Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 5, Mei 2024
PENGARUH
GLOBALISASI TERHADAP PEREKONOMIAN DITINJAU DARI HUKUM NIAGA
Budi
Praptawismacaya Amir
Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan besar dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia bisnis. Transaksi elektronik
(e-commerce) telah menjadi semakin populer dan banyak digunakan oleh berbagai
pihak. Penggunaan TIK dalam transaksi bisnis menghadirkan berbagai aspek hukum
yang perlu dikaji dan dipahami, hal ini penting untuk memastikan kepastian
hukum dan melindungi hak-hak para pihak yang terlibat dalam transaksi
elektronik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai aspek
hukum yang relevan dengan penggunaan TIK dalam transaksi bisnis di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan
data pada penelitian ini adalah studi literatur. Data yang telah terkumpul
kemudian dianalisa dalam tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa aspek hukum yang
relevan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam transaksi
bisnis meliputi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP 82/2012), Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam
Sistem Elektronik (Permen Kominfo 20/2016),
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan
Konsumen) serta KUHP.
Kata kunci: Kapita Selekta, Hukum Bisnis,
Transaksi Elektronik
Abstract
The development of information
and communication technology (ICT) has brought major changes in various aspects
of life, including in the business world. Electronic transactions (e-commerce)
have become increasingly popular and widely used by various parties. The use of
ICT in business transactions presents various legal aspects that need to be
studied and understood, this is important to ensure legal certainty and protect
the rights of the parties involved in electronic transactions. The aim of this
research is to analyze various legal aspects relevant to the use of ICT in
business transactions in Indonesia. This study used qualitative research
methods. The data collection technique in this research is literature study.
The data that has been collected is then analyzed in three stages, namely data
reduction, data presentation and drawing conclusions. The research results show
that the legal aspects relevant to the use of information and communication
technology in business transactions include Law Number 11 of 2008 concerning
Electronic Information and Transactions (UU ITE), Government Regulation Number
82 of 2012 concerning the Implementation of Electronic Systems (PP 82/2012 ),
Regulation of the Minister of Communication and Information Technology Number
18 of 2014 concerning the Implementation of Electronic Certificates (Permen
Kominfo 18/2014), Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (Consumer
Protection Law) and the Criminal Code.
Keywords: Capita Selecta, Business Law,
Electronic Transactions
Pendahuluan
Pada sebuah bisnis, transaksi
sering kali merujuk pada kegiatan ekonomi di mana barang atau jasa dibeli,
dijual, atau ditukar antara perusahaan atau individu, hal ini melibatkan
berbagai proses, mulai dari negosiasi harga, pembuatan kontrak, pembayaran,
pengiriman barang atau jasa, hingga penyelesaian administrasi dan pembukuan.
Sementara itu, dalam konteks keuangan, transaksi bisa merujuk pada berbagai
aktivitas seperti pembelian atau penjualan saham, obligasi, mata uang, atau
instrumen keuangan lainnya. Transaksi keuangan ini sering dilakukan di pasar
keuangan atau platform perdagangan online.
Secara umum, transaksi melibatkan
pertukaran nilai ekonomi antara pihak-pihak yang terlibat. Ini bisa dalam
bentuk pembayaran uang tunai, pembayaran elektronik, atau pertukaran aset lain
yang memiliki nilai ekonomi. Selain itu, transaksi juga dapat mencakup berbagai
perjanjian, kontrak, atau kesepakatan hukum lainnya yang mengatur hubungan
antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan
definisi tentang transaksi elektronik dalam Pasal 1 ayat (4), yang menyatakan:
"Transaksi Elektronik adalah
setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan
menggunakan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang
sah."
Dalam konteks ini,
"informasi atau dokumen elektronik" mencakup segala bentuk data,
pesan, teks, gambar, suara, atau perekaman dalam bentuk elektronik, yang bisa
disimpan, diproses, dan ditransmisikan melalui sistem elektronik. Dengan
demikian, transaksi elektronik memiliki arti lebih luas dari transaksi bisnis
secara umum yang dibatasi oleh konteks ekonomi dan keuangan tetapi diperluas
hingga mencakup berbagai jenis kegiatan hukum, seperti pembelian dan penjualan
barang atau jasa secara online, pertukaran dokumen elektronik seperti kontrak,
surat perjanjian, dan faktur, serta segala bentuk interaksi hukum lainnya yang
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai mediumnya. Lebih lanjut
akan dibahas aspek Cyber Law ini terhadap tujuan
dari pembentukan Undang-undang dan tatanan social, Perlindungan Konsumen,
Perpajakan dan Bea Cukai serta Keamanan dan Privasi Data Elektronik.
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah lanskap bisnis secara
signifikan, terutama dengan munculnya transaksi elektronik atau e-commerce yang
semakin populer dan tersebar luas. Penggunaan TIK dalam transaksi bisnis
membawa implikasi hukum yang penting untuk dipahami. Aspek hukum ini mencakup
berbagai peraturan dan regulasi yang mengatur proses dan tanggung jawab dalam
transaksi elektronik. Kajian terhadap aspek hukum ini menjadi sangat penting
untuk memastikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak para pihak yang
terlibat dalam transaksi elektronik. Sehingga dengan memahami kerangka hukum
yang berlaku, pelaku bisnis dapat mengurangi risiko hukum dan memastikan bahwa
transaksi elektronik mereka dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang aspek hukum
dalam transaksi elektronik merupakan hal yang krusial dalam konteks bisnis
modern yang didorong oleh teknologi informasi.
Penelitian
terdahulu oleh Cahyadi (2020) meneliti aspek hukum pemanfaatan
digital signature dalam meningkatkan efisiensi, akses dan kualitas fintech
syariah menunjukan bahwa penggunaan tanda tangan digital dalam transaksi
keuangan telah diatur dalam UU ITE serta aturan turunannya berupa POJK bahwa
fatwa DSN MUI. Produk PrivyID telah diakui oleh pemerintah baik oleh
Kementerian Informatika, Kementerian dalam negeri, Bank Indonesia dan OJK.
Kedepannya diharapkan agar penggunaaan tandatangan digital yang merupakan hal
baru perlu upaya sosialisasi di masyarakat terutama dalam sektor bisnis dan
pemerintahan.
Penelitian lain
oleh Ramli et al. (2020) meneliti aspek hukum platform
e-commerce dalam era transformasi digital, hasil penelitian menunjukan bahwa upaya perlindungan hukum bagi konsumen
yang dilakukan secara preventif, represif, protektif, solutif, dan alternatif
melalui penyelesaian sengketa, baik jalur litigasi maupun nonlitigasi sehingga
perlindungan hukum terhadap konsumen yang memanfaatkan platform e-commerce
sebagai sarana alternatif dalam berbelanja online dapat terjamin dengan
adanya upaya hukum dari pemanfaatan regulasi yang mengatur tentang perdagangan
elektronik khususnya pada platform e-commerce.
Kebaharuan
penelitian ini adalah dari obyek penelitian yakni aspek hukum yang relevan dengan penggunaan TIK dalam transaksi bisnis di
Indonesia belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian
ini juga memberikan kontribusi teoritis dengan memperluas pemahaman tentang
hukum bisnis terkait transaksi elektronik di Indonesia. Temuan dari penelitian
ini dapat menjadi landasan bagi penelitian lanjutan dalam bidang hukum bisnis
dan teknologi informasi, serta memberikan sumbangan terhadap pengembangan
kebijakan yang berkaitan dengan regulasi transaksi elektronik di Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai aspek hukum yang relevan
dengan penggunaan TIK dalam transaksi bisnis di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan sebuah
pendekatan dalam penelitian yang bertujuan untuk memahami dan menjelaskan
fenomena dengan mendalam melalui pengumpulan data non-numerik. Pendekatan ini
lebih bersifat deskriptif dan menekankan pada proses interpretasi data untuk
memahami konteks sosial, budaya, dan psikologis dari subjek yang diteliti (Ardyan
et al., 2023). Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini adalah studi literatur. Studi literatur merupakan pendekatan
yang memanfaatkan sumber-sumber tertulis seperti buku, jurnal ilmiah, artikel,
laporan riset, dan dokumen lainnya untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan topik penelitian (Rifa’i,
2023). Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dalam tiga
tahapan yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Zaman digital saat ini telah
membawa dampak besar di berbagai sektor kehidupan. Kecepatan dan kemudahan
akses internet telah mengubah cara manusia berinteraksi, bekerja, dan mengakses
informasi. Perkembangan digital technology telah menciptakan gaya hidup yang
instan dan serba cepat, di mana informasi dapat disebarkan dengan sangat cepat
dalam hitungan detik. Revolusi Industri yang terjadi menandai perubahan
mendasar dalam cara produksi dan bisnis dilakukan. Manusia semakin terlibat
dengan teknologi digital yang semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Revolusi industri melalui teknologi digital mencerminkan perubahan bagi setiap manusia
dalam segala bidang (Megawati,
2021).
Dalam kurun waktu beberapa tahun
terakhir, pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Menurut data yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII), pada tahun 2024, jumlah pengguna internet mencapai
221.563.479 orang dari total populasi Indonesia sebanyak 278.696.200 orang pada
tahun 2023. Berdasarkan hasil survei tersebut pada tahun 2024, tingkat
penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5%. Angka ini menunjukkan
peningkatan sebesar 1,4% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sejak tahun
2018, tingkat penetrasi internet di Indonesia terus mengalami pertumbuhan,
mulai dari 64,8% pada tahun tersebut, kemudian 73,7% pada tahun 2020, 77,01%
pada tahun 2022, dan 78,19% pada tahun 2023. Ini menandakan peningkatan
konsisten grafik tren positif penetrasi internet Indonesia dalam lima tahun
terakhir yang naik secara signifikan (APJII, 2024).
Berdasarkan hasil survei yang
menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Fakta ini menjadi peluang yang diakui oleh sebagian besar
pelaku usaha, sebagian besar masyarakat menyadari akan keberadaan internet
bukan hanya sekedar untuk mencari informasi, komunikasi, dan hiburan saja
melainkan sebagai sarana untuk berbisnis. Sebelumnya, kegiatan bisnis terutama
berpusat pada metode konvensional, tetapi sejak hadirnya internet, bisnis
konvensional mengalami transformasi menjadi bisnis online (Rahmidani,
2015). Perubahan ini mencerminkan dampak positif internet
terhadap dunia bisnis secara keseluruhan, sehingga berdasarkan hasil survei
yang dilakukan oleh APJII, bisnis elektronik dianggap sebagai "ladang
bisnis" yang memiliki potensi untuk terus berkembang.
Menurut Fitriana dan Harun (2020) perkembangan perdagangan elektronik (e-commerce) yang
pesat telah mengubah secara signifikan cara konsumen melakukan pembelian produk
atau jasa. Lonjakan transaksi e-commerce melalui internet dianggap sebagai
dampak positif dari revolusi internet. Jika sebelumnya konsumen harus pergi
secara fisik ke pasar untuk membeli barang atau menyewa layanan, konsumen
e-commerce dapat dengan mudah mendapatkan produk atau layanan yang mereka
butuhkan hanya dengan beberapa klik. Potensi e-commerce terletak pada
kemampuannya untuk memudahkan konsumen mendapatkan produk atau layanan tanpa
harus mengatasi jarak fisik yang jauh. Melalui internet, berbagai produk dan
layanan tersedia bagi konsumen e-commerce, menciptakan sebuah revolusi besar
dalam perilaku belanja manusia. Seiring dengan berkembangnya konsumen
e-commerce, revolusi ini dianggap sebagai yang terbesar dalam sejarah umat
manusia. Adanya kemudahan dalam mendapatkan produk atau layanan melalui
e-commerce telah mengubah paradigma tradisional konsumen dan memberikan
alternatif yang lebih efisien serta praktis dalam berbelanja. Kemudahan yang
ditemui dalam e-commerce juga memiliki dampak signifikan pada cara transaksi
dilakukan, di mana kini transaksi dapat terealisasi tanpa perlu pertemuan
langsung, melainkan melalui media komunikasi yang terhubung dengan jaringan
internet. Jenis transaksi ini dikenal sebagai transaksi elektronik merupakan
suatu tindakan hukum yang dilakukan menggunakan komputer, jaringan komputer,
atau media elektronik lainnya (Parmitasari,
2021).
Namun, peningkatan yang cukup
signifikan dalam volume jual-beli dalam transaksi elektronik perlu diwaspadai,
karena dibandingkan dengan perdagangan konvensional, transaksi elektronik
memiliki risiko yang lebih tinggi. Meskipun e-commerce memberikan keuntungan,
penggunaannya juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pengguna. Salah
satu kerugian serius yang dapat terjadi adalah serangan cybercrime, yang
berpotensi menyebabkan kebocoran data pengguna dan penyalahgunaan data untuk
kegiatan kriminal. Masalah ini menjadi ancaman serius dan memerlukan perhatian
lebih. Serangan kejahatan siber sebagai risiko transaksi elektronik
mengharuskan penyedia layanan e-commerce mencari solusi untuk meningkatkan
keamanan konsumen dan melindungi data secara lebih efektif. Namun, ternyata
solusi ini tidak selalu dapat mengatasi serangan cybercrime dalam skala yang
lebih luas. Oleh karena itu, diperlukan adanya undang-undang yang mengatur
perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce untuk menghindari risiko yang
dapat mengancam keamanan konsumen (Ady et al., 2022).
Aspek hukum dianggap sangat
penting dalam suatu masyarakat, dimaksudkan untuk mewujudkan lingkungan
masyarakat yang nyaman dan adil. Hukum tidak dirancang agar dilanggar,
melainkan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara (Putri,
2022). Dalam hal penggunaan teknologi dan informasi dalam transaksi elektronik,
penting adanya aspek hukum yang berperan sebagai payung hukum. Tujuannya tidak
hanya untuk melindungi warga negara dari risiko transaksi elektronik, tetapi
juga untuk mengembangkan perekonomian negara. Beberapa aspek hukum yang relevan
dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam transaksi bisnis
meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
Undang-Undang UUITE mengatur
tujuan dan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, hal yang
diatur mencakup tata cara transaksi elektronik, kewajiban, dan perlindungan
hukum.
2. Undang-Undang nomor 19 tahun 2016, perubahan pertama
atas UU ITE nomor 11 tahun 2008.
Undang-Undang ini, difokuskan
pada upaya perlindungan terhadap penyalahtafsiran hak privasi. Kemudian
menetapkan penyebaran informasi diatur sebagai delik aduan, bukan sebagai
tindak pidana umum. Selain itu, perubahan ini juga mengatur ketentuan terkait
penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan, pemutusan akses, dan sejumlah
hal lainnya untuk tujuan kepentingan dan keamanan publik.
3. Undang-Undang nomor 1 tahun 2024, perubahan kedua atas
UU ITE nomor 11 tahun 2008.
Undang-Undang perubahan ini
bertujuan untuk menjaga lingkungan digital agar tetap bersih, sehat, beretika,
produktif, dan adil. Selanjutnya, perubahan ini bertujuan memberikan kejelasan
terhadap multitafsir dan kontroversi yang mungkin timbul di masyarakat terkait
isu-isu digital. Selain itu, perubahan ini juga mengatur aspek transaksi
elektronik dan kontrak elektronik internasional. Di samping itu, perhatian
khusus diberikan terhadap perlindungan anak dalam penggunaan teknologi dan
transaksi elektronik.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP 82/2012)
Peraturan yang dikenal sebagai PP
82/2012 bertujuan merinci panduan penyelenggaraan sistem dan transaksi
elektronik. memuat pembagian penyelenggaraan sistem transaksi elektronik, lebih
lanjut, PP ini juga menyajikan petunjuk teknis mengenai tata cara
penyelenggaraan sistem transaksi elektronik, termasuk pengamanan data dan
perlindungan konsumen (Rosmayati, 2023).
5. Peraturan Mentri Komunikasi dan Informatika nomor 20 tahun
2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik
PP 82/2012, memberikan panduan
rinci terkait penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik. Kemudian
peraturan ini mencakup aspek pembagian tanggung jawab terkait penyelenggaraan
sistem transaksi elektronik. Selain itu, PP 82/2012 menyajikan petunjuk teknis
mengenai tata cara penyelenggaraan sistem transaksi elektronik, yang mencakup
langkah-langkah terkait pengamanan data dan perlindungan konsumen.
6. Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindunga
konsumen (UUPK)
Undang-Undang PK mengatur
sejumlah aspek, termasuk hak, kewajiban, sanksi, dan penyelesaian sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha. Meskipun undang-undang ini tidak secara
spesifik dirancang untuk mengakomodir transaksi elektronik, tetapi dapat
diinterpretasikan dan diterapkan dengan memperhatikan ketentuan terkait
transaksi dalam regulasi lain (Ramli et al., 2020).
7. KUHPperdata
Dalam KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) tetap dapat dijadikan acuan dalam hukum
transaksi elektronik, misalnya Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal tersebut secara
khusus menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian
dianggap sah dan dapat dianggap mengikat kedua belah pihak yang terlibat dalam
transaksi e-commerce (Anjani & Santoso, 2018).
Dalam lingkup transaksi
elektronik, penting untuk menekankan beberapa aspek krusial dalam hukum yang
melibatkan perlindungan konsumen, keamanan data privasi, dan aspek perpajakan.
Aspek-aspek ini mencerminkan upaya untuk memastikan keadilan, keamanan, dan
kepatuhan terhadap peraturan dalam lingkungan transaksi elektronik. Aspek-aspek
tersebut di uraikan sebagai berikut:
1.
Perlindungan Konsumen
Dalam Pasal 8 UU Perlindungan
Konsumen, terdapat kewajiban bagi pelaku usaha untuk memasarkan produk dengan
setidaknya sesuai dengan deskripsi, tidak menjual barang cacat atau tercemar,
serta menjelaskan kondisi produk secara rinci sesuai fakta kepada calon
pembeli. Jika terjadi kerugian dalam transaksi jual beli, Pasal 19 Ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab untuk
mengganti kerugian kepada konsumen, baik dengan mengembalikan uang konsumen,
melakukan pertukaran produk sejenis atau yang senilai, memberikan pemeliharaan
kesehatan, atau memberikan santunan. Jika pelaku usaha enggan atau tidak
bersedia bertanggung jawab atau memberikan ganti rugi, konsumen dapat
mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Selain
ganti rugi, Pasal 62 dan Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen menegaskan adanya
sanksi pidana dan hukuman tambahan bagi pelaku usaha yang tetap menolak untuk
mengganti kerugian yang diakibatkannya. Untuk penyelesaian sengketa, Pasal 45
Ayat (2) memberikan opsi sukarela apakah akan melalui litigasi atau
nonlitigasi, dengan catatan bahwa upaya nonlitigasi tidak akan menghapuskan
tanggung jawab pidana. Sanksi pidana juga termaktub dalam Pasal 28 dan Pasal 45
Ayat (2) UU ITE, yang menyatakan bahwa perbuatan berbohong atau menyediakan
informasi yang menyesatkan konsumen dianggap sebagai pelanggaran yang dapat
dikenai pidana penjara maksimal enam tahun atau denda maksimal Rp1 miliar
(Ramli et al., 2020).
2.
Keamanan data privasi
Dalam UU ITE Pasal 26 dijelaskan
bahwa penggunaan informasi melalui media elektronik yang terkait dengan data
pribadi seseorang harus dilakukan dengan persetujuan dari individu yang
bersangkutan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, sebagai perubahan atas UU ITE
sebelumnya, memberikan ketentuan yang lebih terperinci mengenai perlindungan
data pribadi dalam transaksi e-commerce. Undang-Undang ini menetapkan dasar
hukum yang spesifik untuk melindungi data pribadi dan memberikan otoritas
kepada pemerintah untuk menjaga masyarakat dari risiko penyalahgunaan informasi
dan transaksi elektronik (Agung & Nasution, 2023). Pengguna memiliki
hak untuk mengajukan keluhan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia dengan alasan penyelenggara sistem informasi elektronik yang
gagal memberikan perlindungan terhadap data pribadi pengguna. Dalam konteks
tindakan hukum, keluhan dapat berupa pengaduan tanpa perlu membuktikan adanya
unsur kerugian yang mengakibatkan kebocoran data pribadi. Terkait dengan aspek
hukuman atas pelanggaran ketentuan perlindungan data pribadi, Pasal 36
Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 mengatur tindakan seperti teguran
lisan dan tertulis, pemberhentian sementara aktivitas usaha, atau pengumuman
melalui situs dalam jaringan (situs online) (Kesuma et al., 2021).
3.
Pajak transaksi elektronik
Penarikan pajak
pada transaksi elektronik bertujuan untuk menjaga keadilan di antara semua
Wajib Pajak, baik yang terlibat dalam model bisnis konvensional maupun
elektronik. Meskipun sebelumnya terdapat persepsi di masyarakat bahwa transaksi
elektronik tidak dikenakan pajak, namun prinsipnya tidak ada perbedaan antara
transaksi jual beli melalui elektonik dan transaksi konvensional. Keduanya
harus tunduk pada kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ditjen Pajak selama ini telah mengamati perkembangan e-commerce di Indonesia dan
dalam rangka menjelaskan bahwa pelaku e-commerce juga harus memenuhi kewajiban
perpajakannya, Ditjen Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor 62 (SE-62). Isi dari
peraturan tersebut secara esensial menegaskan bahwa setiap individu yang
menerima penghasilan di atas ambang batas tertentu harus dikenakan pajak. Hal
ini berlaku terutama jika barang yang diperdagangkan termasuk dalam kategori
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Agar tidak memberatkan perusahaan
e-commerce yang masih dalam tahap rintisan (startup), pajak PPh baru akan
dikenakan jika nilai pendapatannya melebihi Rp 4,8 miliar atau melewati batas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). Selain itu, besaran pajak yang harus dibayarkan kepada negara masih
mengikuti sistem pelaporan mandiri (self-assessment) (Sari, 2018).
Berdasarkan spek-aspek hukum
tersebut, memiliki peran fundamental sebagai dasar dalam melaksanakan transaksi
bisnis melalui platform teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, aspek
hukum tersebut juga memberikan kerangka kerja yang terstruktur untuk melindungi
hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik. Melalui
pemahaman dan mengimplementasikan ketentuan hukum yang berlaku, pelaku bisnis
dapat memastikan kepatuhan mereka dan mengurangi potensi risiko hukum yang
mungkin muncul dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
lingkup transaksi bisnis.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat beberapa aspek hukum yang relevan dalam penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dalam transaksi bisnis. Di antara aspek hukum tersebut
adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP 82/2012), Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi
dalam Sistem Elektronik (Permen Kominfo 20/2016), Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), dan KUHP.
Aspek-aspek hukum ini menjadi landasan penting dalam menjalankan transaksi
bisnis melalui platform teknologi informasi dan komunikasi, serta memberikan
kerangka kerja yang jelas dalam melindungi hak dan kewajiban para pihak yang
terlibat dalam transaksi tersebut. Sehingga dengan memahami dan menerapkan
ketentuan hukum yang berlaku, pelaku bisnis dapat menjaga kepatuhan dan
menghindari risiko hukum yang mungkin timbul dalam penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dalam transaksi bisnis.
BIBLIOGRAFI
Ady, E. N. S., Nisrina, F. B.,
Ramadhani, F., & Irawan, F. (2022). Urgensi KUHD Dalam Menangani Risiko
Kejahatan Siber Pada Transaksi E-Commerce: Pentingnya Kodifikasi Ketentuan Umum
Hukum Dagang sebagai respon pemerintah terhadap perlindungan konsumen dalam
transaksi e-commerce. Journal of Law, Administration, and Social
Science, 2(1), 45-55.
Agung, S. F. A. T., & Nasution, M.
I. P. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Konsumen Dalam Melakukan
Transaksi Di E-Commerce. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Bisnis (JEMB), 2(1),
5-7.
Anjani, M. R., & Santoso, B.
(2018). Urgensi Rekonstruksi Hukum E-Commerce Di Indonesia. Law Reform, 14(1),
89-103.
APJII.
(2024). APJII Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 221 Juta Orang.
https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang
Ardyan,
E., Boari, Y., Akhmad, A., Yuliyani, L., Hildawati, H., Suarni, A., Anurogo,
D., Ifadah, E., & Judijanto, L. (2023). Metode Penelitian Kualitatif Dan
Kuantitatif: Pendekatan Metode Kualitatif dan Kuantitatif di Berbagai Bidang.
PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Cahyadi,
T. N. (2020). Aspek Hukum Pemanfaatan Digital Signature Dalam Meningkatkan
Efisiensi, Akses Dan Kualitas Fintech Syariah. Jurnal Rechts Vinding: Media
Pembinaan Hukum Nasional, 9(2), 219.
Fitriana,
W., & Harun, S. H. (2020). Respon Hukum Indonesia Terhadap Transaksi
Elektronik (E-Commerce). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kesuma, A. N. D. H., Budiartha, I. N.
P., & Wesna, P. A. S. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Data
Pribadi Konsumen Teknologi Finansial Dalam Transaksi Elektronik. Jurnal
Preferensi Hukum, 2(2), 411-416.
Megawati,
S. (2021). Pengembangan sistem teknologi internet of things yang perlu
dikembangkan negara indonesia. JIEET (Journal of Information Engineering and
Educational Technology), 5(1), 19–26.
Parmitasari,
I. (2021). Implementasi Kontrak Elektronik Dalam Transaksi Elektronik.
Putri, A. S. S. (2022). Pentingnya
Kesadaran Hukum pada Lingkungan Masyarakat. De Cive: Jurnal Penelitian
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2(12), 457-465.
Rahmidani,
R. (2015). Penggunaan e-commerce dalam bisnis sebagai sumber keunggulan
bersaing perusahaan. Seminar Nasional Ekonomi Manajemen Dan Akuntansi
(Snema) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, 5(1), 345–352.
Ramli,
T. S., Ramli, A. M., Permata, R. R., Ramadayanti, E., & Fauzi, R. (2020).
Aspek hukum platform e-commerce dalam era transformasi digital. Jurnal Studi
Komunikasi Dan Media, 24(2), 119–136.
Rifa’i,
Y. (2023). Analisis Metodologi Penelitian Kulitatif dalam Pengumpulan Data di
Penelitian Ilmiah pada Penyusunan Mini Riset. Cendekia Inovatif Dan
Berbudaya, 1(1), 31–37.
Rosmayati, S. (2023). Tantangan Hukum
Dan Peran Pemerintah Dalam Pembangunan E-Commerce. Koaliansi:
Cooperative Journal, 3(1), 9-24.
Sari, R. P. (2018). Kebijakan
perpajakan atas transaksi e-commerce. Akuntabel, 15(1), 67-72.
Copyright
holder: Budi Praptawismacaya Amir (2024) |
First
publication right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |