Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 6, Juni
2024
LITERATURE REVIEW:
POTENSIAL EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM
SATIVUM) SEBAGAI OBAT ANTI-TUBERKULOSIS
Syamsu Rijal1,
Irmayanti Haidir Bima2, Salsabila Tirta Aprilia3
Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2,
Abstrak
Tuberkulosis (TB)
secara luas dikenal sebagai penyakit menular yang sangat menular di dunia.
Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan global yang umum terjadi,
yang menyebabkan banyak orang terinfeksi setiap tahunnya. Indonesia menduduki
posisi kedua penyumbang kematian terbesar akibat penyakit ini di seluruh dunia,
setelah HIV-AIDS. Setiap tahunnya, TBC merenggut nyawa 1,5 juta orang di
seluruh dunia. Saat ini, India menduduki peringkat kedua secara global dalam
hal jumlah orang yang terkena tuberkulosis, setelah India sendiri. Informasi ini berasal dari laporan tahun 2020 yang diterbitkan oleh WHO.
Angka kejadian tuberkulosis global pada tahun 2020 berjumlah 10 juta kasus dan mengakibatkan 1,2 juta kematian secara global.
Pada tahun 2020, Indonesia melaporkan total 824.000
kasus yang semakin diperburuk dengan dimulainya pandemi virus Covid-19. Bawang
putih menjadi tumbuhan yang memiliki berbagai sifat biologis, meliputi
antibakteri, antikanker, antioksidan, imunomodulator, antiinflamasi,
hipoglikemik, dan efek kardiovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menilai khasiat ekstrak bawang putih (Allium sativum) dalam menghambat
perkembangbiakan Mycobacterium tuberculosa. Peneliti melakukan
penelusuran literatur menggunakan Google Scholar, NCBI, dan sciencedirect.com
dengan menggunakan kata kunci Mycobacterium tuberculosa, bawang putih,
dan Allium sativum. Selanjutnya, total enam makalah yang memenuhi
kriteria inklusi yang telah ditentukan diperiksa. Bawang putih, agen
antimikroba yang diakui, digunakan dalam penelitian ini untuk memerangi Mycobacterium
tuberculosa. Bawang putih dikenal karena sifat antimikroba yang melekat.
Allicin adalah senyawa bioaktif yang ditemukan dalam bawang putih yang
menunjukkan sifat antibakteri. Allicin, bahan kimia yang ditemukan dalam bawang
putih (Allium sativum Linn), memiliki sifat antibakteri yang
secara efektif dapat menghambat kuman penyebab tuberkulosis.
Kata Kunci: Mycobacterium tuberculosis
, bawang putih , Allium sativum
Abstract
Tuberculosis (TB) is widely known as a highly contagious
infectious disease in the world. Pulmonary tuberculosis (TB) is a common global
health problem, causing many people to become infected each year. Indonesia
occupies the second largest contributor to death from this disease worldwide,
after HIV-AIDS. Every year, TB claims the lives of 1.5 million people
worldwide. Currently, India is ranked second globally in terms of the number of
people affected by tuberculosis, after India itself. This information comes
from a 2020 report published by WHO. The global incidence of tuberculosis in
2020 amounted to 10 million cases and resulted in 1.2 million deaths globally.
In 2020, Indonesia reported a total of 824,000 cases which was further
exacerbated by the start of the Covid-19 virus pandemic. Garlic is a plant that
has various biological properties, including antibacterial, anticancer,
antioxidant, immunomodulatory, anti-inflammatory, hypoglycemic, and
cardiovascular effects. The purpose of this study was to assess the efficacy of
garlic extract (Allium sativum) in inhibiting the proliferation of
Mycobacterium tuberculosa. Researchers conducted a literature search using
Google Scholar, NCBI, and sciencedirect.com using the keywords Mycobacterium
tuberculosa, garlic, and Allium sativum. Furthermore, a total of six papers
that met the predetermined inclusion criteria were examined. Garlic, a
recognized antimicrobial agent, was used in the study to combat Mycobacterium
tuberculosa. Garlic is known for its inherent antimicrobial properties. Allicin
is a bioactive compound found in garlic that exhibits antibacterial properties.
Allicin, a chemical found in garlic (Allium sativum Linn), has antibacterial
properties that can effectively inhibit tuberculosis-causing germs.
Keywords:
mycobacterium tuberculosis, garlic, Allium sativum
Pendahuluan
Sifat antibakteri dari ekstrak bawang putih telah dikenal luas sehubungan
dengan kemampuannya melawan berbagai infeksi dalam tubuh manusia. Ekstrak
bawang putih menunjukkan khasiat antibakteri yang luas, efektif menargetkan
bakteri Gram positif dan Gram negatif. Manfaat antibakteri dan pengobatan
bawang putih disebabkan oleh kandungan sulfurnya, yaitu adanya Diallyl
thiosulfinate (allicin) dan Diallyl disulfide (ajoene) (Natalia, 2022).
Sebagai
agen antibakteri, allicin mengubah komposisi protein, lipid, dan polisakarida
membran sel bakteri. Aktivitas antimikroba terhadap berbagai
bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, seperti Escherichia, Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus, Clostridium,
dan Mycobacterium tuberculosa, telah diamati dalam penyelidikan in vitro
terhadap Allium sativum. Hasil in vitro menunjukkan sifat antibakteri
yang kuat dari minyak atsiri yang berasal dari umbi bawang putih segar terhadap
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli (Casella et al., 2013; Lu et al., 2011).
Ekstrak kaya allicin dan ekstrak ajoene menunjukkan aktivitas
antimikobakteri yang serupa atau lebih baik secara in vitro dibandingkan dengan rifampisin. Bawang putih
mempunyai efek menghambat pada Mycobacterium tuberculosis. Hal ini mengandung ekstrak allicin dan ejoene
sehingga konsentrasi penghambat pertumbuhannya pun lebih tinggi (Organization, 2020).
Mycobacterium tuberculosa adalah pembawa
penyebab tuberkulosis. Cara penularan utama adalah
melalui pelepasan tetesan lendir oleh individu yang dites positif mengidap
tuberkulosis bakteri tahan asam (BTA). Meskipun tingkat penularannya rendah,
penderita TBC yang memiliki hasil BTA negatif masih dapat menularkan penyakitnya.
Terapi tuberkulosis terdiri dari dua tahap: tahap intensif yang berlangsung
selama 2-3 bulan, dan tahap berkelanjutan yang
berlangsung selama 4-7 bulan. Regimen obat terdiri dari campuran obat utama dan
obat tambahan. Kombinasi rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan
etambutol merupakan bahan farmasi utama yang digunakan pada lini 1. Kombinasi
porsi dosis tetap ini :
Satu tablet mengandung empat
pencegah tuberkulosis: rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg,
dan esanbutol 275 mg, tiap tablet mengandung terdapat anti tuberkulosis:
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg maupun pirazinamid 400 mg (Indonesia, 2006).
Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2023 mengkonfirmasi
adanya 667 kasus tuberkulosis di seluruh Sulawesi Selatan. Sebanyak 5.444
pasien TBC terdeteksi di Kota Makassar (Nurhidaya et al., 2023).
Kami terdorong untuk menciptakan agen antimikroba baru karena munculnya
resistensi antibiotik dan meningkatnya permintaan pelanggan akan obat-obatan
dengan efek samping yang minimal. Untuk mengatasi permasalahan resistensi ini,
salah satu strategi yang digunakan adalah dengan
memilih pendekatan alternatif dengan memanfaatkan pengobatan nabati yang
dihasilkan dari tumbuhan. Bawang putih (Allium sativum) telah dikenal
luas karena sifat antibakterinya yang luar biasa terhadap beragam jenis bakteri
(Aydın, 2008; Gull et al., 2012).
Oleh karena itu, berdasarkan informasi kontekstual di atas, penulis
termotivasi untuk melakukan kajian komprehensif terhadap karya ilmiah yang ada,
dengan tujuan menilai kemanjuran ekstrak bawang putih (Allium sativum)
dalam menghambat perkembangbiakan Mycobacterium tuberculosa. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menilai khasiat ekstrak bawang putih (Allium
sativum) dalam menghambat perkembangbiakan Mycobacterium tuberculosa.
Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan atau tinjauan pustaka. Pendekatan ini melibatkan pengumpulan
sistematis, evaluasi, pertimbangan, dan analisis kritis terhadap ide,
pengetahuan, dan penemuan yang berasal dari literatur yang berfokus pada akademis.
Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan kontribusi teoritis yang signifikan.
Penelitian ini menyelidiki potensi ekstrak bawang putih (Allium sativum)
dalam mencegah pertumbuhan Mycobacterium tuberculosa, dengan fokus pada
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan
metodologi tinjauan literatur menyeluruh.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam survei perpustakaan ini berasal dari sumber
sekunder. Data yang disajikan dalam penelitian ini berasal dari temuan peneliti
sebelumnya, dan bukan dikumpulkan melalui observasi langsung. Tinjauan pustaka
menggunakan sumber data sekunder berupa artikel asli yang bersumber dari
publikasi penelitian. Makalah ini berfokus pada efek penghambatan ekstrak
bawang putih (Allium sativum) terhadap pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosa. Pemilihan sumber data didasarkan pada empat kriteria: (1)
asal, yang mencakup kredibilitas penulis dan bukti pendukung; (2) objektivitas,
yaitu menilai kemanfaatan pandangan dan gagasan penulis; (3) persuasif, yaitu
mengukur tingkat kepercayaan penulis penelitian; dan (4) nilai, yang menilai
persuasif argumentasi penulis dan kontribusi signifikannya terhadap penelitian
lain yang sejenis.
Kriteria Inklusi dan
Eksklusi
Mesin Pencari Pencarian literatur berupa artikel ilmiah yang dipublikasikan
di Google Scholar, NCBI, sciencedirect.com. Menggunakan kata kunci pilihan Mycobacterium
tuberculosis ,bawang
putih, dan Allium sativum. Artikel atau jurnal ilmiah yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dipilih untuk dianalisis. Untuk memfasilitasi penyaringan kriteria
penyertaan, alat teknis digunakan yang memanfaatkan fitur "Cakupan
Khusus", mengurutkan berdasarkan relevansi, dan secara otomatis memeriksa
opsi "Sertakan paten dan kutipan" pada mesin pencari. Jurnal yang
digunakan dalam tinjauan pustaka ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan
Inggris periode 2014-2024, dalam format PDF, memuat artikel penelitian asli,
topik jurnal potensi ekstrak bawang putih (Allium sativum) Beberapa
kriteria yang harus dipenuhi, antara lain ketersediaan dari teks jurnal
mengenai Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Dalam Menekan
Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Penyaringan
kriteria eksklusi memakai instrumen SPIDER, Metode ini digunakan diakrenakan
sesuai sifat penelitian kualitatif. Dari metodologi ini, makalah dari
penelitian ketika terdapat kriteria yang tidak konsisten.
Prosedur Pengumpulan
Literatur
Proses pengumpulan pustaka maupun pengambilan data dilaksanakan memakai
metode PRISMA. Dengan kata lain, pengertian kriteria kelayakan karya sastra
adalah: Deskripsi literatur yang disertakan, pemilihan dokumen berdasarkan kata
kunci, pertimbangan judul, abstrak, pemilihan jurnal secara keseluruhan, kemudian
pengecekan ulang berdasarkan kriteria inklusi, pengumpulan data secara manual maupun pemilihan data
dari jurnal. Tinjauan rinci dan penilaian kelayakan dilakukan untuk 17 jurnal dengan teks
lengkap tersedia. Hingga 9 jurnal duplikat yang tidak
memenuhi kriteria inklusi dikeluarkan, menghasilkan 8 jurnal teks lengkap
paling relevan untuk ditinjau.
Sintesis Data
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan
sintesis literatur observasional, di mana semua data sejenis yang diekstraksi
dikelompokkan bersama dan metode narasi digunakan berdasarkan hasil yang
diukur. Pengumpulan jurnal atau bahan penelitian yang memenuhi semua
persyaratan inklusi dilakukan, sehingga menghasilkan pembuatan ringkasan
jurnal. Ringkasan ini memiliki berbagai komponen antara lain nama peneliti,
judul penelitian, tahun publikasi, negara penelitian, dan isi penelitian.
Pendekatan yang digunakan dan hasil atau sinopsis observasi. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mengetahui persamaan dan perbedaan,
serta kelebihan dan kekurangannya. Analisis ini kemudian dikaji secara
menyeluruh untuk memperoleh suatu kesimpulan penelitian.
Hasil dan pembahasan
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosa menunjukkan
morfologi khas yang menjadikannya tahan terhadap asam, sehingga mendapat
sebutan batang tahan asam (BTA). Patogen tuberkulosis, Mycobacterium
tuberculosa, memiliki ciri morfologi berbentuk batang dan memiliki ciri
unik, khususnya ketahanannya terhadap asam. Oleh karena itu, bakteri ini biasa
disebut dengan basil tahan asam (BTA). Patogen tuberkulosis menunjukkan
kematian yang cepat jika terkena sinar matahari langsung, dan menunjukkan
kelangsungan hidup yang lama di lingkungan yang remang-remang dan lembab.
Bakteri ini memiliki kemampuan untuk tetap tidak aktif dalam jaringan tubuh
untuk jangka waktu yang lama (Dewi, 2019).
Pengobatan herbal
Resistensi TB telah menjadi ancaman besar, dan oleh karena itu memerlukan
pengobatan baru yang efisien dan dalam pengobatan anti-M.tuberculosis
dan anti-TB yang bisa mengatasi penyakit dan minim efek samping. Harapannya
ditemukan pada produk alami nabati karena keragaman kimianya dan peran
pentingnya sebagai terapi alami tambahan. Alam telah mempersediakan tanaman
obat agar mampu mengobati penyakit. Pengobatan herbal adalah pengobatan banyak
penyakit yang digunakan manusia sejak dahulu. Menurut perkiraan WHO, sekitar
80% populasi bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan
manusia. Penggunaan herbal dan fitokimia sangat penting untuk pengobatan
berbagai penyakit termasuk TBC. Khasiat ramuan herbal yang unik sebagai agen
anti-Mb dan anti-TB menunjukkan kemajuan dalam penemuan obat-obatanmya.
Efektivitas herbal dalam penanganan TBC telah dibahas oleh banyak peneliti.
Allicin, andrographolide, coumarin, vasicine acetate, dan glabridin adalah
beberapa contoh fitokimia yang dipelajari dalam beberapa tahun terakhir untuk
mengetahui tindakan antimikobakterinya (Abbas & Baker, 2020).
Banyak terpenoid menunjukkan tindakan antimikobakteri, seperti Totarol,
parthenolide asam sandaracopimaric, Agelasine F, elisapterosin B, 1,10- epoxycostunolide, santamarine, reynosin, alantolactone,
costunolide, puupehenone, elatol, deschloroelatol, debromolaurinterol,
allolaurinterol, terlebih lagi, aureol. Tindakan antimikobakteri ini disebabkan
oleh sifat lipofilik terpene yang tinggi yang mendorong penetrasinya ke dalam
dinding sel (Abbas & Baker, 2020).
Tanaman terbukti mencegah sistem eflux multidrug dari mikroba serta banyak
manfaat kesehatan dan kesehatan sebagai hepatokuratif yang dapat mengembalikan
fungsi hati, aktivitas enzim antioksidan dan histologi sel hati terhadap obat
anti TBC (Abbas & Baker, 2020).
Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium
sativum) Dalam Menekan Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sifat antimikobakteri bawang
putih dapat menghambat infeksi tuberkulosis dari anti-inflamasi di sel
mononuklear inangnya.
Penelitian Fauziah Hanif dalam jurnal Novita Carolia: Potensi Bawang Putih (Allium sativum)
sebagai Obat Alternatif Anti Tuberkulosis Uji in vitro Allium sativum memeperliahtkan
antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif pada Escherichia spp
menyatakan bahwa itu ditampilkan
Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus,
Clostridium, Mycobacterium tuberculosa. Aktivitas
antibakteri minyak atsiri yang diekstrak dari umbi bawang putih segar secara in
vitro menunjukkan aktivitas antibakteri
yang baik terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli (Casella et al., 2013).
Hal ini
dibuktikan melalui penelitian kolaboratif yang dilakukan oleh Aligarh
University di India dan University of Cleveland di Amerika Serikat. Karena
sifat antiinflamasinya yang signifikan terhadap sel mononuklear yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosa (MTB), allicin dianggap sebagai obat yang
menjanjikan untuk memerangi infeksi tuberkulosis. Senyawa allicin telah
ditemukan untuk meningkatkan aktivitas enzimatik glutathione peroksidase, yang
menyebabkan penurunan pembentukan spesies oksigen reaktif dan selanjutnya
menurunkan sintesis mediator inflamasi (Hasan et al., 2006).
Hasil penelitian dari Viswanathan, dkk dalam
jurnal : Antimycobacterial and Antibacterial Activity of Allium sativum
Bulbs, menunjukkan bahwa dari hasil Resazurin Microtitre Plate Assay,
ekstrak kaya allicin serta ekstrak kaya ajoene menunjukkan aktivitas
antimikobakteri yang cukup besar dibandingkan dengan obat standar. Ekstrak kaya
allicin menunjukkan aktivitas antimikobakteri yang lebih baik dibandingkan INH
dan ETH sedangkan ekstrak kaya ajoene memiliki kisaran MIC yang serupa
dibandingkan dengan INH dan ETH. Selain itu, minyak bawang putih juga
menunjukkan aktivitas anti-mikobakteri tetapi pada konsentrasi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan obat standar. Perkembangan M.tuberculosisH Rv hampir seluruhnya
ditekan dengan konsentrasi 80 mg/ml minyak bawang putih, menghasilkan penurunan
jumlah koloni sekitar 97%, dibandingkan dengan konsentrasi rifampisin 0,03
mg/ml. Ekstrak kaya allicin menunjukkan diameter zona penghambatan pertumbuhan
yang mirip dengan E. coli, S. aureus, dan B. subtilis dalam penyelidikan
aktivitas antibakteri, tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan obat standar amoksisilin. Meskipun terdapat efek penghambatan minyak
bawang putih pada E. coli, S. aureus, dan B. subtilis, perlu dicatat bahwa
konsentrasi minyak bawang putih yang diperlukan untuk menginduksi penghambatan
pertumbuhan secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan ekstrak yang kaya
akan allicin dan amoksisilin
(Viswanathan et
al., 2014).
Artikel jurnal oleh Swapna S. Nair, Sujay S. Gaikwad, Savita P. Kulkarni,
dan Alka Pravin Mukne membenarkan penelitian ini. Konstituen Allium sativum
menunjukkan aktivitas anti tuberkulosis. Allicin, meskipun hadir dalam jumlah
kecil dalam ekstrak, menunjukkan kemanjuran yang signifikan terhadap Mycobacterium
tuberculosa H37Rv baik dalam sel makrofag tikus in vitro dan RAW 264.7.
Hasil penelitian kami sejalan dengan temuan yang didokumentasikan sebelumnya
mengenai penilaian sifat anti-tuberkulosis allicin. Aktivitas antibakteri dari
senyawa yang mengandung sulfur, seperti allicin dan ajoene, mungkin disebabkan
oleh adanya gugus sulfinil dan disulfida, yang telah diidentifikasi sebagai
kontributor signifikan terhadap aktivitas anti-tuberkulosisnya. Ekstrak
tersebut menunjukkan aktivitas anti tuberkulosis yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan isolatnya. Obat standar, yaitu
isoniazid, rifampisin dan etambutol menunjukkan jauh lebih rendah dibandingkan
ekstrak bawang putih dengan metode Resazurin Microtitre Plate Assay. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bawang putih mempunyai potensi untuk dikembangkan
sebagai obat anti tuberkulosis yang dapat diberikan sebagai tambahan terapi
anti tuberkulosis yang sudah ada (Nair et al., 2017).
Penelitian oleh Samreen F, Anjna Kumari, Ved Prakash Dwivedi dalam
jurnal : Advances in adjunct
therapy against tuberculosis: Deciphering the emerging role of
phytochemicals, menjelaskan Bawang putih
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit menular dan tidak
menular. Allicin mengurangi beban M. tuberkulosis pada inang dengan
meningkatkan aktivitas enzim glutathione peroksidase. Pada tahun 2014,
Vishwanathan et al melaporkan dalam penelitian in vitro bahwa ekstrak bawang
putih dan minyak bawang putih keduanya menunjukkan aktivitas antimikobakteri
yang baik jika dibandingkan dengan obat standar, Dwivedi dkk telah
memberikan beberapa bukti kuat untuk menetapkan potensi terapeutik allicin
dalam patogenesis tuberkulosis. Ekstrak allicin/bawang putih menunjukkan
pembunuhan langsung terhadap Mycobacteria dan mengarah pada induksi sitokin
pro-inflamasi pada makrofag sekaligus membatasi infeksi M. tuberkulosis di
dalam sel dengan berinteraksi dengan reseptor permukaan sel yang bertanggung
jawab untuk masuknya M. tuberkulosis .Ekstrak allicin/bawang putih
menunjukkan proses pembunuhan langsung terhadap Mycobacteria dan mengarah pada
induksi sitokin pro- inflamasi pada makrofag sekaligus membatasi infeksi
M.tuberkulosis di dalam sel melalui interaksi dengan sel reseptor permukaan
yang bertanggung jawab di pintu masuk M.tuberkulosis. Percobaan yang dilakukan
pada model tikus menunjukkan bahwa pengobatan tikus yang terinfeksi dengan
ekstrak allicin/bawang putih menyebabkan penurunan beban bakteri secara
signifikan terutama karena respon pelindung tubuh terhadap Th1, yang
menghilangkan patogen dalam durasi waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan
dengan pengobatan konvensional. Ajoene, telah menunjukkan efektivitas yang luar
biasa dalam pengobatan Tuberculosis karena kemampuannya menginduksi autophagy
dan sintesis Reactive Oxygen Species (ROS) (Fatima et al.,
2021).
Hasil penelitian oleh Samreen Fatima, Ved Prakash Dwivedi dalam
jurnal :Allicin as an Adjunct Immunotherapy against Tuberculosis menunjukkan
bahwa allicin diketahui memberikan
efeknya sebagai agen antipatogenik terutama dengan menargetkan protein atau
enzim yang mengandung tiol pada mikroorganisme yang berbeda dan juga dengan
mengatur gen kunci yang bertanggung jawab atas virulensi mikroorganisme Penelitian oleh Dwivedi dkk. berjudul “Allicin
meningkatkan aktivitas antimikroba makrofag selama infeksi Mycobacterium
tuberculosa” allicin tidak hanya menghambat internalisasi Mycobacterium
tuberculosa ( M.tb ) dengan memblokir reseptor di permukaan tetapi juga
menghilangkan bakteri melalui mekanisme pembunuhan anti mikrobakteri. Para
peneliti telah melaporkan bahwa allicin tidak hanya membunuh bakteri tetapi
juga bertindak sebagai imunomodulator yang menginduksi respon imun protektif
inang yang melindungi inang dengan meminimalkan efek samping dan penurunan
kekebalan yang disebabkan oleh pengobatan antibiotik konvensional. Allicin telah terbukti lebih konklusif dan ampuh bila digunakan dalam
kombinasi dengan obat lain yang digunakan dalam pengobatan konvensional.
Alasannya mungkin karena pengobatan allicin membuat mikroorganisme lebih rentan
sehingga memungkinkan antibiotik atau antijamur bekerja melawan mikroorganisme
tersebut dan menjadi lebih efektif dibandingkan hanya bertindak sendiri. Oleh
karena itu, terapi kombinasi allicin dengan obat antimikroba konvensional dapat
membantu mengurangi durasi pengobatan dan mungkin cukup membantu dalam
pengobatan mencegah evolusi varian yang resistan terhadap obat. Potensi
antibakteri allicin sebanding dengan beberapa antibiotik konvensional seperti
penisilin, tetrasiklin dan kanamisin. Berbeda dengan antibiotik yang umum
digunakan, yang merupakan patogen spesifik atau berspektrum sempit, allicin
memiliki efek penghambatan pada spektrum mikroorganisme yang lebih luas yang
mencakup bakteri (baik gram positif dan negatif), ragi, jamur, parasit dan bahkan virus. Mengenai konsekuensi imunologis dari penggunaan turunan bawang putih
sebagai terapi kombinasi bersama dengan rejimen pengobatan DOTS, kami
berpendapat bahwa pengobatan dengan ekstrak bawang putih memiliki efek yang
sangat minimal terhadap dominasi sel T CD4 + dan CD8 + namun masih lebih tinggi
dibandingkan pemberian isoniazid tunggal. Di sini, dalam penelitian kami, kami
telah memastikan bahwa bawang putih membalikkan efek buruk ini dan mengurangi
efek samping terapi DOTS. Hal ini dapat digunakan pada pasien yang menjalani
pengobatan DOTS atau mereka mungkin disarankan untuk mengonsumsi bawang putih
selama pengobatan untuk terus meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka dan
meniadakan kemungkinan reaktivasi atau kambuhnya TB, yang merupakan kelemahan
utama yang terkait dengan terapi DOTS. Selain itu, kami juga telah menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan produksi IL-12 dibandingkan dengan hanya hewan yang
terinfeksi dan diberi isoniazid dengan tingkat IL-10 dan TNF-α yang
ditemukan sebanding pada semua kelompok. Oleh karena itu, penelitian kami
melaporkan bahwa ekstrak bawang putih/allicin bertindak sebagai imunomodulator
pada infeksi TB dengan menggunakan polarisasi sel T menuju respons pelindung T
helper 1 (Th1) (Fatima & Dwivedi, 2020).
Penelitian
tersebut didukung oleh Bahman F. Nasab, MoharramValizadeh, MaryamBeigomi, and Saeide Saeidi dalam jurnal : Identification of Antibiotic-Resistant Genes
and Effect of Garlic Ethanolic Extract on Mycobacterium tuberculosis Isolated
from Patients in Zabol, Iran , yang melibatkan 30 pasien menunjukkan bahwa ekstrak etanol bawang putih
sangat efektif melawan Mycobacterium Tuberculosis. Selain itu,
gen yang paling efektif pada Mycobacterium tuberculosa adalah ropB dan
rrs. Oleh karena itu, untuk pengembangan obat yang efektif terhadap Mycobacterium
tuberculosa , perlu lebih memperhatikan gen tersebut dan mengembangkan obat
berdasarkan gen tersebut. Pengukuran resistensi obat dalam pengaturan klinis memakan waktu dan
rentan terhadap kesalahan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengkaji masalah penting ini. Meskipun bawang putih sangat efektif
melawan Mycobacterium tuberculosa, namun tidak disarankan untuk langsung
menggunakan hasil penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji klinis
lebih lanjut untuk memastikan hasilnya (Fazeli-Nasab et al.,
2021).
Penelitian Hamidah Retno W, Destia Widyarani, Rany Agustin W, Damon Wicaksi
yang dimuat dalam jurnal: Potensi Tanaman Herbal Melawan Infeksi Mycobacterium
tuberculosaC, Bawang Putih merupakan agen antibakteri terhadap bakteri Gram
positif dan Gram negatif. Komponen utama bawang putih yang diduga bertanggung
jawab atas efek antibakteri dan terapi lainnya adalah kandungan sulfur dalam bawang
putih. Ini termasuk diallythiosulfinate (allicin) dan diallyl disulfide
(ajoene). Allicin terbentuk dari senyawa organosulfur utama yang terdapat pada
bawang putih, yaitu gamma-glutamyl salylcysteine dan salyl-L-cysteine
sulfoxide (alliin), melalui reaksi enzimatik menggunakan enzim allinase.
Sebagai agen antibakteri, allicin mengubah komposisi protein, lipid, dan polisakarida membran
sel bakteri. Sebuah studi bersama oleh Universitas Aligarh di India dan
Universitas Cleveland di AS menemukan bahwa allicin meningkatkan aktivitas
enzim glutathione peroksidase, sehingga mengurangi produksi spesies oksigen
reaktif dan pada akhirnya produksi
mediator inflamasi (Wardani et al., 2020).
Sebuah studi in vitro yang menarik mengenai
aktivitas antituberkulosis Allium sativum dilakukan di Nigeria pada
tahun 2010. Aktivitas antituberkulosis bawang putih terhadap mikobakteri yang
resistan terhadap banyak obat telah diuji pada orang yang terinfeksi HIV dan
menunjukkan aktivitas maksimum terhadap semua isolat bahkan pada suhu rendah,
dengan konsentrasi menurun seiring dengan diameter zona penghambatan (Wardani et al., 2020).
Penelitian
tersebut diperkuat oleh penelitian Rafal Sawicki, Jarosław
Widelski, Wieslaw Truszkiewicz, Slawomir Kawka, Guoyin Kai & Elwira
Sieniawska dalam jurnal: Sulphides from garlic essential oil
dose‐dependently change the distribution of glycerophospholipids and induce
N6‐tuberculosinyladenosine formation in mycobacterial cells, mengatakan
bahwa sebagian besar penelitian berfokus pada allicin terisolasi atau ekstrak
bawang putih berair yang kaya akan allicin dan tiosulfinat lainnya . Di
sisi lain, hanya ada sedikit laporan mengenai efek antimikobakteri dari minyak
esensial yang diperoleh dari umbi bawang putih (GEO). Analisis fitokimia minyak
esensial bawang putih menunjukkan bahwa komposisinya didominasi oleh alil
polisulfida, antara lain diallyl sulfide, diallyl disulfide, diallyl
trisulfide, allyl methyl disulfide dan allyl methyltrisulfide.
Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Swapna dan rekan kerjanya, alilmetil trisulfida yang diisolasi
menunjukkan aktivitas penghambatan tertinggi (125 μg / mL) terhadap M.
tuberkulosis. Dalam percobaan lain, campuran polisulfida bawang putih yang
terdiri dari 5% diallyl monosulfide , 15% diallyl
disulfide, 60% diallyl trisulfide, 20% diallyl tetrasulfide dan kurang dari 5%
diallyl pentasulfide dan diallyl hexasulfide menunjukkan potensi
antimikobakteri yang sangat kuat dengan penghambatan minimal konsentrasi 2,5 μg
/ mL. Namun demikian, mekanisme kerja minyak esensial bawang putih terhadap M.
tuberkulosis belum dieksplorasi sejauh ini (Sawicki et al., 2023).
Kesimpulan
Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa dan harus diobati dengan mengonsumsi obat antituberkulosis
(OAT). Penggunaan obat TBC dalam jangka panjang menimbulkan
konsekuensi berupa
resistensi terhadap beberapa OAT. Oleh karena itu, beberapa
penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mencari alternatif pengganti oats dari bahan
alami seperti tumbuhan. Tanaman yang efektif melawan tuberkulosis adalah bawang
putih (Allium sativum). Komponen ekstrak bawang putih adalah allicin dan
ajoene yang pada konsentrasi tertentu mempunyai efek penghambatan antibakteri
terhadap Mycobacterium tuberculosa. Allicin merupakan komponen sulfur
yang terdapat pada bawang putih dan memiliki sifat antibakteri terbaik.
Abbas, H. S., & Baker, D. H. A. (2020). Recent challenges
in tuberculosis treatments: a review. Plant Arch, 20, 3539–3547.
Aydın, B. D. (2008). Investigation
of antibacterial effects of some medicinal plants and spices on food pathogens.
Casella, S., Leonardi,
M., Melai, B., Fratini, F., & Pistelli, L. (2013). The role of diallyl
sulfides and dipropyl sulfides in the in vitro antimicrobial activity of the
essential oil of garlic, Allium sativum L., and leek, Allium porrum L. Phytotherapy
Research, 27(3), 380–383.
Dewi, L. P. K. (2019).
Pemeriksaan Basil Tahan Asam Untuk Membantu Menegakkan Diagnosis Penyakit
Tuberkulosis. International Journal of Applied Chemistry Research, 1(1),
16–20.
Fatima, S., &
Dwivedi, V. P. (2020). Allicin as an adjunct immunotherapy against
tuberculosis. Journal of Cellular Immunology, 2(4), 178–182.
Fatima, S., Kumari, A.,
& Dwivedi, V. P. (2021). Advances in adjunct therapy against tuberculosis:
Deciphering the emerging role of phytochemicals. MedComm, 2(4),
494–513.
Fazeli-Nasab, B.,
Valizadeh, M., Beigomi, M., & Saeidi, S. (2021). Identification of
Antibiotic-Resistant Genes and Effect of Garlic Ethanolic Extract on
Mycobacterium tuberculosis Isolated from Patients in Zabol, Iran. Gene, Cell
and Tissue, 8(4).
Gull, I., Saeed, M.,
Shaukat, H., Aslam, S. M., Samra, Z. Q., & Athar, A. M. (2012). Inhibitory
effect of Allium sativum and Zingiber officinale extracts on clinically
important drug resistant pathogenic bacteria. Annals of Clinical
Microbiology and Antimicrobials, 11, 1–6.
Hasan, N., Yusuf, N.,
Toossi, Z., & Islam, N. (2006). Suppression of Mycobacterium tuberculosis
induced reactive oxygen species (ROS) and TNF-α mRNA expression in human
monocytes by allicin. FEBS Letters, 580(10), 2517–2522.
Indonesia, P. D. P.
(2006). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah
Offset Citra Grafika, 1–64.
Lu, X., Rasco, B. A.,
Jabal, J. M. F., Aston, D. E., Lin, M., & Konkel, M. E. (2011).
Investigating antibacterial effects of garlic (Allium sativum) concentrate and
garlic-derived organosulfur compounds on Campylobacter jejuni by using Fourier
transform infrared spectroscopy, Raman spectroscopy, and electron microscopy. Applied
and Environmental Microbiology, 77(15), 5257–5269.
Nair, S. S., Gaikwad, S.
S., Kulkarni, S. P., & Mukne, A. P. (2017). Allium sativum constituents
exhibit anti-tubercular activity in vitro and in RAW 264.7 mouse macrophage
cells infected with Mycobacterium tuberculosis H37Rv. Pharmacognosy Magazine,
13(Suppl 2), S209.
Natalia, N. (2022). Gambaran
Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Dalam Menghambat Pertumbuhan
Mycobacterium tuberculosis.
Nurhidaya, L., Herdiani,
E. T., & Tinungki, G. M. (2023). Pemodelan Regresi Binomial Negatif
Bivariat pada Data Jumlah Kematian Ibu dan Bayi di Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2020. ESTIMASI: Journal of Statistics and Its Application, 78–88.
Organization, W. H.
(2020). Global tuberculosis report 2020. World Health Organization.
Sawicki, R., Widelski,
J., Truszkiewicz, W., Kawka, S., Kai, G., & Sieniawska, E. (2023).
Sulphides from garlic essential oil dose-dependently change the distribution of
glycerophospholipids and induce N6-tuberculosinyladenosine formation in
mycobacterial cells. Scientific Reports, 13(1), 20351.
Viswanathan, V.,
Phadatare, A. G., & Mukne, A. (2014). Antimycobacterial and antibacterial
activity of Allium sativum bulbs. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences,
76(3), 256.
Wardani, H. R.,
Widyarani, D., Wulandari, R. A., & Wicaksi, D. (2020). Potential of Herbal
Plants Against Mycobacterium Tuberculosis Infection. D’Nursing and Health
Journal (DNHJ), 1(2), 44–54.
Copyright
holder: Syamsu
Rijal, Irmayanti Haidir Bima, Salsabila Tirta Aprilia (2024) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |