Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 6, Juni 2024
EFEKTIFITAS ACHIVEMENT
MOTIVATION TRAINING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA
REMAJA NAKAL
Noor Alkaff1*,
Ainun Alkaff2
Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1*
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin,
Indonesia2
Email [email protected]1*,
[email protected]2
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahhui efektifitas achivemen
motivation training untuk meningkatkan motivasi berprestas pada siswa
remaja nakal. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian eksperimen,
dengan menggunakan variabel bebas Achivement Motivation Training,
variabel tergantung berupa motivasi berprestasi. Subjek penelitian sebanyak 13
orang siswa SMP Negri Surabaya. Data dikumpulkan secara kuantitatif dengan
Teknik paired sample t-test. Hasilnya
menunjukan bahwa Menunjukan bahwa siswa mengalami
peningkatan skor pengetahuan, sikap dan perilaku motivasi berprestasi sebelum
dan sesudah diberikan pelatihan. Proses pelatihan berjalan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan achievement
motivation training” efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai
motivasi berprestasi, peningkatan dalam pengenalan diri, peningkatan dalam
menetapkan tujuan dan meningkatkan kemampuan motivasi
Kata Kunci: Achievement Motivation Training,
Motivasi Berprestasi, Remaja Nakal
Abstract
This study aims to determine the
effectiveness of achievement motivation training in improving achievement
motivation among delinquent adolescent students. The research conducted is an
experimental study, utilizing Achievement Motivation Training as the
independent variable and achievement motivation as the dependent variable. The
subjects consist of 13 students from a public junior high school in Surabaya.
Data were collected quantitatively using the paired sample t-test technique.
The results indicate that the students experienced an increase in scores of
knowledge, attitudes, and behaviors related to achievement motivation before
and after the training. The training process followed the procedures set for
achievement motivation training and proved effective in enhancing students'
knowledge of achievement motivation, self-awareness, goal-setting skills, and
overall motivational abilities.
Keywords: Achievement
Motivation Training, Achievement Motivation, Delinquent Adolescents
Pendahuluan
Pada masa remaja
individu akan mengalami 3 tahapan yaitu remaja awal 11-14 tahun, remaja tengah
15-17 tahun, remaja Akhir 18-21 tahun (Hurlock, 2017). Pada masa remaja, individu mengalami banyak perubahan secara
fisik, psikis maupun peran sosial (Aulia et al.,
2022). Pada masa remaja,
remaja cenderung memiliki sifat yang tidak stabil sehingga mudah terpengaruh
oleh lingkungan sosial seperti kenakalan (Dayton et al.,
2016).
Kenakalan remaja
merupakan perilaku yang tidak sesuai norma atau perilaku menyimpang yang tidak
dapat diterima secara sosial oleh masyarakat seperti merokok, tawuran, membolos
sekolah, tidak hormat pada guru, atau tindakan kriminal lainnya (Shidiq &
Raharjo, 2018). Selain faktor dari lingkungan kenakalan remaja juga disebabkan oleh
faktor dalam diri individu seperti krisis identitas. Krisis identitas merupakan
perubahan biologis dan sosiologis dalam diri remaja. Krisis identitas terjadi
dalam dua bentuk. Bentuk pertama yaitu terbentuknya perasaan akan konsisten
dalam hidup remaja dan bentuk kedua yaitu tercapainya identitas peran (Rulmuzu, 2021).
Kenakalan remaja terjadi
karena individu gagal mencapai identitas peran. Steinberg (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa individu yang gagal dalam
mencapai identitas peran cenderung memperlihatkan skor yang tinggi pada
permasalahan problem social serta memiliki skor paling rendah pada
motivasi berprestasi.
Motivasi berprestasi merupakan
daya penggerak untuk mencapai taraf prestasi belajar setinggi mungkin demi
pengharapan kepada dirinya sendiri. Mc. Clelland (2015) mengatakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan yang
ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk berusaha mencapai
suatu standar atau ukuran keunggulan. Terdapat 6 aspek dalam motivasi berprestasi
yaitu Aspek Individu dengan Motivasi Berprestasi, (Yarmanita et
al., 2020) yang pertama Moderat
risk taking (Pengambilan resiko sedang) Mempertimbangkan resiko menantang
yang akan dihadapinamun memungkinkan untuk diselesaikan. Kedua Energetic -
innovating activity (Energik - Inovatif) menunjukkan kerja keras serta
merasa tertantang pada suatu tugas. Ketiga Individual responsibility
(Tanggung jawab pribadi) Bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan
hingga selesai. Keempat Knowledge of result of action (Umpan balik untuk
setiap aktivitas) menyukai umpan balik sebagai perbaikan. Kelima long-range
planning (Rencana jangka panjang) perencanaan
jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa
depan. Keenam Organizational abilities (Kemampuan berorganisasi)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi
yang baik.
Studi Pendahuluan yang
dilakukan penulis dengan mewawancarai guru BK salah satu SMPN negri di Surabaya
menunjukan bahwa seluruh siswa yang dianggap nakal atau siswa yang sering
melanggar aturan sekolah juga memiliki nilai prestasi yang rendah. Kenakalan
yang biasa dilakukan oleh siswa selama jam pelajaran yaitu membolos, keluyuran
dijam pelajaran, merokok, menonton video porno, ikut geng dan tawuran.
Sedangkan rendahnya motivasi berprestasi siswa tersebut dilihat dari rendahnya
nilai-nilai mereka dan ditunjukan dari beberapa perilaku seperti mencontek,
membolos saat jam pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas. Beberapa
intervensi yang telah dilakukan pihak sekolah yaitu membimbing, memberikan
konseling secara individu maupun kelompok, memberikan punishment,
melakukan home visits. dari beberapa intervensi tersebut belum ada
ditemukan peningkatan motivasi berprestasi ataupun penurunan pada kenakalan
remaja.
Wawancara awal yang
dilakukan kepada beberapa siswa penyebab mereka membolos karena merasa tidak
mengetahui apa fungsi dari sekolah. mereka merasa tidak mengetahui apa tujuan
akhir atau cita-cita mereka setelah lulus sekolah. seorang siswa mengatakan
fungsi dari bersekolah adalah memenuhi kewajiban dan untuk mendapatkan
pekerjaan namun pelajaran disekolah terasa begitu sulit. Siswa juga mengatakan
seharusnya sejak saat ini mereka bekerja dan menikmati masa mudanya seperti
bermain game. Mereka tidak memiliki jadwal ataupun tujuan ketika belajar atau
mengerjakan tugas. Siswa tersebut juga mengatakan hal yang menyebabkan
mereka sering absen atau terlambat yaitu karena mereka sering bangun kesiangan
sehingga memilih untuk tidak sekolah atau terlambat. Adapun hal yang
menyebabkan mereka bangun terlambat mereka sering tidur larut malam karena
bermain HP atau bermain dengan teman-temannya yang tidak bersekolah.
Studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti. Peneliti menduga adanya gejala rendahnya motivasi
berprestasi pada remaja yang sering mengalami permasalahan dan pelanggaran
disekolah (siswa nakal). hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh
Steinberg (2010) siswa yang memiliki permasalahan pada problem social akan
memiliki permasalah dalam motivasi berprestasi disekolah. Salah satu alternatif
untuk meningkatkan motivasi siswa disekolah yaitu dengan memberikan achivement
motivation training (AMT). Achievement Motivation Training (AMT) adalah
sebuah program pelatihan untuk mengembangkan diri khususnya dalam hal
meningkatkan motivasi berprestasi McClelland (2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahhui efektifitas achivemen
motivation training untuk meningkatkan motivasi berprestas pada siswa remaja nakal.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang
dilakukan ini adalah penelitian eksperimen, dengan menggunakan variabel bebas Achivement
Motivation Training, variabel tergantung berupa motivasi berprestasi. Skala
yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala motivasi berprestasi. Skala
ini mengacu pada motivasi berprestasi Mc Clelland yang disusun oleh Putra (2019). teori Motivasi berprestasi Mc Clelland yaitu pertama Moderat
risk taking (Pengambilan resiko sedang) Mempertimbangkan resiko menantang
yang akan dihadapinamun memungkinkan untuk diselesaikan. Kedua Energetic -
innovating activity (Energik - Inovatif) menunjukkan kerja keras serta
merasa tertantang pada suatu tugas. Ketiga Individual responsibility
(Tanggung jawab pribadi) Bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan
hingga selesai. Keempat Knowledge of result of action (Umpan balik untuk
setiap aktivitas) menyukai umpan balik sebagai perbaikan. Kelima long-range
planning (Rencana jangka panjang) perencanaan
jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa
depan. Keenam Organizational abilities (Kemampuan berorganisasi) Individu
dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi yang baik.
Modul pelatihan achivement
motivation training Terdapat empat kelompok besar materi yang dikembangan
oleh McClelland (Ibad, 2017) untuk achievement motivation training:
1.
Achievement Syndrome, merupakan langkah awal yang digunakan sebagai pengenalan konsep
mengenai apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi berprestasi.
2.
Self-study, melaui materi ini peserta pelatihan akan diberikan banyak
kesempatan untuk mempelajari diri mereka masing-masing maupun orang lain.
3.
Goal setting, merupakan konsep penetapan tujuan agar peserta merasakan betapa
pentingnya memiliki ketetapa tujuan dalam kehidupan sehari-sehari.
4.
Group support, peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling
membantu dan mempengaruhi satu sama lain.
Subjek Penelitian
Populasi dan sampel penelitian ini
adalah siswa yang memiliki karakteristik nakal dan melakukan beberapa kali
pelanggaran berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti di salah satu SMPN Surabaya sebanyak 13 orang.
Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang
dilakukan oleh peneliti dalam melakukan pengumpulan data ini adalah: (1)
melakukan wawancara kepada guru dan siswa (2) melakukan observasi kepada siswa
yang dianggap nakal oleh guru. (3) FGD. Prosedur dalam penelitian ini dilakukan
dengan beberapa tahap yaitu: persiapan, pretest, pelaksanaan, postest
dan follow up.
Rancangan Intervensi
1. Nama Kegiatan
Pelatihan “Achivement
Motivation Training
2. Peserta
Peserta pelatihan merupakan 13 orang siswa kelas VIII yang memiliki catatan kenakala di SMPN Surabaya
3. Rencana Program
Adapun Rencana program pelatihan yang akan disajikan adalah
sebagai berikut:
Tabel
1. Rencana Program Pelatihan
No. |
Tujuan |
Materi |
Waktu |
Metode |
Aktivitas |
Durasi |
Peralatan |
Evaluasi |
SESI 1 (Achivement Behavior) |
||||||||
1. |
Mengetahui
jumlah peserta |
Pengambilan
data kehadiran peserta |
07.00-07.15 |
Absensi |
- Perkenalan
diri |
15
menit |
-
sound
system -
absensi |
- |
2. |
Mengetahui
pengetahuan peserta sebelum pelatihan |
-pembukaan |
07.15-07.35 |
|
- Pengisian
soal pretest |
20
menit |
-
sound
system -
pretest |
- |
3. |
Membuka
kegiatan dan menjelaskan serangkaian kegiatan |
-Pembukaan
|
07.35-07.40 |
|
- Trainer
mengucapkan salam dan mengatakan tujuan pelatihan |
5
menit |
-sound system |
|
4.
|
Sebagai
sarana pengakraban antara trainer dengan peserta |
-
Ice
breaking |
07.40-07.50 |
Game
|
- Untuk
memecahkan kebekuan diantara peserta. “Main Tepuk kali” |
10
menit |
-sound system |
observasi |
5. |
Memberikan
pemahaman kepada siswa tentang materi yang akan diberikan |
-
Video motivasi |
07.50-08.05 |
Pemutaran
video |
- Menonton
video - Membuat
kesimpulan tentang video yang di tonton |
15
menit |
Laptop, video LCD, sound system |
Tanya
jawab |
6. |
Pemahaman
kepada peserta apa itu perilaku berprestasi. |
-
What
is achivement behavior pengetahuan mengenai konsep
motivasi berprestasi |
08.05-09.05 09.05-09.20 09.20-09.45. |
Ceramah Tanya
jawab Sharing
|
- Materi
motivasi berprestasi - tanya
jawab - mengidentifikasikan
menghambat dan mendukung motivasi berprestasinya |
60
menit 15menit 25
menit |
Laptop,
LCD, PPT, sound system Lembar
observasi |
Pretest
– posttest observasi |
ISTIRAHAT
15 menit |
||||||||
SESI
II (Knowing your self) |
||||||||
|
pemahaman
peserta mengenai kelemahan, kelebihan diri sendiri |
Knowing Your Self pengetahuan
mengenai pentingnya memiliki konsep diri, manfaat mengenal diri. |
- 10.00-10.10 10.10-10.25 10.25-11.25 |
Game |
Peserta
dibagi diri menjadi kelompok kecil dan diminta menirukan gaya yang
diinstruksikan oleh trainer |
10
menit |
Laptop,
LCD, PPT, sound system |
Pretest
– posttest observasi |
Penugasan |
-
memahami kelebihan dan kelemahan diri |
|
-Lembar
who I Am -lembar
SWOT |
|||||
Ceramah
|
- Pemaparan
materi tahapan konsep diri |
40
menit |
Laptop,
LCD, PPT, sound system |
|||||
- Sesi
tanya jawab mengenai materi yang disampaikan |
10
menit |
|
||||||
|
-pemahaman
peserta mengenai diri sendiri kelebihan diri sendiri |
|
- 11.25-11.55 |
Penugasan Dan
sharing |
- umpan
balik antar peserta - persentasi
kelompok |
|
Lembar
Who I am |
|
|
|
|
- 11.55-12.00 |
Penutup |
- Trainer mengakhiri kegiatan |
5
menit |
|
|
Hari Ke 2 SESI III (Goal Setting) |
||||||||
1. |
Mengetahui
jumlah peserta |
Pengambilan
data kehadiran peserta |
07.00-07.15 |
Absensi |
- Perkenalan
diri |
15 enit |
sound system absensi |
- |
2. |
Membuka
kegiatan |
-Pembukaan
|
07.15-07.20 |
|
- Menyampaikan
materi hari ini |
5
menit |
-sound system |
|
4.
|
Sebagai
sarana pengakraban antara trainer dengn peserta |
-
Ice
breaking |
07.20-07.35 |
Game
|
- Peserta
diminta untuk bermain game |
25
menit |
-sound system |
observasi |
5. |
pemahaman
kepada siswa materi yang akan diberikan |
-
Video |
07.35-07.55 |
Pemutaran
video |
- Menonton
video - Membuat
kesimpulan tentang video yang di tonton |
20
menit |
Laptop, video LCD, sound system |
Tanya
jawab |
6. |
pemahamamn
peserta mengenai konsep goal setting Serta langkah mencapai tujuan |
Goal setting Materi
materi konsep goal setting |
07.55-08.15
08.15-09.15 09.15-09.30. |
Penugasan Ceramah Tanya
jawab |
- Peserta
membuat target tujuan - Pengetahuan
dan tentang goal setting - Sesi
tanya jawab materi yang |
20
menit 60
menit 15
menit |
Laptop,
LCD, PPT, sound system Lembar
SWOT Lembar
Goal Setting |
Pretest
– posttest observasi |
7. |
Melihat
pemahaman siswa tentang materi goal
setting |
|
09.30-10.00 |
Penugasan
dan Sharing |
- Peserta
membuat langkah
untuk mencapai tujuan - Peeserta
saling memberikan umpan balik ataupun kritikan - persentasi |
30
menit |
|
observasi |
Istirahat
15 menit |
||||||||
SESI
IV (Group Support) |
||||||||
8. |
Pemahaman
mereka mengenai motivasi berpestasi serta pentingnya fungsi |
Game group support |
- 10.15-10.40 |
Game |
- Peserta
menulis kata Peserta diminta merahasiankan - Peserta
diminta untuk mencari teman yang memiliki kata yang sama - |
35
menit |
-kertas
berisi kata -sound
system |
-
observasi |
9. |
Pemahaman
peserta mengenai pentingnya fungsi dan manfaat menjalin hubungan dengan orang
lain dalam upaya mencapai prestasi |
Game group support pemahaman
mengenai konsep manusia sebagai makhluk sosial dan manfaat |
10.40-11.30 11.30-11.35 11.35-11.55 |
Ceramah |
- Pemaparan
materi pokok-pokok komunikasi |
50
menit |
Laptop, LCD, Proyektor, Video, kabel rol, slide PPt, sound system, makalah |
Pretest
- posttest Pretest
post test |
Tanya
jawab |
- Sesi
tanya jawab |
5
menit |
||||||
Penugasan |
- Pemberian
soal post test |
20
menit |
||||||
10 |
Kegiatan
ini dilakukan untuk memberikan apresiasi kepada para peserta yang telah
bersedia mengikuti pelatihan dari awal kegiatan hingga berakhir |
Penutupan |
11.55-12.00 |
|
- Trainer
mengakhiri kegiatan pelatihan dengan memberikan kalimat penutup dan ucapan
terimakasih. |
5
meni |
Sound system hadiah |
|
Analisis Data
Evaluasi terhadap pelatihan diperlukan untuk mengetahui seberapa efektif pelatihan yang telah diberikan (Ramadhon, 2016). Evaluasi pelatihan yang umumnya dilakukan, salah satunya adalah model empat level dari Kirkpatrick (1998) yakni terdiri dari evaluasi terhadap level reaksi, level pembelajaran, level perilaku, dan level hasil. Data evaluasi yang akan diolah hanyalah data dari peserta yang mengikuti pelatihan penuh selama dua hari, sedangkan untuk data peserta yang tidak mengikuti pelatihan sepenuhnya tidak diolah.
1.
Tahap
Pembelajaran
Tahap ini mengukur proses belajar yang terjadi dalam pelatihan yang merupakan bentuk transfer pengetahuan (transfer of learning). Evaluasi dalam level ini dilakukan melalui pengukuran terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Pengukuran pada perubahan sikap dilihat melalui skala sikap yang terdapat pada skala sikap dan perilaku dalam Motivasi berprestasi Mc Clelland yang disusun oleh Putra (2019).
Berdasarkan hasil ditemukan, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest (M=40) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai posttest (M=74,4). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Data yang diperoleh pada pretest-posttest terlebih dahulu diuji normalitasnya menggunakan SPSS dengan parameter analisis Shapiro Wilk, yang digunakan untuk sampel kecil (<50). Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai signifikansi pretest sebesar 0,494 dan posttest 0,798 dimana keduanya > 0,05. Sehingga dapat dikatakan data terdistribusi normal, selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test).
Berdasarkan Uji t-berpasangan tersebut, diketahui bahwa nilai Sig (2-tailed) adalah 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata pengetahuan peserta sebelum diberikan pelatihan dengan setelah diberikan pelatihan.
Analisis evaluasi pembelajaran selanjutnya adalah berkaitan dengan perubahan keterampilan peserta pelatihan hasil observasi dari sharing dan penugasan yang diberikan. Pengukuran dilakukan melalui observasi terhadap penerapan pengenalan diri, menentukan tujuan dan mengaplikasikan komunikasi pada saat sharing, Penugasan dan Game yang diberikan. T terdapat perbedaan antara skor pretest keterampilan (M=7,6) dan skor posttest keterampilan (M=14,6). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada skor keterampilan siswa yang mengikuti pelatihan.
Data pretest-posttest aspek keterampilan pada tabel tersebut kemudian dianlisis menggunakan SPSS. Pertama-tama dilakukan uji normalitas. Hasil uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai signifikansi pretest sebesar 0,573 dan posttest 0,45 dimana keduanya >0,05. Sehingga dapat dikatakan data terdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test). Melalui tabel di atas dapat diketahui bahwa tabel statsistik menunjukkan nilai signifikansi 0,000< 0,05 yang berarti terdapat perbedaan keterampilan yang signifikan terhadap peserta yang mengikuti achievement motivation training antara sebelum dilakukan pelatihan dengan setelah dilakukan pelatihan.
Selain evaluasi pembelajaran secara kuantitatif, penulis juga melakukan evaluasi kualitatif terhadap proses pembelajaran yang terkait dengan keterampilan peserta dalam proses pengenalan diri dan menetapkan tujuan. Peserta mampu saling bekerja sama dengan teman lainnya untuk memberikan komentar satu sama lain mengenai diri. Peserta mampu membuat kesimpulan mengenai bagaimana dirinya. Selain kata-kata sifat yang telah disampaikan beberapa peserta juga mampu memberikan kaya sifat lain untuk dirinya dan orang lain. pada proses penetapan tujuan yang mulanya para peserta bingung dengan metode yang diberikan mendapatkan pemahaman setelah diberikan penjelasan peserta mampu membuat target serta harapan diikuti dengan kekurangan dan kelemahan diri serta ancaman yang mungkin dapat menghambat tujuan tersebut.
Evaluasi pembelajaran berikutnya adalah melihat perubahan peserta terhadap motivasi berprestasi Pengukuran pada perubahan motivasi berprestasi dilihat melalui skala motivasi berprestasi yang terdapat pada skala motivasi berprestasi dalam Motivasi berprestasi (Mcclelland et al., 2015) yang disusun oleh Putra (2019)dengan validitasi 0,345-0,568 sedangkan Reabilitasnya 0,88 Adapun skor total daripada skala sikap tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel
2. Klasifikasi Kategori Observasi Motivasi berprestasi Pelajar skala interval
Skor Interval |
Klasifikasi |
X <
64 |
Rendah |
64 ≤ X
≥ 96 |
Sedang |
96 ≤ X |
Tinggi |
No. |
Hasil Evaluasi Sikap |
||||
Subjek |
Pretest |
Kategori |
Posttest |
Kategori |
|
1 |
MH |
62 |
Rendah |
84 |
Sedang |
2 |
AA |
58 |
Rendah |
86 |
Sedang |
3 |
GKR |
74 |
Sedang |
101 |
Tinggi |
4 |
MZ |
57 |
Rendah |
71 |
Sedang |
5 |
AFI |
71 |
Sedang |
85 |
Sedang |
6 |
DAP |
72 |
Sedang |
88 |
Sedang |
7 |
MA |
83 |
Sedang |
104 |
Tinggi |
8 |
AMD |
72 |
Sedang |
95 |
Sedang |
9 |
AJD |
71 |
Sedang |
93 |
Sedang |
10 |
FSB |
94 |
Sedang |
107 |
Tinggi |
|
Rata-Rata |
71,4 |
Sedang |
91,4 |
Sedang |
Melalui tabel di atas dapat
dilihat bahwa terdapat perbedaan antara skor pretest (M=71,4) dan posttest (M=91,4) aspek
sikap pada peserta pelatihan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan skor sikap pada peserta yang diberikan pelatihan. Namun, dari kategori nilai total
terlihat tidak terjadi perubahan para siswa memiliki motivasi berprestasi
dalam tingkat sedang. Jika dilihat perindividu dapat dilihat seluruh siswa
mengalami peningkatan motivasi berprestasi seperti 3 siswa yang memiliki motivasi
berprestasi rendah semua meningkat menjadi memiliki motivasi berprestasi
tingkat sedang. 3 siswa yang memiliki motivasi berprestasi tingkat sedang
meningkat menjadi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Dan 4 siswa
yang memiliki motivasi berprestasi sedang tidak mengalami peningkatan kategori
motivasi berprestasi.
Penulis
melakukan uji normalitas terhadap data aspek sikap tersebut sebelum dilakukan
analisis lebih lanjut. Hasil uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai
signifikansi pretest sebesar 0,341 dan posttest 0,808 dimana keduanya >0,05. Sehingga dapat dikatakan data
terdistribusi normal, selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah
terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji
komparasi Uji t-berpasangan (paired
samples t-test). nilai Sig (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05. Sehingga terdapat
perbedaan yang signifikan motivasi berprestasi siswa sebelum dan sesudah pelatihan.
Kesimpulan
daripada evaluasi level pembelajaran adalah bahwasannya pelatihan yang
diberikan kepada siswa secara efektif meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap peserta pelatihan terhadap motivasi berprestasi, pengenalan
diri, menetapkan tujuan dan komunikasi dalam kelompok.
2. Evaluasi Level Perilaku
Evaluasi pada level perilaku bertujuan untuk memverifikasi bahwa pembelajaran yang diterima oleh peserta selama pelatihan dapat direfleksikan melalui perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat saja langsung terjadi selesai pelatihan karena ada kesempatan untuk itu, tetapi dapat saja tidak terjadi perubahan karena tidak ada kesempatan. Dikarenakan waktu yang terbatas dan tidak ada lagi pembelajaran maka peneliti meminta guru untuk melakukan pengkondisian siswa dengan memberikan tugas individual dan kelompok untuk melihat perubahan perilaku siswa. Informasi mengenai evaluasi pada level perilaku ini diperoleh melalui sub skala Observasi dilakukan menggunakan metode skala interval yang didasarkan pada pemberian nilai yang dikembangkan oleh Yunarwi (2011) dengan karakteristik motivasi berprestasi menurut Mc Clelland.
Tabel
4. Klasifikasi Kategori Observasi Motivasi berprestasi Pelajar skala interval
Skor Interval |
Klasifikasi |
X <
35 |
Rendah |
35 ≤ X
≥ 55 |
Sedang |
55 ≤ X |
Tinggi |
Tabel 5. Deskripsi nilai Observasi
Motivasi berprestasi Pelajar
No. |
Hasil
Evaluasi Level Perilaku |
||||
Subjek |
Pretest |
Kategori |
Posttest |
Kategori |
|
1 |
MH |
27 |
Rendah |
34 |
Rendah |
2 |
AA |
31 |
Rendah |
34 |
Rendah |
3 |
GKR |
35 |
Sedang |
49 |
Sedang |
4 |
MZ |
33 |
Rendah |
46 |
Sedang |
5 |
AFI |
27 |
Rendah |
36 |
Sedang |
6 |
DAP |
31 |
Rendah |
39 |
Sedang |
7 |
MA |
27 |
Rendah |
41 |
Sedang |
8 |
AMD |
33 |
Rendah |
42 |
Sedang |
9 |
AJD |
30 |
Rendah |
36 |
Sedang |
10 |
FSB |
40 |
Sedang |
47 |
Sedang |
|
Rata-Rata |
31,4 |
Rendah |
40,4 |
Sedang |
Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara skor pretest (M=31,4) dalam kategori rendah dan posttest (M=40,4) dalam kategori sedang. Terjadi perubahan yang cukup baik pada beberapa peserta pelatihan terdapat 6 peserta yang mengalami perubahan perilaku dari rendah ke sedang. Terdapat 2 peserta yang mengalami peningkatan nilai namun masih dalam kategori rendah dan 2 peserta yang juga mendapatkan perubahan nilai namun tidak ada perubahan kategori. Hal tersebut cukup menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan skor perilaku pada peserta yang diberikan pelatihan.
Pada data di atas akan dilakukan uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan SPSS, diketahui bahwa data pretest (0,249 > 0,05) dan posttest (0,315 > 0,05) terdistribusi normal. Sehingga data tersebut selanjutnya akan diuji menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test) di SPSS. Hasil uji t-berpasangan, nilai Sig (2-tailed) adalah 0,001< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakana antara motivasi berprestasi siswa sebelum dan setelah pelatihan
3.
Evaluasi Level Hasil
Evaluasi pada level hasil bertujuan untuk mengetahui dampak pelatihan terhadap kelompok ataupun organisasi secara keseluruhan. Adapun dampak yang diharapkan dari pelatihan achievement motivation training yang diberikan kepada para siswa yaitu terjadi meningkatnya pengetahuan motivasi berprestasi dan meningkatnya perilaku motivasi pada para siswa. Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan kepada 3 orang siswa yaitu para siswa lebih memahami strategi dalam menetapkan tujuan serta dalam mengatur jadwal belajar. Para siswa merasa mampu mengenali kelebihan serta kekurangan dirinya sehingga bisa menjadi patokan diri untuk menetapkan tujuan sesuai dengan kemampuan diri. Para siswa merasa mendapatkan pandangan harus bagaimana kedepannya dengan target serta rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Secara umum pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan
selama dua hari cukup berjalan lancar. Meskipun terdapat beberapapeserta target
yang tidak hadir pada penyelenggaraan pelatihan hari pertama. Peserta cukup
menunjukan respon positif dan menjalankan kontrak dari awal hingga akhir
pelatihan. Pada level pembelajaran cukup terjadi peningkatan pada beberapa
siswa. Pada evaluasi perilaku juga terdapat peningkatan pada seluruh peserta
pelatihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “achievement motivation training” efektif untuk
meningkatkan pengetahuan siswa mengenai motivasi berprestasi, peningkatan dalam
pengenalan diri, peningkatan dalam menetapkan tujuan dan meningkatkan kemampuan
motivasi.
Pembahasan
Berdasarkan asesmen yang telah dilakukan, diketahui
terdapat 13 siswa yang bermasalah secara akademik dikelas. Rata-rata siswa
tersebut memiliki usia 13-14 tahun. Yang artinya para siswa tersebut termasuk
dalam kategori remaja awal (Papalia et al., 2016). Pada masa ini,
remaja mengalami masa perkembangan yang krusial dimana remaja mengalami fase
pembentukan identitas diri, berintegrasi secara sosial dan berkomitmen dalam
belajar (Nugraeni, 2024). Diketahui bahwa
para siswa tersebut memiliki komitmen yang kurang dalam belajar. Selain itu
Santrock (2016) mengungkapkan
bahwa komunitas berperan penting dalam
perkembangan remaja. Masyarakat yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi,
pengangguran dan kualitas sekolah yang kurang adalah faktor yang berhubungan
dengan perkembangan diri remaja dan masa pencarian identitas diri. Rata-rata
siswa disekolah tersebut merupakan masyarakat golongan menengah kebawah dan
berada dilingkungan yang memiliki masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
rendah sehingga mempengaruhi pembentukan identitas diri para siswa.
Havigrust (2017), menyebutkan
salah satu tugas perkembangan remaja iyalah menyiapkan masa depan atau
cita-citanya. Artinya para siswa seharusnya mempersiapkan memilih kecenderungan
karirnya. Untuk siswa kelas 9 SMP yang akan segera lanjut ke SMA/SMK siswa
harus dapat menentukan peminatan dalam menentukan jurusan sesuai passionnya. Namun, Diketahui berdasarkan
hasil wawancara maupun FGD hampir seluruh siswa masih kebingungan dalam
menenutukan tujuan dan jalur kariernya. Selain
itu, ciri-ciri remaja memiliki orientasi
masa depan yang rendah
adalah memiliki perasaan pesimis, tidak memiliki motivasi dan
menjadi acuh terhadap perilaku
berisiko seperti kenakalan remaja,
merokok, alkohol, dan narkoba yang
dapat merugikan dan memengaruhi masa depan mereka (Tynan et al., 2015). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang didapat oleh
guru masih banyak siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.
Dikalangan siswa laki-laki yang bermasalah banyak kasus kenakalan remaja
seperti membolos. Sedangkan dikalangan siswa perempuan yang memiliki motivasi
berprestasi yang rendah memiliki perasaan pesimis dan merasa kurang percaya
diri.
Dari hasil wawancara observasi dan FGD ditemukan bahwa
para siswa tersebut sering tidak mengerjakan tugas dan tidak mengikuti ujian
artinya para siswa tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang seharusnya
menjadi tanggung jawabnya. McClelland, (2007) menyatakan bahwa
individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tentu bertanggung jawab
terhadap tugas yang dikerjakannya dan akan berusaha sampai berhasil
menyelesaikannya dengan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk melakukan yang
terbaik. Mereka akan membuat keputusannnya sendiri mengenai apa yang harus
dilakukan dan merasakan kepuasan pada keberhasilan yang mereka capai. Sedangkan
yang ditemukan pada kasus para siswa selalu diingatkan oleh gurunya.
Para siswa juga diketahui tidak memiliki rencana
jangka pendek ataupun rencana jangka Panjang. Berdasarkan hasil wawancara yang
didapatdari guru bahwa kebanyakan siswa tersebut belum mengisis form penjurusan
ke tingkat pendidikan yang leih tinggi. Selain itu berdasarkan hasil FGD juga
ditemukan bahwa rata-rata para siswa asih belum memiliki cita-cita dan terlihat
bingung dengan apa yang mereka inginkan. McClelland, (2020) menyatakan
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi berfikir mengenai perencanaan
jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa
depan.
Para siswa juga merasa tidak mampu berkomunikasi
dengan baik dengan teman-teman mereka ataupun dengan guru mereka jika mereka
kurang memamahaki pelajaran. Komunikasi sangat diperlukan dalam keterampilan
berorganisasi. McClelland, (2020) individu dengan
motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi yang baik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi individu kurang
memiliki motivasi berprestasi yaitu tidak adanya tujuan ataupun cita-cita yang
membantu para siswa untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik selain
itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal para siswa yang
pada umumnya kurang mementingkan pendidikan.
Kebutuhan dalam berprestasi sangat diperlukan oleh
para siswa ramaja yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah agar dapat
mengaktualisasikan potensi dan keinginan untuk mengejar prestasi yang
diinginkan. Achievement Motivation
Training (AMT) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mnyemangati
individu agar memiliki konsep berprestasi dalam merencanakan langkah untuk
peningkatan prestasi. Pentingnya motivasi prestasi para siswa dapat
ditingkatkan melalui kegiatan achievement
motivation training yang merupakan salah satu kegiatan intervensi yang
efektif untuk meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa. Setiap sesi
pelatihannya sangat sesuai dengan kasus
yang dialami oleh para siswa yaitu
konsep materi yang disampaikan dalam achievement
motivation training berupa achievement
syndrome, self-study, goal setting, dan group
support, diharapkan peserta yang mengikuti pelatihan mampu memahami konsep
motivasi berprestasi, dapat mengetahui potensi yang dimiliki, mengetahui
pentingnya penetapan tujuan dalam kehidupan sehari-hari serta menyadari bahwa
manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kesehariannya dapat saling membantu
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Terlebih lagi, pelatihan memiliki
korelasi positif yang signifikan dengan motivasi berprestasi siswa (Ibad, 2017).
Berdasarkan, data asesmen yang ditemukan diketahui
bahwa para siswa tersebut sering tidak mengerjakan tugas dan tidak mengikuti
ujian artinya para siswa tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang seharusnya
menjadi tanggung jawabnya. McClelland, (2020) menyatakan bahwa
individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tentu bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya
dan akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya dengan seluruh kemampuan
yang dimiliki untuk melakukan yang terbaik. McClelland, (2020) menyatakan untuk meningkatkan
motivasi berprestasi sesi Achievement
Syndrome, merupakan langkah awal yang digunakan sebagai pengenalan konsep
mengenai apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi berprestasi. Materi yang
disampaikan dalam materi ini Memberikan
pemahaman kepada peserta pelatihan akan
perbedaan yang hakiki anatara manusia berprestasi dan manusia yang tidak berprestasi,
serta daya dorong atau energi abadi yang dimiliki oleh masing-masing orang
Dari asesmen juga
ditemukan bahwa para siswa tersebut tidak memiliki tujuan setelah lulus SMP.
Para siswa juga diketahui tidak memiliki rencana jangka pendek ataupun rencana
jangka Panjang. Selain itu berdasarkan hasil FGD juga ditemukan bahwa rata-rata
para siswa asih belum memiliki cita-cita dan terlihat bingung dengan apa yang
mereka inginkan. McClelland, (2020) menyatakan Individu dengan motivasi
berprestasi tinggi berfikir mengenai perencanaan jangka panjang dan dapat
memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa depan. Goal
setting, merupakan konsep penetapan tujuan agar peserta merasakan betapa
pentingnya memiliki ketetapa tujuan dalam kehidupan seharisehari. Sebelum
menentukan tujuan nya siswa diajak agar dapat mengenali dirinya terlebih dahulu
melaui Self-study, melaui materi ini
peserta pelatihan akan diberikan banyak kesempatan untuk mempelajari diri mereka
masing-masing maupun orang lain. Peserta
dibantu untuk memahami karakteristik dan tujuan pribadi yang ditetapkan oleh
masing-masing siswa. Pemahaman karakter pribadi, siswa dapat mengetahui tujuan
yang ingin dicapai berdasarkan karakteristik pribadi.
Tahap terakhir siswa diajak untuk memahami individu sebagai
makhkluk sosial dimana para siswa masih membatasi komunikasi nya pada sesama
anggotaa kelompok saja. Dengan di berikan tahapan Group
support,
peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling membantu dan
mempengaruhi satu sama lain. yaitu
dengan diberikan roleplay berupa game
agar komunikasi terjalin dan saling berinteraksi satu sama lain.
Referensi
Kesimpulan
Pelatihan achievement motivation yang diselenggarakan selama
dua hari berhasil dilaksanakan meskipun beberapa peserta target absen pada hari
pertama. Peserta menunjukkan respon positif dan mencapai peningkatan dalam
pembelajaran serta evaluasi perilaku. Pembahasan menyoroti masalah akademik
yang dihadapi oleh beberapa siswa, terutama dalam hal pembentukan identitas
diri, komitmen belajar, dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor seperti
kurangnya tujuan dan komunikasi yang buruk juga menjadi perhatian. Berdasarkan
asesmen, pentingnya motivasi berprestasi bagi remaja yang mengalami kesulitan
akademik disoroti, dengan penggunaan metode Achievement Motivation Training
(AMT) sebagai intervensi efektif. Dengan fokus pada pemahaman diri, penetapan
tujuan, dan dukungan kelompok, diharapkan peserta dapat meningkatkan motivasi
dan mencapai prestasi yang diinginkan.
BIBLIOGRAFI
Aulia, Z., Matondang, M., Latifah, T., Sari, D. P., &
Nasution, F. (2022). Peran Orangtua Dalam Perkembangan Psikososial Pada Masa
Remaja. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6),
11063–11068.
Dayton, P., Ferguson, J., Hatch, D.,
Santrock, R., Scanlan, S., & Smith, B. (2016). Comparison of the mechanical
characteristics of a universal small biplane plating technique without
compression screw and single anatomic plate with compression screw. The Journal
of Foot and Ankle Surgery, 55(3), 567–571.
Havighurst, S., & Kehoe, C.
(2017). The role of parental emotion regulation in parent emotion
socialization: Implications for intervention. Parental Stress and Early
Child Development: Adaptive and Maladaptive Outcomes, 285–307.
Hurlock, K. (2017). A transformed
life? Geoffrey of Dutton, the Fifth Crusade, and the Holy Cross of Norton. Northern
History, 54(1), 15–27.
Ibad, S. (2017). Kearifan lokal
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan pembangunan sumberdaya perikanan
yang berkelanjutan (Studi Kabupaten Situbondo). Samakia: Jurnal Ilmu
Perikanan, 8(1), 24–31.
Kirkpatrick, L. A. (1998). Evolution,
pair-bonding, and reproductive strategies: A reconceptualization of adult
attachment.
Mcclelland, J. W., Jayaratne, K. S.
U., & Bird, C. (2015). Use of Song as an Effective Teaching Strategy for
Nutrition Education in Older Adults. April 2015, 37–41.
https://doi.org/10.1080/21551197.2014.998327
McClelland, M. M., Cameron, C. E.,
Connor, C. M., Farris, C. L., Jewkes, A. M., & Morrison, F. J. (2007).
Links between behavioral regulation and preschoolers’ literacy, vocabulary, and
math skills. Developmental Psychology, 43(4), 947.
Nugraeni, A. (2024). Peran Media
Sosial dalam Pembentukan Identitas Sosial Anak Muda. LANCAH: Jurnal Inovasi
Dan Tren, 2(1), 142–147.
Papalia, R., Zampogna, B., Russo, F.,
Vasta, S., Tirindelli, M. C., Nobile, C., Di Martino, A. C., Vadalà, G., &
Denaro, V. (2016). Comparing hybrid hyaluronic acid with PRP in end career
athletes with degenerative cartilage lesions of the knee. J Biol Regul
Homeost Agents, 30(4 Suppl 1), 17–23.
Putra, I., & Pemayun, A. (2019).
Renstra Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Dosen Dengan It Balanced Scorecard.
Jurnal Teknologi Informasi Dan Komputer, 5(1).
Ramadhon, S. (2016). Penerapan model
empat level Kirkpatrick dalam evaluasi program pendidikan dan pelatihan
aparatur di pusdiklat migas. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 6(1).
Rulmuzu, F. (2021). Kenakalan remaja
dan penanganannya. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 5(1).
Shidiq, A. F., & Raharjo, S. T.
(2018). Peran pendidikan karakter di masa remaja sebagai pencegahan kenakalan
remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2),
176–187.
Sohibien, G. P. D., & Yuhan, R.
J. (2019). Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia:
Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Jurnal
Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik, 11(1), 1–14.
Steinberg, L. (2010). A dual systems
model of adolescent risk‐taking. Developmental Psychobiology: The Journal of
the International Society for Developmental Psychobiology, 52(3),
216–224.
Tynan, B., Ryan, Y., &
Lamont‐Mills, A. (2015). Examining workload models in online and blended
teaching. British Journal of Educational Technology, 46(1), 5–15.
Yarmanita, M., Fernandes, R., Padang,
U. N., Bidikmisi, M., & Belajar, P. (2020). Faktor yang Mempengaruhi
Rendahnya Prestasi Belajar Mahasiswa Bidikmisi (Studi Kasus: Fakultas Ilmu
Sosial Uniiversitas Negeri Padang). Jurnal Perspektif: Jurnal Kajian
Sosiologi Dan Pendidikan, 3(4).
Yunarwi, L. (2011). Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran biologi kelas VIId SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Pelajaran
2010/2011. FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Copyright
holder: Noor Alkaff, Ainun alkaff (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article
is licensed under: |