Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

PENGARUH SERVANT LEADERSHIP DAN SYMMETRICAL COMMUNICATION TERHADAP EMPLOYEE ADVOCACY YANG DIMEDIASI OLEH EMPLOYEE EMPOWERMENT DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

 

Made Andre Arya Prabawa1*, Mone Stepanus Andrias2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]1*, [email protected]2

 

Abstrak

Implementasi kegiatan employee advocacy di Direktorat Jenderal Pajak perlu didukung oleh beberapa faktor seperti kepemimpinan dan komunikasi agar pesan yang efektif dapat tersampaikan kepada publik melalui pegawai, sehingga dilakukan penelitian untuk menganalisis dan menguji pengaruh servant leadership dan symmetrical communication terhadap employee advocacy dengan mempertimbangkan faktor mediasi oleh employee empowerment dan organizational citizenship behavior pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online dan dikumpulkan sejumlah 418 responden dari jenjang jabatan tertentu. Aplikasi excel dan metode Structural Equation Modeling dengan aplikasi LISREL digunakan dalam analisis statistik data penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari employee empowerment dan organizational citizenship behavior dalam memediasi pengaruh servant leadership dan symmetrical communication terhadap employee advocacy. Terdapat pengaruh langsung yang signifikan dan positif dari servant leadership terhadap employee advocacy, namun pengaruh langsung yang signifikan dan negatif ditemukan dari symmetrical communication terhadap employee advocacy. Organisasi disarankan untuk meningkatkan pengembangan servant leadership dan mempertahankan komunikasi yang efektif dalam membangun aktivasi employee advocacy yang positif dan terlaksana oleh seluruh pegawai. Kemudian, implikasi manajerial dalam penelitian ini menggarisbawahi pentingnya peningkatan servant leadership dan symmetrical communication dalam meningkatkan dan memfasilitasi employee advocacy melalui peningkatan peran employee empowerment dan organizational citizenship behavior.

Kata kunci: Employee advocacy, servant leadership, symmetrical communication, employee empowerment, organizational citizenship behavior, Direktorat Jenderal Pajak.

 

Abstract

The implementation of employee advocacy activities at the Directorate General of Taxes needs to be supported by several factors such as leadership and communication so that effective messages can be conveyed to the public through employees, so a study was conducted to analyze and test the effect of servant leadership and symmetrical communication on employee advocacy by considering the mediation factor by employee empowerment and organizational citizenship behavior in Civil Servants at the Directorate General of Taxes. Data collection was carried out through online questionnaires and a total of 418 respondents were collected from certain position levels. The excel application and the Structural Equation Modeling method with the LISREL application are used in the statistical analysis of research data. The results of the study show that there is a significant and positive effect of employee empowerment and organizational citizenship behavior in mediating the effect of servant leadership and symmetrical communication on employee advocacy. There is a significant and positive direct effect of servant leadership on employee advocacy, but a significant and negative direct effect is found from symmetrical communication on employee advocacy. Organizations are advised to increase the development of servant leadership and maintain effective communication in building positive employee advocacy activation and implemented by all employees. Then, the managerial implications in this study underscore the importance of increasing servant leadership and symmetrical communication in enhancing and facilitating employee advocacy through increasing the role of employee empowerment and organizational citizenship behavior.

Keywords: Employee advocacy, servant leadership, symmetrical communication, employee empowerment, organizational citizenship behavior, Directorate General of Taxes.

 

Pendahuluan

Program dan output dari institusi pemerintah agar dapat terlaksana dengan efektif, efisien, dan tepat sasaran, memerlukan proses yang tidak singkat. Bagian yang penting untuk dilakukan oleh pemangku kebijakan adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi atas kebijakan yang dihasilkan untuk diketahui dan diterapkan di masyarakat. Dalam melakukan proses penyampaian informasi dan/atau output organisasi, tentunya dilakukan melalui proses komunikasi dengan dukungan teknologi saat ini, seperti halnya melalui platform media sosial (social media), namun setiap generasi masyarakat saat ini memiliki preferensi dalam mengakses informasi khususnya kebijakan publik (Waluyo & Syarifuddin, 2022). Hal ini juga terjadi pada intensitas mengakses informasi tentang kebijakan yang dihasilkan oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, dimana melalui KompasData hampir separuh yaitu 45,9% dari 1.200 responden tidak pernah mengakses kebijakan Kementerian Keuangan.

Berdasarkan data terkait akses informasi tersebut maka pada tahun 2022 Kementerian Keuangan mengenalkan program Employee Advocacy yaitu sebuah promosi atau publikasi organisasi oleh tenaga kerjanya (Thelen & Yue, 2021). Kegiatan employee advocacy telah menjadi sebuah bidang yang diminati oleh para praktisi komunikasi. Pada sektor publik di Kementerian Keuangan, subjek kegiatan yaitu Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan dengan kata-kata dan/atau tindakan dari mereka berbagi informasi tentang kebijakan, informasi atau output tertentu sebagai hasil kinerja organisasi pada publik. Dimulai di tahun 2022 kegiatan employee advocacy berfokus melalui media sosial dari pegawai yang salah satunya dilakukan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Berdasarkan Laporan Tahunan DJP Tahun 2021, diketahui bahwa keterbatasan penggunaan saluran komunikasi dalam melaksanakan publikasi masih menjadi tantangan kehumasan DJP, dimana indeks efektivitas kehumasan DJP pada tahun 2021 yaitu 83,82 dari skala 100, jumlah akses situs pajak.go.id yang turun sebesar 56,28% dari tahun 2020, dan sumber informasi sebagaimana untuk melihat, mendengar, dan mengetahui informasi perpajakan pada tahun 2021 sebagian besar masih belum mencapai 50%, salah satunya yang dilakukan melalui pegawai/petugas pajak yaitu 22,7%. Hal ini menunjukkan bahwa peran pegawai sebagai sumber daya manusia di DJP memiliki persentase yang masih kurang sebagai sumber informasi, mengingat melalui mereka juga informasi dan komunikasi yang baik dan positif dari kebijakan, informasi, citra organisasi dan output DJP dapat diterima dengan yakin dan pasti oleh masyarakat, sehingga pelaksanaan kerja atau kegiatan employee advocacy diperlukan sebagai bagian dari hal tersebut.

Pelaksanaan kerja employee advocacy diperlukan adanya faktor hubungan pemimpin dan komunikasi sesuai arahan dan nilai organisasi yang berlaku. Jika organisasi berupaya mengembangkan servant leadership yang selaras dengan nilai pelayanan Kementerian Keuangan dan meyakinkan melalui symmetrical communication, mereka akan meningkatkan pemberdayaan pegawai (employee empowerment) dan jika organisasi ingin pegawainya melakukan advokasi atas nama organisasi melalui organizational citizenship behavior atau secara sukarela, mereka harus melakukan upaya untuk meningkatkan loyalitas pegawai, strategi komunikasi dan membuat pegawai tertarik mendukung citra dan reputasi organisasi pada publik (Thelen & Yue, 2021; Li, 2022). Pegawai yang sudah menjadi pendukung internal organisasinya melalui komunikasi dan servant leadership juga cenderung melakukan hal yang sama secara eksternal (Men & Yue, 2019; Trong Tuan, 2017).

Dalam beberapa studi juga menyebutkan, variabel symmetrical communication organisasi dan variabel gaya servant leadership memainkan peran yang berbeda dalam mempengaruhi hasil organisasi dan pegawai serta studi yang berbeda melalui mediasi organizational citizenship behavior dan employee empowerment (Trong Tuan, 2017; Men & Yue, 2019; Thelen & Yue, 2021). Menyadari peran dari dua variabel tersebut terhadap employee advoacy, maka tujuan penelitian ini yaitu menganalisis dan menguji bagaimana pengaruh symmetrical communication dari organisasi dan gaya kepemimpinan servant leadership dari para pemimpin di dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak dapat berkontribusi pada pengembangan employee advocacy yang pengaruhnya dimediasi melalui employee empowerment dan organizational citizenship behavior.

Keterkaitan lima variabel penelitian yakni; (1) employee advocacy, (2) servant leadership, (3) symmetrical communication, (4) employee empowerment, dan (5) organizational citizenship behavior dengan memperhatikan tingkat signifikasi 5% untuk uji satu arah (one-tailed) pada masing-masing variabel dan uji dua arah (two-tailed) pada uji mediasi disajikan pada Gambar1., sebagai berikut.

 

Gambar 1. Model Penelitian Pengaruh Servant Leadership dan Symmetrical Communication Terhadap Employee Advocacy yang Dimediasi oleh Employee Empowerment dan Organizational Citizenship Behavior pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak

 

Servant leadership menurut Newman, Schwarz, Cooper, dan Sendjaya (2017) menunjukan terkait gaya kepemimpinan yang menginspirasi pegawai untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan cenderung meningkatkan persepsi dan memberdayakan pengikutnya tentang dampak pekerjaan mereka terhadap organisasi. Gaya kepemimpinan ini dimulai dengan perasaan alami bahwa seseorang ingin melayani terlebih dahulu (Greenleaf, 1970; Greenleaf, 1977). Ketika pegawai menyadari bahwa manajemen atau pemimpin organisasi memberdayakan mereka, maka lebih cenderung mereka mengembangkan identifikasi organisasi yang lebih tinggi dan memandang nilai-nilai organisasi sebagai milik mereka (Ertürk, 2010). Sebagai hasil dari identifikasi ini, pegawai lebih cenderung menjadi kontributor organisasi yang dapat terlibat dalam perilaku suportif dan kerja ekstra seperti melakukan tindakan prososial seperti kata-kata positif kepada pihak lain seperti employee advocacy melalui employee empowerment (Kane, Magnusen, & Perrewé, 2012; Thelen & Yue, 2021). Sehingga, hipotesis yang dirumuskan dari turunan teori tersebut sebagai berikut.

H4: Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Empowerment

H5: Employee Empowerment berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy

H8: Employee Empowerment memediasi hubungan antara Servant Leadership terhadap Employee Advocacy

Melalui kepemimpinan yang melayani (servant leadership), pegawai secara sosial membalas dengan mengembalikan kontribusi di luar kewajiban kerja formal mereka, seperti berbagi pengetahuan melalui organizational citizenship behavior (OCB) dapat diaktifkan oleh kepemimpinan yang melayani di organisasi publik (Trong Tuan, 2017). Pengaruh kepemimpinan terhadap employee advocacy yang melalui OCB dianggap sebagai perilaku peran ekstra dalam bekerja, karena OCB terutama berfokus pada perilaku sukarela pegawai dalam mendukung organisasi mereka untuk melakukan peran ekstra seperti perilaku eksternal pegawai (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006; Men & Yue, 2019). Sehingga, hipotesis yang dirumuskan sesuai teori tersebut yaitu.

H2: Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behavior

H10: Organizational Citizenship Behavior memediasi hubungan antara Servant Leadership terhadap Employee Advocacy

Symmetrical communication, sebagai model komunikasi yang positif dan etis, mendorong keterbukaan dan transparansi serta memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan dan menunjukan sikap positif karyawan dalam mendukung organisasnya (Men & Bowen, 2017). Pegawai yang diberdayakan merasa mandiri karena mereka memiliki keyakinan bahwa organisasi mempercayai mereka (Yingfei et al, 2021). Melalui komunikasi simetris, pegawai dapat memberikan solusi melalui informasi dan komunikasi. Selain itu, upaya komunikasi dua arah perlu lebih aktif antara organisasi dengan sumber daya manusianya dengan memberdayakan pegawai karena mereka merasa terlibat sebagai komunikan organisasi (Lee, 2020). Ketika pegawai merasa diberdayakan untuk berbagi pengetahuan dan informasi, mereka mungkin akan merasakan kecenderungan yang lebih kuat, misalnya, berbagi kebijakan dan/atau output yang positif tentang organisasi dan pekerjaan yang mereka lakukan kepada orang lain (Thelen & Yue, 2021). Sehingga, berdasarkan teori yang diadaptasi, maka hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut.

H1: Symmetrical Communication berpengaruh positif terhadap Employee Empowerment

H7: Employee Empowerment memediasi hubungan antara Symmetrical Communication terhadap Employee Advocacy

Suatu studi secara khusus menemukan bahwa OCB dipengaruhi oleh adanya kepuasan komunikasi pegawai, sehingga menunjukkan kebutuhan untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang baik untuk mendorong perilaku peran ekstra di luar pekerjaan rutin pegawai (Chan & Lai, 2017). Ketika pegawai berbicara tentang masalah organisasi tertentu, eksekutif atau pimpinan yang lebih tinggi jabatannya dengan cenderung mendengarkan mereka dan melakukan lebih banyak upaya untuk berinovasi dan komunikasi simetris di lingkungan kerja mereka, maka bentuk OCB seperti ini lebih disebut sebagai partisipasi advokasi pegawai (Kim, Lee, & Hwang, 2008). Selanjutnya, hipotesis yang dirumuskan sesuai teori tersebut yaitu.

H3: Symmetrical Communication berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behavior

H6: Organizational Citizenship Behavior berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy

H9: Organizational Citizenship Behavior memediasi hubungan antara Symmetrical Communication terhadap Employee Advocacy

Studi dari Men (2014) berpendapat bahwa ketika sistem komunikasi dalam organisasi terbuka dengan pegawainya, dilakukan dua arah (two-way), responsif, terdapat umpan balik, kolaborasi, dan dialog, maka pegawai merasa mereka memiliki hubungan yang lebih baik dengan organisasi serta lebih cenderung mendukung organisasi seperti melakukan advokasi karyawan secara tidak langsung. Pada satu sisi, sebuah studi menemukan adanya hubungan langsung antara servant leadership terhadap employee advocacy bahwa kepemimpinan yang melayani di antara para pemimpin dalam organisasi dapat memprediksi kinerja layanan peran ekstra (tambahan) di pegawai baris terdepan misalnya pelaksana yang mengakibatkan hubungan positif antara servant leadership dan employee advocacy mungkin terjadi (Wang, Xu, dan Liu, 2018). Sehingga, berdasarkan teori yang diadaptasi, maka hipotesis sekaligus model penelitian yang dirumuskan sebagai berikut.

H11: Symmetrical Communication berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy

H12: Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy

 

Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan instrumen penelitian berupa electronic dan online questionnaires dengan closed question dan sebagian besar skala likert, studi dilakukan secara kuantitatif melalui cross-sectional secara deskriptif dimana dilakukan pengumpulan data sekali saja, selama beberapa hari atau minggu atau periode penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kemudian, pengambilan sampel dilakukan dengan sampling kuota atau quota sampling yang merupakan jenis purposive sampling dengan memastikan bahwa kelompok tertentu terwakili secara memadai dalam penelitian melalui penetapan kuota (Sekaran & Bougie, 2016).

Berdasarkan rumus Slovin dengan error level sebesar 5%, sampel yang didapat sejumlah 391 pegawai untuk diuji dalam penelitian ini. Dengan penghitungan slovin, peneliti mengelompokan sampel berdasarkan kriteria jabatan yang aktif melakukan kegiatan employee advocacy dengan memastikan bahwa kelompok tertentu terwakili secara memadai dalam penelitian melalui penetapan kuota yaitu untuk 12% Fungsional Penyuluh Pajak/Fungsional Asisten Penyuluh Pajak minimal sebesar 47 orang, 84% Pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak minimal sebesar 328 orang, dan 4% Petugas Tax Admin minimal sebesar 16 orang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam analisisnya untuk menguji pengaruh (analisis regresi) antar variabel laten dan menguji mediasi pada variabel employee empowerment dan organizational citizenship behavior dengan one-tailed hypothesis. Data akan dianalisis menggunakan model Structural Equation Modelling (SEM) untuk menguji dan memasukkan lebih dari satu persamaan regresi secara bersamaan yang tujuannya adalah untuk mempelajari hubungan yang kompleks antar variabel, di mana beberapa atau semua variabel dapat tidak teramati, atau laten (Byrne, 2016; Darma, 2021; Anderson et al., 2020). Selain itu, model penelitian yang dibangun merupakan hasil modifikasi model dari studi-studi sebelumnya, sehingga model perlu diuji kesesuaian modelnya dengan Goodness of Fit Index, analisis uji model pengukuran dan uji regresi pada SEM dengan analisis model struktural.

Pengukuran employee advocacy pada penelitian ini merujuk pada studi yang dilakukan di berbagai jenis organisasi pada negara Chili oleh Thelen dan Yue (2021), dimana terdapat 6 (enam) indikator yang berkaitan dengan employee advocacy seperti “Saya mensosialisasikan atau menginformasikan layanan, output, atau kebijakan organisasi saya kepada orang lain”. Pengukuran servant leadership diadaptasi dengan 7 (tujuh) dimensi dengan servant leadership sebagai gaya kepemimpinan yang diterapkan di DJP seperti emotional healing, conceptual skills, creating value for the community, empowering, helping subordinates grow and succeed, putting subordinates first, dan behaving ethically seperti “Atasan saya dapat menyelesaikan masalah pekerjaan dengan ide-ide baru atau kreatif” (Liden et al., 2008; Liden et al., 2015). Alat ukur untuk symmetrical communication pada penelitian ini merujuk pada studi yang dilakukan di berbagai jenis organisasi baik ukuran menengah maupun besar oleh studi Men (2014) terdapat 6 (enam) indikator seperti “Saya nyaman berbicara dengan atasan tentang kinerja yang saya lakukan dan hasilkan”. Pengukuran employee empowerment pada penelitian ini dilakukan dengan empat dimensi dengan mengadaptasi alat pengukuran dari studi Spreitzer (1995) seperti “Saya dapat memutuskan sendiri bagaimana melakukan pekerjaan saya” yang juga telah digunakan dalam penelitian pada berbagai jenis organisasi di negara Chili oleh (Thelen & Yue, 2021). Kemudian, Pengukuran organizational citizenship behavior pada penelitian ini merujuk pada studi yang dilakukan dengan mengadaptasi empat dimensi dari studi Moorman dan Blakely (1995) seperti “Saya sering memotivasi orang lain untuk mengungkapkan ide dan pendapat mereka”.

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan sampel yang didasarkan atas metode pengambilan sampel di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam penelitian ini total sebesar 391 pegawai yaitu Fungsional Penyuluh Pajak/Fungsional Asisten Penyuluh Pajak minimal sebanyak 47 pegawai, Pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak minimal sebanyak 328 pegawai, dan Petugas Tax Admin minimal sebanyak 16 pegawai, maka didapatkan jumlah pegawai atau PNS sesuai kebutuhan sampel sebesar 418 pegawai yang mengisi survei atau kuesioner melalui form kuesioner online sebagaimana profil demografi pada tabel 1. berikut ini.

 

Tabel 1. Persentase Profil Demografi Responden Penelitian

No.

Demografi

Jumlah Responden Penelitian

Persentase

1.

Jenis Kelamin

 

 

a.

Pria

224

53,6%

b.

Wanita

194

46,4%

2.

Jenjang Pendidikan

 

 

a,

SLTA

6

1,4%

b.

Diploma/Akademi

228

54,5%

c.

S1/D4

146

34,9%

d.

S2

38

9,1%

e.

S3

0

0,0%

3.

Jabatan

 

 

a.

Penyuluh Pajak

69

16,5%

b.

Pelaksana

329

78,7%

c.

Petugas Taxmin

20

4,8%

4.

Unit Kerja

 

 

a.

Kantor Pusat DJP

148

35,4%

b.

Kantor Wilayah DJP

44

10,5%

c.

Kantor Pelayanan Pajak

205

49,0%

d.

Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)

12

2,9%

e.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJP

9

2,2%

5.

Wilayah Kerja

 

 

a.

Sumatera

17

4,1%

b.

Jawa

217

51,9%

c.

Kalimantan

21

5,0%

d.

Sulawesi dan Maluku Utara

98

23,4%

e.

Bali dan Nusa Tenggara

52

12,4%

f.

Papua dan Maluku

13

3,1%

6.

Lama Waktu Bekerja

 

 

a.

≥ 3 tahun

377

90,2%

b.

< 3 tahun

41

9,8%

Sumber: Diolah oleh Penulis dari Hasil Pengolahan Data Kuesioner Penelitian

 

Berdasarkan hasil tabel 1., bahwa metode quota sampling yang merupakan jenis purposive sampling menghasilkan pengumpulan data responden yang ditargetkan pada jenjang jabatan tertentu telah memenuhi standar minimal sampel 391 orang dengan masing-masing keterwakilan dari populasi yaitu penyuluh pajak dalam hal ini Fungsional Penyuluh Pajak/Fungsional Asisten Penyuluh Pajak sebesar 69 orang, pelaksana 329 orang, dan petugas Tax Admin sebesar 20 orang. Demografi terbesar pengisi kuesioner untuk jenis kelamin yaitu pria sebesar 224 orang, jenjang pendidikan terbesar ada di Diploma/Akademi sebesar 228 orang, unit kerja terbesar ada di Kantor Pelayanan Pajak sebesar 205 orang yang sesuai dengan tugas langsung berhadapan dengan masyarakat, wilayah kerja terbesar ada di pulau Jawa sebesar 217 orang, dan lama waktu bekerja ada di lebih atau sama dengan 3 (tiga) tahun bekerja di DJP sebesar 377 orang yang mana hal ini sesuai untuk variabel servant leadership dalam kaitannya dengan kepemimpinan yang dialami dalam bekerja.

Hasil uji kecocokan keseluruhan model penelitian dengan mengkombinasikan beberapa pedoman ukuran-ukuran dalam Goodness of Fit (GOF) suatu SEM dengan aplikasi Lisrel 8.8 dan ukuran model fit yang digunakan oleh beberapa studi terkait variabel penelitian yaitu Chi-Square (χ2) dengan estimasi 633,06, maka Chi-Square (χ2) hampir selalu signifikan secara statistik (Kenny, 2020). Disamping itu, empat pedoman ukuran lain meliputi RMSEA yaitu 0,054, RMR atau SRMR yaitu 0,083, TLI/NNFI yaitu 0,98, dan CFI yaitu 0,99 menghasilkan nilai estimasi yang fit atau baik (good fit) sesuai dengan tingkat kecocokan yang ditargetkan (Hair et al., 1998; Wijanto, 2020). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model penelitian ini adalah baik.

Pengujian model struktural dilakukan pada setiap variabel laten dan dimensi dihitung dengan aplikasi Lisrel 8.8. untuk model confirmatory factor analysis (CFA), sedangkan setiap indikator pengukuran diuji validitasnya untuk model second order confirmatory factor analysis (2ndCFA) dengan latent variable score dimana prosedur ini memiliki keuntungan menghasilkan skor variabel laten yang memiliki matriks kovarians yang sama dengan variabel laten itu sendiri (Jöreskog, Sörbom, & Wallentin, 2006). Analisis dan pengujian dilakukan dengan model SEM untuk mengetahui validitas dan reliabilitas data penelitian. Suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika muatan faktor standarnya (standardized loading factors) ≥ 0.50 merupakan sangat signifikan (Hair, Anderson, Tatham, dan Black, 1995; Wijanto, 2020). Selain itu, nilai loading factor menunjukkan bobot dari setiap indikator yang dijadikan pengukur dari masing-masing variabel (Anggreni, Sailawati, dan Malini, 2021).

Pengukuran reliabilitas dalam SEM pada sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai Construct Reliability (CR)-nya ≥ 0.70 dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.50, dimana reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya (Fornell dan Larker, 1981; Hair et. al, 1998; Hair et. al, 2007; Wijanto, 2020). Hasil uji validitas dan reliabilitas model penelitian menyajikan variabel, dimensi, dan indikator pengukuran terhadap variabel penelitian sebagaimana tabel 2. berikut.

 

Tabel 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Model Penelitian

No.

Variabel

SLF (SLF≥0,50)

Errors

Nilai-t

Reliabilitas

CR

VE

(CR≥0,70)

(VE≥0,50)

1

Employee Advocacy (EA)

0,89

0,57

EA1

0,74

0,45

*

EA2

0,78

0,39

15,65

EA3

0,65

0,58

12,93

EA4

0,72

0,49

14,85

EA5

0,83

0,31

15,44

EA6

0,78

0,35

15,58

2

Servant Leadership (SL)

0,96

0,76

Emotional Healing (EH)

0,73

0,47

17,21

SL1

0,78

0,39

*

SL2

0,91

0,17

16,23

Creating Value for the Community (CV)

0,89

0,20

23,41

SL3

0,87

0,24

*

SL4

0,77

0,41

19,10

SL5

0,83

0,32

19,33

Conceptual Skills (CS)

0,91

0,17

24,17

SL6

0,87

0,24

*

SL7

0,90

0,19

24,18

Empowering (EM)

0,87

0,24

22,54

SL8

0,92

0,16

*

SL9

0,91

0,17

24,66

Helping Subordinates Grow & Succeed (HL)

0,90

0,18

23,83

SL10

0,88

0,22

*

SL11

0,93

0,13

33,72

Putting Subordinates First (PS)

0,91

0,18

23,97

SL12

0,92

0,16

*

SL13

0,92

0,15

32,94

Behaving Ethically (BE)

0,87

0,25

22,28

SL14

0,78

0,40

*

SL15

0,92

0,15

18,26

3

Symmetrical Communication (SC)

0,88

0,56

SC1

1,00

0,00

30,18

SC2

0,69

0,52

16,53

SC3

0,52

0,73

11,69

SC4

0,52

0,73

10,12

SC5

0,60

0,64

13,95

SC6

1,00

0,00

30,29

4

Empoyee Empowerment (EP)

0,91

0,71

Meaning (MN)

0,81

0,34

*

EP1

0,92

0,16

*

EP2

0,96

0,08

37,59

EP3

0,97

0,06

39,74

Competence (CO)

0,84

0,29

19,86

EP4

0,95

0,09

*

EP5

0,95

0,10

60,14

EP6

0,83

0,31

31,8

Self-Determination (SD)

0,87

0,25

20,73

EP7

0,89

0,20

*

EP8

0,90

0,19

28,95

EP9

0,90

0,19

30,46

Impact (IM)

0,84

0,29

19,95

EP10

0,76

0,42

*

EP11

0,73

0,40

15,44

EP12

0,80

0,36

27,04

5

Organizational Citizenship Behavior (OCB)

0,88

0,64

Interpersonal Helping (IH)

0,84

0,29

*

OCB1

0,81

0,34

*

OCB2

0,88

0,23

19,66

OCB3

0,56

0,69

12,11

OCB4

0,81

0,34

18,41

OCB5

0,83

0,32

17,13

Individual Initiative (II)

0,88

0,22

32,42

OCB6

0,71

0,49

*

OCB7

0,86

0,25

16,72

OCB8

0,86

0,26

17,28

OCB9

0,92

0,15

16,86

OCB10

0,86

0,26

17,17

Personal Industry (PI)

0,82

0,34

19,92

OCB11

0,80

0,36

*

OCB12

0,81

0,34

15,00

OCB13

0,80

0,35

16,43

OCB14

0,71

0,49

15,04

Loyal Boosterism (LB)

0,65

0,57

15,20

OCB15

0,89

0,21

*

OCB16

0,58

0,66

7,78

OCB17

0,89

0,21

25,22

OCB18

0,87

0,24

22,51

OCB19

0,79

0,38

16,79

Sumber: Diolah dengan Aplikasi LISREL 8.8.

* = Ditetapkan secara default oleh LISREL, nilai-t tidak diestimasi. Target nilai t≥1.645

 

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas dari tabel 2. atas variabel laten dan variabel indikator untuk model CFA pada penelitian ini dinyatakan valid dan reliabel karena memenuhi standar ukuran yang ditetapkan serta signifikan secara statistik yaitu validitas baik bila SLF≥0,50 dan reliabilitas baik bila CR≥0,70 dan VE≥0,50. Sehingga, validitas dan reliabilitas model pengukuran untuk keseluruhan model dengan model CFA dalam penelitian ini dinyatakan baik.

Nilai loading factor terbesar untuk setiap hubungan variabel laten pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut variabel employee advocacy memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu 0,83 dari EA5 “Saya menunjukkan kebanggaan saat mewakili organisasi saya di depan umum atau masyarakat. Variabel servant leadership memiliki higher level model yang telah disederhanakan dengan bobot atau pengaruh terbesar pada dimensi conceptual skills yaitu 0,91 dan putting subordinates first yaitu 0,91.

Variabel symmetrical communication memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu SC1 dan SC6 sebesar 1,00 dari “Saya nyaman berbicara dengan atasan tentang kinerja yang saya lakukan dan hasilkan. dan “Saya nyaman berbicara dengan atasan ketika terjadi kesalahan dalam bertugas”. Kemudian, variabel employee empowermet memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu 0,87 dari self-determination merupakan pemberdayaan pegawai terkait pilihan melalui tindakan dan keputusan dalam bekerja dengan kondisi tempat kerjanya. Terakhir, variabel organizational citizenship behavior memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu 0,88 dari individual initiative merupakan komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kinerja individu dan kelompok.

Pengujian model struktural rekursif pada penelitian ini dilakukan dengan structural equation dari output aplikasi LISREL 8.8. dalam menguji setiap hubungan variabel laten yang terlebih dahulu dilakukan pembentukan latent variable score untuk variabel yang memiliki dimensi dengan menyederhanakan hubungan antara variabel indikator dan variabel laten yang lebih tinggi terhadap variabel laten.

Hasil uji model struktural pada penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan nilai-t > 1,645 untuk setiap hubungan kausal satu arah dari variabel laten, signifikansi koefisien persamaan struktural yang diestimasi, spesifikasi tingkat signifikan (tingkat keyakinan 95% atau p-value (nilai-p < 0,05). Penyimpulan hasil uji dari adanya mediasi dalam model penelitian ini dilakukan dengan penghitungan nilai-Z (Z-value) yang dihitung akan signifikan secara statistik jika berada di luar ±1,96 atau ≥1,96 dengan alfa dua sisi sebesar 0,05 (Abu-Bader & Jones, 2021). Evaluasi terhadap uji model struktural dan ukuran yang diperhatikan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini disimpulkan hasil sebagaimana tabel 3, tabel 4, gambar 2 dan gambar 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Model Struktural Penelitian

Hipotesis

Path

Estimasi

standard error of estimation

Nilai-t

Nilai-Z

Kesimpulan

1

SC → EP

0,22

0,049

4,54

 

Signifikan dan Positif (Hipotesis 1 Diterima)

2

SL → OCB

0,53

0,064

8,29

Signifikan dan Positif (Hipotesis 2 Diterima)

3

SC → OCB

0,13

0,050

2,50

Signifikan dan Positif (Hipotesis 3 Diterima)

4

SL → EP

0,48

0,061

7,85

Signifikan dan Positif (Hipotesis 4 Diterima)

5

EP → EA

0,29

0,081

3,51

Signifikan dan Positif (Hipotesis 5 Diterima)

6

OCB → EA

0,38

0,082

4,58

Signifikan dan Positif (Hipotesis 6 Diterima)

7

SC → EP → EA

0,0638

 

 

2,80

Signifikan dan Positif (Hipotesis 7 Diterima)

8

SL → EP → EA

0,1392

 

 

3,26

Signifikan dan Positif (Hipotesis 8 Diterima)

9

SC → OCB → EA

0,0494

 

 

2,27

Signifikan dan Positif (Hipotesis 9 Diterima)

10

SL → OCB → EA

0,2014

 

 

4,04

Signifikan dan Positif (Hipotesis 10 Diterima)

11

SC → EA

-0,24

0,046

-5,29

 

Signifikan dan Negatif (Hipotesis 11 Ditolak)

12

SL → EA

0,32

0,060

5,40

Signifikan dan Positif (Hipotesis 12 Diterima)

Sumber: Diolah dengan aplikasi LISREL 8.8.

*=Target nilai t>1.645,

**=Target nilai Z≥1.96.

 

Hasil uji nilai-t atau t-value atas model penelitian dengan path coefficients yang menggambarkan pengaruh antar variabel penelitian disajikan pada gambar 2., sebagai berikut.

Gambar 2. Hasil Uji ­T-Value Hipotesis Model Struktural dengan Path Analysis.

Sumber: diolah dengan aplikasi LISREL 8.8

 

Gambar 2 tersebut menunjukkan hasil uji (path) atau hubungan antar variabel dalam model terdapat signifikansi atau tidak, sebagaimana kesimpulan penerimaan atau penolakan hipotesis yang disajikan pada tabel 3. Selanjutnya, dilakukan pemodelan hasil penelitian yang direspesifikasi dari model awal penelitian dengan menyesuaikan nilai faktor dari hubungan pengaruh antar variabel dengan artian setiap faktor menunjukkan pengaruh nilai angka variabel independen (eksogen) terhadap variabel dependen (variabel endogen), sebagai contoh penerapan symmetrical communication dapat meningkatkan 0,22 atau 22% employee empowerment atau variabel mediasi dari organizational citizenship behavior dapat meningkatkan 0,38 atau 38% employee advocacy. Hasil respesifikasi model penelitian disajikan sebagaimana gambar 3. berikut.

 

 

Gambar 3. Hasil Hipotesis Model Struktural dengan Path Coefficients.

Hipotesis Mediasi H7, H8, H9, H10 *p<0,05

Sumber: diolah oleh penulis

*=p<0,05 (Dihitung dengan bantuan Ms. Excel melalui rumus TDIST(t-value;degree of freedom; tails))

 

Berdasarkan kesimpulan hasil uji model struktural penelitian pada tabel 3, gambar 2, dan gambar 3, diketahui Hipotesis 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 12 signifikan dan positif sehingga hipotesis tersebut diterima, sedangkan Hipotesis 11 signifikan dan negatif sehingga hipotesis tersebut ditolak karena uji hipotesis dilakukan secara one-tailed hypothesis. Apabila hasil pengaruh tidak langsung (indirect effect) diketahui signifikan, namun tidak ada lagi pengaruh langsung (direct effect) yang signifikan dari variabel independen pada variabel dependen, peneliti biasanya melaporkan bahwa mediator sepenuhnya (fully) memediasi efek variabel independen pada variabel dependen. Sebaliknya, jika tetap ada efek langsung variabel independen pada variabel dependen yang signifikan setelah ada kendali mediator, peneliti biasanya melaporkan bahwa mediator hanya memediasi sebagian (partially) efek variabel independen pada variabel dependen (Rucker et al., 2011). Hasil uji efek mediasi pada model struktural penelitian yang dianalisis dan diuji dengan penyesuaian pada tabel 3., disajikan pada tabel 4., sebagai berikut.

 

Tabel 4. Hasil Uji Efek Mediasi Model Struktural Penelitian

Hipotesis

Mediasi

 Indirect

Direct

Nilai-Z* (Sobel Test)

Kesimpulan Mediasi

7

SC → EP → EA

SC→EP

EP→EA

SC→EA

2,80

Mediasi Penuh

Nilai-t

4,54

3,51

-5,29

Estimasi

0,22

0,29

-0,24

Total Effect

-0,1762

((0,22x0,29) - 0,24)

8

SL → EP → EA

SL→EP

EP→EA

SL→EA

3,26

Mediasi Sebagian

Nilai-t

7,85

3,51

5,40

Estimasi

0,48

0,29

0,32

Total Effect

0,4592

((0,48x0,29) + 0,32)

9

SC → OCB → EA

SC→OCB

OCB→EA

SC→EA

2,27

Mediasi Penuh

Nilai-t

2,50

4,58

-5,29

Estimasi

0,13

0,38

-0,24

Total Effect

-0,1906

((0,13x0,38) - 0,24)

10

SL → OCB → EA

SL→OCB

OCB→EA

SL→EA

4,04

Mediasi Sebagian

Nilai-t

8,29

4,58

5,40

Estimasi

0,53

0,38

0,32

Total Effect

0,5214

((0,53x0,38) + 0,32)

*=Target nilai Z≥1.96.

Sumber: Diolah dengan aplikasi LISREL 8.8.

 

Berdasarkan tabel 4., dari uji efek mediasi model struktural penelitian yang dihasilkan diketahui dari 4 (empat) hipotesis 7, 8, 9, dan 10 yaitu variabel symmetrical communication dalam mempengaruhi signifikan variabel employee advocacy harus dimediasi employee empowerment atau organizational citizenship behavior atau disebut mediasi sebagian (partially mediation), karena hubungan secara langsung symmetrical communication tidak signifikan mempengaruhi employee advocacy. Sedangkan, mediasi penuh (fully mediation) terjadi pada pengaruh servant leadership terhadap employee advocacy yang dimediasi oleh employee empowerment dan organizational citizenship behavior. Kemudian dilakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang memediasi pengaruh antar variabel bebas dengan variabel terikat pada penelitian sebagai berikut.

 

Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy melalui mediasi Employee Empowerment

Berdasarkan hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui adanya pengaruh tidak langsung yang signifikan dan positif dari employee empowerment dalam memediasi pengaruh servant leadership terhadap employee advocacy. Hasil uji juga menyatakan bahwa pengaruh langsung servant leadership terhadap employee advocacy lebih besar dengan koefisien estimasi 0,32 daripada melalui mediasi sebagian (partially mediation) dari employee empowerment sebesar 0,1392. Secara khusus, dengan mengembangkan pemberdayaan psikologis pegawai bahwa organisasi dengan pemimpin yang melayani dapat mendorong advokasi karyawan, dalam arti lain servant leadership memiliki hubungan yang positif terhadap employee advocacy melalui employee empowerment (Thelen & Yue, 2021).

Ketika pegawai menyadari bahwa manajemen atau pemimpin organisasi memberdayakan mereka, maka lebih cenderung mereka mengembangkan identifikasi organisasi yang lebih tinggi dan memandang nilai-nilai organisasi sebagai milik mereka (Ertürk, 2010). Kemudian, pegawai yang telah memandang nilai organisasi tersebut sebagai bagian dari mereka, maka lebih cenderung menjadi kontributor organisasi yang dapat terlibat dalam perilaku suportif, dan kerja ekstra seperti melakukan tindakan prososial seperti kata-kata positif kepada pihak lain (Kane, Magnusen, & Perrewé, 2012). Pegawai yang termotivasi, diberdayakan, dan merasa dipercaya dengan manajemen yang mengakibatkan karyawan atau pegawai merasa puas dengan organisasi dan tidak mudah keluar dapat mendorong kegiatan advokasi karyawan (D'Aprix, 2010; Men, 2014). Dari perspektif ini, disimpulkan bahwa ide, solusi, dan pemenuhan kebutuhan kerja bagi pegawai dari layanan dan perhatian yang diberikan pimpinan di lingkungan DJP memiliki pengaruh positif terhadap kebanggaan pegawai dalam mewakili atau membela organisasi di masyarakat yang dijelaskan melalui adanya pemberdayaan pegawai, dimana pegawai memiliki ruang dan waktu untuk dapat memutuskan dan memilih keputusan dalam pekerjaannya.

 

Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy melalui mediasi Organizational Citizenship Behavior

Berdasarkan hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui penerapan organizational citizenship behavior dari responden penelitian dapat memediasi secara positif dan signifikan pengaruh dari servant leadership terhadap employee advocacy pada PNS di DJP. Hasil uji juga menyatakan bahwa pengaruh langsung servant leadership terhadap employee advocacy lebih besar dengan koefisien estimasi 0,32 daripada melalui mediasi sebagian (partially mediation) dari employee empowerment dengan nilai tes sobel sebesar 0,2014. Organizational citizenship behavior dapat menjadi penghubung hubungan antara servant leadership dan berbagi informasi dengan pihak lain, sehingga kepemimpinan yang melayani menumbuhkan OCB, yang pada gilirannya mengarah pada berbagi pengetahuan atau informasi oleh pegawai (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Employee advocacy yang melalui OCB dianggap sebagai perilaku peran ekstra dalam bekerja, karena OCB terutama berfokus pada perilaku sukarela pegawai dalam organisasi mereka dalam mendukung organisasi mereka melalui perilaku eksternal pegawai salah satunya employee advocacy (Men & Yue, 2019).

Pegawai secara sosial membalas dengan mengembalikan kontribusi di luar kewajiban kerja formal mereka, seperti berbagi pengetahuan sebagai bentuk pertukaran untuk mendukung dan mempertahankan lingkungan yang melayani menjadi imbalan atas perilaku melayani dari pemimpin mereka. Studi juga mengungkapkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat diaktifkan oleh kepemimpinan yang melayani di organisasi publik (Trong Tuan, 2017).  Beberapa studi juga mendukung hasil Hipotesis 2 yaitu menunjukkan hubungan positif antara kepemimpinan yang melayani dengan organizational citizenship behavior (Coetzer, Bussin, & Geldenhuys, 2017). Dari perspektif ini, disimpulkan bahwa ide, solusi, wadah kerja bagi pegawai dan keputusan dari pimpinan di lingkungan DJP memiliki pengaruh positif terhadap kebanggaan pegawai dalam mewakili organisasi di masyarakat yang dijelaskan melalui adanya pengaruh antar pegawai dengan melakukan contoh aktivasi amplifikasi melalui konten atau informasi publikasi yang ditampilkan secara sukarela oleh pegawai dengan kreativitas mereka dalam memperkenalkan produk dan layanan organisasi serta melakukan pembelaan positif dengan membuat konten melalui media sosial unit kerja maupun pribadi pegawai.

 

Symmetrical Communication berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy melalui mediasi Employee Empowerment

Berdasarkan hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui penerapan employee empowerment mampu secara penuh (fully) memediasi pengaruh symmetical communication secara positif dan signifikan terhadap employee advocacy. Hasil uji juga menyatakan bahwa pengaruh yang negatif dan signifikan antara symmetrical communication terhadap employee advocacy pada objek penelitian dengan koefisien estimasi -0,24, hal ini juga dapat menyatakan bahwa employee advocacy yang akan mempengaruhi adanya symmetrical communication pada objek penelitian. Symmetrical communication dalam komunikasi internal, sebagai model komunikasi yang positif dan etis, mendorong keterbukaan dan transparansi serta memberdayakan pegawai dalam pengambilan keputusan dan menunjukan sikap positif pegawai dalam mendukung organisasnya (Men & Bowen, 2017). Selain itu, studi Li (2022) dalam jurnalnya menyatakan bahwa strategi komunikasi organisasi akan lebih efektif bila suasana internal organisasi menyenangkan bagi pegawai, sehingga mempengaruhi pegawai yang diberdayakan merasa mandiri karena mereka memiliki keyakinan bahwa organisasi mempercayai mereka yang didukung melalui komunikasi internal yang simetris dalam organisasi.

Ketika sistem komunikasi dalam organisasi terbuka dengan pegawainya, dilakukan dua arah (two-way), adanya pemberdayaan pegawai, kolaborasi, dan dialog, maka pegawai merasa mereka memiliki hubungan yang cenderung mendukung organisasi, seperti upaya komunikasi simetris yang dapat mempromosikan employee advocacy secara tidak langsung (Men, 2014). Dari perspektif ini, disimpulkan bahwa symmetrical communication dalam organisasi perlu memberdayakan pergawai untuk menyelesaikan masalah yang berdampak pada organisasi atau mempublikasi informasi terkait kebijakan organisasi yang wajib diketahui publik dengan perilaku komunikatif aktif mereka. Melalui symmetrical communication, pegawai yang diberdayakan untuk melaksanakan tugas khusus dapat memberikan solusi melalui informasi dan komunikasi. Sehingga, hubungan antara symmetrical communication memberi efek positif dalam employee empowerment untuk employee advocacy.

 

Symmetrical Communication berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy melalui mediasi Organizational Citizenship Behavior

Berdasarkan hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui Penerapan organizational citizenship behavior (OCB) dapat memediasi penuh (fully) secara positif dan signifikan pengaruh symmetrical communication terhadap employee advocacy dari responden penelitian. Nilai koefisien estimasi sebesar 0,13 (tingkat keyakinan 95%) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan sebesar 13% antara symmetrical communication terhadap organizational citizenship behavior pada objek penelitian, sedangkan sisanya dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Pengaruh yang positif dan signifikan juga diketahui sebesar 0,38 antara organizational citizenship behavior terhadap employee advocacy pada objek penelitian ini. Organizational citizenship behavior dipengaruhi oleh kepuasan komunikasi pegawai yang menunjukkan perlunya menciptakan lingkungan komunikasi yang positif untuk mendorong perilaku peran ekstra di luar kewajiban kerja formal dari pegawai (Chan & Lai, 2017).

Studi Men (2014) yang menunjukkan bahwa sistem komunikasi internal dengan symmetrical communication harus diterapkan bagi organisasi untuk memupuk hubungan positif jangka panjang dengan karyawan, yang pada gilirannya suatu saat akan meningkatkan kemungkinan perilaku advokasi karyawan. Selanjutnya, penelitian dari Men dan Yue (2019) menunjukan pegawai yang mendapat manfaat dari komunikasi simetris organisasi atau perusahaan cenderung membalas organisasi mereka dengan menunjukkan organizational citizenship behavior, komunikasi simetris organisasi juga secara langsung mempengaruhi OCB pegawai, menunjukkan bahwa komunikasi dua arah yang setara dalam organisasi dapat menjadi motivator bagi pegawai untuk melaksanakan tugas di luar pekerjaan utama mereka seperti melakukan kegiatan employee advocacy kepada publik.

Dari perspektif ini, disimpulkan bahwa komunikasi simetris dalam organisasi perlu organizational citizenship behavior untuk mempublikasi informasi kebijakan organisasi yang wajib diketahui publik atau membela organisasi dengan perilaku sukarela komunikatif aktif mereka. Melalui peran ekstra pegawai dapat mengantarkan penerapan komunikasi yang simetris untuk memberikan solusi pekerjaan yang berkaitan dengan penyampaian ide atau gagasan kepada publik. Sehingga, hubungan antara komunikasi simetris memberi efek positif yang signifikan melalui peran ekstra pegawai untuk mengadvokasi organisasi (employee advocacy).

 

Kesimpulan

Penelitian ini merupakan kontribusi untuk menganalisis penerapan kegiatan employee advocacy di Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dalam memenuhi kebutuhan perspektif yang baik dari publik atau masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui peran PNS di DJP yang dapat menerapkan perilaku sukarela dalam meneruskan dan berbagi informasi positif tentang organisasinya, merekomendasikan, mendukung, dan mempertahankan organisasinya kepada publik eksternal melalui kata-kata dan/atau tindakan positif. Hasil analisis dan pengujian membuktikan bahwa employee empowerment maupun organizational citizenship behavior memediasi penuh (fully) secara positif dan signifikan hubungan antara servant leadership terhadap employee advocacy pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan, employee empowerment maupun organizational citizenship behavior memediasi sebagian (partially) secara positif dan signifikan hubungan antara symmetrical communication terhadap employee advocacy pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak.

Penelitian ini didukung oleh studi dan penelitian sebelumnya serta dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian di masa mendatang dengan fokus pada employee advocacy, servant leadership, symmetrical communication, employee empowerment, dan organizational citizenship behavior dapat dilakukan dengan sumber-sumber informasi yang lebih berkembang dan lebih luas atau khusus dengan spesifikasi pada bidang pekerjaan atau sektor lainnya di Indonesia untuk lebih mengeksplorasi dan membandingkan dengan penelitian sebelumnya serta lebih berkontribusi pada sektor tertentu. Penelitian juga ke depannya dapat dilakukan dengan metode kualitatif atau metode campuran dalam mengetahui lebih detail terkait narasi dan deskripsi dari responden selain dari penelitian data dan angka yang mendukungnya. Terhadap organisasi di DJP, kegiatan employee advocacy dapat terus dikembangkan melalui peningkatan pelatihan dan pengembangan peran servant leadership dan mempertahankan komunikasi yang efektif seperti symmetrical communication dengan memperhatikan pengaruh dari employee empowerment dan organizational citizenship behavior pada pegawai.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abu-Bader, S., & Jones, T. V. (2021). Statistical mediation analysis using the sobel test and hayes SPSS process macro. International Journal of Quantitative and Qualitative Research Methods.

Anggraeni, N. M., Sailawati, S., & Malini, N. E. L. (2021). Pengaruh Whistleblowing System, Sistem Pengendalian Internal, Budaya Organisasi, dan Keadilan Organisasi Terhadap Pencegahan Kecurangan. Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis14(1), 85-92.

Anderson, V., Rita F., & Robson F. (2020). Research methods in human resource management-Investigating a business issue, fourth ed. United Kingdom: Kogan Page.

Byrne, B. M. (2010). Structural equation modeling with AMOS: basic concepts, applications, and programming (multivariate applications series). New York: Taylor & Francis Group396(1), 7384.

Chan, S. H. J., & Lai, H. Y. I. (2017). Understanding the link between communication satisfaction, perceived justice and organizational citizenship behavior. Journal of business research70, 214-223.

Coetzer, M. F., Bussin, M., & Geldenhuys, M. (2017). The functions of a servant leader. Administrative Sciences7(1), 5.

D’Aprix, R. (2010). The challenges of employee engagement. In T. Gillis (Ed.), The IABC handbook of organizational communication (2nd ed., pp. 257–269). San Francisco, CA: Jossey-Bass, Inc.

Darma, B. (2021). Statistika Penelitian Menggunakan SPSS (Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Regresi Linier Sederhana, Regresi Linier Berganda, Uji t, Uji F, R2). Jakarta: Guepedia.

Ertürk, A. (2010). Exploring predictors of organizational identification: Moderating role of trust on the associations between empowerment, organizational support, and identification. European journal of work and organizational psychology, 19(4), 409-441.

Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Evaluating structural equation models with unobservable variables and measurement error. Journal of marketing research18(1), 39-50.

Greenleaf, R. (1970). The Servant as Leader (Indianapolis: The Robert K. Greenleaf Center). Originally published in, 23-30.

Greenleaf, R. K. (1977). Servant leadership: A journey into the nature of legitimate power and greatness. Paulist press.

Hair, J. F., Anderson, R. L., Tatham, & Black, W. C. (1998). Multivariate Data Analysis Fifth Edition. Prentice Hall: The United States of America.

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. F., & Tatham, R. L. (2007). Multivariate Data Analysis, 6th Edition. Pearson International Edition.

Jöreskog, K. G., Sörbom, D., & Wallentin, F. Y. (2006). Latent variable scores and observational residuals. Retrieved June, 7, 2009.

Kane, R. E., Magnusen, M. J., & Perrewé, P. L. (2012). Differential effects of identification on extra‐role behavior. Career Development International, 17(1), 25-42.

Kim, S. T., Lee, C. K., & Hwang, T. (2008). Investigating the influence of employee blogging on IT workers' organisational citizenship behavior. International journal of information technology and management, 7(2), 178-189.

Lee, Y. (2020). A situational perspective on employee communicative behaviors in a crisis: The role of relationship and symmetrical communication. International Journal of Strategic Communication, 14(2), 89-104.

Li, Z. (2022). How organizations create employee based brand equity: mediating effects of employee empowerment. Frontiers in Psychology, 13, 862678.

Liden, R. C., Wayne, S. J., Meuser, J. D., Hu, J., Wu, J., & Liao, C. (2015). Servant leadership: Validation of a short form of the SL-28. The leadership quarterly, 26(2), 254-269.

Liden, R. C., Wayne, S. J., Zhao, H., & Henderson, D. (2008). Servant leadership: Development of a multidimensional measure and multi-level assessment. The leadership quarterly, 19(2), 161-177.

Men, L. R. (2014). Why leadership matters to internal communication: Linking transformational leadership, symmetrical communication, and employee outcomes. Journal of public relations research, 26(3), 256-279.

Men, L. R., & Yue, C. A. (2019). Creating a positive emotional culture: Effect of internal communication and impact on employee supportive behaviors. Public relations review, 45(3), 101764.

Men, R. L., & Bowen, S. A. (2016). Excellence in internal communication management. Business Expert Press.

Moorman, R. H., & Blakely, G. L. (1995). Individualism‐collectivism as an individual difference predictor of organizational citizenship behavior. Journal of organizational behavior, 16(2), 127-142.

Newman, A., Schwarz, G., Cooper, B., & Sendjaya, S. (2017). How servant leadership influences organizational citizenship behavior: The roles of LMX, empowerment, and proactive personality. Journal of Business Ethics, 145(1), 49–62.

Organ, D. W., Podsakoff, P. M., & MacKenzie, S. B. (2006). Organizational citizenship behavior: Its nature, antecedents, and consequences. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Rucker, D. D., Preacher, K. J., Tormala, Z. L., & Petty, R. E. (2011). Mediation analysis in social psychology: Current practices and new recommendations. Social and personality psychology compass, 5(6), 359-371.

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research methods for business: A skill building approach. john wiley & sons.

Spreitzer, G. M. (1995). Psychological empowerment in the workplace: Dimensions, measurement, and validation. Academy of Management Journal, 38(5), 1442–1465.

Thelen, P. D., & Yue, C. A. (2021). Servant leadership and employee advocacy: The mediating role of psychological empowerment and perceived relationship investment. International Journal of Communication, 15, 25. Accessed on November 18, 2022 from https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/17076

Trong Tuan, L. (2017). Knowledge sharing in public organizations: The roles of servant leadership and organizational citizenship behavior. International Journal of Public Administration, 40(4), 361-373.

Waluyo, D. (2022). Praktik Sosialisasi Kebijakan Publik Pada Era Digital. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, 3(Nomor 1), 1-8.

Wang, Z., Xu, H., & Liu, Y. (2018). Servant leadership as a driver of employee service performance: Test of a trickle-down model and its boundary conditions. Human Relations, 71(9), 1179–1203.

Wijanto, S. H. (2020). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8. Graha Ilmu: Jakarta.

Yingfei, Y., Mengze, Z., Zeyu, L., Ki-Hyung, B., Avotra, A. A. R. N., & Nawaz, A. (2021). Green logistics performance and infrastructure on service trade and environment-measuring firm’s performance and service quality. Journal of King Saud University-Science, 34(1), 101683.

 

Copyright holder:

Made Andre Arya Prabawa, Mone Stepanus Andrias (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: