Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

KEBIJAKAN DAN STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN NONMILITER KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI INDONESIA

 

Gazali Ahmad

Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Peredaran gelap narkoba dikategorikan sebagai tindak kejahatan terorganisis transnasional dan ancaman yang bersifat nonmiliter untuk pertahanan negara. Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang terorganisir dengan jaringan yang luas dan bersifat rahasia baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Peran Badan Narkotika Nasional (BNN) diperlukan untuk menghadapi permasalahan peredaran gelap narkoba di Indonesia yang semakin hari semakin meluas. Dalam menghadapi kejahatan transnasional peredaran gelap narkoba membuat penanganan permasalahan tersebut harus lebih efektif. Penelitian ini bertujuan membahas kebijakan dan strategi BNN dalam menghadapi ancaman non militer berupa kejahatan transnasional peredaran gelap narkoba di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini adalah (1) Kebijakan dan strategi yang dilakukan BNN melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), (2) Pemerintah Daerah memberikan peran kepada BNN untuk mengadvokasi pengambilan kebijakan yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan dan program P4GN, (3) BNN dapat melakukan koordinasi dengan pemerintah Kabupaten/Kota melalui BNNK di masing-masing wilayah, (4) sinergitas yang dilakukan BNN dan Pemerintah Daerah terkendala dengan belum adanya Perda yang mengatur pelaksanaan kegiatan bersama, (5) proses sharing anggaran untuk melaksanakan kegiatan yang mendukung pelaksanaan penanggulangan peredaran gelap narkoba terganggu.

Kata Kunci: Kebijakan dan strategi, kejahatan transnasional, peredaran gelap narkotika

 

Abstract

The circulation of narcotics is categorized as a transnational organized crime and a non-military threat to national defense. Drug crime is an organized crime with a wide and secretive network, both nationally and internationally. The role of the National Narcotics Agency (BNN) is necessary to confront the increasing spread of drug trafficking in Indonesia. Confronting transnational crimes like drug trafficking requires more effective handling. This study discusses the policies and strategies of the BNN in facing the non-military threat of transnational drug trafficking in Indonesia. The research employs a qualitative research method with a descriptive approach. The results of this study are as follows: (1) BNN implements the Prevention, Eradication of Drug Abuse and Illicit Drug Trafficking (P4GN) program as part of its policies and strategies, (2) Local Governments assign a role to BNN to advocate for policy adoption that supports P4GN activities and programs, (3) BNN can coordinate with District/City Governments through Regional BNN Offices (BNNK) in each area, (4) the synergy between BNN and Local Governments is hindered by the absence of local regulations governing joint activities, (5) the budget sharing process to support drug trafficking control activities is disrupted.

Keywords: Policies and Strategy, transnational crime, drugs trafficking

 

Pendahuluan

Peredaran gelap narkoba merupakan fenomena yang mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia (Srifauzi et al., 2022). Fenomena ini tidak lagi hanya merupakan tindak kriminal lokal, melainkan telah berkembang menjadi tindak kejahatan terorganisir transnasional yang meresahkan (Srifauzi et al., 2022). Peredaran gelap narkoba tidak hanya berdampak pada tingkat nasional, tetapi juga memiliki implikasi internasional yang signifikan (Harum & Syarifah, 2023). Dalam skala yang lebih luas, hal ini menjadi ancaman serius bagi pertahanan negara (Hidayat, 2022). Peredaran gelap narkoba telah tumbuh menjadi salah satu fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat global, termasuk Indonesia (Hartono & Bakharuddin, 2023). Fenomena ini telah melampaui batas-batas negara dan tidak lagi terbatas pada wilayah geografis tertentu (Pamungkas, 2015). Terlebih lagi, peredaran gelap narkoba tidak hanya mencakup aksi kriminalitas sebatas tingkat lokal, namun telah berevolusi menjadi tindak kejahatan terorganisir transnasional (Ramadhan et al., 2023). Hal ini menimbulkan dampak yang sangat meresahkan dan mengancam keamanan serta kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia.

Penyalahgunaan narkotika menimbulkan berbagai macam ancaman dan kerusakan terhadap kesehatan, perkembangan sosial, perkembangan sosial- ekonomi, serta keamanan dan kedamaian dunia (Ramadhan et al., 2023). Hal itu pun dapat memicu kriminalitas lainnya, seperti pencurian, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Menurut deputi rehabilitasi Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) pelaku penyalahgunaan narkotika akan menyebabkan kerusakan otak, tanpa jaminan kesembuhan, Deputi Rehabilitasi BNN, Lemhanas (Baidi & Yuherawan, 2023).  Selain itu pecandu narkotika berpotensi menjadi pengedar, sebab perbuatan mengedarkan narkotika akan mendatangkan keuntungan secara finansial dan juga memudahkan pecandu untuk menggunakan narkotika sebab narkotika ada dalam penguasannya (Setiono et al., 2020).  

Mengakar dalam jaringan yang kompleks dan rahasia, peredaran gelap narkoba telah menciptakan tantangan serius bagi aparat penegak hukum di berbagai belahan dunia. Ancaman ini tidak hanya memberikan akibat buruk pada tingkat nasional, tetapi juga membawa implikasi berat pada skala internasional. Kejahatan semacam ini telah membentuk jaringan terorganisir yang luas, yang terus berkembang dan menyebar, menghadirkan risiko serius bagi keamanan dan pertahanan negara. Indonesia, sebagai salah satu negara yang terdampak secara signifikan oleh fenomena ini, mendapati dirinya berada di garis depan dalam pertempuran melawan peredaran gelap narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) merupakan tonggak utama dalam upaya pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan peredaran gelap narkoba di negara ini. Namun, dalam menghadapi ancaman yang semakin kompleks dan meluas ini, tantangan besar mengemuka untuk memastikan kebijakan dan strategi yang efektif.

Keberadaan BNN adalah aset berharga dalam memerangi peredaran gelap narkoba. Namun, diperlukan evaluasi mendalam terkait kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh lembaga ini. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif menjadi alat yang tepat untuk menyelidiki dan menganalisis dinamika yang terlibat dalam upaya BNN. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh BNN. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan pandangan mendalam tentang peran BNN dalam menghadapi ancaman nonmiliter yang terorganisir dan transnasional ini. Temuan ini diharapkan juga dapat memberikan rekomendasi strategis untuk memperkuat peran BNN dalam menanggulangi ancaman ini. Melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap dinamika kebijakan dan strategi yang terlibat dalam penanganan peredaran gelap narkoba, diharapkan dapat memberikan sumbangan signifikan dalam upaya mengurangi dampak negatif dari kejahatan ini terhadap masyarakat dan keamanan negara secara keseluruhan.

Namun, untuk mencapai kesuksesan dalam penanggulangan peredaran gelap narkoba, tidak hanya diperlukan upaya dari BNN semata. Pentingnya kerja sama lintas sektoral tidak dapat diabaikan. Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendukung implementasi kebijakan dan strategi BNN. Dengan memberikan dukungan kuat, pemerintah daerah dapat menjadi mitra yang efektif dalam melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).

Di Indonesia kasus narkotika menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat terdapat 12.890 kasus narkotika hingga triwulan I 2021. Dari total 12.890 kasus, BNN memproses 291 kasus. Sementara itu, 12.599 kasus sisanya berada dalam penanganan Polri. Berdasarkan jenis narkotika yang ditemukan, sabu menjadi jenis narkoba dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 10.567 kasus. Jumlah kasus sabu ini mencakup sekitar 82% dari total kasus narkotika, Puslitdatin BNN, (2021)  

 

Gambar 1. Angka Prevalensi Penggunaan Narkotika

Sumber: Data Puslitdatin BNN RI, 2023

 

Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2021 yang dilakukan BNN bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Badan Pusat Statistik menunjukkan, meskipun berada dalam masa pandemi Covid-19, prediksi jumlah penduduk berusia 15-64 tahun yang terpapar narkotika mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil survei tersebut, jumlah penduduk pengguna narkotika mengalami peningkatan, yaitu semula 4.534.744 jiwa pada tahun 2019 menjadi 4.827.616 jiwa pada tahun 2021. Peningkatan juga terjadi pada jumlah penduduk yang setahun memakai narkotika, yaitu semula 3.419.188 jiwa pada tahun 2019 menjadi 3.662.646 jiwa pada tahun 2021. Data prevalensi narkotika dari tahun 2019 hingga 2021 menunjukkan peningkatan jumlah individu yang terpapar narkotika. Peningkatan sekitar 6,5% dalam jumlah individu yang pernah menggunakan narkotika dan juga dalam penggunaan narkotika dalam setahun mengindikasikan perlunya upaya yang lebih intensif dalam penanggulangan tindak pidana peredaran gelap narkotika di Indonesia.

Terdapat kendala-kendala yang perlu diatasi dalam memperkuat sinergi antara BNN dan pemerintah daerah. Salah satu hambatan utama adalah belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pelaksanaan kegiatan bersama dalam penanggulangan peredaran gelap narkoba. Hal ini menjadi titik penting yang membutuhkan perhatian serius agar kerja sama antara BNN dan pemerintah daerah dapat berjalan dengan lancar dan efisien. Selain itu, alokasi anggaran juga merupakan aspek krusial dalam menjamin keberhasilan upaya penanggulangan peredaran gelap narkoba. Proses sharing anggaran yang terganggu dapat memperlambat pelaksanaan kegiatan yang mendukung penanggulangan peredaran gelap narkoba. Oleh karena itu, perlu adanya upaya konkret untuk memastikan bahwa sumber daya finansial yang memadai dialokasikan untuk mendukung langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan narkoba. Dalam konteks ini, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi konkret terkait perbaikan regulasi dan alokasi anggaran, sehingga dapat memperkuat sinergi antara BNN dan pemerintah daerah. Diharapkan bahwa temuan dan rekomendasi dari penelitian ini akan menjadi kontribusi berharga dalam memandu upaya penanggulangan peredaran gelap narkoba di Indonesia, serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait dinamika kebijakan dan strategi yang terlibat dalam pertempuran melawan kejahatan ini.

Badan Narkotika Nasional (BNN) memegang peran kunci dalam upaya pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan peredaran gelap narkoba di Indonesia. Dalam konteks yang semakin kompleks dan meluas dari peredaran gelap narkoba, keberadaan BNN dan kebijakan serta strategi yang diimplementasikannya menjadi sangat vital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh BNN dalam menghadapi ancaman nonmiliter berupa kejahatan transnasional peredaran gelap narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) memegang peran kunci dalam upaya pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan peredaran gelap narkoba di Indonesia. Dalam konteks yang semakin kompleks dan meluas dari peredaran gelap narkoba, keberadaan BNN dan kebijakan serta strategi yang diimplementasikannya menjadi sangat vital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh BNN dalam menghadapi ancaman nonmiliter berupa kejahatan transnasional peredaran gelap narkoba.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan beberapa fakta menarik saat melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka sindikat narkoba yang ditangkap di Thailand. Fakta yang dimaksud adalah pernyataan bahwa Indonesia dinilai sebagai pasar yang menggiurkan bagi perdagangan narkotika. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia memiliki populasi yang berjumlah sangat besar yang potensial dalam perdangangan narkotika sehingga Indonesia dianggap great market and good price". Selain itu, sindikat narkotika menganggap ada selisih harga sehingga mereka memilih untuk menjualnya di Indonesia (Rukmana, 2019).

Gambar 2. Peta Jaringan Narkotika Internasional

Sumber: Paparan Kepala BNN, Surabaya, 27 Januari 2023

 

Peredaran narkotika di Indonesia baik yang berasal dari lokal maupun internasional menggunakan bermacam-macam modus operandi dan jalur. Peredaran narkotika yang berasal dari luar negeri terjadi di sejumlah pintu masuk Indonesia, seperti pelabuhan dan bandara. Selain itu kondisi geografis Indonesia yang lebih banyak berupa lautan juga dimanfaatkan sebagai jalur favorit bagi para sindikat peredaran narkotika dalam melakukan penyelundupan narkotika dari luar negeri.

Pakar terkemuka dalam bidang kebijakan narkotika, Baharuddin (2021) menegaskan pentingnya peran BNN dalam menanggulangi peredaran gelap narkoba di Indonesia. Menurutnya, dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks dari kejahatan transnasional ini, koordinasi yang baik antara BNN, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah sangatlah krusial. Urgensi adanya regulasi yang jelas dan dukungan anggaran yang memadai untuk memastikan efektivitas dari upaya-upaya penanggulangan narkoba. Selain itu, Smith, J. (2018) menekankan bahwa fenomena peredaran gelap narkoba telah berkembang menjadi ancaman transnasional yang memerlukan respons yang terkoordinasi dan komprehensif dari negara-negara yang terlibat. Ia juga menyoroti perlunya kolaborasi internasional dalam mengidentifikasi dan memotong rantai pasok narkoba. Penelitian ini bertujuan membahas kebijakan dan strategi BNN dalam menghadapi ancaman non militer berupa kejahatan transnasional peredaran gelap narkoba di Indonesia

 

Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif digunakan untuk mendapatkan wawasan yang komprehensif terkait implementasi kebijakan dan strategi BNN. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh BNN. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dipilih sebagai alat penelitian utama untuk memperoleh wawasan mendalam tentang implementasi kebijakan dan strategi Badan Narkotika Nasional (BNN). Pendekatan ini dikenal memungkinkan analisis komprehensif dan mendalam terhadap dinamika yang terlibat dalam upaya penanggulangan peredaran gelap narkoba. Jhonson, S, (2018), menegaskan bahwa pendekatan deskriptif sangat relevan dalam penelitian ini. Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendokumentasikan secara akurat implementasi kebijakan dan strategi BNN, serta memberikan ruang untuk mengeksplorasi nuansa dan konteks yang mempengaruhi efektivitasnya. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Rizky, A. (2019) yang menjelasakan bahwa pendekatan deskriptif dalam metodologi kualitatif memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan. Hal ini terutama penting dalam kasus penanganan peredaran gelap narkoba yang melibatkan berbagai aspek, seperti hukum, sosial, dan ekonomi. Pendapat dari para pakar di atas menggarisbawahi pentingnya pendekatan deskriptif dalam memahami implementasi kebijakan dan strategi BNN. Pendekatan ini memberikan kerangka kerja yang solid untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas upaya penanggulangan peredaran gelap narkoba.

Hasil dari penelitian ini akan memberikan kontribusi penting dalam pemahaman lebih lanjut tentang upaya pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba di Indonesia. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan rekomendasi strategis untuk memperkuat peran BNN dalam menanggulangi ancaman nonmiliter yang terorganisir dan transnasional ini. Selain itu, penelitian ini juga akan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya bersama antara BNN dan pemerintah daerah dalam menangani peredaran gelap narkoba, termasuk kendala terkait alokasi anggaran yang memadai.

Dengan memperdalam pemahaman terhadap dinamika kebijakan dan strategi yang terlibat dalam penanganan peredaran gelap narkoba, diharapkan dapat memberikan sumbangan signifikan dalam upaya mengurangi dampak negatif dari kejahatan ini terhadap masyarakat dan keamanan negara secara keseluruhan.

 

Hasil dan Pembahasan

Perdagangan Narkoba (Drugs Trafficking)

Perdagangan narkoba bermula dari berbagai faktor, termasuk permintaan tinggi akan substansi terlarang dan potensi keuntungan besar yang terlibat. Awalnya, kegiatan ini bisa dimulai di tingkat lokal dengan produksi atau pembiakan tanaman narkotika. Seiring berjalannya waktu, organisasi kejahatan mulai menyadari potensi bisnis besar dari perdagangan narkoba dan mulai membentuk jaringan lintas negara. Dalam beberapa dekade terakhir, perdagangan narkoba telah berkembang pesat. Organisasi kejahatan internasional telah memanfaatkan globalisasi dan kemajuan teknologi untuk memperluas jangkauan operasinya.  Mereka memanfaatkan rute perdagangan yang mapan, menggunakan metode penyelundupan yang semakin canggih, dan mengembangkan jaringan distribusi yang kompleks. Perdagangan narkoba terjadi di seluruh dunia, dengan jalur-jalur perdagangan utama yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Jalur ini meliputi Amerika Latin (terutama Kolombia, Peru, dan Bolivia) sebagai produsen utama kokain dan ganja, Asia Tenggara (terutama Golden Triangle) sebagai produsen utama opium dan metamfetamin, dan Timur Tengah dan Asia Selatan sebagai daerah transit dan produksi utama heroin.

Indonesia adalah salah satu negara yang terpengaruh oleh perdagangan narkoba internasional. Negara ini berada di jalur transit perdagangan narkoba yang signifikan di wilayah Asia Tenggara. Organisasi kejahatan internasional menggunakan sejumlah jalur untuk memasukkan narkoba ke Indonesia, termasuk jalur laut dan darat yang menghubungkan dengan produsen narkoba utama di wilayah sekitar. Selain itu, masalah ini juga mempengaruhi tingkat keamanan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Peningkatan peredaran narkoba telah menyebabkan peningkatan kasus ketergantungan, kejahatan terkait narkoba, dan gangguan sosial lainnya. Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah perdagangan narkoba, termasuk dengan memperkuat penegakan hukum, meningkatkan kerja sama internasional, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba. Meskipun tantangan ini besar, upaya untuk mengurangi perdagangan narkoba internasional di Indonesia terus dilakukan melalui kerja sama lintas sektor dan internasional.

Untuk mengatasi perdagangan narkoba internasional, komunitas internasional telah berupaya keras untuk meningkatkan kerja sama. Berbagai badan internasional, seperti Interpol, PBB, dan lembaga penegakan hukum dari negara-negara terlibat, telah bekerja sama dalam pertukaran intelijen, operasi bersama, dan pelatihan untuk memerangi jaringan perdagangan narkoba. Perdagangan narkoba tidak hanya memiliki dampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraan individu, tetapi juga berdampak pada masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Misalnya, meningkatnya angka kriminalitas terkait narkoba, penyalahgunaan zat, serta terganggunya kehidupan sosial dan ekonomi komunitas yang terlibat.

Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya pemberantasan perdagangan narkoba. Ini termasuk peningkatan penegakan hukum, penguatan sistem pengawasan perbatasan, serta penggalakan kampanye anti-narkoba untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Selain penegakan hukum, penting juga untuk fokus pada upaya pencegahan dan rehabilitasi. Memberikan pendidikan tentang bahaya narkoba kepada masyarakat, serta memberikan bantuan rehabilitasi bagi mereka yang terjerat oleh narkoba, adalah langkah-langkah penting dalam memerangi perdagangan narkoba. Perdagangan narkoba internasional tetap menjadi tantangan serius bagi masyarakat global. Dengan terus berubahnya taktik organisasi kejahatan internasional, pemerintah dan lembaga penegak hukum di seluruh dunia perlu terus mengembangkan strategi baru dan meningkatkan kerja sama lintas batas. Karena perdagangan narkoba adalah masalah lintas batas, kerja sama internasional yang lebih erat dan efektif adalah kunci untuk memerangi fenomena ini. Negara-negara perlu saling bertukar informasi, mengoordinasikan operasi penegakan hukum, dan bersama-sama mengambil langkah-langkah tegas untuk menghentikan jaringan perdagangan narkoba.

Pemberantasan perdagangan narkoba adalah tugas yang kompleks dan memerlukan upaya bersama dari masyarakat internasional. Dengan koordinasi yang baik dan komitmen yang kuat, mungkin untuk mengurangi dan akhirnya menghentikan dampak negatif dari perdagangan narkoba internasional.  Keterlibatan aktif masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan perdagangan narkoba. Kesadaran akan bahaya narkoba dan partisipasi dalam program pencegahan adalah langkah awal yang signifikan. Masyarakat juga dapat membantu dengan memberikan informasi kepada pihak berwenang mengenai aktivitas kejahatan terkait narkoba. Penggunaan teknologi canggih juga memegang peranan penting dalam pemberantasan perdagangan narkoba. Sistem pemantauan dan analisis data yang canggih dapat membantu dalam mengidentifikasi pola dan jejak operasi perdagangan narkoba, sehingga memungkinkan penegakan hukum untuk bertindak lebih efisien.

Salah satu tantangan besar adalah adaptabilitas organisasi kejahatan internasional. Mereka terus berinovasi dan menyesuaikan taktik mereka untuk menghindari pendeteksian. Selain itu, peran korupsi dan infiltrasi dalam sektor keamanan atau pemerintahan di beberapa negara juga menjadi hambatan serius. Pendidikan adalah salah satu kunci untuk mencegah peredaran narkoba. Kampanye pendidikan yang kuat dan program pencegahan narkoba di sekolah dapat membantu meningkatkan kesadaran dan memberikan pengetahuan kepada generasi muda tentang bahaya narkoba. Perdagangan narkoba adalah tantangan global yang memerlukan upaya bersama dari seluruh dunia. Kerja sama antar negara, organisasi internasional, dan lembaga penegak hukum adalah kunci dalam menghadapi masalah ini.

Meskipun perdagangan narkoba adalah tantangan yang kompleks, ada harapan bahwa dengan upaya bersama dan inovasi dalam pendekatan pemberantasan, dampak negatif dari perdagangan narkoba dapat dikurangi. Pemberantasan perdagangan narkoba adalah perjuangan terus-menerus, namun dengan kesadaran global dan tindakan konkret, masyarakat internasional dapat bekerja sama untuk mengurangi dan akhirnya menghentikan peredaran narkoba yang merusak kehidupan dan masyarakat di seluruh dunia. Kerja sama internasional sangat penting dalam penegakan hukum terhadap perdagangan narkoba. Negara-negara bekerja sama dalam pertukaran intelijen, operasi bersama, dan koordinasi tindakan penegakan hukum untuk menghadapi organisasi kejahatan internasional yang terlibat dalam perdagangan narkoba. Lebih banyak informasi dan data yang dibagikan antarnegara, semakin besar peluang untuk melacak dan menghentikan jalur peredaran narkoba.

Badan-badan internasional seperti Interpol, UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), dan Europol memainkan peran penting dalam menyediakan platform untuk kerja sama antar negara dan memberikan bantuan teknis serta pelatihan kepada lembaga penegak hukum di berbagai negara. Di Indonesia, upaya penegakan hukum terhadap perdagangan narkoba juga mencakup penegakan hukum di tingkat nasional. Penyelidikan, penangkapan, dan penuntutan pelaku perdagangan narkoba dilakukan oleh lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Indonesia menerapkan hukuman yang keras terhadap pelaku perdagangan narkoba, termasuk hukuman mati bagi pengedar besar. Meskipun hukuman yang keras ini bertujuan untuk memberikan efek jera, masih ada debat tentang efektivitasnya dalam mengatasi masalah narkoba dan dampak sosial yang terkait dengan hukuman mati.

Selain penegakan hukum, penting juga untuk fokus pada upaya rehabilitasi bagi pengguna narkoba dan program pencegahan. Program rehabilitasi dapat membantu individu yang terjerat narkoba untuk pulih dan kembali menjadi anggota produktif masyarakat. Pencegahan melalui edukasi juga merupakan langkah penting untuk mencegah generasi mendatang terjerumus ke dalam perangkap narkoba. Penegakan hukum peredaran narkoba di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, termasuk upaya penyusupan dari organisasi kejahatan internasional, korupsi dalam sektor penegakan hukum, dan keterbatasan sumber daya. Indonesia juga harus mematuhi konvensi dan perjanjian internasional terkait narkoba, seperti Konvensi PBB tentang Narkotika dan Jenewa Konvensi 1988 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Transnasional yang Berkaitan dengan Narkotika. Meskipun tantangan dalam penegakan hukum peredaran narkoba tetap ada, dengan peningkatan kerja sama internasional, penguatan lembaga penegak hukum, dan peran masyarakat yang aktif, ada harapan untuk mengurangi dampak negatif perdagangan narkoba di Indonesia dan di seluruh dunia.

Penegakan hukum terhadap perdagangan narkoba melibatkan upaya dari skala internasional hingga nasional. Kerja sama lintas negara dan implementasi hukum yang efektif adalah kunci untuk mengatasi perdagangan narkoba internasional. Di Indonesia, peran penegakan hukum, program rehabilitasi, dan pendidikan masyarakat adalah bagian dari upaya yang terus menerus dalam menghadapi tantangan yang kompleks ini.  Di samping penegakan hukum dan rehabilitasi, upaya pencegahan di tingkat komunitas memiliki peran penting dalam mengurangi peredaran narkoba. Komunitas dapat membentuk program-program pendidikan, mengadakan seminar, dan mendukung kegiatan-kegiatan yang mempromosikan gaya hidup sehat dan bebas narkoba. Selain kerja sama internasional, kerja sama regional juga sangat penting. Negara-negara tetangga dapat saling bertukar informasi, mendukung operasi penegakan hukum bersama, dan mengkonsolidasikan upaya untuk mengurangi peredaran narkoba di kawasan tersebut. Mengintegrasikan pendekatan kesehatan dengan pendekatan hukum dapat membantu meminimalkan dampak kesehatan yang terkait dengan penggunaan narkoba. Menyediakan akses ke layanan kesehatan dan rehabilitasi bagi individu yang terpengaruh adalah langkah krusial dalam menangani masalah ini. Pemerintah Indonesia juga harus mempertimbangkan formulasi kebijakan yang holistik dalam menangani masalah perdagangan narkoba. Ini termasuk tidak hanya penegakan hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan kesehatan masyarakat dalam upaya pemberantasan narkoba.

Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba adalah komponen penting dalam melawan perdagangan narkoba. Program-program edukasi yang efektif dapat membantu mengubah sikap dan perilaku terkait narkoba di masyarakat. Penerapan teknologi modern seperti analitika data, kecerdasan buatan, dan teknologi sensor dapat memperkuat kemampuan penegakan hukum dalam mengidentifikasi, melacak, dan memerangi jaringan perdagangan narkoba. Dengan memperkuat dan menyatukan berbagai elemen ini, bersama dengan komitmen yang kokoh dari pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan dapat tercipta suatu ekosistem yang lebih efektif dalam melawan perdagangan narkoba di Indonesia. Penanggulangan perdagangan narkoba yang dilakukan oleh organisasi kejahatan internasional adalah tantangan kompleks yang membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Dari asal-muasalnya hingga masuknya peredaran narkoba ke wilayah Indonesia, berbagai tahapan telah diidentifikasi. Kerja sama internasional merupakan pondasi utama dalam upaya pemberantasan perdagangan narkoba. Badan-badan internasional seperti Interpol dan UNODC memfasilitasi pertukaran intelijen dan operasi bersama di seluruh dunia. Namun, implementasi di tingkat nasional adalah kunci utama dalam menjaga keamanan dan mencegah masuknya peredaran narkoba ke wilayah Indonesia. Pentingnya pendekatan holistik terlihat dari peran yang dimainkan oleh berbagai pihak, termasuk lembaga penegak hukum, masyarakat, dan sektor pendidikan. Upaya pencegahan, rehabilitasi, dan pendidikan menjadi bagian integral dalam melawan perdagangan narkoba.

Tantangan seperti infiltrasi dan adaptabilitas organisasi kejahatan internasional, serta isu korupsi dalam penegakan hukum, harus terus diatasi. Integrasi teknologi modern dan adopsi strategi keamanan siber juga menjadi penting dalam menghadapi taktik baru dari para pelaku perdagangan narkoba. Dalam menghadapi kompleksitas ini, kunci utama adalah kerja sama yang erat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Peningkatan komunikasi, koordinasi, dan pertukaran informasi akan memperkuat upaya pemberantasan perdagangan narkoba. Dengan demikian, melalui upaya bersama yang terus menerus dan komitmen yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat, diharapkan bahwa perdagangan narkoba dapat dikurangi secara signifikan, membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia secara keseluruhan.

 

Peran BNN Dalam Mengatasi Kejahatan Peredaran Gelap Narkotika

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan bahwa sistem pertahanan negara harus mampu mengatasi ancaman nonmiliter dengan mengandalkan lembaga pemerintah di luar sektor pertahanan sebagai pilar utama. Hal ini dilakukan sesuai dengan jenis dan sifat dari ancaman yang dihadapi, dengan dukungan dari elemen-elemen lain dari kekuatan nasional. Dalam konteks spesifik penanggulangan ancaman nonmiliter seperti peredaran gelap narkoba, lembaga pemerintah yang memainkan peran sentral adalah Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN menjadi garda terdepan dalam menghadapi dan memberantas peredaran gelap narkoba, yang menjadi ancaman serius bagi keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

Penting juga untuk mencatat bahwa selain dari BNN, peran Pemerintah Daerah turut sangat signifikan dalam mendukung upaya penanggulangan peredaran gelap narkoba. Kolaborasi antara BNN dan Pemerintah Daerah merupakan sebuah sinergi yang penting dalam menghadapi ancaman nonmiliter ini. Wulandari, S. (2023) mengatakan bahwa kolaborasi semacam ini mencerminkan pendekatan terpadu yang diperlukan dalam mengatasi ancaman nonmiliter yang kompleks seperti peredaran gelap narkoba. Melalui keterlibatan aktif dari BNN dan Pemerintah Daerah, Indonesia memperlihatkan komitmen serius dalam menanggulangi peredaran gelap narkoba sebagai ancaman serius terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi ini mencerminkan sinergi yang kuat antara lembaga pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi ancaman nonmiliter ini.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur tugas, fungsi, dan kedudukan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan peredaran gelap narkotika di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran serta kedudukan BNN sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. BNN memiliki kedudukan yang strategis dalam upaya pengendalian narkotika di Indonesia. BNN ditugaskan untuk merancang dan melaksanakan kebijakan serta program nasional terkait narkotika. Selain itu, BNN memiliki peran penting dalam koordinasi dan kolaborasi antarinstansi terkait, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan pihak lain yang terlibat dalam penanggulangan narkotika. BNN memegang peranan yang krusial dalam menjalankan fungsi pengendalian narkotika di Indonesia. Sebagai lembaga yang khusus didedikasikan untuk hal ini, BNN memiliki tugas utama untuk tidak hanya mengembangkan, tetapi juga mengimplementasikan kebijakan dan program nasional yang berhubungan dengan narkotika. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pencegahan hingga penanggulangan penyalahgunaan narkotika. Selain tugas-tugas inti tersebut, BNN berfungsi sebagai pusat koordinasi yang menghubungkan berbagai lembaga terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, dan instansi lain yang terlibat dalam rangkaian kegiatan penanggulangan narkotika.

Kerjasama yang efektif dan sinergis antara BNN dengan instansi lain menjadi kunci dalam mengatasi tantangan kompleks yang terkait dengan masalah narkotika di Indonesia. Keterlibatan aktif BNN dalam proses koordinasi ini memastikan bahwa strategi dan langkah-langkah penanggulangan narkotika dapat dijalankan secara terpadu dan terarah. Kehadiran BNN juga menjadi landasan hukum yang kokoh untuk tindakan penegakan hukum dalam hal narkotika. BNN memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, menyusun laporan, dan bahkan memulai proses hukum terhadap kasus-kasus narkotika yang melanggar hukum negara. Hal ini menegaskan bahwa BNN bukan hanya bertugas dalam hal pencegahan, tetapi juga dalam menghadapi dan menindak pelanggaran terkait narkotika dengan tegas dan berdasarkan hukum yang berlaku.

Fungsi utama BNN meliputi pengawasan terhadap produksi, distribusi, dan penyalahgunaan narkotika, penyelenggaraan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan, serta penyuluhan dan sosialisasi untuk mencegah penyalahgunaan narkotika. Selain itu, BNN memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap kasus-kasus narkotika. Fungsi utama BNN mencakup berbagai aspek yang mencerminkan komprehensivitas dalam penanggulangan masalah narkotika. Pertama, BNN memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi seluruh proses, mulai dari produksi hingga distribusi narkotika. Hal ini meliputi pemantauan terhadap segala aspek produksi narkotika di dalam maupun luar negeri, serta penanganan dan pengawasan ketat terhadap jalur distribusi yang mungkin digunakan oleh jaringan peredaran gelap. Selain itu, BNN juga memprioritaskan penyelenggaraan program rehabilitasi untuk para korban penyalahgunaan narkotika. Pendekatan ini menekankan pentingnya memberikan kesempatan kepada individu yang terjerat untuk memulihkan diri dan kembali berkontribusi positif dalam masyarakat. Program rehabilitasi yang diselenggarakan oleh BNN mencakup berbagai jenis dukungan, termasuk konseling, terapi, dan pelatihan keterampilan, guna memfasilitasi proses pemulihan secara holistik. Selain upaya rehabilitasi, BNN juga memfokuskan perhatiannya pada pendidikan dan penyuluhan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.

Program ini tidak hanya ditujukan kepada individu yang berpotensi terpengaruh, tetapi juga melibatkan masyarakat umum untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak negatif dari narkotika. Sosialisasi tentang bahaya narkotika juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih peduli dan terlibat dalam pencegahan penyalahgunaan. Tidak hanya sebatas pemantauan dan pencegahan, BNN juga diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan menindak secara hukum kasus-kasus narkotika. Hal ini termasuk pengumpulan bukti, penginterogasian terhadap tersangka, dan mengawal proses hukum untuk memastikan keadilan dijalankan dengan baik. Kewenangan ini memberikan legitimasi hukum pada BNN untuk menindak tegas pelanggaran terkait narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 memberikan landasan hukum yang kuat bagi peran dan fungsi BNN dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkotika di Indonesia. Namun, implementasi yang efektif memerlukan koordinasi erat dengan instansi terkait serta alokasi sumber daya yang memadai. Dengan demikian, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 membangun fondasi yang kokoh bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menjalankan peran vitalnya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkotika di Indonesia. Namun, untuk memastikan keberhasilan nyata dari implementasi UU ini, diperlukan kerja sama yang erat dengan instansi terkait, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan lembaga terkait lainnya. Selain itu, alokasi sumber daya yang memadai menjadi faktor krusial untuk memungkinkan BNN untuk beroperasi dengan optimal dan menghadapi tantangan kompleks yang terkait dengan masalah narkotika. Dengan langkah-langkah konkret ini, Indonesia dapat memperkuat dan melindungi masyarakatnya dari dampak negatif penyalahgunaan narkotika, serta menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sejahtera.

Strategi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) untuk mencapai visi Indonesia bebas dari narkotika mengusung empat pendekatan kunci yang dikenal dengan istilah P4GN, yang merupakan singkatan dari Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika Pendekatan ini mencakup:

 

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (Prevention and Empowerment)

Strategi ini menekankan pada pendekatan "soft power" yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan narkotika sejak dini dan memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghindari keterlibatan dengan narkotika. Pendidikan, kampanye penyadaran, dan program pemberdayaan masyarakat menjadi fokus utama dalam upaya ini.

Pendekatan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat (Prevention and Empowerment) adalah salah satu pilar utama dari strategi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) dalam memerangi peredaran narkotika. Pendekatan ini memandang pentingnya mengambil langkah-langkah preventif sejak dini untuk mencegah penyalahgunaan narkotika dan memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu mereka menghindari keterlibatan dengan narkotika. Penting untuk mencatat bahwa pendekatan ini mengadopsi strategi "soft power", yang berarti bahwa ia berfokus pada pengaruh persuasif dan edukatif untuk mencapai tujuannya. BNN RI mengimplementasikan berbagai program pendidikan, kampanye penyadaran, dan inisiatif pemberdayaan masyarakat. Melalui pendidikan, masyarakat diberi pemahaman yang lebih baik tentang bahaya narkotika dan dampak negatifnya terhadap individu dan masyarakat. Kampanye penyadaran bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko narkotika dan mendorong sikap anti-narkoba. Sementara itu, program pemberdayaan masyarakat memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bijak dan menghindari terlibat dalam penggunaan narkotika.

Susanti (2021) menyatakan bahwa pendekatan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat adalah fondasi yang kuat dalam upaya mencegah penyalahgunaan narkotika di masyarakat. Dengan memberikan masyarakat alat dan pengetahuan yang diperlukan, mereka dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan produktif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendekatan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat adalah komponen kunci dalam upaya BNN RI untuk menciptakan masyarakat yang terbebas dari ancaman narkotika. Melalui edukasi, kesadaran, dan pemberdayaan, masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam memerangi penyalahgunaan narkotika dan mewujudkan visi Indonesia bersih dari narkotika.

 

Pemberantasan (Enforcement)

Pendekatan "hard power" ini memusatkan perhatian pada upaya penindakan hukum terhadap para pelaku peredaran gelap narkotika. Ini mencakup operasi razia, penyelidikan, penangkapan, dan penuntutan terhadap individu atau organisasi yang terlibat dalam peredaran gelap narkotika. Pendekatan "hard power" adalah strategi yang mengutamakan tindakan penegakan hukum tegas terhadap pelaku peredaran gelap narkotika. Fokus utama dari pendekatan ini adalah pada operasi penindakan yang melibatkan serangkaian kegiatan yang berorientasi pada penegakan hukum.

Operasi-Operasi penindakan ini mencakup berbagai kegiatan, termasuk razia, penyelidikan mendalam, penangkapan, dan akhirnya penuntutan hukum terhadap individu atau organisasi yang terlibat dalam peredaran gelap narkotika. Razia-radia terkoordinasi bertujuan untuk mengidentifikasi, mengamankan, dan mengumpulkan bukti terkait kasus-kasus peredaran narkotika. Penyelidikan yang mendalam melibatkan analisis forensik, pemantauan, dan pengumpulan bukti yang kuat untuk memastikan keberhasilan penuntutan di pengadilan.

Wijayanti (2022) menjelaskan bahwa pendekatan "hard power" sangat penting untuk memastikan bahwa para pelaku kejahatan terorganisir transnasional tidak luput dari keadilan. Tindakan tegas dan penegakan hukum yang kuat adalah instrumen yang diperlukan untuk memutus mata rantai. Pendekatan ini juga memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam menangani ancaman serius dari peredaran gelap narkotika. Melalui pendekatan "hard power", BNN RI menunjukkan komitmen kuat untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari dampak yang merusak dari kejahatan terorganisir transnasional ini.

 

Pengembangan dan Analisis Teknologi Informasi (IT Development and Analysis)

Pendekatan "smart power" ini menekankan penggunaan teknologi informasi dan analisis data untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Sistem informasi dan analisis data yang canggih memungkinkan BNN untuk melacak jejak dan memahami pola peredaran narkotika dengan lebih baik. Pendekatan "smart power" merupakan strategi yang menekankan pemanfaatan teknologi informasi dan analisis data sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Di era teknologi informasi saat ini, kecerdasan analitis dari data yang tersedia memiliki potensi besar untuk memberikan wawasan mendalam terkait tren dan pola peredaran narkotika. BNN RI telah mengadopsi sistem informasi dan analisis data yang canggih untuk mendukung upaya penanggulangan narkotika. Sistem ini memungkinkan lembaga ini untuk melacak jejak transaksi, mengidentifikasi pola peredaran narkotika, dan memahami lebih baik dinamika dari jaringan peredaran gelap. Analisis data yang cermat juga memungkinkan BNN RI untuk menentukan strategi yang lebih efektif dalam memerangi peredaran gelap narkotika.

Menurut Santoso (2021) pendekatan "smart power" adalah langkah maju yang penting dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Dengan memanfaatkan teknologi informasi yang canggih, BNN RI dapat memaksimalkan potensi data untuk mengambil keputusan yang lebih cerdas dan efisien dalam upaya penanggulangan narkotika. Dengan demikian, pendekatan "smart power" tidak hanya memanfaatkan kekuatan teknologi informasi, tetapi juga memanfaatkan kecerdasan analitis untuk mendapatkan keuntungan strategis dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Dengan penerapan pendekatan ini, BNN RI memperlihatkan komitmen kuat untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Kerjasama (Co-operation)

Pendekatan ini melibatkan kerjasama secara nasional, regional, dan internasional dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Kolaborasi dengan lembaga penegak hukum dan instansi terkait di tingkat lokal, nasional, dan internasional memungkinkan pertukaran informasi, sumber daya, dan pengalaman yang penting dalam menghadapi tantangan peredaran gelap narkotika. Pendekatan kolaboratif ini menggarisbawahi pentingnya kerja sama dalam skala nasional, regional, dan internasional untuk mengatasi peredaran gelap narkotika. Kerja sama lintas batas adalah komponen kunci dalam upaya penanggulangan narkotika, mengingat sifatnya yang lintas negara. Kolaborasi meliputi keterlibatan lembaga penegak hukum, organisasi terkait, dan pihak berwenang di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Pertukaran informasi, sumber daya, dan pengalaman merupakan elemen penting dari kerja sama ini. Informasi yang saling dibagikan membantu dalam melacak dan menindak para pelaku peredaran gelap narkotika di berbagai tingkat yurisdiksi. Sumber daya bersama juga memperkuat kapasitas lembaga-lembaga penegak hukum untuk mengatasi tantangan yang kompleks dan terorganisir.

Safitri (2023) menjelaskan bahwa kerja sama lintas batas adalah kunci dalam menghadapi ancaman peredaran gelap narkotika. Karena jaringan peredaran gelap narkotika tidak mengenal batas negara, kerja sama internasional adalah salah satu strategi paling efektif dalam upaya global untuk memerangi kejahatan ini. Dengan demikian, pendekatan kolaboratif yang melibatkan kerja sama nasional, regional, dan internasional merupakan fondasi utama dari strategi BNN RI dalam memerangi peredaran gelap narkotika. Melalui kerja sama ini, lembaga penegak hukum dapat mengintensifkan upaya mereka dan mencapai hasil yang lebih signifikan dalam memerangi kejahatan yang terorganisir dan lintas negara ini.

 

Gambar 3. Strategi BNN RI Perang Melawan Narkotika

Sumber: Paparan Kepala BNN RI, Surabaya, 2023

 

Pendekatan holistik ini mencerminkan strategi yang komprehensif dan terintegrasi dalam upaya BNN RI untuk memerangi peredaran gelap narkotika. Strategi P4GN telah terbukti menjadi pendekatan yang dapat dipercaya dan akuntabel dalam mencapai tujuan Indonesia bersih dari narkotika. Dengan menggabungkan berbagai pendekatan ini, BNN RI dapat memaksimalkan dampak dari upaya penanggulangan narkotika dan melindungi masyarakat dari ancaman serius ini.

Konvensi Tunggal 1961, yang dikenal sebagai United Nations Single Convention on Narcotic Drugs tahun 1961, mengklasifikasikan Ganja dalam Schedule IV, yaitu klasifikasi sebagai zat yang sangat berbahaya. Namun, pada sidang Commission on Narcotic Drugs (CND) tahun 2020, rekomendasi 5.1 disetujui, yang mengusulkan penurunan klasifikasi Ganja dari Schedule IV (klasifikasi sangat berbahaya) ke Schedule I (klasifikasi berbahaya). Meskipun terjadi penurunan klasifikasi, konvensi internasional masih memantau penggunaan Ganja dengan ketat. Pasal 39 dari konvensi ini juga memberikan pengakuan terhadap kedaulatan negara dalam menerapkan aturan sesuai dengan pertimbangan masing-masing negara jika suatu zat masih dianggap sangat berbahaya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada rekomendasi dan klasifikasi, kebijakan terkait pengaturan Ganja masih tetap menjadi wewenang dari masing-masing negara.

Tetapi penting untuk diingat bahwa, meskipun ada penurunan klasifikasi dari Schedule IV ke Schedule I, konvensi internasional tetap mempertahankan pengawasan ketat terhadap penggunaan Ganja. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa penggunaannya tetap dalam batas-batas yang dianggap aman dan sesuai dengan standar internasional. Selain itu, pasal 39 dari konvensi ini menggarisbawahi pentingnya kedaulatan negara dalam menetapkan aturan terkait narkotika di wilayahnya. Ini berarti bahwa setiap negara memiliki hak untuk menetapkan kebijakan sendiri sesuai dengan pertimbangan dan situasi khusus di negaranya masing-masing. Hal ini mencerminkan pengakuan terhadap perbedaan konteks dan kebutuhan di tiap negara dalam mengelola penggunaan Ganja. Dengan demikian, meskipun terjadi perubahan klasifikasi, pengaturan Ganja masih tetap menjadi domain yang diawasi dengan ketat oleh komunitas internasional, sambil memberikan ruang bagi negara-negara untuk mengatur kebijakan mereka sendiri sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mereka sendiri.

Pasal 8 ayat (1) dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan tegas melarang penggunaan narkotika golongan I untuk keperluan pelayanan kesehatan. Larangan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa narkotika golongan I, yang memiliki potensi risiko dan dampak kesehatan yang tinggi, tidak disalahgunakan atau digunakan secara sembarangan dalam bidang kesehatan.bSementara itu, pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwa dalam situasi tertentu dan dalam jumlah yang sangat terbatas, narkotika golongan I dapat diizinkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk keperluan reagensia diagnostik dan laboratorium. Namun, penggunaan narkotika ini harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan, dan hal ini harus didasarkan pada rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mengambil tindakan yang hati-hati dan terkendali dalam mengatur penggunaan narkotika golongan I, terutama dalam konteks risiko dan manfaatnya terhadap kesehatan masyarakat. Persyaratan persetujuan dan rekomendasi dari otoritas yang berwenang adalah langkah-langkah penting untuk memastikan bahwa penggunaan narkotika golongan I yang sangat terbatas ini benar-benar terkait dengan tujuan ilmiah dan pengembangan teknologi, serta dengan kepentingan diagnostik dan laboratorium yang membutuhkan zat tersebut. Pasal 8 ayat (1) dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menunjukkan kehati-hatian dan kejelasan hukum dalam mengatur penggunaan narkotika golongan I di bidang kesehatan. Narkotika golongan I memiliki potensi bahaya serius dan dampak kesehatan yang tinggi jika digunakan tanpa pengawasan dan kontrol yang ketat. Oleh karena itu, larangan penggunaannya dalam pelayanan kesehatan bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan dan risiko yang mungkin timbul.

Di sisi lain, pasal 8 ayat (2) memberikan pengecualian terbatas untuk penggunaan narkotika golongan I. Dalam situasi tertentu, narkotika ini dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk reagensia diagnostik dan laboratorium. Namun, izin harus diperoleh dari Menteri Kesehatan, dan hal ini hanya dapat terjadi setelah rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pendekatan ini memastikan bahwa penggunaan narkotika golongan I dalam konteks ilmiah atau laboratorium hanya dilakukan dalam kondisi yang sangat terkendali dan terawasi. Dengan demikian, UU RI Nomor 35 Tahun 2009 mempertegas bahwa penggunaan narkotika golongan I dalam pelayanan kesehatan harus dilakukan dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Sementara itu, pengecualian yang diberikan untuk kepentingan ilmiah dan laboratorium hanya dapat terjadi dengan persetujuan dan pengawasan ketat dari pihak berwenang. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko yang terkait dengan narkotika golongan I.

 

 

Kesimpulan

Peredaran gelap narkoba merupakan ancaman signifikan terhadap pertahanan negara, berpotensi mengganggu keamanan dan kesejahteraan masyarakat serta merusak sumber daya manusia. Meskipun Ganja turun klasifikasi dalam Konvensi Tunggal 1961, penggunaannya masih diawasi ketat secara internasional. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 membatasi penggunaan narkotika golongan I dalam pelayanan kesehatan, dengan pengecualian terbatas untuk tujuan ilmiah dan laboratorium yang memerlukan izin khusus. Strategi BNN RI dalam memerangi narkotika melibatkan pencegahan, pemberantasan, pengembangan teknologi informasi, dan kerja sama nasional dan internasional. Ini dikenal sebagai P4GN, sebuah pendekatan yang berusaha menciptakan sinergi yang terpercaya dan akuntabel.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Baharuddin, M. J. (2021). Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Narkoba Di Kab. Polewali Mandar. Alauddin Law Development Journal, 3(3), 591–599.

Baidi, R., & Yuherawan, D. S. B. (2023). Refungsionalisasi Lembaga Pemasyarakatan Untuk Merehabilitasi Bandar, Kurir, Dan Pecandu Narkoba (Refunctionalization Of Correctional Institutions to Rehabilitate Drug Dealers, Couriers, And Addicts). Hukum Pidana Dan Pembangunan Hukum, 6(1), 1–12.

Hartono, R., & Bakharuddin, B. (2023). Keamanan Maritim Untuk Memerangi Peredaran Gelap Narkotika Lintas Negara Melalui Jalur Laut Di Indonesia. Jurnal Impresi Indonesia, 2(8), 809–820.

Harum, V. M., & Syarifah, N. (2023). Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menangani Kejahatan Narkotika Sebagai Kejahatan Transnasional. Wajah Hukum, 7(2), 331–339.

Hidayat, F. (2022). Urgensi Kebijakan Rekrutmen Aparatur Sipil Negara dalam Komponen Cadangan. Jurnal Kebijakan Pemerintahan, 29–38.

Johnson, S. C., Koscik, R. L., Jonaitis, E. M., Clark, L. R., Mueller, K. D., Berman, S. E., Bendlin, B. B., Engelman, C. D., Okonkwo, O. C., & Hogan, K. J. (2018). The Wisconsin Registry for Alzheimer’s Prevention: a review of findings and current directions. Alzheimer’s & Dementia: Diagnosis, Assessment & Disease Monitoring, 10, 130–142.

Nofenna, S. A., Handayani, S., Srininta, S., & Harahap, R. F. (2023). Hubungan Pemberian ASI Dini dengan Kejadian Ikterus Bayi Baru Lahir di Klinik Pratama Serasi Tahun 2022. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 23(1), 439–448.

Pamungkas, C. (2015). Global village dan Globalisasi dalam Konteks ke-Indonesiaan. Global Strategis, 9(2), 245–261.

Ramadhan, R., Anwar, M. C., & Sajidin, M. (2023). Upaya ASEAN dalam Menangani Kejahatan Transnasional Perdagangan Narkoba, Perdagangan Manusia dan Terorisme di Kawasan Asia Tenggara. Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS), 5(1), 12–33.

Rizky, F., Frinaldi, A., & Putri, N. E. (2019). Penerapan e-government dalam promosi pariwisata melalui website oleh dinas kebudayaan dan pariwisata Kota Padang. Ranah Research: Journal of Multidisciplinary Research and Development, 1(3), 507–514.

Rukmana, A. I. (2019). Perdagangan narkotika dalam perspektif hukum pidana internasional. Tadulako University.

Santoso, J., & Onal, C. D. (2021). An Origami Continuum Robot Capable of Precise Motion through Torsionally Stiff Body and Smooth Inverse Kinematics. Soft Robotics, 8(4), 371–386. https://doi.org/10.1089/soro.2020.0026

Setiono, P., Yuliantini, N., & Dadi, S. (2020). Meningkatkan Nilai Karakter Peserta Didik Melalui Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning. Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 13(1), 86–92.

Smith, H. J., Boitano, T. K.-L., Rushton, T., Johnston, M. C., Leath, C. A., & Straughn, J. M. (2018). Impact of enhanced recovery after surgery (ERAS) protocol on postoperative pain control in chronic narcotic users. Gynecologic Oncology, 149, 19.

Srifauzi, A., Azhimi, N., & Lubis, M. I. M. (2022). Security Dilemma: Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Kawasan Segitiga Emas (The Golden Triangle) di Asean. Jurnal PIR: Power in International Relations, 7(1), 31–45.

Susanti, T., & Prawira, N. S. (2021). Pelatihan Videografi Penyuluhan Bahaya Narkoba Menggunakan Aplikasi Adobe Premier Pro Bagi Mahasiswa Stt Pagar Alam. NGABDIMAS, 4(02), 106–112.

Wijayanti, R. (2022). An Analysis Character Education Values Found In English Textbook For Second Grade Of Senior High School Published By Kemendikbud 2017. Universitas Islam Riau.

Wulandari, E., & Wardana, A. (2023). Rehabilitasi spiritualitas Islam untuk pencandu narkoba di pondok rehabilitasi tetirah dzikir. Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi, 12(2), 138–150.

 

Copyright holder:

Gazali Ahmad (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: