Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 3, Maret 2024

 

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PINJAM-MEMINJAM ONLINE TERHADAP PENUNJUKAN PERUSAHAAN PENAGIHAN YANG MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI DEBITUR PINJAMAN ONLINE

 

Restalia Laureta Hamzah

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Dengan perkembangan teknologi yang mengakibatkan perkembangan pada sistem pinjaman uang yaitu dengan munculnya Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yaitu merupakan salah satu penyelenggaraan layanan dalam jasa keuangan yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan menerima pinjaman dalam hal melakukan perjanjian pinjam meminjam uang dalam mata uang Indonesia yaitu rupiah melalui media elektronik yang menggunakan jaringan internet. Yang mana dalam melakukan layanan ini diperlukan adanya 3 pihak yaitu pihak penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan pihak penyelenggara pinjaman online. Dengan munculnya teknologi ini, maka menimbulkan masalah baru seperti adanya keadaan kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman sehingga pihak penyelenggara pinjaman online melakukan penagihan yang tidak sesuai dengan mekanisme penagihan pada umumnya sehingga mengakibatkan kerugian yang diterima oleh penerima pinjaman online, dengan adanya hal tersebut maka diperlukan pertanggungjawaban hukum dari pihak penyelenggara pinjaman online. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pertanggungjawaban hukum pihak penyelenggara pinjaman online terhadap kerugian yang dialami oleh penerima pinjaman. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan fokus pada analisis perjanjian pinjam meminjam dan surat kuasa antara penyelenggara pinjaman online dengan pengguna dan pihak penagih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerugian yang dialami oleh penerima pinjaman online akibat tindakan wanprestasi penyelenggaraan pinjaman online adalah kerugian, biaya, dan bunga yang harus ditanggung oleh penyelenggara pinjaman online. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya pertanggungjawaban hukum yang harus diberikan oleh penyelenggara pinjaman online terhadap penerima pinjaman dalam hal kerugian yang disebabkan oleh tindakan wanprestasi.

Kata kunci: Perusahaan Pinjaman Online, Perusahaan Penagihan, Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum, Debt Collector

 

Abstarct

With the advancement of technology resulting in developments in the loan system, the emergence of Information Technology-Based Lending and Borrowing Services has become prevalent. This service is one of the financial services that brings together lenders and borrowers to engage in loan agreements using the Indonesian currency, the Rupiah, through electronic media utilizing the internet network. In conducting this service, three parties are involved: the loan recipients, lenders, and online loan service providers. However, the advent of this technology has brought about new challenges, such as the occurrence of loan defaults by borrowers, leading to online loan service providers engaging in collections that deviate from the usual collection mechanisms, resulting in losses for online loan recipients. Consequently, legal accountability from online loan service providers is necessary. The aim of this research is to analyze the legal accountability of online loan service providers regarding the losses experienced by loan recipients. The method used is normative juridical, focusing on the analysis of loan agreements and power of attorney between online loan service providers and users and collection parties. The results of this research indicate that the losses experienced by online loan recipients due to the default actions of online loan service providers include losses, fees, and interest that must be borne by the online loan service providers. The conclusion of this research is the legal accountability that online loan service providers must assume towards loan recipients regarding losses caused by default actions.

Keywords: Online Loan Companies, Collection Companies, Default, Unlawful Acts, Debt Collector

 

Pendahuluan

Di era globalisasi ini, muncul banyaknya perkembangan teknologi yang sangat membantu manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Siregar & Nasution, 2020). Mulai dari kebutuhan untuk mendapatkan makanan, mencari tempat tinggal, mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Dengan perkembangan teknologi yang cukup signifikan ini, banyak sekali kemudahan yang dirasakan oleh manusia, seperti kemudahan untuk melakukan komunikasi, yaitu melalui telepon genggam (Daud, 2021). Pada saat telepon genggam pertama kali baru ditemukan, telepon genggam hanya digunakan untuk melakukan komunikasi via suara. Namun, dengan berkembangnya teknologi, telepon genggam saat ini bukan hanya digunakan untuk melakukan komunikasi, melainkan digunakan untuk mencari informasi yang penting di internet, memesan makanan, memesan alat transportasi, dan sebagainya (Bayuardi, 2018). Seperti pada tujuan dibentuknya teknologi ini, yaitu mempermudahkan manusia dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.

Dengan berkembangnya teknologi, maka hal ini juga berdampak pada pinjaman uang. Salah satu teknologi yang bergerak dalam pinjam-meminjam adalah munculnya Financial Technology atau biasa dikenal dengan sebutan Fintech. Fintech merupakan sebuah teknologi yang bergerak pada industri jasa keuangan. Fintech ini sendiri merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk menjalani transaksi keuangan yang spesifik dalam bentuk apapun. Dengan munculnya Fintech ini, mendukung munculnya Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau yang biasa dikenal dengan Fintech Lending. Fintech Lending merupakan suatu bentuk inovasi yang bergerak dalam bidang keuangan dengan menggunakan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan transaksi pinjam-meminjam, yang mekanismenya dilakukan dengan sistem yang disediakan oleh Lembaga penyelenggara Fintech Lending tersebut (Keuangan & Lending, 2021). Pada umumnya, dalam masyarakat lembaga Fintech Lending yang secara khusus bergerak dalam mekanisme pinjam meminjam lebih dikenal dengan sebutan Pinjaman online (Pinjol)

Dalam hal ini, Penyelenggara Pinjaman hanya merupakan Lembaga perantara yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Sistem pinjam-meminjam yang digunakan dalam Pinjaman online ini cukup mudah, yaitu pemberi pinjaman melakukan registrasi dengan cara mengisi data diri yang sudah tertera dalam dokumen resmi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun dokumen resmi lainnya yang diakui oleh negara sebelum dapat mengajukan pemberian pinjaman, membaca dan menyetujui syarat dan ketentuan yang sudah disediakan oleh penyelenggara pinjaman online, dan menunggu persetujuan dari Penyelenggara Pinjaman online dan apabila Penyelenggara Pinjaman online sudah menyetujui, dalam hitungan hari maupun hitungan jam pinjaman tersebut dapat dicairkan oleh Penyelenggara Pinjaman online, hal ini dapat dilakukan apabila syarat yang diberikan oleh Peminjam sudah dapat terpenuhi ini sendiri tentunya hal ini berlaku juga untuk penerima pinjaman, penerima pinjaman cukup dengan membuka Layanan Pinjaman online ini melalui situs maupun aplikasi yang sudah disediakan, mengisi data registrasi yang dibutuhkan seperti kartu yang menunjukan data diri seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat lainnya yang dapat menunjukan data diri seseorang, membaca dan menyetujui syarat dan ketentuan yang biasanya tercantum dalam bentuk dokumen elektronik yang diberikan, kemudian mencantumkan jumlah uang yang ingin dipinjamkan, menunggu persetujuan dari pihak Penyelenggara Pinjaman online kemudian dalam hitungan jam maupun hari pemberi pinjaman dapat memberikan pinjaman melalui penyelenggara  Pinjaman online kepada penerima pinjaman.  Dalam proses pengembalian uang pinjaman ini, penerima pinjaman cukup membayarkan uang yang sudah dipinjam beserta dengan besaran bunga yang sudah ditentukan dalam perjanjian tersebut dalam tenggat waktu yang sudah disetujui antara Penerima Pinjaman dan Pemberi Pinjaman.

Dengan adanya kemudahan tersebut, tidak menutup terjadinya masalah-masalah baru yang dihadapi oleh Penerima Pinjaman, Penyelenggara Pinjaman online maupun Pemberi Pinjaman. Seperti yang banyak terjadi belakangan ini, di mana Penerima Pinjaman seringkali menghadapi masalah dalam membayarkan pinjamannya, dikarenakan Penerima Pinjaman belum dapat untuk membayarkan pinjamannya karena suatu alasan, beserta dengan besaran bunga yang sudah disetujui antara masing-masing pihak, sehingga dengan adanya hal tersebut maka tidak sedikit dari penerima pinjaman jatuh dalam mekanisme gagal bayar atau kredit macet. Gagal bayar atau kredit macet diartikan sebagai keadaan yang menunjukan bahwa debitur tidak mampu melakukan pembayaran utangnya. Dengan adanya hal tersebut tentunya akan berpengaruh kepada lembaga penyelenggara Pinjaman online ini sendiri dan berpotensi merugikan Kreditur atau Pemberi Pinjaman pada Pinjaman online.

Hal mengenai pinjam meminjam diatur dalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa Pinjam pakai merupakan suatu perjanjian di mana, pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu (Wicaksono, 2020). Secara umum, setiap orang yang melakukan transaksi Pinjam Meminjam dikenal dengan istilah Debitor dan Kreditor. Debitor merupakan orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan dan Kreditor merupakan orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan (Tiodor & Tjahyani, 2023).

Dalam mekanisme kredit macet yang dilakukan oleh debitur dalam Pinjaman online, maka pada umumnya Perusahaan Pinjaman online akan memberikan tenggat waktu tertentu untuk debitur melakukan pembayarannya, namun apabila tenggat waktu tersebut terlampaui maka pada umumnya Perusahaan Pinjaman online akan memberikan teguran baik melalui surat elektronik ataupun menghubungi debitur melalui telepon. Selanjutnya, apabila Penerima Pinjaman belum dapat melunasi hutangnya, maka pada umumnya Perusahaan Pinjaman online akan melakukan penyitaan dari aset-aset yang dimiliki oleh Debitur dan biasanya penyitaan ini dilakukan oleh pihak penagih yang biasa kita kenal dengan sebutan Debt Collector.  Debt Collector merupakan pihak ketiga yang menghubungkan antara Debitur dan Kreditur dalam upaya penagihan hutang. Jasa yang diberikan oleh Debt Collector adalah menghubungi debitur via telepon ataupun mendatangi tempat tinggal Debitur yang sudah tertera pada awal perjanjian dengan membawa dokumen/ surat yang diperlukan untuk penyitaan dengan mekanisme atau cara tertentu yang sudah ditentukan oleh undang-undang.

Pihak penagih dalam Perjanjian Pinjaman online terbagi menjadi beberapa pihak, yaitu terdapat pihak penagih yang mengingatkan para debitur untuk segera membayar melalui via telepon atau yang disebut sebagai Desk Collection dan terdapat pihak penagih yang mendatangi alamat yang sudah disertakan oleh debitur untuk menagih hutang apabila seorang debitur belum melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau yang dikenal dengan Debt Collector. Menurut pelaksanaannya, tidak seluruh aplikasi pinjaman online memiliki Pihak penagih ini, terdapat beberapa penyelenggara pinjaman online yang menyerahkan proses penagihan ini kepada perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan tagih salah satunya seperti PT. Indo Tekno Nusantara. PT Indo Tekno Nusantara merupakan sebuah perusahaan yang memberikan layanan jasa penagihan Desk Collection, Penagihan menggunakan Pihak Ketiga, Telemarketing dan Layanan Customer Service (Yusuf, 2019).

Namun dalam pelaksanaannya, banyak sekali ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pihak Desk Collection dan Debt Collector, salah satunya adalah melakukan cara yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti penyitaan menggunakan kekerasan atau ancaman yang merugikan pihak Debitur atau penerima pinjaman baik melalui telepon ataupun secara langsung, seperti salah satu peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu terdapat salah satu lembaga penagihan atau yang dikenal dengan Desk Collection bernama PT. Indo Tekno Nusantara yang melakukan pelanggaran, di mana pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Indo Tekno Nusantara adalah bahwa pihak Desk Collection ini mengancam para debiturnya dengan cara mengedit gambar dari seorang debitur yang mengalami kredit macet menjadi tidak berbusana dan menyebarkannya melalui media internet. Hal ini tentunya mengakibatkan debitur tersebut mengalami kerugian material maupun non-material dan tentunya hal ini bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari kasus ini juga diketahui bahwa PT. Indo Tekno Nusantara menaungi 13 (tiga belas) aplikasi pinjaman online, yang diantaranya terdapat sepuluh Perusahaan pinjaman online illegal dan tiga perusahaan pinjaman online yang sudah diberi izin oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Prakoso, 2023).

Dengan adanya kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa para pihak penagih, menghubungi Debitur yang melakukan kredit macet dengan cara mendapatkan informasi dari pihak penyelenggara pinjaman online. Sehingga, penulis melihat bahwa pada kenyataannya, pihak penyelenggara telah melakukan pelanggaran, dengan cara memberikan informasi yang bersifat rahasia milik debitur kepada perusahaan penagih yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penagih. Dengan adanya hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk; (1) mengetahui hubungan hukum antara Debitur dengan Perusahaan Pinjaman Online dan Perusahaan Penagihan, dan (2) mengetahui pertanggungjawaban hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Pinjaman Online terhadap Penunjukan Perusahaan Penagihan yang Menimbulkan Kerugian bagi Debitur

 

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang Saya gunakan adalah Metode Penelitian Yuridis Normatif, yang mana penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori yang telah dipercaya dan berkembang di masyarakat serta asas-asas hukum untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui buku, jurnal, hasil penelitian dan peraturan perundangan serta putusan dari pengadilan. Metode ini merupakan bagian utama dari penelitian hukum, yang mana penelitian hukum diperuntukan untuk mencari aturan yang ada guna untuk menyelesaikan permasalahan hukum. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum, menyusun peraturan, atau mengkaji putusan hakim dari suatu perkara.

 

Hasil dan Pembahasan

Hubungan Hukum antara Debitur dengan Perusahaan Pinjaman online

Seperti yang sudah diketahui, apabila terdapat beberapa pihak yang ingin berbuat sesuatu, memberikan sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu, diperlukan adanya perikatan antara masing-masing pihak, baik dalam perikatan tersebut terdapat dua belah pihak maupun terdapat pihak lainnya. Perikatan tersebut yang nantinya akan mengikatkan satu pihak dengan pihak lainnya untuk menyetujui akan berbuat sesuatu, memberikan sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu. Perikatan antara pihak-pihak tersebut yang akan membuat beberapa pihak tergabung ke dalam suatu hal yang biasanya disebut perjanjian. Perjanjian ini sendiri adalah kesepakatan antara salah satu pihak dengan pihak lainnya atas sesuatu hal yang telah disepakati antara beberapa pihak tersebut. Perjanjian ini sendiri berakibat kepada munculnya hak dan kewajiban pihak-pihak yang telah menyetujui untuk melakukan perjanjian. Hak dan kewajiban ini bergantung kepada hal yang diperjanjikannya tersebut, semisal pada perjanjian pinjam meminjam barang, A telah sepakat untuk meminjamkan barang kepada B selama 1 (satu) bulan, dengan adanya hal tersebut maka dapat memunculkan hak dan kewajiban di antara A dan B, bahwa A memiliki kewajiban untuk memberikan barangnya kepada B untuk digunakan oleh A, dan A berhak atas hak pakai dari benda yang telah dipinjamkan oleh B, dan B berhak untuk meminta kembali barang tersebut kepada A setelah A sudah memakai barang tersebut selama 1 (satu) bulan, dan B memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang tersebut kepada A setelah waktu yang diperjanjikannya tersebut. Tentunya, dalam melaksanakan perjanjian kedua belah pihak harus melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan yang telah diperjanjikan, karena hal ini meminimalisir terjadinya kerugian antara kedua belah pihak. Karena tujuan dari adanya perjanjian ini bukanlah untuk merugikan salah satu pihak, perjanjian ini seperti situasi simbiosis mutualisme, yang mana perjanjian ini bertujuan untuk menguntungkan kedua belah pihak atau dengan kata lain, perjanjian pada umumnya dibuat untuk tidak meletakkan salah satu pihak di situasi yang merugikan. Hal ini tentunya dapat dikecualikan apabila perjanjian tersebut mengenai perjanjian hibah. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pun sudah dituliskan bahwa apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau tidak menepati janji, maka pihak yang mengalami kerugian tersebut berhak untuk menerima ganti kerugian atas hal tersebut, seperti dalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana dituliskan bahwa apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak yang mengalami kerugian atas wanprestasinya tersebut berhak atas penggantian kerugian, biaya yang dikeluarkan, dan bunga dari adanya kerugian tersebut. Tentunya, isi pasal ini sudah dianggap paling adil dalam melaksanakan perjanjian, karena apabila pasal ini tidak berlaku, maka akan terdapat beberapa pihak yang dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk melakukan perjanjian namun tidak akan bertanggungjawab apabila menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian, dengan kata lain akan banyak pihak yang memanfaatkan keadaan dengan melakukan perjanjian tetapi tidak melaksanakan kewajiban dari perjanjian tersebut, sehingga apabila kewajiban tersebut tidak terlaksana maka akan menyebabkan hak dari pihak lainnya tidak akan tercapai. Dengan adanya hal tersebut, maka dapat dilihat secara jelas bahwa perjanjian harus dilaksanakan oleh pihak-pihak tertentu dengan syarat bahwa pihak-pihak tersebut dapat melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati, agar pihak-pihak tersebut tetap mendapatkan haknya dengan cara melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah disepakati.

Perjanjian yang paling sering digunakan oleh seorang individu maupun kelompok salah satunya adalah perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian yang mana salah satu pihak menyerahkan barang yang dimilikinya kepada pihak lainnya untuk diberikan hak pakainya oleh pihak tersebut, namun dengan syarat bahwa pihak yang meminjam barang tersebut akan mengembalikan barang tersebut dalam keadaan yang utuh sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Barang dalam hal ini dapat berupa barang bergerak, maupun barang tidak bergerak dan barang berwujud maupun barang yang tidak berwujud. Salah satu perjanjian yang paling sering ditemukan dalam perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian pinjam meminjam uang. Perjanjian pinjam meminjam uang adalah salah satu jenis perjanjian yang mana salah satu pihak meminjamkan uang yang merupakan miliknya kepada pihak lainnya untuk digunakan, dengan syarat pihak tersebut akan mengembalikan uang tersebut dengan nominal yang sama atau bahkan lebih, sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikannya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga sudah dijelaskan bahwa terdapat beberapa perjanjian pinjam meminjam yang dapat dilakukan dan pada saat pengembalian barang tersebut, pihak yang meminjamkan berhak atas bunga dari barang tersebut, tentunya hal ini dapat dilakukan apabila kedua belah pihak telah sepakat dengan adanya isi dari perjanjian tersebut. Dalam prakteknya, perjanjian pinjam meminjam uang yang sering sekali menimbulkan adanya perselisihan, dan yang paling sering adalah perbuatan ingkar janji atau wanprestasi dari debitur atau orang yang mendapatkan pinjaman. Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur adalah keadaan yang mana debitur tidak dapat mengembalikan uang yang telah dipinjamkannya dari peminjam atau kreditur sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Tentunya perbuatan ingkar janji ini telah menyebabkan kerugian bagi pihak kreditur, karena kreditur telah melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan sejumlah uang kepada debitur untuk digunakannya namun hak untuk mendapatkan kembali uangnya pada waktu yang telah diperjanjikan tidak terwujud. Namun, mengenai wanprestasi ini telah diatur dalam pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa jika salah satu pihak baik debitur maupun kreditur tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak lainnya dalam perjanjian tersebut berhak atas ganti kerugian berupa kerugian tersebut, biaya dan bunga. Dengan adanya hal ini maka perjanjian pinjam meminjam dapat terus dilakukan, karena adanya peraturan yang telah mengatur mengenai hal tersebut.

Dengan berkembangnya teknologi, perjanjian pinjam meminjam ini tentunya mengalami banyak modifikasi menjadi lebih mudah, salah satu modifikasi dari perjanjian ini adalah munculnya perjanjian pinjam meminjam secara daring atau yang lebih sering didengar sebagai pinjaman online. Pinjaman online adalah salah satu bentuk perjanjian pinjam meminjam yang mana terdapat salah satu pihak yang ingin meminjam barang dalam hal ini khususnya adalah uang kepada pihak lainnya melalui media daring. Dengan adanya perjanjian pinjam meminjam online ini, kedua belah pihak tidak perlu bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi pinjam meminjam, melainkan cukup melalui gadget yang dimiliki oleh masing-masing pihak, dengan mengakses sebuah link ataupun aplikasi tertentu yang menyediakan sarana pinjam meminjam online, maka pihak-pihak yang ingin melaksanakan transaksi pinjam meminjam secara online dapat melaksanakan keinginannya tersebut. Sarana pinjam meminjam secara online ini telah disediakan oleh beberapa perusahaan yang bergerak dalam sistem pinjam meminjam secara online. Perusahaan yang bergerak dalam mekanisme pinjam meminjam melalui media daring dapat disebut sebagai Penyelenggara Pinjaman online, yang mana kedudukannya dalam perjanjian pinjam meminjam secara online adalah sebagai pihak ketiga. Perusahaan Pinjaman online merupakan suatu platform yang menyediakan sarana pinjam meminjam uang melalui media daring, perusahaan pinjaman online mempertemukan antara debitur yang ingin meminjam uang kepada kreditur yang ingin meminjamkan uangnya. Penggunaan sarana pinjaman online juga sangat mudah yaitu penggunanya hanya harus mengakses melalui link atau aplikasi yang sudah disediakan oleh platform pinjaman online itu sendiri. Penyelenggara dari perusahaan pinjaman online ini merupakan badan hukum, yang mengelola dan menyediakan sarana pinjam meminjam online. Sedangkan pengguna perusahaan pinjaman online merupakan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Pengguna tersebut yang nantinya akan mengakses layanan pinjaman online melalui gadget yang pengguna miliki, dan layanan pinjaman online akan meminta kedua belah pihak mengisi data diri yang diperlukan untuk menjadi peminjam maupun pemberi pinjaman. Kemudian penyelenggara pinjaman online akan mendaftarkan peminjam dan pemberi pinjaman di aplikasi atau link layanan pinjaman online tersebut. Ketika peminjam ingin meminjam uang dari layanan pinjaman online ini ataupun pemberi pinjaman ingin meminjamkan uangnya melalui layanan pinjaman online, maka penyelenggara pinjaman online akan memberikan kedua belah pihak dokumen elektronik.

Menurut Pasal 1 angka 12 POJK No. 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan dibentuknya dokumen elektronik ini diharapkan dapat membantu kedua belah pihak apabila terjadi persengketaan, karena dokumen elektronik ini adalah salah satu bukti sah dalam persidangan, tentunya hal ini diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam dokumen elektronik ini memuat beberapa hal, seperti nomor perjanjian, tanggal perjanjian, identitas para pihak, ketentuan apa saja mengenai hak dan kewajiban para pihak, jumlah pinjaman antar kedua belah pihak, suku bunga pinjaman, nilai angsuran, jangka waktu, objek jaminan jika memang ada, rincian biaya terkait perjanjian pinjam meminjam, ketentuan mengenai denda jika hal itu memang diatur dalam perjanjian dan dokumen elektronik tersebut juga mengatur mengenai mekanisme dalam penyelesaian sengketa. Tidak hanya dengan dokumen elektronik ini saja, penyelenggara juga wajib menyediakan akses informasi kepada penerima pinjaman atas posisi pinjaman yang telah diterima, akses informasi ini namun tidak termasuk informasi mengenai identitas pemberi pinjaman.

Dalam menjalankan perjanjian pinjam meminjam secara daring ini, baik penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan penyelenggara pinjaman online mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Seperti pemberi pinjaman mempunyai kewajiban untuk menyerahkan uang yang telah ia sepakati untuk dipinjamkan ke penerima pinjaman melalui penyelenggara pinjaman online, penyelenggara juga memiliki beberapa kewajiban yang mana penyelenggara wajib untuk menerapkan prinsip dasar untuk perlindungan para penggunanya seperti prinsip transparansi, perlakuan yang adil untuk semua pihak, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, serta apabila terjadi sengketa, penyelesaian sengketa yang digunakan pengguna harus secara sederhana, cepat dan dengan biaya yang terjangkau. Selain menetapkan prinsip tersebut, penyelenggara juga wajib memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan lainnya seperti adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, POJK mengenai Perlindungan Konsumen dan POJK mengenai Layanan Pengaduan Konsumen, Selain hal tersebut penyelenggara juga wajib bertanggung jawab apabila para pengguna pinjaman mengalami kerugian akibat adanya kesalahan dan/atau kelalaian direksi dan/atau pegawai penyelenggara pinjaman online. Sedangkan, penerima pinjaman juga memiliki kewajiban untuk mengembalikan seluruh uang yang telah dipinjam dari pemberi pinjaman melalui penyelenggara pinjaman online sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan antara pihak pemberi, penerima, dan penyelenggara pinjaman online. Mengenai hak para pihak, tentunya pemberi pinjaman mempunyai hak untuk mendapatkan pengembalian uang beserta bunga yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan penyelenggara pinjaman online sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara pihak-pihak tersebut, penyelenggara pinjaman online mempunyai hak untuk melakukan penagihan baik melalui penyelenggara itu sendiri maupun melalui pihak lainnya yang telah diberikan surat kuasa untuk melakukan penagihan. Penagihan ini dilakukan untuk para penerima penerima pinjaman yang belum melakukan kewajibannya sesuai dengan tenggat waktu yang telah disepakati. Namun, penagihan ini harus dilakukan melalui mekanisme yang telah diatur dengan undang-undang, yaitu penagihan hanya dapat dilakukan apabila penerima pinjaman dalam hal ini telah dinyatakan melakukan kredit macet, penagihan ini juga harus dilakukan tanpa adanya kekerasan maupun ancaman dalam mekanisme penagihan. Mengenai hak penerima pinjaman, maka penerima pinjaman mempunyai hak untuk menerima pinjaman sesuai dengan hal yang telah disepakati melalui yang diajukan oleh penerima pinjaman kepada penyelenggara pinjaman online.

Apabila terjadi suatu perselisihan baik antara penerima pinjaman dengan pihak penyelenggara pinjaman online maupun perselisihan antara pemberi pinjaman dengan penyelenggara pinjaman online maka pihak-pihak tersebut dapat menentukan cara penyelesaian perselisihan ini baik melalui pengadilan, maupun melalui penyelesaian secara kekeluargaan dengan menggunakan pihak ketiga. Tentunya hal mengenai penyelesaian perselisihan ini juga telah disepakati oleh para pihak yang seharusnya telah dituangkan dalam dokumen elektronik yang telah disepakati. Sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka dapat dilihat bahwa sumber dari pinjaman online yang dapat dilakukan oleh penerima pinjaman, pemberi pinjaman dan penyelenggara pinjaman online adalah perjanjian antara pihak-pihak tersebut yang berbentuk elektronik, yang mana perjanjian pinjaman online ini dituangkan dalam bentuk dokumen elektronik yang telah disepakati oleh para pihak. Sehingga dengan adanya perjanjian antara para pihak ini menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh pihak-pihak yang terkait agar tidak menimbulkan kerugian satu sama lain.

 

Hubungan Hukum antara Perusahaan Pinjaman online dengan Perusahaan Penagihan

Dengan adanya kesepakatan para pihak antara Pihak Pengguna Pinjaman online dengan Pihak Penyelenggara Pinjaman online yang menimbulkan timbulnya Perjanjian Pinjam Meminjam secara online, yang mana menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak yang harus diperbuat agar tidak terjadi kerugian. Kerugian dalam hal ini adalah kerugian yang timbul apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, salah satu kerugian yang dapat timbul adalah ketika penerima pinjaman tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayarkan pinjamannya kepada pemberi pinjaman melalui pihak penyelenggara pinjaman online yang menyebabkan pihak penerima pinjaman dinyatakan telah melakukan kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan yang mana nasabah sudah tidak sanggup untuk membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada pihak lainnya yang terdapat dalam perjanjian seperti yang telah diperjanjikan (Munir, 2017). Kredit macet ini sendiri memiliki beberapa kriteria seperti terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui waktu yang telah diperjanjikan. Dalam lembaga keuangan seperti bank, kredit macet memiliki beberapa kriteria seperti terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui waktu sebanyak 270 hari, terdapat kerugian operasional yang dituntut dengan pinjaman baru dan jaminan yang telah diberikan tidak dapat dicairkan dalam nilai yang telah dianggap wajar, baik dalam segi hukum maupun kondisi pasar.

 Dalam mekanisme kredit macet yang terjadi dalam pinjaman online, ada beberapa penyelesaian masalah apabila terjadi pinjaman online yang kredit macet yang telah dikeluarkan oleh Pihak Asosiasi Fintech Indonesia yang telah ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai asosiasi yang menyelenggarakan inovasi keuangan digital pada Juli Tahun 2018 berdasarkan pada POJK No. 13 Tahun 2018, bahwa Pihak Asosiasi Fintech Indonesia telah mengeluarkan pedoman perilaku penyelenggara layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi secara bertanggungjawab dan telah diatur juga mengenai penyelesaian pinjaman kredit macet yang diatur dalam Bab III pada Pokok-pokok pengaturan, secara umum yang mengatur apabila terjadi kredit macet seperti, Setiap penyelenggara pinjaman online wajib memiliki prosedur penanganan pinjaman yang kredit macet yaitu perihal pemberian surat peringatan, persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman, menghubungi penerima pinjaman secara jarak jauh (desk collection) yaitu melalui via telepon, email atau bentuk percakapan jarak jauh lainnya, perihal kunjungan atau komunikasi dengan tim penagihan dan atau penghapusan pinjaman (Fahmi et al., 2022). Prosedur ini wajib untuk memperhatikan kepentingan dari pengguna pinjaman online yaitu pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Dalam mekanisme penagihan, penyelenggara diperbolehkan untuk menggunakan jasa penagihan pihak ketiga, hal ini dapat dilakukan apabila jasa penagihan tersebut tidak termasuk dalam daftar hitam otoritas dan atau asosiasi. Dalam mekanisme penagihan, penyelenggara pinjaman online tidak diperbolehkan untuk melakukan proses penagihan dengan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan keluarganya (Kharisma, 2020). Apabila cara tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pinjaman online maka terdapat sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis, mempublikasikan nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan masyarakat, pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi serta pemberhentian tetap dari keanggotaan asosiasi.

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa penyelesaian permasalahan kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga yang telah ditentukan oleh penyelenggara pinjaman online. Pada umumnya, dalam mekanisme kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman, pihak penyelenggara pinjaman online akan meminta bantuan pihak ketiga yaitu debt collector untuk melakukan penagihan. Pada umumnya debt collector merupakan pihak ketiga yang menghubungkan antara debitur dengan kreditur dalam mekanisme penagihan. Jasa yang diberikan oleh debt collector ini sendiri adalah menghubungi pihak debitur untuk melakukan pelunasan hutangnya baik secara langsung yaitu dengan mendatangi langsung ke tempat tinggal debitur yang didapatkan dari pihak kreditur maupun secara tidak langsung yaitu melalui via telepon atau email. Dalam mekanisme penagihan yang dilakukan oleh debt collector, debt collector diberikan surat kuasa oleh kreditur untuk melakukan penagihan, yang mana dalam surat kuasa tersebut merupakan perjanjian antara kreditur dengan debt collector. Dalam hal ini berarti dapat dilihat bahwa hubungan hukum antara kreditur dengan debt collector adalah hubungan perjanjian. Debt collector dalam hal ini juga mempunyai informasi pribadi milik debitur, yang berasal dari pihak kreditur, seperti nomor telepon dan alamat rumah. Tentunya hal ini berbeda dengan perjanjian pinjaman online yang mana dalam perjanjian pinjaman online pihak yang mempunyai kredibilitas untuk melakukan penagihan adalah penyelenggara pinjaman online. Yang berarti bahwa apabila terjadi kredit macet yang dilakukan oleh penerima pinjaman, maka pihak penyelenggara yang wajib melakukan penagihan, karena pihak pemberi pinjaman tidak memiliki akses secara langsung untuk menghubungi pihak penerima pinjaman, karena data yang telah diberikan oleh penerima pinjaman kepada penyelenggara pinjaman online bersifat rahasia.

Dengan melihat hal tersebut, apabila dalam hal ini penyelenggara pinjaman ingin melakukan mekanisme penagihan melalui pihak ketiga, yang mana pihak ketiga dalam mekanisme penagihan ini merupakan perseorangan maupun perusahaan. Terdapat perusahaan yang bergerak dalam bidang penagihan, yang mana perusahaan tersebut adalah perusahaan yang menawarkan jasa untuk melakukan mekanisme penagihan, yang mana perusahaan tersebut menawarkan jasa untuk melakukan penagihan secara langsung dengan menggunakan pihak ketiga yang dikenal sebagai debt collector maupun secara tidak langsung melalui via telepon, atau yang biasa dikenal dengan sebutan desk collector. Dalam tata cara penagihan yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga terdapat beberapa tahapan, yaitu pada pihak desk collector, yang mana merupakan tahap awal untuk debt collector yang menagih kredit terhadap penerima pinjaman dengan cara mengingatkan tanggal jatuh tempo dari perjanjian yang telah disepakati. Tujuan dari desk collector ini sendiri untuk mengingatkan penerima pinjaman atas kewajibannya dalam melakukan pembayaran utang. Selanjutnya, masuk ke tahapan debt collector yang mana dalam hal ini pihak penagih yaitu debt collector mulai mendatangi penerima pinjaman yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dari keuangan penerima pinjaman, dalam tahapan ini debt collector memberikan penjelasan secara persuasif mengenai kewajiban penerima pinjaman untuk segera membayar hutangnya sesuai dengan isi perjanjian, pihak debt collector juga menjelaskan kepada penerima pinjaman akibat hukum yang dapat timbul apabila penerima pinjaman belum dapat melunasi hutangnya, dalam tahapan ini juga merupakan pemberian kesempatan atau restrukturisasi mengenai tenggang waktu bagi penerima pinjaman untuk dapat membayar angsurannya. Selanjutnya terdapat tahapan collector remedial yaitu tahapan dimana debt collector melakukan penagihan hutang dengan cara mengambil barang milik penerima pinjaman tahapan ini dapat dilakukan apabila sejak awal perjanjian sudah terdapat perjanjian mengenai adanya jaminan. 

Pihak penagih dalam hal melakukan mekanisme penagihan kepada pihak penerima, dilakukan dengan mendapatkan informasi yang berasal dari pihak penyelenggara pinjaman online. Pihak penagih dapat melaksanakan mekanisme penagihan dengan cara mendapatkan surat kuasa dari pihak penyelenggara pinjaman online, yang berarti bahwa hubungan hukum antara pihak penyelenggara pinjaman online dengan pihak penagih adalah hubungan perjanjian yang mana pihak penyelenggara pinjaman online memberikan kuasa kepada pihak penagih. Menurut Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian yang mana salah satu pihak memberikan kekuasaan kepada pihak lainnya, yang menerimanya, untuk atas nama pihak yang memberikan kuasanya untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan. Dengan adanya definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa perjanjian pemberian kuasa adalah perjanjian sepihak. Pengertian dari kata-kata “untuk atas namanya” hal ini berarti bahwa yang diberi kuasa untuk bertindak dan atas nama pemberi kuasa, dengan adanya hal tersebut segala sebab dan akibat dari perjanjian ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa yang mana masih berada dalam batas-batas kuasa yang telah diberikan, hal ini juga diatur dalam pasal 1807 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun, tidak semua hal dapat dikuasakan kepada pihak ketiga, ada beberapa perbuatan yang tidak dapat diwakilkan. Perjanjian pemberian kuasa terjadi secara cuma-cuma, kecuali telah diperjanjikan sebaiknya. Dalam Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat dua jenis surat kuasa yaitu surat kuasa umum yang berarti suatu pemberian kuasa yang diberikan secara umum, meliputi perbuatan pengurusan yang mencakup segala kepentingan pemberi kuasa, hal ini dikecualikan untuk perbuatan yang hanya dilakukan oleh seorang pemilik, hal ini diatur dalam pasal 1796 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seperti melakukan tindakan pengurusan, penghunian, atau pemeliharaan. Terdapat juga surat kuasa khusus yang berarti satu kepentingan tertentu atau lebih, dengan adanya hal tersebut diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan yang mana dapat dilakukan oleh penerima kuasa, misalnya untuk mengalihkan hak atas barang bergerak atau tidak bergerak, memasang hipotek atau membebankan hak tanggungan, melakukan suatu perdamaian atau perbuatan lain yang hanya dilakukan oleh seorang pemilik (Meliala, 2008). Surat kuasa dapat dibuat dengan akta otentik, akta di bawah tangan, surat biasa, secara lisan dan secara diam-diam.

  Dengan adanya hal tersebut maka dapat dilihat bahwa terdapat kewajiban orang yang menerima kuasa tersebut dalam hal perjanjian pinjaman online yaitu pihak penagih untuk menyelenggarakan suatu urusan, dalam hal ini adalah melakukan penagihan atas nama pihak penyelenggara pinjaman online. Surat kuasa dalam hal mekanisme penagihan perjanjian pinjaman online merupakan surat kuasa khusus, karena mekanisme penagihan dalam perjanjian pinjaman online diperlukan suatu pemberian kuasa yang diberikan oleh penyelenggara pinjaman online yang dalam perjanjiannya dengan tegas perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa dalam hal ini pihak penagih, yang mana perbuatan ini adalah melakukan penagihan berupa uang yang telah diterima oleh penerima pinjaman. Penggambaran mekanisme surat kuasa ini seperti PT. A memberikan kuasa kepada B untuk melakukan penagihan kepada penerima pinjaman yaitu C, bahwa pemberian kuasa ini diberikan melalui surat perjanjian yaitu berupa surat kuasa khusus yang isinya adalah pemberian kuasa dari PT. A kepada B dengan mengatasnamakan PT. A untuk melakukan penagihan uang yang telah dipinjamkan kepada C.

Dengan adanya surat kuasa yang diberikan oleh pihak penyelenggara pinjaman online kepada pihak penagih, memunculkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak penagih. Kewajibannya sama seperti pihak penyelenggara pinjaman online dalam melakukan mekanisme penagihan, harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yang mana dalam mekanisme penagihan tidak diperbolehkan untuk melakukan proses penagihan dengan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan keluarganya. Apabila cara tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pinjaman online maka terdapat sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis, mempublikasikan nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan masyarakat, pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi serta pemberhentian tetap dari keanggotaan asosiasi. Dengan adanya hal tersebut maka hubungan hukum antara penyelenggara perjanjian online dengan pihak penagih adalah perjanjian melalui surat kuasa khusus. Sedangkan untuk penerima pinjaman dengan pihak penagih hubungan hukumnya adalah pihak penagih dalam hal ini bergerak dengan atas nama pihak penyelenggara, sehingga secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa pihak penagih ini hanyalah seorang wali dari pihak penyelenggara sehingga hubungan hukum yang timbul hanyalah berdasarkan surat kuasa yang telah diterima oleh pihak penagih, yaitu bergerak atas nama pihak penyelenggara pinjaman online untuk melakukan penagihan kepada pihak yang tertagih yaitu dalam hal ini adalah penerima pinjaman online. Dengan adanya hal tersebut, tidak ada hubungan hukum antara pihak penagih dengan pihak penerima pinjaman online, karena peruntukan pihak penagih hanyalah pihak yang bergerak dengan atas nama pihak penyelenggara pinjaman online namun apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum seperti kekerasan, maka muncul hubungan hukum antara pihak penagih dengan pihak penerima pinjaman online.

 

Pertanggungjawaban Perusahaan Pinjaman online apabila Pihak Penagih menimbulkan Kerugian

Perusahaan Pinjaman online, yang mana merupakan salah satu bentuk dari penyelenggara pinjaman online. Sama seperti pihak-pihak dalam perjanjian, penyelenggara juga memiliki hak dan kewajiban yang harus dilakukannya karena, apabila hak dan kewajiban tidak dijalankan sebaik mungkin akan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang ada dalam perjanjian tersebut. Dalam melaksanakan perjanjian, tentunya para pihak tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syarat yang terdapat dalam suatu perjanjian yang sudah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 salah satunya adalah melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa syarat dalam perjanjian yaitu adanya kesepakatan para pihak yang mana dalam hal ini adalah pihak penerima pinjaman, pihak penyelenggara pinjaman, dan pihak pemberi pinjaman, selain itu adanya syarat kecakapan para pihak yaitu pihak yang telah diatur sudah melampaui umur tertentu dan dinyatakan bahwa tidak adanya ingatan yang cacat, terdapat juga syarat adanya pokok permasalahan yang dijanjikan yang mana dalam hal ini adalah perjanjian pinjam meminjam secara online dan dibuat dengan suatu sebab yang halal yang mana perjanjian ini dilakukan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan manapun. Dengan adanya hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa apabila terdapat pihak yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, dalam mekanisme pelaksanaan perjanjian maka pihak tersebut dapat dinyatakan melakukan wanprestasi. Hal ini karena pihak tersebut dapat dinyatakan tidak melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan yang telah diperjanjikan oleh pihak tersebut. Dan perbuatan yang melawan hukum yang masih berada dalam cakupan perjanjian yang telah dibuat oleh seseorang berpotensi akan merugikan pihak lain dalam perjanjian. Dengan adanya hal tersebut, dapat dilihat bahwa dalam perjanjian online pihak-pihak di dalamnya bukan hanya penerima pinjaman dan pemberi pinjaman saja, melainkan penyelenggara pinjaman online juga merupakan pihak dalam perjanjian tersebut yang berkedudukan sebagai pihak ketiga yang menghubungkan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Dengan adanya hal tersebut maka muncul hak dan kewajiban yang dilakukan oleh penyelenggara pinjaman. Sama seperti pihak lainnya, dalam menjalankan perjanjian ini, pihak penyelenggara harus sesuai dengan syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana segala perbuatan yang berhubungan dengan mekanisme perjanjian yang telah disepakati oleh pihak penyelenggara harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Perundang-undangan. Dalam perjanjian pinjam meminjam online, berlaku aturan yang sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu, seluruh pihak dapat dinyatakan wanprestasi apabila tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila pihak penyelenggara pinjaman online tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun sesuai dengan isi kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka pihak penyelenggara dapat dinyatakan wanprestasi.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, hal ini juga berdampak pada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti munculnya permasalahan-permasalahan baru seperti penyebaran berita hoax, penipuan investasi berbasis teknologi, munculnya pinjaman-pinjaman online yang ilegal serta melakukan pengancaman dan pemerasan melalui media sosial. Seperti kejadian beberapa waktu lalu yang terjadi di daerah Jakarta Barat, yang mana dalam kejadian ini terdapat seorang pihak yang melakukan pinjam meminjam secara online kepada salah satu perusahaan pinjaman online, namun dalam mekanisme pembayaran pinjaman tersebut pihak ini tidak dapat membayarkan pinjamannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati dalam perjanjiannya dengan alasan bahwa pihak peminjam uang ini tidak sanggup untuk membayar jumlah uang yang telah dipinjamnya beserta dengan bunga yang telah disepakati. Dengan adanya kejadian tersebut, penyelenggara pinjaman online meminta bantuan kepada sebuah Perusahaan yang bekerja dalam bidang jasa penagihan yang berinisial PT. ITN untuk melakukan penagihan kepada pihak penerima pinjaman tersebut. Dalam mekanisme penagihan ini, PT. ITN menggunakan cara yang tidak sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan oleh Pihak Asosiasi Fintech Lending Indonesia, meskipun PT. ITN sudah tergabung ke dalam asosiasi tersebut. Mekanisme yang digunakan oleh PT. ITN dalam melakukan penagihan ini adalah mengancam pihak penerima pinjaman akan menyebarkan gambar penerima pinjaman yang sudah disunting menjadi tidak berbusana oleh para pihak penagih ke seluruh media sosial yang terdapat keluarga dan kerabat dari pihak penerima pinjaman. Dengan adanya hal tersebut tentunya hal ini sangat bertentangan dengan mekanisme penagihan yang telah ditentukan yaitu proses penagihan tidak diperbolehkan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan keluarganya. Tentu saja hal ini juga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pihak tersebut menggunakan ancaman yang tentu saja pihak tersebut melakukan perbuatan yang melawan hukum, karena hal yang dilakukan oleh pihak penagih dalam hal ini telah melanggar ketentuan dalam pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa barangsiapa yang memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang tersebut memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk ke dalam kepunyaan orang tersebut kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapus piutang dihukum karena memeras dengan hukuman penjara paling lama sembilan tahun. Untuk itu dalil dalam Pasal ini adalah barangsiapa yang dalam pasal ini mengacu pada pihak penagih, dengan melawan hak, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mana dalam kasus ini pihak penagih memaksa korban dengan menggunakan ancaman, dalil selanjutnya adalah memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, agar orang tersebut memberikan barang atau agar , yang sama sekali atau sebagiannya termasuk ke dalam kepunyaan orang tersebut kepunyaan orang lain atau orang itu membuat utang atau menghapus piutang yang mana dalam kasus ini agar pihak korban segera membayarkan hutangnya, yang mana sebenarnya apabila diteliti lebih lanjut korban sedang dalam situasi yang tidak dapat membayarkan hutangnya (Sanova, 2019). Sehingga dengan adanya hal tersebut dapat dilihat bahwa pihak penagih dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya karena telah melakukan pengancaman kepada pihak penerima pinjaman.

Selain itu, termuat juga dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan untuk melanggar kesusilaan, yang mana dalam pasal ini memiliki beberapa unsur seperti, setiap orang yang mana dalam kasus ini adalah pihak penagih, dengan sengaja dan tanpa hak yaitu pihak penagih tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik,  dan memiliki muatan untuk melanggar kesusilaan yang mana gambar yang sudah disunting tersebut merupakan gambar yang benar-benar melanggar kesusilaan yaitu dalam hal ini pihak penerima pinjaman yang dipermalukan di masyarakat (Pasedan, 2015). Dengan adanya hal ini tentu saja pihak penagih dapat dinyatakan telah melanggar ketentuan pidana dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perbuatan yang melanggar hukum merupakan tiap perbuatan yang melawan hukum, yang dapat menyebabkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang akibat dari kesalahannya telah menimbulkan kerugian tersebut, untuk memberikan ganti kerugian. Dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga dituliskan bahwa setiap orang yang bertanggung jawab atas perbuatannya yang melawan hukum, bukan saja atas kerugian yang telah disebabkan atas perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya. Dalam Pasal selanjutnya juga dinyatakan bahwa seseorang tidak bertanggung jawab hanya atas kerugian yang telah diperbuatnya kepada orang lain, melainkan orang tersebut harus memberikan pertanggungjawaban atas segala kerugian yang dapat timbul akibat dari perbuatannya tersebut. Perbuatan yang sekiranya melawan hukum, dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut mengandung unsur-unsur seperti, adanya suatu perbuatan yang mana perbuatan ini dimaksudkan sebagai baik berbuat sesuatu maupun tidak berbuat sesuatu, seperti tidak melakukan sesuatu padahal orang tersebut mempunyai kewajiban hukum untuk melakukannya, kewajiban ini timbul dari hukum yang berlaku atau berdasarkan hal yang telah disepakati, dalam perbuatan melawan hukum tidak ada unsur adanya persetujuan atau kesepakatan, dan juga tidak terdapat unsur klausa yang telah diperbolehkan seperti yang tercantum dalam perjanjian. Unsur selanjutnya adalah perbuatan tersebut melawan hukum, sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang luas, yakni meliputi hal-hal seperti adanya perbuatan yang melanggar undang-undang yang telah berlaku, melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelaku, perbuatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan atau perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam kehidupan bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan dari orang lain. Unsur selanjutnya adalah adanya kesalahan dari pihak pelaku, hal ini dikarenakan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan adanya unsur  ini, unsur kesalahan ini dapat terpenuhi apabila terdapat unsur kesengajaan, unsur kelalaian, dan tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf. Unsur selanjutnya adalah adanya kerugian dari pihak korban yang bersifat kerugian material maupun kerugian immateril, yang mana kerugian immateril ini juga akan dinilai dengan uang. Unsur selanjutnya adalah terdapat hubungan klausul antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang dialami.

Dengan adanya unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan permasalahan yang telah dibuat oleh PT. ITN sebagai pihak penagih, maka dapat dilihat bahwa PT. ITN telah melakukan adanya perbuatan yang melawan hukum. Dengan adanya hal tersebut, menurut pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. ITN harus melakukan pertanggungjawaban hukum yang mana harus mengganti kerugian yang dirasakan oleh korban. Namun dalam mekanisme perjanjian pinjam meminjam secara online, pihak penagih merupakan pihak yang dipekerjakan oleh  pihak penyelenggara pinjaman online untuk melakukan kewajibannya dalam mekanisme penagihan agar pihak pemberi pinjaman maupun pihak penyelenggara pinjam meminjam secara online tidak mengalami kerugian, namun tentunya penyelenggara pinjam meminjam secara online dalam mekanisme penagihan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang mana mekanisme penagihan yang dilakukan oleh penyelenggara memang diperbolehkan untuk menggunakan jasa penagihan pihak ketiga, hal ini dapat dilakukan apabila jasa penagihan tersebut tidak termasuk dalam daftar hitam otoritas dan atau asosiasi. Namun, dalam mekanisme penagihan, penyelenggara pinjaman online tidak diperbolehkan untuk melakukan proses penagihan dengan menggunakan cara-cara yang mengintimidasi, menggunakan kekerasan fisik dan mental, ataupun menggunakan cara-cara lain yang dapat menyinggung unsur SARA, atau untuk merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima pinjaman baik di dunia nyata maupun di media online baik terhadap pihak penerima pinjaman, harta bendanya, maupun kerabat dan keluarganya. Apabila cara tersebut dilanggar oleh pihak penyelenggara pinjaman online maka terdapat sanksi yang berlaku berupa teguran tertulis, mempublikasikan nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan masyarakat, pemberhentian sementara dari keanggotaan asosiasi serta pemberhentian tetap dari keanggotaan asosiasi. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam kasus tersebut, yang mana dalam kasus tersebut penagihan dilakukan dengan merendahkan harkat, martabat, serta harga diri dari penerima pinjaman. Dengan adanya hal tersebut maka mekanisme penagihan yang dilakukan oleh pihak penagih berdasarkan surat kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya kasus ini dapat terlihat bahwa seharusnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya penyelenggara pinjaman online tidak melaksanakan dengan baik, yang mana penyelenggara pinjaman online memiliki kewajiban untuk merahasiakan data pribadi milik penerima pinjaman maupun pemberi pinjaman dan melaksanakan haknya dalam mekanisme penagihan pinjaman online sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mana dalam ayat (1), telah dituliskan bahwa perlindungan konsumen yang dalam kasus ini adalah penerima pinjaman dan pemberi pinjaman adalah segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum untuk dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, yang mana pasal 2 Undang-Undang tersebut juga menyatakan bahwa perlindungan konsumen harus berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum (Indonesia, 1999). Dalam POJK No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara jelas telah menuliskan dalam Pasal 39, bahwa Penyelenggara dilarang dengan menggunakan cara apapun untuk memberikan data dan/atau informasi mengenai pengguna layanan pinjaman online kepada pihak ketiga, larangan dalam hal ini dikecualikan apabila pengguna telah memberikan persetujuan secara elektronik dan diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu dalam Pasal 43 POJK No. 77 Tahun 2016 juga dijelaskan bahwa penyelenggara dilarang untuk melakukan kegiatan usaha selain daripada kegiatan usaha Penyelenggara yang diatur dalam peraturan OJK, Penyelenggara pinjaman online juga dilarang bertindak sebagai pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, penyelenggara dilarang untuk memberikan jaminan dalam segala bentuk untuk memenuhi kewajiban dari pihak lain, penyelenggara pinjam meminjam online dilarang untuk menerbitkan surat hutang, penyelenggara dilarang untuk memberikan rekomendasi kepada para penggunanya, penyelenggara juga dilarang untuk mempublikasikan informasi yang bersifat fiktif atau yang dapat menyesatkan penggunanya, penyelenggara juga dilarang untuk melakukan penawaran layanan kepada pengguna tetap maupun masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna serta penyelenggara pinjam meminjam online juga dilarang untuk mengenakan biaya apapun kepada para pengguna atas pengajuan pengaduan. Apabila kewajiban dan larangan dilakukan oleh pihak penyelenggara maka pihak penyelenggara akan dikenakan sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa adanya peringatan tertulis, penyelenggara diberikan denda yaitu kewajiban untuk membayarkan sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha penyelenggaraan perjanjian pinjaman online, serta dapat diberikan sanksi pencabutan izin.

Dengan adanya kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban bukan hanya pihak penagih yang melakukan penagihan secara melawan hukum, melainkan pihak penagih tersebut dapat bergerak melakukan penagihan karena adanya surat kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara. Dengan adanya hal tersebut, melalui surat kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara kepada pihak penagih secara tidak langsung dapat terlihat bahwa pihak penyelenggara pinjam meminjam secara online telah membocorkan informasi rahasia milik penggunanya, yang mana tentu saja hal tersebut telah dilarang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.  Dengan adanya hal tersebut maka penyelenggara pinjaman online telah dianggap tidak melakukan kewajibannya untuk merahasiakan data penggunanya dan mekanisme penagihan yang telah dilakukan oleh pihak penagih yang menggunakan kekerasan atau menggunakan cara yang telah melawan hukum yang dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Yang mana perbuatan melawan hukum telah yang berada dalam suatu perjanjian dianggap sebagai perbuatan yang wanprestasi, karena perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak penyelenggara pinjaman online telah merugikan pihak penerima pinjaman, yang mana seharusnya hal ini tidak dirasakan oleh pihak penerima pinjaman, karena pihak pinjaman merasakan kerugian yang bersifat material yaitu rasa malu, serta kerugian immaterial yang dapat dirasakan oleh penerima pinjaman adalah dengan adanya rasa malu yang dirasakan oleh penerima pinjaman, maka ada keuntungan yang harus didapatkan oleh penerima pinjaman namun dengan adanya kasus tersebut membuat penerima pinjaman tidak mendapatkan keuntungan tersebut. Selain itu terdapat penjelasan oleh salah satu ahli yaitu Subekti yang menyatakan bahwa, wanprestasi terdapat empat macam, yaitu tidak melakukan apa yang telah disepakati untuk disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya namun tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan, melakukan apa yang telah dijanjikan namun terlambat dan melakukan suatu yang menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. Sedangkan dalam perjanjian ini, pihak penyelenggara melakukan perbuatan hukum yang telah dilarang oleh Undang-Undang, yang mana dalam salah satu syarat perjanjian, bahwa perjanjian harus dilakukan berdasarkan suatu sebab yang halal, sehingga dengan adanya hal tersebut pihak penyelenggara telah melakukan perbuatan yang mana menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan. Dengan adanya hal tersebut maka pihak penyelenggara pinjam meminjam online ini telah melakukan wanprestasi kepada para penggunanya yaitu penerima pinjaman dan pemberi pinjaman karena tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan isi dari perjanjian yang telah disepakati. Dengan adanya hal tersebut menurut Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pihak Penyelenggara Pinjaman online maka dapat dimintakan penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan yang telah diwajibkan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa hubungan hukum antara penerima pinjaman online dengan pihak penyelenggara pinjaman online adalah hubungan perjanjian pinjam meminjam secara online yang mana kedudukan penerima pinjaman online juga merupakan konsumen dari pihak penyelenggara pinjaman online, serta pihak penyelenggara pinjaman online merupakan pihak ketiga dalam perjanjian pinjam meminjam online. Hubungan antara penyelenggara pinjaman online dengan pihak penagih dalam hal ini adalah perusahaan maupun perorangan adalah hubungan perjanjian yang dikaitkan dengan surat kuasa yang mana dalam surat kuasa tersebut adalah pemberian kuasa dari pihak penyelenggara pinjaman online kepada pihak penagih, yang mana dalam mekanisme penagihan yang dilakukan oleh pihak penagih mengatasnamakan pihak penyelenggara pinjaman online. Dalam mekanisme penagihan yang dilakukan oleh pihak penagih pinjaman kepada pihak penerima pinjaman namun dalam mekanisme penagihan tersebut, pihak penagih melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi pihak penerima pinjaman, dengan adanya hal tersebut, karena pihak penagih melaksanakan penagihan atas dasar kuasa yang telah diberikan oleh pihak penyelenggara pinjaman online, maka pihak penyelenggara pinjaman online harus bertanggung jawab atas kerugian yang telah ditimbulkan oleh pihak penagih, hal ini tentu saja dikarenakan pihak penyelenggara pinjaman online tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku dan perjanjian yang telah disepakati. Dengan adanya hal tersebut maka pihak penyelenggara pinjaman online dinyatakan melakukan wanprestasi, dan pihak yang dirugikan dapat meminta ganti kerugian berupa kerugian yang dialami, biaya, dan juga bunga.

 

BIBLIOGRAFI

 

Bayuardi, G. (2018). Membaca Lirik Lagu Populer Indonesia: Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Bahasa. Handep, 2(1), 77–102.

Daud, R. F. (2021). Dampak Perkembangan Teknologi Komunikasi Terhadap Bahasa Indonesia. Jurnal Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 252–269.

Fahmi, M. A., Hasbullah, M. A., & Munir, A. (2022). Pengaturan Hukum Persaingan Usaha Atas Jasa Keuangan Digital di Indonesia. MIMBAR YUSTITIA: Jurnal Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 6(1), 20–32.

Indonesia, R. (1999). Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Lembaran Negara RI Tahun, 8.

Keuangan, O. J., & Lending, F. A. Q. F. (2021). terdapat dalam https://www. ojk. go. id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/fintech/Documents/FAQ% 20Fintech% 20Lending. pdf. Akses 17/09.

Kharisma, D. B. (2020). Problematika Mekanisme Penyelesaian Pinjaman Gagal Bayar Pada Pinjaman Online Di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, 1(1), 1–7.

Meliala, D. S. (2008). Penuntun praktis perjanjian pemberian kuasa menurut kitab undang-undang hukum perdata. Nuansa Aulia.

Munir, A. S. (2017). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia. Ummul Qura Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan, 9(1), 56–68.

Pasedan, V. R. (2015). Delik Penghinaan Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Skripsi.

Prakoso, A. (2023). Kajian Viktimologi Dalam Tindak Pidana Penggelapan Pada Perusahaan Pembiayaan. SIVIS PACEM, 1(1), 47–68.

Sanova, M. D. (2019). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penipuan Dalam Pasal 378 KUHP. UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Siregar, L. Y., & Nasution, M. I. P. (2020). Perkembangan teknologi informasi terhadap peningkatan bisnis online. HIRARKI: Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 2(1), 71–75.

Tiodor, P. C., & Tjahyani, M. (2023). Pembuktian Wanprestasi Perjanjian Utang Piutang Secara Lisan. Krisna Law: Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 5(1), 27–39.

Wicaksono, M. A. S. (2020). Penerapan Sanksi Penghentian Operasional Sementara dan Putus Mitra Sepihak Oleh PT. Gojek Indonesia Ditinjau dari Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. UNISKA Law Review, 1(1), 1–20.

Yusuf, M. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjaman Uang Berbasis Financial Technology. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

 

Copyright holder:

Restalia Laureta Hamzah (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: