Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 7, Juli 2024
PENGARUH SERVANT
LEADERSHIP DAN SYMMETRICAL COMMUNICATION TERHADAP EMPLOYEE
ADVOCACY YANG DIMEDIASI OLEH EMPLOYEE EMPOWERMENT DAN ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR
Made Andre Arya
Prabawa1*,
Mone Stepanus Andrias2
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2
Email: [email protected]1*, [email protected]2
Abstrak
Implementasi
kegiatan employee advocacy di Direktorat Jenderal Pajak perlu didukung
oleh beberapa faktor seperti kepemimpinan dan komunikasi agar pesan yang
efektif dapat tersampaikan kepada publik melalui pegawai, sehingga dilakukan
penelitian untuk menganalisis dan menguji pengaruh servant leadership dan symmetrical
communication terhadap employee advocacy dengan mempertimbangkan
faktor mediasi oleh employee empowerment dan organizational
citizenship behavior pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal
Pajak. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online dan
dikumpulkan sejumlah 418 responden dari jenjang jabatan tertentu. Aplikasi excel
dan metode Structural Equation Modeling dengan aplikasi LISREL
digunakan dalam analisis statistik data penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari employee
empowerment dan organizational citizenship behavior dalam memediasi
pengaruh servant leadership dan symmetrical communication
terhadap employee advocacy.
Terdapat pengaruh langsung yang signifikan dan positif dari servant
leadership terhadap employee advocacy, namun pengaruh langsung yang
signifikan dan negatif ditemukan dari symmetrical communication terhadap
employee advocacy. Organisasi disarankan untuk meningkatkan pengembangan servant
leadership dan mempertahankan komunikasi yang efektif dalam membangun
aktivasi employee advocacy yang positif dan terlaksana oleh seluruh
pegawai. Kemudian, implikasi manajerial dalam penelitian ini menggarisbawahi
pentingnya peningkatan servant leadership dan symmetrical
communication dalam meningkatkan dan memfasilitasi employee advocacy
melalui peningkatan peran employee empowerment dan organizational
citizenship behavior.
Kata kunci: Employee
advocacy, servant leadership, symmetrical
communication, employee empowerment, organizational citizenship
behavior, Direktorat Jenderal Pajak.
Abstract
The implementation of employee advocacy activities at the Directorate
General of Taxes needs to be supported by several factors such as leadership
and communication so that effective messages can be conveyed to the public
through employees, so a study was conducted to analyze and test the effect of
servant leadership and symmetrical communication on employee advocacy by
considering the mediation factor by employee empowerment and organizational
citizenship behavior in Civil Servants at the Directorate General of Taxes.
Data collection was carried out through online questionnaires and a total of
418 respondents were collected from certain position levels. The excel
application and the Structural Equation Modeling method with the LISREL
application are used in the statistical analysis of research data. The results
of the study show that there is a significant and positive effect of employee
empowerment and organizational citizenship behavior in mediating the effect of servant
leadership and symmetrical communication on employee advocacy. There is a
significant and positive direct effect of servant leadership on employee
advocacy, but a significant and negative direct effect is found from
symmetrical communication on employee advocacy. Organizations are advised to
increase the development of servant leadership and maintain effective
communication in building positive employee advocacy activation and implemented
by all employees. Then, the managerial implications in this study underscore
the importance of increasing servant leadership and symmetrical communication
in enhancing and facilitating employee advocacy through increasing the role of
employee empowerment and organizational citizenship behavior.
Keywords: Employee advocacy, servant
leadership, symmetrical communication, employee empowerment, organizational
citizenship behavior, Directorate
General of Taxes.
Pendahuluan
Program dan output dari institusi pemerintah
agar dapat terlaksana dengan efektif, efisien, dan tepat sasaran, memerlukan
proses yang tidak singkat. Bagian yang penting untuk dilakukan oleh pemangku
kebijakan adalah melakukan penyuluhan dan sosialisasi atas kebijakan yang
dihasilkan untuk diketahui dan diterapkan di masyarakat. Dalam melakukan proses
penyampaian informasi dan/atau output organisasi, tentunya dilakukan melalui proses
komunikasi dengan dukungan teknologi saat ini, seperti halnya
melalui platform media sosial (social media), namun setiap generasi masyarakat saat
ini memiliki preferensi dalam mengakses informasi khususnya kebijakan publik
(Waluyo & Syarifuddin, 2022). Hal ini juga terjadi pada intensitas mengakses
informasi tentang kebijakan yang dihasilkan oleh unit kerja di lingkungan
Kementerian Keuangan, dimana melalui KompasData hampir separuh yaitu 45,9% dari 1.200 responden tidak pernah mengakses kebijakan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan data terkait akses informasi tersebut
maka pada tahun 2022 Kementerian Keuangan mengenalkan program Employee Advocacy yaitu sebuah promosi atau publikasi organisasi
oleh tenaga kerjanya (Thelen & Yue, 2021). Kegiatan employee advocacy telah
menjadi sebuah bidang yang diminati oleh para praktisi komunikasi. Pada sektor
publik di Kementerian Keuangan, subjek kegiatan yaitu Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Keuangan dengan kata-kata dan/atau tindakan dari mereka
berbagi informasi tentang kebijakan, informasi atau output tertentu sebagai hasil
kinerja organisasi pada publik. Dimulai di tahun 2022 kegiatan employee advocacy berfokus melalui media sosial dari pegawai yang salah
satunya dilakukan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Berdasarkan Laporan Tahunan DJP Tahun 2021,
diketahui bahwa keterbatasan
penggunaan saluran komunikasi dalam melaksanakan publikasi masih menjadi
tantangan kehumasan DJP, dimana indeks efektivitas kehumasan DJP pada
tahun 2021 yaitu 83,82 dari skala 100,
jumlah akses situs pajak.go.id yang turun sebesar 56,28% dari tahun 2020, dan
sumber informasi sebagaimana untuk melihat, mendengar, dan mengetahui informasi
perpajakan pada tahun 2021 sebagian besar masih belum mencapai 50%, salah
satunya yang dilakukan melalui pegawai/petugas
pajak yaitu 22,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa peran pegawai sebagai sumber daya manusia di DJP memiliki
persentase yang masih kurang sebagai sumber informasi, mengingat melalui mereka
juga informasi dan komunikasi yang baik dan positif dari kebijakan, informasi,
citra organisasi dan output DJP dapat
diterima dengan yakin dan pasti oleh masyarakat, sehingga pelaksanaan kerja
atau kegiatan employee advocacy diperlukan
sebagai bagian dari hal tersebut.
Pelaksanaan
kerja employee advocacy diperlukan adanya faktor hubungan
pemimpin dan komunikasi sesuai arahan dan nilai organisasi yang berlaku. Jika
organisasi berupaya mengembangkan servant leadership yang selaras
dengan nilai pelayanan Kementerian Keuangan dan meyakinkan melalui symmetrical communication, mereka akan meningkatkan
pemberdayaan pegawai (employee empowerment) dan jika
organisasi ingin pegawainya melakukan advokasi atas nama organisasi melalui organizational citizenship behavior atau secara sukarela,
mereka harus melakukan upaya untuk meningkatkan loyalitas pegawai, strategi
komunikasi dan membuat pegawai tertarik mendukung citra dan reputasi organisasi
pada publik (Thelen & Yue, 2021; Li, 2022). Pegawai yang sudah menjadi
pendukung internal organisasinya melalui komunikasi dan servant leadership juga cenderung melakukan hal yang sama
secara eksternal (Men & Yue, 2019; Trong Tuan, 2017).
Dalam
beberapa studi juga menyebutkan, variabel symmetrical
communication organisasi dan variabel gaya servant leadership memainkan peran yang berbeda dalam
mempengaruhi hasil organisasi dan pegawai serta studi yang berbeda melalui
mediasi organizational citizenship behavior dan employee empowerment (Trong Tuan, 2017; Men & Yue,
2019; Thelen & Yue, 2021). Menyadari peran dari dua variabel tersebut
terhadap employee advoacy, maka tujuan penelitian
ini yaitu menganalisis dan menguji bagaimana pengaruh symmetrical communication dari organisasi dan gaya
kepemimpinan servant leadership dari para
pemimpin di dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak dapat
berkontribusi pada pengembangan employee advocacy yang
pengaruhnya dimediasi melalui employee empowerment dan organizational citizenship behavior.
Keterkaitan lima variabel penelitian
yakni; (1) employee advocacy, (2) servant leadership, (3) symmetrical
communication, (4) employee empowerment, dan (5) organizational
citizenship behavior dengan memperhatikan tingkat signifikasi 5% untuk uji
satu arah (one-tailed) pada masing-masing variabel dan uji dua arah (two-tailed)
pada uji mediasi disajikan pada Gambar1., sebagai berikut.
Gambar
1. Model Penelitian Pengaruh Servant Leadership dan Symmetrical
Communication Terhadap Employee Advocacy yang Dimediasi oleh Employee
Empowerment dan Organizational Citizenship Behavior pada Pegawai
Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak
Servant
leadership menurut Newman, Schwarz,
Cooper, dan Sendjaya (2017) menunjukan terkait gaya kepemimpinan yang menginspirasi
pegawai untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan cenderung
meningkatkan persepsi dan memberdayakan pengikutnya tentang dampak pekerjaan
mereka terhadap organisasi. Gaya kepemimpinan ini dimulai dengan perasaan
alami bahwa seseorang ingin melayani terlebih dahulu (Greenleaf, 1970;
Greenleaf, 1977). Ketika pegawai menyadari
bahwa manajemen atau pemimpin organisasi memberdayakan mereka, maka lebih
cenderung mereka mengembangkan identifikasi organisasi yang lebih tinggi dan
memandang nilai-nilai organisasi sebagai milik mereka (Ertürk, 2010). Sebagai
hasil dari identifikasi ini, pegawai lebih cenderung menjadi kontributor
organisasi yang dapat terlibat dalam perilaku suportif dan kerja ekstra seperti
melakukan tindakan prososial seperti kata-kata positif kepada pihak lain seperti employee advocacy melalui employee empowerment (Kane, Magnusen, & Perrewé, 2012; Thelen
& Yue, 2021). Sehingga, hipotesis yang
dirumuskan dari turunan teori tersebut sebagai berikut.
H4: Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Empowerment
H5: Employee Empowerment berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy
H8: Employee Empowerment memediasi hubungan antara Servant Leadership terhadap Employee Advocacy
Melalui kepemimpinan yang melayani (servant
leadership), pegawai secara sosial membalas dengan mengembalikan kontribusi
di luar kewajiban kerja formal mereka, seperti berbagi pengetahuan melalui organizational
citizenship behavior (OCB) dapat diaktifkan oleh kepemimpinan yang melayani
di organisasi publik (Trong Tuan, 2017). Pengaruh kepemimpinan terhadap employee
advocacy yang melalui OCB dianggap sebagai perilaku peran ekstra dalam
bekerja, karena OCB terutama berfokus pada perilaku sukarela pegawai dalam
mendukung organisasi mereka untuk melakukan peran ekstra seperti perilaku
eksternal pegawai (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006; Men & Yue,
2019). Sehingga, hipotesis yang dirumuskan sesuai teori tersebut yaitu.
H2: Servant Leadership berpengaruh positif terhadap Organizational
Citizenship Behavior
H10: Organizational Citizenship Behavior memediasi
hubungan antara Servant Leadership terhadap Employee Advocacy
Symmetrical communication, sebagai model komunikasi
yang positif dan etis, mendorong keterbukaan dan transparansi serta
memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan dan menunjukan sikap positif
karyawan dalam mendukung organisasnya (Men & Bowen, 2017). Pegawai yang
diberdayakan merasa mandiri karena mereka memiliki keyakinan bahwa organisasi
mempercayai mereka (Yingfei et al, 2021). Melalui komunikasi simetris, pegawai
dapat memberikan solusi melalui informasi dan komunikasi. Selain itu, upaya
komunikasi dua arah perlu lebih aktif antara organisasi dengan sumber daya
manusianya dengan memberdayakan pegawai karena mereka merasa terlibat sebagai
komunikan organisasi (Lee, 2020). Ketika pegawai merasa diberdayakan untuk
berbagi pengetahuan dan informasi, mereka mungkin akan merasakan kecenderungan
yang lebih kuat, misalnya, berbagi kebijakan dan/atau output yang
positif tentang organisasi dan pekerjaan yang mereka lakukan kepada orang lain
(Thelen & Yue, 2021). Sehingga, berdasarkan teori yang diadaptasi, maka
hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut.
H1: Symmetrical Communication berpengaruh
positif terhadap Employee Empowerment
H7: Employee Empowerment memediasi hubungan
antara Symmetrical Communication terhadap Employee Advocacy
Suatu studi secara khusus menemukan bahwa OCB
dipengaruhi oleh adanya kepuasan komunikasi pegawai, sehingga menunjukkan
kebutuhan untuk menciptakan lingkungan komunikasi yang baik untuk mendorong
perilaku peran ekstra di luar pekerjaan rutin pegawai (Chan & Lai, 2017). Ketika
pegawai berbicara tentang masalah organisasi tertentu, eksekutif atau pimpinan
yang lebih tinggi jabatannya dengan cenderung mendengarkan mereka dan melakukan
lebih banyak upaya untuk berinovasi dan komunikasi simetris di lingkungan kerja
mereka, maka bentuk OCB seperti ini lebih disebut sebagai partisipasi advokasi
pegawai (Kim, Lee, & Hwang, 2008). Selanjutnya, hipotesis yang dirumuskan
sesuai teori tersebut yaitu.
H3: Symmetrical Communication berpengaruh
positif terhadap Organizational Citizenship Behavior
H6: Organizational Citizenship Behavior
berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy
H9: Organizational Citizenship Behavior memediasi
hubungan antara Symmetrical Communication terhadap Employee Advocacy
Studi dari Men (2014)
berpendapat bahwa ketika sistem komunikasi dalam organisasi terbuka dengan
pegawainya, dilakukan dua arah (two-way), responsif, terdapat umpan
balik, kolaborasi, dan dialog, maka pegawai merasa mereka memiliki hubungan
yang lebih baik dengan organisasi serta lebih cenderung mendukung organisasi
seperti melakukan advokasi karyawan secara tidak langsung. Pada satu sisi,
sebuah studi menemukan adanya hubungan langsung antara servant leadership
terhadap employee advocacy bahwa kepemimpinan yang melayani di antara
para pemimpin dalam organisasi dapat memprediksi kinerja layanan peran ekstra
(tambahan) di pegawai baris terdepan misalnya pelaksana yang mengakibatkan
hubungan positif antara servant leadership dan employee advocacy
mungkin terjadi (Wang, Xu, dan Liu, 2018). Sehingga, berdasarkan teori yang
diadaptasi, maka hipotesis sekaligus model penelitian yang dirumuskan sebagai
berikut.
H11: Symmetrical Communication berpengaruh
positif terhadap Employee Advocacy
H12: Servant Leadership berpengaruh positif
terhadap Employee Advocacy
Metode
Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data
dengan instrumen penelitian berupa electronic
dan online
questionnaires dengan closed question dan
sebagian besar skala likert, studi dilakukan
secara kuantitatif melalui cross-sectional secara
deskriptif dimana dilakukan pengumpulan data sekali saja, selama beberapa hari
atau minggu atau periode penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Kemudian, pengambilan sampel dilakukan dengan sampling kuota atau quota sampling yang merupakan jenis purposive sampling dengan
memastikan bahwa kelompok tertentu terwakili secara memadai dalam penelitian
melalui penetapan kuota (Sekaran & Bougie, 2016).
Berdasarkan
rumus Slovin dengan error level sebesar
5%, sampel yang didapat sejumlah 391 pegawai untuk diuji dalam penelitian ini.
Dengan penghitungan slovin, peneliti mengelompokan sampel berdasarkan kriteria
jabatan yang aktif melakukan kegiatan employee advocacy dengan
memastikan bahwa kelompok tertentu terwakili secara memadai dalam penelitian
melalui penetapan kuota yaitu untuk 12% Fungsional Penyuluh Pajak/Fungsional
Asisten Penyuluh Pajak minimal sebesar 47 orang, 84% Pelaksana di Direktorat
Jenderal Pajak minimal sebesar 328 orang, dan 4% Petugas Tax Admin minimal sebesar 16 orang.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam analisisnya untuk menguji pengaruh
(analisis regresi) antar variabel laten dan menguji mediasi pada variabel employee empowerment dan organizational
citizenship behavior dengan one-tailed hypothesis. Data
akan dianalisis menggunakan model Structural Equation Modelling (SEM)
untuk menguji dan memasukkan lebih dari satu persamaan regresi secara bersamaan
yang tujuannya adalah untuk mempelajari hubungan yang kompleks antar variabel,
di mana beberapa atau semua variabel dapat tidak teramati, atau laten (Byrne,
2016; Darma, 2021; Anderson et al., 2020). Selain itu, model penelitian yang dibangun
merupakan hasil modifikasi model dari studi-studi sebelumnya, sehingga model
perlu diuji kesesuaian modelnya dengan Goodness of Fit Index, analisis
uji model pengukuran dan uji regresi pada SEM dengan analisis model struktural.
Pengukuran
employee advocacy pada penelitian
ini merujuk pada studi yang dilakukan di berbagai jenis organisasi pada negara
Chili oleh Thelen dan Yue (2021), dimana terdapat 6 (enam) indikator yang
berkaitan dengan employee advocacy
seperti “Saya mensosialisasikan atau menginformasikan
layanan, output, atau kebijakan organisasi saya kepada orang lain”.
Pengukuran servant leadership
diadaptasi dengan 7 (tujuh) dimensi dengan servant
leadership sebagai gaya kepemimpinan yang diterapkan di DJP
seperti emotional healing, conceptual skills,
creating value for the community, empowering, helping subordinates grow and
succeed, putting subordinates first, dan behaving ethically seperti “Atasan saya
dapat menyelesaikan masalah pekerjaan dengan ide-ide baru atau kreatif”
(Liden et al., 2008; Liden et al., 2015). Alat ukur untuk symmetrical communication pada penelitian ini
merujuk pada studi yang dilakukan di berbagai jenis organisasi baik ukuran
menengah maupun besar oleh studi Men (2014) terdapat 6 (enam) indikator seperti
“Saya nyaman berbicara dengan atasan tentang kinerja
yang saya lakukan dan hasilkan”. Pengukuran employee empowerment pada penelitian ini dilakukan dengan empat
dimensi dengan mengadaptasi alat pengukuran dari studi Spreitzer (1995) seperti
“Saya dapat memutuskan sendiri bagaimana melakukan
pekerjaan saya” yang juga telah digunakan dalam penelitian
pada berbagai jenis organisasi di negara Chili oleh (Thelen & Yue, 2021).
Kemudian, Pengukuran organizational citizenship
behavior pada penelitian ini merujuk pada studi yang dilakukan
dengan mengadaptasi empat dimensi dari studi Moorman dan Blakely (1995) seperti
“Saya sering memotivasi orang lain untuk
mengungkapkan ide dan pendapat mereka”.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan
hasil pengumpulan data dan sampel yang didasarkan atas metode pengambilan
sampel di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam penelitian ini total sebesar
391 pegawai yaitu Fungsional Penyuluh Pajak/Fungsional Asisten Penyuluh Pajak
minimal sebanyak 47 pegawai, Pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak minimal sebanyak
328 pegawai, dan Petugas Tax Admin minimal
sebanyak 16 pegawai, maka didapatkan jumlah pegawai atau PNS sesuai kebutuhan
sampel sebesar 418 pegawai yang mengisi survei atau kuesioner melalui form kuesioner online
sebagaimana profil demografi pada tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Persentase Profil Demografi
Responden Penelitian
No. |
Demografi |
Jumlah Responden Penelitian |
Persentase |
1. |
Jenis
Kelamin |
|
|
a. |
Pria |
224 |
53,6% |
b. |
Wanita |
194 |
46,4% |
2. |
Jenjang
Pendidikan |
|
|
a, |
SLTA |
6 |
1,4% |
b. |
Diploma/Akademi |
228 |
54,5% |
c. |
S1/D4 |
146 |
34,9% |
d. |
S2 |
38 |
9,1% |
e. |
S3 |
0 |
0,0% |
3. |
Jabatan |
|
|
a. |
Penyuluh
Pajak |
69 |
16,5% |
b. |
Pelaksana |
329 |
78,7% |
c. |
Petugas
Taxmin |
20 |
4,8% |
4. |
Unit
Kerja |
|
|
a. |
Kantor
Pusat DJP |
148 |
35,4% |
b. |
Kantor
Wilayah DJP |
44 |
10,5% |
c. |
Kantor
Pelayanan Pajak |
205 |
49,0% |
d. |
Kantor
Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) |
12 |
2,9% |
e. |
Unit
Pelaksana Teknis (UPT) DJP |
9 |
2,2% |
5. |
Wilayah
Kerja |
|
|
a. |
Sumatera |
17 |
4,1% |
b. |
Jawa |
217 |
51,9% |
c. |
Kalimantan |
21 |
5,0% |
d. |
Sulawesi
dan Maluku Utara |
98 |
23,4% |
e. |
Bali
dan Nusa Tenggara |
52 |
12,4% |
f. |
Papua
dan Maluku |
13 |
3,1% |
6. |
Lama
Waktu Bekerja |
|
|
a. |
≥ 3
tahun |
377 |
90,2% |
b. |
<
3 tahun |
41 |
9,8% |
Sumber:
Diolah oleh Penulis dari Hasil Pengolahan Data Kuesioner Penelitian
Berdasarkan
hasil tabel 1., bahwa metode quota sampling yang
merupakan jenis purposive sampling
menghasilkan pengumpulan data responden yang ditargetkan pada jenjang jabatan
tertentu telah memenuhi standar minimal sampel 391 orang dengan masing-masing
keterwakilan dari populasi yaitu penyuluh pajak dalam hal ini Fungsional
Penyuluh Pajak/Fungsional Asisten Penyuluh Pajak sebesar 69 orang, pelaksana
329 orang, dan petugas Tax Admin sebesar 20
orang. Demografi terbesar pengisi kuesioner untuk jenis kelamin yaitu pria
sebesar 224 orang, jenjang pendidikan terbesar ada di Diploma/Akademi sebesar
228 orang, unit kerja terbesar ada di Kantor Pelayanan Pajak sebesar 205 orang
yang sesuai dengan tugas langsung berhadapan dengan masyarakat, wilayah kerja
terbesar ada di pulau Jawa sebesar 217 orang, dan lama waktu bekerja ada di
lebih atau sama dengan 3 (tiga) tahun bekerja di DJP sebesar 377 orang yang
mana hal ini sesuai untuk variabel servant leadership dalam
kaitannya dengan kepemimpinan yang dialami dalam bekerja.
Hasil uji
kecocokan keseluruhan model penelitian dengan mengkombinasikan beberapa pedoman
ukuran-ukuran dalam Goodness of Fit (GOF) suatu
SEM dengan aplikasi Lisrel 8.8 dan ukuran model fit yang
digunakan oleh beberapa studi terkait variabel penelitian yaitu Chi-Square (χ2)
dengan estimasi 633,06, maka Chi-Square (χ2) hampir selalu signifikan secara
statistik (Kenny, 2020). Disamping itu, empat pedoman ukuran lain meliputi
RMSEA yaitu 0,054, RMR atau SRMR yaitu 0,083, TLI/NNFI yaitu 0,98, dan CFI
yaitu 0,99 menghasilkan nilai estimasi yang fit atau baik (good fit) sesuai dengan tingkat kecocokan yang ditargetkan
(Hair et al., 1998; Wijanto, 2020). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan
keseluruhan model penelitian ini adalah baik.
Pengujian
model struktural dilakukan pada setiap variabel laten dan dimensi dihitung
dengan aplikasi Lisrel 8.8. untuk model confirmatory factor
analysis (CFA), sedangkan setiap indikator pengukuran diuji validitasnya untuk
model second order confirmatory factor analysis (2ndCFA)
dengan latent
variable score dimana prosedur ini memiliki keuntungan menghasilkan skor variabel laten
yang memiliki matriks kovarians yang sama dengan variabel laten itu sendiri (Jöreskog, Sörbom, & Wallentin, 2006). Analisis dan pengujian
dilakukan dengan model SEM untuk mengetahui validitas dan reliabilitas data
penelitian. Suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap
konstruk atau variabel latennya jika muatan faktor standarnya (standardized
loading factors) ≥ 0.50 merupakan sangat signifikan (Hair, Anderson, Tatham, dan
Black, 1995; Wijanto, 2020). Selain itu, nilai loading factor menunjukkan bobot dari
setiap indikator yang dijadikan pengukur dari masing-masing variabel (Anggreni,
Sailawati, dan Malini, 2021).
Pengukuran
reliabilitas dalam SEM pada sebuah konstruk mempunyai
reliabilitas yang baik jika nilai Construct Reliability (CR)-nya ≥
0.70 dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0.50,
dimana reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai
konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya (Fornell dan Larker, 1981;
Hair et. al, 1998; Hair et. al, 2007; Wijanto, 2020). Hasil uji validitas dan reliabilitas
model penelitian menyajikan variabel, dimensi, dan indikator pengukuran
terhadap variabel penelitian sebagaimana tabel 2. berikut.
Tabel 2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Model Penelitian
No. |
Variabel |
SLF (SLF≥0,50) |
Errors |
Nilai-t |
Reliabilitas |
|
CR |
VE |
|||||
(CR≥0,70) |
(VE≥0,50) |
|||||
1 |
Employee
Advocacy (EA) |
0,89 |
0,57 |
|||
EA1 |
0,74 |
0,45 |
* |
|||
EA2 |
0,78 |
0,39 |
15,65 |
|||
EA3 |
0,65 |
0,58 |
12,93 |
|||
EA4 |
0,72 |
0,49 |
14,85 |
|||
EA5 |
0,83 |
0,31 |
15,44 |
|||
EA6 |
0,78 |
0,35 |
15,58 |
|||
2 |
Servant
Leadership (SL) |
0,96 |
0,76 |
|||
Emotional
Healing (EH) |
0,73 |
0,47 |
17,21 |
|||
SL1 |
0,78 |
0,39 |
* |
|||
SL2 |
0,91 |
0,17 |
16,23 |
|||
Creating
Value for the Community (CV) |
0,89 |
0,20 |
23,41 |
|||
SL3 |
0,87 |
0,24 |
* |
|||
SL4 |
0,77 |
0,41 |
19,10 |
|||
SL5 |
0,83 |
0,32 |
19,33 |
|||
Conceptual
Skills (CS) |
0,91 |
0,17 |
24,17 |
|||
SL6 |
0,87 |
0,24 |
* |
|||
SL7 |
0,90 |
0,19 |
24,18 |
|||
Empowering
(EM) |
0,87 |
0,24 |
22,54 |
|||
SL8 |
0,92 |
0,16 |
* |
|||
SL9 |
0,91 |
0,17 |
24,66 |
|||
Helping
Subordinates Grow & Succeed (HL) |
0,90 |
0,18 |
23,83 |
|||
SL10 |
0,88 |
0,22 |
* |
|||
SL11 |
0,93 |
0,13 |
33,72 |
|||
Putting
Subordinates First (PS) |
0,91 |
0,18 |
23,97 |
|||
SL12 |
0,92 |
0,16 |
* |
|||
SL13 |
0,92 |
0,15 |
32,94 |
|||
Behaving
Ethically (BE) |
0,87 |
0,25 |
22,28 |
|||
SL14 |
0,78 |
0,40 |
* |
|||
SL15 |
0,92 |
0,15 |
18,26 |
|||
3 |
Symmetrical
Communication (SC) |
0,88 |
0,56 |
|||
SC1 |
1,00 |
0,00 |
30,18 |
|||
SC2 |
0,69 |
0,52 |
16,53 |
|||
SC3 |
0,52 |
0,73 |
11,69 |
|||
SC4 |
0,52 |
0,73 |
10,12 |
|||
SC5 |
0,60 |
0,64 |
13,95 |
|||
SC6 |
1,00 |
0,00 |
30,29 |
|||
4 |
Empoyee Empowerment (EP) |
0,91 |
0,71 |
|||
Meaning
(MN) |
0,81 |
0,34 |
* |
|||
EP1 |
0,92 |
0,16 |
* |
|||
EP2 |
0,96 |
0,08 |
37,59 |
|||
EP3 |
0,97 |
0,06 |
39,74 |
|||
Competence
(CO) |
0,84 |
0,29 |
19,86 |
|||
EP4 |
0,95 |
0,09 |
* |
|||
EP5 |
0,95 |
0,10 |
60,14 |
|||
EP6 |
0,83 |
0,31 |
31,8 |
|||
Self-Determination
(SD) |
0,87 |
0,25 |
20,73 |
|||
EP7 |
0,89 |
0,20 |
* |
|||
EP8 |
0,90 |
0,19 |
28,95 |
|||
EP9 |
0,90 |
0,19 |
30,46 |
|||
Impact
(IM) |
0,84 |
0,29 |
19,95 |
|||
EP10 |
0,76 |
0,42 |
* |
|||
EP11 |
0,73 |
0,40 |
15,44 |
|||
EP12 |
0,80 |
0,36 |
27,04 |
|||
5 |
Organizational
Citizenship Behavior (OCB) |
0,88 |
0,64 |
|||
Interpersonal
Helping (IH) |
0,84 |
0,29 |
* |
|||
OCB1 |
0,81 |
0,34 |
* |
|||
OCB2 |
0,88 |
0,23 |
19,66 |
|||
OCB3 |
0,56 |
0,69 |
12,11 |
|||
OCB4 |
0,81 |
0,34 |
18,41 |
|||
OCB5 |
0,83 |
0,32 |
17,13 |
|||
Individual
Initiative (II) |
0,88 |
0,22 |
32,42 |
|||
OCB6 |
0,71 |
0,49 |
* |
|||
OCB7 |
0,86 |
0,25 |
16,72 |
|||
OCB8 |
0,86 |
0,26 |
17,28 |
|||
OCB9 |
0,92 |
0,15 |
16,86 |
|||
OCB10 |
0,86 |
0,26 |
17,17 |
|||
Personal
Industry (PI) |
0,82 |
0,34 |
19,92 |
|||
OCB11 |
0,80 |
0,36 |
* |
|||
OCB12 |
0,81 |
0,34 |
15,00 |
|||
OCB13 |
0,80 |
0,35 |
16,43 |
|||
OCB14 |
0,71 |
0,49 |
15,04 |
|||
Loyal
Boosterism (LB) |
0,65 |
0,57 |
15,20 |
|||
OCB15 |
0,89 |
0,21 |
* |
|||
OCB16 |
0,58 |
0,66 |
7,78 |
|||
OCB17 |
0,89 |
0,21 |
25,22 |
|||
OCB18 |
0,87 |
0,24 |
22,51 |
|||
OCB19 |
0,79 |
0,38 |
16,79 |
Sumber: Diolah dengan Aplikasi LISREL 8.8.
* = Ditetapkan secara default oleh LISREL, nilai-t tidak diestimasi.
Target nilai t≥1.645
Berdasarkan hasil uji
validitas dan reliabilitas dari tabel 2. atas variabel laten dan variabel
indikator untuk model CFA pada penelitian ini dinyatakan valid dan reliabel
karena memenuhi standar ukuran yang ditetapkan serta signifikan secara
statistik yaitu validitas baik bila SLF≥0,50 dan reliabilitas baik bila CR≥0,70
dan VE≥0,50. Sehingga, validitas dan reliabilitas model pengukuran untuk
keseluruhan model dengan model CFA dalam penelitian ini dinyatakan baik.
Nilai loading
factor terbesar untuk setiap hubungan variabel laten pada penelitian ini
dijabarkan sebagai berikut variabel employee advocacy memiliki indikator
dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu 0,83 dari EA5 “Saya menunjukkan kebanggaan saat mewakili organisasi
saya di depan umum atau masyarakat”. Variabel servant
leadership memiliki higher level model yang telah disederhanakan
dengan bobot atau pengaruh terbesar pada dimensi conceptual skills yaitu
0,91 dan putting subordinates first yaitu 0,91.
Variabel symmetrical
communication memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar yaitu SC1
dan SC6 sebesar 1,00 dari “Saya nyaman
berbicara dengan atasan tentang kinerja yang saya lakukan dan hasilkan.” dan “Saya
nyaman berbicara dengan atasan ketika terjadi kesalahan dalam bertugas”. Kemudian, variabel
employee empowermet memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh
terbesar yaitu 0,87 dari self-determination merupakan pemberdayaan pegawai
terkait pilihan melalui tindakan dan
keputusan dalam bekerja dengan kondisi tempat kerjanya. Terakhir, variabel organizational
citizenship behavior memiliki indikator dengan bobot atau pengaruh terbesar
yaitu 0,88 dari individual initiative merupakan komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kinerja
individu dan kelompok.
Pengujian model struktural
rekursif pada penelitian ini dilakukan dengan structural equation dari
output aplikasi LISREL 8.8. dalam menguji setiap hubungan variabel laten yang
terlebih dahulu dilakukan pembentukan latent variable score untuk
variabel yang memiliki dimensi dengan menyederhanakan hubungan antara variabel
indikator dan variabel laten yang lebih tinggi terhadap variabel laten.
Hasil uji model struktural
pada penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan nilai-t > 1,645 untuk
setiap hubungan kausal satu arah dari variabel laten, signifikansi koefisien
persamaan struktural yang diestimasi, spesifikasi tingkat signifikan (tingkat
keyakinan 95% atau p-value (nilai-p < 0,05). Penyimpulan hasil uji dari
adanya mediasi dalam model penelitian ini dilakukan dengan penghitungan nilai-Z
(Z-value) yang dihitung akan signifikan secara statistik jika berada di
luar ±1,96 atau ≥1,96 dengan alfa dua sisi sebesar 0,05 (Abu-Bader & Jones, 2021). Evaluasi terhadap uji model struktural dan ukuran yang diperhatikan
untuk menguji hipotesis pada penelitian ini disimpulkan hasil sebagaimana tabel
3, tabel 4, gambar 2 dan gambar 3 berikut.
Tabel 3.
Hasil Uji Model Struktural Penelitian
Hipotesis |
Path |
Estimasi |
standard error of estimation |
Nilai-t |
Nilai-Z |
Kesimpulan |
1 |
SC →
EP |
0,22 |
0,049 |
4,54 |
|
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 1 Diterima) |
2 |
SL →
OCB |
0,53 |
0,064 |
8,29 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 2 Diterima) |
|
3 |
SC →
OCB |
0,13 |
0,050 |
2,50 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 3 Diterima) |
|
4 |
SL →
EP |
0,48 |
0,061 |
7,85 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 4 Diterima) |
|
5 |
EP →
EA |
0,29 |
0,081 |
3,51 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 5 Diterima) |
|
6 |
OCB →
EA |
0,38 |
0,082 |
4,58 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 6 Diterima) |
|
7 |
SC →
EP → EA |
0,0638 |
|
|
2,80 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 7 Diterima) |
8 |
SL →
EP → EA |
0,1392 |
|
|
3,26 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 8 Diterima) |
9 |
SC →
OCB → EA |
0,0494 |
|
|
2,27 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 9 Diterima) |
10 |
SL →
OCB → EA |
0,2014 |
|
|
4,04 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 10 Diterima) |
11 |
SC →
EA |
-0,24 |
0,046 |
-5,29 |
|
Signifikan
dan Negatif (Hipotesis 11 Ditolak) |
12 |
SL →
EA |
0,32 |
0,060 |
5,40 |
Signifikan
dan Positif (Hipotesis 12 Diterima) |
Sumber: Diolah dengan aplikasi LISREL 8.8.
*=Target nilai t>1.645,
**=Target nilai Z≥1.96.
Hasil uji nilai-t
atau t-value atas model penelitian dengan path coefficients yang
menggambarkan pengaruh antar variabel penelitian disajikan pada gambar 2.,
sebagai berikut.
Gambar 2.
Hasil Uji T-Value Hipotesis Model Struktural dengan Path Analysis.
Sumber:
diolah dengan aplikasi LISREL 8.8
Gambar 2 tersebut
menunjukkan hasil uji (path) atau hubungan antar variabel dalam model
terdapat signifikansi atau tidak, sebagaimana kesimpulan penerimaan atau
penolakan hipotesis yang disajikan pada tabel 3. Selanjutnya, dilakukan
pemodelan hasil penelitian yang direspesifikasi dari model awal penelitian
dengan menyesuaikan nilai faktor dari hubungan pengaruh antar variabel dengan
artian setiap faktor menunjukkan pengaruh nilai angka variabel independen
(eksogen) terhadap variabel dependen (variabel endogen), sebagai contoh
penerapan symmetrical communication dapat meningkatkan 0,22 atau 22% employee
empowerment atau variabel mediasi dari organizational citizenship
behavior dapat meningkatkan 0,38 atau 38% employee advocacy. Hasil
respesifikasi model penelitian disajikan sebagaimana gambar 3. berikut.
Gambar 3.
Hasil Hipotesis Model Struktural dengan Path Coefficients.
Hipotesis
Mediasi H7, H8, H9, H10 *p<0,05
Sumber:
diolah oleh penulis
*=p<0,05
(Dihitung dengan bantuan Ms. Excel melalui rumus TDIST(t-value;degree of
freedom; tails))
Berdasarkan
kesimpulan hasil uji model struktural penelitian pada tabel 3, gambar 2, dan
gambar 3, diketahui Hipotesis 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 12 signifikan
dan positif sehingga hipotesis tersebut diterima, sedangkan Hipotesis 11
signifikan dan negatif sehingga hipotesis tersebut ditolak karena uji hipotesis
dilakukan secara one-tailed hypothesis. Apabila hasil pengaruh tidak
langsung (indirect effect) diketahui signifikan, namun tidak ada lagi
pengaruh langsung (direct effect) yang signifikan dari variabel
independen pada variabel dependen, peneliti biasanya melaporkan bahwa mediator sepenuhnya
(fully) memediasi efek variabel independen pada variabel dependen. Sebaliknya,
jika tetap ada efek langsung variabel independen pada variabel dependen yang
signifikan setelah ada kendali mediator, peneliti biasanya melaporkan bahwa
mediator hanya memediasi sebagian (partially) efek variabel
independen pada variabel dependen (Rucker et al., 2011). Hasil uji efek mediasi
pada model struktural penelitian yang dianalisis dan diuji dengan penyesuaian
pada tabel 3., disajikan pada tabel 4., sebagai berikut.
Tabel 4.
Hasil Uji Efek Mediasi Model Struktural Penelitian
Hipotesis |
Mediasi |
Indirect |
Direct |
Nilai-Z* (Sobel Test) |
Kesimpulan Mediasi |
|
7 |
SC →
EP → EA |
SC→EP |
EP→EA |
SC→EA |
2,80 |
Mediasi
Penuh |
Nilai-t |
4,54 |
3,51 |
-5,29 |
|||
Estimasi |
0,22 |
0,29 |
-0,24 |
|||
Total
Effect |
-0,1762 |
((0,22x0,29)
- 0,24) |
||||
8 |
SL →
EP → EA |
SL→EP |
EP→EA |
SL→EA |
3,26 |
Mediasi
Sebagian |
Nilai-t |
7,85 |
3,51 |
5,40 |
|||
Estimasi |
0,48 |
0,29 |
0,32 |
|||
Total
Effect |
0,4592 |
((0,48x0,29)
+ 0,32) |
||||
9 |
SC →
OCB → EA |
SC→OCB |
OCB→EA |
SC→EA |
2,27 |
Mediasi
Penuh |
Nilai-t |
2,50 |
4,58 |
-5,29 |
|||
Estimasi |
0,13 |
0,38 |
-0,24 |
|||
Total
Effect |
-0,1906 |
((0,13x0,38)
- 0,24) |
||||
10 |
SL →
OCB → EA |
SL→OCB |
OCB→EA |
SL→EA |
4,04 |
Mediasi
Sebagian |
Nilai-t |
8,29 |
4,58 |
5,40 |
|||
Estimasi |
0,53 |
0,38 |
0,32 |
|||
Total
Effect |
0,5214 |
((0,53x0,38)
+ 0,32) |
*=Target nilai Z≥1.96.
Sumber: Diolah dengan aplikasi LISREL 8.8.
Berdasarkan tabel 4., dari
uji efek mediasi model struktural penelitian yang dihasilkan diketahui dari 4
(empat) hipotesis 7, 8, 9, dan 10 yaitu variabel symmetrical communication
dalam mempengaruhi signifikan variabel employee advocacy harus dimediasi
employee empowerment atau organizational citizenship behavior
atau disebut mediasi sebagian (partially mediation), karena hubungan
secara langsung symmetrical communication tidak signifikan mempengaruhi employee
advocacy. Sedangkan, mediasi penuh (fully mediation) terjadi pada
pengaruh servant leadership terhadap employee advocacy yang
dimediasi oleh employee empowerment dan organizational citizenship
behavior. Kemudian dilakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang
memediasi pengaruh antar variabel bebas dengan variabel terikat pada penelitian
sebagai berikut.
Servant
Leadership berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy
melalui mediasi Employee Empowerment
Berdasarkan
hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui adanya pengaruh tidak langsung
yang signifikan dan positif dari employee empowerment dalam
memediasi pengaruh servant leadership terhadap employee advocacy. Hasil uji juga menyatakan bahwa pengaruh
langsung servant leadership terhadap employee advocacy lebih besar dengan koefisien estimasi 0,32 daripada
melalui mediasi sebagian (partially mediation) dari employee empowerment sebesar 0,1392. Secara
khusus, dengan mengembangkan pemberdayaan psikologis
pegawai bahwa
organisasi dengan pemimpin yang melayani dapat mendorong advokasi karyawan, dalam arti lain servant leadership memiliki hubungan yang positif terhadap employee
advocacy melalui employee
empowerment (Thelen & Yue, 2021).
Ketika pegawai menyadari
bahwa manajemen atau pemimpin organisasi memberdayakan mereka, maka lebih
cenderung mereka mengembangkan identifikasi organisasi yang lebih tinggi dan memandang nilai-nilai organisasi sebagai milik
mereka (Ertürk, 2010). Kemudian, pegawai yang telah memandang nilai organisasi tersebut sebagai bagian
dari mereka, maka lebih cenderung menjadi kontributor organisasi yang dapat
terlibat dalam perilaku suportif, dan kerja ekstra seperti melakukan tindakan
prososial seperti kata-kata positif kepada pihak lain (Kane, Magnusen, &
Perrewé, 2012). Pegawai yang termotivasi, diberdayakan, dan merasa dipercaya dengan
manajemen yang mengakibatkan karyawan atau pegawai merasa puas dengan
organisasi dan tidak mudah keluar dapat mendorong kegiatan advokasi karyawan
(D'Aprix, 2010; Men, 2014). Dari
perspektif ini, disimpulkan bahwa ide, solusi, dan pemenuhan kebutuhan kerja
bagi pegawai dari layanan dan perhatian yang diberikan pimpinan di lingkungan
DJP memiliki pengaruh positif terhadap kebanggaan pegawai dalam mewakili atau
membela organisasi di masyarakat yang dijelaskan melalui adanya pemberdayaan
pegawai, dimana pegawai memiliki ruang dan waktu untuk dapat memutuskan dan
memilih keputusan dalam pekerjaannya.
Servant Leadership berpengaruh positif terhadap
Employee Advocacy melalui mediasi Organizational Citizenship Behavior
Berdasarkan
hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui penerapan organizational
citizenship behavior dari responden penelitian dapat memediasi secara
positif dan signifikan pengaruh dari servant leadership terhadap employee
advocacy pada PNS di DJP. Hasil uji juga menyatakan bahwa pengaruh
langsung servant leadership terhadap employee advocacy lebih besar dengan koefisien estimasi 0,32
daripada melalui mediasi sebagian (partially mediation) dari employee empowerment dengan nilai tes sobel sebesar
0,2014. Organizational citizenship behavior dapat menjadi penghubung hubungan antara servant leadership dan berbagi informasi dengan pihak lain,
sehingga kepemimpinan yang melayani menumbuhkan OCB, yang pada gilirannya
mengarah pada berbagi pengetahuan atau informasi oleh pegawai (Organ,
Podsakoff, & MacKenzie, 2006). Employee advocacy yang melalui OCB
dianggap sebagai perilaku peran ekstra dalam bekerja, karena OCB terutama
berfokus pada perilaku sukarela pegawai dalam organisasi mereka dalam mendukung
organisasi mereka melalui perilaku eksternal pegawai salah satunya employee advocacy (Men & Yue, 2019).
Pegawai secara sosial membalas dengan mengembalikan
kontribusi di luar kewajiban kerja formal mereka, seperti berbagi pengetahuan
sebagai bentuk pertukaran untuk mendukung dan mempertahankan lingkungan yang
melayani menjadi imbalan atas perilaku melayani dari pemimpin mereka. Studi juga mengungkapkan bahwa Organizational
Citizenship Behavior (OCB) dapat diaktifkan oleh kepemimpinan yang melayani
di organisasi publik (Trong Tuan,
2017). Beberapa
studi juga mendukung hasil Hipotesis 2 yaitu menunjukkan hubungan positif
antara kepemimpinan yang melayani dengan organizational
citizenship behavior (Coetzer, Bussin, & Geldenhuys, 2017). Dari
perspektif ini, disimpulkan bahwa ide, solusi, wadah kerja bagi pegawai dan
keputusan dari pimpinan di lingkungan DJP memiliki pengaruh positif terhadap
kebanggaan pegawai dalam mewakili organisasi di masyarakat yang dijelaskan
melalui adanya pengaruh antar pegawai dengan melakukan contoh aktivasi amplifikasi melalui konten atau informasi
publikasi yang ditampilkan secara sukarela oleh pegawai dengan kreativitas
mereka dalam memperkenalkan produk dan layanan organisasi serta melakukan
pembelaan positif dengan membuat konten melalui media sosial unit kerja maupun
pribadi pegawai.
Symmetrical
Communication berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy
melalui mediasi Employee Empowerment
Berdasarkan
hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui penerapan employee
empowerment mampu secara penuh (fully) memediasi pengaruh symmetical
communication secara positif dan signifikan terhadap employee advocacy. Hasil
uji juga menyatakan
bahwa pengaruh yang negatif dan signifikan antara symmetrical communication terhadap employee
advocacy pada
objek penelitian dengan koefisien estimasi -0,24, hal ini juga dapat menyatakan
bahwa employee
advocacy yang
akan mempengaruhi adanya symmetrical communication pada objek penelitian. Symmetrical
communication dalam komunikasi
internal, sebagai model komunikasi yang positif dan etis, mendorong keterbukaan
dan transparansi serta memberdayakan pegawai dalam pengambilan keputusan dan menunjukan
sikap positif pegawai dalam mendukung organisasnya (Men & Bowen, 2017). Selain itu, studi Li (2022)
dalam jurnalnya menyatakan bahwa strategi komunikasi organisasi akan lebih
efektif bila suasana internal organisasi menyenangkan bagi pegawai, sehingga
mempengaruhi pegawai yang diberdayakan merasa mandiri karena mereka memiliki
keyakinan bahwa organisasi mempercayai mereka yang didukung melalui komunikasi internal
yang simetris dalam organisasi.
Ketika sistem
komunikasi dalam organisasi terbuka
dengan pegawainya,
dilakukan dua arah (two-way), adanya pemberdayaan
pegawai, kolaborasi, dan dialog, maka pegawai merasa
mereka memiliki hubungan yang cenderung mendukung organisasi, seperti upaya
komunikasi simetris yang dapat mempromosikan employee advocacy secara tidak langsung (Men,
2014). Dari perspektif ini, disimpulkan
bahwa symmetrical communication dalam organisasi perlu memberdayakan
pergawai untuk menyelesaikan masalah yang berdampak pada organisasi atau
mempublikasi informasi terkait kebijakan organisasi yang wajib diketahui publik
dengan perilaku komunikatif aktif mereka. Melalui symmetrical communication,
pegawai yang diberdayakan untuk melaksanakan tugas khusus dapat memberikan
solusi melalui informasi dan komunikasi. Sehingga, hubungan
antara symmetrical communication memberi efek positif dalam employee
empowerment untuk employee
advocacy.
Symmetrical
Communication berpengaruh positif terhadap Employee Advocacy
melalui mediasi Organizational Citizenship Behavior
Berdasarkan
hasil uji dan analisis pengolahan data diketahui Penerapan organizational
citizenship behavior (OCB) dapat memediasi penuh (fully)
secara positif dan signifikan pengaruh symmetrical communication terhadap
employee advocacy dari responden penelitian. Nilai koefisien estimasi
sebesar 0,13 (tingkat keyakinan 95%) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan sebesar 13% antara symmetrical communication terhadap organizational
citizenship behavior pada objek penelitian, sedangkan sisanya dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Pengaruh yang
positif dan signifikan juga diketahui sebesar 0,38 antara organizational
citizenship behavior terhadap employee advocacy pada objek penelitian ini. Organizational
citizenship behavior dipengaruhi oleh
kepuasan komunikasi pegawai yang menunjukkan perlunya menciptakan lingkungan
komunikasi yang positif untuk mendorong perilaku peran ekstra di luar kewajiban
kerja formal dari pegawai (Chan & Lai, 2017).
Studi Men (2014) yang
menunjukkan bahwa sistem komunikasi internal dengan symmetrical communication harus diterapkan bagi
organisasi untuk memupuk hubungan positif jangka panjang dengan karyawan, yang
pada gilirannya suatu saat akan meningkatkan kemungkinan perilaku advokasi
karyawan. Selanjutnya, penelitian dari
Men dan Yue (2019) menunjukan pegawai yang mendapat
manfaat dari komunikasi simetris organisasi atau perusahaan
cenderung membalas organisasi mereka dengan menunjukkan organizational citizenship behavior, komunikasi simetris organisasi
juga secara langsung mempengaruhi OCB pegawai, menunjukkan bahwa komunikasi dua
arah yang setara dalam organisasi dapat menjadi
motivator bagi pegawai untuk melaksanakan tugas di luar pekerjaan utama mereka
seperti melakukan kegiatan employee advocacy kepada publik.
Dari perspektif ini, disimpulkan bahwa komunikasi
simetris dalam organisasi perlu organizational citizenship behavior untuk
mempublikasi informasi kebijakan organisasi yang wajib diketahui publik atau
membela organisasi dengan perilaku sukarela komunikatif aktif mereka. Melalui
peran ekstra pegawai dapat mengantarkan penerapan komunikasi yang simetris
untuk memberikan solusi pekerjaan yang berkaitan dengan penyampaian ide atau
gagasan kepada publik. Sehingga, hubungan antara komunikasi
simetris memberi efek positif yang signifikan melalui peran ekstra pegawai
untuk mengadvokasi organisasi (employee advocacy).
Kesimpulan
Penelitian ini
merupakan kontribusi untuk menganalisis penerapan kegiatan employee advocacy
di Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dalam memenuhi kebutuhan perspektif yang baik dari publik atau
masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak di tengah perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi melalui peran PNS di DJP yang dapat menerapkan perilaku sukarela dalam meneruskan dan
berbagi informasi positif tentang organisasinya, merekomendasikan, mendukung,
dan mempertahankan organisasinya kepada publik eksternal melalui kata-kata
dan/atau tindakan positif. Hasil analisis dan pengujian membuktikan bahwa employee
empowerment maupun organizational
citizenship behavior memediasi penuh (fully) secara positif dan
signifikan hubungan antara servant
leadership terhadap employee advocacy pada Pegawai Negeri Sipil di
Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan, employee
empowerment maupun organizational citizenship behavior memediasi
sebagian (partially) secara positif dan signifikan hubungan antara symmetrical communication terhadap employee advocacy pada Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak.
Penelitian ini
didukung oleh studi dan penelitian sebelumnya serta dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya. Penelitian di masa mendatang dengan fokus pada employee
advocacy, servant leadership, symmetrical communication, employee
empowerment, dan organizational citizenship behavior dapat dilakukan
dengan sumber-sumber informasi yang lebih berkembang dan lebih luas atau khusus
dengan spesifikasi pada bidang pekerjaan atau sektor lainnya di Indonesia untuk
lebih mengeksplorasi dan membandingkan dengan penelitian sebelumnya serta lebih
berkontribusi pada sektor tertentu. Penelitian juga ke depannya dapat dilakukan
dengan metode kualitatif atau metode campuran dalam mengetahui lebih detail
terkait narasi dan deskripsi dari responden selain dari penelitian data dan
angka yang mendukungnya. Terhadap organisasi di DJP, kegiatan employee
advocacy dapat terus dikembangkan melalui peningkatan pelatihan dan
pengembangan peran servant leadership dan mempertahankan komunikasi yang
efektif seperti symmetrical communication dengan memperhatikan pengaruh
dari employee empowerment dan organizational citizenship behavior pada
pegawai.
BIBLIOGRAFI
Abu-Bader,
S., & Jones, T. V. (2021). Statistical mediation analysis using the sobel
test and hayes SPSS process macro. International Journal of Quantitative and
Qualitative Research Methods.
Anggraeni, N. M., Sailawati, S., &
Malini, N. E. L. (2021). Pengaruh Whistleblowing System, Sistem Pengendalian
Internal, Budaya Organisasi, dan Keadilan Organisasi Terhadap Pencegahan
Kecurangan. Jurnal Akuntansi Keuangan dan
Bisnis, 14(1), 85-92.
Anderson, V., Rita F.,
& Robson F. (2020). Research methods
in human resource management-Investigating a business issue, fourth ed.
United Kingdom: Kogan Page.
Byrne, B. M. (2010). Structural equation
modeling with AMOS: basic concepts, applications, and programming (multivariate
applications series). New
York: Taylor & Francis Group, 396(1), 7384.
Chan, S. H. J., & Lai, H. Y. I. (2017). Understanding the
link between communication satisfaction, perceived justice and organizational
citizenship behavior. Journal of business research, 70,
214-223.
Coetzer, M. F., Bussin, M., & Geldenhuys,
M. (2017). The functions of a servant leader. Administrative Sciences, 7(1), 5.
D’Aprix, R. (2010). The challenges of employee engagement. In T.
Gillis (Ed.), The IABC handbook of organizational communication (2nd ed., pp. 257–269). San Francisco,
CA: Jossey-Bass, Inc.
Darma, B.
(2021). Statistika Penelitian Menggunakan
SPSS (Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Regresi Linier Sederhana, Regresi Linier
Berganda, Uji t, Uji F, R2). Jakarta: Guepedia.
Ertürk,
A. (2010). Exploring predictors of organizational identification: Moderating
role of trust on the associations between empowerment, organizational support,
and identification. European journal of work and organizational psychology,
19(4), 409-441.
Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Evaluating structural
equation models with unobservable variables and measurement error. Journal
of marketing research, 18(1), 39-50.
Greenleaf, R. (1970). The Servant as Leader
(Indianapolis: The Robert K. Greenleaf Center). Originally published in, 23-30.
Greenleaf, R. K. (1977). Servant leadership: A journey into the nature of legitimate
power and greatness. Paulist press.
Hair, J. F., Anderson, R. L., Tatham,
& Black, W. C. (1998). Multivariate Data Analysis Fifth Edition.
Prentice Hall: The United States of America.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. F., & Tatham, R. L. (2007). Multivariate
Data Analysis, 6th Edition. Pearson International Edition.
Jöreskog,
K. G., Sörbom, D., & Wallentin, F. Y. (2006). Latent variable scores and
observational residuals. Retrieved June, 7, 2009.
Kane, R.
E., Magnusen, M. J., & Perrewé, P. L. (2012). Differential effects of
identification on extra‐role behavior. Career Development International,
17(1), 25-42.
Kim, S.
T., Lee, C. K., & Hwang, T. (2008). Investigating the influence of employee
blogging on IT workers' organisational citizenship behavior. International
journal of information technology and management, 7(2), 178-189.
Lee, Y. (2020). A situational perspective on
employee communicative behaviors in a crisis: The role of relationship and
symmetrical communication. International Journal of Strategic
Communication, 14(2), 89-104.
Li, Z. (2022). How organizations create
employee based brand equity: mediating effects of employee empowerment. Frontiers in Psychology, 13, 862678.
Liden, R. C., Wayne, S. J., Meuser, J. D., Hu,
J., Wu, J., & Liao, C. (2015). Servant leadership: Validation of a short
form of the SL-28. The leadership quarterly, 26(2), 254-269.
Liden, R. C., Wayne, S. J., Zhao, H., &
Henderson, D. (2008). Servant leadership: Development of a multidimensional
measure and multi-level assessment. The leadership quarterly, 19(2), 161-177.
Men, L. R. (2014). Why leadership matters to
internal communication: Linking transformational leadership, symmetrical
communication, and employee outcomes. Journal of public relations research, 26(3), 256-279.
Men, L. R., & Yue, C. A. (2019). Creating a
positive emotional culture: Effect of internal communication and impact on
employee supportive behaviors. Public relations review, 45(3), 101764.
Men, R. L., & Bowen, S. A. (2016). Excellence in internal communication management. Business Expert
Press.
Moorman, R. H., & Blakely, G. L. (1995).
Individualism‐collectivism as an individual difference predictor of
organizational citizenship behavior. Journal of organizational behavior, 16(2), 127-142.
Newman, A., Schwarz, G.,
Cooper, B., & Sendjaya, S. (2017). How servant leadership influences
organizational citizenship behavior: The roles of LMX, empowerment, and
proactive personality. Journal of
Business Ethics, 145(1), 49–62.
Organ, D. W., Podsakoff,
P. M., & MacKenzie, S. B. (2006). Organizational citizenship behavior: Its
nature, antecedents, and consequences. Thousand Oaks, CA: Sage
Publications.
Rucker,
D. D., Preacher, K. J., Tormala, Z. L., & Petty, R. E. (2011). Mediation
analysis in social psychology: Current practices and new recommendations. Social
and personality psychology compass, 5(6), 359-371.
Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research methods for business: A skill building approach. john wiley &
sons.
Spreitzer,
G. M. (1995). Psychological empowerment in the workplace: Dimensions,
measurement, and validation. Academy of
Management Journal, 38(5), 1442–1465.
Thelen,
P. D., & Yue, C. A. (2021). Servant leadership and employee advocacy: The
mediating role of psychological empowerment and perceived relationship
investment. International Journal of Communication,
15, 25. Accessed on November 18, 2022 from
https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/17076
Trong Tuan, L. (2017). Knowledge sharing in
public organizations: The roles of servant leadership and organizational
citizenship behavior. International Journal of Public
Administration, 40(4), 361-373.
Waluyo, D. (2022). Praktik Sosialisasi
Kebijakan Publik Pada Era Digital. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi
Massa, 3(Nomor 1), 1-8.
Wang, Z.,
Xu, H., & Liu, Y. (2018). Servant leadership as a driver of employee
service performance: Test of a trickle-down model and its boundary conditions. Human
Relations, 71(9), 1179–1203.
Wijanto, S. H. (2020). Structural Equation Modeling
dengan Lisrel 8.8. Graha Ilmu: Jakarta.
Yingfei,
Y., Mengze, Z., Zeyu, L., Ki-Hyung, B., Avotra, A. A. R. N., & Nawaz, A.
(2021). Green logistics performance and infrastructure on
service trade and environment-measuring firm’s performance and service quality.
Journal of King Saud University-Science, 34(1), 101683.
Copyright holder: Made Andre Arya Prabawa, Mone Stepanus Andrias (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |