Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 4, April 2024

 

PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO2) AKIBAT PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN GAMBUT KABUPATEN BANJAR

 

Defin Helda Leliana1, Christia Meidiana2, Gunawan Prayitno3

Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Setiap tahun tutupan lahan di Indonesia mengalami perubahan yang disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan   meningkatnya berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perubahan tutupan lahan juga terjadi di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Berdasarkan RTRW Kabupaten Banjar Tahun 2010-2041, Kecamatan Gambut termasuk kedalam Kawasan Rawan Bencana Kebakaran dan memiliki Kawasan Lindung didalamnya. Namun, terdapat permasalahan perubahan tutupan lahan pada hutan lindung yang menjadi pertambangan ilegal di Kecamatan Gambut. Perubahan tutupan lahan dari hutan lindung menjadi pertambangan serta terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat mengganggu fungsi hutan lindung dalam memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir  dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut sehingga dapat dihitung besar daya serap akibat perubahan tutupan lahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi yang berpengaruh terhadap penurunan daya serap terutama pada tutupan lahan vegetasi berupa hutan lindung. Sehingga dari hasil analisis tersebut dibutuhkan solusi agar dapat memperlambat laju penurunan daya serap dalam bentuk skenario. Terdapat 3 skenario yaitu skenario 0 yang merupakan kondisi eksisting, skenario 1 yang merupkaan kondisi terburuk, dan skenario 2 yang merupakan kondisi terbaik. Skenario digunakan untuk mendapatkan gambaran di masa depan terhadap berbagai situasi ketidakpastian mengenai perubahan tutupan lahan dan merencanakan tindakan dari situasi tersebut.

Kata Kunci: Tutupan Lahan, Daya Serap, Skenario

 

Abstract

Every year land cover in Indonesia changes due to various factors, including the increase in population which is directly proportional to the increase in various activities carried out by the community. Changes in land cover also occurred in Gambut District, Banjar Regency. Based on the RTRW of Banjar Regency for 2010-2041, Peat District is included in the Fire Hazard Area and has a Protected Area within it. However, there is a problem of changing land cover in protected forests that become illegal mining in Gambut District. Changes in land cover from protected forest to mining and the occurrence of forest and land fires can disrupt the function of protected forests in providing protection to the surrounding area and its subordinates as a regulator of water management, preventing floods and erosion and maintaining soil fertility. The purpose of this study was to identify and evaluate changes in land cover in the Peat District so that the absorption capacity due to changes in land cover can be calculated. The results of the analysis show that there is a change in land cover from vegetation to non-vegetation which affects the decrease in absorption capacity, especially in vegetation land cover in the form of protected forests. So from the results of the analysis a solution is needed in order to slow down the rate of decrease in absorption in the form of a scenario. There are 3 scenarios, namely scenario 0 which is the existing condition, scenario 1 which is the worst condition, and scenario 2 which is the best condition. Scenarios are used to get a picture in the future of various uncertain situations regarding land cover change and to plan actions from these situations.

Keyword: Land Cover, Absorption, Scenario

 

Pendahuluan

Tutupan lahan dapat didefinisikan sebagai tutupan biofisik yang diamati dari permukaan bumi dan merupakan sintesis dari banyaknya proses yang terjadi (Pravitasari et al., 2020). Lahan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia (Ikhwanto, 2019). Setiap tahun, tutupan lahan di Indonesia mengalami perubahan yang disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang juga berbanding lurus dengan meningkatnya berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Berdasarkan data pengelolaan citra satelit cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalimantan Selatan memiliki jumlah titik panas (hotspot) pada tahun 2015 sebanyak 4.533 titik yang merupakan kejadian terparah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan, tahun 2016 sebanyak 199 titik, tahun 2017 sebanyak 339 titik, dan pada tahun 2018 sebanyak 281 titik. Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2016 sebesar 0,16%, tahun 2017 sebesar 3,30%, tahun 2018 sebesar 39,28%, dan tahun 2019 sebesar 54,89%.

Kebakaran hutan dan lahan tersebut dapat disebabkan karena faktor alami dan non alami (Rasyid, 2014). Faktor non alami dapat terjadi secara sengaja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lahan tersebut agar dapat digunakan untuk kegiatan bisnis (Mareta et al., 2019). Eksploitasi terhadap sumber daya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga sumber daya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat (Prayuda, 2019).

Pada tahun 2019, data BPBD Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan 1.030 Ha luas wilayah hutan dan lahan di Kabupaten Banjar terbakar (Dolio, 2021). Salah satu kecamatan di Kabupaten Banjar yang paling terdampak dikarenakan adanya kebakaran hutan dan lahan adalah Kecamatan Gambut. Wilayah Kecamatan Gambut termasuk kedalam daerah kawasan rawan bencana kebakaran dan diketahui dilokasi tersebut terdapat kawasan lindung berupa hutan lindung. Kawasan hutan lindung ini merupakan kawasan hutan yang memiliki fungsi memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Penyerapan karbondioksida (CO2) akan berkurang dikarenakan fungsi pohon - pohon didalam hutan yang seharusnya dapat menyimpan karbondioksida (CO2) menjadi tidak maksimal dan hal ini dapat menjadi salah satu penyebab pemanasan global hingga perubahan iklim  karena meningkatnya karbondioksida (CO2) di atmosfer.

Sejalan dengan tujuan SDGs bahwa setiap negara perlu mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya (Raditya & Azaria, 2024), dalam penelitian ini peneliti ingin mengevaluasi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut, menghitung daya serap karbondioksida (CO2) akibat perubahan tutupan lahan yang telah terjadi, serta membuat skenario sebagai gambaran dimasa depan pada situasi dan kondisi terkait perencanaan perubahan tutupan lahan terutama berupa sumber daya alam yaitu kawasan hutan lindung yang memiliki efek jangka panjang apabila tidak dikelola dengan baik hingga terjadinya perubahan tutupan lahan yang tidak dikendalikan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut sehingga dapat dihitung besar daya serap akibat perubahan tutupan lahan.

 

Metode Penelitian

            Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif (Creswell & Poth, 2016). Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi tutupan lahan di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Kemudian mengevaluasi perubahan tutupan lahan dan menghitung besar daya serap berdasarkan tutupan lahan vegetasi yang terdapat di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Tahap akhir dalam penelitian ini yaitu skenario daya serap tutupan lahan di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar.

 

Metode Analisis Data

Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah teknik dan ilmu untuk memperoleh data dan informasi permukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak langsung berhubungan dengan objek atau benda yang dikaji, seperti pemotretan bumi dari udara, foto udara, dan satelit (Muhsoni, 2015). Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit landsat 7 dan 8 untuk mengidentifikasi perubahan tutupan lahan pada tahun 2010, 2015, dan 2020. Tahapan yang dilakukan dalam mengolah citra landsat yaitu sebagai berikut.

1.      Menginput data citra Landsat yang telah didownload kedalam software ArcGIS.

2.      Melakukan proses composites band dengan cara menggunakan Arctoolbox – Data Management Tools – Raster – Raster Processing - Composite Bands.

3.      Melakukan pemotongan citra disesuaikan dengan objek yang akan diamati dengan cara Arctoolbox – Data Management Tools – Raster – Raster Processing – Clip.

4.      Melakukan koreksi geometric untuk menyesuaikan koordinat pada citra dengan koordinat lokasi atau objek yang akan diamati.

5.      Melakukan klasifikasi citra untuk menentukan jenis tutupan lahan.

 

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh (remote sensing). Data citra yang digunakan yaitu data citra landsat 7 pada tahun 2010 dan data citra landsat 8 pada tahun 2015 dan 2020. Data tersebut kemudian diolah dalam ArcGis 10.5 sehingga dapat diketahui jenis masing-masing tutupan lahan beserta besar perubahan luasan tutupan lahan sesuai tahun yang diteliti. Jenis tutupan lahan yang digunakan berdasarkan pada metode IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Guideline 2006 terbagi menjadi enam kelas, yaitu lahan hutan/forest land, lahan pertanian/grassland, padang rumput/grassland, lahan pertanian/cropland, lahan basah/wetland, permukiman/settlement, dan lahan lainnya/other land.

 

Analisis NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

NDVI merupakan analisis kerapatan vegetasi untuk membedakan vegetasi rapat dan jarang. NDVI ini digunakan untuk mengidentifikasi daerah yang mengalami perubahan tutupan lahan dilihat dari kerapatan vegetasi yang mengalami perubahan.

Persamaan NDVI

 

 


NDVI = 

 

Keterangan:

NIR = Nilai spektral saluran Near Infrared

Red = Nilai spektral saluran Red

 

Hasil NDVI yang didapatkan akan menghasilkan nilai indeks antara -1 sampai dengan 1 dan membentuk kelas tingkat kerapatan dari kerapatan tinggi, sedang, dan jarang.

Tabel 1. Kelas NDVI

No

Nilai NDVI

Tingkat Kerapatan

1.

>71% atau 0,36 ≤ NDVI ≤ 1,00

Kerapatan Tinggi

2.

50%-70%, atau 0,26 ≤ NDVI ≤ 0,35

Kerapatan Sedang

3.

<50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,25

Kerapatan Jarang

                                       Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan, 2012

 

Analisis Perhitungan Daya Serap

Analisis perhitungan daya serap dalam penelitian ini menggunakan perhitungan luas penutupan lahan daerah-daerah bervegetasi dengan nilai serapan karbondioksida untuk masing-masing tipe tutupan lahan vegetasi. Total daya serap (CO2) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

 


Kemampuan Penyerapan CO2 = A x B

 

Keterangan:

A = Daya Serap Gas CO2 (ton/ha/tahun)

B = Luas Tutupan Lahan (ha)

 

Tabel 2. Daya Serap Gas CO2 Pada Berbagai Tipe Penutup Vegetasi

No

Tipe Penutupan

Daya Serap Gas CO2 (kg/ha/hari)

Daya Serap Gas CO2

(ton/ha/th)

1

Pohon

1.559,10

569,07

2

Semak Belukar

150,68

55,00

3

Sawah

32,99

12,00

Sumber: Prasetyo et al (2002) dalam penelitian Sari et al, 2018)

 

Skenario Daya Serap

Skenario merupakan sebuah cerita tentang sesuatu yang mungkin akan terjadi dimasa depan. Perbedaan antara skenario dengan proyeksi yaitu skenario tidak memerlukan gambaran masa depan seperti yang diharapkan, tapi skenario lebih berusaha untuk berpikir kreatif terhadap berbagai situasi dan merencanakan tindakan dari situasi tersebut (Wollenberg et al., 2000). Hasil dari analisis perubahan tutupan lahan dan nilai daya serap vegetasi di Kecamatan Gambut kemudian digunakan dalam membuat skenario daya serap tutupan lahan yang terbagi menjadi 3 skenario dengan rincian sebagai berikut.

1.      Skenario 0

Skenario 0 merupakan skenario yang menggambarkan kondisi eksisting atau business as usual pada tahun 2020.

2.      Skenario 1

Skenario 1 merupakan skenario yang menggambarkan kondisi buruk yaitu apabila terjadi perubahan pada tutupan lahan


vegetasi yang tidak dipertahankan dari keadaan semula/skenario 0 yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti pertambahan jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi.

3.      Skenario 2

Skenario 2 menggambarkan kondisi berupa tindakan penanganan yang dapat dilakukan untuk memperlambat laju penurunan daya serap contohnya yaitu dengan melakukan restorasi dan reboisasi pada hutan lindung, serta menetapkan aturan sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjar Tahun 2021-2041 mengenai fungsi kawasan hutan lindung.

Parameter yang digunakan dalam skenario ini yaitu jenis tutupan lahan yang terdapat di Kecamatan Gambut berupa semak belukar, permukiman, pertambangan, pertanian lahan kering, sawah, dan hutan lindung.

 

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum

Kecamatan Gambut merupakan salah satu wilayah kecamatan yang terdapat di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis, Kecamatan Gambut terletak pada koordinat antara 2°49’55” – 3°43’38” Lintang Selatan dan 114°30’20” – 115°35’37” Bujur Timur dengan luas wilayah sebesar 129,31 Km2 atau 2,77% dari luas wilayah Kabupaten Banjar. Secara administrasi, Kecamatan Gambut dapat dilihat pada Gambar 1.

 

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Gambut

 

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.435/MENHUT-II/2009 dan No.2111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020, terdapat kawasan lindung berupa hutan lindung di Kecamatan Gambut. Berdasarkan kebijakan RTRW Kabupaten Banjar tahun 2021-2041, terdapat kawasan hutan lindung di Kabupaten Banjar dengan luas kurang lebih 44.771 Ha yang salah satunya terdapat di Kecamatan Gambut. Menurut Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 13 tahun 2014, kawasan hutan lindung di Kecamatan Gambut terletak di Desa Guntung Ujung dengan luas sebesar 423 Ha.

 

Persebaran Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

Kecamatan Gambut memiliki luas admin sebesar 11734,71 ha. Berdasarkan hasil interpretasi pengolahan citra landsat 7 dan 8 pada tahun 2010, 2015, dan 2020 dapat diketahui klasifikasi tutupan lahan di Kecamatan Gambut terbagi menjadi tutupan lahan berupa area vegetasi dan area non vegetasi. Tutupan lahan vegetasi yang terdapat di Kecamatan Gambut yaitu berupa semak belukar, pertanian lahan kering, sawah, dan hutan lindung, sedangkan tutupan lahan non-vegetasi yaitu lahan terbangun berupa permukiman dan lahan terbuka berupa pertambangan. Perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut pada tahun 2010, 2015, dan 2020 dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4.

Gambar 2. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2010

 

Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2015

 

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Gambut Tahun 2020

 

Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

Luas tutupan lahan di Kecamatan Gambut telah mengalami perubahan dari tahun 2010, 2015, hingga 2020. Pada tutupan lahan semak belukar dari tahun 2010 ke 2015 mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2015 ke 2020 mengalami kenaikan. Pada tutupan lahan sawah, permukiman, pertambangan dari tahun 2010 ke 2020 mengalami peningkatan. Pada tutupan lahan pertanian lahan kering dari tahun 2010 ke 2020 mengalami penurunan. Penyebab adanya penurunan dan peningkatan luasan tutupan lahan ini salah satunya dipicu oleh adanya perubahan jenis tutupan lahan itu sendiri yaitu seperti dari sawah menjadi belukar dikarenakan perubahan masa tanam, dari hutan lindung menjadi belukar dikarenakan adanya kebakaran hutan, serta belukar menjadi permukiman. Grafik perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

 

Salah satu faktor meningkatnya tutupan lahan permukiman yaitu karena Kecamatan Gambut merupakan kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan pedesaan, serta lokasi Kecamatan Gambut yang sangat strategis karena terletak diantara Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru sehingga secara spasial akan terkena dampak semakin berkembangnya lahan-lahan terbangun terutama pada wilayah yang berada dekat dengan jalan provinsi yang merupakan jalur aksesibilitas utama. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno et al., (2020) bahwa kebutuhan lahan terbangun akan meningkat karena adanya peningkatan populasi dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat terutama pada lahan yang dilalui oleh jalan arteri.

Selanjutnya, untuk mendeteksi area vegetasi di Kecamatan Gambut dilakukan dengan cara menghitung nilai NDVI. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Semakin mendekati nilai 1 menunjukkan bahwa tutupan lahan vegetasi memiliki kerapatan yang tinggi. Klasifikasi NDVI pada penelitian ini dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan, 2012 yang dibedakan menjadi 3 yaitu kerapatan tinggi, sedang, dan jarang yang dapat dilihat pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Kelas NDVI

No

Nilai NDVI

Tingkat Kerapatan

1.

>71% atau 0,36 ≤ NDVI ≤ 1,00

Kerapatan Tinggi

2.

50%-70%, atau 0,26 ≤ NDVI ≤ 0,35

Kerapatan Sedang

3.

<50% atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,25

Kerapatan Jarang

                                   Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan, 2012

 

Hasil NDVI menunjukkan bahwa terdapat perubahan kerapatan vegetasi di Kecamatan Gambut pada tahun 2010, 2015, dan 2020 yang dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi atau lahan terbangun di Kecamatan Gambut.

 

Gambar 6. Peta NDVI Kecamatan Gambut Tahun 2010

 

Gambar 7. Peta NDVI Kecamatan Gambut Tahun 2015

 

Gambar 8. Peta NDVI Kecamatan Gambut Tahun 2020

 

Fakta berkurangnya luasan tutupan lahan vegetasi seperti hutan lindung dan bertambahnnya permukiman memiliki dampak terhadap emisi yang dihasilkan dari kegiatan aktivitas manusia dan emisi yang dapat diserap oleh tutupan lahan vegetasi. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai perubahan tutupan lahan oleh Danar & Wahyu (2019) bahwa diperlukan upaya pengendalian alih fungsi lahan untuk meminimalisir dampak yang dihasilkan dari emisi. Selain itu pada penelitian oleh (Murtadho et al., 2018) menyatakan bahwa wilayah koridor yang menghubungkan dua kota besar akan menyebabkan wilayah yang dominan dengan tutupan lahan vegetasi menjadi wilayah yang dominan dengan tutupan lahan terbangun. Kondisi ini sama seperti Kecamatan Gambut yang merupakan wilayah koridor yang menghubungkan dua kota yaitu Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru, sehingga akan lebih cepat mengalami perubahan tutupan lahan.

Daya Serap Karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut

Daya Serap CO2 di wilayah Kecamatan Gambut dihitung dari luas tutupan lahan vegetasi dikalikan dengan daya serap pada setiap jenis tutupan lahan vegetasi. Tutupan lahan vegetasi di Kecamatan Gambut terdiri dari belukar, sawah, dan hutan lindung. Berikut merupakan daya serap pada masing-masing jenis tutupan lahan di Kecamatan Gambut tahun 2010, 2015, dan 2020.

 

Gambar 9. Grafik Daya Serap Tutupan Lahan Vegetasi di Kecamatan Gambut

 

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa total daya serap di Kecamatan Gambut pada tahun 2010 sebesar 467.143,28 ton/tahun, tahun 2015 sebesar 448.811,41 ton/tahun, dan tahun 2020 sebesar 478.692,43 ton/tahun. Daya serap hutan lindung di Kecamatan Gambut pada tahun 2020 mengalami penurunan dikarenakan berkurangnya luasan hutan lindung yang merupakan tutupan lahan dengan angka daya serap paling tinggi diantara tutupan lahan vegetasi lainnya yaitu sebesar 569,07 ton/ha/tahun.

 

Skenario Daya Serap Karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut

Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan dan perhitungan daya serap karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut dapat diketahui bahwa dari tahun 2010, 2015, hingga 2020 terjadi perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi yang berbanding lurus dengan penurunan daya serap karbondioksida (CO2) di Kecamatan Gambut. Apabila perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi tidak dikendalikan dengan baik, maka kemampuan vegetasi untuk menyerap emisi akan menjadi tidak terkontrol. Sehingga dari permasalahan tersebut dibutuhkan solusi untuk meningkatkan daya serap atau memperlambat laju penurunan daya serap. Berikut ini tabel skenario perubahan tutupan lahan di Kecamatan Gambut.

 

Tabel 3. Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

Tutupan Lahan

Skenario 0

Skenario 1

Skenario 2

Semak Belukar

30%

22%

23%

Permukiman

13%

30%

22%

Pertambangan

1%

2%

0%

Pertanian Lahan Kering

7%

7%

10%

Sawah

46%

37%

40%

Hutan Lindung

3%

2%

5%

Total

100%

100%

100%

 

Berdasarkan hasil skenario yang telah dilakukan, kemudian dihitung kembali daya serap yang mampu diserap oleh tutupan lahan bervegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung. Berikut merupakan besar daya serap oleh masing-masing jenis tutupan lahan berdasarkan skenario yang telah dilakukan.

 

Tabel 4. Daya Serap Berdasarkan Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

Tutupan Lahan

Skenario 0

Skenario 1

Skenario 2

Semak Belukar

193.139,21

141.989,96

148.444,05

Sawah

65.209,32

52.102,10

56.326,59

Hutan Lindung

220.343,90

133.557,40

333.893,49

Total

478.692,43

327.649,45

538.664,13

 

Gambar 10. Grafik Daya Serap Berdasarkan Skenario Perubahan Tutupan Lahan di Kecamatan Gambut

 

Pada skenario 0 yang merupakan kondisi eksiting/business as usual, total daya serap tutupan lahan vegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung sebesar 478.692,43/ha/ton/tahun. Pada skenario 1 yang merupakan skenario keadaan terburuk, total daya serap tutupan lahan vegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung sebesar 327.649,45/ha/ton/tahun, sedangkan pada skenario 2 yang merupakan skenario keadaan terbaik, total daya serap tutupan lahan vegetasi berupa semak belukar, sawah, dan hutan lindung sebesar 538.664,13/ha/ton/tahun.

Berdasarkan hasil skenario tersebut dapat diketahui bahwa hutan lindung memiliki daya serap yang sangat besar karena hutan lindung memiliki tipe penutupan pohon yang memiliki nilai daya serap paling tinggi yaitu sebesar 569,07. Walaupun kenaikan tutupan lahan lindung dari skenario 0 hingga ke skenario 2 hanya 2%, tapi sangat berpengaruh terhadap daya serap tutupan lahan. Besarnya daya serap yang dimiliki oleh hutan membuktikan bahwa pentingnya melindungi, memperluas, dan meningkatkan pengelolaan hutan, karena hutan memiliki peran dalam mengatasi perubahan iklim (Lawrence et al., 2022). Upaya pengelolaan hutan tidak dapat hanya dilakukan melalui pengaturan regulasi tetapi juga diperlukan pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan (Christmas et al., 2021). Sehingga pentingnya dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat bekerja sama untuk mengelola kawasan hutan lindung sesuai dengan fungsinya.

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; (1) tutupan lahan di Kecamatan Gambut mengalami pengurangan dan penambahan luasan pada tahun 2010, 2015 dan 2020 yang disebabkan oleh kegiatan manusia diantaranya yaitu luasan hutan lindung yang mengalami perubahan akibat adanya kegiatan pertambangan illegal dan kebakaran hutan, serta luasan sawah, belukar, dan pertanian lahan kering yang mengalami perubahan akibat adanya peningkatan kebutuhan pangan dan permukiman masyarakat, (2) total besar daya serap di Kecamatan Gambut pada tahun 2010 sebesar 467.143,28 ha/ton/tahun, tahun 2015 sebesar 448.811,41 ha/ton/tahun, dan tahun 2020 sebesar 478.692,43 ha/ton/tahun. Penurunan daya serap dari tahun 2010 ke tahun 2015 terjadi karena adanya pengurangan luasan tutupan lahan semak belukar dan hutan lindung, sedangkan kenaikan daya serap dari tahun 2010 ke tahun 2020 terjadi karena penambahan luasan pada tutupan lahan sawah, dan (3) bahwa total besar daya serap di Kecamatan Gambut pada skenario 0 yang merupakan kondisi eksisting/ business as usual sebesar 478.692,43 ha/ton/tahun, pada skenario 1 yang merupakan kondisi terburuk sebesar 327.649,45/ha/ton/tahun, sedangkan pada skenario 2 yang merupakan kondisi terbaik sebesar 538.664,13/ha/ton/tahun. Hasil skenario menunjukkan bahwa walaupun hutan lindung hanya mengalami kenaikan sebesar 2% dari skenario 0 ke skenario 2, namun kenaikan tersebut sangat berpengaruh terhadap besarnya daya serap karena hutan lindung memiliki tipe penutupan pohon yang nilai daya serapnya paling tinggi yaitu sebesar 569,07 ton/ha/tahun

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Christmas, S. K., Hardiyanti, M., & Prawira, S. A. (2021). Role in the Forest Village Community-Based Forest Management Sustainable Development. Journal of Judicial Review, 23(1), 115. https://doi.org/10.37253/jjr.v23i1.4387

Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches. Sage publications.

Danar, D., & Wahyu, A. (2019). Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Emisi GRK pada Wilayah Cepat Tumbuh di Kota Semarang. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia, 1(1), 24–31.

Dolio, I. (2021). Dampak Yang Dialami Oleh Masyarakat Akibat Kabut Asap Tahun 2019 (Studi Kasus Masyarakat Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis). Universitas Islam Riau.

Ikhwanto, A. (2019). Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi lahan non pertanian. Jurnal Hukum Dan Kenotariatan, 3(1), 60–73.

Lawrence, D., Coe, M., Walker, W., Verchot, L., & Vandecar, K. (2022). The Unseen Effects of Deforestation: Biophysical Effects on Climate. Frontiers in Forests and Global Change, 5(March), 1–13. https://doi.org/10.3389/ffgc.2022.756115

Mareta, L., Hidayat, R., Hidayati, R., & Latifah, A. L. (2019). Pengaruh faktor alami dan antropogenik terhadap luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Jurnal Tanah Dan Iklim, 43(2), 147–155.

Muhsoni, F. F. (2015). Penginderaan Jauh (Remote Sensing). UTMPRESS.

Murtadho, A., Wulandari, S., Wahid, M., & Rustiadi, E. (2018). Perkembangan Wilayah dan Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Purwakarta sebagai Dampak dari Proses Konurbasi Jakarta-Bandung. Journal of Regional and Rural Development Planning, 2(2), 195. https://doi.org/10.29244/jp2wd.2018.2.2.195-208

Pravitasari, A. E., Rustiadi, E., Adiwibowo, S., Wardani, I. K., Kurniawan, I., & Murtadho, A. (2020). Dinamika dan Proyeksi perubahan tutupan lahan serta inkonsistensi tata ruang di wilayah Pegunungan Kendeng. Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan), 4(2), 99–112.

Prayitno, G., Sari, N., Hasyim, A. W., & Nyoman Widhi, S. W. (2020). Land-use prediction in Pandaan District pasuruan regency. International Journal of GEOMATE, 18(65), 64–71. https://doi.org/10.21660/2020.65.41738

Prayuda, R. (2019). Strategi Indonesia dalam implementasi konsep Blue Economy terhadap pemberdayaan masyarakat pesisir di era masyarakat ekonomi Asean. Indonesian Journal of International Relations, 3(2), 46–64.

Raditya, M. R., & Azaria, D. P. (2024). Pemenuhan Hak Lingkungan bagi Masyarakat Tani yang Terdampak Perubahan Iklim Sesuai SDG di Indonesia. Jurnal Interpretasi Hukum, 5(1), 786–799.

Rasyid, F. (2014). Permasalahan dan dampak kebakaran hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara, 1(4), 47–59.

Wollenberg, E., Edmunds, D., & Buck, L. (2000). Anticipating change: scenarios as a tool for adaptive forest management: a guide. In Anticipating change: scenarios as a tool for adaptive forest management: a guide. https://doi.org/10.17528/cifor/000744

 



Copyright holder:

Defin Helda Leliana, Christia Meidiana, Gunawan Prayitno (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: