Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 4, April 2024
PENYERAPAN
KARBONDIOKSIDA (CO2) AKIBAT PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN GAMBUT
KABUPATEN BANJAR
Defin Helda
Leliana1, Christia Meidiana2, Gunawan Prayitno3
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia1,2,3
Email:
[email protected]1,
[email protected]2,
[email protected]3
Abstrak
Setiap tahun tutupan
lahan di Indonesia
mengalami perubahan yang disebabkan karena berbagai faktor,
diantaranya yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan
meningkatnya berbagai
kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat. Perubahan tutupan lahan juga terjadi di Kecamatan
Gambut Kabupaten Banjar. Berdasarkan RTRW Kabupaten Banjar Tahun 2010-2041,
Kecamatan Gambut termasuk kedalam Kawasan Rawan Bencana Kebakaran dan memiliki
Kawasan Lindung didalamnya. Namun, terdapat permasalahan perubahan tutupan
lahan pada hutan lindung yang menjadi pertambangan ilegal di Kecamatan Gambut.
Perubahan tutupan lahan dari hutan lindung menjadi pertambangan serta
terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat mengganggu fungsi hutan lindung
dalam memberikan lindungan kepada
kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur
tata air, pencegah
banjir dan erosi serta memelihara kesuburan
tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
mengevaluasi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut sehingga dapat
dihitung besar daya serap akibat perubahan tutupan lahan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi yang
berpengaruh terhadap penurunan daya serap terutama pada tutupan lahan vegetasi
berupa hutan lindung. Sehingga dari hasil analisis tersebut dibutuhkan solusi
agar dapat memperlambat laju penurunan daya serap dalam bentuk skenario. Terdapat
3 skenario yaitu skenario 0 yang merupakan kondisi eksisting, skenario 1 yang
merupkaan kondisi terburuk, dan skenario 2 yang merupakan kondisi terbaik.
Skenario digunakan untuk mendapatkan gambaran di masa depan terhadap berbagai
situasi ketidakpastian mengenai perubahan tutupan lahan dan merencanakan
tindakan dari situasi tersebut.
Kata Kunci: Tutupan Lahan, Daya Serap,
Skenario
Abstract
Every
year land cover in Indonesia changes due to various factors, including the
increase in population which is directly proportional to the increase in
various activities carried out by the community. Changes in land cover also
occurred in Gambut District, Banjar Regency. Based on the RTRW of Banjar
Regency for 2010-2041, Peat District is included in the Fire Hazard Area and
has a Protected Area within it. However, there is a problem of changing land
cover in protected forests that become illegal mining in Gambut District.
Changes in land cover from protected forest to mining and the occurrence of
forest and land fires can disrupt the function of protected forests in
providing protection to the surrounding area and its subordinates as a
regulator of water management, preventing floods and erosion and maintaining
soil fertility. The purpose of this study was to identify and evaluate changes
in land cover in the Peat District so that the absorption capacity due to
changes in land cover can be calculated. The results of the analysis show that
there is a change in land cover from vegetation to non-vegetation which affects
the decrease in absorption capacity, especially in vegetation land cover in the
form of protected forests. So from the results of the
analysis a solution is needed in order to slow down the rate of decrease in
absorption in the form of a scenario. There are 3 scenarios, namely scenario 0
which is the existing condition, scenario 1 which is the worst condition, and
scenario 2 which is the best condition. Scenarios are used to get a picture in
the future of various uncertain situations regarding land cover change and to
plan actions from these situations.
Keyword: Land
Cover, Absorption, Scenario
Pendahuluan
Tutupan lahan dapat didefinisikan sebagai tutupan biofisik
yang diamati dari permukaan bumi dan merupakan sintesis dari banyaknya proses yang terjadi (Pravitasari et
al., 2020). Lahan
memiliki peranan yang sangat penting
bagi kehidupan manusia (Ikhwanto, 2019). Setiap tahun, tutupan
lahan di Indonesia
mengalami perubahan yang disebabkan karena berbagai faktor,
diantaranya yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang juga berbanding lurus dengan meningkatnya berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Berdasarkan
data pengelolaan citra satelit cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalimantan Selatan
memiliki jumlah titik panas (hotspot) pada tahun 2015 sebanyak 4.533 titik yang merupakan kejadian terparah
kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan
Selatan, tahun 2016 sebanyak 199 titik, tahun
2017 sebanyak 339 titik, dan pada tahun 2018 sebanyak
281 titik. Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, rekapitulasi luas kebakaran hutan dan
lahan di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2016 sebesar 0,16%, tahun 2017 sebesar 3,30%, tahun 2018 sebesar 39,28%, dan tahun 2019 sebesar 54,89%.
Kebakaran
hutan dan lahan tersebut dapat disebabkan karena faktor alami dan non alami (Rasyid, 2014). Faktor non alami dapat terjadi secara
sengaja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lahan
tersebut agar dapat digunakan untuk
kegiatan bisnis (Mareta et al.,
2019).
Eksploitasi terhadap sumber daya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga
sumber daya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat (Prayuda, 2019).
Pada
tahun 2019, data BPBD Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan 1.030 Ha luas wilayah hutan dan lahan di Kabupaten
Banjar terbakar (Dolio, 2021). Salah satu
kecamatan di Kabupaten Banjar yang
paling terdampak dikarenakan adanya kebakaran hutan dan lahan adalah Kecamatan Gambut. Wilayah Kecamatan Gambut termasuk kedalam daerah kawasan rawan bencana kebakaran dan diketahui dilokasi
tersebut terdapat kawasan
lindung berupa hutan lindung.
Kawasan hutan lindung ini merupakan
kawasan hutan yang memiliki fungsi memberikan lindungan
kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai
pengatur tata air, pencegah banjir
dan erosi serta memelihara kesuburan
tanah. Penyerapan karbondioksida (CO2) akan berkurang dikarenakan fungsi pohon -
pohon didalam hutan yang seharusnya dapat menyimpan karbondioksida (CO2) menjadi tidak maksimal dan hal ini dapat menjadi
salah satu penyebab pemanasan global hingga perubahan iklim karena meningkatnya karbondioksida (CO2)
di atmosfer.
Sejalan
dengan tujuan SDGs bahwa setiap negara perlu mengambil aksi segera untuk
memerangi perubahan iklim dan dampaknya (Raditya &
Azaria, 2024), dalam penelitian
ini peneliti ingin mengevaluasi perubahan tutupan lahan di Kecamatan
Gambut, menghitung daya serap karbondioksida (CO2) akibat perubahan tutupan lahan yang telah
terjadi, serta membuat skenario sebagai gambaran dimasa depan pada situasi dan kondisi
terkait perencanaan perubahan tutupan lahan terutama berupa sumber daya alam
yaitu kawasan hutan lindung yang memiliki efek jangka panjang apabila tidak
dikelola dengan baik hingga terjadinya perubahan tutupan lahan yang tidak
dikendalikan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi perubahan tutupan lahan
di Kecamatan Gambut sehingga dapat dihitung besar daya serap akibat perubahan
tutupan lahan.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif
(Creswell & Poth,
2016). Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
mengidentifikasi tutupan lahan di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Kemudian mengevaluasi
perubahan tutupan lahan dan menghitung besar daya serap berdasarkan tutupan
lahan vegetasi yang terdapat di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Tahap akhir
dalam penelitian ini yaitu skenario daya serap tutupan lahan di Kecamatan
Gambut Kabupaten Banjar.
Metode Analisis Data
Penginderaan
Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan
jauh (remote sensing) adalah teknik dan ilmu untuk memperoleh data dan
informasi permukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak langsung
berhubungan dengan objek atau benda yang dikaji, seperti pemotretan bumi dari
udara, foto udara, dan satelit (Muhsoni, 2015). Citra satelit
yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit landsat 7 dan 8 untuk
mengidentifikasi perubahan tutupan lahan pada tahun 2010, 2015, dan 2020.
Tahapan yang dilakukan dalam mengolah citra landsat yaitu sebagai berikut.
1.
Menginput data citra Landsat yang telah
didownload kedalam software ArcGIS.
2.
Melakukan proses composites band dengan
cara menggunakan Arctoolbox – Data Management Tools – Raster – Raster
Processing - Composite Bands.
3.
Melakukan pemotongan citra disesuaikan
dengan objek yang akan diamati dengan cara Arctoolbox
– Data Management Tools – Raster – Raster Processing – Clip.
4.
Melakukan koreksi geometric untuk
menyesuaikan koordinat pada citra dengan koordinat lokasi atau objek yang akan
diamati.
5.
Melakukan klasifikasi citra untuk
menentukan jenis tutupan lahan.
Analisis Perubahan Tutupan Lahan
Analisis
perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (remote
sensing). Data citra yang digunakan yaitu data citra landsat 7 pada tahun
2010 dan data citra landsat 8 pada tahun 2015 dan 2020. Data tersebut kemudian
diolah dalam ArcGis 10.5 sehingga dapat diketahui jenis masing-masing tutupan
lahan beserta besar perubahan luasan tutupan lahan sesuai tahun yang diteliti. Jenis
tutupan lahan yang digunakan berdasarkan pada metode IPCC (Intergovernmental
Panel on Climate Change) Guideline 2006 terbagi menjadi enam kelas, yaitu lahan
hutan/forest land, lahan pertanian/grassland, padang rumput/grassland,
lahan pertanian/cropland, lahan basah/wetland, permukiman/settlement,
dan lahan lainnya/other land.
Analisis NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index)
NDVI
merupakan analisis kerapatan vegetasi untuk membedakan vegetasi rapat dan
jarang. NDVI ini digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang mengalami
perubahan tutupan lahan dilihat dari kerapatan vegetasi yang mengalami
perubahan.
Persamaan NDVI
NDVI
=
Keterangan:
NIR = Nilai spektral saluran Near Infrared
Red = Nilai spektral saluran Red
Hasil
NDVI yang didapatkan akan menghasilkan nilai indeks antara -1 sampai dengan 1
dan membentuk kelas tingkat kerapatan dari kerapatan tinggi, sedang, dan
jarang.
Tabel 1. Kelas NDVI
No |
Nilai NDVI |
Tingkat
Kerapatan |
1. |
>71% atau 0,36 ≤ NDVI ≤ 1,00 |
Kerapatan Tinggi |
2. |
50%-70%, atau 0,26 ≤ NDVI ≤ 0,35 |
Kerapatan Sedang |
3. |
<50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,25 |
Kerapatan Jarang |
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan, 2012
Analisis Perhitungan Daya Serap
Analisis
perhitungan daya serap dalam penelitian ini menggunakan perhitungan luas
penutupan lahan daerah-daerah bervegetasi dengan nilai serapan karbondioksida
untuk masing-masing tipe tutupan lahan vegetasi. Total daya serap (CO2)
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
Kemampuan
Penyerapan CO2 = A x B
Keterangan:
A = Daya Serap Gas CO2 (ton/ha/tahun)
B = Luas Tutupan Lahan (ha)
Tabel 2. Daya Serap Gas CO2 Pada Berbagai Tipe Penutup Vegetasi
No |
Tipe
Penutupan |
Daya Serap Gas CO2 (kg/ha/hari) |
Daya Serap Gas CO2 (ton/ha/th) |
1 |
Pohon |
1.559,10 |
569,07 |
2 |
Semak Belukar |
150,68 |
55,00 |
3 |
Sawah |
32,99 |
12,00 |
Sumber: Prasetyo et al (2002) dalam
penelitian Sari et al, 2018)
Skenario Daya Serap
Skenario
merupakan sebuah cerita tentang sesuatu yang mungkin akan terjadi dimasa depan.
Perbedaan antara skenario dengan proyeksi yaitu skenario tidak memerlukan
gambaran masa depan seperti yang diharapkan, tapi skenario lebih berusaha untuk
berpikir kreatif terhadap berbagai situasi dan merencanakan tindakan dari
situasi tersebut (Wollenberg et
al., 2000). Hasil
dari analisis perubahan tutupan lahan dan nilai daya serap vegetasi di
Kecamatan Gambut kemudian digunakan dalam membuat skenario daya serap tutupan
lahan yang terbagi menjadi 3 skenario dengan rincian sebagai berikut.
1.
Skenario 0
Skenario
0 merupakan skenario yang menggambarkan kondisi eksisting atau business as
usual pada tahun 2020.
2.
Skenario 1
Skenario
1 merupakan skenario yang menggambarkan kondisi buruk yaitu apabila terjadi
perubahan pada tutupan lahan
vegetasi
yang tidak dipertahankan dari keadaan semula/skenario 0 yang diakibatkan oleh berbagai
faktor seperti pertambahan jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi.
3.
Skenario 2
Skenario
2 menggambarkan kondisi berupa tindakan penanganan yang dapat dilakukan untuk
memperlambat laju penurunan daya serap contohnya yaitu dengan melakukan
restorasi dan reboisasi pada hutan lindung, serta menetapkan aturan sesuai
dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjar Tahun 2021-2041
mengenai fungsi kawasan hutan lindung.
Parameter yang digunakan dalam skenario
ini yaitu jenis tutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Gambut berupa semak
belukar, permukiman, pertambangan, pertanian lahan kering, sawah, dan hutan
lindung.
Hasil dan
Pembahasan
Gambaran Umum
Kecamatan
Gambut merupakan salah satu wilayah kecamatan yang terdapat di Kabupaten Banjar
Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis, Kecamatan Gambut terletak pada
koordinat antara 2°49’55” – 3°43’38” Lintang Selatan dan 114°30’20” –
115°35’37” Bujur Timur dengan luas wilayah sebesar 129,31 Km2 atau
2,77% dari luas wilayah Kabupaten Banjar. Secara administrasi, Kecamatan Gambut
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Administrasi
Kecamatan Gambut
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.435/MENHUT-II/2009 dan
No.2111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020, terdapat kawasan lindung berupa hutan
lindung di Kecamatan Gambut. Berdasarkan kebijakan RTRW Kabupaten Banjar tahun
2021-2041, terdapat kawasan hutan lindung di Kabupaten Banjar dengan luas
kurang lebih 44.771 Ha yang salah satunya terdapat di Kecamatan Gambut. Menurut
Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 13 tahun 2014, kawasan hutan lindung di
Kecamatan Gambut terletak di Desa Guntung Ujung dengan luas sebesar 423 Ha.
Persebaran Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut
Kecamatan
Gambut memiliki luas admin sebesar 11734,71 ha. Berdasarkan hasil interpretasi
pengolahan citra landsat 7 dan 8 pada tahun 2010, 2015, dan 2020 dapat
diketahui klasifikasi tutupan lahan di Kecamatan Gambut terbagi menjadi tutupan
lahan berupa area vegetasi dan area non vegetasi. Tutupan lahan vegetasi yang
terdapat di Kecamatan Gambut yaitu berupa semak belukar, pertanian lahan
kering, sawah, dan hutan lindung, sedangkan tutupan lahan non-vegetasi yaitu
lahan terbangun berupa permukiman dan lahan terbuka berupa pertambangan.
Perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut pada tahun 2010, 2015, dan 2020
dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.
Gambar
2. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2010
Gambar
3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2015
Gambar
4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2020
Analisis Perubahan Tutupan Lahan di
Kecamatan Gambut
Luas
tutupan lahan di Kecamatan Gambut telah mengalami perubahan dari tahun 2010,
2015, hingga 2020. Pada tutupan lahan semak belukar dari tahun 2010 ke 2015
mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2015 ke 2020 mengalami kenaikan. Pada
tutupan lahan sawah, permukiman, pertambangan dari tahun 2010 ke 2020 mengalami
peningkatan. Pada tutupan lahan pertanian lahan kering dari tahun 2010 ke 2020
mengalami penurunan. Penyebab adanya penurunan dan peningkatan luasan tutupan
lahan ini salah satunya dipicu oleh adanya perubahan jenis tutupan lahan itu
sendiri yaitu seperti dari sawah menjadi belukar dikarenakan perubahan masa
tanam, dari hutan lindung menjadi belukar dikarenakan adanya kebakaran hutan,
serta belukar menjadi permukiman. Grafik perubahan tutupan lahan di Kecamatan
Gambut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut
Salah
satu faktor meningkatnya tutupan lahan permukiman yaitu karena Kecamatan Gambut
merupakan kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan pedesaan, serta lokasi
Kecamatan Gambut yang sangat strategis karena terletak diantara Kota
Banjarmasin dan Kota Banjarbaru sehingga secara spasial akan terkena dampak
semakin berkembangnya lahan-lahan terbangun terutama pada wilayah yang berada
dekat dengan jalan provinsi yang merupakan jalur aksesibilitas utama. Kondisi
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno et al., (2020) bahwa kebutuhan
lahan terbangun akan meningkat karena adanya peningkatan populasi dan kegiatan
yang dilakukan oleh masyarakat terutama pada lahan yang dilalui oleh jalan
arteri.
Selanjutnya,
untuk mendeteksi area vegetasi di Kecamatan Gambut dilakukan dengan cara
menghitung nilai NDVI. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Semakin
mendekati nilai 1 menunjukkan bahwa tutupan lahan vegetasi memiliki kerapatan
yang tinggi. Klasifikasi NDVI pada penelitian ini dibuat berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan, 2012 yang dibedakan menjadi 3 yaitu kerapatan tinggi,
sedang, dan jarang yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Kelas NDVI
No |
Nilai NDVI |
Tingkat Kerapatan |
1. |
>71% atau 0,36 ≤ NDVI ≤ 1,00 |
Kerapatan Tinggi |
2. |
50%-70%,
atau 0,26 ≤ NDVI ≤ 0,35 |
Kerapatan
Sedang |
3. |
<50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,25 |
Kerapatan Jarang |
Sumber:
Peraturan Menteri Kehutanan, 2012
Hasil
NDVI menunjukkan bahwa terdapat perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan
Gambut pada tahun 2010, 2015, dan 2020 yang dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar
7, dan Gambar 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tutupan
lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi atau lahan terbangun di Kecamatan
Gambut.
Gambar 6. Peta NDVI Kecamatan
Gambut Tahun 2010
Gambar 7. Peta NDVI Kecamatan
Gambut Tahun 2015
Gambar 8. Peta NDVI Kecamatan
Gambut Tahun 2020
Fakta
berkurangnya luasan tutupan lahan vegetasi seperti hutan lindung dan
bertambahnnya permukiman memiliki dampak terhadap emisi yang dihasilkan dari
kegiatan aktivitas manusia dan emisi yang dapat diserap oleh tutupan lahan
vegetasi. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai perubahan tutupan lahan
oleh Danar & Wahyu
(2019) bahwa
diperlukan upaya pengendalian alih fungsi lahan untuk meminimalisir dampak yang
dihasilkan dari emisi. Selain itu pada penelitian oleh (Murtadho et al.,
2018) menyatakan
bahwa wilayah koridor yang menghubungkan dua kota besar akan menyebabkan
wilayah yang dominan dengan tutupan lahan vegetasi menjadi wilayah yang dominan
dengan tutupan lahan terbangun. Kondisi ini sama seperti Kecamatan Gambut yang
merupakan wilayah koridor yang menghubungkan dua kota yaitu Kota Banjarmasin
dan Kota Banjarbaru, sehingga akan lebih cepat mengalami perubahan tutupan
lahan.
Daya Serap Karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut
Daya
Serap CO2 di wilayah Kecamatan Gambut dihitung dari luas tutupan
lahan vegetasi dikalikan dengan daya serap pada setiap jenis tutupan lahan
vegetasi. Tutupan lahan vegetasi di Kecamatan Gambut terdiri dari belukar,
sawah, dan hutan lindung. Berikut merupakan daya serap pada masing-masing jenis
tutupan lahan di Kecamatan Gambut tahun 2010, 2015, dan 2020.
Gambar 9. Grafik Daya Serap Tutupan Lahan Vegetasi di
Kecamatan Gambut
Berdasarkan
hasil perhitungan, diketahui bahwa total daya serap di Kecamatan Gambut pada
tahun 2010 sebesar 467.143,28 ton/tahun, tahun 2015 sebesar 448.811,41
ton/tahun, dan tahun 2020 sebesar 478.692,43 ton/tahun. Daya serap hutan
lindung di Kecamatan Gambut pada tahun 2020 mengalami penurunan dikarenakan
berkurangnya luasan hutan lindung yang merupakan tutupan lahan dengan angka
daya serap paling tinggi diantara tutupan lahan vegetasi lainnya yaitu sebesar
569,07 ton/ha/tahun.
Skenario Daya Serap Karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut
Berdasarkan hasil analisis perubahan
tutupan lahan dan perhitungan daya serap karbondioksida (CO2) di
Kecamatan Gambut dapat diketahui bahwa dari tahun 2010, 2015, hingga 2020
terjadi perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi yang
berbanding lurus dengan penurunan daya serap karbondioksida (CO2) di
Kecamatan Gambut. Apabila perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non
vegetasi tidak dikendalikan dengan baik, maka kemampuan vegetasi untuk menyerap
emisi akan menjadi tidak terkontrol. Sehingga dari permasalahan tersebut
dibutuhkan solusi untuk meningkatkan daya serap atau memperlambat laju
penurunan daya serap. Berikut ini tabel skenario perubahan tutupan lahan di
Kecamatan Gambut.
Tabel 3. Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut
Tutupan Lahan |
Skenario 0 |
Skenario 1 |
Skenario 2 |
Semak Belukar |
30% |
22% |
23% |
Permukiman |
13% |
30% |
22% |
Pertambangan |
1% |
2% |
0% |
Pertanian Lahan Kering |
7% |
7% |
10% |
Sawah |
46% |
37% |
40% |
Hutan Lindung |
3% |
2% |
5% |
Total |
100% |
100% |
100% |
Berdasarkan
hasil skenario yang telah dilakukan, kemudian dihitung kembali daya serap yang
mampu diserap oleh tutupan lahan bervegetasi berupa semak belukar, sawah, dan
hutan lindung. Berikut merupakan besar daya serap oleh masing-masing jenis
tutupan lahan berdasarkan skenario yang telah dilakukan.
Tabel 4. Daya Serap Berdasarkan Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut
Tutupan Lahan |
Skenario 0 |
Skenario 1 |
Skenario 2 |
Semak Belukar |
193.139,21 |
141.989,96 |
148.444,05 |
Sawah |
65.209,32 |
52.102,10 |
56.326,59 |
Hutan Lindung |
220.343,90 |
133.557,40 |
333.893,49 |
Total |
478.692,43 |
327.649,45 |
538.664,13 |
Gambar 10. Grafik Daya Serap Berdasarkan
Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut
Pada
skenario 0 yang merupakan kondisi eksiting/business as usual, total daya
serap tutupan lahan vegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung
sebesar 478.692,43/ha/ton/tahun. Pada skenario 1 yang merupakan skenario
keadaan terburuk, total daya serap tutupan lahan vegetasi berupa semak belukar,
sawah, dan hutan lindung sebesar 327.649,45/ha/ton/tahun, sedangkan pada
skenario 2 yang merupakan skenario keadaan terbaik, total daya serap tutupan
lahan vegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung sebesar
538.664,13/ha/ton/tahun.
Berdasarkan
hasil skenario tersebut dapat diketahui bahwa hutan lindung memiliki daya serap
yang sangat besar karena hutan lindung memiliki tipe penutupan pohon yang
memiliki nilai daya serap paling tinggi yaitu sebesar 569,07. Walaupun kenaikan
tutupan lahan lindung dari skenario 0 hingga ke skenario 2 hanya 2%, tapi
sangat berpengaruh terhadap daya serap tutupan lahan. Besarnya daya serap yang
dimiliki oleh hutan membuktikan bahwa pentingnya melindungi, memperluas, dan
meningkatkan pengelolaan hutan, karena hutan memiliki peran dalam mengatasi
perubahan iklim (Lawrence et al.,
2022). Upaya
pengelolaan hutan tidak dapat hanya dilakukan melalui pengaturan regulasi
tetapi juga diperlukan pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan (Christmas et al.,
2021). Sehingga
pentingnya dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat bekerja sama untuk
mengelola kawasan hutan lindung sesuai dengan fungsinya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; (1) tutupan lahan di Kecamatan Gambut mengalami pengurangan dan penambahan luasan pada tahun 2010, 2015 dan 2020 yang disebabkan oleh kegiatan manusia diantaranya yaitu luasan hutan lindung yang mengalami perubahan akibat adanya kegiatan pertambangan illegal dan kebakaran hutan, serta luasan sawah, belukar, dan pertanian lahan kering yang mengalami perubahan akibat adanya peningkatan kebutuhan pangan dan permukiman masyarakat, (2) total besar daya serap di Kecamatan Gambut pada tahun 2010 sebesar 467.143,28 ha/ton/tahun, tahun 2015 sebesar 448.811,41 ha/ton/tahun, dan tahun 2020 sebesar 478.692,43 ha/ton/tahun. Penurunan daya serap dari tahun 2010 ke tahun 2015 terjadi karena adanya pengurangan luasan tutupan lahan semak belukar dan hutan lindung, sedangkan kenaikan daya serap dari tahun 2010 ke tahun 2020 terjadi karena penambahan luasan pada tutupan lahan sawah, dan (3) bahwa total besar daya serap di Kecamatan Gambut pada skenario 0 yang merupakan kondisi eksisting/ business as usual sebesar 478.692,43 ha/ton/tahun, pada skenario 1 yang merupakan kondisi terburuk sebesar 327.649,45/ha/ton/tahun, sedangkan pada skenario 2 yang merupakan kondisi terbaik sebesar 538.664,13/ha/ton/tahun. Hasil skenario menunjukkan bahwa walaupun hutan lindung hanya mengalami kenaikan sebesar 2% dari skenario 0 ke skenario 2, namun kenaikan tersebut sangat berpengaruh terhadap besarnya daya serap karena hutan lindung memiliki tipe penutupan pohon yang nilai daya serapnya paling tinggi yaitu sebesar 569,07 ton/ha/tahun
BIBLIOGRAFI
Christmas, S.
K., Hardiyanti, M., & Prawira, S. A. (2021). Role in the Forest Village
Community-Based Forest Management Sustainable Development. Journal of
Judicial Review, 23(1), 115. https://doi.org/10.37253/jjr.v23i1.4387
Creswell, J. W.,
& Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and research design: Choosing
among five approaches. Sage publications.
Danar, D., &
Wahyu, A. (2019). Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Emisi GRK pada
Wilayah Cepat Tumbuh di Kota Semarang. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia,
1(1), 24–31.
Dolio, I. (2021). Dampak
Yang Dialami Oleh Masyarakat Akibat Kabut Asap Tahun 2019 (Studi Kasus
Masyarakat Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis). Universitas Islam Riau.
Ikhwanto, A.
(2019). Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi lahan non pertanian. Jurnal
Hukum Dan Kenotariatan, 3(1), 60–73.
Lawrence, D., Coe,
M., Walker, W., Verchot, L., & Vandecar, K. (2022). The Unseen Effects of
Deforestation: Biophysical Effects on Climate. Frontiers in Forests and
Global Change, 5(March), 1–13.
https://doi.org/10.3389/ffgc.2022.756115
Mareta, L.,
Hidayat, R., Hidayati, R., & Latifah, A. L. (2019). Pengaruh faktor alami
dan antropogenik terhadap luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Jurnal
Tanah Dan Iklim, 43(2), 147–155.
Muhsoni, F. F.
(2015). Penginderaan Jauh (Remote Sensing). UTMPRESS.
Murtadho, A.,
Wulandari, S., Wahid, M., & Rustiadi, E. (2018). Perkembangan Wilayah dan
Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Purwakarta sebagai Dampak dari Proses
Konurbasi Jakarta-Bandung. Journal of Regional and Rural Development
Planning, 2(2), 195. https://doi.org/10.29244/jp2wd.2018.2.2.195-208
Pravitasari, A. E.,
Rustiadi, E., Adiwibowo, S., Wardani, I. K., Kurniawan, I., & Murtadho, A.
(2020). Dinamika dan Proyeksi perubahan tutupan lahan serta inkonsistensi tata
ruang di wilayah Pegunungan Kendeng. Journal of Regional and Rural
Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan),
4(2), 99–112.
Prayitno, G., Sari,
N., Hasyim, A. W., & Nyoman Widhi, S. W. (2020). Land-use prediction in
Pandaan District pasuruan regency. International Journal of GEOMATE, 18(65),
64–71. https://doi.org/10.21660/2020.65.41738
Prayuda, R. (2019).
Strategi Indonesia dalam implementasi konsep Blue Economy terhadap pemberdayaan
masyarakat pesisir di era masyarakat ekonomi Asean. Indonesian Journal of International
Relations, 3(2), 46–64.
Raditya, M. R.,
& Azaria, D. P. (2024). Pemenuhan Hak Lingkungan bagi Masyarakat Tani yang
Terdampak Perubahan Iklim Sesuai SDG di Indonesia. Jurnal Interpretasi Hukum,
5(1), 786–799.
Rasyid, F. (2014).
Permasalahan dan dampak kebakaran hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara, 1(4),
47–59.
Wollenberg, E.,
Edmunds, D., & Buck, L. (2000). Anticipating change: scenarios as a tool
for adaptive forest management: a guide. In Anticipating change: scenarios
as a tool for adaptive forest management: a guide.
https://doi.org/10.17528/cifor/000744
Copyright holder: Defin Helda Leliana, Christia Meidiana, Gunawan Prayitno (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |