mekanisme penagihan perjanjian pinjaman online merupakan surat kuasa
khusus, karena mekanisme penagihan dalam perjanjian pinjaman online diperlukan
suatu pemberian kuasa yang diberikan oleh penyelenggara pinjaman online yang
dalam perjanjiannya dengan tegas perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa
dalam hal ini pihak penagih, yang mana perbuatan ini adalah melakukan penagihan
berupa uang yang telah diterima oleh penerima pinjaman. Penggambaran mekanisme
surat kuasa ini seperti PT. A memberikan kuasa kepada B untuk melakukan
penagihan kepada penerima pinjaman yaitu C, bahwa pemberian kuasa ini diberikan
melalui surat perjanjian yaitu berupa surat kuasa khusus yang isinya adalah
pemberian kuasa dari PT. A kepada B dengan mengatasnamakan PT. A untuk
melakukan penagihan uang yang telah dipinjamkan kepada C.
Dengan adanya surat kuasa yang
diberikan oleh pihak penyelenggara pinjaman online kepada pihak penagih,
memunculkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak penagih. Kewajibannya
sama seperti pihak penyelenggara pinjaman online dalam melakukan mekanisme
penagihan, harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yang mana dalam mekanisme
penagihan tidak diperbolehkan untuk melakukan proses penagihan dengan
menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik dan
mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat menyinggung unsur SARA,
atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima
pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik terhadap pihak
penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan keluarganya. Apabila cara
tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pinjaman online maka terdapat
sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis, mempublikasikan nama anggota dan
ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan masyarakat, pemberhentian sementara
dari keanggotaan asosiasi serta pemberhentian tetap dari keanggotaan asosiasi.
Dengan adanya hal tersebut maka hubungan hukum antara penyelenggara perjanjian
online dengan pihak penagih adalah perjanjian melalui surat kuasa khusus.
Sedangkan untuk penerima pinjaman dengan pihak penagih hubungan hukumnya adalah
pihak penagih dalam hal ini bergerak dengan atas nama pihak penyelenggara,
sehingga secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa pihak penagih ini
hanyalah seorang wali dari pihak penyelenggara sehingga hubungan hukum yang
timbul hanyalah berdasarkan surat kuasa yang telah diterima oleh pihak penagih,
yaitu bergerak atas nama pihak penyelenggara pinjaman online untuk melakukan
penagihan kepada pihak yang tertagih yaitu dalam hal ini adalah penerima
pinjaman online. Dengan adanya hal tersebut, tidak ada hubungan hukum antara
pihak penagih dengan pihak penerima pinjaman online, karena peruntukan pihak
penagih hanyalah pihak yang bergerak dengan atas nama pihak penyelenggara
pinjaman online namun apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang bersifat
melawan hukum seperti kekerasan, maka muncul hubungan hukum antara pihak
penagih dengan pihak penerima pinjaman online.
Pertanggungjawaban
Perusahaan Pinjaman online apabila Pihak Penagih menimbulkan Kerugian
Perusahaan Pinjaman online, yang mana
merupakan salah satu bentuk dari penyelenggara pinjaman online. Sama seperti
pihak-pihak dalam perjanjian, penyelenggara juga memiliki hak dan kewajiban
yang harus dilakukannya karena, apabila hak dan kewajiban tidak dijalankan
sebaik mungkin akan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang ada dalam
perjanjian tersebut. Dalam melaksanakan perjanjian, tentunya para pihak tidak
boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syarat yang terdapat dalam
suatu perjanjian yang sudah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 1320 salah satunya adalah melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Hal ini
dikarenakan terdapat beberapa syarat dalam perjanjian yaitu adanya kesepakatan
para pihak yang mana dalam hal ini adalah pihak penerima pinjaman, pihak penyelenggara
pinjaman, dan pihak pemberi pinjaman, selain itu adanya syarat kecakapan para
pihak yaitu pihak yang telah diatur sudah melampaui umur tertentu dan
dinyatakan bahwa tidak adanya ingatan yang cacat, terdapat juga syarat adanya
pokok permasalahan yang dijanjikan yang mana dalam hal ini adalah perjanjian
pinjam meminjam secara online dan dibuat dengan suatu sebab yang halal yang
mana perjanjian ini dilakukan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan manapun. Dengan adanya hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat pihak yang melakukan
perbuatan yang melanggar hukum, dalam mekanisme pelaksanaan perjanjian maka
pihak tersebut dapat dinyatakan melakukan wanprestasi. Hal ini karena pihak
tersebut dapat dinyatakan tidak melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
yang telah diperjanjikan oleh pihak tersebut. Dan perbuatan yang melawan hukum
yang masih berada dalam cakupan perjanjian yang telah dibuat oleh seseorang
berpotensi akan merugikan pihak lain dalam perjanjian. Dengan adanya hal
tersebut, dapat dilihat bahwa dalam perjanjian online pihak-pihak di dalamnya
bukan hanya penerima pinjaman dan pemberi pinjaman saja, melainkan
penyelenggara pinjaman online juga merupakan pihak dalam perjanjian tersebut
yang berkedudukan sebagai pihak ketiga yang menghubungkan antara pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman. Dengan adanya hal tersebut maka muncul hak
dan kewajiban yang dilakukan oleh penyelenggara pinjaman. Sama seperti pihak
lainnya, dalam menjalankan perjanjian ini, pihak penyelenggara harus sesuai
dengan syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana segala perbuatan yang berhubungan dengan
mekanisme perjanjian yang telah disepakati oleh pihak penyelenggara harus
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Perundang-undangan.
Dalam perjanjian pinjam meminjam online, berlaku aturan yang sama dengan
perjanjian pada umumnya yaitu, seluruh pihak dapat dinyatakan wanprestasi
apabila tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian yang telah
disepakati dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila pihak
penyelenggara pinjaman online tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan maupun sesuai dengan isi kesepakatan yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka pihak penyelenggara dapat
dinyatakan wanprestasi.
Seiring dengan berkembangnya
teknologi, hal ini juga berdampak pada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Seperti munculnya permasalahan-permasalahan baru
seperti penyebaran berita hoax, penipuan investasi berbasis teknologi,
munculnya pinjaman-pinjaman online yang ilegal serta melakukan pengancaman dan
pemerasan melalui media sosial. Seperti kejadian beberapa waktu lalu yang
terjadi di daerah Jakarta Barat, yang mana dalam kejadian ini terdapat seorang
pihak yang melakukan pinjam meminjam secara online kepada salah satu perusahaan
pinjaman online, namun dalam mekanisme pembayaran pinjaman tersebut pihak ini
tidak dapat membayarkan pinjamannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati
dalam perjanjiannya dengan alasan bahwa pihak peminjam uang ini tidak sanggup
untuk membayar jumlah uang yang telah dipinjamnya beserta dengan bunga yang
telah disepakati. Dengan adanya kejadian tersebut, penyelenggara pinjaman
online meminta bantuan kepada sebuah Perusahaan yang bekerja dalam bidang jasa
penagihan yang berinisial PT. ITN untuk melakukan penagihan kepada pihak
penerima pinjaman tersebut. Dalam mekanisme penagihan ini, PT. ITN menggunakan
cara yang tidak sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan oleh Pihak
Asosiasi Fintech Lending Indonesia, meskipun PT. ITN sudah tergabung ke dalam
asosiasi tersebut. Mekanisme yang digunakan oleh PT. ITN dalam melakukan
penagihan ini adalah mengancam pihak penerima pinjaman akan menyebarkan gambar
penerima pinjaman yang sudah disunting menjadi tidak berbusana oleh para pihak
penagih ke seluruh media sosial yang terdapat keluarga dan kerabat dari pihak
penerima pinjaman. Dengan adanya hal tersebut tentunya hal ini sangat
bertentangan dengan mekanisme penagihan yang telah ditentukan yaitu proses
penagihan tidak diperbolehkan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi,
menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang
dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta
harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online
baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan
keluarganya. Tentu saja hal ini juga bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan karena pihak tersebut menggunakan ancaman yang tentu saja
pihak tersebut melakukan perbuatan yang melawan hukum, karena hal yang
dilakukan oleh pihak penagih dalam hal ini telah melanggar ketentuan dalam
pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa barangsiapa
yang memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya
orang tersebut memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk ke
dalam kepunyaan orang tersebut kepunyaan orang lain atau supaya orang itu
membuat utang atau menghapus piutang dihukum karena memeras dengan hukuman
penjara paling lama sembilan tahun. Untuk itu dalil dalam Pasal ini adalah
barangsiapa yang dalam pasal ini mengacu pada pihak penagih, dengan melawan
hak, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mana dalam
kasus ini pihak penagih memaksa korban dengan menggunakan ancaman, dalil
selanjutnya adalah memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain, agar orang tersebut memberikan barang atau agar , yang sama sekali atau
sebagiannya termasuk ke dalam kepunyaan orang tersebut kepunyaan orang lain
atau orang itu membuat utang atau menghapus piutang yang mana dalam kasus ini
agar pihak korban segera membayarkan hutangnya, yang mana sebenarnya apabila
diteliti lebih lanjut korban sedang dalam situasi yang tidak dapat membayarkan
hutangnya (Sanova, 2019). Sehingga dengan adanya hal tersebut dapat dilihat bahwa
pihak penagih dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya karena telah melakukan
pengancaman kepada pihak penerima pinjaman.
Selain itu, termuat juga dalam Pasal
27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan
bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan untuk melanggar kesusilaan, yang mana
dalam pasal ini memiliki beberapa unsur seperti, setiap orang yang mana dalam
kasus ini adalah pihak penagih, dengan sengaja dan tanpa hak yaitu pihak
penagih tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut, mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan atau dokumen elektronik, dan
memiliki muatan untuk melanggar kesusilaan yang mana gambar yang sudah
disunting tersebut merupakan gambar yang benar-benar melanggar kesusilaan yaitu
dalam hal ini pihak penerima pinjaman yang dipermalukan di masyarakat (Pasedan, 2015). Dengan adanya hal ini tentu saja pihak penagih dapat
dinyatakan telah melanggar ketentuan pidana dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, perbuatan yang melanggar hukum merupakan tiap perbuatan yang
melawan hukum, yang dapat menyebabkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang akibat dari kesalahannya telah menimbulkan kerugian tersebut, untuk
memberikan ganti kerugian. Dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
juga dituliskan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab atas perbuatannya
yang melawan hukum, bukan saja atas kerugian yang telah disebabkan atas
perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya.
Dalam Pasal selanjutnya juga dinyatakan bahwa seseorang tidak bertanggung jawab
hanya atas kerugian yang telah diperbuatnya kepada orang lain, melainkan orang
tersebut harus memberikan pertanggungjawaban atas segala kerugian yang dapat
timbul akibat dari perbuatannya tersebut. Perbuatan yang sekiranya melawan
hukum, dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan
tersebut mengandung unsur-unsur seperti, adanya suatu perbuatan yang mana
perbuatan ini dimaksudkan sebagai baik berbuat sesuatu maupun tidak berbuat
sesuatu, seperti tidak melakukan sesuatu padahal orang tersebut mempunyai
kewajiban hukum untuk melakukannya, kewajiban ini timbul dari hukum yang
berlaku atau berdasarkan hal yang telah disepakati, dalam perbuatan melawan
hukum tidak ada unsur adanya persetujuan atau kesepakatan, dan juga tidak
terdapat unsur klausa yang telah diperbolehkan seperti yang tercantum dalam
perjanjian. Unsur selanjutnya adalah perbuatan tersebut melawan hukum, sejak
tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang luas, yakni
meliputi hal-hal seperti adanya perbuatan yang melanggar undang-undang yang
telah berlaku, melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelaku, perbuatan yang bertentangan
dengan norma kesusilaan atau perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik
dalam kehidupan bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan dari orang lain.
Unsur selanjutnya adalah adanya kesalahan dari pihak pelaku, hal ini
dikarenakan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan
adanya unsur ini,
unsur kesalahan ini dapat terpenuhi apabila terdapat unsur kesengajaan, unsur
kelalaian, dan tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf. Unsur
selanjutnya adalah adanya kerugian dari pihak korban yang bersifat kerugian
material maupun kerugian immateril, yang mana kerugian immateril ini juga akan
dinilai dengan uang. Unsur selanjutnya adalah terdapat hubungan klausul antara
perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang dialami.
Dengan adanya unsur-unsur perbuatan
melawan hukum dan permasalahan yang telah dibuat oleh PT. ITN sebagai pihak
penagih, maka dapat dilihat bahwa PT. ITN telah melakukan adanya perbuatan yang
melawan hukum. Dengan adanya hal tersebut, menurut pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, PT. ITN harus melakukan pertanggungjawaban hukum
yang mana harus mengganti kerugian yang dirasakan oleh korban. Namun dalam
mekanisme perjanjian pinjam meminjam secara online, pihak penagih merupakan
pihak yang dipekerjakan oleh
pihak penyelenggara pinjaman online untuk melakukan kewajibannya
dalam mekanisme penagihan agar pihak pemberi pinjaman maupun pihak
penyelenggara pinjam meminjam secara online tidak mengalami kerugian, namun
tentunya penyelenggara pinjam meminjam secara online dalam mekanisme penagihan
harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang mana mekanisme penagihan
yang dilakukan oleh penyelenggara memang diperbolehkan untuk menggunakan jasa
penagihan pihak ketiga, hal ini dapat dilakukan apabila jasa penagihan tersebut
tidak termasuk dalam daftar hitam otoritas dan atau asosiasi. Namun, dalam
mekanisme penagihan, penyelenggara pinjaman online tidak diperbolehkan untuk
melakukan proses penagihan dengan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi,
menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang
dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta
harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online
baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan
keluarganya. Apabila cara tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pinjaman
online maka terdapat sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis, mempublikasikan
nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan masyarakat,
pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi serta pemberhentian tetap
dari keanggotaan asosiasi. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan apa yang
terjadi dalam kasus tersebut, yang mana dalam kasus tersebut penagihan
dilakukan dengan merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima
pinjaman. Dengan adanya hal tersebut maka mekanisme penagihan yang dilakukan
oleh pihak penagih berdasarkan surat kuasa yang telah diberikan oleh pihak
penyelenggara tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan adanya kasus ini dapat
terlihat bahwa seharusnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya penyelenggara
pinjaman online tidak melaksanakan dengan baik, yang mana penyelenggara
pinjaman online memiliki kewajiban untuk merahasiakan data pribadi milik
penerima pinjaman maupun pemberi pinjaman dan melaksanakan haknya dalam
mekanisme penagihan pinjaman online sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang mana dalam ayat (1), telah dituliskan bahwa
perlindungan konsumen yang dalam kasus ini adalah penerima pinjaman dan pemberi
pinjaman adalah segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum untuk
dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, yang mana pasal 2 Undang-Undang
tersebut juga menyatakan bahwa perlindungan konsumen harus berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum
(Indonesia, 1999). Dalam POJK No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara jelas telah menuliskan dalam
Pasal 39, bahwa Penyelenggara dilarang dengan menggunakan cara apapun untuk
memberikan data dan/atau informasi mengenai pengguna layanan pinjaman online
kepada pihak ketiga, larangan dalam hal ini dikecualikan apabila pengguna telah
memberikan persetujuan secara elektronik dan diwajibkan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan. Selain itu dalam Pasal 43 POJK No. 77 Tahun 2016
juga dijelaskan bahwa penyelenggara dilarang untuk melakukan kegiatan usaha
selain daripada kegiatan usaha Penyelenggara yang diatur dalam peraturan OJK,
Penyelenggara pinjaman online juga dilarang bertindak sebagai pemberi pinjaman
dan penerima pinjaman, penyelenggara dilarang untuk memberikan jaminan dalam
segala bentuk untuk memenuhi kewajiban dari pihak lain, penyelenggara pinjam
meminjam online dilarang untuk menerbitkan surat hutang, penyelenggara dilarang
untuk memberikan rekomendasi kepada para penggunanya, penyelenggara juga
dilarang untuk mempublikasikan informasi yang bersifat fiktif atau yang dapat
menyesatkan penggunanya, penyelenggara juga dilarang untuk melakukan penawaran
layanan kepada pengguna tetap maupun masyarakat melalui sarana komunikasi
pribadi tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna serta penyelenggara pinjam
meminjam online juga dilarang untuk mengenakan biaya apapun kepada para
pengguna atas pengajuan pengaduan. Apabila kewajiban dan larangan dilakukan
oleh pihak penyelenggara maka pihak penyelenggara akan dikenakan sanksi
administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa adanya peringatan
tertulis, penyelenggara diberikan denda yaitu kewajiban untuk membayarkan
sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha penyelenggaraan perjanjian
pinjaman online, serta dapat diberikan sanksi pencabutan izin.
Dengan adanya kasus tersebut, maka
dapat dilihat bahwa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban bukan hanya pihak
penagih yang melakukan penagihan secara melawan hukum, melainkan pihak penagih
tersebut dapat bergerak melakukan penagihan karena adanya surat kuasa yang
telah diberikan oleh pihak penyelenggara. Dengan adanya hal tersebut, melalui
surat kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara kepada pihak penagih
secara tidak langsung dapat terlihat bahwa pihak penyelenggara pinjam meminjam
secara online telah membocorkan informasi rahasia milik penggunanya, yang mana
tentu saja hal tersebut telah dilarang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Dengan adanya hal tersebut maka penyelenggara
pinjaman online telah dianggap tidak melakukan kewajibannya untuk merahasiakan
data penggunanya dan mekanisme penagihan yang telah dilakukan oleh pihak
penagih yang menggunakan kekerasan atau menggunakan cara yang telah melawan
hukum yang dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Yang mana perbuatan
melawan hukum telah yang berada dalam suatu perjanjian dianggap sebagai perbuatan
yang wanprestasi, karena perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh
pihak penyelenggara pinjaman online telah merugikan pihak penerima pinjaman,
yang mana seharusnya hal ini tidak dirasakan oleh pihak penerima pinjaman,
karena pihak pinjaman merasakan kerugian yang bersifat material yaitu rasa
malu, serta kerugian immaterial yang dapat dirasakan oleh penerima pinjaman
adalah dengan adanya rasa malu yang dirasakan oleh penerima pinjaman, maka ada
keuntungan yang harus didapatkan oleh penerima pinjaman namun dengan adanya
kasus tersebut membuat penerima pinjaman tidak mendapatkan keuntungan tersebut.
Selain itu terdapat penjelasan oleh salah satu ahli yaitu Subekti yang
menyatakan bahwa, wanprestasi terdapat empat macam, yaitu tidak melakukan apa yang
telah disepakati untuk disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang
telah diperjanjikannya namun tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan,
melakukan apa yang telah dijanjikan namun terlambat dan melakukan suatu yang
menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. Sedangkan dalam perjanjian ini,
pihak penyelenggara melakukan perbuatan hukum yang telah dilarang oleh
Undang-Undang, yang mana dalam salah satu syarat perjanjian, bahwa perjanjian
harus dilakukan berdasarkan suatu sebab yang halal, sehingga dengan adanya hal
tersebut pihak penyelenggara telah melakukan perbuatan yang mana menurut
perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. Dengan adanya hal tersebut maka pihak
penyelenggara pinjam meminjam online ini telah melakukan wanprestasi kepada para
penggunanya yaitu penerima pinjaman dan pemberi pinjaman karena tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan isi dari perjanjian yang telah disepakati. Dengan adanya hal
tersebut menurut Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pihak
Penyelenggara Pinjaman online maka dapat dimintakan penggantian biaya, kerugian
dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan yang telah diwajibkan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa hubungan hukum antara penerima
pinjaman online dengan pihak penyelenggara pinjaman online adalah hubungan
perjanjian pinjam meminjam secara online yang mana kedudukan penerima pinjaman
online juga merupakan konsumen dari pihak penyelenggara pinjaman online, serta
pihak penyelenggara pinjaman online merupakan pihak ketiga dalam perjanjian
pinjam meminjam online. Hubungan antara penyelenggara pinjaman online dengan
pihak penagih dalam hal ini adalah perusahaan maupun perorangan adalah hubungan
perjanjian yang dikaitkan dengan surat kuasa yang mana dalam surat kuasa
tersebut adalah pemberian kuasa dari pihak penyelenggara pinjaman online kepada
pihak penagih, yang mana dalam mekanisme penagihan yang dilakukan oleh pihak
penagih mengatasnamakan pihak penyelenggara pinjaman online. Dalam mekanisme
penagihan yang dilakukan oleh pihak penagih pinjaman kepada pihak penerima
pinjaman namun dalam mekanisme penagihan tersebut, pihak penagih melakukan
suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi pihak penerima
pinjaman, dengan adanya hal tersebut, karena pihak penagih melaksanakan
penagihan atas dasar kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara
pinjaman online, maka pihak penyelenggara pinjaman online harus bertanggung
jawab atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh pihak penagih, hal ini tentu
saja dikarenakan pihak penyelenggara pinjaman online tidak melaksanakan
kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku dan perjanjian yang telah
disepakati. Dengan adanya hal tersebut maka pihak penyelenggara pinjaman online
dinyatakan melakukan wanprestasi, dan pihak yang dirugikan dapat meminta ganti
kerugian berupa kerugian yang dialami, biaya, dan juga bunga.
BIBLIOGRAFI
Bayuardi, G. (2018). Membaca Lirik Lagu Populer
Indonesia: Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Bahasa. Handep, 2(1),
77–102.
Daud, R. F. (2021). Dampak Perkembangan Teknologi Komunikasi
Terhadap Bahasa Indonesia. Jurnal Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2),
252–269.
Fahmi, M. A., Hasbullah, M. A., & Munir, A. (2022).
Pengaturan Hukum Persaingan Usaha Atas Jasa Keuangan Digital di Indonesia. MIMBAR
YUSTITIA: Jurnal Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 6(1), 20–32.
Indonesia, R. (1999). Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Lembaran Negara RI Tahun, 8.
Keuangan, O. J., & Lending, F. A. Q. F. (2021). terdapat
dalam https://www. ojk. go.
id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/fintech/Documents/FAQ% 20Fintech%
20Lending. pdf. Akses 17/09.
Kharisma, D. B. (2020). Problematika Mekanisme Penyelesaian
Pinjaman Gagal Bayar Pada Pinjaman Online Di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding,
1(1), 1–7.
Meliala, D. S. (2008). Penuntun praktis perjanjian
pemberian kuasa menurut kitab undang-undang hukum perdata. Nuansa Aulia.
Munir, A. S. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia. Ummul Qura Jurnal Institut
Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan, 9(1), 56–68.
Pasedan, V. R. (2015). Delik Penghinaan Berdasarkan
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Skripsi.
Prakoso, A. (2023). Kajian Viktimologi Dalam Tindak Pidana
Penggelapan Pada Perusahaan Pembiayaan. SIVIS PACEM, 1(1), 47–68.
Sanova, M. D. (2019). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak
Pidana Penipuan Dalam Pasal 378 KUHP. UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Siregar, L. Y., & Nasution, M. I. P. (2020). Perkembangan
teknologi informasi terhadap peningkatan bisnis online. HIRARKI: Jurnal
Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 2(1), 71–75.
Tiodor, P. C., & Tjahyani, M. (2023). Pembuktian
Wanprestasi Perjanjian Utang Piutang Secara Lisan. Krisna Law: Jurnal
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 5(1), 27–39.
Wicaksono, M. A. S. (2020). Penerapan Sanksi Penghentian
Operasional Sementara dan Putus Mitra Sepihak Oleh PT. Gojek Indonesia Ditinjau
dari Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. UNISKA Law Review, 1(1),
1–20.
Yusuf, M. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan
Pinjaman Uang Berbasis Financial Technology. Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Copyright
holder: Restalia Laureta
Hamzah (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |