Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 6, Juni 2024
PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN
AKSESIBILITAS TEKNOLOGI INFORMASI DI DAERAH TERPENCIL
Khalil1, Ridwan Syah2
Universitas Teknologi Nusantara,
Bogor, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak
Teknologi
informasi (TI) telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat modern.
TI dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam berbagai aspek,
seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pemerintahan. Namun, akses terhadap
TI di daerah terpencil masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi peran pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas TI di daerah
terpencil serta merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan aksesibilitas
TI di daerah terpencil. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah studi literatur. Data yang telah
terkumpul kemudian dianalisis dalam tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah
memiliki peran penting dalam meningkatkan aksesibilitas TI di daerah terpencil
yakni dengan membangun infrastruktur jaringan, mensubsidi biaya layanan TI,
mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian TI, memberikan edukasi
dan literasi TI kepada masyarakat di daerah terpencil. Strategi yang tepat
untuk meningkatkan aksesibilitas TI di daerah terpencil, antara lain membangun
kerjasama dengan pihak swasta dalam membangun infrastruktur jaringan TI,
memberikan bantuan dana kepada desa-desa di daerah terpencil untuk membangun
infrastruktur TI, serta menerapkan program pelatihan TI bagi masyarakat di
daerah terpencil.
Kata
kunci: Pemerintah,
Aksesibilitas, Teknologi Informasi, Daerah Terpencil
Abstract
Information
technology (IT) has become an important part of modern society. IT can help
improve people's quality of life in various aspects, such as education, health,
economy and government. However, access to IT in remote areas is still very
limited. This research aims to identify the government's role in increasing IT
accessibility in remote areas and formulate appropriate strategies to increase
IT accessibility in remote areas. This study uses a qualitative method. The
data collection technique in this research is literature study. The data that
has been collected is then analyzed in three stages, namely data reduction, data
presentation and drawing conclusions. The research results show that the
government has an important role in increasing IT accessibility in remote
areas, namely by building network infrastructure, subsidizing IT service costs,
developing human resources who have IT skills, providing education and IT
literacy to people in remote areas. Appropriate strategies to increase IT
accessibility in remote areas include building collaboration with the private
sector in building IT network infrastructure, providing financial assistance to
villages in remote areas to build IT infrastructure, and implementing IT
training programs for communities in remote areas.
Keywords: Government, Accessibility,
Information Technology, Remote Area
Pendahuluan
Teknologi Informasi (TI) telah
menjadi fondasi yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat modern saat
ini. Pemanfaatan TI memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi,
berkomunikasi secara efisien, dan memanfaatkan layanan yang disediakan secara
online. Namun, akses terhadap TI di daerah terpencil masih sangat terbatas.
Menurut data BPS, persentase rumah tangga yang mengakses internet di perkotaan
dan pedesaan memiliki perbandingan yang berbeda dari tahun ke tahun. Pada tahun
2017, persentase akses internet di perkotaan mencapai 70,89%, sementara di
pedesaan hanya sebesar 41,99%. Pada tahun 2018, angka tersebut meningkat
menjadi 78,08% di perkotaan dan 51,9% di pedesaan. Kemudian, pada tahun 2019,
persentase akses internet di perkotaan mencapai 83,575%, sedangkan di pedesaan
meningkat menjadi 61,24% (Anam, 2021). Di wilayah terpencil infrastruktur
teknologi memiliki keterbatasan konektivitas dan akses internet yang memadai.
Hal ini mengakibatkan kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan
semakin melebar (Mohammad & Maulidiyah, 2023).
Pemerataan akses internet merupakan
aspek yang mendukung dan menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan visi
Indonesia Maju 2045. Ketersediaan konektivitas yang cepat dan merata menjadi
fondasi yang penting, membuka pintu peluang bagi masyarakat dan pelaku usaha
untuk mengadopsi teknologi digital guna meningkatkan produktivitas dan daya
saing. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi,
transformasi digital melibatkan empat pilar utama, yakni infrastruktur, pemerintahan,
ekonomi, dan masyarakat digital. Keselarasan antara keempat pilar ini menjadi
krusial untuk memastikan kelancaran transformasi digital di Indonesia (Kominfo,
2023). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan
terkait untuk meningkatkan aksesibilitas TI di daerah terpencil agar seluruh
masyarakat dapat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi yang pesat ini.
Penelitian terdahulu
oleh (Suseno et al., 2023) meneliti pemerataan infrastruktur telekomunikasi
untuk kesejahteraan digital, menunjukan bahwa ketimpangan perekonomian regional yang muncul
akibat ketidakmerataan infrastruktur telekomunikasi juga menjadi isu yang
memerlukan perhatian serius. Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan
strategi yang komprehensif dan kolaboratif untuk memperkuat infrastruktur
telekomunikasi, memperluas jangkauan, meningkatkan kapasitas, dan memastikan
aksesibilitas yang adil. Selain itu, dengan kemajuan teknologi seperti jaringan
5G, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), peluang baru muncul
untuk mempercepat transformasi digital melalui infrastruktur telekomunikasi
yang inovatif.
Penelitian lain oleh (Nasution,
2016) meneliti pengaruh kesenjangan digital
terhadap pembangunan pedesaan, hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan arah kebijakan publik dari pemerintah serta
terbukanya akses kerjasama antara pemerintah didalam negeri dengan pemerintah
di luar negeri pada akhirnya akan terbentuk jalinan kerjasama secara global.
Jalinan kerjasama ini tidak menutup kemungkinan akan dilakukan oleh pemeritahan
desa sehingga konsep globa village bukan lagi suatu keniscahyaan.
kendala utama dalam penerapan global village ini adalah kesenjangan Sumber Daya
Manusia (SDM) antara wilayah core (kota) dengan wilayah periphery
(pinggiran). Kesenjangan SDM itulah yang selanjutnya menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah Indonesia guna memakmurkan negara ini, karena desa sebagai
tumpuan atau garda terdepan dan merupakan harapan keberhasilan dalam segala
urusan dan segenap unsur yang berada diatasnya. Indonesia bisa dikatakan makmur
jika desa ikut makmur.
Kebaharuan penelitian
ini adalah dari obyek penelitiannya yakni peran pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas TI di
daerah terpencil serta merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan
aksesibilitas TI di daerah terpencil yang belum pernah diteliti sebelumnya. Temuan penelitian dapat mendorong pemerintah untuk
memberikan subsidi atau bantuan dana kepada masyarakat di daerah terpencil
untuk mengakses layanan TI dengan biaya yang terjangkau, hal ini dapat membantu
mengatasi hambatan finansial yang sering kali menjadi penghalang utama dalam
aksesibilitas TI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran
pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas TI di daerah terpencil serta
merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan aksesibilitas TI di daerah
terpencil.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk
memahami fenomena sosial dalam konteks alami mereka, dengan menekankan pada
interpretasi mendalam, pemahaman konteks, dan kompleksitas kehidupan manusia.
Metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi aspek-aspek
subjektif dari fenomena, seperti keyakinan, nilai, dan pengalaman individu,
serta untuk menangkap konteks sosial, budaya, dan historis yang memengaruhi
fenomena tersebut (Firmansyah & Masrun, 2021). Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini adalah studi literatur. Studi literatur melibatkan pencarian,
pengumpulan, dan analisis dokumen-dokumen yang relevan dengan topik penelitian
dari berbagai sumber seperti jurnal ilmiah, buku, laporan riset, dan publikasi
lainnya (Darmalaksana, 2020). Metode ini memungkinkan peneliti untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang perkembangan teoritis dan temuan empiris yang
telah ada terkait dengan topik penelitian. Data yang telah terkumpul kemudian
dianalisis dalam tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil
dan Pembahasan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah menandai masuknya era baru yang dikenal sebagai era
globalisasi. Globalisasi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan, dengan
faktor pendorongnya adalah kemajuan pesat dalam teknologi informasi dan
komunikasi, yang secara signifikan mempermudah dan meningkatkan efisiensi
kehidupan manusia. Penggabungan antara teknologi komputer dan telekomunikasi
pada era globalisasi ini telah menghasilkan suatu revolusi dibidang sistem
informasi sehingga sekarang telah menerobos batas-batas fisik antar negara
(Nasution, 2016). Sebagai hasilnya, globalisasi menciptakan era di mana teknologi
informasi merubah secara mendasar, membentuk dunia yang lebih terhubung dan
saling tergantung satu sama lain.
Menurut Martin pada tahun 1999,
teknologi informasi mencakup tidak hanya teknologi komputer (perangkat keras
dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi,
tetapi juga melibatkan teknologi komunikasi untuk menyebarkan informasi (Taufik
et al., 2022). Sedangkan pendapat lain menurut (Mukhsin, 2020), teknologi
informasi diartikan sebagai suatu teknologi yang digunakan untuk memproses
data, termasuk dalam kegiatan mendapatkan, menyusun, menyimpan, dan
memanipulasi data dengan berbagai metode guna menghasilkan informasi
berkualitas. Informasi tersebut diharapkan memiliki tingkat relevansi, akurasi,
dan keakuratan waktu yang tinggi, serta dapat digunakan untuk berbagai
keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan. Lebih lanjut, sebagai informasi
strategis data tersebut memegang peranan sentral dalam proses pengambilan
keputusan.
Teknologi dan informasi memiliki
potensi besar untuk diterapkan oleh masyarakat guna meningkatkan perkembangan
taraf hidup mereka, mengingat dampak teknologi informasi yang meresap ke
berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh (Cholik, 2021),
terdapat sejumlah manfaat teknologi informasi dalam beberapa bidang, seperti
berikut:
1) Bidang ilmu pengetahuan/Pendidikan
Teknologi
informasi memberikan kontribusi signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
pendidikan. Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan aksesibilitas,
efektivitas, dan interaktivitas pembelajaran. Ini mencakup penggunaan platform
pembelajaran online, sumber daya digital, dan aplikasi pendidikan yang dapat
memperkaya pengalaman belajar.
2) Bidang ekonomi bisnis
Dalam
sektor ekonomi dan bisnis, teknologi informasi membuka peluang baru dimana
penggunaan sistem informasi, e-commerce, dan berbagai aplikasi bisnis dapat
meningkatkan efisiensi operasional, memperluas jangkauan pasar, dan
memfasilitasi transaksi bisnis. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
masyarakat secara keseluruhan.
3) Bidang kesehatan/medis
Teknologi
informasi berkontribusi signifikan dalam penyediaan layanan kesehatan. Sistem
informasi kesehatan elektronik, telemedicine, dan aplikasi kesehatan membantu
mempercepat diagnosa, meningkatkan manajemen data pasien, dan mempermudah akses
masyarakat terhadap informasi kesehatan.
4) Bidang politik/ pemerintahan
Dalam
ranah politik dan pemerintahan, teknologi informasi memainkan peran penting
dalam memperkuat partisipasi masyarakat. Penggunaan media sosial, aplikasi
partisipatif, dan platform daring dapat meningkatkan transparansi, memberikan
suara pada masyarakat, dan mendukung proses demokratisasi.
5) Bidang sosial budaya
Teknologi
informasi juga memberikan dampak signifikan di bidang sosial budaya. Media
sosial, platform berbagi konten, dan aplikasi budaya membantu dalam menyebarkan
dan mempertahankan nilai-nilai budaya, serta memfasilitasi interaksi dan
pertukaran informasi antarindividu.
Semua warga negara memiliki hak
untuk memperoleh teknologi informasi, dan perlindungan terhadap hak ini harus
dijamin oleh pemerintah. Negara juga telah mengesahkan hukum tertulis yang
mengatur hak asasi manusia, termasuk hak untuk mendapatkan informasi dan
mengembangkan teknologi. Pasal 14 ayat (1) dan (2) dalam Undang Undang Hak
Asasi Manusia secara tegas menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan guna pengembangan diri
dan lingkungan sosialnya. Lebih lanjut, pasal tersebut juga menegaskan bahwa
setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia
(Salsabila, 2021).
Hak untuk mendapatkan akses
teknologi dan informasi juga tercantum dalam Pasal 28F UUD 1945 menyatakan
bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Rumusan
tersebut memberikan dasar yang kuat untuk pemberian hak digital kepada
masyarakat, menggarisbawahi pentingnya akses terhadap teknologi dan informasi
dalam perkembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Namun, meskipun
telah dijamin dalam undang-undang dalam implementasinya masih terdapat
kesenjangan dalam mengakses teknologi informasi terutama di daerah terpencil.
Pendapat mengenai kesenjangan akses
masyarakat terhadap teknologi informasi selaras dengan temuan penelitian yang
dilakukan oleh (Susanti et al., 2023), yang menyatakan bahwa individu dengan
pendapatan rendah dan berasal dari lingkungan pedesaan sering mengalami kendala
dalam mengakses teknologi digital. Akibatnya, tingkat keterampilan dalam
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi digital cenderung berada di bawah standar. Adapun yang menjadi
kendala utama adalah aksesnya terhadap teknologi informasi. Menurut (Praditya,
2014), salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan digital antara wilayah
perkotaan dan perdesaan adalah belum meratanya infrastruktur dan kemudian
berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya manusia (SDM) teknologi
informasi, yang selanjutnya memengaruhi pemanfaatan TI di tingkat Desa. Maka
dari itu, peran pemerintah menjadi sangat penting untuk meningkatkan
aksesibilitas teknologi informasi di daerah terpencil. Upaya pemerintah
diperlukan agar kesenjangan ini dapat diatasi, dan masyarakat di seluruh
wilayah dapat merasakan manfaat dari kemajuan teknologi informasi.
Pemerintah dapat mengambil langkah
pertama dalam upaya meningkatkan aksesibilitas Teknologi Informasi (TI) di
daerah terpencil dengan memfokuskan pada pembangunan infrastruktur jaringan.
Pembangunan diartikan sebagai suatu proses menuju perubahan yang bertujuan
membangun masyarakat atau bangsa secara menyeluruh guna mencapai kesejahteraan
rakyat. Sedangkan infrastruktur, dalam hal ini merujuk pada prasarana atau
segala sesuatu yang menjadi penunjang utama terselenggaranya suatu proses,
seperti usaha, pembangunan, dan sebagainya (Simbolon et al., 2021).
Infrastruktur memiliki peran krusial
sebagai salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Tanpa
keberadaan prasarana yang mendukung proses tersebut, pencapaian tujuan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan menjadi sulit. Situasi ini juga berlaku di
Indonesia, yang memiliki topografi wilayah yang beragam, mencakup hutan,
pegunungan, lembah, dan perbukitan. Kondisi ini menjadi lebih menantang,
terutama di wilayah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan), yang mengakibatkan
kesulitan dan biaya tinggi dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang dapat diterapkan melibatkan
kerjasama dengan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur jaringan
Teknologi Informasi (TI). Karena pembangunan infrastruktur di Indonesia
memerlukan keterlibatan tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga sektor swasta.
Dukungan dari sektor swasta memiliki dampak positif yang signifikan terhadap
percepatan pembangunan (Hamrun et al., 2020).
Kerjasama dengan sektor swasta bukan
sekadar pilihan, melainkan menjadi suatu keharusan. Keberadaan investasi swasta
menjadi sangat krusial, terutama mengingat keterbatasan sumber pembiayaan dan
upaya pemerintah untuk melakukan penghematan anggaran di berbagai Kementerian.
Keterlibatan sektor swasta tidak hanya membantu mempercepat pembangunan
infrastruktur, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam memenuhi
kebutuhan pembiayaan yang mungkin sulit dipenuhi oleh pemerintah sendiri.
Sebagai contoh kolaborasi antara
pemerintah dan perusahaan swasta berupa kerjasama yang sudah berjalan adalah
Proyek Strategis Nasional yang melibatkan pembangunan infrastruktur jaringan
tulang punggung serat optik Palapa Ring dengan menerapkan konsep (KPBU) atau
Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha. Cincin Serat Optik Nasional (CSO-N),
yang membentuk jaringan kabel bawah laut berisikan frekuensi pitalebar dan
terintegrasi dari Sumatera hingga Papua, dikenal sebagai Palapa Ring dan telah
dilaksanakan dari tahun 2016 hingga 2019. Penelitian menunjukkan bahwa proses
tata kelola kolaboratif dalam KPBU Palapa Ring telah berjalan dengan baik,
meskipun belum mencapai tingkat optimal (Susanti & Juwono, 2019). Oleh
sebab itu, diperlukan upaya untuk kembali mengoptimalkan kerjasama antara
pemerintah dan perusahaan swasta ini, termasuk kolaborasi dengan pihak swasta
lainnya, guna memastikan bahwa infrastruktur di daerah terpencil dapat segera
tersebar secara merata.
Langkah selanjutnya dalam upaya
pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas Teknologi Informasi (TI) di daerah
terpencil adalah dengan memberikan subsidi untuk biaya layanan TI. Subsidi
adalah bantuan uang atau komoditas, perkumpulan atau masyarakat yang pada
umumnya diberikan oleh pihak pemerintah. Menurut penjelasan Milton H. Spencer
dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunya yang berjudul "Contemporary
Economics", subsidi merujuk pada pembayaran yang dilakukan oleh
pemerintah, baik dalam bentuk uang maupun komoditas, kepada suatu perusahaan
atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu dan meringankan beban
penerima, atau secara singkatnya subsidi dapat diartikan sebagai bantuan atau
insentif keuangan (Soen et al., 2022).
Memberikan bantuan finansial ini, pemerintah
berharap dapat mendorong adopsi teknologi, memperluas jangkauan layanan, dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Subsidi ini dapat melibatkan
pemotongan biaya langganan internet, telepon seluler, atau bahkan pengadaan
perangkat TI seperti komputer. Melalui pengurangan beban finansial, diharapkan
lebih banyak warga di daerah terpencil dapat mengakses teknologi informasi,
seperti pendidikan online, kesehatan jarak jauh, dan peluang ekonomi melalui
platform e-commerce. Kemudian selain subsidi, pemerintah juga dapat memberikan
bantuan dana langsung kepada desa. Dana ini tidak hanya ditujukan untuk
membantu masyarakat secara langsung, tetapi juga dapat digunakan untuk
memperbaiki infrastruktur TI di desa. Pendanaan desa merupakan implementasi program
pemerintah pusat sebagai pengakuan terhadap peran pemerintahan desa dalam
mewujudkan Sembilan Agenda Prioritas masa pemerintahan Presiden Jokowi yang
dikenal sebagai "Nawacita". Salah satu fokus Nawacita adalah
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam rangka Negara Kesatuan. Pemberian bantuan finansial dan dana langsung
kepada desa, pemerintah berharap dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat di
daerah terpencil, meningkatkan akses terhadap teknologi, serta memperkuat
infrastruktur lokal. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mencapai tujuan
Nawacita yang menekankan pada pembangunan dari pinggiran untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kesetaraan di seluruh Indonesia (Rahmah & Rifka, 2018).
Langkah berikutnya dalam upaya
pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas Teknologi Informasi (TI) di daerah
terpencil adalah dengan mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian dalam bidang TI. Pentingnya pengembangan sumber daya manusia ini
disebabkan oleh kesenjangan antara perkembangan teknologi dan kesiapan manusia
sebagai pengguna. Perkembangan teknologi seharusnya beriringan dengan kemajuan
sumber daya manusia sebagai pengguna teknologi, sehingga tujuan utama teknologi
sebagai alat bantu untuk meringankan pekerjaan manusia dapat tercapai. Namun,
realitas di Indonesia menunjukkan bahwa brainware (pengguna teknologi) secara
keseluruhan belum sepenuhnya siap menghadapi perkembangan teknologi yang sangat
pesat. Sebagai akibatnya, perkembangan teknologi di beberapa lokasi di
Indonesia menjadi tidak optimal atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan (Ajie et al., 2018).
Budi Raharjo, seorang pakar
telematika dari ITB, pernah menyoroti bahwa Teknologi Informasi adalah bidang
baru, dan pemerintah umumnya memiliki sedikit SDM yang handal di bidang ini.
Permasalahan utama adalah ketersediaan SDM yang memiliki standar kompetensi
dalam bidang TI, yang dianggap lebih sulit dibandingkan dengan masalah
teknologi itu sendiri (Sosiawan, 2015). Sumber daya manusia sendiri adalah
seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah
tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya
yang da pat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya
manusia berarti membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya.
Pentingnya pembahasan mengenai sumber daya manusia ini terletak pada
pengaruhnya yang sangat besar terhadap kehidupan (Tufa, 2018). Oleh karena itu,
sumber daya manusia yang ada hendaklah dikembangkan sedemikian rupa guna
mencapai kesejahteraan. Pengembangan SDM sangat diperlukan karena memiliki aspek
yang penting bagi peningkatan produktivitas SDM dan juga memiliki tujuan -
tujuan tertentu yang pastinya harus dicapai demi kemajuan pembangunan suatu
bangsa.
Dalam usaha mencapai pengembangan
sumber daya manusia (SDM), strategi yang diadopsi melibatkan implementasi
program pelatihan Teknologi Informasi (TI) bagi penduduk setempat. Pelatihan di
sini diartikan sebagai tindakan sistematis dan terencana untuk mengubah atau
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui pengalaman belajar,
dengan tujuan meningkatkan efektivitas kinerja kegiatan atau berbagai kegiatan
(Bariqi, 2018).
Menurut penelitian (Susanti et al.,
2023), program pelatihan komputer di pedesaan terpencil memiliki potensi
memberikan sejumlah keuntungan signifikan bagi penduduk setempat. Keuntungan
tersebut mencakup peningkatan keterampilan teknologi, perbaikan akses ke
informasi, dan peluang kerja yang lebih baik. Inisiatif semacam ini juga dapat
meningkatkan keterampilan dan produktivitas komunitas lokal, yang pada akhirnya
dapat membuka peluang yang lebih besar untuk pertumbuhan bisnis dan ekonomi.
Tujuan dari program pelatihan komputer ini adalah untuk memperkenalkan
teknologi digital kepada individu di pedesaan terpencil, sehingga mereka dapat
memanfaatkannya secara efektif untuk keperluan seperti mengakses informasi,
berkomunikasi, serta mengeksplorasi peluang bisnis. Selain itu, program
pelatihan komputer dapat membuka jalan bagi masyarakat desa untuk terlibat
dalam era digital, meningkatkan rasa percaya diri, dan membuka peluang lebih
besar dalam pemanfaatan teknologi informasi.
Setelah memberikan pelatihan sumber
daya manusia (SDM), memberikan edukasi dan literasi Teknologi Informasi (TI)
kepada masyarakat di daerah terpencil juga menjadi langkah penting untuk
meningkatkan aksesibilitas Teknologi Informasi (TI). Literasi TI dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memahami, mengakses, dan membuat
informasi yang bersumber dari teknologi informasi (Muyassaroh et al., 2022).
Keterampilan literasi TI sangatlah penting, karena memberdayakan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menilai dan mendekonstruksi pesan
secara akurat, memungkinkan mereka membuat atau memilih konten media digital
dengan bijak, dan melindungi masyarakat dari dampak buruk seperti ujaran
kebencian, berita palsu, atau hoaks.
Untuk meningkatkan literasi TI di
masyarakat daerah terpencil, pemerintah dapat mengambil berbagai langkah
strategis. Pertama, pemerintah dapat mengadakan program-program edukasi dan
pelatihan khusus yang menargetkan masyarakat di daerah terpencil. Program ini
dapat mencakup pembelajaran tentang penggunaan internet, identifikasi informasi
yang dapat dipercaya, dan perlindungan terhadap risiko online. Kedua,
pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan, organisasi masyarakat,
dan sektor swasta untuk menyediakan sumber daya literasi TI yang mudah diakses.
Selain itu, pemerintah dapat mempromosikan literasi TI melalui media massa dan
saluran komunikasi lainnya. Promosi publik dan informasi yang disampaikan secara
jelas dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya
literasi TI dan cara mengelola informasi digital dengan bijak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemerintah memegang peran krusial dalam meningkatkan aksesibilitas Teknologi
Informasi (TI) di daerah terpencil. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui
sejumlah langkah strategis, termasuk pembangunan infrastruktur jaringan,
subsidi biaya layanan TI, pengembangan sumber daya manusia dengan keahlian TI,
serta memberikan edukasi dan literasi TI kepada masyarakat di daerah terpencil.
Melalui peran antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal,
aksesibilitas TI di daerah terpencil dapat ditingkatkan secara signifikan.
Kolaborasi ini membuka peluang bagi pengembangan ekonomi dan sosial di wilayah
tersebut, dengan memanfaatkan potensi teknologi informasi untuk meningkatkan
kesejahteraan dan membuka pintu peluang baru bagi masyarakat setempat. Hal
tersebut diartikan pemerintah memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa
aksesbilitas teknologi informasi yang merata di seluruh negeri.
Kesimpulan
Pemerintah memegang peran yang
sangat penting dalam meningkatkan aksesibilitas Teknologi Informasi (TI) di
daerah terpencil, hal ini dilakukan melalui beberapa langkah strategis,
termasuk pembangunan infrastruktur jaringan yang memadai, subsidi biaya layanan
TI, pengembangan sumber daya manusia dengan keahlian TI, serta memberikan
edukasi dan literasi TI kepada masyarakat di daerah terpencil. Upaya untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi yang diterapkan melibatkan kerjasama dengan
sektor swasta dalam membangun infrastruktur jaringan TI, penyediaan bantuan
dana kepada desa-desa di daerah terpencil untuk memperbaiki infrastruktur TI
mereka, dan implementasi program pelatihan TI bagi penduduk setempat. Sehingga,
melalui kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal,
aksesibilitas TI di daerah terpencil dapat ditingkatkan secara signifikan,
memberikan manfaat yang luas bagi pembangunan ekonomi dan sosial di
wilayah-wilayah tersebut.
BIBLIOGRAFI
Ajie, M. T., Yosrita, E.,
Rusjdi, D., Susanti, M. N. I., Indrianto, I., Cahyaningtyas, R., Wulandari, D.
A., & Agtriadi, H. B. (2018). Pelatihan Ms. Office Word Dan Excel Bagi
Perangkat Desa & Masyarakat Desa Ciaruteun Ilir Bogor. Terang, 1(1),
87–96
Anam, K. (2021). Pemerataan Teknologi Jadi
Kunci Kebangkitan Nasional. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20211214145048-37-299179/pemerataan-teknologi-jadi-kunci-kebangkitan-nasional.
Diakses pada 28 Februari 2024.
Bariqi, M. D. (2018).
Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Jurnal studi manajemen dan
bisnis, 5(2), 64-69.
Cholik, C. A. (2021).
Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi/ICT dalam Berbagai Bidang. Jurnal
Fakultas Teknik Kuningan, 2(2), 39-46.
Darmalaksana, W. (2020). Metode penelitian
kualitatif studi pustaka dan studi lapangan. Pre-Print Digital Library UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
Firmansyah, M., & Masrun, M. (2021).
Esensi Perbedaan Metode Kualitatif Dan Kuantitatif. Elastisitas-Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 3(2), 156-159.
Hamrun, H., Harakan, A.,
Prianto, A. L., & Khaerah, N. (2020). Strategi Pemerintah Daerah Dalam
Pengembangan Pelayanan Berbasis E-Government Di Kabupaten Muna. Nakhoda:
Jurnal Ilmu Pemerintahan, 18(2), 64.
Kominfo. (2023). Transformasi Digital dan
Pemerataan Akses Internet Kunci Indonesia Maju 2045. https://www.kominfo.go.id/content/detail/52518/transformasi-digital-dan-pemerataan-akses-internet-kunci-indonesia-maju-2045/0/berita_satker.
Diakses pada 28 Februari 2024.
Mohammad, W., & Maulidiyah, N. R. (2023).
Pengaruh Akses Internet Terhadap Aspek Kualitas Kehidupan Masyarakat Indonesia.
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial, 1(2), 211-221.
Mukhsin, M. (2020). Peranan
teknologi informasi dan komunikasi menerapkan sistem informasi desa dalam
publikasi informasi desa di era globalisasi. Teknokom, 3(1),
7-15.
Muyassaroh, I., Arsanti,
M., & Hasanudin, C. (2022). Urgensi Literasi Digital Bagi Mahasiswa Di Era
Society 5.0. Protasis: Jurnal Bahasa, Sastra, Budaya, dan Pengajarannya,
1(2), 81-90.
Nasution, R. D. (2016). Pengaruh kesenjangan
digital terhadap pembangunan pedesaan (rural development). Jurnal Penelitian
Komunikasi dan Opini Publik, 20(1), 31-44.
Praditya, D. (2014).
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di tingkat pemerintahan
desa. Jurnal Penelitian Komunikasi, 17(2).
Rahmah, M., & Rifka, M.
D. (2018). Kebijakan Penggunaan Dana Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di
Dusun Rantaupandan Kecamatan Rantaupandan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Jurnal
Kebijakan Pemerintahan, 137-154.
Salsabila, E. H. (2021).
Hak Informasi Dan Komunikasi Dalam Hak Asasi Manusia. In Seminar
Nasional-Kota Ramah Hak Asasi Manusia. 1.180-185.
Simbolon, D. S., Sari, J.,
Purba, Y. Y., Siregar, N. I., Salsabila, R., & Manulang, Y. (2021). Peranan
pemerintah desa dalam pembangunan infrastruktur. Jurnal Kewarganegaraan,
5(2), 295-302.
Soen, A. S., Sugianto, H., Theodorus, R.,
& Mapusari, S. A. (2022). Subsidi di Indonesia. Wacana Ekonomi (Jurnal
Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi), 21(1), 84-92.
Susanti, P. A., Hadjaat,
M., Wasil, M., & Susilawati, A. D. (2023). Meningkatkan Literasi Teknologi
di Masyarakat Pedesaan Melalui Pelatihan Digital. Jurnal Abdimas Peradaban,
4(2), 12-21.
Susanti, S. O., &
Juwono, V. (2019). Collaborative Governance: Proyek Penyelenggaraan Jaringan
Tulang Punggung Serat Optik Palapa Ring di Indonesia Tahun 2016-2019. Publik
(Jurnal Ilmu Administrasi), 8(1), 12-23.
Suseno, T. A. P., Moh, A. L., Prayoga, R. A.
S., & Bagaskara, D. B. (2023). Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi
untuk Kesejahteraan Digital. In Prosiding SEMNAS INOTEK (Seminar Nasional
Inovasi Teknologi). 7(1). 9-17.
Sosiawan, E. A. (2015, June). Tantangan dan
Hambatan dalam implementasi E-Government di Indonesia. In Seminar Nasional
Informatika (SEMNASIF), 1(5).
Taufik, A., Sudarsono, G.,
Sudaryana, I. K., & Muryono, T. T. (2022). Pengantar teknologi informasi. Yayasan
DPI, 1-113.
Tufa, N. (2018). Pentingnya Pengembangan SDM.
Iqtishodiyah: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 4(2).
Copyright
holder: Khalil, Ridwan Syah (2024) |
First
publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |