Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 5, Mei 2024
TEOLOGI
LIBERALISME SALAH SATU TEOLOGI KONTEMPORER SUATU KAJIAN ANALISIS BAGI PENDIDIKAN
AGAMA KRISTEN
Ventje
Albert Talumepa
Universitas Kristen Indonesia Tomohon, Tomohon, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam dunia
pendidikan teologi, ada keinginan yang kuat memahami secara mendalam apa itu
teologi. Pemahaman tentang apa itu teologi menjadi kebutuhan utama selain
pengetahuan lain yang mendukung teologi itu sendiri. Sedemikian banyak pakar
teologi melahirkan buku-buku teologi untuk menjawab kebutuhan pemahaman
pengetahuan tentang teologi, seperti teologi liberalisme. Artikel ini bertujuan
membahas persoalan disekitar teologi liberalisme dalam kaitannya dengan
Pendidikan Agama Kristen untuk siswa Kristen. Persoalannya adalah, apa yang
mendasari munculnya teologi liberalisme yang lebih menekankan pada rasio atau
logika dan mengesampingkan Alkitab sebagai sumber utama teologi kristen. Apakah
ada yang mendukung pandangan teologi liberalisme dan bagaimana kaitannya dengan
Pendidikan Agama Kristen, terutama bagi guru dan anak didik. Persoalan ini akan
dianalisis melalui ajaran tradisi gereja sebagaimana yang dibuktikan dalam teks
alkitab dihubungkan dengan teologi kontemporer. Metode yang dipakai untuk
memecahkan persoalan itu adalah metode penelitian kualitatif dengan menghimpun
data kepustakaan baik melalui buku atau jurnal. Melalui peneltian dan
pembahasan ini, penulis hendak menawarkan suatu perspektif baru bagi pengajaran
Pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk memberikan pondasi yang kuat bagi guru dan
anak didik berdasarkan Alkitab yang merupakan rujukan utama pendidikan kristen sehingga
dapat direlevansikan sesuai kebutuhan. Artikel ini hendak menekankan bahwa
Alkitab adalah Firman Allah yang menjadi patokan utama pengajaran kristen dan
bukan rasio. Pada bagian akhir dari artikel ini adalah sebuah kesimpulan.
Kata kunci: Teologi, Teologi Liberalisme, Teologi Kontemporer, Alkitab, PAK, rasio
Abstract
In the field of theology education, there is a strong desire to
understand theology in-depth. Understanding what theology is becomes a primary
need, in addition to other knowledge that supports it. Many theologians have
produced theological books to answer the need for understanding theology, such
as liberal theology. This article aims to discuss the question of liberal
theology in relation to Christian Religious Education (CRE) for Christian
students. The question is, what motivates the emergence of liberal theology,
which emphasizes reason and logic over the Bible as the primary source of
Christian theology. Is there any support for liberal theology, and how is it
related to Christian Religious Education, especially for teachers and students?
This question will be analyzed through the traditional church doctrine, as
evidenced in the Bible, connected with contemporary theology. The method used
to solve this problem is qualitative research, which collects data from books
or journals. Through research and discussion, the author aims to offer a new
perspective for the teaching of Christian Religious Education (CRE), providing
a strong foundation based on the Bible, which is the primary source of
Christian education. The article emphasizes that the Bible is the commandment
of God and not based on reason. At the end of the article, there is a
conclusion.
Keywords: Theology, Liberal Theology, Contemporary Theology.
Bible, PAK, Reason.
Pendahuluan
Dalam
dunia akademik fakultas teologi atau perguruan tinggi teologi, hal yang selalu
diburu adalah pengetahuan tentang Allah oleh pemikir-pemikir handal diberbagai
belahan bumi ini. Para pemikiran teologi barat, harus diakui sangat menguasai
dunia pendidikan teologi di Indonesia, tidak berarti para pemikir teologi lokal
tidak penting tetapi arah berpikir teologi lokal selalu dipengaruhi oleh pemikiran
barat. Sejarah mencatat dari waktu ke waktu pendidikan teologi terus mengalami
perkembangan. Bahkan perdebatan-perdebatan tokoh-tokoh teologi sedemikian
menarik untuk di teliti oleh para mahasiswa diberbagai perguruan tinggi dalam
maupun luar negeri. Sedemikian banyak teori-teori tentang teologi, seperti teologi
Alkitab, teologi reformasi, teologi misi, teologi biblikal, teologi orthodoks konfensional,
teologi tradisional, teologi tanah, teologi injili, teologi kontekstual, teologi
naturalis, teologi praktika, teologi pluralisme, teologi pastoral, teologi liberal
dan teologi-teologi kontemporer, banyak lagi teori teologi. salah satu yang
menarik untuk dianalisis adalah Teologi Liberalisme.
Dalam
membahas Teologi Liberalisme ini, Ridha
Aida melalui Liberalisme dan Komunitarisme: Konsep tentang Individu,
mengatakan Liberalisme menonjolkan ide kebebasa (liberty) dan sosialisme
dengan ide kesamaan (equality) Liberalisme dipandang ampuh menyelesaikan
persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan. ia mengutip pendapat dari
pelopor Liberalisme oleh Jhon Locke yang mengatakan bahwa kebebasan yang
menjadi nilai dasar Liberalisme dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi
eksternal dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan adalah hak properti privat.
Liberalisme berusaha menyatukan ide kebebasan dan kesamaan individu dalam
masyarakat. Karena itu kebebasan menurut liberalisme bukan sesuatu yang
absolut, kebebasan yang hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri.
Terhadap Teologi Reformasi ini dibahas oleh:
Stefanus Kristianto, dalam
jurnal Kekristenan dan Liberalisme yang mengutip pendapat dari J.Gresham Marchen, mengatakan ia telah mengingatkan orang
kristen bahwa Liberalisme adalah sebuah sistem agama yang sama sekali berbeda
dari kekristenan. Ia juga berpendapat mereka (kaum liberalisme) tidak tepat
disebut sebagai orang kristen. Liberalisme telah mengorbankan bagian-bagian
penting dari kekristenan, mereka mengabaikan prioritas relasi dengan Allah,
juga doktrin mengenai Allah. Doktrin Liberal mengenai 'Kepabaan Allah yang universal'
adalah sebuah konsep yang tidak biblikal demkian juga dengan soal eklesiologi
dan eskatologi.
Sedangkan
Farid Khoeroni dalam artiklenya Idiologi
Liberalisme Sebagai Dasar Konsep Pendidikan Integratif, berpendapat idiology
pendidikan Liberalisme merupakan idiology pendidikan yang berorientasi pada
peserta didik bagaimana cara problem solving tentang kehidupannya
sendiri secara efektif. Konsep liberlisme tentang pendidikan sebenarnya secara
implisit mengarah pada konsep pendidikan integratif.
Dari
pendapat para pakar ini, yakni: Ridha
Aida, Stefanus Kristianto dan Farid
Khoeroni, saya berpandangan.
bahwa apa yang disampaikan para pakar ini ada benarnya bahwa Liberalisme
benar-benar mengusung kebebasan berdasarkan rasionalitas dalam berbagai area,
sistem baik pribadi, masyarakat maupun negara termasuk dalam dunia pendidikan.
Tetapi saya berpendapat bahwa
liberalisme sebagai sebuah paham kebebasan harus ada dalam bingkai yang
terkontrol dan terawasi, terlebih bagi kepentingan Pendidikan Agama Kristen
yang mengedepankan dan mengutamakan Alkitab sebagai sumber pengajaran. Bila
kebebasan individu dalam pendidikan kristen tidak terkendali, dengan terus
mengutamakan rasio atau logika, maka akan menimbulkan ketidakpastian doktrin
kristen, seperti konsep Trinitas, eklesiologi dan eskatologi. Karena itu harus
ada upaya dari gereja dan dunia pendidikan tinggi teologi yang melahirkan para
teolog untuk membentengi para siswa Kristen agar tidak terjebak pada konsep
liberalisme.
Upaya
dan usaha para tokoh teologi disadari sebagai 'jembatan' yang menghubungkan
waktu itu dan waktu kini, masa lalu dan masa sekarang, generasi tua dan
generasi muda, pemikir teologi mula-mula dan pemikir teologi kekinian. Dengan
begitu para teolog dizamannya mampu memberi pencerahan pada pergumulan gereja
memamahi Tuhan itu bagaimana, Tuhan itu untuk siapa, Tuhan hadir dalam dunia
untuk apa. Sebab para teolog sebagai pemikir teologi selalu dituntut untuk
mampu menjawab persoalan-persoalan yang meuncul, terutama disekitar pengajaran
gereja, dogma gereja. Seperti apakah bebas memahami realitas hidup tanpa Allah?
atau apakah Allah itu benar-benar ada? Kalau Allah itu ada mengapa kita manusia
menderita, sakit, susah, dan lain-lain. Kebenaran Allah adalah kebenaran absolut
yang tidak mungkin salah, Allah sunguh-sungguh memiliki kebebasan sempurna.
kebebasan kekal, baka untuk mengatur hidup manusia. Kekebasan yang Allah miliki
bukanlah kebebasan yang dimiliki manusia. Kebebasan manusia adalah kebebasa
terbatas dan fana. Itulah sebabnya kebebasan berpikir dan ber-teori perlulah
untuk diteliti.
Teologi
Liberlisme patut untuk diberi perhatian sebagai bagian dari teologi-teologi
Kontenporer atau teologi modern. Teologi Liberalisme mengusung paham rasionalitas,
logika, segala sesuatu berdasarkan akal terbebas dari ikatan pengetahuan,
peraturan dan pemahaman tentang semua bermula dan berasal dari Allah. Bebas
memahami Allah dan manusia berdasarkan logika, yang rasional bukan fakta Ilahi
yang diimani.
Inilah
yang melatarbelakangi mengapa teori Teologi Liberal layak untuk diteliti. Agar
gereja dan para pemimpin gereja tidak ikut digiring oleh kebebasan berpikir tak
terkendali dan melepaskan diri dari ikatan yang mengikat gereja dalam
menjalankan misinya yang berorientasi pada Misio Dei. Gereja ada dan hadir
dalam dunia untuk mengambil bagian dalam Misio Dei/Misi Allah. Penelitian ini
juga termasuk menjadi cara kita mengambil bagian pada misi Allah dan kiranya juga penelitian ini berdaya guna bagi
Pendidikan Agama Kristen (PAK) dalam membentuk generasi gereja baik di dalam
pendidikan formal maupun non-formal. Penelitian ini bertujuan membahas
persoalan disekitar teologi liberalisme dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama
Kristen untuk siswa Kristen
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi pustaka. Penulis
melakukan pengumpulan data melalui studi data-data melalui buku dan jurnal. Memahami
dan menganalisis teologi Liberal, adalah studi kepustakaan. Menurut J.R. Raco,
penelitian dengan menggunakan metode kualitatif merupakan suatu peneltian
ilmiah melalui pengumpulan data dan menganalisis data untuk memperolah
pemahaman dan pengertian berdasarkan topik, gejala dan isu tertentu. Penelitian
metode kualitatif dilaksanakan secara terencana, terstruktur, sistematis dan
mempunyai tujuan tertentu baik secara praktis maupun teoritis. Metode ini juga
digunakan untuk mengkaji literatur-literatur yang terhimpun baik berupa buku
maupun artikel yang terkait dengan topik pembahasa. Penulis mendalami pemikiran
para teolog teologi Liberal dengan menggali beberapa sumber melalui buku-buku dan
jurnal teologi. Dipaparkan dalam pengertian-pengertian teori: Teologi, Teologi
Liberalisme, Pendidikan Agama Kristen. Dari hasil analisis dalam penelitian
ini, maka sampailah pada tesis bahwa Alkitab adalah landasan utama dalam
menghadapi pergumulan teologi liberalsme. Penulis mengkaji dan mengidentifikasi
relevansinya terhadap Pendidikan agama Kristen.
Hasil dan
Pembahasan
Konsep
Teologi
Secara
terbatas, teologi yang dibicarakan disini adalah teologi Kristen, sebab
masing-masing agama memiliki teologinya sendiri dan memiliki dogmanya,
ajarannya, pandangannya sendiri tentang Allah. Bagi orang Kristen dan tentu
gereja, secara sederhana teologi berarti memikirkan mengenai Allah dan
mengekspresikann pemikiran-pemikiran tersebut dalam suatu cara tertentu (Ryrie, 1991). Berbagai
pendapat dari berbagai kalangan: Teolog, mahasiswa, masyarakat umum, seperti
tidak ada habisnya apalagi ketika berbicara tentang Allah dari berbagai
perspektif. Bila Allah dipahami berdasarkan secara pribadi, menurut agama dan
keyakinannya, maka itu berarti bersentuhan dengan dogma dan itu menjadi sangat
sukjektif.
Kata
'teologi' berasal dari kata Yunani theos yang artinya Allah dan logos
yang artinya pernyataan yang rasional. Dengan begitu teologi berarti suatu
interpretasi yang rasional tentang iman keagamaan (Ryrie, 1991). Teologi
menjadi ilmu manakala ia sendiri dipakai untuk berbicara tentang Allah,
memahami tentang Allah, apa yang dikehendaki Allah Sama yang menyatakan
diri-Nya di dalam Yesus Kristus. Sama dengan Dr.J.L.Abineno, megatakan :
Istilah Theologia terjadi dari theos" (=Allah) dan "logos"
(=kata, kalimat, uraian), Theologia ialah ilmu, pengetahuan, uraian, (secara
sistimatis) tentang Allah (Abineno, 1989). Sebagai
ilmu dalam pandangan Abineno, teologi layak untuk dipelajari, dikurikulumkan
dalam perguruan tinggi teologi. Bagi Abineno hal yang menyulitkan ahli-ahli
Teologi, ialah bahwa Allah, yaitu Allah yang diberitakan dalam Alkitab, tidak
dapat diselidiki hakekatNya. Allah itu adalah Allah yang hidup, Allah
yang bertindak, Allah yang berbuat, Ia menyatakan diriNya dalam
tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan, tanpa itu Ia tidak dapat dikenal (Abineno, 1989). Interpretasi-interpretasi
(penafsiran) tentang Allah inilah yang melahirkan berbagai pendapat, pandangan
dan pemkiran dari para pemerhati teologi. Theos dan Logos, yang menunjuk pada
Alllah dan Firman (teologi) merupakan istilah yang yang telah dipakai orang
Yunani jauh sebelum munculnya gereja Kristen untuk menunjuk pada ilmu
mengenai hal-hal ilahi, bahkan sampai sekarang kata 'teologi' dapat dipakai
dengan makna umum dan luas (Drewes & Mojau, 2003). Karena
itu teologi tidak hanya berkembang dalam lingkup atau kalangan agama Kristen
baik Katolik maupun Protestan tetapi juga pada agama - agama lain. Dikalangan
orang Kristen teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian
artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik
Kristen (Drewes & Mojau, 2003). Membahas
teologi rasanya tidak habis-habisnya, mengapa? Karena membahas tentang Allah
yang tak terbatas, Allah yang kekal, Allah yang berkarya dalam memilih,
membentuk umat pilihan-Nya Israel. Tidak itu saja tetapi membahas tentang Allah
berarti membahas tentang gereja yang dipanggil untuk Bersekutu, Bersaksi dan
melayani. Inilah yang disebut sebagai Tritugas gereja, sehingga sampai Tuhan
datang kembali gereja sebagai umat Tuhan, pakar teologi, para teolog,
pemikir-pemikir teologi disegala tempat dan abad tidak akan berhenti membahas
dan memikirkannya.
Berbicara
tentang Allah, berarti berbicara tentang iman, berbicara tentang iman berarti
berbicara tentang agama dan keyakinan. Iman, agama dan keyakinan ada dalam
hidup manusia di segala zaman dan tempat di bumi ini. Bila di mengerti bahwa
Teologi sebagai ilmu, maka Teologi sebagai ilmu mereflesikan manusia dalam
hidupnya di dunia ini, artinya: dalam komunikasi dengan manusia-manusia lain (Hommes, 1992). Teologi Kristen
adalah teologi yang tidak hanya berbicara tentang Allah secara spesifik tetapi
berbicara tentang Allah yang Universal. Allah yang dibicarakan ini adalah Allah
yang dalam keyakinan Kristen disaksikan oleh Alkitab. Sebab Alkitab bukanlah
buku buatan manusia. Alkitab adalah Firman Allah (Smith et al., 2006). Sebagai
orang percaya, gereja wewartakan kebenaran yang bersumber dari Alkitab. Yohanes
Calvin, mengatakan Alkitab sudah membuktikan sendiri keabsahannya, sehingga tak
perlu lagi diuji atau dibuat sebagai bahan perdebatan (Calvin, 2008). Alkitab
sebagai sumber kebenaran dan pemberitaan gereja menunjuk pada kewibawaan Allah
yang tidak mungkin salah. Kewibawaan Allah sesungguhnya juga telah menjadi
kewibaaan Alkitab. Kewibawaan Alkitab sesungguhnya mencerminkan dengan jelas
siapa Allah yang mengilhamkan Alkitab. Sehingga Alkitab tidak hanya dibaca,
direnungkan, ditafsirkan tetapi Alkitab tempat yang tepat dan benar bagi
manusia memahami arti hidup dalam dunia ini.
Karena
itu manakala berbicara tentang Allah berarti juga kita berbicara tentang
manusia sebagai ciptaan-Nya yang segambar dengan Dia. Itulah sebabnya teologi Kristen
memiliki keunikan, dimana teologi Kristen dapat hadir ditengah kemajemukan
keagamaan (Woly, 2008). Kehadiran
teologi dalam kemajemukan menunjukan ketidakberpihakan gereja pada
kepentingannya tetapi gereja mesti mempraktekan kehadiran Allah untuk semua
orang dibelahan bumi ini. Perwujudan gereja dalam dunia ini menjadi
implementasi imannya pada kehendak Allah. Gereja yang hadir dengan pola tindak
Kristus, menjadi gambaran gereja yang sesungguhnya. Disinilah pergumulan
teologi, sebab menjadi sia-sia bila teologi hanya benar-benar dipahami sebagai
ilmu, bila itu terjadi maka teologi tidak lebih sebagai ilmu biasa, sama dengan
disiplin ilmu lainnya.
Teologi
Kristen mengakui perbedaan sebagai kekayaan dan karena itu selalu melihat
kepentingan akan adanya teologi pluralisme, teologi religious (Woly, 2008). Ajaran
Kristen berkembang dari pola pelayanan Yesus Kristus yang tidak memilih dan
memilah orang yang Ia jumpai, apakah Yahudi atau tidak,Yesus
menunjukan sikap yang patut diteladani menerima dan melayani siapapun. Model
dan sikap Yesus inilah yang melatarbelakangi mengapa gereja mengakui keberagaam.
Pluraisme atau keberagaman agama, suku, bahasa, tradisi, budaya, adat istiadat,
mesti menjadi tempat yang menyenangkan dan menggembiraka gereja.
Teologi
secara ilmiah berhubungan dengan pembuktian-pembuktian. Jika teologi Kristen
dikembangkan, maka pembuktian utama tentang Allah adalah teks dan konteks Alkitab.
aspek yang menarik disini menarik kalangan Liberal mengkritik penggunaan teks
Alkitab sebagai pembuktian, mereka berpendapat pembuktian teks Alkitab hanyalah
sebuah metodologi yang tidak tepat dan tidak ilmiah (Ryrie, 1991). Alkitab
dipercaya bukan hanya berisi karya Allah yang mencipta, membebaskan dan
menyelamatkan, tetapi Alkitab sungguh-sungguh kitab di atas segala kitab yang
mengisahkan keagungan dan kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Berteologi
adalah upaya untuk memahami tentang Allah, karena itu diperlukan pengembangan
teologi secara terus menerus, seperti Teologi-Teologi Kontemporer yang harus
dipahami secara netral, yakni teologi-teologi yang muncul di sepanjang abad
ke-20 (Aritonang, 2018).Teologi-teologi
kontemporer buah pemikiran para teolog di zaman modern yang berisi
pandangan, anggapan dan kajian yangbersifat ilmu pengetahuan teologi. Don
Schweitzer seorang teolog barat, memberi inspirasi tajam sebab ia menempatkan
inti teologi Kristen pada hakekatnya adalah Kristologi, sebab sejarah concern
gereja untuk mengungkapkan imannya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat
(Aritonang, 2018).
Iman kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat adalah dogma yang absolut tak
terbantahkan.
Teologi Liberal,
Liberalisme
Liberal menurut Kamus Bahasa
Indonesia: Bebas, terbuka. Sedangkan, dalam bahasa Latin Liberal disebutkan
dengan kata Liber, yang artinya bebas dan bukan budak atau suatu
keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Liberal kemudian
berkembang menjadi sebuah idiologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik
yang utama. Liberalisme, pada awal pertumbuhannya sering dikonotasikan sebagai
pernyataan kebebasan individu dalam setiap aspek kehidupan. Dengan maksud
sebagai langkah awal dalam usaha memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia (Ma’arif, 2006). Apa yang
dikemukakannya disini adalah sebuah kebebasan individu bukan kelompok. Kepentingan
kekebasan individu pandangnya sebagai sesuatu yang mengikat pribadi atas nama
hak asasi mansuia.
Perkembangan awal dari teologi
liberal terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna
Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada
bangsawan bawahan, yang secara tidak langsung telah membatasi kekuasaan Raja
John sehingga dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (Rosyidin, 2010). Perkembangan
liberalisme selanjutnya ditandai dengan revolusi tak berdarah pada 1688 yang
dikenal dengan The Glorous Revolution of 1688. Sejarah ini, dari
penurunan Raja James II dari England dan Ireland dan James VII dari Scotland,
serta mengangkat William II dan Marry II sebagai raja. Setahun setelah revolusi
tersebut, parlemen Inggris menyetujui undang-undang hak rakyat yang disebut Bill
of Right yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan
terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris (Rosyidin, 2010).
Liberalisme
menandai perkembangan teologi yang muncul dari rasionalisme dan
eksperientalisme dari filsuf dan para ahli (Enns, 2008). Liberalisme
adalah gerakan yang menafsirkan dan mereformasi ajaran Kristen dengan
mempertimbangkan pengetahuan, ilmu pengetahuan dan etika modern. Teologi
Liberal menganggap ilmu pengetahuan seolah-olah bisa mengetahui segala sesuatu.
Alkitab diangap seolah-olah dipenuhi dengan dongeng dan kesalahan. Kaum Liberal
mengajarkan, bahwa Alkitab tidak diilhamkan Allah dan memiliki kesalahan. Liberalisme
mengutakan pemikiran manusia dan pengetahuan; dimana apapun yang tidak sesuai
dengan nalar dan ilmu pengetahuan harus ditolak. Akibatnya, liberalisme telah
menolak doktrim bersejarah dari iman Kristen karena mereka berurusan dengan
mujizat dan supernatural: Inkarnasi Kristus, Kebangkitan Tubuh Kristus, dst (Enns, 2008). Pendapat
dan ajaran kaum liberal ini jelas bertentangan dengan dengan II Timotius 3:16-17 : segala tulisan yang diilhamkan Alah memang
bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.
dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap
perbuatan baik. Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya dimanapun
mengakui bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah. Alkitab menjadi 'lampu lalu lintas'
perjalanan gereja, baik pemimpinnya maupun jemaat. Sebagai lampu lalulintas,
diatur dengan peraturan-peraturan serta ketetapan-ketetapan yang dibuat Allah
sendiri, dimaksudkan supaya gereja tidak tersesat oleh dunia ini. dan oleh
keinginan-keinginan kedagingannya.
Penganut paham Liberalisme John
Locke, Montesquie, dan Tocquiville menganggap bahwa agama Kristen satu-satunya
yang mengembangkan nilai-nilai Liberal atas martabat manusia, kebebasan,
kesetaraan, dan bahkan perbedaan pendapat, dan lebih lagi manusia yang bebas (Parekh, 2008). Pandangan
kaum Liberalisme ini dapat dianggap sebagai pendapat spekulatif atau didasari oleh
pemikiran spekluasi menjawab desakan dan tuntutan keadaan. Alasan martabat,
kebebasan dan kesetaraan serta perbedaan pendapat bolehlah dipakai sebagai
landasan berpikir melahirkan pendapat bebas. Tetapi ruang kebebasan ternyata
adalah alat pendukung cakrawala berpikir kaum liberal memecahkan persoalan
kemanusiaan dan keagamaan (Kristen) sehingga menjadi sebuah paham (isme) yang
menarik untuk ditelusuri. Walaupun ajaran kaum liberalisme dipandang
bertentangan dengan ajaran Kristen, tetapi menjadi penting bagi para teolog
untuk berusaha memecahkan setiap masalah kemanusiaan dan keagamaan dengan
argumen-argumen yang dapat diterima oleh berbagai pihak.
Beginilah
ajaran kaum Liberal lainnya (Ariyanto, 2010): Pertama
dst.
1) Kelahiran
Yesus Melalui perawan Maria adalah ajaran sesat dan berbau mitologis.
2) Yesus
tidak bangkit dari kubur.
3) Yesus
adalah guru moral yang baik tetapi para pengikut-Nya telah menguah sejarah
kehidupan-Nya seperti yang tercatat dalam Alkitab, tidak ada mujizat yang
supranatural.
4) Neraka
tidak nyata. Manusia tidak tersesat dalam dosa. Manusia dapat membantu dirinya
pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib tidak diperlukan, karena Allah penuh
kasih tidak mengirim orang ke dalam neraka, sebab manusia tidak dilahirkan
dalam dosa.
5) Sebagian
besar para penulis Alkitab, bukanlah orang-orang yang selama ini dianggap
sebagai penulis. seperti lima kitab pertama dalam Alkitab.
6) Hal
yang paling penting dilakukan oleh manusia adalah mengasihi sesamanya. Apa yang
dianggap tindakan kasih bukanlah berdasarkan apa yang Alkitab katakan sebagai
sesuatu yang baik tetapi bersandar pada apa yang diputuskan para teolog Liberal.
Bagi kaum Liberalisme Alkitab dianggap sebagai buku biasa karya manusia, sama
seperti buku-buku pada umumnya yang harus di kritisi makna dari isinya.
Apa yang
menjadi ajaran kaum liberalisme ini, telah membuka mata, membangunkan dari 'tidur
nyenyak' gereja, yang seakan aman dan nyaman dari serangan 'musuh' yang
ternyata musuh dari dalam gereja. Kaum liberalisme telah melahirkan kritik pada
ajaran gereja, gereja harus membuktikan ajarannya tidak salah. Menjadi salah
bila pengajarannya hanya menyentuh batin dan tidak menyentuh pikiran untuk
berpikir kritis dan bertindak menjawab apa yang dihadapi jemaat, masyarakat.
Beberapa Tokoh Teologi Liberalisme
1) Albrecht
Benyamin Ritschl. Lahir di Berlin 1822. Ayahnya seorang pendeta: Georg Carl
Benjamin Ritschl. Albrecht Ritschl, dalam pemikirannya: manusia hanya akan
menerma pembenaran dan pendamaian dalam Tuhan hanya bila ia berada di dalam
komunitas orang percaya yang dibangun oleh Kristus sendiri. Karena itu manusia
tidak akan mencapainya bila ia merasa orang asing dalam persekutuan. Kerajaan
Allah tampak pada setiap karya orang-orang Kristen. Gagasannya ini mengkritik
secara tajam teologi protestan yang lebih menekankan aspek iman secara
berlebihan (Manullang & Pakpahan, 2021).
2) John
Locke (1632-1704 M) ia terkenal sebagai tokoh senior empirimse Inggris, yang
juga mengusung pembelaannya terhadap toleransi beragama (Zaprulkhan, 2017). Beberapa
pemikirannya: Manusia memiliki kecakapan-kecakapan identik yang meliputi dan
utamanya adala akal budi, karena mereka secara ontologis bergantung pada
penciptanya dan sehingga tidak tergantung dari satu dengan yang lainnya, mereka
adalah setara (Zaprulkhan, 2017). John
Locke membawa para pengikut liberal menerima teori persamaan dan disamakan
sebagai buah ciptaan yang sama. Mengedepankan akal budi berarti semua didasari
oleh logika, yang masuk akal, yang dapat diterima oleh rasio/logika bukan yang
abstrak, yang tidak mungkin, sebagaimana yang tawarkan oleh gereja. Iapun tidak
pernah ragu seorang yang rasional harus hidup, dan bagaimana masyarakat yang
rasional harus ditata, seperti industri, perusahaan, energi, disiplin diri, perapan,
pengakuan atas sesamanya sebagai yang setara (Zaprulkhan, 2017). John
Locke juga mengajarkan: bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural
right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk
memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara (Astria & Wiranata, 2024). Kehendak
dasar dari pendapatnya ini merupakan gambaran bahwa manusia tidaklah boleh
diikat oleh ikatan ajaran agama. Apa yang dikemukakan John Locke juga kelihatan
kehendak dan keinginannya menjadikan semua manusia memiliki kebebasan dalam segala
hal, termasuk kebebasan berpikir dan menilai agama dan keyakinannya.
3) J.J.
Rousseau. Pemikirannya mempengerauhi Revolusi Perancis dan mempengaruhi
perkembangan teori-teori Liberal dan sosialis, serta menumbuhkan nasionalisme (Parekh, 2008). Baginya
manusia dikaruniai kemampuan akal budi yang unitk, dan karena itu mampu mampu
memahami dan mengendalikan dunia alamiah dan sosial, refleksi diri yang kritis,
dan sebagainya, akal budi merupakan kemampuan yang pling berharga, tidak
menekan, terbatas tetapi menjadi tolok ukur skeptisme mengenai dirinya sendiri
dan menghindari degenerasi ke dalam rasionalime (Parekh, 2008). Ia juga
berpandangan bahwa agama adalah dasar kehidupan sosial yang perlu. Agama
menjadi pilar moralitas, agama harus bebas dari unsur-unsur misterius. Agama Kristen
adalah satu-satunya agama yang benar, sayang agama Kristen memiliki dimensi
yang konteplatif, mistis, dogmatis, asketis dan lainnya. Ia juga mengatakan
agama Kristen seharusnya diterjemahkan secara intelektual 'masuk akal'
terhormat secara moral, ini yang menjadikan pandangan Liberalismenya yang
konservatif (Parekh, 2008). Rousseau
memiliki pandangan yang ingin mengubah apa yang dipandangnya sebagai seuatu
yang tidak mendatangkan kekebasan. Agama Kristen dipandangnya sebagai agama
yang lebih 'sbuk' dengan urusan-urusan yang tidak mengubah, yang lebih
mementingkan kepentingan dogama dan tidak memikirkan hal-hal yang masuk akal.
Hal yang masuk akal baginya dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang mengubah
moral masyarakat dan para pemimpinnya.
4) Nicholas
F. Gier. dari Universitas Idaho, Moscow. Pandangannya terhadap Liberlisme
Amerika Serikat : Pertama, Percaya pada Tuhan, tapi
bukan Tuhan dalam kepercayaan Kristen Ortodoks. Kedua. Memisahkan antara
doktrin Kristen dan Etika Kristen. Sebab itu orang atheispun dapat menjadi
moralis. Ketiga, selain percaya kepada Tuhan, percaya akan keabadian jiwa.
Keempat, Tuhan dan Kristen tidak terdapat dalam undang-undang. Kelima Percaya
penuh pada kebebasan dan toleransi beragama (Parekh, 2008).
Pandangannya ini semakin memperjelas bahwa teologi liberalisme benar-benar,
tidak lagi menempatkan posisi Tuhan sebagai yang mengatur dan tidak lagi
menghormati Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara hidup manusia. Masalah agama
bukan lagi yang utama tetapi kebutuhan dan kebebasan manusia menjadi yang
paling diutamakan.
Sangat
menarik membahas Teologi Liberalisme. Dengan membaca, mencari buku, Jurnal
sebagai sumber pembahasan, semakin membuka wawasan saya tentang teologi
terutama teologi Liberlisme dan saya berpandangan, bahwa: Ternyata berbicara
tentang teologi itu sangat luas dan sangat banyak peminatnya, bahkan tidak
hanya yang berlatar belakang teologi, tetapi yang memiliki disiplin ilmua
lainnya, seperti hukum, ekonomi, dokter dan kaum 'awam' lainnya. Negara-negara
maju sebut saja Eropa telah melahirkan pemikir-pemikir jitu, handal, jenius
diberbagai bidang terutama teologi. Pertanyaan selalu ada untuk lebih
mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya sebab lahirnya Teologi Liberalisme? Kenapa
pemikir teologi Liberal lebih mengedepankan akal budi, yang rasional? Mengapa
para pemikir teologi, menentang tradisi ajaran gereja tentang Alkitab?
Bagaimana gereja menghadapinya? Dengan membaca, menganalisa teologi liberal
didapatlah jawabannya, bahwa teologi lberalisme dilatarbelakangi oleh tuntutan
kesetaraan, kritik terhadap gereja yang lebih mengedepankan dogma, iman dan
mengabaikan hak hidup, keadilan, persamaan hak, sehingga hakikat Alkitab dan
ajarannya dianggap diselewengkan, ajaran gereja dianggap tidak masuk akal,
tidak berdasarkan logika. Sementara itu warga gereja/jemaat harus melihat
keadilan itu harus menjadi salah satu landasan pengajaran gereja. Bahwa
keadilan itu mulai dari gereja, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Gereja mesti menjawab, memberi solusi pada setiap kebutuhan mendasar dari
jemaat. Gereja harus ikut bertanggungjawab pada persoalan/pergumulan
warganya/jemaat. Jika begtu bagi saya itulah sesungguhnya teologi yang benar.
Kita hanya dapat bicara teologi kalau kita mengerti apa maksud Allah
mengaruniai kita hidup melalui Alkitab. Ini akan sangat bermanfaat bagi
Pendidikan Agama Kristen terutama dalam membentuk mental spiritual anak-anak
sebagai generasi penerus. Pendidikan Agama Kristen mesti menjadi salah satu
sarana pembelajaran bagi generasi gereja menghadapi berbergai keadaan, tawaran
dan godaan menggoyahkan iman berdasarkan dogma gereja. Guru Pendidikan Agama
Kristen mesti diperlengkapi terus menerus dengan ilmu teologi, terutama
teologi-teologi kontemporer yang terus dikembangkan oleh para pakar yang
didapat melalui buku=buku teologi. teristimewa teologi liberalisme. Menjadi
tanda awas bagi semua pemerhati Pendidikan Agama Kriten tentang bagaimana memberi
bingkai yang terbungkus rapi dengan dogma gereja dan menjadi rambu pengajaran
gereja.
Kesimpulan
Para teolog selalu lahir di zaman
yang tidak semua sama. Perubahan zaman, pergeseran dan perkembangan ilmu
pengetahuan mempunyai andil yang tidak boleh diabaikan dalam menentukan gerak
langkah sejarah Teologi. Sejarah telah dan akan terus mencatat 'buah pena'
pemikiriran jenius para pemikir teologi dalam menghubungkan kondisi, keadaan
dizamannya dengan 'pergolakan' kebutuhan manusia, dalam menuntut keadlan,
pemerataan hak dan kesinambungan hidup. Hadirnya para pemikir teologi
menandaskan betapa pentingnya berpikir tentang Allah yang hadir, Allah yang
hidup, Allah yang bertindak. Manusia diberi akal budi oelh Tuhan, bukan untuk
memikirkan kepentingan teori teologinya, tetapi diarak dan dipanggil untuk
memikirkan keikutsertaan manusia dalam misi Allah di dunia ini. Akal budi
adalah anugerah Tuhan yang hanya IA berikan karena, manusia adalah ciptaan-Nya
yang diciptkan menurut rupa dan gambar-Nya sehingga menjadi rekan kerja-Nya.
Akal budi, rasionalitas ada dalam diri manusia agar manusia tidak hanya
berpikir yang masuk akal, yang berdasrkan rasio tetapi yang dapat diterima dan
diimani sebagai orang beragama.
BIBLIOGRAFI
Abineno,
J. L. C. (1989). Pokok-pokok penting dari iman Kristen. BPK Gunung
Mulia.
Aritonang, J. S.
(2018). Teologi-Teologi Kontemporer. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 245–248.
Ariyanto, M. D.
(2010). Teologi Kristen Modern di Eropa.
Astria, A. S.,
& Wiranata, I. H. (2024). Pendidikan HAM: Kontradiksi, Solusi, dan
Pencegahan Peristiwa Tanjung Priok agar Tidak Terulang Kembali. Prosiding
Seminar Nasional Kesehatan, Sains Dan Pembelajaran, 3(1), 397–404.
Calvin, Y. (2008).
Institutio [Pengajaran Agama Kristen]: Pengajaran agama Kristen (Winarsih,
Trans.). BPK Gunung Mulia.
Drewes, B. F.,
& Mojau, J. (2003). Apa itu teologi?: pengantar ke dalam ilmu teologi.
BPK Gunung Mulia.
Enns, P. P.
(2008). The Moody handbook of theology. Moody Publishers.
Hommes, T. G.
(1992). Teologi dan praksis pastoral: antologi teologi pastoral. PT BPK
Gunung Mulia.
Ma’arif, S.
(2006). Dinamika Peran Negara dalam Proses Liberalisasi dan Privatisasi. Jurnal
Kebijakan Dan Administrasi Publik, 10(2), 99–114.
Manullang, E. Y.
B., & Pakpahan, B. J. (2021). Tinjauan atas Spiritualitas HKBP dari Sudut
Pandang Spiritualitas Luther dan Gereja-gereja Lutheran. Jurnal Amanat Agung,
17(2), 183–219.
Parekh, B. (2008).
Rethinking multiculturalism: Keberagaman budaya dan teori politik.
Kanisius.
Rosyidin, M. A.
(2010). Liberalisme dan Konservatisme dalam Kajian Islam Indonesia. Mukaddimah:
Jurnal Studi Islam, 8(1), 21–48.
Ryrie, C. C.
(1991). Teologi Dasar, buku 1. Yogyakarta: Yayasan Andi.
Smith, T. A., Aymer,
M. P., DeVries, D., Brown, W. P., Brawley, R. L., Coote, R. B., Campbell, C.
M., Douglas, M., Dykstra, R. C., & Ramsay, N. J. (2006). Frequently
asked questions about sexuality, the Bible, and the church. Covenant
Network of Presbyterians.
Woly, N. J.
(2008). Perjumpaan di Serambi iman: suatu studi tentang pandangan para
teolog Muslim dan Kristen mengenai hubungan antaragama. BPK Gunung Mulia.
Zaprulkhan, Z.
(2017). Teorii Hermeutika Al-Qur’an Fazlur Rahman. NOURA: Jurnal Kajian
Gender Dan Anak, 1(1), 22–47.
Copyright
holder: Ventje Albert Talumepa (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |