Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 3,
April 2024
ANALISIS NARATIF KEBIJAKAN INSENTIF
KENDARAAN BERMOTOR LISTRIK DALAM MENGURANGI EMISI KARBON
Okta Rina Fitri1,
Palupi Lindiasari Samputra2
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak
Pemerintah
menerapkan strategi insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
(KBLBB) untuk mencapai target net zero emission. Namun dalam implementasinya
terdapat kontra narasi dari kebijakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis latar belakang pemerintah dalam menetapkan kebijakan insentif
KBLBB di Indonesia dengan menganalisis narasi pemerintah dan kontra narasi dari
berbagai pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
Narrative Policy Analysis (NPA). Sumber data menggunakan dokumen instansi
pemerintah berupa transkrip pidato dan siaran pers serta berita media online.
Hasil perbandingan narasi pemerintah dengan kontra narasi dari akademisi dan
kelompok masyarakat sipil, menunjukan terdapat perbedaan sistem kepercayaan.
Pemerintah menilai penyebab emisi karbon bersumber dari kendaraan pribadi
berbahan bakar BBM, sehingga solusinya dengan menggunakan KBLBB. Sementara itu
narasi kontra meyakini bahwa KBLBB tidak menjadi solusi polusi dan emisi karena
pembangkit listrik untuk KBLBB tersebut masih berasal dari energi fosil berupa
minyak, gas dan batu bara. Pada dasarnya pihak kontra menyetujui konversi BBM
untuk mengurangi emisi karbon, namun pemilihan listrik dinilai kurang tepat
saat ini karena keterbatasan bahan baku dan emisi yang ditimbulkan. Strategi
kebijakan insentif KBLBB perlu dipertimbangkan ulang dengan jaminan kepastian
bahan baku listrik berasal dari energi terbarukan, kesiapan pengisian baterai
dan sistem pengelolaan limbanya, serta pemberian insentif yang lebih tepat
sasaran.
Kata kunci: Analisis Narasi Kebijakan, Kendaraan Listrik, Polusi Udara, Emisi
Karbon, Insentif Pajak Kendaraan
Abstract
The government implements incentive
strategies for Battery-Based Electric Motor Vehicles (BEMVs) to reach the net
zero emission goal. However, during its implementation, contrasting narratives
arise concerning this policy. This study
seeks to examine the governmental context behind the establishment of incentive
policies for BEMVs in Indonesia, through the analysis of the government's
narrative and contrasting narratives from various stakeholders. This study
employs a qualitative approach using the Narrative Policy Analysis (NPA)
method. Sources of data encompass
materials from government agencies like transcripts of speeches, official
statements, and news disseminated through online media platforms. The
comparison of the government's narrative with counter-narratives from academics
and civil society groups reveals differences in belief systems. The government
links carbon emissions to privately owned vehicles fueled by gasoline, thus
proposing for BEMVs as a solution. On the other hand, t the counter-narrative
believes that BEMVs fail to tackle pollution and emission concerns since the
electricity fueling them predominantly originates from fossil fuels like oil,
gas, and coal. In essence, both sides
acknowledge the necessity of transitioning away from gasoline to mitigate
carbon emissions, but the current choice of electricity is viewed as unsuitable
due to limitations in resource availability and the emissions it generates. The
BEMV incentive policy strategy needs to be reconsidered, ensuring that
electricity sources come from renewable energy, readiness for battery charging,
effective waste management systems, and a more precise distribution of
incentives.
Keywords: Policy Narrative Analysis, Electric Vehicles, Air Pollution,
Carbon Emissions, Vehicle Tax Incentives
Pendahuluan
Dalam rangka efisiensi, ketahanan, dan konservasi
energi pada sektor transportasi, serta terwujudnya energi bersih, kualitas
udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi
karbon, pemerintah Indonesia mendorong percepatan program kendaraan bermotor
listrik berbasis baterai (KBLBB) (Perpes 55/2019) (Ariani, 2022). Selanjutnya
pada 17 Desember 2020 Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan KBLBB melalui acara public launching.
Menurut proyeksi yang tercantum dalam Grand Strategi Energi Nasional
Kementerian ESDM, pada tahun 2030, diperkirakan akan ada sekitar 2 juta
kendaraan listrik dan sekitar 13 juta sepeda motor listrik.
Berdasarkan Pasal 3 Perpres 55/2019 tentang Percepatan
Program KBLBB Untuk Transportasi Jalan, salah satu langkah percepatan program
KBLBB tersebut adalah pemberian insentif (Ibad, 2022). Salah satu langkah utama
dalam kebijakan ini adalah memberikan bantuan pembelian KBLBB roda dua serta
subsidi pembelian KBLBB roda empat melalui mekansime insentif fiskal dan
non-fiskal. Pengaturan mengenai insentif tersebut ditetapkan dalam Pasal 17
peraturan tersebut di mana pemerintah pusat maupun daerah berkomitmen untuk
memberikan berbagai insentif terkait program percepatan KBL yaitu antara lain
insentif bea masuk untuk importasi produl KBL, insentif pajak terkait Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan insentif untuk produksi Stasiun
Pengisian KBL Umum (SPKLU) KBL. Insentif diberikan dalam bentuk pengecualian
dari pembatasan penggunaan jalan tertentu, pelimpahan hak produksi teknologi
KBL yang lisensi patennya telah dipegang pemerintah, dan keamanan untuk
perusahaan industri yang menjadi objek vital nasional
Sebagai langkah lanjut pelaksanaan kebijakaan
tersebut, pemerintah mengesahkan sejumlah peraturan antara lain Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Dan Pajak Alat Berat Tahun 2023,
yang menetapkan bahwa kendaraan listrik dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 0%; serta Peraturan No. 38
Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) atas Penyerahan Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu (“KBL Berbasis Baterai”)
dan KBL Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran
2023, yang menetapkan bahwa PPN penyerahan KBLBB sebesar 11% ditanggung
pemerintah. Selain peraturan-peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat,
pelaksanaan kebijakan insentif KBLBB juga diatur dalam berbagai peraturan
daerah salah satunya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor
Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Kebijakan insentif KBLBB ini mendapat respon dari
berbagai pihak yang menyoroti bahwa kebijakan tersebut dianggap kontradiktif
dalam konteks upaya untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan
umum. Mereka menilai bahwa implementasi kebijakan ini dapat berpotensi menambah
tingkat kemacetan di wilayah tersebut. Selain itu, sejumlah tokoh politik,
akademisi, dan kelompok masyarakat sipil menilai bahwa fokus kebijakan lebih
cenderung menyasar kalangan menengah ke atas, sehingga dapat memperburuk
ketimpangan sosial. Tidak hanya itu, kekhawatiran juga muncul terkait dampak
lingkungan, terutama dalam hal limbah yang dihasilkan oleh industri kendaraan
listrik, seperti limbah baterai yang dianggap sebagai ancaman potensial yang
perlu segera diatasi.
Terkait kebijakan insentif KBLBB untuk mempercepat
peningkatan penggunaan kendaraan listrik,
Sementara itu
Di sisi lain penelitian
Dampak lain dari kebijakan peningkatan penggunaan
kendaraan listrik menurut
Penelitian oleh
Atas dasar hal tersebut, penelitian ini bertujuan (a)
mengetahui narasi yang dibangun oleh pemerintah terkait kebijakan Insentif
KBLBB sebagai upaya mengurangi emisi karbon, (b) membandingkan narasi tersebut
dengan kontra narasi dari berbagai pihak; dan (c) merumuskan strategi
pengembangan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menguatkan
upaya mengurangi emisi karbon pada sektor transportasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi dokumen. Analisis data menggunakan pendekatan Narrative Policy Analysis (NPA) yang
difokuskan pada narasi kebijakan insentif KBLBB di Indonesia sebagai upaya
mengurangi emisi karbon. NPA adalah pendekatan dalam analisis kebijakan yang
menekankan pentingnya cerita atau narasi dalam memahami dan mengevaluasi
kebijakan public (Eeten, 2006). Teknik analisis data pada penelitian ini
menggunakan software NVivo 14 for Windows.
Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
antara lain transkrip pidato pemerintah, siaran pers, dan berita online yang
terkait dengan masalah penelitian. Transkrip pidato pemerintah dan siaran pers
diakses dari laman resmi Presiden RI (presidenri.go.id), Sekretariat Kabinet
(setkab.go.id), dan Sekretariat Negara (setneg.go.id). Berita terkait diakses
dari situs berita online seperti Tempo, Kumparan, BBC Indonesia, Bisnis.com,
CNN Indonesia, CNBC Indonesia. Data sekunder berupa pidato, transkrip, dan
berita dibatasi selama periode Januari 2019 hingga sekarang dengan kata kunci
pencarian yaitu “insentif KBLBB”, “insentif kendaraan listrik”, “insentif motor
listrik”, dan “insentif mobil listrik”.
Tabel 1.
Sumber Data Penelitian
Tanggal |
Judul Narasi |
Sumber |
14-Jan-19 |
Berpotensi
Hemat Rp798 Triliun, Presiden Jokowi: Segera Selesaikan Regulasi Kendaraan
Bermotor Listrik |
|
28-Apr-19 |
Mampu
Kurangi Polusi dan Impor BBM, Pemerintah Dorong Harga Mobil Listrik Makin
Terjangkau |
|
16-Mar-21 |
Indonesia
Berpotensi Besar Sebagai Pemain Utama Industri Baterai Mobil Listrik |
https://setkab.go.id/indonesia-berpotensi-besar-sebagai-pemain-utama-industri-baterai-mobil-listrik/ |
22-Feb-22 |
Luncurkan
Ekosistem Kendaraan Listrik, Presiden Jokowi Nyatakan Komitmen Terhadap
Transisi Energi |
|
23-Feb-22 |
Menperin:
Indonesia Siap Masuki Era Kendaraan Listrik |
https://setkab.go.id/menperin-indonesia-siap-masuki-era-kendaraan-listrik/ |
4-Oct-22 |
Stafsus
Presiden Diaz Hendropiyono Gelar Diskusi Pencapaian Target 2 Juta Motor
Listrik 2025 |
|
6-Apr-23 |
Pemerintah
Luncurkan Insentif Pembelian Kendaraan Listrik Roda Empat dan Bus |
https://setkab.go.id/pemerintah-luncurkan-insentif-pembelian-kendaraan-listrik-roda-empat-dan-bus/ |
5-May-23 |
Moeldoko
Optimistis Pemberian Insentif PPN Percepat Pembangunan Ekosistem Kendaraan
Listrik |
|
11-May-23 |
Anies,
Insentif dan Nasib Mobil Listrik di Indonesia |
https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230510173100-603-947909/anies-insentif-dan-nasib-mobil-listrik-di-indonesia |
30-May-23 |
Subsidi
Kendaraan Listrik, Turunkan Polusi atau Bikin Macet? |
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230530201447-8-441973/subsidi-kendaraan-listrik-turunkan-polusi-atau-bikin-macet |
16-Aug-23 |
Strategi
Pemerintah untuk Transformasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan |
|
19-Aug-23 |
Lawan
Polusi Tak Pakai "Kacamata Kuda", Gaikindo Usul Mobil Hybrid Dapat
Insentif |
|
21-Aug-23 |
Kendaraan
listrik disebut 'solusi palsu' untuk perbaiki kualitas udara di Indonesia |
|
2-Sep-23 |
OPINI:
Pajak Karbon dan Insentif Energi Listrik Tangani Polusi |
|
5-Sep-23 |
Menakar
Efektivitas Insentif Motor Listrik Atasi Polusi Udara Jakarta |
Sumber: Berbagai Situs Berita dan Situs
Resmi Pemerintah
Teknik pengolahan data menggunakan software NVivo 14 for Windows. Tahap pertama, adalah pencarian data yaitu transkrip pidato pemerintah, siaran pers, dan berita online yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Tahap kedua reduksi data, yaitu memilih, memusatkan, menyederhanakan, dan transformasi data kasar. Pada tahap ini digunakan fitur Word Frequency untuk mengetahui kata atau frasa yang paling sering muncul. Dari fitur ini, didapatkan lima kata paling sering muncul yaitu industri, baterai, polusi, impor, dan emisi karbon. Berdasarkan pencarian kata yang paling muncul tersebut, dilakukan tahap ketiga yaitu coding. Dalam tahap coding ini, diberikan kode/label tertentu pada pernyataan-pernyataan dari dalam berita serta pidato resmi. Tahap keempat adalah memilih fitur analisis. Tahap akhir penyajian data, yaitu menyajikan data-data yang telah direduksi sehingga terbentuk pola tertentu.
Narasi kebijakan memiliki struktur dan elemen tertentu
yang membedakannya dari jenis komunikasi lainnya, seperti laporan fakta atau
pidato tanpa struktur narasi. Untuk itu diperlukan komponen-komponen dari
narasi kebijakan yang dapat diidentifikasi dan diuraikan dengan jelas
Merujuk
pada
Gambar 1. Langkah Analisis Temuan Penelitian
Sumber:
Melalui langkah tersebut narasi kebijakan
yang konflik tentang insentif KBLBB bisa ditemukan solusinya. Dengan mencari
metanarasi, dimungkinkan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk mengubah kembali
isu tersebut agar lebih dapat dipertimbangkan untuk deliberasi, analisis, dan
pembuatan kebijakan. Dalam hal ini, metanarasi adalah usulan untuk agenda
kebijakan baru terkait upaya mengurangi emisi karbon dan ketergantungan energi
berbahan bakar fosil dalam sektor transportasi.
Hasil dan
Pembahasan
Identifikasi Narasi Kebijakan
Narasi kebijakan insentif KBLBB yang diinisiasi oleh
Presiden Joko Widodo dan jajarannya ini mencerminkan komitmen pemerintah
Indonesia dalam mendukung pengembangan kendaraan bermotor listrik sebagai
langkah menuju transportasi yang ramah lingkungan. Proses perumusan kebijakan
ini melibatkan koordinasi antara beberapa kementerian, termasuk Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, serta
Kepala Staf Kepresidenan. Sejak awal perencanaannya pada tahun 2018, kebijakan
ini secara resmi disahkan pada tahun 2019 melalui peraturan tertulis.
Pentingnya kebijakan ini ditegaskan oleh ketentuan dalam Permenperin 21/2023,
yang memberikan panduan mengenai pemberian bantuan pemerintah untuk pembelian
KBLBB Roda Dua (Al Qodri, 2023). Sesuai peraturan tersebut, setiap warga
Indonesia yang telah mencapai usia 17 tahun dan memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP) berhak mendapatkan insentif sebesar Rp 7 juta untuk membeli satu unit
motor listrik.
Kebijakan tersebut diharapkan dapat mempercepat ekosistem
kendaraan listrik guna mendukung ketahanan energi nasional. Harapannya, dengan
KBLBB sebagai alat transportasi masyarakat, negara tidak lagi bergantung pada
bahan bakar fosil sehingga tidak lagi perlu impor BBM. Bersamaan dengan itu,
pemerintah menyampaikan di berbagai kesempatan bahwa KBLBB sebagai solusi atas
masalah polusi udara yang dihasilkan dari kendaraan berbahan bakar fosil (BBM).
Selain itu pemerintah juga menyebutkan bahwa dengan meningkatkan ekosistem
KBLBB, maka pengembangan industri akan semakin maju. Hal itu membutuhkan
dukungan berupa insentif, regulasi, dan kolaborasi antara BUMN dan swasta.
Langkah ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang
terintegrasi di Indonesia, meningkatkan produksi kendaraan listrik, dan
memperluas ekspor ke mancanegara. Pemerintah juga meyakini bahwa pengembangan
industri kendaraan listrik ini akan memperluas kesempatan kerja dan menarik
investasi.
Tabel 2. Bentuk Narasi
Level Analisis |
Meso: Bagaimana pemerintah membentuk narasi untuk memengaruhi proses
kebijakan insentif KBLBB serta narasi pihak-pihak yang kontra/resisten
terhadap kebijakan tersebut |
Latar |
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan Insentif Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagai upaya mengurangi emisi
karbon, mengantisipasi dampak perubahan iklim, dan mencapai tujuan Net Zero
Emission pada tahun 2060 |
Karakter/aktor |
Protagonis: Pemerintah (Presiden berserta sejumlah menterinya yaitu
Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan kementerian terkait) Antagonis: Akademisi, Kelompok Masyarakat Sipil, dan Politisi Korban: Masyarakat |
Plot |
·
Indonesia
ingin mencapai tujuan Net Zero Emission pada tahun 2060 ·
Kendaraan
bermotor llistrik dianggap sebagai solusi menggantikan kendaraan berbahan
bakar fosil sehingga mampu mengurangi emisi karbon ·
Untuk
mengakselerasi adopsi kendaraan listrik, dipilih kebijakan insentif KBLBB ·
Penggunaan
KBLBB dapat mengembangkan industri kendaraan listrik sehingga memperluas
lapangan pekerjaan ·
Kebijakan
ini mendapat resistensi berbagai pihak antara lain akademisi, kelompok
masyarakat, maupun politisi. |
Moral of the Story |
Pemerintah mempromosikan narasi kebijakan bahwa Insentif KBLBB sebagai
upaya akselerasi adopsi KBLBB pada masyarakat sehingga dapat mengatasi polusi
dan menurunkan emisi karbon |
Belief system narasi utama ·
Kendaraan
konvensional adalah penyebab utama polusi udara sehingga menjadi masalah
lingkungan ·
Polusi
diatasi dengan mengganti kendaraan berbahan bakar fosil menjadi KBLBB ·
Masyarakat
akan membeli KBLBB jika harganya lebih murah, sehingga diperlukan kebijakan
insentif agar harga KBLBB menjadi lebih murah ·
Kebijakan
insentif juga akan membawa dampak positif bagi pengembangan industri KBLBB
nasional sehingga menjadi daya tarik investasi dan memperluas kesempatan
kerja |
|
Strategi narasi pemerintah: “brainwash”
oleh pemerintah melalui berbagai media bahwa bahaya polusi adalah dari
kendaraan berbahan fosil |
Sumber: Diolah oleh Penulis
Tabel di atas menampilkan komponen bentuk narasi kebijakan
pemerintah guna menggambarkan plot yang menghubungan semua karakter yang
terlibat. Dari tabel tersebut juga terlihat tata sistem nilai yang dipercayai (belief system) oleh pemerintah dengan
tujuan utama yaitu agar mempercepat penjualan KBLBB guna mengatasi polusi dan
mengurangi emisi karbon. Hubungan antara berbagai belief system pemerintah dan tujuan yang ingin dicapainya tersebut
tergambar dalam diagram berikut:
Gambar
2. Hubungan Narasi Kebijakan
Sumber: Diolah oleh Penulis Menggunakan
NVivo 14
Dari diagram di atas terlihat narasi kebijakan utama yang
dikeluarkan adalah pemerintah adalah mengurangi ketergantungan terhadap energi
fosil. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas
Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik, “Melalui kendaraan bermotor listrik kita juga dapat mengurangi pemakaian
BBM dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang berpotensi menghemat
kurang lebih Rp798 triliun”. Selain itu pemerintah mengeluarkan narasi
bahwa kendaraan konvensional adalah penyebab utama polusi udara. Narasi
tersebut sebagai alasan sehingga kebijakan insentif KBLBB adalah kebijakan yang
dipilih dengan tujuan menarik masyarakat agar membeli kendaraan listrik
sehingga mempercepat penjualan kendaraan listrik. Narasi ini salah satunya
disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidena, Moeldoko, dalam pidatonya di acara
Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023, “Kita harus bekerja keras dan mengikuti tren dunia yang saat ini
tergila-gila terhadap mobil listrik. Saya khawatir kita jadi tertinggal dan
ujung-ujungnya menjadi pasar Industri kendaraan listrik dari luar negeri”.
Presiden Jokowi juga menyatakan dalam pidatonya pada kesempatan lain, “kebijakan ini untuk mendorong percepatan transformasi
ekonomi untuk penciptaan nilai tambah yang tinggi, perluasan kesempatan kerja,
dan penggunaan energi yang ramah lingkungan sehingga dapat menurunkan emisi,
serta efisiensi subsidi energi”. Dengan kebijakan tersebut, industri
kendaraan listrik akan semakin berkembang sehingga mampu menciptakan lapangan
kerja baru bagi masyarakat Indonesia.
Gambar 3. Komparasi Frekuensi Narasi Kebijakan
Insentif KBLBB
Sumber: Diolah
oleh Penulis Menggunakan NVivo 14
Gambar di atas menggambarkan narasi mana yang paling dominan yang dikeluarkan pemerintah dalam mencapai tujuannya. Besaran kolom menggambarkan frekuensi narasi kebijakan yang disampaikan oleh Pemerintah dengan tujuan peningkatan pembelian KBLBB guna mengurangi emisi karbon dan mengatasi polusi. Artinya, semakin besar kolom, maka semakin banyak narasi tersebut disampaikan. Dari data yang dikumpulan dalam penelitian ini, narasi yang paling banyak disampaikan pemerintah adalah “mengembangkan industri KBLBB”, lalu diikuti dengan “mengurangi ketergantungan energi fosil”. Kedua narasi tersebut mendominasi narasi lain yang justru menjadi tujuan utama dari kebijakan insentif KBLBB ini, yaitu “mengurangi emisi karbon” dan “kendaraan konvensional penyebab utama polusi”. Hal ini menggambarkan bahwa tujuan kebijakan insentif KBLBB ini cenderung dominan ke arah aspek ekonomi dibandingkan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa, meskipun ada upaya dalam pengembangan sektor ekonomi yang berkelanjutan, aspek lingkungan mungkin belum mendapatkan perhatian yang memadai.
Kontra Narasi
Kontra narasi kebijakan insentif KBLBB mendapatkan sorotan kritis dari berbagai sektor, termasuk akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia serta FEB Universitas Pancasila. Selain itu, kelompok masyarakat seperti Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) juga turut mengemukakan keberatan terhadap kebijakan tersebut. Terdapat juga penolakan dari tokoh politik ternama, seperti Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dengan tegas menyampaikan pendapatnya yang berlawanan dengan narasi kebijakan yang diusung. Semua kritik dan pandangan kontra ini mencerminkan kompleksitas serta kontroversi yang melibatkan berbagai pihak terkait kebijakan insentif KBLBB.
Seluruh karakter yang kontra menyampaikan pandangannya yang sama mengenai peralihan ke KBLBB tidak menjadi solusi polusi dan emisi karbon karena pembangkit listrik untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara. Mereka meragukan efektivitas solusi tersebut, mengingat sumber listriknya masih dominan dari energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara yang menyumbang polusi udara, serta menyoroti aspek emisi karbon dalam proses pembuatan dan pengisian daya KBLBB. Seperti yang disampaikan oleh Bondan Andriyanu, Juru Bicara bidang Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, “kalaupun mau kendaraan listrik harusnya ada transisi energi, harus diubah dulu menjadi energi bersih, baru itu [solusi kendaraan listrik] yang dikedepankan. Ini kan seolah kayak masih bertolak belakang”.
Selain itu emisi yang dihasilkan dalam proses pembuatan dan pengisian daya kendaraan juga akan menjadi masalah baru. Proyeksi 24 juta KBLBB di Jakarta dapat meningkatkan konsumsi listrik dan menambah beban pada industri nikel, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik. Untuk itu pemerintah harusnya memikirkan pula pengendalian kegiatan pertambangan mineral sebagai bahan baku baterai dan sistem pengolahan limbah baterai. Selain itu narasi kontra terhadap kebijakan ini menekankan bahwa pemilik mobil listrik umumnya tidak memerlukan subsidi karena setelah diberikan insentif pun harga kendaraan tersebut masih tetap mahal. Dengan demikian yang mampu membeli KBLBB adalah kelompok berpenghasilan di atas rata-rata. Seperti yang disampaikan Anies Baswedan bahwa “Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi”. Lebih lanjut karakter dengan narasi kontra juga menganggap bahwa kebijakan insentif KBLBB ini justru dapat memperburuk tingkat kemacetan karena adanya penambahan volume kendaraan. Mereka berpendapat bahwa langkah ini bisa mengakibatkan peningkatan lalu lintas, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada masalah kemacetan yang sudah ada. Dalam hal ini, pemerintah perlu memprioritaskan solusi lingkungan dengan membenahi transportasi umum secara merata di berbagai daerah di Indonesia daripada memberikan insentif kepada perorangan.
Analisis Metanarasi
Setelah
menemukan narasi kebijakan dan kontra narasi, langkah selanjutnya adalah
menentukan metanarasi. Analisis metanarasi merupakan usaha untuk menciptakan
narasi kebijakan baru yang dapat menyatukan asumsi-asumsi dalam keputusan pada
kebijakan
Tabel
3. Perbandingan Antar Narasi
Narasi Utama |
Kontra Narasi |
Perbedaan |
Penyebab polusi berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan
bakar fosil sehingga perlu transisi ke KBLBB guna mengurangi emisi karbon
dari kendaraan |
KBLBB tidak bisa mengatasi polusi karena pembangkit listrik
untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara
sehingga akan tetap menghasilkan emisi karbon |
Perbedaan belief system
tentang apakah transisi ke KBLBB akan secara efektif mengurangi emisi atau
justru sumber energi yang digunakan untuk KBLBB masih menimbulkan masalah
emisi karbon |
KBLBB diyakini akan mendorong diversifikasi bahan bakar
kendaraan dari BBM sehingga akan menurunkan nilai impor BBM |
Anggaran yang sangat besar dikeluarkan untuk memberi insentif
KBLBB kepada perorangan. Selain itu anggaran besar juga akan dibutuhkan untuk
pengembangan infrastruktur KBLBB |
Asumsi tentang sejauh mana manfaat diversifikasi bahan bakar
dapat sejalan dalam mengatasi tantangan anggaran yang dihadapi |
Dengan kebijakan insentif KBLBB, minat masyarakat untuk membeli
kendaraan listrik meningkat |
·
Harga
KBLBB setelah diberi insentif tetap mahal sehingga yang bisa membeli hanya
kelompok masyarakat berpenghasilan di atas rata-rata ·
Insentif
KBLBB akan menambah volume jumlah kendaraan pribadi sehingga akan menambah
kemacetan |
Perbedaan
terkait aksesibilitas harga kendaraan listrik setelah insentif dan dampaknya
pada minat masyarakat, serta potensi peningkatan kemacetan. |
Dengan meningkatnya permintaan KBLBB, Indonesia diharapkan mampu
menjadi produsen kendaraan listrik sehingga meningkatkan daya tarik investasi
dalam ekosistem kendaraan listrik serta perluasan kesempatan kerja |
Kebijakan insentif sudah berjalan namun fasilitas/infrastruktur
belum tersedia dengan cukup. Seperti minimnya stasiun pengisian baterai |
Perbedaan ekspektasi pertumbuhan industri KBLBB di Indonesia
sebagai produsen utama dengan kenyataan infrastruktur yang masih terbatas,
khususnya minimnya stasiun pengisian baterai. |
Nikel sebagai sumber daya yang melimpah di Indonesia. Potensi
produksi baterai |
Ancaman dampak lingkungan seperti deforestasi dan kerusakan
akibat ekspansi tambang nikel serta limbah baterai |
Ketidakseimbangan antara potensi ekonomi yang dihasilkan dari
tambang nikel untuk baterai dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul
termasuk masalah limbahnya |
Sumber: Diolah oleh Penulis
Dari
tabel di atas terlihat bahwa terdapat lima gap antara narasi kebijakan dengan
kontra narasi dari seluruh karakter yang terlibat dalam kebijakan insentif
KBLBB. Pertama yaitu perbedaan keyakinan tentang apakah kebijakan ini akan
efektif mengurangi emisi karbon atau justru sumber energi listrik yang
digunakan untuk KBLBB tetap menimbulkan masalah emisi karbon.
Kedua,
terdapat perbedaan asumsi tentang sejauh mana manfaat diversifikasi bahan bakar
dapat sejalan dalam mengatasi tantangan anggaran yang dihadapi, yaitu anggaran
yang dikeluarkan dalam bentuk insentif tersebut serta anggaran membangun
infrastruktur baru untuk KBLBB. Ketiga, perbedaan terkait aksesibilitas harga
kendaraan listrik setelah insentif dan dampaknya pada minat masyarakat, serta
potensi peningkatan kemacetan. Rajaguguk (2022) menemukan bahwa kebijakan
insentif pajak tidak langsung KBLBB di Indonesia masih belum berdampak efektif
karena harga kendaraan listrik setelah mendapat insentif pun masih relatif
tinggi jika dibandingkan dengan daya beli rata-rata masyarakat. Akibatnya,
konsumen di Indonesia masih enggan untuk beralih ke mobil listrik karena
mayoritas pengguna mobil listrik di Indonesia merupakan individu yang memiliki
pendapatan di atas rata-rata. Selain itu peningkatan penggunaan kendaraan
listrik menurut
Keempat,
perbedaan ekspektasi pertumbuhan industri KBLBB di Indonesia sebagai produsen
utama dengan kenyataan infrastruktur yang masih terbatas, khususnya minimnya
stasiun pengisian baterai.
Serta
kelima, adanya ketidakseimbangan antara potensi ekonomi yang dihasilkan dari
tambang nikel untuk baterai dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul
termasuk masalah limbah yang dihasilkan menjadi perhatian utama dalam konteks
pembangunan berkelanjutan. Meskipun terdapat dampak positif pada aspek ekonomi,
produksi tambahan baterai dan kendaraan listrik menyebabkan eksternalitas
tambahan akibat emisi sehingga menciptakan tantangan serius dalam upaya menjaga
keseimbangan ekologi. Dari jenis polutan yang dihasilkan, sumber utama dari emisi
tambahan ini adalah Sox (sulfur oksida), CO2 (karbon dioksida), dan NOx
(Nitrogen Oksida)
Strategi Pengembangan Kebijakan
Meskipun KBLBB memiliki potensi besar untuk mengatasi
polusi, mengurangi emisi karbon dan ketergantungan energi berbahan bakar fosil,
diperlukan penyesuaian kebijakan untuk memastikan bahwa kebijakan insentif
KBLBB tidak hanya menguntungkan segmen tertentu dari masyarakat dan tidak
merusak upaya lebih besar untuk meningkatkan berkelanjutan. Berdasarkan
analisis metanarasi di atas, maka dihasilkan pesan moral yang dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif kebijakan dengan didasari pada sistem nilai dan
strategi sebagai berikut:
a)
Dalam meyakinkan publik bahwa kebijakan
insentif KBLBB dapat mengatasi masalah polusi yang diakibatkan oleh kendaraan
konvensional, maka penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber listrik
yang digunakan untuk KBLBB harus terus dikembangkan. Dukungan riset dan
pengembangan teknologi energi terbarukan perlu ditingkatkan untuk memastikan
ketersediaan sumber energi baru terbarukan;
b)
Pemberian insentif yang lebih
tepat sasaran dengan penentuan kriteria penerima insentif berdasarkan tingkat
penghasilan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat dari kebijakan
ini merata dan tidak hanya dinikmati oleh golongan ekonomi tertentu;
c)
Transisi ke kendaraan listrik harus dibarengi
dengan peningkatan fasilitas pengisian baterai yang luas dan massif.
Infrastruktur pengisian baterai yang memadai merupakan kunci keberhasilan
adopsi kendaraan berbasis listrik di masyarakat;
d)
Membenahi transportasi umum dengan kendaraan
listrik secara merata di berbagai daerah di Indonesia guna mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini juga bertujuan untuk mengatasi masalah
kemacetan dan menurunkan polusi knalpot dari kendaraan pribadi; dan
e)
Pengembangan fasilitas pengelolaan limbah baterai
dan skema penukaran atau pembelian baterai baru juga mesti diatur dengan baik
agar dapat mengendalikan potensi jumlah limbah baterai. Sistem daur ulang yang
efisien dan kebijakan yang mengatur tanggung jawab produsen terhadap limbah
baterai perlu diperkuat untuk menjaga dampak lingkungan yang minimal dari
pertumbuhan industri KBLBB.
Kesimpulan
Pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif KBLBB sebagai upaya untuk mengurangi polusi di sektor transportasi. Kebijakan ini dirancang untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik, mendukung ketahanan energi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan harapan mengurangi impor BBM. Narasi yang dibangun oleh pemerintah yaitu kendaraan konvensional adalah penyebab utama polusi udara sehingga menjadi masalah lingkungan. Untuk itu polusi diatasi dengan mengganti kendaraan berbahan bakar fosil menjadi KBLBB. Agar masyarakat membeli KBLBB, diperlukan kebijakan insentif agar harga KBLBB menjadi lebih murah. Narasi oleh pemerintah tersebut mendapat resistensi dari berbagai pihak yaitu bahwa KBLBB tidak bisa mengatasi polusi karena pembangkit listrik untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara sehingga akan tetap menghasilkan emisi. Selain itu kebijakan ini akan menghasilkan dampak lingkungan seperti deforestasi dan kerusakan akibat ekspansi tambang nikel serta limbah baterai. Analisis metanarasi menemukan bahwa terdapat lima gap antara narasi utama dengan narasi kontra sehingga menghasilkan strategi pengembangan kebijakan yaitu memastikan penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber listrik bagi KBLBB, insentif yang tepat sasaran, peningkatan infratsuktur KBLBB yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, pengembangan fasilitas pengelolaan limbah baterai, serta membenahi transportasi umum untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga menurunkan emisi karbon.
Alqodri, M. I.
(2023). Kebijakan Rendah Emisi Negara Anggota G20 dan Kinerja Ekspor Kendaraan
Bermotor Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 12(1),
41-68.
Ariani, R., Hamzani, A. I., &
Rahayu, K. (2022). Upaya Indonesia dalam Percepatan Penggunaan Energi
Bersih. Penerbit NEM.
Chen, Z., Carrel, A. L., Gore, C.,
& Shi, W. (2021). Environmental and economic impact of electric vehicle
adoption in the U.S. Environmental Research Letters, 16(4),
045011. https://doi.org/10.1088/1748-9326/abe2d0
Deflorio, F., & Castello, L.
(2017). Dynamic charging-while-driving systems for freight delivery services
with electric vehicles: Traffic and energy modelling. Transportation
Research Part C: Emerging Technologies, 81, 342–362.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.trc.2017.04.004
Grigorev, A., Mao, T., Berry, A.,
Tan, J., Purushothaman, L., & Mihaita, A.-S. (2021). How will electric
vehicles affect traffic congestion and energy consumption: an integrated
modelling approach. 2021 IEEE International Intelligent Transportation
Systems Conference (ITSC), 1635–1642.
https://doi.org/10.1109/ITSC48978.2021.9564561
Hukum Online. (2024, January 19). Pedoman
Pemberian Insentif Importasi KBL Berbasis Baterai Roda Empat Diperkenalkan:
Tenggat Waktu Permohonan Insentif Ditetapkan pada 1 Maret 2025. Hukum
Online.
Ibad, M. Z.,
Antiqasari, S. N., Hudalah, D., & Dirgahayani, P. (2022). Transisi Energi
Terbarukan di Indonesia: Dinamika Kendaraan Listrik dengan Pendekatan
Self-organization di Kota Jakarta.
Jonas, T., & Macht, G. A. (2019).
Quantifying the impact of traffic on electric vehicle efficiency. In ProQuest
Dissertations and Theses. https://www.proquest.com/dissertations-theses/quantifying-impact-traffic-on-electric-vehicle/docview/2281197614/se-2?accountid=17242
Moriarty, P., & Wang, S. J.
(2017). Can Electric Vehicles Deliver Energy and Carbon Reductions? Energy
Procedia, 105, 2983–2988.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.egypro.2017.03.713
Nur, A. I., & Kurniawan, A. D.
(2021). Proyeksi Masa Depan Kendaraan Listrik di Indonesia: Analisis
Perspektif Regulasi dan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim yang
Berkelanjutan. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 7(2), 197–220.
https://doi.org/10.38011/jhli.v7i2.260
Pirmana, V., Alisjahbana, A. S.,
Yusuf, A. A., Hoekstra, R., & Tukker, A. (2023). Economic and
environmental impact of electric vehicles production in Indonesia. Clean
Technologies and Environmental Policy, 25(6), 1871–1885.
https://doi.org/10.1007/s10098-023-02475-6
Rajagukguk, N. S. (2022). Tinjauan
Perbandingan Perlakuan Insentif Pajak bagi Mobil Listrik di Indonesia,
Thailand dan Norwegia dari Aspek Pajak Tidak Langsung. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Politeknik
Keuangan Negara Stan.
Roe, E. (1994). Theory and
Practice. Duke University Press. https://doi.org/10.2307/j.ctv11hpqq4
Shanahan, E. A., Jones, M. D., &
McBeth, M. K. (2018). How to conduct a Narrative Policy Framework study. The
Social Science Journal, 55(3), 332–345.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.soscij.2017.12.002
Wang, T., Tang, T.-Q., Huang, H.-J.,
& Qu, X. (2021). The adverse impact of electric vehicles on traffic
congestion in the morning commute. Transportation Research Part C: Emerging
Technologies, 125, 103073.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.trc.2021.103073
Copyright holder: Okta Rina Fitri, Palupi Lindiasari Samputra (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |