Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 6, Juni 2024
ANALISIS SOFT
DIPLOMACY INDONESIA MELALUI TARI TRADISIONAL RATOH JAROE
Devica Nur
Fadhillah1, Past Novel Larasaty2
Institut
Komunikasi dan Bisnis LSPR, Jakarta, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Ratoh jaroe merupakan sebuah tarian dari
Aceh yang saat ini sangat diminati oleh banyak masyarakat Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari tumbuhnya banyak komunitas dan lomba lomba tari ratoh jaroe
ini. Tak hanya diminati oleh masyarakar asli Indonesia, tari satu ini juga
diminati oleh publik internasional. Dengan publisitas yang cukup tinggi serta
keaktifan tim tari Indonesia mengikuti berbagai lomba dan misi kebudayaan
membuat publik internasional semakin tertarik akan tari ratoh jaroe ini. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai apakah komunitas tari ini dapat menjadi
alat diplomasi Indonesia dan sebagai sarana mempromosikan budaya Indonesia
dengan soft power. Karena dengan keberagaman budaya Indonesia sepertinya
dapat melakukan diplomasi dengan memanfaatkan budaya nya sebagai alat diplomasi
negara. Penelitian ini menggunakan metodologi kualiatif deskriptif dan dengan
teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi.
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat semakin menunjukkan kekaguman publik
internasional terhadap budaya Indonesia sehingga menjadi pertimbangan untuk semakin
menguatkan strategi diplomasi budaya Indonesia.
Kata
Kunci: soft diplomacy, tari tradisional, Ratoh
Jaroe
Ratoh jaroe is an Aceh-based dance
that is extremely widespread among Indonesians. The growing popularity of
various communities, as well as the Ratoh Jaroe Dance Competition, proof this.
This dance is in extremely popular not just among Indonesians, but also among
the international audience. The international public is becoming increasingly
fascinated in the ratoh jaroe dance as a result of growing exposure and the
Indonesian dance team's participation in various contests and cultural
missions. The goal of this research is to determine whether this dancing
community can be used as an instrument for Indonesian diplomacy and to promote
Indonesian culture through soft power. Because of Indonesia's cultural
richness, it appears that it can conduct diplomacy by using its culture as a
tool for state diplomacy. This research worked with descriptive qualitative
approach, by gathering data procedures with in-depth interviews and
observations. It is intended that the results of this research can further show
the admiration of the foreign public for Indonesian culture, making it a
consideration for further strengthening Indonesia's cultural diplomacy policy.
Keywords:
soft diplomacy, traditional dance, Ratoh Jaroe
Dalam era globalisasi seperti saat ini, ada
banyak cara yang dapat dilakukan oleh suatu negara untuk berdiplomasi dengan
negara lain salah satunya adalah tidak menggunakan hard power dari negara tersebut. Di era globalisasi ini diplomasi
suatu negara dapat dilakukan menggunakan soft
power (Ardiansya,
2022). Menurut Nye (2008) dijelaskan bahwa makna soft power sendiri
merupakan “the ability to get what you
want through attraction rather than coercion or payments”. “Soft power” ini
dapat mengubah sikap, kebiasaan dari seseorang atau negara tanpa konflik dan
kekerasan. Joseph Nye juga menyatakan bahwa “soft power” adalah cara
yang lebih internasional (Gomichon, 2013).
Dengan soft power, diplomasi dapat
dilakukan tanpa kekerasan dan paksaan, soft power dari suatu negara dapat
bersumber dari budaya, nilai nilai dan kebijakan negara tersebut. Sementara
menurut Cummings (2020) menyatakan bahwa diplomasi budaya merupakan
pertukaran ide ataupun budaya antar negara yang bersangkutan agar terciptanya mutual understanding. Maka dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya soft power dan cultural diplomacy ini suatu
negara dapat melakukan diplomasi dengan negara lain tanpa kekerasan dan
paksaan.
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga Merauke dan
memiliki budaya yang berlimpah. Mulai dari pemandangan yang eksotis pantai hingga
pegunungan nya, bahasa yang beragam hingga tariannya. Dalam hal keindahan pantai dan pegunungan nya, Indonesia
hingga dijuluki “Heavens on Earth”. Banyak pantai indah yang mengundang banyak
pengunjung mancanegara seperti Bali, Labuan Bajo, Raja Ampat, Nusa Penida dan
masih banyak lagi pantai lainnya.
Menurut data statistik kunjungan pariwisata
mancanegara dari Badan Pusat Statistik hingga Juli 2023 adalah sebesar 1.12
juta kunjungan, jumlah ini tercatat meningkat 5.66% dari Juni 2023 (penilaian
month to month) dan meningkat 74.07% jika dibandingkan Juli 2022 (Badan Pusat
Statistik, 2023). Dan berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif di bulan Januari 2023 terdapat 5 negara dengan jumlah kunjungan
tertinggi yaitu, Malaysia dengan jumlah kunjungan 112.287 kunjungan, Australia
dengan 99.089 jumlah kunjungan,
Singapura dengan 96.032 jumlah kunjungan, Timor Leste dengan 70.403 jumlah
kunjungan dan India dengan 32.839 jumlah kunjungan (Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara Bulan Januari 2023,
2023).
Selain keindahan alamnya, hal lain yang
mengundang ketertarikan wisatawan mancanegara adalah keindahan budaya seperti
songket dan batik dan tarian nya bahkan hingga membuat banyak warga negara
asing ingin mempelajari gerakan tarian nya. Dengan banyaknya tarian Indonesia
menyebabkan banyak komunitas komunitas pecinta seni yang tercipta sebagai upaya
pelestarian dan mengenalkan budaya asli Indonesia terhadap anak muda agar tidak
terkikis karena globalisasi (Putra, 2021).
Salah satu tari tradisional dari Indonesia
adalah “Ratoh Jaroe”. Ratoh jaroe ini pertama kali dikembangkan oleh Yusri
Saleh atau biasa dipanggil Dek Gam yang menjadi pelatih tari di anjungan
pemerintah Aceh berkat bakat yang dimilikinya. Ratoh jaroe ini merupakan
gabungan beberapa tarian Aceh seperti likok pulo, rapai geleng, rateb meuseukat
dan ratoh duek. Jika dilihat secara sekilas, ratoh jaroe ini serupa dengan tari saman.
Namun jika dilihat lebih detail, ada beberapa perbedaan antara tari saman dan
ratoh jaroe. Tari saman dibawakan oleh penari laki laki sementara ratoh jaroe
dibawakan oleh sekelompok wanita berjumlah genap dengan iringan syair religious
yang dimaknai jiwa pemberani wanita Aceh. Ratoh jaroe merupakan tarian yang
mengutamakan keselarasan dan kekompakan gerakan tangan yang cepat dan tegas
antara penari. Ratoh jaroe ini menerima pengakuan dari UNESCO di tahun 2011
sebagai budaya internasional (Tiar,
2023).
Yusri
Saleh kemudian mengumpulkan seniman seniman aceh dan semakin menyebarkan dan
mengenalkan tarian ini ke berbagai kalangan. Gabungan antara gerakan tangan
yang cepat dan syair nyanyian yang indah menarik banyak komunitas tari untuk
mempelajari ratoh jaroe dan mempertahankan pengakuan yang diberikan UNESCO dan
ingin membuat tarian ini semakin dikenal dunia (Effendy, 2023).
Salah satu komunitas yang ada adalah Komunitas
Tari Fisip Universitas Indonesia (tKTF UI) yang menunjukkan menunjukkan
keindahan tarian Indonesia ke mancanegara dan menjadi alat cultural diplomacy Indonesia dengan menyelenggarakan acara KTF UI
di eropa pada tahun 2011 hingga 2012, dilanjutkan dengan KTF UI 2014 di Amerika
Serikat. Dan di tahun 2016 KTF UI membawakan tarian Indonesia di lebih dari 3
acara internasional seperti, XXXI International Folklore Meeting Lublin 2016 di
Polandia, XXI International Folk Days “Warmia 2016” di Polandia, Festival Du
Sud di Swiss, dan Festival Du Sud di Prancis. (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia, 2016).
Komunitas
Tari Fisip ini merupakan komunitas yang tercipta atas dasar cinta anak muda
terhadap budaya Indonesia dan keinginan untuk melestarikannya. Komunitas ini
didirikan pada Juli 2008 dengan program tahunan “Misi Budaya” dimana misi
budaya ini acara ini bertujuan untuk membawakan musik dan tari tradisional
Indonesia di panggung internasional dan setiap anggota yang tergabung selalu
berupaya untuk terus menciptakan prestasi baik di dalam maupun luar negeri
(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016).
Menurut project officer dilansir dari
official web KTF UI Edina Rafi Zamira, misi budaya ini memiliki tujuan sebagai
bentuk pelestarian budaya Indonesia dan sebagai ajang mempromosikan pariwisata
Indonesia melalui pertukaran budaya melalui penampilan seni tradisional
Indonesia kepada komunitas budaya internasional. Komunitas ini telah berhasil
menjalankan sembilan misi budaya ke 14 negara dan lebih dari 30 festival (Rasdhian et al., 2023).
Selain misi budaya yang dilakukan di luar
Indonesia, komunitas ini di dalam negeri seperti menjadi relawan di baik di
panti asuhan, panti jompo ataupun sekolah sekolah yang tidak mendapatkan
fasilitas yang layak atau tertinggal. Selain itu, komunitas ini juga melakukan
workshop yang bertujuan memperkenalkan tari dan musik Indonesia dan juga
mengenai kerajinan kerajinan lokal di berbagai daerah di Indonesia. (Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016)
Umumnya sebelum melepas para delegasi untuk
tampil di festival di mancanegara, komunitas tari fisip UI ini mengadakan acara
“Gelar Pamit” yang pada tahun 2016 lalu acara gelar pamit ini memiliki nama
acara “Cakra Gantari” yang memiliki makna “Menari Laksana Matahari”. Dalam
acara ini banyak pentas tari dan musik yang dipersiapkan dan diselenggarakan di
Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia, 2016).
Gambar 1. Tim KTF UI di Spanyol dan Perancis
Sumber: https://www.instagram.com/p/CrDx_Ievgei/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Di tahun 2023 ini,
Komunitas Tari Fisip Universitas Indonesia kembali menjalankan program tahunan
nya yaitu “Misi Budaya”. Kali ini tempat pelaksanaan program ini ada di dua
negara yaitu Spanyol dan Perancis. Penampilan di Spanyol terbagi menjadi dua
yaitu di kota Galdakao pada tanggal 18 hingga 26 Juli 2023 dan di kota Jaca
pada tanggal 29 Juli hingga 6 Agustus 2023. Pada penampilan di Perancis pun
terbagi menjadi dua penampilan, yang pertama di Saint Girons pada 7 hingga 11
Agustus 2023 dan yang kedua di Montrejeau pada tanggal 12-15 Agustus 2023. Tim
Komunitas Tari Fisip Universitas Indonesia ini tampil di acara “Festival Du
Sud” yang merupakan salah satu festival terbesar di Eropa yang diikuti oleh
1200 penari dan musisi dari 16 negara. Lebih dari 50.000 orang akan menonton
festival ini yang terdiri dari parade jalanan, pertunjukan umum dan jalanan
serta masih banyak program seni lainnya (Wahyuni
et al., 2023).
Gambar 2. Festival
International “DU SUD” Menyambut Indonesia
Sumber: Instagram @ktfui https://www.instagram.com/p/Cq0JHSYvS3C/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Selain Komunitas Tari Fisip Universitas
Indonesia, ada satu komunitas Tari Ratoh Jaroe “Rumoh Budaya” yang sudah mulai
mengembangkan sayapnya di kancah internasional. Komunitas ini berisikan
pengiring tarian yang biasa disebut “Syekh” dan penari nya atau singkatnya para
seniman Aceh. Komunitas ini saat ini aktif menjadi pelatih di berbagai Sekolah
Menengah Atas (SMA) tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya, tetapi hingga ke
Merauke bahkan hingga ke luar Indonesia serta kerap mengadakan perlombaan Ratoh
Jaroe di Indonesia dan bekerja sama dengan media partner di sosial media
melalui platform instagram sebagai sarana menyebarluaskan informasi perlombaan
Ratoh Jaroe dan melestarikan tarian Ratoh Jaroe di wilayah jabodetabek.
Gambar 3. Promosi
Wonderful Indonesia pada Aceh International Rapai Festival 2016
Sumber: Instagram @rumohbudaya_isaka
https://www.instagram.com/p/BR8heUdhJRE/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Namun selain itu,
para seniman yang tergabung di komunitas “Rumoh Budaya” ini juga aktif melatih
hingga ke luar wilayah Indonesia. Pada tahun 2016 lalu, dalam rangka
memperingati ulang tahun Taman Mini Indonesia Indah yang ke-41 tahun, lebih
dari 6.600 remaja perempuan bersama dengan Rumoh Budaya menarikan tarian Ratoh
Jaroe sehingga memecahkan rekor muri atas penari terbanyak yang diterima
langsung oleh gubernur Aceh (Rumohbudaya_isaka
di Instagram, 2016).
Selain dari Komunitas Tari Fisip UI dan Rumoh
Budaya, tingginya minat warga mancanegara terhadap tari Ratoh Jaroe dapat
dilihat dari prestasi yang didapatkan siswa SMP Islam Al Azhar 9 Kemang Pratama
Bekasi yang merupakan didikan dari Yusri Saleh atau biasa dipanggil Dek Gam
meraih “Best Traditional Art Performance”
dalam acara “Wonju Dynamic Dancing
Festival” yang diselenggarakan di Korea Selatan pada 2019 lalu. Selain itu,
tingginya minat warga mancanegara akan keindahan budaya Indonesia juga dapat
dilihat dari prestasi yang diraih oleh grup tari dan musik tradisional
Danadyaksa Budaya Labschool Cibubur, dalam acara Folklore Festival “Interfolk” yang ke 7 pada tahun 2014 di
kota St.Petersburg, Rusia. Grup tari ini meraih juara satu dan mendapatkan
tropi emas dalam Mixed Folks Ensemble:
Dance - Vocal - Instruments. Menurut Prof. Dr. Kaloyan Nikolov dari Universitas
Petersburg, “alasan mengapa grup tari tersebut menerima penghargaan adalah
karena penampilan tarian Ratoh Jaroe begitu spektakuler dan memiliki teknik
serta tingkat kesulitan yang cukup tinggi”
(Grup Musik Dan Tari Labschool
Cibubur Raih Emas Di Kejuaraan Dunia, 2014).
Tari ratoh jaroe ini juga ditampilkan sebagai
opening saat Indonesia menjadi tuan rumah dari acara Asian Games 2018 lalu.
Tarian ini ditampilkan oleh 1.600 penari yang seluruhnya adalah siswi sekolah
menengah atas se-jakarta cukup menarik perhatian baik warga Indonesia sendiri
maupun publik Internasional. Video tari ratoh ini menjadi trending nomor satu
sejak disiarkan melalui akun resmi SCTV, selain itu banyak cuitan yang
menunjukkan ketertarikan publik terhadap ratoh jaroe di aplikasi twitter.
Selain respon positif dari opening Asian
Games 2018, ratoh jaroe juga menerima empat penghargaan yaitu kategori tari
tradisional terbaik, kategori star of interfolk, kategori aransemen musik
terbaik, kategori penguasaan pertunjukan terbaik serta menerima piagam karya
seni terbaik saat festival kebudayaan di
Rusia. (Ratoh Jaroe Raih Lima Penghargaan
Di Rusia - Serambinews.com, 2016). Tari ratoh jaroe juga mendapatkan pujian
dan mendapatkan gelar “Best Performance” ketika mengikuti festival kebudayaan
di Thailand. Penampilan tarian Indonesia dinilai tidak pernah mengecewakan dan
selalu menjadi yang terbaik, salah satu delegasi dari Polandia yang tidak sabar
melihat penampilan tari ratoh jaroe (Listra
Unpar Raih Gelar 'Best Performance' Lewat Misi Budaya Di Thailand, 2020)
Ratoh Jaroe juga
ditampilkan oleh 18 orang anak Sri Lanka dalam acara bazar amal kerjasama
antara Indonesia dengan Sri Lanka. Saat itu Kedutaan Besar Republik Indonesia
bekerja sama dengan Sri Lanka Indonesia Friendship Association untuk menggelar
bazar amal yang bertujuan mempererat hubungan bilateral Indonesia dengan Sri
Lanka serta memberi bantuan kepada kelompok masyarakat Sri Lanka yang terimbas
krisis ekonomi. Dan di dalam acara ini lah 18 murid dari Sri Lanka Samudhi
dance school menampilkan beberapa tarian daerah Indonesia, salah satunya ratoh
jaroe (Teh, 2019).
Banyak prestasi yang
diciptakan oleh tim KTF UI seperti rutin menjadi delegasi yang tampil dalam
“Festival Du Sud” sejak 2012 hingga saat ini yang akhirnya mengenalkan budaya
Indonesia terhadap dunia. Selain dengan rutin menghadiri festival sebagai
delegasi Indonesia, penampilan Ratoh Jaroe sebagai pembuka di opening ASIAN
Games juga meningkatkan minat warga mancanegara dan mendapat dukungan dari
Menteri Pariwisata yang menjabat, Arief Yahya. Dilansir dari CNN Indonesia,
beliau mengatakan bahwa tarian Ratoh Jaroe ini sangat luar biasa dan dibawakan
dengan kompak dan indah. Tarian
ini juga dijadikan cermin untuk mengenalkan kebudayaan Indonesia yang beragam”
(Tari Ratoh Jaroe Aceh Yang Memukau Di
Opening Asian Games, 2018).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah,
maka pertanyaan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Komunitas Tari
Fisip UI dan Rumoh Budaya menjadi alat cultural
diplomacy dan sebagai sarana mempromosikan budaya Indonesia dengan soft power?. Selanjutnya tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai apakah komunitas tari ini dapat menjadi
alat diplomasi Indonesia dan sebagai sarana mempromosikan budaya Indonesia
dengan soft power.
Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang berdasarkan filsafat postpositivisme yang digunakan
untuk meneliti objek alamiah. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrument key, pengambilan data
menggunakan cara snowball dan purposive serta dalam analisisnya
bersifat induktif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan
kualitatif. Menurut Creswell, penelitian kualitatif adalah proses eksplorasi
dan usaha untuk memahami sebuah fenomena besar atau kecil, perilaku individu
maupun kelompok, masalah sosial ataupun kemanusiaan dan berakhir dengan membuat
laporan menggunakan struktur yang fleksibel (Sugiyono, 2020).
Penelitian kualitatif umumnya menggunakan
wawancara serta pengamatan dan pemanfaatan dokumen. Dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami
sebuah fenomena dari subjek penelitian nya seperti perilaku, tindakan, motivasi
dan lainnya (Sidiq et al., 2019)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Metode yang digunakan untuk melihat dan mencari unsur dari suatu
fenomena yang dilakukan dengan
mengumpulkan data, menganalisis dan kemudian menginterpretasikannya
tidak dalam berupa statistik tetapi dengan laporan uraian. Metode kualitatif
seringkali disebut sebagai metode naturalistik karena latar belakang yang
biasanya digunakan bersifat alamiah. Selain itu juga disebut metode etnografi
karena banyak digunakan untuk penelitian di bidang budaya (Sugiyono, 2017).
Narasumber yang akan digali datanya adalah :
Yuli Mumpuni Widarso – Diplomat dan birokrat Indonesia, Edina – Project Officer
& Dancer Komunitas Tari Fisip Universitas Indonesia: Narita – Dancer
Komunitas Tari Fisip Universias Indonesia, Yusri Saleh (Degan) – Pencipta &
pelatih tari ratoh jaroe: Fikar – Pelatih & pemain gendang dalam tarian
ratoh jaroe.
Hasil dari wawancara dengan lima narasumber
tersebut akan di triangulasi untuk pengecekan validitas nya sebelum kemudian
dianalisis dengan teori.
Tabel 1. Fokus Penelitian
Elemen |
Evidensi |
|
Analisis Soft Diplomacy Indonesia Melalui Tari
Tradisional Ratoh Jaroe |
-
Beauty |
-
Peran dari masyarakat dan didukung pemerintah dalam menunjukkan keindahan
budaya sebagai keunggulan Indonesia |
-
Benignity |
-
Nilai dan unsur dari gerakan dan syair dari tari ratoh jaroe yaitu
keramahan, kekompakan dan solidaritas yang merupakan budaya Indonesia sebagai
bentuk interpretasi sifat masyarakatnya |
|
-
Brilliance |
-
Kesuksesan budaya Indonesia
khususnya tari ratoh jaroe dalam menarik perhatian dan menumbuhkan kekaguman
dari masyarakat nasional dan
internasional melalui festival atau acara budaya lainnya. |
Ratoh jaroe merupakan salah satu tari
tradisional Indonesia yang berasal dari aceh yang sopan santun, keagamaan,
kekompakan. Ratoh Jaroe merupakan tari kontemporer yang ditarikan dengan
berbanjar dan penarinya perempuan berjumlah ganjil serta diiringi oleh satu
hingga dua orang pemusik disebut syekh dengan menabuh rebana atau dalam bahasa
aceh disebut rapai. Tarian ini diiringi lantunan syair yang dinyanyikan
bergantian antara syekh dan penari (Asy’ary &
Dwiningtyas, 2020).
Banyak
yang mengira Ratoh Jaroe dan Tari saman adalah 1 tarian yang sama. Walaupun
banyak kemiripan di antara keduanya, tetapi dua tarian yang sama sama berasal
dari Aceh ini memiliki perbedaan. Tidak seperti Tari Saman yang di bawakan oleh
laki laki, Ratoh Jaroe di bawakan oleh Perempuan yang bertujuan menunjukkan
keindahan kekompakan penarinya, selain itu juga untuk menunjukkan semangat dan
keberanian dari para wanita aceh yang pantang menyerah. Erat hubungannya dengan
keagamaan, tarian ini memiliki unsur zikir dan
pujaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
pembawaan nya, penari tidak hanya menarikan Gerakan nya tetapi juga bernyanyi
bergantian dengan seeorang yang menabuh gendang yang biasa disebut “syekh” atau
“syahi” . Tarian ini juga dibawakan tidak dengan berdiri melainkan dengan duduk
dan menepukkan tangan ke paha dan dada dan sesekali menggelengkan kepala dengan
cepat.
Menari
dengan gerakan yang cepat namun tetap kompak, serta dengan alunan dendang yang
enak menarik banyak perhatian baik publik Internasional maupun warga Indonesia
itu sendiri, hingga Ratoh Jaroe ditetapkan sebagai warisan budaya
Internasional pada 2011 oleh Unesco. Dan pada 2018 tarian ini berhasil memukau
dan menarik lebih banyak perhatian publik Internasional dalam pembukaan Asian
Games 2018 yang dibawakan oleh lebih dari 1.600
penari Tingkat SMA di DKI Jakarta (Portal Informasi Indonesia,
2018).
Hasil
Dan Pembahasan
Dalam
hasil penelitian ini diketahui bahwa tari ratoh jaroe berhasil menarik
perhatian publik baik nasional maupun Internasional. Dengan kekompakan Gerakan
dari tiap tiap penari, tabuhan gendang, syair indah berisikan pujian serta
nasihat kehidupan dan dibawakan dengan perpaduan kostum yang indah dengan
mahkota di kepala berhasil memukau
banyak orang.
Dari hasil
wawancara dengan lima narasumber, tari ratoh jaroe ini berhasil menumbuhkan awareness
pada publik, berhasil memberitahu dunia bahwa masih banyak budaya dan
keindahan Indonesia lainnya, serta berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan
memenagkan banyak perlombaan tarian di tingkat internasional.
Beauty (Keindahan)
Disebabkan oleh letak geografis
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke maka Indonesia memiliki
budaya indah yang berlimpah, salah satunya tari ratoh jaroe yang berasal dari
Aceh ini. Ratoh jaroe merupakan tarian yang dibawakan secara duduk maka fokus
keindahan dan kreatifitas nya ada di tangan penarinya. Tarian ini muncul di
awal tahun 2000-an yang disebabkan oleh kecintaan seorang penduduk Aceh pada
budaya nya.
Yusri Saleh atau yang biasa dipanggil bang
Degam, menciptakan tarian ini dengan menggabungkan beberapa gerakan tarian Aceh
lainnya. Gerakan dan syair yang sangat kental dengan keislaman adalah ciri khas
tarian Aceh. Syair yang merupakan gabungan dari bahasa aceh digabungkan dengan
beberapa pujian pada Allah SWT serta Shalawat pada Rasul nya, namun seiring
dengan semakin dikenal nya ratoh jaroe dan sering dibawakan dalam acara acara
general, maka isi syair nya disesuaikan, biasanya akan diganti dengan nasihat
kehidupan, kritik dan bahkan unsur kisah cinta (Hashim et al., 2024).
Selain dari keindahan gerakan dan syairnya,
keindahan ratoh jaroe juga terletak pada kostum penarinya. Pemilihan warna
seperti merah, hitam, kuning biru dan warna lain nya yang diselang selingkan
antara penari dan dipadukan dengan songket dan dipercantik dengan mahkota
dikepala. Kolaborasi antara tabuhan gendang serta syair yang dinyanyikan baik
oleh penabuh gendang dan penari nya serta permainan tempo dari gerakan pelan
kemudian berubah cepat dan kembali pelan juga menjadi keindahan yang menarik
banyak perhatian siapapun yang melihatnya (Hashim et al., 2024).
Gambar 4.
Tari Ratoh Jaroe
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Benignity (Keramahan)
Indonesia dikenal dengan gotong royong serta keramahan
masyarakatnya, hal ini yang melandasi gerakan gerakan dari tari ratoh jaroe
ini. Bagi
Yusri Saleh (Bang Degam) penduduk Aceh sangat tinggi rasa kebersamaan dan
gotong royong antar sesamanya. Kehidupan masyarakat Aceh menurutnya sangat erat
akan persatuan, Ketika satu sedih maka yang lainnya pun akan bersimpati. Beliau
ingin siapapun yang tertarik atau mempelajari ratoh jaroe ini paham akan
pentingnya gotong royong antar sesama (Hashim et al., 2024).
Menurut
Fikar (2024) dalam wawancara, beliau mengatakan banyak hal mendidik dalam
tarian ini seperti jangan egois, harus kerjasama antar tim penari, jangan mau
menonjol sendiri karena jika ada satu saja penari yang berbeda powernya, maka
hilang esensi kekompakan tari ratoh jaroe ini.
Dari sisi penari
nya, dalam wawancara dengan Narita (2024) ia menjelaskan sebagai penari ia
harus membangun rasa antara dirinya dan teman satu tim nya. Karena menurutnya,
jika rasa itu sudah tumbuh karena sudah dekat secara personal dan pertemanan
maka akan lebih mudah membanun chemistry selama menari.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Edina (2024) dalam
wawancara, ia mengatakan dengan menarikan ratoh jaroe ia lebih belajar tentang
kerjasama. Ditambah jika memang rasa yang dibangun sudah sangat kuat, maka akan
muncul perasaan tidak ingin mengecewakan teman satu timnya,dan dari perasaan
tersebut akan muncul semangat yang tidak hanya menyemangati dirinya, tetapi
juga teman satu timnya.
Brilliance (Kepandaian)
Dengan
keindahan yang berlimpah serta keberagaman budaya yang diminati baik oleh
masyarakat Indonesia sendiri maupun publik internasional. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya warga negara asing yang berminat untuk mempelajari budaya
Indonesia, selain itu beberapa tarian tradisional Indonesia juga kerap
dibawakan dalam beberapa misi kebudayaan.
Menurut
Narita (2024) dalam wawancara, ratoh jaroe selalu mendapatkan respon dari audience
yang luar biasa, “waktu itu kita mulai perform malam banget, kayaknya jam 11
malam deh dan penonton disana waktu itu terkenal kurang responsif katanya, tapi
waktu kita tampil alhamdulillah tepuk tangan nya meriah banget bahkan sampai
ada yang kasih teriakan gitu.”
Selain
itu, menurut Edina (2024) dalam wawancara tim penari dari Komunitas Tari Fisip
Universitas Indonesia menerima banyak pujian baik dari peserta lain nya,
penonton, pembawa acara bahkan beberapa panitia, “selama parade itu lagu rasa
sayange kita play back to back dan konsepnya memang interaktif sama penonton,
jadi kita narikin anak kecil dan orang di sekitar untuk nari sama sama dan main
ular naga. Setelah parade itu, kita menerima pujian dari LO kita karena menurut
mereka tim Indonesia sangat tulus karena terlihat dari senyuman dan bagaimana
kita menari.”
Menurut
Yusri Saleh (2024) dalam wawancara, respon audience akan selalu seperti
itu, mereka akan sangat terpukau dengan gerakan yang cepat tapi sangat kompak,
“tiap negara yang abang datangi untul menampilkan ratoh jaroe penonton nya
tidak pernah bosan dan selalu antusias. Rasa antusias dan keingintahuan itu
yang abang rasa tidak pernah hilang dari penonton. Mereka sangat terkagum kagum
sekaligus bagaimana orang Indonesia dapat menarikan tarian seperti ini.”
Ratoh
jaroe juga dibawakan sebagai opening dalam Asian Games 2018 dan berhasil
memukau warga mancanegara dan sempat menjadi trending topic pada saat
itu. Selain itu, tarian ini juga sempat dibawakan dihadapan UNESCO di paris,
“saat saya di paris, saya sempat bawakan tari ratoh jaroe ini untuk UNESCO dan
di teater UNESCO. Saat itu ada momen dimana kita berhenti tapi tarian belum
selesai, itu teater isinya dapat menampung kurang lebih 1000 orang tapi saat
itu semua berdiri, dan saat tarian nya selesai wah tepuk tangan nya semakin
riuh rendah” (Artini & Mumpuni, 2024).
Kesimpulan
Menurut hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
dengan banyaknya peminat baik dari masyarakat Indonesia sendiri ataupun di
publik internasional. Banyaknya peminat ini dapat dilihat dari berkembangnya
komunitas dan sanggar tari ratoh jaroe, banyak sekolah dan universitas yang
menjadikan ratoh jaroe sebagai aktifitas nya dan masih banyak lagi. Di publik
internasional pun ratoh jaroe sudah menyita banyak perhatian sebab keindahan
gerakan, syair dan kekompakan penari nya. Namun dengan banyaknya komunitas dan
sanggar yang ada, serta perhatian yang diberikan oleh publik internasional,
pemerintah belum membuat pernyataan resmi mengenai ratoh jaroe sebagai “warna”
Indonesia. Hal itu masih menjadi perbincangan pemerintah dengan pertimbangan
agar tidak terjadi keributan disebabkan oleh keberagaman budaya yang ada di
Indonesia.
Ardiansya, A. (2022). Hubungan Bilateral
Indonesia–Amerika Serikat Melalui Kerjasama Kebudayaan (Soft Diplomacy). Journal
Social Society, 2(1), 1–15.
Artini, D., & Mumpuni, N. (2024). Pemberdayaan Lansia
Untuk Mencegah Kolesterol Dan Hipertensi Dengan Optimalisasi Teh Sahdu
(Saffron, Telang Biru, Dan Madu). Shihatuna: Jurnal Pengabdian Kesehatan
Masyarakat, 4(1), 38–44.
Asy’ary, M. R., & Dwiningtyas, H. (2020). Pemaknaan Komunikasi Panggung Penari
Perempuan Pada Tari Ratoh Jaroe/32/Kom/2020. Faculty Of Social And
Political Science.
Cummings, A. R. (2020). Power, Culture, And Race.
Xlibris Corporation.
Effendy, M. P. (2023). Perspektif Guru Terhadap Cinta
Cagar Budaya Di Pamekasan Dalam Melestarikan Budaya Daerah.
Gomichon, M. (2013). Joseph Nye On Soft Power. E-International
Relations, 8.
Hashim, M., Yusri, I. N., Mahat, H., Nayan, N., Saleh, Y.,
Sekitar, A., & Malim, T. (2024). Penggunaan Air Secara Lestari Dalam
Kalangan Warga Bandaraya Ipoh, Perak. Geografia-Malaysian Journal Of Society
And Space, 20(1), 13–32.
Nye, J. (2008). The Powers To Lead. Oxford University
Press.
Putra, S. M. (2021). Upaya Pelestarian Sanggar Rapa’i Tuha
Sebagai Warisan Seni Budaya Tradisional Aceh: Studi Di Lamreung Meunasah
Baktrieng Kecamatan Krueng Barona Jaya Aceh Besar. Uin Ar-Raniry.
Rasdhian, C. N. P., Wafirah, N. N. I., Syakira, R. A.,
Suputra, I. M. E. A., Hanisah, S. F., Fitri, W. A., Pratiwi, N. M. A. C.,
Putri, N. P. A. P., Hanifah, I., & Florentina, D. (2023). 10 Karya
Terbaik Miracle Public Health Competition 2023. Primajana Education Center.
Sidiq, U., Choiri, M., & Mujahidin, A. (2019). Metode
Penelitian Kualitatif Di Bidang Pendidikan. Journal Of Chemical Information
And Modeling, 53(9), 1–228.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Dan R & D. 380.
Sugiyono, P. D. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif Dan Kombinasi (Mix Methods)(Di Sutopo (Ed.). Alfabeta, Cv.
Tiar, M. (2023). Tari Ratoh Jaroe Salah Satu Warisan
Budaya Internasional.
Wahyuni, S., Wijayanti, I. E., &
Munandar, A. (2023). Teori Representasi Grup Hingga. Ugm Press.
Copyright
holder: Devica Nur Fadhillah,
Past Novel Larasaty (2024) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |