Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 3, Maret
2024
PERANAN
PENEGAK HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI ONLINE DI INDONESIA
Anggun
Agung Prasetyo
Universitas Dr.
Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Indonesia saat ini memiliki tingkat
penggunaan smartphone yang tinggi, melibatkan semua kelompok usia. Meskipun
teknologi smartphone memberikan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, dampak
negatifnya juga terlihat, terutama dalam penggunaan aplikasi kencan. Aplikasi
ini, meskipun dapat memfasilitasi sosialisasi dan menciptakan hubungan baru,
juga berpotensi meningkatkan perselingkuhan, prostitusi online, bahkan kasus
kematian. Keberadaan aplikasi kencan ini perlu diawasi secara ketat oleh
penegak hukum untuk melindungi masyarakat. Prostitusi online tidak hanya
memengaruhi individu terlibat, tetapi juga merugikan komunitas secara
keseluruhan, menciptakan dampak negatif pada kehidupan rumah tangga dan
meningkatkan risiko tindakan kriminal. Perlindungan hukum yang ketat dan
kewaspadaan masyarakat sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan teknologi
ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyoroti pentingnya pengawasan
ketat terhadap aplikasi kencan oleh penegak hukum guna melindungi masyarakat
dari dampak negatif yang ditimbulkannya. Metode yang digunakan adalah analisis
data dan tinjauan literatur untuk mengidentifikasi dampak negatif serta upaya
perlindungan yang diperlukan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
prostitusi online dan tindakan kriminal lainnya terkait dengan aplikasi kencan
dapat merugikan komunitas secara keseluruhan dan meningkatkan risiko kejahatan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah perlindungan hukum yang ketat dan
kesadaran masyarakat sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan teknologi
aplikasi kencan yang dapat berdampak buruk pada kehidupan sosial dan rumah
tangga.
Kata
Kunci:
penegakan hukum, prostitusi online, tindak pidana
Abstract
Indonesia
currently has a high rate of smartphone usage across all age groups. While
smartphone technology provides convenience in daily life, its negative impacts
are also evident, especially in the use of dating applications. Although these
apps can facilitate socialization and create new relationships, they also have
the potential to increase infidelity, online prostitution, and even cases of
death. The presence of dating applications needs to be closely monitored by law
enforcement to protect the public. Online prostitution not only affects the
individuals involved but also harms the community as a whole, creating negative
impacts on household life and increasing the risk of criminal activities.
Strict legal protection and public awareness are crucial in preventing the
misuse of this technology. The aim of this research is to highlight the
importance of strict supervision of dating applications by law enforcement to protect
the public from its negative impacts. The method used includes data analysis
and literature review to identify negative impacts and necessary protective
measures. The results of this study show that online prostitution and other
criminal activities related to dating applications can harm the community as a
whole and increase crime risks. The conclusion drawn is that strict legal
protection and public awareness are crucial in preventing the misuse of dating
application technology, which can have adverse effects on social life and
households.
Keywords: law enforcement, online prostitution,
crime
Pendahuluan
Saat ini Indonesia telah menjadi Negara
dengan pengguna smartphone yang cukup tinggi, pengguna mulai dari anak-anak,
remaja, dewasa hingga orang tua, sudah menjadi kebiasaan sehari-hari mereka
tidak lepas dengan smartphone, mulai dari bangun tidur hingga kembali terlelap
smartphone selalu dalam genggaman (Prihatini & Muhid, 2021). Smartphone terkini telah di
lengkapi dengan fitur-fitur yang canggih, pemakaian internetpun sejalan dengan
pengguna smartphone (Suryana, 2020).
Banyak bermunculan media sosial dan
aplikasi baru yang menarik kalangan masyarakat untuk mengunduh aplikasi tersebut,
dengan kemajuan teknologi sangat memudahkan aktivitas masyarakat, contohnya
seperti aplikasi pengantar makanan, ojek online, marketplace, dan aplikasi
dating. Masing-masing aplikasi tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif
(Setiyono & Prapanca, 2021).
Kemajuan teknologi memberikan dampak
signifikan dalam mempermudah aktivitas sehari-hari, menghubungkan orang yang
berjauhan, namun juga membawa dampak negatif (Amartha & Anwar, 2023). Aplikasi dating, yang seharusnya
memberikan manfaat sosial positif, kadang-kadang disalahgunakan, meningkatkan
perselingkuhan, dan bahkan terlibat dalam kasus prostitusi online, yang dapat
berujung pada konsekuensi serius, termasuk kematian (Silvana & Setiani, 2016).
Situasi ini disayangkan karena teknologi
yang dirancang untuk memudahkan aktivitas manusia malah sering disalahgunakan (Paramita, 2020). Aplikasi dating kontroversial di
Indonesia memicu pro dan kontra di masyarakat (Utami et al., 2021). Bagi yang belum memiliki
pasangan, aplikasi ini bisa bermanfaat, sementara bagi yang sudah berpasangan,
dapat merugikan hubungan dan melibatkan pelanggaran asusila serta hokum (Pujiastuti, 2022).
Kasus prostitusi online semakin mengemuka,
terutama dengan adanya media massa yang melaporkan penangkapan dan pengungkapan
praktik tersebut (Nurjanah et al., 2021). Polisi terus melakukan
penyelidikan dan penangkapan terhadap pihak-pihak terlibat, seperti mucikari
dan pelaku prostitusi (Pratama & Susanti, 2023). Hal ini menggambarkan
kompleksitas dan permasalahan dalam menangani prostitusi online di Indonesia (Lukas & Umaternate, 2023).
Penggunaan internet dan media sosial untuk
tujuan prostitusi online menjadi sorotan, dengan pemerintah berusaha menerapkan
kebijakan pencegahan (Irawan, 2017). Data dari Kementerian Komunikasi
dan Informatika menunjukkan tingginya praktik prostitusi online melalui
aplikasi seperti MiChat (Umam & Febriana, 2023). Pemerintah melalui Kominfo telah
berupaya mencegah dan menanggulangi fenomena ini, mengacu pada hukum ITE dan
peran Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika (Devi, 2019).
Pengembangan teknologi dan hukum tidak
hanya memengaruhi individu tetapi juga masyarakat secara keseluruhan (Pebriana, 2017). Informasi yang disebarkan melalui
media sosial dapat mempengaruhi emosi, tindakan, dan pemikiran masyarakat (Pratiwi & Hidayat, 2020). Munculnya berita palsu atau hoax
melalui platform media sosial menjadi masalah serius yang memerlukan
kewaspadaan dan tindakan pencegahan (Sari et al., 2021).
Perubahan dalam kehidupan sosial, gaya
hidup, dan interaksi manusia disebabkan oleh perkembangan teknologi (Ngafifi, 2014). Namun, perubahan ini juga membawa
dampak negatif, terutama terkait dengan praktik prostitusi online. Keberadaan
industri prostitusi online yang mudah diakses oleh individu tanpa modal besar
menjadi tantangan serius bagi pemberantasan praktik tersebut (Andriyani et al., 2023).
Prostitusi sebagai masalah sosial kompleks
di Indonesia membutuhkan perhatian khusus (Tacoy, 2020). Peran agama dalam membimbing
perilaku diabaikan oleh mereka yang terlibat dalam prostitusi, yang juga
tergolong sebagai kejahatan cyber (Hanif, 2022). Penting bagi masyarakat dan
pemerintah untuk bekerja sama dalam penanggulangan dan pencegahan prostitusi
online agar tidak semakin merajalela (Habibi & Liviani, 2020).
Regulasi yang ada di Indonesia bisa saja
mendorong mundur praktik prostitusi melalui dunia maya ini. Namun sayangnya,
dengan regulasi yang ada, pemerintah telah melarang situs dunia maya yang
jelas-jelas berbau prostitusi tidak bisa ditutup. Padahal, teknologi saat ini
ibarat mata pisau yang bisa digunakan untuk kebaikan dan merugikan orang lain
bila digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Melihat adanya permasalahan
tersebut maka menurut saya, masalah ini sangat menarik untuk dikaji atau
diteliti (Makhmudah, 2019).
Penelitian ini berfokus pada isu
prostitusi online di Indonesia dengan pertanyaan utama berikut: 1) Bagaimana
pola prostitusi online di Indonesia? 2) Apa faktor penyebab prostitusi online
di Indonesia? 3) Bagaimana peran penegak hukum di Indonesia terkait isu
maraknya prostitusi online? Tujuan penelitian ini adalah memahami pola dan penyebab
prostitusi online di Indonesia serta mengeksplorasi peran penegak hukum dalam
mengatasi masalah ini. Penelitian ini bertujuan memberikan kontribusi secara
akademis dengan menyediakan informasi berharga bagi masyarakat umum dan
peneliti di bidang penegakan hukum terhadap prostitusi online. Selain itu,
penelitian ini memiliki implikasi praktis bagi lembaga penegak hukum dan
organisasi yang terlibat dalam memerangi prostitusi online, meningkatkan
kemampuan mereka, dan menjadi dasar untuk penelitian masa depan di bidang ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif untuk mengatasi isu-isu yang dirumuskan (Kodiyat MS, 2019). Metode ini mengandalkan norma
hukum untuk memahami penerapan norma hukum pada fakta-fakta yang disajikan,
dengan tujuan mentransformasi kondisi dan memberikan solusi potensial untuk
masalah-masalah sosial konkret. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif
baik secara perundang-undangan maupun konseptual, meneliti semua undang-undang
dan peraturan terkait dengan isu hukum yang dihadapi. Sumber hukum primer,
termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) dan Undang-Undang Nomor
19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, menjadi dasar penelitian. Sumber hukum
sekunder, seperti buku, temuan penelitian, hasil seminar, dan hasil rapat,
memberikan penjelasan atas bahan hukum primer (Hidayat et al., 2024). Sumber hukum tersier, seperti
Kamus Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Indonesia, dan Black's Law Dictionary,
memberikan informasi tambahan. Penelitian ini mengadopsi tinjauan pustaka
sebagai metode pengumpulan data, menjelajahi undang-undang yang ada terkait
objek penelitian melalui buku, jurnal, surat kabar, dan dokumen-dokumen. Secara
analitis, penelitian ini bersifat deskriptif, menyajikan temuan dalam laporan
analitis deskriptif. Dengan mengadopsi metode normatif kuantitatif, analisis
melibatkan pemeriksaan bahan hukum yang terkumpul secara kuantitatif untuk
menyimpulkan menanggapi masalah-masalah penelitian.
Hasil dan
Pembahasan
Menurut
Undang-Undang RI NO.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Kehadiran undang-undang disebuah negara
berfungsi untuk mengatur maupun untuk melindungi masyarakatnya. Pada dasarnya
undang-undang itu lahir sebelum permasalahan timbul, harapannya untuk
melindungi masyarakat dari permasalahan yang akan terjadi. Sayangnya,
undang-undang tidak mampu untuk menerawang permasalahan yang akan terjadi
dimasa depan. Perkembangan lingkungan, budaya dan teknologi membuat perubahan
atas tata kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi lah yang menyebabkan
perubahan terbesar dari tata kehidupan masyarakat tersebut, semua dipermudah
dengan kehadiran teknologi.
Indonesia yang menjadi negara berkembang,
tidak ketinggalan untuk menikmati kehadiran teknologi ini dan yang paling pesat
berkembang adalah internet. Tentu saja dengan harapan untuk mempermudah
kehidupan dalam berkegiatan sehari-hari. Sayangnya pemerintah kurang tanggap
akan kehadiran teknologi internet ini, akibatnya kehadiran teknologi internet
ini banyak yang salah digunakan, contohnya seperti dalam praktek prostitusi
melalui jaringan intenet.
Baru sejak 2003 pemerintah berinisiatif
membuat undang-undang yang mengatur tentang kegiatan melalui media internet ini
dengan nama RUU informasi komunikasi dan transaksi elektronik yang sekarang
menjadi Undang- Undang RI NO.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE).
UU ITE itu sendiri mulai dirancang pada
bulan maret 2003 olehKementerian Negara Komunikasi dan Informasi (KOMINFO),
pada mulanya RUU ITE diberi nama undang-undang informasi komunikasi dan
transaksi elektronik oleh Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian,
Departemen Perdagangan, serta bekerja sama dengan Tim dari universitas yang ada
di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung
(ITB) dan Universitas Indonesia (UI).68
Menurut
Undang-Undang RI No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
Undang-Undang RI No.44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi ini merupakan undang yang paling cukup menarik perhatian banyak
pihak. Terbentuknya undang- undang ini yang begitu rumit dikarenakan isi
undang-undang ini sendiri. Sebenarnya dilihat dari sejarah pembentukkannya,
sudah dibahas oleh pemerintah kita semenjak tahun 1997. Tetapi perlu kita
ingat, dilihat dari zaman saat itu, aksi pertunjukkan dan penyebaran video
serta gambar-gambar dan aksi erotis masih sangatlah kurang.
Dilihat dari namanya saja, kita sudah
mengetahui secara sekilas apa yang menjadi bahasan undang-undang itu. Mendengar
kata pornografi yang terlintas di pikiran kita tentu mengenai hal-hal yang
berkonotasi negatif. Undang-undang ini secara umum mengatur tentang hal-hal
yang bersifat kepornoan, jenis-jenis pornografi, pihak-pihak yang terlibat
dalam pornografi serta media-media yang digunakan dalam menyebarluaskan
pornografi.
Mengenai prostitusi online, undang-undang
ini memang tidak secara langsung menyebutkan kata prostitusi online, namun
ternyata dalam undangundang inilah secara lebih lengkap dan terperinci
menjelaskan mengenai praktek prostitusi online di bandingkan dengan
Undang-Undang RI NO.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE).
Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
Jika media konvensional seperti majalah
dan koran yang menyebarkan pornografi baik dalam bentuk gambar, tulisan ataupun
transaksi seksual bisa kena sanksi hukum sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana ( KUHP), namun dengan adanya modus penyebaran kejahatan pornografi
melalui sarana teknologi informasi, keberadaan pasal-pasal yang mengatur tindak
pidana pornografi itu perlu dikaji ulang substansi dan proses penegakan
hukumnya.
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 282 dan
Pasal 283 KUHP, hukum pidana Indonesia melarang pornografi dalam bentuk apapun.
Dari segi historis, terlihat bahwa KUHP dirancang bukan untuk mengantisipasi
perkembangan internet seperti sekarang ini. Sangat disadari, bahwa sistem hukum
pidana yang sekarang berlaku di Indonesia/KUHP sudah tidak dapat menampung
aspirasi masyarakat yang dinamis serta tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat Indonesia.83 Dengan keadaan yang berkembang pada saat
ini terutama dalam hal teknologi, menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam
penerapan KUHP terhadap persoalan prostitusi online.
Namun, bagaimanapun KUHP ini bisa
dijadikan pegangan untuk menjerat pihak dalam praktek prostitusi online.
Walaupun diperlukan undang-undang lain sebagai pelengkapnya. Karena memang kita
ketahui, KUHP dibentuk tidak untuk mengtasi masalah dalam dunia teknologi
internet. Oleh Karena itu, pembahasan kali ini tidak lah begitu mendetail
kepada semua pihak yang terlibat, melainkan kepada siapa saja mereka yang
diancam dalam KUHP.
Menurut Hukum
Islam
Untuk melihat lebih jauh tentang
prostitusi online, diperlukan adanya sebuah kriteria, berikut adalah kriteria
prostitusi online beserta analisisnya menurut hukum pidana Islam:
1. Subyek
Subyek dalam hal
ini adalah pengelola atau pemilik dari website, forum atau server tersebut yang
dapat diminta pertanggungjawaban dengan syarat:
a. Dewasa (balig)
Seseorang dianggap
sudah dewasa apabila:
1) Balig karena tanda-tanda, yakni keluarnya mani
(sperma) bagi laki laki dan haid bagi perempuan.
2) Balig karena sebab umur, yakni apabila telah mencapai
usia 15 tahun (menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah)
b. Berakal
Yakni sehat rohani
atau tidak gila.
c. Atas kehendaknya sendiri
Yakni melakukannya
bukan karena paksaan dari orang lain.
d. Tidak ada unsur subhat baginya
Maksudnya pelaku
tahu betul bahwa hal tersebut adalah hal diharamkan atau dilarang namun tetap
mengerjakannya.
2. Obyek
Obyek tindak
pidana ini adalah website porno, forum porno serta program-progam yang biasa
digunakan dalam praktek prostitusi dan hal- hal tersebut bermuatan memperlihatkan
aurat (tabarruj), membangkitkan nafsu birahi sehingga mendekatkan diri pada
perbuatan zina (qurbuzzina).
3. Tempat penyebaran
Yakni melalui
media internet yang dapat diakses oleh siapa saja termasuk anak-anak, sebab
internet adalah merupakan media publik yang mudah ditemukan dan terus mengalami
perkembangan dan kemudahan dalam mengaksesnya.
4. Adanya niat melawan hukum
Kriteria ini
terpenuhi jika pelaku atau subyek melakukan perbuatan yang dilarang oleh nash,
padahal ia tahu bahwa hal tersebut melawan hukum atau syari‘at Islam. Seperti
yang telah diuraikan di atas, bahwa nash telah dengan tegas melarang kejahatan
prostitusi online dan sejenisnya. Dengan kata lain, subyek memang sengaja
melakukan tindak pidana walaupun telah mengetahui ada nash yang melarangnya.
5. Adanya tingkah laku atau perbuatan
Yakni adanya
tingkah laku atau perbuatan yang dilarang oleh syarat, baik berupa perbuatan
nyata (positif), maupun sikap tidak berbuat (negatif) dan perbuatan tersebut
benar-benar dilakukan.87 Dalam hal ini, maka kejahatan prostitusi online berupa
perbuatan nyata (positif) yakni mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Atau dengan kata lain,
adanya perbuatan mengupload data dan menyediakan layanan bermuatan porno dalam
website yang dikelolanya.
6. Semata-mata bertujuan membangkitkan nafsu
birahi
Website tersebut
semata-mata bertujuan membangkitkan nafsu birahi, dengan muatan-muatan yang
vulgar dan bebas diakses siapa saja, bukan untuk tujuan lain misalnya
pendidikan kedokteran atau pendidikan seks dll, untuk mencari keuntungan
pribadi pemilik atau pengelola.
7. Adanya alat-alat bantu teknologi informasi
Alat bantu
tersebut berupa komputer ataupun notebook atau laptop yang terhubung ke
internet dengan perantara ISP. ISP (Internet Service Provider) adalah
perusahaan yang menawarkan dan menyediakan layanan akses internet ke kalangan
umum dengan mengenakan biaya. Contohnya: Telkomnet, Indosatnet, Centrin, Cbn,
Wasantara, dll.88 Dengan adanya kriteria-kriteria di tersebut, maka sebuah
tindak pidana sudah dapat dikatakan tindak pidana prostitusi online menurut
hukum pidana Islam.
Titik Persamaan
dan Perbedaan
Setelah membahas mengenai kajian yuridis
prostitusi online di Indonesia dan menurut hukum Islam. Maka untuk memperjelas
setiap permasalahan yang dibahas maka penulis mencoba untuk mencari titik
persamaan dan perbedaan antar undang-undang yang satu dengan lainnya dan juga
hukum Islam.
Salah satu persamaan dari semua pembahasan
undang-undang dan hukum islam mengenai kejahatan prostitusi online tentu saja
adalah melarang adanya praktek kegiatan ini, namun tentu ada penjelasan lebih
mengenai perbedaan dan persamaannnya. Mengenai perbedaan-perbedaan yang ada
dengan mengacu pada penjelasan di analisis sebelumnya, di ketahui bahwa
perbedaan yang mencolok adalah mengenai pihak-pihak siapa saja yang dapat
dikenakan dalam tindak pidana ini, ternyata setiap undang-undang maupun hukum
islam mempunyai perbedaan dalam hal pihak yang dapat dikenai sanksi.
Menurut Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik hanya dapat menjerat pemilik website
atau forum ini sesuai dengan pasal 27 ayat (1) UU ITE, menyebutkan “Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik….”, sehingga yang menjadi subyek hukum yang dituntut
pertanggungjawaban pidananya dalam UU ini hanyalah pemilik website atau forum
prostitusi online, yakni sebagai orang yang mendistribusikan atau
mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya situssitus porno atau prostitusi
online tersebut.
Sedangkan menurut Undang-Undang RI No.44
Tahun 2008 Tentang Pornografi pihak yang dapat dijerat lebih banyak lagi,
mengacu pada pasal pasal 1 ayat (2), pasal 7, pasal 4 ayat (2) huruf d dan
pasal 8 UU Pornografi maka pemilik website atau forum, psk, mucikari, dan
pemilik server dapat dikenakan dengan menggunakan undang-undang ini.
Perbedaan menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana mengenai pihak- pihak yang dikenakan pidana dalam praktek
prostitusi ini adalah mucikari dan psk nya saja, tetapi bisa juga menjerat
pasangan psk yang menggunakan jasanya, namun tentu dengan delik aduan untuk
mereka yang telah menikah oleh pasangannya sendiri. Berbeda dengan
undang-undang, maka untuk hukum islam pihak yang dapat dikenakan sanksi untuk
kegiatan prostitusi online ini adalah siapa saja, jadi tidak ada pengecualian
dalam hukum islam bahwa siapa saja yang terlibat praktek terlarang ini dapat
dijatuhi sanksi. Seperti mucikari yang didalam surat An-Nur (24) ayat 33 yang
melarang menjadi mucikari.
Setelah mengetahui perbedaan dari
undang-undang dan hukum Islam, maka tentu juga ada persamaan diantaranya,
dengan analisis singkat di ketahui bahwa ada empat persamaan didalamnya, yaitu
yang pertama adalah ada adanya ancaman hukuman bagi pelaku prostitusi online.
Ini tentu saja karena memang kegiatan prostitusi ini adalah perbuatan yang
buruk, media online yang digunakan ini menjadi negatif akibatnya.
Kedua adalah sama-sama perbuatan yang
dilarang dan sangat dianggap tercela oleh masyarakat, jadi dimanapun kita
berada praktek prostitusi tidak akan menjadi sebuah perbuatan yang diterima
didalam masyarakat. Ketiga menganggap prostitusi adalah penyakit masyarakat
yang harus dihilangkan, tentu dengan ancaman yang berat dari penguasa dapat
menekan terjadinya kegiatan ini, prostitusi akan sangat sulit dihilangkan dari
muka bumi tapi tentu harus ada daya dan upaya untuk menekan tidak prostitusi
ini, melalui media online ataupun dengan cara lainnya. Keempat tentu dengan
adanya peraturan atau hukum yang ada dibuat bertujuan untuk melindungi manusia
dari perbuatan-perbuatan yang keji, termasuk prosatitusi ini, karena dengan
adanya praktek prositusi ini tentu dapat merusak tata kehidupan manusia dan
masyarakat.
Ternyata, dari semua yang dibahas ada
titik persamaan ataupun titik perbedaannya. Untuk hukum positif Indonesia yang
mengatur tentang tindak pidana prostitusi dapat menggunakan ketiga
undang-undang tersebut untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam praktek
prostitusi dengan saling melengkapi. Hukum islam sendiri, telah sempurna dengan
tanpa kecuali dapat menjerat siapa saja yang terlibat dalam praktek prostitusi
online ini. Hanya saja mungkin perlu ketegasan penguasa untuk menghukum
pelakunya, karena memang penguasalah yang berhak menghukum pelaku prostitusi
online ini, kecuali untuk mereka yang memang telah diatur didalam al-Quran
tentang hukumannya seperti psk, mucikari dan pengguna jasa psk nya.
Kesimpulan
Prostitusi online dapat terjadi karena
adanya akses yang sangat mudah dan juga begitu bebas, Adanya website atau forum
yang secara khusus berkecimpung di dunia prostitusi online semakin menegaskan
bahwa praktek haram ini sudah sangat terorganisir. Masyarakat Indonesia sangat
membutuhkan peran penegak hukum sesuai hukum yang berlaku di Indonesia Hanya
dibutuhkan sedikit orang yang bersedia menjalankan bisnis secara profesional;
tidak membutuhkan banyak modal. Karena itu, perusahaan ini tidak akan
menghadapi kesulitan sampai kapan pun. Prostitusi mempengaruhi perilaku
orang-orang yang terlibat di dalamnya maupun mereka yang memanfaatkan jasa
mereka. Ini juga berdampak pada komunitas yang lebih besar; pelacuran bahkan
merugikan kehidupan rumah tangga, yang begitu terkait sehingga dapat
mengakibatkan tindakan kriminal dan lainnya. Sanksi untuk prostitusi online
yang telah diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Pornografi
tersebut, sebaiknya mencantumkan batas hukuman secara lebih tegas, yakni dengan
ditentukan batas minimum penjara atau denda. Sebab pada pasal-pasal tentang
ketentuan pidana hanya mencantumkan kalimat hukuman “maksimal” atau “paling
lama” untuk pidana penjara, dan “paling banyak” untuk hukuman denda.
BIBLIOGARFI
Amartha, M. R., & Anwar, F. (2023). Strategi
Kreatif Membuat Konten Media Sosial TikTok Yang Diminati Remaja. ARIMA:
Jurnal Sosial Dan Humaniora, 1(2), 259–270.
Andriyani, W.,
Sacipto, R., Susanto, D., Vidiati, C., Kurniawan, R., & Nugrahani, R. A. G.
(2023). Technology, Law And Society. Tohar Media.
Devi, N. (2019). Upaya Dinas Komunikasi dan Informatika
(Diskominfo) Dalam Mengurangi Penyebaran Berita Bohong (Hoax) Pada Media Online
di Samarinda. Ejournal Ilmu Pemerintahan, 7(4), 1553–1566.
Habibi, M. R., & Liviani, I. (2020). Kejahatan Teknologi
Informasi (Cyber Crime) dan Penanggulangannya dalam Sistem Hukum Indonesia. Al-Qanun:
Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 23(2), 400–426.
Hanif, M. (2022). Kekerasan dalam Dunia Pendidikan (Studi
Peran dalam Mencegah Bullying di SDN 2 Kalikesur Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Banyumas). Jurnal Kependidikan, 10(2), 301–324.
Hidayat, A. R., Alifah, N., Rodiansjah, A. A., & Asikin,
M. Z. (2024). Sengketa Laut Cina Selatan: Analisis Realis terhadap Perebutan
Kekuasaan, Respon Regional, dan Implikasi Geopolitik. Jurnal Syntax
Admiration, 5(2), 568–578.
Irawan, J. C. (2017). Upaya pemerintah indonesia dalam
pencegahan eksploitasi seksual komersial anak di sektor pariwiaata sebagai
pemenuhan optional protocol to the convention on the rights of the child on the
sale of children. Child Prostitution and Child Pornography Tahun, 2020.
Kodiyat MS, B. A. (2019). Fungsi Partai Politik Dalam
Meningkatkan Partsipasi Pemilih Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kota
Medan. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 5(1),
1–12. https://doi.org/10.30596/edutech.v5i1.2756
Lukas, K., & Umaternate, A. R. (2023). Prostitusi Online
di Kota Bitung Menggunakan Michat (Sebuah Studi Fenomenologi). DISCOURSE:
Indonesian Journal of Social Studies and Education, 1(1), 17–25.
Makhmudah, S. (2019). Medsos dan Dampaknya Pada Perilaku
Keagamaan Remaja. Guepedia.
Ngafifi, M. (2014). Kemajuan teknologi dan pola hidup manusia
dalam perspektif sosial budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan
Aplikasi, 2(1). https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i1.2616
Nurjanah, A., Farizki, R., Hidayat, A. R., & Saebah, N.
(2021). Perspektif Orang Tua pada Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah. Jurnal
Forum Kesehatan: Media Publikasi Kesehatan Ilmiah, 11(1), 38–45.
Paramita, P. E. (2020). Perkuliahan covid 19: Dari darung
(dalam ruangan) ke daring (dalam jaringan). Pengalaman Pembelajaran Bahasa
Inggris Daring Di Perguruan Tinggi Pada Masa Pandemi Covid-19, 44.
Pebriana, P. H. (2017). Analisis penggunaan gadget terhadap
kemampuan interaksi sosial pada anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 1–11.
Pratama, A., & Susanti, H. (2023). Proses Penyidikan oleh
Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Aplikasi Whatsapp. Jurnal
Mimbar Keadilan, 16(1), 30–41.
Pratiwi, S. A., & Hidayat, D. (2020). Iklan Layanan
Masyarakat COVID-19 Di Media Sosial dan Perilaku Masyarakat di Jawa Barat. KOMUNIKOLOGI:
Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 17(02).
Prihatini, M., & Muhid, A. (2021). Literasi digital
terhadap perilaku penggunaan internet berkonten islam di kalangan remaja muslim
kota. Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi, 6(1), 23–40.
Pujiastuti, W. (2022). Prostitusi Online Anak Dibawah Umur
Melalui Aplikasi Michat (Studi Kasus Terhadap 5 Anak Inisial NM, NS, TI, ST,
IC). Universitas Islam Riau.
Sari, E. N., Hermayanti, A., Rachman, N. D., & Faizi, F.
(2021). Peran Literasi Digital Dalam Menangkal Hoax di Masa Pandemi (Literature
Review). Madani Jurnal Politik Dan Sosial Kemasyarakatan, 13(03),
225–241.
Setiyono, W. P., & Prapanca, D. (2021). Buku Ajar
Financial Technology. Umsida Press, 1–195.
Silvana, H., & Setiani, S. (2016). Peran Teacher Library
dalam Program Literasi Informasi di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional,
148.
Suryana, R. R. (2020). Hubungan Penggunaan Media Sosial
Dengan Akhlak Siswa Kelas IX di MTsN 1 Kota Bosgor. Inspiratif Pendidikan,
9(1), 269–286.
Tacoy, S. M. (2020). Pelayanan Dalam Konteks Masyarakat
Perkotaan. Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia, 1(1), 36–56.
Umam, A. C., & Febriana, P. (2023). Analisis Semiotik
Unggahan Akun Instagram@ fapstronautindonesia dalam Menghentikan Perilaku
Kecanduan Pornografi. Jurnal Komunikasi Profesional, 7(3),
474–492.
Utami, S. R., Safitri, R. N., & Kuncoroyakti, Y. A.
(2021). Analisis jaringan dan aktor# BatalkanOmnibusLaw di media sosial Twitter
menggunakan social network analysis (SNA). Journal of Media and
Communication Science, 4(3), 135–148.
Copyright holder: Anggun Agung Prasetyo (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |