Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
Media Digital dan Audiens Muda: Komunikasi
yang Ditargetkan pada Anak-Anak dan Remaja
Kathrien Nona
Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi, Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesi, Jakarta Pusat, Indonesia.
Email: [email protected]
Abstrak
Sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak dan remaja juga memiliki hak untuk mengakses informasi. Perkembangan penggunaan teknologi dan media digital termasuk media sosial di kalangan anak-anak dan remaja berkembangan dengan pesat, salah satu implikasinya yaitu untuk kesejahteraan komunikasi mereka. Untuk memahami perkembangan yang ada perlu kesadaran yang lebih luas tentang jenis dan penggunaan media digital termasuk dampaknya terhadap kesejahteraan dan peluang yang tersedia. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi perkembangan media digital khususnya pada komunikasi dengan audiens kalangan anak-anak dan remaja. Perkembangan media digital dikalangan anak-anak dan remaja kemudian menghasilkan penciptaan konten oleh para konten kreator. Teori uses and gratification di sini bukan hanya dilihat dari sisi anak-anak dan remaja sebagai pengguna media, namun juga termasuk para konten kreator yang menjadikan hal tersebut sebagai kebutuhan dan akhirnya menjadi sebuah komoditas.
Kata kunci: media digital, penciptaan konten, penggunaan media
Abstract
– Like adults, children and youth also have the right to
access information. The development of the use of technology and digital media
including social media among children and adolescents is growing rapidly, one
of the implications is for the welfare of their communication. Understanding
these developments requires greater awareness of the types and uses of digital
media including their impact on welfare and the opportunities available. This
research was carried out with the aim of identifying the development of digital
media, especially in communication with an audience of children and
adolescents. The development of digital media among children and adolescents
then results in the creation of content by content
creators. The uses and gratification theory here is not only seen from the
perspective of children and adolescents as media users, but also includes
content creators who make this a necessity and eventually become a commodity.
Keywords: digital media, content creation,
media use.
Pendahuluan
Kehadiran media digital di kalangan
anak-anak dan remaja tidak dapat dihindarkan
dan dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang mengikuti pola interaksi dan komunikasi serta sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri termasuk di kalangan anak-anak dan remaja. Ditambah dengan masa Pendemi yang melanda seluruh Dunia mulai dari tahun
2020, penggunaan teknologi
di kalangan anak-anak dan remaja pun mengalami peningkatan, penyebabnya selain diperlukan untuk berkomunikasi, pembelajaran yang dilaksanakan secara jarak jauh
(daring) pun semakin meningkatkan
penggunaan media digital dikalangan
anak-anak dan remaja.
Jauh sebelum Pandemi pengguna internet di kalangan remaja telah tercatat cukup tinggi, terdapat
studi dengan pendanaan dari UNICEF yang pelaksanaannya dilakukann oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) hasilnya ditemukan 98 persen dari anak-anak dan remaja mengetahui internet, sementara 79,5 persen lainnya merupakan pengguna aktif internet (Kominfo, 2014). Di Australia, hampir
semua anak sejak usia lima tahun mengakses internet secara teratur dan pada saat remaja menjadi
pengguna setia layanan jejaring sosial, game online dan ruang obrolan, forum serta instan messaging (Swist, Teresa
et al., 2015).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Goggin menunjukkan
bahwa perangkat digital digunakan secara strategis bukan hanya sebatas alat
komunikasi saja namun terdapat implikasi budaya dan media yang
sangat signifikan yang berkaitan
dengan peralihan ke smartphone ini. Dalam jurnal penelitiannya
diungkapkan terdapat potensi smartphone dan media seluler
secara luas sebagai sebuah patform budaya yang sangat penting (Goggin, 2012).
Indonesia sebagai bagian dari negara yang memiliki tingkat penggunaan internet paling besar
di dunia berdasarkan data yang disebutkan
oleh (Hidayat, 2014) bahwa berdasarkan data yang diriset
oleh lembaga riset pasar
e-Marketer, Indonesia masuk ke
negara yang penggunaan internetnya
nomor 6 di Dunia, di bawah Jepang, Brazil, India, Amerika Serikat,
dan China sebagai peringkat
pertama. Hal ini juga disebutkan oleh (Bestari, 2022) bahwa 76,8% warga Indonesia sejumlah 202,35 juta jiwa merupakan pengguna internet aktif. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan internet dan
media digital sangat marak digunakan
oleh warga Indonesia termasuk
kalangan anak-anak dan remaja di dalamnya. Dart dalam (Nasyaya & Adila, 2019) menyebutkan bahwa dengan adanya
teknologi new media ini kemudian dapat memungkinkan terbentuknya suatu jaringan baru, terutama bagi generasi muda
yang dapat dikatakan merupakan generasi di masa depan. Bentuk dari
new media yang banyak dipahami
oleh khalayak luas adalah media digital termasuk
media sosial.
Perangkat digital seperti
laptop, smartphone telah menjadi
satu kesatuan dalam keseharian bagi seluruh masyarakat
termasuk anak-anak dan remaja. Brooks & Pomerantz (2017) dalam
buku yang berjudul Shaping
the Future of Education, Communication and Technology – Selected Papers from
the HKECT 2019 International Conference menyebutkan bahwa hampir seluruh
siswa memiliki lebih dari satu
perangkat dan sebagian besar beranggapan bahwa perangkat digital penting untuk menunjang
keberhasilan akdemis mereka (Ma, Will W. K.
et al, 2019).
Hal ini kemudian membuat kami tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana tren penggunaan media digital khususnya pada komunikasi yang ditargetkan pada audiens kalangan anak-anak dan remaja, serta penciptaan
konten bagi anak-anak dan remaja di Indonesia.
Metode Penelitian
Pada penulisan ini penulis menggunakan
metode Systematic Search and Review, yaitu mengkombinasikan kekuatan dari tinjauan
kritis dengan proses pencarian yang komprehensif. Umumnya untuk mengkaji
pertanyaan luas untuk menghasilkan sintesis bukti terbaik. Bertujuan untuk pencarian yang lengkap, menggunakan narasi yang minimal, ringkasan tabel studi, serta
memberikan rekomendasi dan limitasi. Metode ini kemudian akan
kami gunakan untuk mengkaji bagaimana tren sosial media berdasarkan perspektif teori uses and gratification, di mana khalayak
kemudian akan mempengaruhi media (Grant & Booth, 2009).
Uses and gratification theory adalah sebuah teori
yang memiliki perspektif bahwa khalayak yang mengkonsumsi media memiliki dan memberikan pengaruh terhadap media itu sendiri. Disebutkan oleh (Griffin
et al., 2019) bahwa peneliti
yang pertama kali meneliti mengenai teori ini adalah Elihu Katz pada tahun 1950-an. Katz memiliki perspektif bahwa pemilihan media oleh konsumennya dapat mengubah pasar media itu tersendiri. Penelitian ini didasari oleh jawaban Katz dari pernyataan dari Berelson yang menyebutkan di dalam penelitiannya bahwa ilmu komunikasi mungkin bukanlah ilmu yang signifikan setelah melakukan penelitian yang memberikan hasil bahwa media tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan khalayak. Teori uses and
gratification ini kemudian muncul untuk menjawab
hasil penelitian Berelson bahwa khalayak juga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pasar media. Asumsi dari teori
ini adalah audiens memiliki dorongan secara aktif dalam memenuhi
kebutuhannya. Teori ini banyak digunakan
sebagai acuan dalam berbagai penelitian khususnya terkait penggunaan dan grativikasi media
Media digital yang berkembang
di kalangan anak-anak dan remaja begitu pesat.
Dalam paper ini penulis menggunakan penerapan aplikatif pada media
digital yang berkembang di kalangan
audiens muda (anak-anak dan remaja) dengan menggunakan pemikiran teori uses and
gratifications, sebab penggunaan
media digital ini menempatkan
posisi audiens anak-anak dan remaja pengguna media digital sebagai
orang yang memiliki peran penting agar dapat memilih media untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Thomas Ruggiero (2000) dan Baran & Davis
(2003) dalam (Kriyantono,
2014) menuliskan tiga ciri-ciri dari komunikasi berbasis internet yang
kemudian dapat dikaji menggunakan perspektif teori uses and
gratifications:
Interactivity, Seorang
individu memiliki kontrol dan dapat mengubah peran dalam sebuah proses komunikasi. Demassification, Merupakan
kesempatan bagi khalayak pengguna media sosial untuk memilih
sendiri fitur apa yang ia butuhkan.
Asynchroneity, Pesan yang dimediasi oleh internet memungkinkan
seorang pengguna untuk terhubung dengan pengguna lainnya pada waktu yang berbeda. Namun, proses komunikasi yang terjadi tetap dapat berjalan
dengan lancar dan bermakna
Penelitian lainnya mengenai penggunaan media digital
yang didasari oleh teori
Uses and Gratification serta pengaruhnya
terhadap kalangan anak-anak dan remaja berkembang cukup signifikan. Konstruksi dan
variable yang digunakan oleh penelitian-penelitian
sejenis menggunakan berbagai perspektif, pendekatan, dan teknik yang cukup beragam. Hal tersebut dapat ditelusuri dari beberapa publikasi ilmiyah diantaranya sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh
Cristina Lopez, Patrick Hartmann dan Vanessa Apaolaza
dari University of the Basque Country UPV/EHU, Spanyol yang berjudul
“Gratification on Social Networking Sites: The Role of Secondary School
Students’ Individual Differences in Loneliness”. Hasil penelitian
tersebut dipublikasikan di
Journal of Educational Computing Research – Sagepub
yang dipublikasi tahun
2019. Penelitian ini mengeksplorasi penggunaan situs jejaring sosial seperti Myspace dan Facebook yang menjadi
popular di komunitas online dengan
sebagian besar populasi pengguna adalah kalangan remaja. Mereka menggunakan media social dengan berbagai tujuan diantaranya untuk berinteraksi, bermain, bereksplorasi dan belajar. Penelitian ini menggunakan teori Uses and
Gratification dan mengungkapkan bahwa
di antara gratifikasi di
media social yang paling dicari khususnya
oleh remaja antara usia 12 sampai dengan 18 tahun adalah bertemu dengan orang baru dan mencari hiburan. Studi ini meneliti
apakah hubungan antara kesepian dan kepuasan yang diperoleh remaja pengguna media sosial bervariasi sesuai dengan tingkat
kesepiannya. Penelitian tersebut dilakukan melalui survey kepada 344 siswa sekolah menengah
Spnyol dengan mengidentifikasi tiga level
loneliness (kesepian) yang berbeda
dan hubungan kepuasan yang berbeda setiap levelnya. Studi ini memberikan kontribusi untuk pengetahuan uang lebih spesifik tentang hubungan antara oenggunaan situs jejaring sosial oleh remaja mengalami kesepian dan kepuasan yang diperoleh serta memberikan implikasi bagi pengembangan strategi bagi siswa pada usia tersebut yang mengalami kesepian (Lopez, Hartmann & Apaolaza,
2019).
Penelitian lainnya yang menggunakan teori Uses and
Gratification yang ditulis oleh Makingu
Mondi, Peter Woods dan Ahmad Rafi dari Multimedia
University, Malaysia yang berjudul ”Students ‘Uses and Gratification Expectacy’
Conceptual Framework in relation to E-learning Resources” yang dipublikasi di Education Research Institute pada 2007. Penelitian ini menyajikan pengembangan sistematis dari konsep ‘Uses and Gratification Expectacy’
(UGE) dengan kerangka kerja yang mampu memprediksi ‘Perceived e-Learning Experience’ siswa. Konsep tersebut
merupakan integrasi dari Teori Nilai Harapan dan Teori Uses and Gratification yang berfungsi
untuk mengakomodasi saran bahwa sumber pembelajaran
e-Learning menawarkan kepuasan
yang diharapkan dan dihargai
oleh siswa (Mondi, Woods, & Rafi, 2007).
Hasil dan Pembahasan
Media Digital pada Audiens
Muda
Media digital merupakan
media yang kontennya terbentuk
dari penggabungan data, teks, suara, dan berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital dan disebarluaskan
melalui jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan sistem gelombang mikro (Flew, 2008).
Media digital yang ada saat
ini telah berkembang sangat luas dengan berbagai kategori dan fungsinya. Penulis mengklasifikasikan media
digital berdasarkan fungsi dengan audiens muda antara lain sebagai media komunikasi, pembelajaran dan hiburan.
Media digital yang berfungsi
sebagai bentuk komunikasi diantaranya adalah media sosial. Media sosial memiliki fungsi untuk membentuk
jaringan dan komunikasi antar pengguna. Penggunaan media sosial untuk berkomunikasi termasuk bagi audiens
muda merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan, terutama di zaman sekarang. Bahkan, netizen Indonesia telah mendapatkan reputasi di dunia sebagai netizen yang terkenal aktif dan banyak memberikan komentar baik positif maupun
negatif terhadap situasi atau postingan
yang dianggap viral.
Dikutip dari Media Indonesia diperkirakan 87 persen anak-anak di Indonesia telah mengenal media sosial sebelum memasuki usia 13 tahun. Informasi ini merupakan
hasil penelitian dengan judul “Neurosensum
Indonesia Consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids” yang dilaksanakan oleh perusahaan riset independen dengan basis kecerdasan buatan (AI), Neuroseum, yang hasilnya pada usia 7 tahun rata-rata anak Indonesia telah mengenal
media sosial. Platform yang paling banyak digunakan oleh anak-anak antara lain 78 persen pengguna Youtube, 61 persen pengguna WhatsApp, 54 persen pengguna Instagram, 54 persen pengguna Facebook (54%), dan 12 persen
lainnya pengguna Twitter (Firdausya, 2021).
Berdasarkan perspektif
demassification dari teori
uses and gratification, setiap orang termasuk anak-anak dan remaja memiliki kesempatan untuk memilih sendiri aplikasi apa saja
yang akan mereka gunakan sebagai media untuk berkomunikasi. Perspektif lain disampaikan oleh McQuil, Blumler & Brown
Banning, (2007) pada (Kriyantono, 2014): mengkonsumsi media merupakan sebuah diversi (pelarian dari aktivitas
rutin keseharian pada
masing-masing individu) serta
cara untuk mendapatkan identitas personal (cara untuk membangun
nilai-nilai dan identitas diri). Terutama bagi anak-anak dan remaja yang masih mencari jati diri
dan nilai-nilai, menerima hal-hal baru yang ada di media sosial khususnya menjadi hal yang sangat menarik. Mereka dapat melakukan
interaksi antar sesame teman, bahkan mendapatkan
teman baru dari berkomunikasi di media sosial.
Akan tetapi kemampuan seleksi dari anak-anak dan remaja masih belum
berkembang dengan baik, sehingga dalam hal mengkonsumsi
media sosial, remaja dan terutama anak-anak dibawah umur masih
harus mendapatkan pengawasan yang ketat dari orang tua. Tingginya penggunaan media sosial yang terjadi di kalangan anak-anak dan remaja di Indonesia ini salah satu contoh kasusnya,
dalam media sosial. Berdasarkan Rancangan Undang-undangn Data Pribadi (RUU
PDP) Kementerian Komunikasi dan Informatika
mengusulkan usia 17 tahun sebagai batas
minimum usia untuk memiliki akun sosial
media, meskipun dari kebijakan atau aturan pada sebagian besar media sosial, memberikan batasan usia minimum 13 tahun.
Bagi anak-anak dan remaja, sesuai dengan tipologi Elihu Katz
1956-1970, dikutip dari (Kriyantono, 2014) memiliki media dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan sosial dan psikologisnya. Penggunan media sosial pada anak dapat memberikan
dampak positif salah satunya memicu kreativitas anak-anak dan remaja dalam menciptakan
atau memproduksi karya sendiri dari
sejak dini. Meskipun demikian, penggunaan media sosial tetap harus dibwh
pengawasan orang tua, sebab banyak sisi
negative dari penggunaan
media sosial misalnya saja melihat konten-konten
yang tidak sesuai dengan jenjang usianya, rentan menghadapi perundungan atau bullying di dunia maya yang juga dapat
mempengaruhi kesehatan
mental dari anak-anak dan remaja.
Rubin (2002) yang dikutip
dari Lopez, Hartmann & Apaolaza
(2019), teori uses and gratification juga berfokus pada perbedaan sosial dan keadaan psikologis. Lou et al., 2012 melakukan
riset yang bertujuan mengidentifikasi faktor
loneliness sebagai faktor psikologis dan sosial yang mempengaruhi secara signifikan mempengaruhi remaja dalam mengkonsumsi
media sosial (Lopez, Hartmann & Apaolaza, 2019).
Media Pembelajaran
Perkembangan aplikasi yang dapat di unduh melalui berbagai gawai saat ini
memberikan banyak pilihan bagi orang tua untuk memfasilitasi
media pembelajaran bagi anak-anaknya. Dikutip dari Kompas.com yang berjudul ’10
Tren Teknologi Pembelajaran di 2021’, yang dilansir
dari laman LPMP Gorontalo Kemendikbud Ristek, Naro Prasetyo menyebutkan
setidaknya terdapat 10 tren pembelajaran di tahun 2021 antara lain:
E-learning (pembelajaran berbasis elektronik)
Pembelajar dilakukan menggunakan komputer atau perangkat lainnya dengan menggunakan jaringan internet sebagai koneksi. E-learning ini mengembangkan multimedia, peralatan dan learning management systems. E-learning tentu saja memberikan
banyak keuntungan, terutama ketika masa pandemi covid-19 yang telah melanda seluruh dunia, dengan adanya e-learning, guru
dan siswa tidak perlu datang ke
sekolah dan melakukan pembelajaran secara langsung (tatap muka), selain itu
waktu pembelajaran juga menjadi lebih fleksibel.
Video-Assisted Learning (video sebagai media belajar)
Menggunakan video sebagai konsep utama dalam
pembelajaran. Penggunaan
video dalam media pembelajaran
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan kecerdasan kognitif, serta kemampuan sosial emosional. Media berbasis audio
dan visual dalam bentuk
video diharapkan memberikan
pengalaman belajar dapat lebih menarik
dan dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk dapat
memahami suatu konsep dengan lebih
mudah.
Blockchaiin Technology
Blockchaiin Technology merupakan sebuah sistem yang memberikan kemudahan setiap orang dengan akses yang sama untuk pelakukan perubahan pada sebuah data atau file dokumen tertentu. Salah satu contohnya yaitu penggunaan Misalnya saja Gdocs dalam
pembuatan sebuah teks dokumen. Dengan
penggunaan teknologi ini tentu saja
dapat meberikan keuntungan bagi penggunanya antara lain menghemat waktu dan biaya.
Big Data
Salah satu tuntutan saat ini
termasuk untuk menunjang media pembelajaran yaitu menyimpanan data yang besar. Terlebih lagi dengan semakin
meningkatnya penggunaan
media-media lainnya pada berbagai
gawai (komputer, laptop
smartphone dan lainnya) membuat
kebutuhan untuk penyimpanan data semakin besar. Salah satu solusi yang saat ini digunakan adaah
penggunaan Cloud yang dapat
memberikan kapasitas yang
sangat besar bahkan hingga unlimeted.
Artificial Iltelligence
AI atau teknologi dengan kecerdasan buatan merupakan pengembangan dari ilmu berbasis
teknologi komputer yang semakin berkembang pesat dengan membuat
berbagai perangkat mesin canggih sehingga
mesin dapat membantu manusia dalam melakukan tugas-tugas lain dari keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, salah satu contohnya adalah Google Maps dan
Google Translate.
Learning Analytics
Learning analytics atau
analisis pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk mengumpulkan, melakukan analisis dan pelaporan data tentang keselurahan mutu pendidikan, mulai dari karakteristik
pelajar, metode pembelajaran, hambatan dalam proses belajar mengajar dan lainnya. Analisis ini diperlukan
sebagai media untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh proses pembelajaran.
Gamification
Elemen pembelajaran yang digabungkan dengan karakteristik permainan yang menarik pada kegiatan pembelajaran..
Permainan adalah hal yang sangat menarik bagi semua orang baik dewasa maupun
anak-anak dan remaja, oleh sebab itu banyak
sekali produk game yang dibuat untuk meningkatkan
motivasi pembelajaran dengan menjadikan materi pembelajaran menjadi sebuah game.
Augmented Reality dan Virtual Reality
Kecerdasan teknologi ini memiliki kemampuan
penggabungan antara dunia nyata dengan dunia maya, hal tersebut tercipta
dengan pemanfaatan penggunaan VR dan AR secara bersamaan. Sehingga kegiatan belajar mengajar akan lebih
menarik dan menyenangkan misalnya saja pelajar
dapat berkunjung ke suatu tempat
secara virtual.
STEAM
Teknologi ini menggunkan pendekatan duni pendidikn dengan komponen Science,
Technology, Engineering, The Art, Mathematics sebagai
cara untuk memenuhi rasa keingintahuan pelajar untuk menyampaikan
pendapat dn berpikir lebih kritis. Dengan diterapkannya STEAM maka diharapkan siswa dapat berpikir lebih kontekstual dan holistik sehingga dapat memperluan pengetahuan siswa.
Social Media Learning
Sosial media saat ini banyak juga digunakan sebagai media pembelajaran sehingga lebih menarik. Para pengajar yang menggunakan media sosial sebagai media untuk memberikan materi ataupun tugas bagi para siswanya.
Rik Bair & Beth T. Bair dalam
tulisannya yang berjudul
“Applying Narrative Technique and Student-Generated Media to Promote Critical
Thinking and Student Agency for Online Learners” dalam
kesimpulannya menyebutkan bahwa ketika pengajar
atau sekolah berusaha untuk meningkatkan penyampaian materi yang bermakna dan menarik dalam konten
pendidikan online, mereka menjelajahi lingkungan belajar yang dapat dicampur dengan alat instruksi digital yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis . Penulis di sini meneliti bagaimana
eksplorasi design instruksional
yang diintegrasikan dengan teknik naratif media yang dibuat oleh siswa dengan berbagai alat teknologi instruksionl untuk meningkatkan pemikiran kritis dan agensi siswa dalam sebuah
konten (Bair, Rik & Bair, T. Beth, 2019)., dalam (Ma, Will, W. K., et al., 2019).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Michele Della Ventura yang dilakukan berdasarkan pada penggunaan media sosial Facebook untuk membuat pembelajaran
lebih efisien, memungkinkan siswa untuk menguraikan konsep pembelajaran dan menghubungkannya dengan hal yang sudah diketahui, dan diharapkan dapat meningkatkan atau menemukan konsep baru baik
oleh siswa maupun guru
(Ventura, D. Michele, 2019) dalam (Ma, Will W. K., et
al., 2019).
Berkembangnya media digital khususnya
dalam media pembelajaran membuat anak-anak dan remaja dapat membingkai
dan memahami arti dari tujuan penggunaan media tersebut, serta untuk memperkenalkan serangkaian variable yang harus diperhitungkan. Teori uses and gratifiation pada media pembelajaran
ini dapat melihat lebih jauh
bagaimana kebutuhan anak-anak dan remaja dalam menuntut ilmu yang ditunjang dengan kemajuan teknologi sehingga dapat meningkatkan minat belajar anak,
meningkatkan kreativitas,
dan cara berpikir kritis sejak dini.
Media yang dipilih oleh anak-anak
maupun orang tua dan guru
juga tidak semata-mata diputuskan oleh kebutuhan guru
dan orang tua saja, namun juga dorongan dari anak-anak dan remaja itu sendiri.
Media Hiburan
Sama halnya dengan orang dewasa, dengan kesibukannya di sekolah dan kegiatan lainnya anak-anak dan kalangan remajapun memerlukan hiburan sebagai pelepas stress dan kejenuhan. Media hiburan yang
paling sering dikaitkan dengan dunia anak-anak dan remaja adalah game online. Dikutip dari databoks,
berdasarkan hasil pelaporan dari We Are Social,
Indonesia merupakan negara ketiga
dengan jumlah pemain video game terbanyak di
dunia. Tercatat per Januari
2022 pengguna internet dengan
rentang usia 16 – 64 tahun sebanyak 94,5% memainkan video game.
Sementara dalam artikel berita CNBC Indonesia, Dedi Suherman (CEO Melon
Indonesia) pada talkshow Mastermiding
the Future of Indonesia Gaming Industry pada Expo 2022 di Dubai menyampaikan pada 2022 ini mobile
gaming mendominasi sebanyak
45% dari market kemudian diikuti PC Game, Playstation dan
Xbox dengan total 105 juta pemain di Indonesia. Diprediksi
pada tahun 2024 bisa mencapai 124,7 juta pemain (Bestari, 2022).
Meskipun data pasti terkait pengguna game online kalangan anak-anak dan remaja belum dapat
ditemukan secara pasti, namun pengguna
game online di kalangan anak-anak
dan remaja di Indonesia ini
terbilang tinggi. Pada laman info FKUI tahun 2019 disebutkan jika kecanduan game online di kalangan
anak dan remaja ini jumlahnya semakin
meningkat, walaupun masih belum dianggap
sebuah permasalahan serius. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 disimpulkan sebanyak 14% remaja dengan status siswa SMP dan SMA di Jakarta mengalami
ketergantungan bahkan ketergantungan pada internet diantaranya
bermain media sosial dan
game online.
Meskipun bentuk penggunaan media digital online game sebagai
bentuk hiburan, namun jika kalangan
anak-anak tidak mendapatkan pengawasan dan pembatasan dari orang tua hal ini
justru dapat menajadi sebuah permasalahan serius. Adiksi game online sejak 2018 telah menetapkan hal tersebut termasuk
gangguan mental dengan istilah gaming disorder.
Teori uses and gratifiation
pada asumsi yang disampaikan
oleh Rubin dalam (West & Turner, 2007) terdapat tipologi motif dari audiens muda
diantaranya menghabiskan waktu, hiburan, relaksasi pada media hiburan.
Penciptaan Konten untuk Anak-anak dan Remaja
Dewasa ini gadget sangatlah erat kaitannya dengan anak-anak dan remaja, orang tua yang dari sejak
dini telah mengenalkan gadget. Ditambah lagi dengan adanya
pembelajaran jarak jauh membuat anak-anak
sudah semakin terbiasa dengan gadget. Perkembangan media digital dalam hal penciptaan konten untuk anak-anak
dan remaja pun akhirnya dapat menjadi sebuah
komoditas pekerja kreatif, diantaranya konten kreator.
Konten kreator merupakan
pembuat konten, bisa berupa tulisan, ambar, video, suara ataupun penggabungan dari dua atau
lebih dalam media digital. Seiring perkembangan ekosistem digital saat ini, profesi konten
kreator menjadi salah satu profesi yang menjanjikan. Keberhasilan sejumlah konten kreator yang berhasil meraup keuntungan yang besar melalui konten
kreatif digitalnya juga menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah konten kreator,
khusunya di Indonesia. Selain
itu, adanya pandemi Covid-19 juga turut mendukung meningkatnya pertumbuhan konten kreator. Berdasarkan data SocialBuzz pada tahun 2020, konten kreator terdaftar di perusahaannya mencapai 2.552 per bulan dan meningkat
sejak bulan Maret 2020 yaitu pada saat awal pandemi
Covid-19, dengan jumlah
rata-rata konten kreator mencapai 7.730 per bulannya atau hampir tiga
kali lipat (Tesalonica,
2020).
Para konten kreator semakin berlomba-lomba membuat konten melalui berbagai macam platform digital untuk menarik dan menghibur agar semakin diminati oleh penontonnya. Salah satu konten yang banyak diminati adalah konten untuk
anak-anak. Konten edukatif lokal yang cukup terkenal di kalangan anak-anak di Indonesia antara lain:
Nussa Official
Nussa merupakan karya kreatif dalam
bentuk serial animasi karya anak bangsa
yang produksinya dibuat
oleh studio animasi The Little Giantz
dan 4Stripe Productions. Pertama kali serial ini ditanyangkan di media sosial Youtube sejak 20 November 2018. Konten
yang diciptakan bersifat
educational entertainment (edutainment). Tidak hanya menghibur, tayangan animasi ini mengandung pesan-pesan positif, terdapat pesan moral dan sekaligus pesan keagamaan. Selain tayangan di kanal Youtube, animasi ini juga tayang di televisi di Indonesia dan Malaysia, selain
itu sebuah film animasi dengan judul yang sama juga pernah dirilis di bioskop pada Oktober 2021.
Tayangan ini akhirnya menjadi sebuah komoditas yang cukup besar, dengan
perkiraan pendapatan bulanan Nussa Official dari Youtube sekitar
$58.2 per bulan (Youtubers.me).
Kok Bisa?
‘Kok Bisa?’ merupakan sebuah platform media
yang bergerak dibidang edukasi yang disampaikan dalam sebuah video animasi. Tayangan edukasi ini ditargetkan
untuk para remaja melalui kanal Youtube.
Keresahan yang dialami oleh
tiga mahasiswa akhirnya menghasilkan sebuah karya dengan
membuat video berupa motion
graphict atau animasi. Berkat konten video penjelasan yang berjudul “Mengapa Rupiah Melemah?” akhirnya membuat mereka berhasil mendapatkan 40.000 pelanggan dan mencuri perhatian para penonton Youtube.
Diva the Series
Dengan konsep yang hampir sama dengan
tayangan Nussa, Diva the
Series merupakan tayangan
yang menanamkan nilai sosial yang sangat penting khusunya bagi anak-anak
usia dini. Pada konten ini menayangkan
cerita dengan berbagai latar belakang suku dan agama, sehingga dapat mengajarkan pesan-pesan positif kepada anak-anak bagaimana cara menyelesaikan permasalahan antara teman, serta nilai
akhlak yang tertuang dalam tayangan dapat menjadi sebuah
pembelajaran bagi anak-anak. Channel Youtube Diva
the Series telah memiliki lebih dari tiga
juta subscribers dan lebih dari 500 video yang diunggah.
Lagu Anak Indonesia Balita
Konten lain yang juga sangat dikenal
dikalangan anak-anak
Indonesia adalah channel Youtube
dengan nama Lahu Anak Indonesia Balita.
Channel ini menampilkan konten yang berisi lagu-lagu anak Indonesia termasuk lagu daerah.
Channel ini dapat menjadi tontonan menarik bagi balita
sekaligus menjadi media pembelajaran untuk menambah kosakata baru bagi anak-anak
balita. Meskipun sejatinya anak balita masih belum
memerlukan media digital, namun
orang tua dapat mengenalkan tetapi masih dalam pengawasan
dan pembatasan sesuai dengan keperluan.
Selain dari kebutuhan dari audiens muda akan
sebuah konten, para konten kreator menjadikan minat dari audiens menjadi
sebuah tempat untuk menyalurkan bakat dan kreativitasnya menjadi sebuah komoditas yang menjanjikan.
Hal yang mendorong
para konten kreator ini merupakan bentuk
uses and gratification terhadap media digital. Penyebab utamanya adalah karena kebutuhan
tontonan dengan tema pendidikan bagi kalangan anak-anak
dan remaja Indonesia yang masih
sangat kurang, sehingga mendorong para konten kreator ini untuk
membuat konten yang bermanfaat. Meskipun tujuan akhir mereka
pada akhirnya adalah jumlah pelanggan dan penghasilan dari hasil ide kreatif yang mereka tuangkan dalam sebuah karya.
Namun hasil karyanya ini dapat
menjadi sebuah hal yang dapat bermanfaat dan memberikan edukasi kepada para pengguna media digital khususnya audiens muda.
Heath (2005), Papacharissi
(2010) dan West & Turner (2007) yang dikutip dari (Kriyantono, 2014) sesuai dengan deskripsi
asumsi dasar Katz, Blumler & Gurevitch pada
1974, media selalu berkompetisi
dengan sumber pemuasan kebutuhan lain, selain itu
motif dari audiens muda juga harus dieksplorasi untuk menemukan nilai-nilai yang ada di dalam diri
individu saat menggunakan media. Dari asumsi tersebut pembuatan media sesuai dengan target merupakan bentuk kompetisi dari media itu sendiri yang mengikuti motif atau kebutuhan dari audiens muda.
Kesimpulan
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya pada bagian pendahuluan dari penelitian ini, penulis ingin
memahami lebih jauh tentang bagaimana
tren penggunaan media
digital khususnya pada komunikasi
yang ditargetkan pada audiens
kalangan anak-anak dan remaja, serta penciptaan
konten bagi anak-anak dan remaja di
Indonesia. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Berdasarkan teori uses and
gratification, audiens muda
memiliki dorongan yang tinggi akan kebutuhannya
mengkonsumsi media digital. Dorongan
tersebut antara lain; pertama, adanya kebutuhan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan sesama yang dipenuhi dengan penggunaan media sosial untuk menjadi sarana
komunikasinya; kedua, adanya kebutuhan untuk pembelajaran, terutama saat diberlakukannya
pembelajaran daring saat
masa Pandemi Covid-19 yang lalu,
para siswa dan guru perlu membuat improvisasi agar siswa tidak bosan
dan dapat memberikan pengalaman dan pemahaman yang baru dengan adanya
media digital untuk pembelajaran.
Teori uses and gratifiation
pada media pembelajaran ini
dapat melihat lebih jauh bagaimana
kebutuhan anak-anak dan remaja dalam menuntut
ilmu yang ditunjang dengan kemajuan teknologi sehingga dapat meningkatkan minat belajar anak,
meningkatkan kreativitas,
dan cara berpikir kritis sejak dini;
ketiga, pada asumsi teori uses and gratifiation yang disampaikan oleh Rubin dalam
(West & Turner, 2007) terdapat tipologi motif dari audiens muda diantaranya
menghabiskan waktu, hiburan, relaksasi pada media hiburan.
- Bentuk uses and gratification terhadap
media digital juga muncul dari
para konten kreator yang membaca kebutuhan audiens muda akan
konten-konten media digital yang masih
sangat minim yang dapat dikonsumsi
oleh audiens muda (anak-anak dan remaja), sehingga pembuatan konten media digital sesuai dengan target merupakan bentuk kompetisi dari media itu sendiri yang mengikuti motif sebagai pemuas akan kebutuhan dari audiens muda.
Adapun rekomendasi atau saran bagi penelitian selanjutnya adalah, penelitian ini masih belum
melakukan sampling atau wawancara lebih mendalam baik terhadap
audiens muda maupun terhadap para konten kreator sebagai pencipta dari tayangan-tayangan yang khusus dibuat untuk
memenuho kebutuhan audiens muda..
BIBLIOGRAFI
Bair,
R., & Bair, Beth, T.
(2019). Applying Narrative Technique and Student-Generated
Media to Promote Critical Thinking
and Student Agency for
Online Learners. Chapter
10-Selected Papers from the HKAECT 2019 International Conference. Hong Kong, China,
17 – 19 June 2019.
Bestari, N. P. (2022). 76,8% Warga RI sudah Pakai Internet, Tapi banyak PR-nya.
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220120142249-37-309046/768-warga-ri-sudah-pakai-internet-tapi-banyak-pr-nya#:~:text=Jakarta%2C%20CNBC%20Indonesia%20%2D%20Pada%20Januari,semakin%20intensif%20dalam%20menggunakan%20internet
Bestari, N., P. (2022). Wow! Tiga
Tahun lagi Pemain Game di RI Tembus 127 Juta Orang. Diakses pada:
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220107062906-37-305334/wow-tiga-tahun-lagi-pemain-game-di-ri-tembus-127-juta-orang
Firdausya, I. (2021). Survei: 87% Anak
Indonesia Main Medsos Sebelum
13 Tahun. Diakses pada:
https://mediaindonesia.com/humaniora/398511/survei-87-anak-indonesia-main-medsos-sebelum-13-tahun
Flew,
T. 2008. New Media : an introduction.
New York: Oxford University Pers.
Goggin, G. (2012). Google phone rising:
The Android and the politics of open source. Continuum-Journal of Media & Cultural
Studies - CONTINUUM-J MEDIA CULT STUD, 26, 741–752.
https://doi.org/10.1080/10304312.2012.706462
Grant, M. J., &
Booth, A. (2009). A typology of reviews:
an analysis of 14 review types and associated methodologies. Journal Compilation,
26, 91–108.
Griffin, E., Ledbetter, A., & Sparks,
G. (2019). A First Look at Communication
Theory, Tenth Edition. McGraw Hill Education
Hidayat, W. (2014). Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia.
https://kominfo.go.id/content/detail/4286/pengguna-internet-indonesia-nomor-enam-dunia/0/sorotan_media
Kominfo. (2014). 98 Persen Anak
dan Remaja Tahu Internet. Diakses pada:
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3836/98+Persen+Anak+dan+Remaja+Tahu+Internet/0/berita_satker
Kompas. (2021). 10 Tren Teknologi Pembelajaran
di 2021. Diakses pada:
https://www.kompas.com/edu/read/2021/11/22/061700471/10-tren-teknologi-pembelajaran-di-2021?page=all
Kriyantono, R. (2014). Teori-teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Kencana
(Prenanda Media Group).
Swist,
T., Collin, P., McCormack, J. (2015). Social Media and the Wellbeing of Children and Young
People: A literature review.
Institute for Culture and Society, University of Western Sydney.
Lopez, C., Hartmann, P., & Apaolaza, V.
(2019). Gratification on Social
Networking Site: The Role of Secondary School Students’ Individual Differences in Loneliness.
Journal of Educational Computing Research
2019, Vol 57 (I) 58 – 82. Sagepub.
Ma, Will W. K., Chan, Wendy W. L.,
& Cheng, Cat M., (2019). Shaping
the Future of Education, Communication and Technoligy. Selected Papers from the
HKAECT 2019 International Conference. Hong Kong, China, 17 – 19 June 2019.
Mondi,
M., Woods, P., & Rafi, A. (2007). Students’ ‘Uses and Gratification Expectacy’ Concept Framework in relation to
E-learning Resources. Asia Pacific Education Review 2007, Vol. *,
No. 3, 435-449. Copyright 2007 by Education
Research.
Nasyaya, M., & Adila, I. (2019). Diversifikasi
Fitur dan Kolonialisasi Data pada LINE Social Messaging Features Diversification and Data Colonialism
on LINE Social Messaging. 8(2).
https://doi.org/10.31504/komunika.v8i2.2459
Tesalonica. (2020). Jumlah influencer
Indonesia meningkat di tengah
pandemi. Tek.id.
https://www.tek.id/culture/jumlah-influencer-indonesia-meningkat-di-tengahpandemi-b1ZVp9je
Ventura, M., D. (2019). Monitoring the
earning Process to Enhance Motivation by Means of Learning by Discovery Using Facebook. Chapter 9-Selected Papers from the HKAECT 2019
International Conference. Hong Kong, China, 17 – 19 June
2019.
West, Richard &
Turner, Lynn H. (2010). Introducing
Communication Theory:
Analysis and Application Fourth Edition, New York: McGraw Hill Higher Education.
Copyright holder: Kathrien Nona (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |