Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 3, April 2024

 

ANALISIS NARATIF KEBIJAKAN INSENTIF KENDARAAN BERMOTOR LISTRIK DALAM MENGURANGI EMISI KARBON

 

Okta Rina Fitri1, Palupi Lindiasari Samputra2

Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Pemerintah menerapkan strategi insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk mencapai target net zero emission. Namun dalam implementasinya terdapat kontra narasi dari kebijakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang pemerintah dalam menetapkan kebijakan insentif KBLBB di Indonesia dengan menganalisis narasi pemerintah dan kontra narasi dari berbagai pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Narrative Policy Analysis (NPA). Sumber data menggunakan dokumen instansi pemerintah berupa transkrip pidato dan siaran pers serta berita media online. Hasil perbandingan narasi pemerintah dengan kontra narasi dari akademisi dan kelompok masyarakat sipil, menunjukan terdapat perbedaan sistem kepercayaan. Pemerintah menilai penyebab emisi karbon bersumber dari kendaraan pribadi berbahan bakar BBM, sehingga solusinya dengan menggunakan KBLBB. Sementara itu narasi kontra meyakini bahwa KBLBB tidak menjadi solusi polusi dan emisi karena pembangkit listrik untuk KBLBB tersebut masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara. Pada dasarnya pihak kontra menyetujui konversi BBM untuk mengurangi emisi karbon, namun pemilihan listrik dinilai kurang tepat saat ini karena keterbatasan bahan baku dan emisi yang ditimbulkan. Strategi kebijakan insentif KBLBB perlu dipertimbangkan ulang dengan jaminan kepastian bahan baku listrik berasal dari energi terbarukan, kesiapan pengisian baterai dan sistem pengelolaan limbanya, serta pemberian insentif yang lebih tepat sasaran.

Kata kunci: Analisis Narasi Kebijakan, Kendaraan Listrik, Polusi Udara, Emisi Karbon, Insentif Pajak Kendaraan

 

Abstract

The government implements incentive strategies for Battery-Based Electric Motor Vehicles (BEMVs) to reach the net zero emission goal. However, during its implementation, contrasting narratives arise concerning this policy.  This study seeks to examine the governmental context behind the establishment of incentive policies for BEMVs in Indonesia, through the analysis of the government's narrative and contrasting narratives from various stakeholders. This study employs a qualitative approach using the Narrative Policy Analysis (NPA) method.  Sources of data encompass materials from government agencies like transcripts of speeches, official statements, and news disseminated through online media platforms. The comparison of the government's narrative with counter-narratives from academics and civil society groups reveals differences in belief systems. The government links carbon emissions to privately owned vehicles fueled by gasoline, thus proposing for BEMVs as a solution. On the other hand, t the counter-narrative believes that BEMVs fail to tackle pollution and emission concerns since the electricity fueling them predominantly originates from fossil fuels like oil, gas, and coal.  In essence, both sides acknowledge the necessity of transitioning away from gasoline to mitigate carbon emissions, but the current choice of electricity is viewed as unsuitable due to limitations in resource availability and the emissions it generates. The BEMV incentive policy strategy needs to be reconsidered, ensuring that electricity sources come from renewable energy, readiness for battery charging, effective waste management systems, and a more precise distribution of incentives.

Keywords: Policy Narrative Analysis, Electric Vehicles, Air Pollution, Carbon Emissions, Vehicle Tax Incentives

 

Pendahuluan

Dalam rangka efisiensi, ketahanan, dan konservasi energi pada sektor transportasi, serta terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan, serta komitmen Indonesia menurunkan emisi karbon, pemerintah Indonesia mendorong percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) (Perpes 55/2019) (Ariani, 2022). Selanjutnya pada 17 Desember 2020 Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan KBLBB melalui acara public launching. Menurut proyeksi yang tercantum dalam Grand Strategi Energi Nasional Kementerian ESDM, pada tahun 2030, diperkirakan akan ada sekitar 2 juta kendaraan listrik dan sekitar 13 juta sepeda motor listrik.

Berdasarkan Pasal 3 Perpres 55/2019 tentang Percepatan Program KBLBB Untuk Transportasi Jalan, salah satu langkah percepatan program KBLBB tersebut adalah pemberian insentif (Ibad, 2022). Salah satu langkah utama dalam kebijakan ini adalah memberikan bantuan pembelian KBLBB roda dua serta subsidi pembelian KBLBB roda empat melalui mekansime insentif fiskal dan non-fiskal. Pengaturan mengenai insentif tersebut ditetapkan dalam Pasal 17 peraturan tersebut di mana pemerintah pusat maupun daerah berkomitmen untuk memberikan berbagai insentif terkait program percepatan KBL yaitu antara lain insentif bea masuk untuk importasi produl KBL, insentif pajak terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan insentif untuk produksi Stasiun Pengisian KBL Umum (SPKLU) KBL. Insentif diberikan dalam bentuk pengecualian dari pembatasan penggunaan jalan tertentu, pelimpahan hak produksi teknologi KBL yang lisensi patennya telah dipegang pemerintah, dan keamanan untuk perusahaan industri yang menjadi objek vital nasional (Hukum Online, 2024).

Sebagai langkah lanjut pelaksanaan kebijakaan tersebut, pemerintah mengesahkan sejumlah peraturan antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Dan Pajak Alat Berat Tahun 2023, yang menetapkan bahwa kendaraan listrik dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 0%; serta Peraturan No. 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu (“KBL Berbasis Baterai”) dan KBL Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, yang menetapkan bahwa PPN penyerahan KBLBB sebesar 11% ditanggung pemerintah. Selain peraturan-peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat, pelaksanaan kebijakan insentif KBLBB juga diatur dalam berbagai peraturan daerah salah satunya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Kebijakan insentif KBLBB ini mendapat respon dari berbagai pihak yang menyoroti bahwa kebijakan tersebut dianggap kontradiktif dalam konteks upaya untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Mereka menilai bahwa implementasi kebijakan ini dapat berpotensi menambah tingkat kemacetan di wilayah tersebut. Selain itu, sejumlah tokoh politik, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil menilai bahwa fokus kebijakan lebih cenderung menyasar kalangan menengah ke atas, sehingga dapat memperburuk ketimpangan sosial. Tidak hanya itu, kekhawatiran juga muncul terkait dampak lingkungan, terutama dalam hal limbah yang dihasilkan oleh industri kendaraan listrik, seperti limbah baterai yang dianggap sebagai ancaman potensial yang perlu segera diatasi.

Terkait kebijakan insentif KBLBB untuk mempercepat peningkatan penggunaan kendaraan listrik, Nur dan Kurniawan (2021) mengkaji keberhasilan kebijakan serupa di negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China. Menurut penelitian tersebut keberhasilan peningkatan penggunaan kendaraan listrik di negara-negara tersebut adalah karena adanya kebijakan pemberian insentif (fiskal dan non fiskal). Temuan serupa terjadi juga pada program percepatan penggunaan kendaraan listrik di Norwegia dan Thailand. Rajagukguk (2022) menemukan bahwa skema kebijakan insentif pajak tidak langsung di Norwegia dan Thailand sangat efektif karena kendaraan listrik dikenakan pajak yang lebih rendah atau bahkan dibebaskan dari pajak tertentu, sedangkan kendaraan berbahan bakar konvensional dikenakan berbagai jenis dan jumlah pajak. Hal ini membuat kendaraan listrik menjadi lebih terjangkau, sehingga banyak orang memilih untuk membeli mobil listrik.       

Sementara itu Rajagukguk (2022)  menemukan bahwa kebijakan insentif pajak tidak langsung KBLBB di Indonesia masih belum berdampak efektif karena harga kendaraan listrik setelah mendapat insentif pun masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan daya beli rata-rata masyarakat. Akibatnya, konsumen di Indonesia masih enggan untuk beralih ke mobil listrik karena mayoritas pengguna mobil listrik di Indonesia merupakan individu yang memiliki pendapatan di atas rata-rata.

Di sisi lain penelitian Nur dan Kurniawan (2021) menemukan bahwa kebijakan insentif di berbagai negara-negara tersebut tidak lah cukup karena diperlukan fasilitas pengisian baterai yang luas dan massif, serta sosialisasi kepada publik tentang keuntungan kendaraan listrik. Selain itu Nur dan Kurniawan (2021) juga menjelaskan tiga tantangan program KBLBB di Indonesia yaitu ketersediaan pembangkit listrik bersumber energi ramah lingkungan, pengendalian kegiatan pertambangan mineral sebagai bahan baku baterai, dan sistem pengolahan limbah baterai.

Dampak lain dari kebijakan peningkatan penggunaan kendaraan listrik menurut Wang et al. (2021) yaitu menyebabkan kemacetan lalu lintas tambahan. Ini berarti bahwa adopsi EVs dapat berdampak negatif pada lalu lintas dan meningkatkan kemacetan jalan. Penelitian Grigorev et al. (2021) juga menemukan bahwa kemacetan akibat adopsi kendaraan listrik disebabkan oleh waktu tunggu yang signifikan dalam pengisian baterai di stasiun pengisian. Sementara itu penelitian Jonas & Macht (2019) dan Deflorio & Castello (2017) menemukan bahwa lalu lintas yang padat berdampak pada meningkatnya konsumsi energi pada kendaraan listrik.

Penelitian oleh Nur & Kurniawan (2021) dan Rajagukguk (2022) telah membahas mengenai pengaruh pemberian insentif terhadap keberhasilan adopsi KBLBB. Sementara itu Wang et al. (2021), Grigorev et al. (2021), Jonas & Macht (2019) dan (Deflorio & Castello, 2017) membahas mengenai dampak yang dihasilkan dari adopsi KBLBB. Meskipun telah ada penelitian yang membahas adopsi KBLBB dan dampaknya pada lingkungan, masih ada kesenjangan dalam pemahaman mengenai sudut pandang pemerintah dalam melihat akar masalah sehingga mengeluarkan kebijakan insentif KBLBB. Selain itu perspektif ketahanan energi dan ketahanan lingkungan digunakan untuk menghasilkan metanarasi yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan mengenai transformasi energi di sektor transportasi. Menggunakan metode narrative policy analysis (NPA), akan didapat wawasan mendalam untuk memahami bagaimana narasi kebijakan pemerintah terkait kebijakan insentif KBLBB dan menganalisis sejauh mana narasi kebijakan tersebut efektif.

Atas dasar hal tersebut, penelitian ini bertujuan (a) mengetahui narasi yang dibangun oleh pemerintah terkait kebijakan Insentif KBLBB sebagai upaya mengurangi emisi karbon, (b) membandingkan narasi tersebut dengan kontra narasi dari berbagai pihak; dan (c) merumuskan strategi pengembangan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menguatkan upaya mengurangi emisi karbon pada sektor transportasi.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi dokumen. Analisis data menggunakan pendekatan Narrative Policy Analysis (NPA) yang difokuskan pada narasi kebijakan insentif KBLBB di Indonesia sebagai upaya mengurangi emisi karbon. NPA adalah pendekatan dalam analisis kebijakan yang menekankan pentingnya cerita atau narasi dalam memahami dan mengevaluasi kebijakan public (Eeten, 2006). Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan software NVivo 14 for Windows.

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu antara lain transkrip pidato pemerintah, siaran pers, dan berita online yang terkait dengan masalah penelitian. Transkrip pidato pemerintah dan siaran pers diakses dari laman resmi Presiden RI (presidenri.go.id), Sekretariat Kabinet (setkab.go.id), dan Sekretariat Negara (setneg.go.id). Berita terkait diakses dari situs berita online seperti Tempo, Kumparan, BBC Indonesia, Bisnis.com, CNN Indonesia, CNBC Indonesia. Data sekunder berupa pidato, transkrip, dan berita dibatasi selama periode Januari 2019 hingga sekarang dengan kata kunci pencarian yaitu “insentif KBLBB”, “insentif kendaraan listrik”, “insentif motor listrik”, dan “insentif mobil listrik”.

 

Tabel 1. Sumber Data Penelitian

Tanggal

Judul Narasi

Sumber

14-Jan-19

Berpotensi Hemat Rp798 Triliun, Presiden Jokowi: Segera Selesaikan Regulasi Kendaraan Bermotor Listrik

https://setkab.go.id/berpotensi-hemat-rp798-triliun-presiden-jokowi-segera-selesaikan-regulasi-kendaraan-bermotor-listrik/

28-Apr-19

Mampu Kurangi Polusi dan Impor BBM, Pemerintah Dorong Harga Mobil Listrik Makin Terjangkau

https://setkab.go.id/mampu-kurangi-polusi-dan-impor-bbm-pemerintah-dorong-harga-mobil-listrik-makin-terjangkau/

16-Mar-21

 

Indonesia Berpotensi Besar Sebagai Pemain Utama Industri Baterai Mobil Listrik

https://setkab.go.id/indonesia-berpotensi-besar-sebagai-pemain-utama-industri-baterai-mobil-listrik/

22-Feb-22

 

Luncurkan Ekosistem Kendaraan Listrik, Presiden Jokowi Nyatakan Komitmen Terhadap Transisi Energi

https://setkab.go.id/luncurkan-ekosistem-kendaraan-listrik-presiden-jokowi-nyatakan-komitmen-terhadap-transisi-energi/

23-Feb-22

 

Menperin: Indonesia Siap Masuki Era Kendaraan Listrik

https://setkab.go.id/menperin-indonesia-siap-masuki-era-kendaraan-listrik/

4-Oct-22

 

Stafsus Presiden Diaz Hendropiyono Gelar Diskusi Pencapaian Target 2 Juta Motor Listrik 2025

https://setkab.go.id/stafsus-presiden-diaz-hendropiyono-gelar-diskusi-pencapaian-target-2-juta-motor-listrik-2025/

6-Apr-23

 

Pemerintah Luncurkan Insentif Pembelian Kendaraan Listrik Roda Empat dan Bus

https://setkab.go.id/pemerintah-luncurkan-insentif-pembelian-kendaraan-listrik-roda-empat-dan-bus/

5-May-23

 

Moeldoko Optimistis Pemberian Insentif PPN Percepat Pembangunan Ekosistem Kendaraan Listrik

https://www.ksp.go.id/moeldoko-optimistis-pemberian-insentif-ppn-percepat-pembangunan-ekosistem-kendaraan-listrik.html

11-May-23

 

Anies, Insentif dan Nasib Mobil Listrik di Indonesia

https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230510173100-603-947909/anies-insentif-dan-nasib-mobil-listrik-di-indonesia

30-May-23

 

Subsidi Kendaraan Listrik, Turunkan Polusi atau Bikin Macet?

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230530201447-8-441973/subsidi-kendaraan-listrik-turunkan-polusi-atau-bikin-macet

16-Aug-23

 

Strategi Pemerintah untuk Transformasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/strategi-pemerintah-untuk-transformasi-ekonomi-inklusif-dan-berkelanjutan/

19-Aug-23

 

Lawan Polusi Tak Pakai "Kacamata Kuda", Gaikindo Usul Mobil Hybrid Dapat Insentif

https://otomotif.bisnis.com/read/20230819/46/1686292/lawan-polusi-tak-pakai-kacamata-kuda-gaikindo-usul-mobil-hybrid-dapat-insentif

21-Aug-23

 

Kendaraan listrik disebut 'solusi palsu' untuk perbaiki kualitas udara di Indonesia

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c51qrg47241o

2-Sep-23

 

OPINI: Pajak Karbon dan Insentif Energi Listrik Tangani Polusi

https://ekonomi.bisnis.com/read/20230902/44/1690784/opini-pajak-karbon-dan-insentif-energi-listrik-tangani-polusi

5-Sep-23

 

Menakar Efektivitas Insentif Motor Listrik Atasi Polusi Udara Jakarta

https://fokus.tempo.co/read/1768311/menakar-efektivitas-insentif-motor-listrik-atasi-polusi-udara-jakarta

Sumber: Berbagai Situs Berita dan Situs Resmi Pemerintah

 

Teknik pengolahan data menggunakan software NVivo 14 for Windows. Tahap pertama, adalah pencarian data yaitu transkrip pidato pemerintah, siaran pers, dan berita online yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Tahap kedua reduksi data, yaitu memilih, memusatkan, menyederhanakan, dan transformasi data kasar. Pada tahap ini digunakan fitur Word Frequency untuk mengetahui kata atau frasa yang paling sering muncul. Dari fitur ini, didapatkan lima kata paling sering muncul yaitu industri, baterai, polusi, impor, dan emisi karbon. Berdasarkan pencarian kata yang paling muncul tersebut, dilakukan tahap ketiga yaitu coding. Dalam tahap coding ini, diberikan kode/label tertentu pada pernyataan-pernyataan dari dalam berita serta pidato resmi. Tahap keempat adalah memilih fitur analisis. Tahap akhir penyajian data, yaitu menyajikan data-data yang telah direduksi sehingga terbentuk pola tertentu.

Narasi kebijakan memiliki struktur dan elemen tertentu yang membedakannya dari jenis komunikasi lainnya, seperti laporan fakta atau pidato tanpa struktur narasi. Untuk itu diperlukan komponen-komponen dari narasi kebijakan yang dapat diidentifikasi dan diuraikan dengan jelas (Shanahan et al., 2018). Adapun komponen tersebut adalah narasi kebijakan dan konten narasi kebijakan (Shanahan et al., 2018). Komponen narasi kebijakan yakni antara lain pengaturan (setting) yang terdiri dari ruang dan waktu; karakter/aktor, yang terdiri dari protagonis, antagonis, dan korban; pengorganisasian tindakan yang menghubungkan setiap karakter (plot); pesan moral sebagai solusi kebijakan (moral of the story). Konten narasi kebijakan terdiri dari tata sistem nilai yang diyakini menjadi tujuannya (belief system), dan strategi yang merupakan cara lain narator untuk memanipulasi atau mengendalikan proses kebijakan (Shanahan et al., 2018). Level analisis penelitian ini adalah level messo, yaitu menganalisis bagaimana aktor kebijakan membentuk dan mengkomunikasikan narasi untuk memengaruhi proses kebijakan (Shanahan et al., 2018), dalam hal ini yaitu promosi narasi kebijakan insentif KBLBB oleh pemerintah serta narasi pihak-pihak yang resisten terhadap kebijakan tersebut.

Merujuk pada Roe (1994) dalam menemukan metanarasi, langkah yang dilakukan yaitu pertama mengidentifikasi narasi konvensional yang mendominasi isu tersebut. Kedua, mengidentifikasi narasi yang tidak sesuai dengan definisi konvensional, yaitu "non-stories," seperti argumen yang berlawanan dengan naratif utama. Ketiga, membandingkan dua set narasi ini guna menghasilkan metanaratif yang diceritakan melalui perbandingan. Keempat, menentukan bagaimana metanarasi mengubah kembali isu tersebut sehingga membuatnya lebih dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan. Dengan demikian metanarasi tersebut dapat diusulkan sebagai agenda baru. Dengan demikian langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 

 

Gambar 1. Langkah Analisis Temuan Penelitian

Sumber: Roe (1994)

 

Melalui langkah tersebut narasi kebijakan yang konflik tentang insentif KBLBB bisa ditemukan solusinya. Dengan mencari metanarasi, dimungkinkan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk mengubah kembali isu tersebut agar lebih dapat dipertimbangkan untuk deliberasi, analisis, dan pembuatan kebijakan. Dalam hal ini, metanarasi adalah usulan untuk agenda kebijakan baru terkait upaya mengurangi emisi karbon dan ketergantungan energi berbahan bakar fosil dalam sektor transportasi.

 

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi Narasi Kebijakan

Narasi kebijakan insentif KBLBB yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo dan jajarannya ini mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia dalam mendukung pengembangan kendaraan bermotor listrik sebagai langkah menuju transportasi yang ramah lingkungan. Proses perumusan kebijakan ini melibatkan koordinasi antara beberapa kementerian, termasuk Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, serta Kepala Staf Kepresidenan. Sejak awal perencanaannya pada tahun 2018, kebijakan ini secara resmi disahkan pada tahun 2019 melalui peraturan tertulis. Pentingnya kebijakan ini ditegaskan oleh ketentuan dalam Permenperin 21/2023, yang memberikan panduan mengenai pemberian bantuan pemerintah untuk pembelian KBLBB Roda Dua (Al Qodri, 2023). Sesuai peraturan tersebut, setiap warga Indonesia yang telah mencapai usia 17 tahun dan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) berhak mendapatkan insentif sebesar Rp 7 juta untuk membeli satu unit motor listrik.

Kebijakan tersebut diharapkan dapat mempercepat ekosistem kendaraan listrik guna mendukung ketahanan energi nasional. Harapannya, dengan KBLBB sebagai alat transportasi masyarakat, negara tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil sehingga tidak lagi perlu impor BBM. Bersamaan dengan itu, pemerintah menyampaikan di berbagai kesempatan bahwa KBLBB sebagai solusi atas masalah polusi udara yang dihasilkan dari kendaraan berbahan bakar fosil (BBM). Selain itu pemerintah juga menyebutkan bahwa dengan meningkatkan ekosistem KBLBB, maka pengembangan industri akan semakin maju. Hal itu membutuhkan dukungan berupa insentif, regulasi, dan kolaborasi antara BUMN dan swasta. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi di Indonesia, meningkatkan produksi kendaraan listrik, dan memperluas ekspor ke mancanegara. Pemerintah juga meyakini bahwa pengembangan industri kendaraan listrik ini akan memperluas kesempatan kerja dan menarik investasi.

 

Tabel 2. Bentuk Narasi

Level Analisis

Meso: 

Bagaimana pemerintah membentuk narasi untuk memengaruhi proses kebijakan insentif KBLBB serta narasi pihak-pihak yang kontra/resisten terhadap kebijakan tersebut

Latar

Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan Insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagai upaya mengurangi emisi karbon, mengantisipasi dampak perubahan iklim, dan mencapai tujuan Net Zero Emission pada tahun 2060

Karakter/aktor

Protagonis: Pemerintah (Presiden berserta sejumlah menterinya yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan kementerian terkait)

Antagonis: Akademisi, Kelompok Masyarakat Sipil, dan Politisi

Korban: Masyarakat

Plot

·     Indonesia ingin mencapai tujuan Net Zero Emission pada tahun 2060

·     Kendaraan bermotor llistrik dianggap sebagai solusi menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil sehingga mampu mengurangi emisi karbon

·     Untuk mengakselerasi adopsi kendaraan listrik, dipilih kebijakan insentif KBLBB

·     Penggunaan KBLBB dapat mengembangkan industri kendaraan listrik sehingga memperluas lapangan pekerjaan

·     Kebijakan ini mendapat resistensi berbagai pihak antara lain akademisi, kelompok masyarakat, maupun politisi.

Moral of the Story

Pemerintah mempromosikan narasi kebijakan bahwa Insentif KBLBB sebagai upaya akselerasi adopsi KBLBB pada masyarakat sehingga dapat mengatasi polusi dan menurunkan emisi karbon

Belief system narasi utama

·     Kendaraan konvensional adalah penyebab utama polusi udara sehingga menjadi masalah lingkungan

·     Polusi diatasi dengan mengganti kendaraan berbahan bakar fosil menjadi KBLBB

·     Masyarakat akan membeli KBLBB jika harganya lebih murah, sehingga diperlukan kebijakan insentif agar harga KBLBB menjadi lebih murah

·     Kebijakan insentif juga akan membawa dampak positif bagi pengembangan industri KBLBB nasional sehingga menjadi daya tarik investasi dan memperluas kesempatan kerja

Strategi narasi pemerintah: “brainwash” oleh pemerintah melalui berbagai media bahwa bahaya polusi adalah dari kendaraan berbahan fosil

Sumber: Diolah oleh Penulis

Tabel di atas menampilkan komponen bentuk narasi kebijakan pemerintah guna menggambarkan plot yang menghubungan semua karakter yang terlibat. Dari tabel tersebut juga terlihat tata sistem nilai yang dipercayai (belief system) oleh pemerintah dengan tujuan utama yaitu agar mempercepat penjualan KBLBB guna mengatasi polusi dan mengurangi emisi karbon. Hubungan antara berbagai belief system pemerintah dan tujuan yang ingin dicapainya tersebut tergambar dalam diagram berikut:

 

Gambar 2. Hubungan Narasi Kebijakan

Sumber: Diolah oleh Penulis Menggunakan NVivo 14

 

Dari diagram di atas terlihat narasi kebijakan utama yang dikeluarkan adalah pemerintah adalah mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik, “Melalui kendaraan bermotor listrik kita juga dapat mengurangi pemakaian BBM dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang berpotensi menghemat kurang lebih Rp798 triliun”. Selain itu pemerintah mengeluarkan narasi bahwa kendaraan konvensional adalah penyebab utama polusi udara. Narasi tersebut sebagai alasan sehingga kebijakan insentif KBLBB adalah kebijakan yang dipilih dengan tujuan menarik masyarakat agar membeli kendaraan listrik sehingga mempercepat penjualan kendaraan listrik. Narasi ini salah satunya disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidena, Moeldoko, dalam pidatonya di acara Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023, “Kita harus bekerja keras dan mengikuti tren dunia yang saat ini tergila-gila terhadap mobil listrik. Saya khawatir kita jadi tertinggal dan ujung-ujungnya menjadi pasar Industri kendaraan listrik dari luar negeri”. Presiden Jokowi juga menyatakan dalam pidatonya pada kesempatan lain, “kebijakan ini untuk mendorong percepatan transformasi ekonomi untuk penciptaan nilai tambah yang tinggi, perluasan kesempatan kerja, dan penggunaan energi yang ramah lingkungan sehingga dapat menurunkan emisi, serta efisiensi subsidi energi”. Dengan kebijakan tersebut, industri kendaraan listrik akan semakin berkembang sehingga mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia.

 

Gambar 3. Komparasi Frekuensi Narasi Kebijakan Insentif KBLBB

Sumber: Diolah oleh Penulis Menggunakan NVivo 14

 

Gambar di atas menggambarkan narasi mana yang paling dominan yang dikeluarkan pemerintah dalam mencapai tujuannya. Besaran kolom menggambarkan frekuensi narasi kebijakan yang disampaikan oleh Pemerintah dengan tujuan peningkatan pembelian KBLBB guna mengurangi emisi karbon dan mengatasi polusi. Artinya, semakin besar kolom, maka semakin banyak narasi tersebut disampaikan. Dari data yang dikumpulan dalam penelitian ini, narasi yang paling banyak disampaikan pemerintah adalah “mengembangkan industri KBLBB”, lalu diikuti dengan “mengurangi ketergantungan energi fosil”. Kedua narasi tersebut mendominasi narasi lain yang justru menjadi tujuan utama dari kebijakan insentif KBLBB ini, yaitu “mengurangi emisi karbon” dan “kendaraan konvensional penyebab utama polusi”. Hal ini menggambarkan bahwa tujuan kebijakan insentif KBLBB ini cenderung dominan ke arah aspek ekonomi dibandingkan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa, meskipun ada upaya dalam pengembangan sektor ekonomi yang berkelanjutan, aspek lingkungan mungkin belum mendapatkan perhatian yang memadai.

 

Kontra Narasi

Kontra narasi kebijakan insentif KBLBB mendapatkan sorotan kritis dari berbagai sektor, termasuk akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia serta FEB Universitas Pancasila. Selain itu, kelompok masyarakat seperti Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) juga turut mengemukakan keberatan terhadap kebijakan tersebut. Terdapat juga penolakan dari tokoh politik ternama, seperti Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dengan tegas menyampaikan pendapatnya yang berlawanan dengan narasi kebijakan yang diusung. Semua kritik dan pandangan kontra ini mencerminkan kompleksitas serta kontroversi yang melibatkan berbagai pihak terkait kebijakan insentif KBLBB.

Seluruh karakter yang kontra menyampaikan pandangannya yang sama mengenai peralihan ke KBLBB tidak menjadi solusi polusi dan emisi karbon karena pembangkit listrik untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara.  Mereka meragukan efektivitas solusi tersebut, mengingat sumber listriknya masih dominan dari energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara yang menyumbang polusi udara, serta menyoroti aspek emisi karbon dalam proses pembuatan dan pengisian daya KBLBB. Seperti yang disampaikan oleh Bondan Andriyanu, Juru Bicara bidang Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, “kalaupun mau kendaraan listrik harusnya ada transisi energi, harus diubah dulu menjadi energi bersih, baru itu [solusi kendaraan listrik] yang dikedepankan. Ini kan seolah kayak masih bertolak belakang”.

Selain itu emisi yang dihasilkan dalam proses pembuatan dan pengisian daya kendaraan juga akan menjadi masalah baru. Proyeksi 24 juta KBLBB di Jakarta dapat meningkatkan konsumsi listrik dan menambah beban pada industri nikel, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik. Untuk itu pemerintah harusnya memikirkan pula pengendalian kegiatan pertambangan mineral sebagai bahan baku baterai dan sistem pengolahan limbah baterai. Selain itu narasi kontra terhadap kebijakan ini menekankan bahwa pemilik mobil listrik umumnya tidak memerlukan subsidi karena setelah diberikan insentif pun harga kendaraan tersebut masih tetap mahal. Dengan demikian yang mampu membeli KBLBB adalah kelompok berpenghasilan di atas rata-rata. Seperti yang disampaikan Anies Baswedan bahwa “Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi”. Lebih lanjut karakter dengan narasi kontra juga menganggap bahwa kebijakan insentif KBLBB ini justru dapat memperburuk tingkat kemacetan karena adanya penambahan volume kendaraan. Mereka berpendapat bahwa langkah ini bisa mengakibatkan peningkatan lalu lintas, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada masalah kemacetan yang sudah ada. Dalam hal ini, pemerintah perlu memprioritaskan solusi lingkungan dengan membenahi transportasi umum secara merata di berbagai daerah di Indonesia daripada memberikan insentif kepada perorangan.

 

Analisis Metanarasi

Setelah menemukan narasi kebijakan dan kontra narasi, langkah selanjutnya adalah menentukan metanarasi. Analisis metanarasi merupakan usaha untuk menciptakan narasi kebijakan baru yang dapat menyatukan asumsi-asumsi dalam keputusan pada kebijakan (Roe, 1994). Dalam konteks ini, metanarasi dapat dianggap sebagai wadah kreatif untuk mengembangkan solusi inovatif atau kompromi yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak yang terlibat. Ketika tidak ada titik tengah untuk kompromi antara narasi utama dan kontra narasi, metanarasi menjadi alternatif untuk mengintervensi kebijakan dengan strategi agar kebijakan lebih dapat diarahkan. Untuk lebih memahami perbandingan antara narasi kebijakan dan kontra narasi serta perbedaan antara kedua narasi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

 

Tabel 3. Perbandingan Antar Narasi

Narasi Utama

Kontra Narasi

Perbedaan

Penyebab polusi berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil sehingga perlu transisi ke KBLBB guna mengurangi emisi karbon dari kendaraan

KBLBB tidak bisa mengatasi polusi karena pembangkit listrik untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara sehingga akan tetap menghasilkan emisi karbon

 

Perbedaan belief system tentang apakah transisi ke KBLBB akan secara efektif mengurangi emisi atau justru sumber energi yang digunakan untuk KBLBB masih menimbulkan masalah emisi karbon

KBLBB diyakini akan mendorong diversifikasi bahan bakar kendaraan dari BBM sehingga akan menurunkan nilai impor BBM

Anggaran yang sangat besar dikeluarkan untuk memberi insentif KBLBB kepada perorangan. Selain itu anggaran besar juga akan dibutuhkan untuk pengembangan infrastruktur KBLBB

Asumsi tentang sejauh mana manfaat diversifikasi bahan bakar dapat sejalan dalam mengatasi tantangan anggaran yang dihadapi

Dengan kebijakan insentif KBLBB, minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik meningkat

 

·    Harga KBLBB setelah diberi insentif tetap mahal sehingga yang bisa membeli hanya kelompok masyarakat berpenghasilan di atas rata-rata

·    Insentif KBLBB akan menambah volume jumlah kendaraan pribadi sehingga akan menambah kemacetan

Perbedaan terkait aksesibilitas harga kendaraan listrik setelah insentif dan dampaknya pada minat masyarakat, serta potensi peningkatan kemacetan.

Dengan meningkatnya permintaan KBLBB, Indonesia diharapkan mampu menjadi produsen kendaraan listrik sehingga meningkatkan daya tarik investasi dalam ekosistem kendaraan listrik serta perluasan kesempatan kerja

Kebijakan insentif sudah berjalan namun fasilitas/infrastruktur belum tersedia dengan cukup. Seperti minimnya stasiun pengisian baterai

Perbedaan ekspektasi pertumbuhan industri KBLBB di Indonesia sebagai produsen utama dengan kenyataan infrastruktur yang masih terbatas, khususnya minimnya stasiun pengisian baterai.

Nikel sebagai sumber daya yang melimpah di Indonesia. Potensi produksi baterai

Ancaman dampak lingkungan seperti deforestasi dan kerusakan akibat ekspansi tambang nikel serta limbah baterai

Ketidakseimbangan antara potensi ekonomi yang dihasilkan dari tambang nikel untuk baterai dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul termasuk masalah limbahnya

Sumber: Diolah oleh Penulis

 

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat lima gap antara narasi kebijakan dengan kontra narasi dari seluruh karakter yang terlibat dalam kebijakan insentif KBLBB. Pertama yaitu perbedaan keyakinan tentang apakah kebijakan ini akan efektif mengurangi emisi karbon atau justru sumber energi listrik yang digunakan untuk KBLBB tetap menimbulkan masalah emisi karbon. Moriarty & Wang (2017) dan Chen et al. (2021) menemukan bahwa kendaraan listrik memang menyebabkan penurunan emisi karbon dari knalpot kendaraan serta penurunan polusi udara. Namun manfaat pengurangan emisi karbon dari kendaraan listrik masih menjadi perdebatan dan bergantung sumber daya listrik digunakan apakah energi baru terbarukan atau tetap energi fosil. Selain itu kenaikan aktivitas manufaktur sebagai akibat dari peningkatan produktivitas atau subsidi dapat menyebabkan pertumbuhan emisi non-knalpot yang dapat menggagalkan penurunan emisi knalpot tersebut. Oleh karena itu untuk mencapai penurunan emisi yang diinginkan, kebijakan insentif KBLBB harus disertai dengan manufaktur berkelanjutan dan peningkatan produksi energi baru terbarukan.

Kedua, terdapat perbedaan asumsi tentang sejauh mana manfaat diversifikasi bahan bakar dapat sejalan dalam mengatasi tantangan anggaran yang dihadapi, yaitu anggaran yang dikeluarkan dalam bentuk insentif tersebut serta anggaran membangun infrastruktur baru untuk KBLBB. Ketiga, perbedaan terkait aksesibilitas harga kendaraan listrik setelah insentif dan dampaknya pada minat masyarakat, serta potensi peningkatan kemacetan. Rajaguguk (2022) menemukan bahwa kebijakan insentif pajak tidak langsung KBLBB di Indonesia masih belum berdampak efektif karena harga kendaraan listrik setelah mendapat insentif pun masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan daya beli rata-rata masyarakat. Akibatnya, konsumen di Indonesia masih enggan untuk beralih ke mobil listrik karena mayoritas pengguna mobil listrik di Indonesia merupakan individu yang memiliki pendapatan di atas rata-rata. Selain itu peningkatan penggunaan kendaraan listrik menurut Wang et al. (2021) menyebabkan kemacetan lalu lintas tambahan. Hal ini dijelaskan Grigorev et al. (2021) disebabkan oleh waktu tunggu yang signifikan dalam pengisian baterai di stasiun pengisian. Akibatnya, lalu lintas yang padat ini menyebabkan peningkatan konsumsi energi pada kendaraan listrik (Jonas & Macht, 2019) dan (Deflorio & Castello, 2017).

Keempat, perbedaan ekspektasi pertumbuhan industri KBLBB di Indonesia sebagai produsen utama dengan kenyataan infrastruktur yang masih terbatas, khususnya minimnya stasiun pengisian baterai. Nur & Kurniawan (2021) menemukan bahwa kebijakan insentif di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China, bisa berhasil karena dibarengi dengan peningkatan fasilitas pengisian baterai yang luas dan massif. Sosialisasi yang efektif kepada publik tentang beragam keuntungan kendaraan listrik juga menjadi kunci sukses dalam mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan ini. Oleh karena itu, tantangan utama yang dihadapi industri KBLBB di Indonesia adalah bagaimana menciptakan ekosistem yang mendukung, termasuk penguatan infrastruktur pengisian baterai dan kampanye edukasi yang intensif.

Serta kelima, adanya ketidakseimbangan antara potensi ekonomi yang dihasilkan dari tambang nikel untuk baterai dengan dampak lingkungan yang mungkin timbul termasuk masalah limbah yang dihasilkan menjadi perhatian utama dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Meskipun terdapat dampak positif pada aspek ekonomi, produksi tambahan baterai dan kendaraan listrik menyebabkan eksternalitas tambahan akibat emisi sehingga menciptakan tantangan serius dalam upaya menjaga keseimbangan ekologi. Dari jenis polutan yang dihasilkan, sumber utama dari emisi tambahan ini adalah Sox (sulfur oksida), CO2 (karbon dioksida), dan NOx (Nitrogen Oksida) (Pirmana et al., 2023). Sementara salah satu dampak terkait pengolahan limbah baterai kendaraan listrik adalah kandungan bahan berbahaya dan beracun seperti nikel beracun dan lanthanum (Nur & Kurniawan, 2021)yang memberikan tantangan ekstra dalam mengelola dampak lingkungan yang terkait dengan industri baterai.

 

Strategi Pengembangan Kebijakan

Meskipun KBLBB memiliki potensi besar untuk mengatasi polusi, mengurangi emisi karbon dan ketergantungan energi berbahan bakar fosil, diperlukan penyesuaian kebijakan untuk memastikan bahwa kebijakan insentif KBLBB tidak hanya menguntungkan segmen tertentu dari masyarakat dan tidak merusak upaya lebih besar untuk meningkatkan berkelanjutan. Berdasarkan analisis metanarasi di atas, maka dihasilkan pesan moral yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif kebijakan dengan didasari pada sistem nilai dan strategi sebagai berikut:

a)    Dalam meyakinkan publik bahwa kebijakan insentif KBLBB dapat mengatasi masalah polusi yang diakibatkan oleh kendaraan konvensional, maka penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber listrik yang digunakan untuk KBLBB harus terus dikembangkan. Dukungan riset dan pengembangan teknologi energi terbarukan perlu ditingkatkan untuk memastikan ketersediaan sumber energi baru terbarukan;

b)    Pemberian insentif yang lebih tepat sasaran dengan penentuan kriteria penerima insentif berdasarkan tingkat penghasilan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat dari kebijakan ini merata dan tidak hanya dinikmati oleh golongan ekonomi tertentu;

c)    Transisi ke kendaraan listrik harus dibarengi dengan peningkatan fasilitas pengisian baterai yang luas dan massif. Infrastruktur pengisian baterai yang memadai merupakan kunci keberhasilan adopsi kendaraan berbasis listrik di masyarakat;

d)    Membenahi transportasi umum dengan kendaraan listrik secara merata di berbagai daerah di Indonesia guna mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini juga bertujuan untuk mengatasi masalah kemacetan dan menurunkan polusi knalpot dari kendaraan pribadi; dan

e)    Pengembangan fasilitas pengelolaan limbah baterai dan skema penukaran atau pembelian baterai baru juga mesti diatur dengan baik agar dapat mengendalikan potensi jumlah limbah baterai. Sistem daur ulang yang efisien dan kebijakan yang mengatur tanggung jawab produsen terhadap limbah baterai perlu diperkuat untuk menjaga dampak lingkungan yang minimal dari pertumbuhan industri KBLBB.

 

Kesimpulan

Pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif KBLBB sebagai upaya untuk mengurangi polusi di sektor transportasi. Kebijakan ini dirancang untuk mempercepat pengembangan kendaraan listrik, mendukung ketahanan energi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan harapan mengurangi impor BBM. Narasi yang dibangun oleh pemerintah yaitu kendaraan konvensional adalah penyebab utama polusi udara sehingga menjadi masalah lingkungan. Untuk itu polusi diatasi dengan mengganti kendaraan berbahan bakar fosil menjadi KBLBB. Agar masyarakat membeli KBLBB, diperlukan kebijakan insentif agar harga KBLBB menjadi lebih murah. Narasi oleh pemerintah tersebut mendapat resistensi dari berbagai pihak yaitu bahwa KBLBB tidak bisa mengatasi polusi karena pembangkit listrik untuk KBLBB masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara sehingga akan tetap menghasilkan emisi. Selain itu kebijakan ini akan menghasilkan dampak lingkungan seperti deforestasi dan kerusakan akibat ekspansi tambang nikel serta limbah baterai. Analisis metanarasi menemukan bahwa terdapat lima gap antara narasi utama dengan narasi kontra sehingga menghasilkan strategi pengembangan kebijakan yaitu memastikan penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber listrik bagi KBLBB, insentif yang tepat sasaran, peningkatan infratsuktur KBLBB yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, pengembangan fasilitas pengelolaan limbah baterai, serta membenahi transportasi umum untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga menurunkan emisi karbon.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alqodri, M. I. (2023). Kebijakan Rendah Emisi Negara Anggota G20 dan Kinerja Ekspor Kendaraan Bermotor Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan12(1), 41-68.

Ariani, R., Hamzani, A. I., & Rahayu, K. (2022). Upaya Indonesia dalam Percepatan Penggunaan Energi Bersih. Penerbit NEM.

Chen, Z., Carrel, A. L., Gore, C., & Shi, W. (2021). Environmental and economic impact of electric vehicle adoption in the U.S. Environmental Research Letters, 16(4), 045011. https://doi.org/10.1088/1748-9326/abe2d0

Deflorio, F., & Castello, L. (2017). Dynamic charging-while-driving systems for freight delivery services with electric vehicles: Traffic and energy modelling. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 81, 342–362. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.trc.2017.04.004

Grigorev, A., Mao, T., Berry, A., Tan, J., Purushothaman, L., & Mihaita, A.-S. (2021). How will electric vehicles affect traffic congestion and energy consumption: an integrated modelling approach. 2021 IEEE International Intelligent Transportation Systems Conference (ITSC), 1635–1642. https://doi.org/10.1109/ITSC48978.2021.9564561

Hukum Online. (2024, January 19). Pedoman Pemberian Insentif Importasi KBL Berbasis Baterai Roda Empat Diperkenalkan: Tenggat Waktu Permohonan Insentif Ditetapkan pada 1 Maret 2025. Hukum Online.

Ibad, M. Z., Antiqasari, S. N., Hudalah, D., & Dirgahayani, P. (2022). Transisi Energi Terbarukan di Indonesia: Dinamika Kendaraan Listrik dengan Pendekatan Self-organization di Kota Jakarta.

Jonas, T., & Macht, G. A. (2019). Quantifying the impact of traffic on electric vehicle efficiency. In ProQuest Dissertations and Theses. https://www.proquest.com/dissertations-theses/quantifying-impact-traffic-on-electric-vehicle/docview/2281197614/se-2?accountid=17242

Moriarty, P., & Wang, S. J. (2017). Can Electric Vehicles Deliver Energy and Carbon Reductions? Energy Procedia, 105, 2983–2988. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.egypro.2017.03.713

Nur, A. I., & Kurniawan, A. D. (2021). Proyeksi Masa Depan Kendaraan Listrik di Indonesia: Analisis Perspektif Regulasi dan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim yang Berkelanjutan. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 7(2), 197–220. https://doi.org/10.38011/jhli.v7i2.260

Pirmana, V., Alisjahbana, A. S., Yusuf, A. A., Hoekstra, R., & Tukker, A. (2023). Economic and environmental impact of electric vehicles production in Indonesia. Clean Technologies and Environmental Policy, 25(6), 1871–1885. https://doi.org/10.1007/s10098-023-02475-6

Rajagukguk, N. S. (2022). Tinjauan Perbandingan Perlakuan Insentif Pajak bagi Mobil Listrik di Indonesia, Thailand dan Norwegia dari Aspek Pajak Tidak Langsung. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Politeknik Keuangan Negara Stan.

Roe, E. (1994). Theory and Practice. Duke University Press. https://doi.org/10.2307/j.ctv11hpqq4

Shanahan, E. A., Jones, M. D., & McBeth, M. K. (2018). How to conduct a Narrative Policy Framework study. The Social Science Journal, 55(3), 332–345. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.soscij.2017.12.002

Wang, T., Tang, T.-Q., Huang, H.-J., & Qu, X. (2021). The adverse impact of electric vehicles on traffic congestion in the morning commute. Transportation Research Part C: Emerging Technologies, 125, 103073. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.trc.2021.103073

 

 

Copyright holder:

Okta Rina Fitri, Palupi Lindiasari Samputra (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: