Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
Potensi Konflik
Antaragama Hindu Dan Islam Dalam
Ritual Perang Topat Di Taman Lingsar Lombok Barat
Nurdan Hafifi1*,
Kadri2, Mohammad Fakhri3
1,2,3 Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Email: [email protected]1,2,3*
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan potensi konflik yang terjadi di masyarakat Hindu dan Islam perspektif komunikasi antarbudaya. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi konflik dan faktor apa saja yang menimbulkan terjadinya konflik di Taman Lingsar Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan pengamatan dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif yaitu dengan cara cenderung menggunakan kata-kata untuk menjelaskan temuan-temuan atau data yang didapatkan di Lapangan penelitian. Hasil penelitian ini menujukkan beberapa temuan antara lain sebagai berikut: Potensi konflik Antaragama Hindu dan Islam dalam ritual Perang Topat di Taman Lingsar Lombok Barat. Potensi konflik internal agama Hindu yang terjadi ber-efek akan menimbulkan konflik antaragama, yang terjadi dualismen kepengurusan dari Anak Agung dengan Kubu Krama Pura Lingsar, anak agung yang mengklaim pengurusan Pura yang ada di Pura Lingsar sedangkan kubu Krama Pura Lingsar sudah mempunyai sertifikat atas nama Banjar Krama Pura Lingsar. Masyarakat yang membungkus batu pakai topat dilempar,telur busuk, dan saling senggol-senggolan bisa akan menimbulkan terjadinya potensi konflik Antaragama dalam ritual Perang Topat di Taman Lingsar Lombok Barat.
Kata kunci: Perang Topat, Hindu, Islam, Konflik, Komunikasi Antarbudaya
Abstract
This study aims to describe and explain the potential
conflicts that occur in Hindu and Islamic societies from the perspective of
intercultural communication. In addition, this study aims to find out how to
overcome conflicts and what factors lead to conflicts in Lingsar
Park, West Lombok. This research is a qualitative research, data collection is
done by observation and observation and interviews. The data analysis used was
descriptive qualitative data analysis, namely by using words to explain the
findings or data obtained in the research field. From the results of this
research conducted in the field, it was found that potential forms of internal
Hindu religious conflict occurred and had the effect of causing inter-religious
conflict, where there was a dualism of management from Anak Agung with the
Krama Pura Lingsar stronghold, Anak Agung who claims
to manage the temple in Lingsar Temple. while the
Krama Pura Lingsar side already has a certificate in
the name of Banjar Krama Pura Lingsar, what happened
in the Topat War ritual yesterday in 2022 from Anak
Agung who suddenly took over the odalan celebration
which should have been carried out by Banjar Krama Pura Lingsar.
Keywords: Topat War,
Hinduism, Islam, Conflict, Intercultural Communication.
Pendahuluan
Ditinjau dari sudut sosial budaya,
penduduk di Nusa Tenggara Barat masih
tergolong tradisional, Hal ini di tandai dengan
konsistenya masyarakat melaksanakan ritual budaya yang dengan peninggalan leluhurnya, salah satunya Tradisi Ritual budaya Perang Topat, yang melibatkan Umat Islam dan Hindu
di Desa Lingsar Kabupaten Lombok Barat.
pelaksaan perayaan
Ritual Perang Topat Ini yang di lakukan oleh warga Lingsar tersebut
merupakan bentuk Ekpresi Budaya berupa Warisan Budaya.
Perang Topat berasal dari kata Perang dan Topat (ketupat), pada dasarnya upacara ini merupakan saling
lempar dengan menggunakan Topat yang dilakukan oleh Muslim dan Hindu di Lombok. Rangkaian dari upacara-upacara ini adalah salah satu cara untuk memperingati
atau mengenang Syekh K.H Abdul Malik salah seorang
penyiar agama Islam di Pulau
Lombok, Lingsar, Lombok Barat tempat
diadakannya Perang Topat. Syekh K.H Abdul Malik dengan dua orang saudaranya yaitu K.H Abdul Rouf dan Hj. Raden Ayu Dewi Anjani datang ke Daerah tersebut. Lingsar yang tandus pun berubah menjadi daerah yang makmur.
Upacara Perang Topat diadakan pada malam bulan purnama
tanggal 15 bulan Qomariah, sasi kapitu (bulan ketujuh)
menurut kalender Sasak. Rangkaian-rangkaian upacara Perang Topat yaitu seperti
khaul (sikir nyeribu), geliningan kaok, perang topat
dan beteteh. Nyikir Nyeribuk (khaul) dilakukan tempat persinggahan dari Datu Sumilir dengan
membaca solawat, membaca Al-Qur’an, dan berdo’a dilakukan oleh masyarakat Desa Lingsar yang dipimpin oleh Tuan Guru atau Kiai. Khaul ini
juga untuk memohon kepada Tuhan agar upacara Pujawali dan Perang Topat supaya
bisa berjalan lancar.
Lahirnya perang topat sudah lama sejak zaman dahulu kala bahkan ratusan tahun sebelumnya kerajaan Karang Asem. Perang topat merupakan
tradisi suku Sasak yang muncul jauh sebelum suku
Bali datang ke Lombok. Konon dulu masyarakat
Sasak masih dalam bentuk Pra
raja berkomunitas memiliki satu datu dalam
komunitas datu-datu tersebut bersebaran di berbagai tempat nama yang berbeda. Dari sekian banyaknya datu renan terjadinya konflik di Lombok. Dengan banyaknya konflik antara sesama komunitas
atas suku yang menyebabkan datangnya para wali ke Lombok untuk menenangkanya dari persoalan konflik tersebut. Salah satu cara tokoh
agama tersebut ini untuk meredakan konflik antar sesama
etnis ialah melalui perang topat.
Perang Topat adalah, suatu upacara
ritual masyarakat Lombok yang terdiri
dari etnik Sasak yang umumnya beragama Islam dan etnik Bali
yang umumnya beragama
Hindu. Kegiatan ini merupakan kegiatan rasa syukur kepada sang pencipta yang telah menganugerahkan kemakmuran dalam bentuk kesuburan
tanah dan hasil pertanian yang melimpah ruah. Ritual Perang Topat ini merepresentasikan
kompromi yang berhasil dicapai oleh umat Hindu dan
Muslim di Pulau Lombok terkait
dengan peran penting ritual dalam mempertahankan solidaritas sosial. Dan bukan hanya Perang
Topat membuat adanya Solidaritas Sosial namun ada
Penelitian yang menujukkan adanya nilai Toleransi
antar Umat Beragama dalam hasil penelitian.
Nilai Toleransi. Aktor pada pelaksanaan tradisi Perang Topat adalah
suku Bali beragama Hindu dengan suku Sasak
Islam Wetu Telu sedangkan yang menjadi simbol-simbol adalah Topat yang akan dijadikan sebagai bahan untuk melaksanakan
peperangan. Menurut tokoh agama di Pura Lingsar, peperangan di sini dalam arti bukanlah perang yang terselubung oleh
motif kekerasan melainkan peperangan ini adalah perang perdamaian.
Oleh karena itu, interaksi yang terjadi dalam perang ketopat
tersebut dapat dimediasi oleh ketopat yang akan dilemparkan sehingga terjadilah yang disebut dengan perang perdamaian. Dari pelaksanaan upacara Perang Topat adanya
suatu sikap tenggang rasa yang dapat diamati pada pelaksanaan tradisi perang ketopat, masyarakat Sasak dengan masyarakat
Hindu memiliki tenggang
rasa yang sangat tinggi.
Secara simbolik Ritual Perang Topat yang dimaksudkan sebagai visi menyatukan umat dua etnis
Hindu dan Islam yang berbeda. Dalam
prosesi acara ritual tersebut
tanpak adanya kebersamaan antara dua suku yang berbeda
yang berlatar belakang etnis dan keyakinan yang berbeda yaitu suku
bali dan suku sasak. Kebersamaan yang terjadi di tengah beragam perbedaan tersebut di kategorikan sebagai komunikasi antarbudaya yang mengandung nilai toleransi, saling menghargai antar agama yang ada di Pulau Lombok. Melalui Perang Topat ada
nilai potensi konflik antar agama Hindu dan
Islam dalam Ritual Perang Topat di Lingsar, Lombok Barat.
Penelitian ini, oleh karena itu, mencoba
menguraikan kedua antar kelompok beda suku dan agama apa saja yang menjadi
Potensi Konflik Antar Agama Hindu dan Islam dalam
Ritual Perang Topat Di Taman Lingsar Lombok Barat. Dengan masyarakat Islam yang terprovokasi oleh tindakan-tindakan
yang di lakukan oleh masyarakat
Hindu seperti itu, sehingga masyarakat Islam semakin tidak suka
dan sempat melakukan perusakan karna oleh karna ada overthingking
dari masyarakat Islam bahwa masyarakat Hindu itu “Curang” dan mempunya tujuan yang tidak baik untuk
menguasai Pura Lingsar dengan cara yang tidak di sukai oleh masyarakat Islam Sasak.
Namun di tengah perbedaan peneliti tidak satu pun yang melihat penelitian tentang Potensi Konflik, padahal kalau di cermati ada Overthingking dari salah satu Suku Agama akan ada Potensi Konflik,
misalnya :
Ada penjagaan dari aparat keamanan baik dari Kepolisian,
dan aparat Keamanan Desa yang ada di Desa Lingsar, yang sebab terkait penguasaan
Wilayah Pura Lingsar. Oleh karna
itu riset ini ingin mengungkap
Potensi Konflik di balik Perang Topat
agar di antisipasi jangan sampai merusak nilai-nilai Harmoni, Toleransi dari acara Ritual Budaya Perang Topat
Di Taman Lingsar, Lombok Barat.
Diharapkan riset ini berkontribusi untuk menyumbang dan memperkaya konsep Komunikasi Antar Budaya. mampu memberikan
dan mempeluas khazanah keilmuan bagi dunia akademik. Terutama bagi pembaca di harapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran dan dapat digunakan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
Sebab, penelitian terkait Intraksi merupakan penelitian yang masih di anggap baru, sehingga kedepanya bisa akan banyak penelitian
lanjutan ataupun pengembangan dari pendekatan penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat mendorong
terselesaikanya persoalan sosial dan persoalan budaya, menuju kepada arah peningkatan
Tradisi budaya dan pengembangan metodenya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti ikut dalam
ritual Perang Topat dan menganalisis potensi konflik antara agama Hindu dan
Islam. Metode pengumpulan
data meliputi observasi, wawancara terbuka, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode induktif dan deduktif, dengan teknik reduksi
data, model data, dan penarikan/verifikasi
kesimpulan. Triangulasi dilakukan untuk memastikan keabsahan data, melalui perbandingan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Diskusi dengan rekan sejawat juga dilakukan untuk mendapatkan kritik konstruktif. Kecukupan referensi dan ketekunan pengamatan juga menjadi faktor penting. Dengan pendekatan komprehensif ini, diharapkan penelitian dapat menghasilkan data yang akurat dan relevan serta menyediakan pemahaman yang mendalam tentang dinamika komunikasi antarbudaya dalam konteks ritual Perang Topat.
Hasil dan Pembahasan
Desa Lingsar adalah merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat, dan merupakan
Ibu Kota Kecamatan Lingsar.
dan merupakan desa tertua dalam sejarah
desa yang ada diwilayah kecamatan Lingsar. Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan peneliti, bahwa agama yang dianut oleh masyarakat Dusun
Taman Lingsar adalah agama
Islam dan Hindu. Walaupun ada
dua kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Dusun
Taman Lingsar, tidak ada jarak yang memisahkan mereka. Semua penduduknya membaur dalam satu
wilayah demikian, tetapi hal tersebut memberikan
nuansa kerukunan hidup antara mereka
atas dasar saling menghormati, menghargai dan hidup berdampingan dengan damai.
Berbicara tentang agama dan kepercayaan, maka tidak terlepas dari sarana prasarana
ibadah. Maka berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di lapangan, ditemukan beberapa sarana prasarana dan tempah ibadah yang digunakan oleh
masyarakat Dusun Taman Lingsar
Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat.
Tabel 1. Penduduk Dusun Sangiang Bedasarkan Agama Yang Dianut
NO |
RT |
Agama |
Jumlah |
||
Islam |
Hindu |
Lain-lain |
|||
1. |
RISTUADI |
126 |
12 |
0 |
138 |
2. |
AZHAR |
216 |
- |
0 |
216 |
3. |
LALU SUPRIANDI |
177 |
30 |
0 |
207 |
Jumlah |
519 |
42 |
- |
561 |
Tabel 2. Sarana Peribadatan
Dusun Taman Lingsar
NO |
Sarana
Pribadatan |
Jumlah |
Lokasi |
1. |
Masjid |
1 |
RT 01 |
2. |
Musolla |
1 |
RT 03 |
3. |
Pura |
1 |
RT 02 |
Sumber : Observasi, Kantor Desa Lingsar, 20 Desember 2022
Dalam kegiatan interaksi masyarakat Hindu dan
Islam berlangsung secara lancar dan efektif jika diantara Komunikator
(pemberi pesan) dan Komunikan (penerima pesan) mempunyai pengetahuan yang sama tentang apa yang dikomunikasikan oleh mereka sehingga Interaksi masyarakat Hindu dan Islam dalam penyelenggaraan acara Perang Topat di Pura Lingsar Lombok
Barat berlangsung dengan baik.
Perbedaan keyakinan dan juga bahasa baik masyarakat
Hindu dan Islam yang ada di Pura Lingsar
Lombok Barat ini tidak serta merta mendatangkan
konflik antara kedua belah pihak.
Itu dilatarbelakangi oleh mereka yang saling menghargai dan saling menghormati antar keyakinan maupun kebudayaan dan bahasa yang mereka gunakan, dan sejauh ini tidak
pernah terjadi konflik, karena saling menghargai dan menghormati mereka bisa hidup berdampingan
tanpa ada masalah yang timbul.
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dilapangan, ditemukan bahwa Interaksi Masyarakat Hindu
dan Islam dalam Penyelenggaraan
acara Perang Topat di Pura Lingsar Lombok Barat, sebagai berikut:
Interaksi yang terjadi antara masyarakat Hindu dan Islam
dalam penyelenggaraan acara
Perang Topat di Pura Lingsar Lombok Barat dapat diamati proses interaksi yang terjadi dalam penyelenggaraan
acara Perang Topat yang ada di Pura Lingsar Lombok Barat
yang dilandasi perbedaan
agama dan budaya. Pada saat
menghadiri pertemuan membahas acara Perang Topat yang diundang langsung oleh Pemerintah Desa Lingsar dengan
membahas kelanjutan dalam pelaksanaan acara Perang Topat di Pura Lingsar Lombok Barat yang dihadiri
oleh para pemangku Hindu maupun
Islam.
Gambar1. Kebon
Odeq
Sumber : Observasi, Taman Lingsar, 6 Desember 2022
Gambar 2. Kebon
Odeq
Sumber : Observasi, Taman Lingsar, 6 Desember 2022
Dalam proses pelaksanaan
acara Perang Topat ini dilakukan hanya
3 hari setelah ditentukan hari yang telah disepakati oleh agama Hindu
dengan Agama Islam, ritual sebelum
Acara perang Topat ada beberapa acara ritual yang dilaksanakan di Pura Kemaliq Lingsar yakni acara bersama yakni bersih-bersih
Pura yang bersama dilakukan
oleh masyarakat Hindu dan Islam.
Tujuan dan harapan pelaksanaan acara Perang Topat ini baik
dari kedua agama tersebut seperti halnya : untuk mengharapkan kesejahteraan, kesehatan,keluarga
dan terhinda dari mala bahaya, terhindar dari hama taanaman
dan keberhasilan dalam bercocok tanam. Upaya untuk mencapai
hajat tersebut tentu harus dengan
melakukan kegiatan tradisi adat nenek
moyang yakni tradisi Perang Topat, dengan melaksanakan
Tradisi ini merasa telah memenuhi
wasiat nenek moyangnya terdahulu.
Acara perayaan Perang Topat merupakan
ritual keagamaan serta perayaan tradisi budaya oleh kedua umat agama Hindu dan Islam Sasak.
Dalam perbedaan dalam perhitungan yang berbeda-beda, namun waktu pelaksanaanya pada hari waktu yang sama dalam perhitungan
kalender nasional. Pelaksanaan Tradisi Perang Topat pada tanggal 8 Desember 2022 atau sore hari bertepatan dengan Bulan Purnama pada tanggal 15 hitungan masyarakat sasak.
Pusat tempat pelaksanaan upacara Perang Topat berlangsung
di Pura Gaduh dan Pura Kemaliq
Lingsar berada di dalam Taman Pura Lingsar. Kemudian dimulai dari tempat penyelenggaraan
tradisi di rumah Pemangku Hindu, Pemangku Kemaliq Lingsar, pelataran Kemaliq dan Pura Lingsar, alun-alun Taman Lingsar dan Aiq Mual Lingsar, hingga
ke mata air Sarasuta tempat ritual penutupan tradisi Perang Topat.
Kemajuan tradisi Perang Topat semakin
meningkat terlihat dari berbagai antusias
warga masyarakat desa Lingsar dan juga dari berbagai kalangan
masyarakat luar bahkan dari mancanegara
ikut serta ritual keagamaan dan menjadikan ajang promosi wisata
budaya dari berbagai kegiatan ritual agama
dan tradisi. Adapun kegiatan
sebelum pelaksanaan upacara Perang Topat dan berbagai macam seperti ritual Mendaq, dan Ngilang Kebon Odeq atau
Kaoq.
Pelaksanaan Ritual Perang Topat
Ritual Mendaq
Setelah melalui masa persiapan barulah dengan acara selanjutnya yaitu upacara mendak
arak-arakan dari Pura Lingsar menuju ke Timur menuju arah Gunung Rinjani,
menuju dan ke Barat mengarah gunung agung. Urutan arak-arakan ini adalah tari batek baris yang di susul membawa sesaji dan diapit payung, tombak dan umbul-umbul barisan paling akhir adalah kesenian setelah itu dilaksanakan
upacara nyambutang di pertigaan jalan menuju Taman Lingsar.
Gambar 3. Acara Mendaq
Sumber : Observasi, Taman Lingsar, 8 Desember 2022.
Tahap kedua ritual mendak yang dilaksanakan pada upacara kebon odeq’
yang dimaksud menjemput kebon odeq dari
bale penyimpanan menuju kemaliq. Sebelum masuk kemalik dilakukan
ngilahan lebih dahulu yakni memutar
wilayah kemaliq sebanyak 3
kali. Selesai upacara ngilahan kebon odeq di bawa masuk
ke kemaliq sebagai penutup, kebon odeq serta
turutanya diletakkan di pelataran kemaliq dan serta peserta upacara
melaksanakan doa bersama di pimpin oleh mangku.
Ritual Mendaq merupakan penjemputan tamu agung yaitu (roh-roh gaib yang berkuasa di gunung Rinjani atau roh-roh
gaib yang datang dari gunung agung). Upacara memendak ini diikutsertakan oleh masyarakat Hindu dan Islam beserta
masyarakat serta ikut Pujawali di Pura Aiq Mual.
Sesaat sebelum berlangsung upacara Tradisi Perang Topat dilaksanakan, pada malam harinya mengadakan
kegiatan dirumah pemangku berupa acara Haulan yang diisi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-qur’an, zikrullah, sholawatan dan do’a yang dilakukan oleh para jamaah dan tokoh agama serta masyarakat setempat dibawah Pimpinan Desa Lingsar.
Kegiatan Nampah Kaoq (Penyembelihan Kerbau) sebelum dilaksanakan acara Tradisi Perang Topat, upacara
pertama dilakukan ialah Nampah Kaoq
(Penyembelihan Kerbau) sebagai istilah kurban Umat Islam Muslim. Sedangkan untuk hewan lain sebagai ganti tidak diperbolehkan
baik dalam bentuk Sapi, Kuda, Kambing, Babi dan sebagainya.
Kemudian dilakukanya Nyerahan Topat, dimaksud dengan kegiatan tersebut para peserta upacara menyerahkan ketupat yang langsung
ditumpuk di Altar Kemaliq. Ngaturang Pesaji Pada ngaturang pesaji ini persajian telah
selesai dilakukan, persajian itu diperuntukkan
bagi mahluk ghaib, kemudian menunggu mahluk ghaib untuk menerima
persajian ini. Setelah melaksanakan nganturang pesaji kepada mahluk ghaib
tadi, mka dilanjutkan dengan pelaksanaan Tradisi Perang Topat. Seluruh
warga masyarakat berkumpul di dalam tembok. Adapun peserta tradisi Perang Topat atau masyarakat
umum yang ikut serta dalam mensukseskan
acara Perang Topat tersebut di Pura Kemaliq Lingsar.
Gambar 4. Observasi, Taman Lingsar Acara Nyerahan Topat Ke Kemaliq Lingsar.
Gambar 5. Observasi Kegiiatan
Perang Topat
Taman Lingsar.
Selesai upacara ngaturan pesaji dilaksanakan upacara Perang Topat, peserta
upacara yang menunggu Upacara Perang Topat mulai bersiap-siap,
diatas teras atas sudah dipenuhi oleh masyarakat Hindu yang telah selesai melaksanakan upacara persembahyangan puja wali. Di teras atas tempat para Undangan mulai bersiap, demikian pula masyarakat Sasak yang berada di teras bawah sedang bersiap
dan menanti lemparan
ketupat dari Kemaliq acara Perang Topat ini
tidak memandang golongan Tua maupun
Muda dan bisa ikut dalam acara Perang Topat tersebut.
Keduanya bebeda dalam aksi, yang m uda aktif untuk
lempar, namun yang tua bersifat pasif,
namun ia sangat reaktif bila melihat
ketupat, tampak sekali golongan tua berusaha
memproleh ketupat tersebut.
ketupat yang mereka terima dari kemaliq tidak
boleh ditahan atau dibawa pulang
langsung, tetapi harus dilemparkan pada lawan yang berada atas maupun dibawah
setelah itu baru ketupat, kadang- kadang sudah hancur
dan bisa dipungut dan dibawa pulang.
Adapun ketupat yang dilemparkan
sebagai senjata Perang Topat dari
bagian depan Pura bagian wilayah masyarakat Hindu. Begitu pula masyarakat Hindu melemparkan ketupat ke bagian Islam. Setelah beberapa menit kemudian, tradisi Perang Topat selesai.
Semua masyarakat mengambil ketupat untuk dijadikan sebagai pupuk tanaman.
Setelah berlangsung selama satu jam suara kul-kulan terdengar sayup, perlahan suaranya pun hilang, sepi. Perang
Topat usai sudah orang-orang pulang dengan membawa ketupat perolehanya. Dengan berakhirnya upacara perang topat bukan
berarti upacara laiinya selama 3 hari kemudian. Ada tiga acara pokok dalam rangkaian upacara beteteh yaitu.
Persiapan pesaji untuk ritual yang di kerjakan
pada pagi hari pesaji yang di buat di sebut belayak, yaitu semacam lontong
berbentuk bulat panjang di bungkus dengan daun aren
muda, turutan pesaji belayak ini adalah : yang terdiri dari, ajengan,lekes, sembilan buah, cecep, dan bayuan yang terdiri dari buah-buahan
dan minum-minuman. Puncak
acara beteteh merupakan
acara terakhir ritual berdoa
bersama yang di lakukan di kemaliq lingsar. Sebelum di lakukan acara beteteh di laksanakan. Upacara ini berlangsung
sekitar pukul 11: 00 Wita. Upacara dimulai
ketika pesaji-pesaji telah di letakkan di atlar kemaliq dan di pimpin oleh pemangku.
Gambar 6. Ngaturan
Pesaji ke Kemaliq Lingsar.
Upacara beteteh merupakan penutup seluruh rangka ritual perang topat. Bersamaan
dengan masyarakat Hindu dan
Islam, hindu juga mengadakan
upacara ngelukar. Yang merupakan upacara penutup dan seluruh rangkaian upacara Pujawali dan perang topat di Taman Lingsar.
Masyarakat sasak yang melaksanakan upacara beteteh melakukan upacara beteteh di kemaliq lingsar yang di pimpin oleh kemaliq lingsar, yang setelah itu para perempuan menjunjung segala perlengkapan upacara keluar dari kemaliq
yang di sambut dengan kaum laki-laki yang membawa payung agun, tombak dan umbull-umbul, sedangkan pasukan tari barissudah menunggu di pelataran kemudian dilaksanakan upacara ngilahan tiga kali memutar kemaliq.
Gambar 7. Upacara
Beteteh Ke Sungai Sarasute
Gambar 8. Upacara
beteteh di Sungai Sarasuta
Setibanya di sarasuta umat Hindu melakukan persembahyangan bersama di sebelah utara pura
sarasuta, sementara masyarakat sasak melasungkan upacara sembahan kebon odeq beserta turutanya
di buang ke sungai, yang dibuang lainya isinya masyarakat
berebut bagian-bagian dari kebon odeq
beserta penolakan bala’ atau dijadikan
jimat. Kebon odeq beserta turutanya
harus di buang ke sungai agar seluruh masyarakat lombok turut serta
menikmati keberkahan dari upacara perang
topat.
Potensi Konflik Antaragama Dalam Ritual Perang Topat
Perbedaan keyakinan dan juga bahasa baik masyarakat
Hindu dan Islam yang ada di Pura Lingsar
Lombok Barat ini tidak serta merta mendatangkan
konflik antara kedua belah pihak.
Itu dilatarbelakangi oleh mereka yang saling menghargai dan saling menghormati antar keyakinan maupun kebudayaan dan bahasa yang mereka gunakan, dan sejauh ini tidak
pernah terjadi konflik, karena saling menghargai dan menghormati mereka bisa hidup berdampingan
tanpa ada masalah yang timbul. Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dilapangan, ditemukan bahwa potensi konflik antaragama yang berada di taman Lingsar Lombok Barat, dapat diamati potensi
konflik yang terjadi dalam masyarakat Hindu dan Islam dalam hal masalah
internal agama Hindu yang mempunyai dua kubu, yaitu
kubu Anak Agung dan Kubu Pengurus Dharma Pura Lingsar,
Anak Agung yang mengklaim tanah
Pura hanya milik Anak Agung
dan kubu Dharma Pura Lingsar
udah mempunyai sertifikat wilayah Pura milik atas nama Krama Dharma Pura Lingsar sejagat.
Dalam kegiatan ritual perang topat secara
berlangsung dengan aman-aman saja namun ada yang terjadi potensi konflik yang tidak di inginkan oleh masyarakat baik Hindu maupun Islam dalam kegiatan ritual masyarakat yang di sebabkan karna banyak masyarakat
meminum-minuman keras dan saling lempar pakai
batu dan telur busuk mungkin itu yang yang menjadi potensi
konflik yang terjadi di dalam acara ritual Perang Topat.
Dalam hal ritual perang topat adalah
ritual budaya turun temurun, sejak adanya pura lingsar,
dan bukan hanya pura saja yang di anut oleh umat islam yakni kemaliq, dan dari jaman dulu sejak
yang terjadi perang topat satu sisi
yang pihak di atas yakni umat hindu
dan yang di bawah umat islam jadi perangnya
saling lempar-lempar tapi sebelum terjadinya
perang topat ada namanya pengilah
kebo, dan dalam sejarahnya kenapa di lakukan pengilah kebo untuk setelah
panen yang di adakan pengilah kebo, dan di putar sekitar tiga
kali di sekitar pura dan kemaliq lingsar, asal usulnya dulu
masyarakat agama hindu memeluk agama islam karna di lingsar mayoritas agama islam dan terjadi campuran dan di buatkan satu tempat
oleh raja waktu itu, sebagai pengikutnya supaya ada tempat
untuk menyatakan bahwa dari jaman
dulu sampai sekarang itu, dan yang di bawah itu yang di namakan kemaliq dan akhirnya muncullah yang di namakan budaya perang topat, karna
untuk mempersatukan dan menambah hasil panen, untuk kemakmuran
akhirnya di buatlah budaya perang topat,
tapi setelah panen yang di lakukan ritual tersebut karna di lakukan satu kali setahun dan untuk mensyukri hasil panen yang berlimpah dan akhirnya untuk menghormati itu di budaya hindu itu
tetap kembali alam dan di buatlah perang topat.
Segala sesuatu yang memiliki faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi terjadinya konflik bagi masyarakat
Hindu dan Islam yang ada di Taman Lingsar
Lombok Barat. Dari data dan pengamatan yang di temukan oleh peneliti, faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik antar agama di masyarakat hindu dan islam yang ada di taman lingsar
sebagai berikut :
Pebedaan budaya juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik antar agama di masyarakat Hindu
dan Islam yang ada di Taman Lingsar,
dengan memiliki latar belakang budaya yang berbeda etnis,agama, dan status sosial yang berbeda pada masyarakat yang akan menimbulkan potensi konflik, di mana masyarakat yang ikut dalam perayaan
ritual Perang Topat mengambil kesempatan, untuk suatu yang menimbulkan konflik yaitu mengisi topat
dengan batu, dan melempar dengan telur busuk.
Akhirnya timbulah potensi konflik yang terjadi dalam ritual perang topat yang sangat di antisipasi oleh pihak keamanan baik dari
kepolisian agar tidak timbulnya terjadi konflik sosial di masyarakat. Supaya tidak terjadi konflik
yang terjadi suatu masalah kepengurusan dari internal agama hindu yang pihak anak agung yang mengklaim sebagai pemilik pura dan pengurus dari masyarakat
yang sudah menggarap yang pihak keamanan untuk mengantisipasi.
Mengatasi Konflik Antaragama Dalam Ritual Perang Topat
Konflik memang hal yang lumrah akan terjadi namun
setiap ada konflik pasti ada
cara untuk mengantisipasinya dalam ritual perang topat banyak
yang di paparkan apa saja yang menjadi potensi konflik antar masyarakat baik masyarakat Hindu maupun Islam yang terjadi seperti melempar pakai batu, lempar pakai telur
busuk namun itu akan menjadi
suatu potensi konflik yang akan terjadi namun bagaimana
cara dari pemerintah ataupun dari keamanan dan bagaimana strategi dalam keamanan tersebut.
Dalam hal ini langkah awal
dari pemerintahan desa memanggil dari kedua belah
pihak dari suku sasak maupun
masyarakat hindu duduk bersama bagaimana cara mensukseskan upacara ritual yang memang peninggalan leluhur yang harus di jaga yang kita harus teruskan yang tidak boleh tidak
lakukan dalam melaksanakan upacara dan disanakan ada bale bunder maupun yang di kantor desa musyawarahnya dari dua bulan
udah di mulai, dan itu langkah antisipasi
dalam perayaan ritual sehingga dalam pelaksaanan perang topat tidak pernah
terjadi yang udah ada kesepakatan antara kedua belah
pihak baik dari hindu maupun
islam.
Berasumsi bahwa konflik yang di sebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara berkomunikasi dan bertindak yang
di sebabkan oleh berbagai budaya yang berbeda dalam menindak akan terjadinya suatu konflik oleh masyarakat yang berbeda budaya, namun ada
langkah yang di lakukan dalam mengatasi potensi konflik dalam ritual Perang Topat, karna pihak
keamanan tidak mau terjadi di dalam momen perang
topat ada gesekan dari masyarakat
terjadi konflik, baik pihak kepolisian
mengecek langsung jauh-jauh hari kesiapan dalam pengawasan agar tidak terjadi konflik.
Kegiatan perang topat tahun 2023 tidak terjadi konflik
dan dari kepolisian bisa mengamankan sebuah keresek yang topat berisi telur
busuk, dan sudah mengamkan dan mensyukuri kegiatan perang topat berjalan dengan lancar sampai
selesai. Setiap tahun kepolisian tetap menjaga dan perang topat ini
sudah diambil alih oleh Pemda (Pemerintah Daerah) dan akan di jadikan budaya nasional secara otomatis pemda berkoordinasi dengan pihak keamanan berupa kepolisian maupun TNI, untuk mengamankan kegiatan ritual perang topat, karna
perang topat ini menjadi agenda nasional dan tetap berkoordinasi dan pemda juga sudah mengambil alih untuk masalah
konflik kepengurusan yang otomatis pemda dan gubernur tidak bisa berdiri sendiri
ada kapolda dan muspida tingkat satu sudah mengatasi
maslah konflik kepengurusan yang tidak ada mengarah ke
sara dan mengantisipasi sara jangan
sampai masalah ini terobang-ambing bela ke pengurus
dan sebagainya.
Kesimpulan
Perang Topat, sebuah upacara perang-perangan dengan menggunakan ketupat sebagai senjata, adalah ungkapan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas limpahan karunia
di wilayah Lingsar. Interaksi
sosial antara masyarakat Hindu dan Islam dalam pelaksanaan acara ini di Pura Lingsar, Lombok Barat, menunjukkan
kerjasama, harmoni, dan persatuan. Meskipun terdapat perbedaan keyakinan dan bahasa, mereka saling menghargai
dan hidup berdampingan tanpa konflik. Namun, terdapat potensi konflik dalam masyarakat Hindu terkait klaim atas
tanah Pura, yang dapat mempengaruhi ritual Perang Topat. Langkah awal pemerintah desa untuk mengantisipasi konflik melalui musyawarah dan kesepakatan bersama telah dilakukan,
dengan dukungan dari lembaga agama Hindu dan
Islam. Pemerintah mengambil
tindakan tegas untuk menyelesaikan masalah internal Pura agar tidak memengaruhi jalannya ritual Perang Topat, dengan
mengacu pada keputusan dari lembaga agama Hindu dan
Islam yang diakui pemerintah.
BIBLIOGRAFI
Alo,lliliweri, dasar-dasar
komunikasi antarbudaya,
(Yogyakarta: Pelajar Pustaka
2003, ).
Arni muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakata: Bumi Aksara, 2007).
Budyatna, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Refika
Aditama,2009).
Deddy Mulyana, ilmu komunikasi
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2005).
J. Moeleng Lexi, metode
penelitian kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2014)
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek
(Bandung: PT . Remaja Rosdakarya, 1999).
Rulli Nasrullah, komunikasi antarbudaya: Di era budaya siber (Jakarta:
Kencana,2012)
Soejono Soekanto, Memperkenalkan
Sosiologi(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2013).
Soejono Soekanto, Sosiologi sebagai
suatu pengantar, ( Jakarta; Grafindo,2007).
Soleman B. Struktur dan Proses Sosial Suatu
Pengantar Sosiologi Pembangunan , (Jakarta, Rajawali, ).
Stewart L. Tubbs dan sylvia
Moss, Human Communication Konteks-konteks
Komunikasi, ter. Dedy Mulyana dann
gembirasari (Bandung: Reamaja Rosdakarya,
2005).
Sugiyono, memahami penelitian kualitatif: di lengkap contoh proposal dan laporan penelitian,
(Bnadung: CV Pustaka setia, 2008).
Suhaimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, (Jakarta ; PT Rineka Cipta, 2014).
Suharsini arikanto, prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik Edisi Revisi VI (Jakarta: PT. Rineka Cipta.2006) .
Suparman Jayadi, “Rasional tindakan sosial masyarakat suku sasak terhdap tradisi perang topat” dalam jurnal, rasional tindakan, Vol 11, No 1, Januari-juni 2017 .
Muhammad Fatoni Dkk, “ Barriers Hubungan Komunikasi Antar Budaya Warga Muslim
dan Hindu dalam Upacara Pujawali dan Perang Topat di Daerah Lingsar, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat” dalam Jurnal Komuniti,
Vol. IX, No. 1, Maret 2017.
Kari Telle, “Ritual Power: Risk, Rumours and Religious Pluralism on Lombok,” The Asia Pacific Journal
of Anthropology 17, no. 5 (October 19, 2016).
Subhan Abdullah Acim, Siti Nurul
Yaqinah “Nilai Kearifan Lokal pada Implementasi Komunikasi Antarbudaya dalam Tradisi Perang Topat di Lingsar, Lombok Barat” dalam
Jurnal, Lentera ,Vol.II, No.2,Desember 2019.
Suriasumantri j.s. 1993. Filsapat ilmu( sebuah pengantar populer). Jakarta pustakan sinar harapan. 1993.
Suprapto, Semerbak Dufa di pulau seribu masjid
kontestasi, integrasi dan resolusi konflik
Hindu dan Muslim. (Jakarta:
Kencana, 2013).
Copyright holder: Nurdan Hafifi, Kadri,
Mohammad Fakhri (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |