Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 6, Juni 2024

 

EFEKTIFITAS ACHIVEMENT MOTIVATION TRAINING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA REMAJA NAKAL

 

Noor Alkaff1*, Ainun Alkaff2

Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia1*

Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Indonesia2

Email [email protected]1*, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahhui efektifitas achivemen motivation training untuk meningkatkan motivasi berprestas pada siswa remaja nakal. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian eksperimen, dengan menggunakan variabel bebas Achivement Motivation Training, variabel tergantung berupa motivasi berprestasi. Subjek penelitian sebanyak 13 orang siswa SMP Negri Surabaya. Data dikumpulkan secara kuantitatif dengan Teknik paired sample t-test.  Hasilnya menunjukan bahwa Menunjukan bahwa siswa mengalami peningkatan skor pengetahuan, sikap dan perilaku motivasi berprestasi sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Proses pelatihan berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan achievement motivation training” efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai motivasi berprestasi, peningkatan dalam pengenalan diri, peningkatan dalam menetapkan tujuan dan meningkatkan kemampuan motivasi

Kata Kunci: Achievement Motivation Training, Motivasi Berprestasi, Remaja Nakal

 

Abstract

This study aims to determine the effectiveness of achievement motivation training in improving achievement motivation among delinquent adolescent students. The research conducted is an experimental study, utilizing Achievement Motivation Training as the independent variable and achievement motivation as the dependent variable. The subjects consist of 13 students from a public junior high school in Surabaya. Data were collected quantitatively using the paired sample t-test technique. The results indicate that the students experienced an increase in scores of knowledge, attitudes, and behaviors related to achievement motivation before and after the training. The training process followed the procedures set for achievement motivation training and proved effective in enhancing students' knowledge of achievement motivation, self-awareness, goal-setting skills, and overall motivational abilities.

Keywords: Achievement Motivation Training, Achievement Motivation, Delinquent Adolescents

 

Pendahuluan

Pada masa remaja individu akan mengalami 3 tahapan yaitu remaja awal 11-14 tahun, remaja tengah 15-17 tahun, remaja Akhir 18-21 tahun (Hurlock, 2017). Pada masa remaja, individu mengalami banyak perubahan secara fisik, psikis maupun peran sosial (Aulia et al., 2022). Pada masa remaja, remaja cenderung memiliki sifat yang tidak stabil sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial seperti  kenakalan (Dayton et al., 2016).

Kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak sesuai norma atau perilaku menyimpang yang tidak dapat diterima secara sosial oleh masyarakat seperti merokok, tawuran, membolos sekolah, tidak hormat pada guru, atau tindakan kriminal lainnya (Shidiq & Raharjo, 2018). Selain faktor dari lingkungan  kenakalan remaja juga disebabkan oleh faktor dalam diri individu seperti krisis identitas. Krisis identitas merupakan perubahan biologis dan sosiologis dalam diri remaja. Krisis identitas terjadi dalam dua bentuk. Bentuk pertama yaitu terbentuknya perasaan akan konsisten dalam hidup remaja dan bentuk kedua yaitu tercapainya identitas peran (Rulmuzu, 2021).

Kenakalan remaja terjadi karena individu gagal mencapai identitas peran. Steinberg (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa individu yang gagal dalam mencapai identitas peran cenderung memperlihatkan skor yang tinggi pada permasalahan problem social serta  memiliki skor paling rendah pada motivasi berprestasi. 

Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak untuk mencapai taraf prestasi belajar setinggi mungkin demi pengharapan kepada dirinya sendiri. Mc. Clelland (2015) mengatakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk berusaha mencapai suatu standar atau ukuran keunggulan. Terdapat 6 aspek dalam motivasi berprestasi yaitu Aspek Individu dengan Motivasi Berprestasi, (Yarmanita et al., 2020) yang pertama Moderat risk taking (Pengambilan resiko sedang) Mempertimbangkan resiko menantang yang akan dihadapinamun memungkinkan untuk diselesaikan. Kedua Energetic - innovating activity (Energik - Inovatif) menunjukkan kerja keras serta merasa tertantang pada suatu tugas. Ketiga Individual responsibility (Tanggung jawab pribadi) Bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan hingga selesai. Keempat Knowledge of result of action (Umpan balik untuk setiap aktivitas) menyukai umpan balik sebagai perbaikan. Kelima long-range planning (Rencana jangka panjang)  perencanaan jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa depan. Keenam Organizational abilities (Kemampuan berorganisasi) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi yang baik.

Studi Pendahuluan yang dilakukan penulis dengan mewawancarai guru BK salah satu SMPN negri di Surabaya menunjukan bahwa seluruh siswa yang dianggap nakal atau siswa yang sering melanggar aturan sekolah juga memiliki nilai prestasi yang rendah. Kenakalan yang biasa dilakukan oleh siswa selama jam pelajaran yaitu membolos, keluyuran dijam pelajaran, merokok, menonton video porno, ikut geng dan tawuran. Sedangkan rendahnya motivasi berprestasi siswa tersebut dilihat dari rendahnya nilai-nilai mereka dan ditunjukan dari beberapa perilaku seperti mencontek, membolos saat jam pelajaran tertentu, tidak mengerjakan tugas. Beberapa intervensi yang telah dilakukan pihak sekolah yaitu membimbing, memberikan konseling secara individu maupun kelompok, memberikan punishment, melakukan home visits. dari beberapa intervensi tersebut belum ada ditemukan peningkatan motivasi berprestasi ataupun penurunan pada kenakalan remaja.

Wawancara awal yang dilakukan kepada beberapa siswa penyebab mereka membolos karena merasa tidak mengetahui apa fungsi dari sekolah. mereka merasa tidak mengetahui apa tujuan akhir atau cita-cita mereka setelah lulus sekolah. seorang siswa mengatakan fungsi dari bersekolah adalah memenuhi kewajiban dan untuk mendapatkan pekerjaan namun pelajaran disekolah terasa begitu sulit. Siswa juga mengatakan seharusnya sejak saat ini mereka bekerja dan menikmati masa mudanya seperti bermain game. Mereka tidak memiliki jadwal ataupun tujuan ketika belajar atau mengerjakan tugas.  Siswa tersebut juga mengatakan hal yang menyebabkan mereka sering absen atau terlambat yaitu karena mereka sering bangun kesiangan sehingga memilih untuk tidak sekolah atau terlambat. Adapun hal yang menyebabkan mereka bangun terlambat mereka sering tidur larut malam karena bermain HP atau bermain dengan teman-temannya yang tidak bersekolah.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti menduga adanya gejala rendahnya motivasi berprestasi pada remaja yang sering mengalami permasalahan dan pelanggaran disekolah (siswa nakal). hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Steinberg (2010) siswa yang memiliki permasalahan pada problem social  akan memiliki permasalah dalam motivasi berprestasi disekolah. Salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi siswa disekolah yaitu dengan memberikan achivement motivation training (AMT). Achievement Motivation Training (AMT) adalah sebuah program pelatihan untuk mengembangkan diri khususnya dalam hal meningkatkan motivasi berprestasi McClelland (2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahhui efektifitas achivemen motivation training untuk meningkatkan motivasi berprestas pada siswa remaja  nakal.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian eksperimen, dengan menggunakan variabel bebas Achivement Motivation Training, variabel tergantung berupa motivasi berprestasi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala motivasi berprestasi. Skala ini mengacu pada motivasi berprestasi Mc Clelland yang disusun oleh Putra (2019). teori Motivasi berprestasi Mc Clelland yaitu pertama Moderat risk taking (Pengambilan resiko sedang) Mempertimbangkan resiko menantang yang akan dihadapinamun memungkinkan untuk diselesaikan. Kedua Energetic - innovating activity (Energik - Inovatif) menunjukkan kerja keras serta merasa tertantang pada suatu tugas. Ketiga Individual responsibility (Tanggung jawab pribadi) Bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan hingga selesai. Keempat Knowledge of result of action (Umpan balik untuk setiap aktivitas) menyukai umpan balik sebagai perbaikan. Kelima long-range planning (Rencana jangka panjang)  perencanaan jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa depan. Keenam Organizational abilities (Kemampuan berorganisasi) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi yang baik.

Modul pelatihan achivement motivation training Terdapat empat kelompok besar materi yang dikembangan oleh McClelland (Ibad, 2017) untuk achievement motivation training:

1.     Achievement Syndrome, merupakan langkah awal yang digunakan sebagai pengenalan konsep mengenai apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi berprestasi.

2.     Self-study, melaui materi ini peserta pelatihan akan diberikan banyak kesempatan untuk mempelajari diri mereka masing-masing maupun orang lain.

3.     Goal setting, merupakan konsep penetapan tujuan agar peserta merasakan betapa pentingnya memiliki ketetapa tujuan dalam kehidupan sehari-sehari.

4.     Group support, peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling membantu dan mempengaruhi satu sama lain. 

 

Subjek Penelitian

Populasi  dan sampel penelitian ini adalah siswa yang memiliki karakteristik nakal dan melakukan beberapa kali pelanggaran berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di salah satu SMPN Surabaya sebanyak 13 orang.

 

 

Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan pengumpulan data ini adalah: (1) melakukan wawancara kepada guru dan siswa (2) melakukan observasi kepada siswa yang dianggap nakal oleh guru. (3) FGD. Prosedur dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: persiapan, pretest, pelaksanaan, postest dan follow up

 

Rancangan Intervensi

1.     Nama Kegiatan

Pelatihan “Achivement Motivation Training

2.     Peserta

Peserta pelatihan merupakan 13 orang siswa kelas VIII yang  memiliki catatan kenakala di SMPN Surabaya 

3.     Rencana Program

Adapun Rencana program pelatihan yang akan disajikan adalah sebagai berikut:


Tabel 1. Rencana Program Pelatihan

No.

Tujuan

Materi

Waktu

Metode

Aktivitas

Durasi

Peralatan

Evaluasi

SESI 1 (Achivement Behavior)

1.

Mengetahui jumlah peserta

Pengambilan data kehadiran peserta

07.00-07.15

Absensi

-       Perkenalan diri

15 menit

-        sound system

-        absensi

-

2.

Mengetahui pengetahuan peserta sebelum pelatihan

-pembukaan

 

07.15-07.35

 

-       Pengisian soal pretest

20 menit

-        sound system

-        pretest

-

3.

Membuka kegiatan dan menjelaskan serangkaian kegiatan

-Pembukaan

07.35-07.40

 

-       Trainer mengucapkan salam dan mengatakan tujuan pelatihan

5 menit

-sound system

 

 

4.

Sebagai sarana pengakraban antara trainer dengan peserta

-        Ice breaking

07.40-07.50

Game

-       Untuk memecahkan kebekuan diantara peserta. “Main Tepuk kali”

10 menit

-sound system

 

observasi

5.

Memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi yang akan diberikan

-        Video motivasi

07.50-08.05

 

Pemutaran video

-       Menonton video

-       Membuat kesimpulan tentang video yang di tonton

15 menit

­ Laptop, video LCD, sound system

Tanya jawab

6.

Pemahaman kepada peserta apa itu perilaku berprestasi.

-        What is achivement behavior pengetahuan mengenai konsep motivasi berprestasi

08.05-09.05

 

09.05-09.20

 

 

09.20-09.45.

Ceramah

 

Tanya jawab

 

Sharing

-       Materi motivasi berprestasi

-       tanya jawab

-       mengidentifikasikan menghambat dan mendukung motivasi berprestasinya

60 menit

 

15menit

 

 

25 menit

Laptop, LCD, PPT, sound system

 

Lembar observasi

Pretest – posttest observasi

 

ISTIRAHAT 15 menit

SESI II (Knowing your self)

 

 

pemahaman peserta mengenai kelemahan, kelebihan diri sendiri

Knowing Your Self

pengetahuan mengenai pentingnya memiliki konsep diri, manfaat mengenal diri.

-   10.00-10.10

 

 

 

10.10-10.25

 

 

10.25-11.25

Game

Peserta dibagi diri menjadi kelompok kecil dan diminta menirukan gaya yang diinstruksikan oleh trainer

 

10 menit

Laptop, LCD, PPT, sound system

Pretest – posttest

observasi

 

Penugasan

- memahami kelebihan dan kelemahan diri

 

-Lembar who I Am

-lembar SWOT

Ceramah

-     Pemaparan materi tahapan konsep diri

40 menit

Laptop, LCD, PPT, sound system

-     Sesi tanya jawab mengenai materi yang disampaikan

10 menit

 

 

-pemahaman peserta mengenai diri sendiri kelebihan diri sendiri

 

-   11.25-11.55

Penugasan

Dan sharing

-     umpan balik antar peserta

-     persentasi kelompok

 

Lembar Who I am

 

 

 

 

-   11.55-12.00

Penutup

-      Trainer mengakhiri kegiatan

5 menit

 

 

Hari Ke 2 SESI III (Goal Setting)

1.

Mengetahui jumlah peserta

Pengambilan data kehadiran peserta

07.00-07.15

Absensi

-       Perkenalan diri

15    enit

sound system absensi

-

2.

Membuka kegiatan

-Pembukaan

07.15-07.20

 

-       Menyampaikan materi hari ini

5 menit

-sound system

 

4.

Sebagai sarana pengakraban antara trainer dengn peserta

-        Ice breaking

07.20-07.35

Game

-       Peserta diminta untuk bermain game

25 menit

-sound system

 

observasi

5.

pemahaman kepada siswa materi yang akan diberikan

-        Video

07.35-07.55

 

Pemutaran video

-       Menonton video

-       Membuat kesimpulan tentang video yang di tonton

20 menit

­ Laptop, video LCD, sound system

Tanya jawab

6.

pemahamamn peserta mengenai konsep goal setting Serta langkah mencapai tujuan

Goal setting

Materi materi konsep goal setting

07.55-08.15

 

08.15-09.15

 

09.15-09.30.

Penugasan

 

Ceramah

 

Tanya jawab

-       Peserta membuat target tujuan

-       Pengetahuan dan tentang goal setting

-       Sesi tanya jawab materi yang

20 menit

 

60 menit

 

15 menit

Laptop, LCD, PPT, sound system

Lembar SWOT

Lembar Goal Setting

Pretest – posttest observasi

 

7.

Melihat pemahaman siswa tentang materi goal setting

 

09.30-10.00

Penugasan dan Sharing

-     Peserta membuat  langkah untuk mencapai tujuan

-     Peeserta saling memberikan umpan balik ataupun kritikan

-       persentasi

30 menit

 

observasi

Istirahat 15 menit

SESI IV (Group Support)

8.

Pemahaman mereka mengenai motivasi berpestasi serta pentingnya fungsi

Game group support

-     10.15-10.40

Game

-     Peserta menulis kata Peserta diminta merahasiankan

-     Peserta diminta untuk mencari teman yang memiliki kata yang sama

-      

35 menit

-kertas berisi kata

-sound system

- observasi

9.

Pemahaman peserta mengenai pentingnya fungsi dan manfaat menjalin hubungan dengan orang lain dalam upaya mencapai prestasi

Game group support

pemahaman mengenai konsep manusia sebagai makhluk sosial dan manfaat

10.40-11.30

 

 

 

11.30-11.35

 

11.35-11.55

Ceramah

-     Pemaparan materi pokok-pokok komunikasi

50 menit

Laptop, LCD, Proyektor, Video, kabel rol, slide PPt, sound system, makalah

Pretest - posttest

 

 

Pretest post test

Tanya jawab

-     Sesi tanya jawab

5 menit

Penugasan

-     Pemberian soal post test

20 menit

10

Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan apresiasi kepada para peserta yang telah bersedia mengikuti pelatihan dari awal kegiatan hingga berakhir

Penutupan

11.55-12.00

 

-     Trainer mengakhiri kegiatan pelatihan dengan memberikan kalimat penutup dan ucapan terimakasih.

5 meni

Sound system

hadiah

 


Analisis Data

Evaluasi terhadap pelatihan diperlukan untuk mengetahui seberapa efektif pelatihan yang telah diberikan (Ramadhon, 2016). Evaluasi pelatihan yang umumnya dilakukan, salah satunya adalah model empat level dari Kirkpatrick (1998) yakni terdiri dari evaluasi terhadap level reaksi, level pembelajaran, level perilaku, dan level hasil. Data evaluasi yang akan diolah hanyalah data dari peserta yang mengikuti pelatihan penuh selama dua hari, sedangkan untuk data peserta yang tidak mengikuti pelatihan sepenuhnya tidak diolah.

1.   Tahap Pembelajaran

Tahap ini mengukur proses belajar yang terjadi dalam pelatihan yang merupakan bentuk transfer pengetahuan (transfer of learning). Evaluasi dalam level ini dilakukan melalui pengukuran terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Pengukuran pada perubahan sikap dilihat melalui skala sikap  yang terdapat pada skala sikap dan perilaku dalam Motivasi berprestasi Mc Clelland yang disusun oleh Putra (2019).

Berdasarkan hasil ditemukan, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest (M=40) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai posttest (M=74,4). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Data yang diperoleh pada pretest-posttest terlebih dahulu diuji normalitasnya menggunakan SPSS dengan parameter analisis Shapiro Wilk, yang digunakan untuk sampel kecil (<50). Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai signifikansi pretest sebesar 0,494 dan posttest 0,798 dimana keduanya > 0,05. Sehingga dapat dikatakan data terdistribusi normal, selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test).

Berdasarkan Uji t-berpasangan tersebut,  diketahui bahwa nilai Sig (2-tailed) adalah 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata pengetahuan peserta sebelum diberikan pelatihan dengan setelah diberikan pelatihan.

Analisis evaluasi pembelajaran selanjutnya adalah berkaitan dengan perubahan keterampilan peserta pelatihan hasil observasi dari sharing dan penugasan yang diberikan. Pengukuran dilakukan melalui observasi terhadap penerapan pengenalan diri, menentukan tujuan dan mengaplikasikan komunikasi pada saat sharing, Penugasan dan Game yang diberikan. T terdapat perbedaan antara skor pretest keterampilan (M=7,6) dan skor posttest keterampilan (M=14,6). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada skor keterampilan siswa yang mengikuti pelatihan.

Data pretest-posttest aspek keterampilan pada tabel tersebut kemudian dianlisis menggunakan SPSS. Pertama-tama dilakukan uji normalitas. Hasil uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai signifikansi pretest sebesar 0,573 dan posttest 0,45 dimana keduanya >0,05. Sehingga dapat dikatakan data terdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test). Melalui tabel di atas dapat diketahui bahwa tabel statsistik menunjukkan nilai signifikansi 0,000< 0,05 yang berarti terdapat perbedaan keterampilan yang signifikan terhadap peserta yang mengikuti achievement motivation training  antara sebelum dilakukan pelatihan dengan setelah dilakukan pelatihan.

Selain evaluasi pembelajaran secara kuantitatif, penulis juga melakukan evaluasi kualitatif terhadap proses pembelajaran yang terkait dengan keterampilan peserta dalam proses pengenalan diri dan menetapkan tujuan. Peserta mampu saling bekerja sama dengan teman lainnya untuk memberikan komentar satu sama lain mengenai diri. Peserta mampu membuat kesimpulan mengenai bagaimana dirinya. Selain kata-kata sifat yang telah disampaikan beberapa peserta juga mampu memberikan kaya sifat lain untuk dirinya dan orang lain. pada proses penetapan tujuan yang mulanya para peserta bingung dengan metode yang diberikan mendapatkan pemahaman setelah diberikan penjelasan peserta mampu membuat target serta harapan diikuti dengan kekurangan dan kelemahan diri serta ancaman yang mungkin dapat menghambat tujuan tersebut.

Evaluasi pembelajaran berikutnya adalah melihat perubahan peserta terhadap motivasi berprestasi Pengukuran pada perubahan motivasi berprestasi dilihat melalui skala motivasi berprestasi  yang terdapat pada skala motivasi berprestasi dalam Motivasi berprestasi (Mcclelland et al., 2015) yang disusun oleh Putra (2019)dengan validitasi 0,345-0,568 sedangkan Reabilitasnya 0,88 Adapun skor total daripada skala sikap tersebut adalah sebagai berikut :

 

Tabel 2. Klasifikasi Kategori Observasi Motivasi berprestasi  Pelajar skala interval

Skor Interval

Klasifikasi

X < 64

Rendah

64 ≤ X ≥ 96

Sedang

96 ≤ X

Tinggi

 

 

Tabel 3. Pretest-posttest Motivasi Berprestasi

No.

Hasil Evaluasi Sikap

Subjek

Pretest

Kategori

Posttest

Kategori

1

MH

62

Rendah

84

Sedang

2

AA

58

Rendah

86

Sedang

3

GKR

74

Sedang

101

Tinggi

4

MZ

57

Rendah

71

Sedang

5

AFI

71

Sedang

85

Sedang

6

DAP

72

Sedang

88

Sedang

7

MA

83

Sedang

104

Tinggi

8

AMD

72

Sedang

95

Sedang

9

AJD

71

Sedang

93

Sedang

10

FSB

94

Sedang

107

Tinggi

 

Rata-Rata

71,4

Sedang

91,4

Sedang

 

 

Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara skor pretest (M=71,4) dan posttest (M=91,4) aspek sikap pada peserta pelatihan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan skor sikap pada peserta yang diberikan pelatihan. Namun, dari kategori nilai total terlihat tidak terjadi perubahan para siswa memiliki motivasi berprestasi dalam tingkat sedang. Jika dilihat perindividu dapat dilihat seluruh siswa mengalami peningkatan motivasi berprestasi seperti 3 siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah semua meningkat menjadi memiliki motivasi berprestasi tingkat sedang. 3 siswa yang memiliki motivasi berprestasi tingkat sedang meningkat menjadi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Dan 4 siswa yang memiliki motivasi berprestasi sedang tidak mengalami peningkatan kategori motivasi berprestasi.

Penulis melakukan uji normalitas terhadap data aspek sikap tersebut sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Hasil uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk Berdasarkan uji normalitas, parameter shapiro-wilk menunjukkan nilai signifikansi pretest sebesar 0,341 dan posttest 0,808 dimana keduanya >0,05. Sehingga dapat dikatakan data terdistribusi normal, selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menguji apakah terdapat perbedaan skor peserta sebelum dan sesudah pelatihan menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test). nilai Sig (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05. Sehingga terdapat perbedaan yang signifikan motivasi berprestasi siswa sebelum dan sesudah pelatihan.

Kesimpulan daripada evaluasi level pembelajaran adalah bahwasannya pelatihan yang diberikan kepada siswa secara efektif meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta pelatihan terhadap motivasi berprestasi, pengenalan diri, menetapkan tujuan dan komunikasi dalam kelompok.

2.   Evaluasi Level Perilaku

Evaluasi pada level perilaku bertujuan untuk memverifikasi bahwa pembelajaran yang diterima oleh peserta selama pelatihan dapat direfleksikan melalui perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat saja langsung terjadi selesai pelatihan karena ada kesempatan untuk itu, tetapi dapat saja tidak terjadi perubahan karena tidak ada kesempatan.  Dikarenakan waktu yang terbatas dan tidak ada lagi pembelajaran maka peneliti meminta guru untuk melakukan pengkondisian siswa dengan memberikan tugas individual dan kelompok untuk melihat perubahan perilaku siswa. Informasi mengenai evaluasi pada level perilaku ini diperoleh melalui sub skala Observasi dilakukan menggunakan metode skala interval yang didasarkan pada pemberian nilai yang dikembangkan oleh Yunarwi (2011) dengan karakteristik motivasi berprestasi menurut Mc Clelland.

 

Tabel 4. Klasifikasi Kategori Observasi Motivasi berprestasi Pelajar skala interval

Skor Interval

Klasifikasi

X < 35

Rendah

35 ≤ X ≥ 55

Sedang

55 ≤ X

Tinggi

 

 

Tabel 5. Deskripsi nilai Observasi Motivasi berprestasi Pelajar

No.

Hasil Evaluasi Level Perilaku

Subjek

Pretest

Kategori

Posttest

Kategori

1

MH

27

Rendah

34

Rendah

2

AA

31

Rendah

34

Rendah

3

GKR

35

Sedang

49

Sedang

4

MZ

33

Rendah

46

Sedang

5

AFI

27

Rendah

36

Sedang

6

DAP

31

Rendah

39

Sedang

7

MA

27

Rendah

41

Sedang

8

AMD

33

Rendah

42

Sedang

9

AJD

30

Rendah

36

Sedang

10

FSB

40

Sedang

47

Sedang

 

Rata-Rata

31,4

Rendah

40,4

Sedang

 

Melalui tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara skor pretest (M=31,4)  dalam kategori rendah dan posttest (M=40,4) dalam kategori sedang. Terjadi perubahan yang cukup baik pada beberapa peserta pelatihan terdapat 6 peserta yang mengalami perubahan perilaku dari rendah ke sedang. Terdapat 2 peserta yang mengalami peningkatan nilai namun masih dalam kategori rendah dan 2 peserta yang juga mendapatkan perubahan nilai namun tidak ada perubahan kategori. Hal tersebut cukup menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan skor perilaku pada peserta yang diberikan pelatihan.

Pada data di atas akan dilakukan uji normalitas menggunakan parameter shapiro-wilk. Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan SPSS, diketahui bahwa data pretest (0,249 > 0,05) dan posttest (0,315 > 0,05) terdistribusi normal. Sehingga data tersebut selanjutnya akan diuji menggunakan uji komparasi Uji t-berpasangan (paired samples t-test) di SPSS. Hasil uji t-berpasangan, nilai Sig (2-tailed) adalah 0,001< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakana antara motivasi berprestasi siswa sebelum dan setelah pelatihan

3.       Evaluasi Level Hasil

     Evaluasi pada level hasil bertujuan untuk mengetahui dampak pelatihan terhadap kelompok ataupun organisasi secara keseluruhan. Adapun dampak yang diharapkan dari pelatihan achievement motivation training yang diberikan kepada para siswa yaitu terjadi meningkatnya pengetahuan motivasi berprestasi dan meningkatnya perilaku motivasi pada para siswa. Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan kepada 3 orang siswa yaitu para siswa lebih memahami strategi dalam menetapkan tujuan serta dalam mengatur jadwal belajar. Para siswa merasa mampu mengenali kelebihan serta kekurangan dirinya sehingga bisa menjadi patokan diri untuk menetapkan tujuan sesuai dengan kemampuan diri. Para siswa merasa mendapatkan pandangan harus bagaimana kedepannya dengan target serta rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek.

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Secara umum pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan selama dua hari cukup berjalan lancar. Meskipun terdapat beberapapeserta target yang tidak hadir pada penyelenggaraan pelatihan hari pertama. Peserta cukup menunjukan respon positif dan menjalankan kontrak dari awal hingga akhir pelatihan. Pada level pembelajaran cukup terjadi peningkatan pada beberapa siswa. Pada evaluasi perilaku juga terdapat peningkatan pada seluruh peserta pelatihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “achievement motivation training” efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai motivasi berprestasi, peningkatan dalam pengenalan diri, peningkatan dalam menetapkan tujuan dan meningkatkan kemampuan motivasi.

 

Pembahasan

Berdasarkan asesmen yang telah dilakukan, diketahui terdapat 13 siswa yang bermasalah secara akademik dikelas. Rata-rata siswa tersebut memiliki usia 13-14 tahun. Yang artinya para siswa tersebut termasuk dalam kategori remaja awal (Papalia et al., 2016). Pada masa ini, remaja mengalami masa perkembangan yang krusial dimana remaja mengalami fase pembentukan identitas diri, berintegrasi secara sosial dan berkomitmen dalam belajar (Nugraeni, 2024). Diketahui bahwa para siswa tersebut memiliki komitmen yang kurang dalam belajar. Selain itu Santrock (2016) mengungkapkan bahwa komunitas berperan  penting dalam perkembangan remaja. Masyarakat yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, pengangguran dan kualitas sekolah yang kurang adalah faktor yang berhubungan dengan perkembangan diri remaja dan masa pencarian identitas diri. Rata-rata siswa disekolah tersebut merupakan masyarakat golongan menengah kebawah dan berada dilingkungan yang memiliki masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga mempengaruhi pembentukan identitas diri para siswa.

Havigrust (2017), menyebutkan salah satu tugas perkembangan remaja iyalah menyiapkan masa depan atau cita-citanya. Artinya para siswa seharusnya mempersiapkan memilih kecenderungan karirnya. Untuk siswa kelas 9 SMP yang akan segera lanjut ke SMA/SMK siswa harus dapat menentukan peminatan dalam menentukan jurusan sesuai passionnya. Namun, Diketahui berdasarkan hasil wawancara maupun FGD hampir seluruh siswa masih kebingungan dalam menenutukan tujuan dan jalur kariernya. Selain  itu,  ciri-ciri  remaja  memiliki  orientasi  masa  depan  yang rendah  adalah memiliki  perasaan  pesimis, tidak memiliki  motivasi dan  menjadi  acuh terhadap  perilaku  berisiko  seperti kenakalan  remaja,  merokok,  alkohol,  dan  narkoba  yang  dapat  merugikan  dan memengaruhi masa depan mereka (Tynan et al., 2015). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang didapat oleh guru masih banyak siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Dikalangan siswa laki-laki yang bermasalah banyak kasus kenakalan remaja seperti membolos. Sedangkan dikalangan siswa perempuan yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah memiliki perasaan pesimis dan merasa kurang percaya diri.

Dari hasil wawancara observasi dan FGD ditemukan bahwa para siswa tersebut sering tidak mengerjakan tugas dan tidak mengikuti ujian artinya para siswa tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. McClelland, (2007) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tentu bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya dan akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya dengan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk melakukan yang terbaik. Mereka akan membuat keputusannnya sendiri mengenai apa yang harus dilakukan dan merasakan kepuasan pada keberhasilan yang mereka capai. Sedangkan yang ditemukan pada kasus para siswa selalu diingatkan oleh gurunya.

Para siswa juga diketahui tidak memiliki rencana jangka pendek ataupun rencana jangka Panjang. Berdasarkan hasil wawancara yang didapatdari guru bahwa kebanyakan siswa tersebut belum mengisis form penjurusan ke tingkat pendidikan yang leih tinggi. Selain itu berdasarkan hasil FGD juga ditemukan bahwa rata-rata para siswa asih belum memiliki cita-cita dan terlihat bingung dengan apa yang mereka inginkan. McClelland, (2020) menyatakan Individu dengan motivasi berprestasi tinggi berfikir mengenai perencanaan jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa depan.

Para siswa juga merasa tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman-teman mereka ataupun dengan guru mereka jika mereka kurang memamahaki pelajaran. Komunikasi sangat diperlukan dalam keterampilan berorganisasi. McClelland, (2020) individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan organisasi yang baik.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi individu kurang memiliki motivasi berprestasi yaitu tidak adanya tujuan ataupun cita-cita yang membantu para siswa untuk dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal para siswa yang pada umumnya kurang mementingkan pendidikan.

Kebutuhan dalam berprestasi sangat diperlukan oleh para siswa ramaja yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah agar dapat mengaktualisasikan potensi dan keinginan untuk mengejar prestasi yang diinginkan. Achievement Motivation Training (AMT) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mnyemangati individu agar memiliki konsep berprestasi dalam merencanakan langkah untuk peningkatan prestasi.   Pentingnya motivasi prestasi para siswa dapat ditingkatkan melalui kegiatan achievement motivation training yang merupakan salah satu kegiatan intervensi yang efektif untuk meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa. Setiap sesi pelatihannya sangat sesuai dengan kasus  yang dialami oleh para siswa yaitu  konsep materi yang disampaikan dalam achievement motivation training berupa achievement syndrome, self-study, goal setting, dan group support, diharapkan peserta yang mengikuti pelatihan mampu memahami konsep motivasi berprestasi, dapat mengetahui potensi yang dimiliki, mengetahui pentingnya penetapan tujuan dalam kehidupan sehari-hari serta menyadari bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kesehariannya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi satu sama lain. Terlebih lagi, pelatihan memiliki korelasi positif yang signifikan dengan motivasi berprestasi  siswa (Ibad, 2017).

Berdasarkan, data asesmen yang ditemukan diketahui bahwa para siswa tersebut sering tidak mengerjakan tugas dan tidak mengikuti ujian artinya para siswa tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. McClelland, (2020) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tentu bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya dan akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya dengan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk melakukan yang terbaik. McClelland, (2020) menyatakan untuk meningkatkan motivasi berprestasi sesi Achievement Syndrome, merupakan langkah awal yang digunakan sebagai pengenalan konsep mengenai apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi berprestasi. Materi yang disampaikan dalam materi ini Memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan akan perbedaan yang hakiki anatara manusia berprestasi dan manusia yang tidak berprestasi, serta daya dorong atau energi abadi yang dimiliki oleh masing-masing orang

Dari asesmen juga ditemukan bahwa para siswa tersebut tidak memiliki tujuan setelah lulus SMP. Para siswa juga diketahui tidak memiliki rencana jangka pendek ataupun rencana jangka Panjang. Selain itu berdasarkan hasil FGD juga ditemukan bahwa rata-rata para siswa asih belum memiliki cita-cita dan terlihat bingung dengan apa yang mereka inginkan. McClelland, (2020) menyatakan Individu dengan motivasi berprestasi tinggi berfikir mengenai perencanaan jangka panjang dan dapat memprediksi serta mengatispasi kemungkinan di masa depan.  Goal setting, merupakan konsep penetapan tujuan agar peserta merasakan betapa pentingnya memiliki ketetapa tujuan dalam kehidupan seharisehari. Sebelum menentukan tujuan nya siswa diajak agar dapat mengenali dirinya terlebih dahulu melaui Self-study, melaui materi ini peserta pelatihan akan diberikan banyak kesempatan untuk mempelajari diri mereka masing-masing maupun orang lain.  Peserta dibantu untuk memahami karakteristik dan tujuan pribadi yang ditetapkan oleh masing-masing siswa. Pemahaman karakter pribadi, siswa dapat mengetahui tujuan yang ingin dicapai berdasarkan karakteristik pribadi.

Tahap terakhir siswa diajak untuk memahami individu sebagai makhkluk sosial dimana para siswa masih membatasi komunikasi nya pada sesama anggotaa kelompok saja. Dengan di berikan tahapan Group support, peserta dianggap sebagai subjek yang dinamis, dapat saling membantu dan mempengaruhi satu sama lain. yaitu dengan diberikan roleplay berupa game agar komunikasi terjalin dan saling berinteraksi satu sama lain.

Referensi

 

Kesimpulan

Pelatihan achievement motivation yang diselenggarakan selama dua hari berhasil dilaksanakan meskipun beberapa peserta target absen pada hari pertama. Peserta menunjukkan respon positif dan mencapai peningkatan dalam pembelajaran serta evaluasi perilaku. Pembahasan menyoroti masalah akademik yang dihadapi oleh beberapa siswa, terutama dalam hal pembentukan identitas diri, komitmen belajar, dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor seperti kurangnya tujuan dan komunikasi yang buruk juga menjadi perhatian. Berdasarkan asesmen, pentingnya motivasi berprestasi bagi remaja yang mengalami kesulitan akademik disoroti, dengan penggunaan metode Achievement Motivation Training (AMT) sebagai intervensi efektif. Dengan fokus pada pemahaman diri, penetapan tujuan, dan dukungan kelompok, diharapkan peserta dapat meningkatkan motivasi dan mencapai prestasi yang diinginkan.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aulia, Z., Matondang, M., Latifah, T., Sari, D. P., & Nasution, F. (2022). Peran Orangtua Dalam Perkembangan Psikososial Pada Masa Remaja. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), 11063–11068.

Dayton, P., Ferguson, J., Hatch, D., Santrock, R., Scanlan, S., & Smith, B. (2016). Comparison of the mechanical characteristics of a universal small biplane plating technique without compression screw and single anatomic plate with compression screw. The Journal of Foot and Ankle Surgery, 55(3), 567–571.

Havighurst, S., & Kehoe, C. (2017). The role of parental emotion regulation in parent emotion socialization: Implications for intervention. Parental Stress and Early Child Development: Adaptive and Maladaptive Outcomes, 285–307.

Hurlock, K. (2017). A transformed life? Geoffrey of Dutton, the Fifth Crusade, and the Holy Cross of Norton. Northern History, 54(1), 15–27.

Ibad, S. (2017). Kearifan lokal pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan pembangunan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan (Studi Kabupaten Situbondo). Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 8(1), 24–31.

Kirkpatrick, L. A. (1998). Evolution, pair-bonding, and reproductive strategies: A reconceptualization of adult attachment.

Mcclelland, J. W., Jayaratne, K. S. U., & Bird, C. (2015). Use of Song as an Effective Teaching Strategy for Nutrition Education in Older Adults. April 2015, 37–41. https://doi.org/10.1080/21551197.2014.998327

McClelland, M. M., Cameron, C. E., Connor, C. M., Farris, C. L., Jewkes, A. M., & Morrison, F. J. (2007). Links between behavioral regulation and preschoolers’ literacy, vocabulary, and math skills. Developmental Psychology, 43(4), 947.

Nugraeni, A. (2024). Peran Media Sosial dalam Pembentukan Identitas Sosial Anak Muda. LANCAH: Jurnal Inovasi Dan Tren, 2(1), 142–147.

Papalia, R., Zampogna, B., Russo, F., Vasta, S., Tirindelli, M. C., Nobile, C., Di Martino, A. C., Vadalà, G., & Denaro, V. (2016). Comparing hybrid hyaluronic acid with PRP in end career athletes with degenerative cartilage lesions of the knee. J Biol Regul Homeost Agents, 30(4 Suppl 1), 17–23.

Putra, I., & Pemayun, A. (2019). Renstra Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Dosen Dengan It Balanced Scorecard. Jurnal Teknologi Informasi Dan Komputer, 5(1).

Ramadhon, S. (2016). Penerapan model empat level Kirkpatrick dalam evaluasi program pendidikan dan pelatihan aparatur di pusdiklat migas. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 6(1).

Rulmuzu, F. (2021). Kenakalan remaja dan penanganannya. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 5(1).

Shidiq, A. F., & Raharjo, S. T. (2018). Peran pendidikan karakter di masa remaja sebagai pencegahan kenakalan remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 176–187.

Sohibien, G. P. D., & Yuhan, R. J. (2019). Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia: Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik, 11(1), 1–14.

Steinberg, L. (2010). A dual systems model of adolescent risk‐taking. Developmental Psychobiology: The Journal of the International Society for Developmental Psychobiology, 52(3), 216–224.

Tynan, B., Ryan, Y., & Lamont‐Mills, A. (2015). Examining workload models in online and blended teaching. British Journal of Educational Technology, 46(1), 5–15.

Yarmanita, M., Fernandes, R., Padang, U. N., Bidikmisi, M., & Belajar, P. (2020). Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Prestasi Belajar Mahasiswa Bidikmisi (Studi Kasus: Fakultas Ilmu Sosial Uniiversitas Negeri Padang). Jurnal Perspektif: Jurnal Kajian Sosiologi Dan Pendidikan, 3(4).

Yunarwi, L. (2011). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi kelas VIId SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Copyright holder:

Noor Alkaff, Ainun alkaff (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: