Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

 

 

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN KLASIFIKASI KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI COVID-19 PADA TENAGA KESEHATAN DI KOTA PADANG

 

Dwi Rizki Fadhilah1, Sabrina Ermayanti2, Deddy Herman3

Universitas Andalas, Padang, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan karakteristik dengan derajat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) COVID-19 pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Se-Kota Padang. Metode penelitian ini adalah retrospektif cohort. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian terbanyak adalah reaksi lokal yaitu nyeri pada lokasi suntikan, yang terjadi pada 98% dosis pertama dan 95,3% dosis kedua. Reaksi sistemik terbanyak adalah kelelahan yang dialami oleh 49,8% pada dosis pertama dan 45,9% pada dosis kedua. Umur terbanyak yang mengalami KIPI berkisar 26-35 tahun, dan jenis kelamin yang paling banyak mengalami KIPI adalah perempuan. Tidak ada hubungan signifikansi antara karakteristik dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang. Penelitian ini menuturkan bahwa reaksi lokal adalah kejadian terbanyak dan tidak ada hubungan signifikansi antara karakteristik dengan derajat KIPI COVID-19.

Kata kunci: Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, tenaga kesehatan, Rumah Sakit Umum Se-Kota Padang.

 

Abstract

This study aimed to investigate the relationship between characteristics and the severity of post-vaccination adverse events (PVAEs) in healthcare workers at a general hospital in Padang. The research design was a retrospective cohort study. The results showed that the most common PVAE was local reaction, specifically pain at the injection site, which occurred in 98% of the first dose and 95.3% of the second dose. The most frequent systemic reaction was fatigue, which was reported by 49.8% of participants after the first dose and 45.9% after the second dose. The most affected age group was 26-35 years old, and women were more likely to experience PVAEs. No significant correlation was found between PVAEs and comorbidities or nutritional status. The study concluded that local reactions were the most common PVAEs and that there was no significant association between characteristics and the severity of PVAEs.

Keywords: Post-vaccination adverse events, healthcare workers, General Hospital in Padang.

 

Pendahuluan

Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi penularan COVID-19, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat COVID-19, dan mencapai kekebalan kelompok. Pemerintah menargetkan 70 persen penduduk atau sekitar 182 juta jiwa dapat diimunisasi agar kekebalan kelompok dapat tercapai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Hingga 20 September 2021 jumlah penduduk Indonesia yang mendapatkan vaksinasi dosis pertama berjumlah 56 juta dosis, dan yang telah mendapatkan vaksinasi kedua berjumlah 30 juta dosis. Tenaga kesehatan merupakan penerima vaksin tahap I karena petugas kesehatan merupakan kelompok yang berisiko tinggi untuk terinfeksi dan menularkan SARS-COV-2 dalam komunitas. Terhitung tanggal 13 September 2021 sebanyak 1.954.573 (133,08%) tenaga kesehatan melaksanakan vaksin dosis pertama dan 1.788.254 (121,75%) pada dosis kedua dengan target pelaksanaan vaksinasi 1,48 juta.2

Tantangan dalam vaksinasi COVID-19 adalah kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Penelitian yang dilaksanakan di Kota Padang didapatkan bahwa reaksi KIPI terbanyak adalah 60,7% mengalami nyeri pada area suntikan, 47,1 % mengalami kelelahan namun tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, dan 29,4% responden mengalami sakit kepala (Desnita et al., 2022). Penelitian di Kota Makassar mendapatkan bahwa KIPI terbanyak adalah reaksi lokal yaitu nyeri pada lokasi suntikan sebanyak 98% di dosis pertama dan 95,3% di dosis kedua. Reaksi sistemik terbanyak yaitu kelelahan yang dialami oleh 49,8% di dosis pertama dan 45,9% di dosis kedua (Sri Mulyani, Takdir Tahir, 2022).

Penelitian oleh Yulyani V. didapatkan usia terbanyak yang mengalami KIPI berkisar 26-35 tahun yaitu sebanyak 73 orang (47%) (Yulyani et al., 2022). Jenis kelamin terbanyak mengalami KIPI adalah perempuan (Romlah & Darmayanti, 2022). Penelitian Yulyani V. juga didapatkan hal yang sama yaitu jumlah tenaga kesehatan yang mengalami KIPI terbanyak adalah perempuan sebanyak 67 orang (70,5%), namun tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian KIPI (Yulyani et al., 2022). Tenaga kesehatan yang paling banyak mengalami KIPI adalah profesi perawat (38%) (Romadhan et al., 2022). Penelitian sebelumnya didapatkan jumlah tenaga kesehatan yang mendapatkan KIPI vaksin COVID-19 sebagian besar tidak memiliki riwayat komorbid (98,9%) dan didapatkan tidak terdapat hubungan antara komorbid dengan KIPI vaksin COVID-19 (Desnita et al., 2022).

Penggunaan vaksin di Indonesia saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat salah satunya karena KIPI. Data penelitian di Indonesia yang membahas mengenai hubungan antara karakteristik dengan derajat KIPI pada orang yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 terutama pada tenaga kesehatan masih terbatas, oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara karakteristik dengan derajat KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Se-Kota Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan klasifikasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan metode cohort retrospektif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menjelaskan tentang suatu fenomena atau keadaan, sedangkan metode retrospektif adalah metode penelitian yang mengumpulkan data dari kesempatan yang telah terlalu lama lalu. Cohort retrospektif adalah metode penelitian yang mengumpulkan data dari sampel yang telah mengalami sebuah kejadian atau peristiwa tertentu.

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel inklusi adalah tenaga kesehatan yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 dua dosis dan mengalami KIPI, sementara sampel eksklusi adalah tenaga kesehatan yang tidak lengkap mengisi kuesioner.

Data diambil dengan memberikan kuesioner berupa google form pada tenaga kesehatan di RSUP Dr. M. Djamil, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang, Rumah Sakit Universitas Andalas, Semen Padang Hospital, RS BMC, RS Hermina, RS Yos Sudarso,, RS Ibnu Sina, RS Tentara Reksowidiryo, RS Bhayangkara, RS Naili DBS, RS Selaguri, RS Aisyiyah. Pengambilan data akan diperantarai oleh pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan. Setelah google form dibagikan, data selanjutnya dikumpulkan dalam satu master. Kemudian analisis data diolah dengan sistem komputerisasi.

 

Hasil dan Pembahasan

Pengambilan sampel penelitian dilakukan selama dua bulan dari bulan November hingga Desember 2021. Penelitian ini menyertakan 237 tenaga kesehatan sebagai sampel penelitian. Proses skrining sampel sebagai berikut: dari total 1003 kuesioner yang terisi didapatkan 941 tenaga kesehatan yang telah mendapatkan 2 kali vaksinasi COVID 19. Sebanyak 25 kuesioner dikeluarkan karena diisi berulang oleh tenaga kesehatan yang sama, sehingga tersisa 916. Tenaga kesehatan yang mengalami KIPI didapatkan 248 orang, namun dari jumlah tersebut dieksklusi sebanyak 11 tenaga kesehatan karena pengisian Google form tidak lengkap. Proses skrining sampel ditunjukkan sebagai berikut:


Gambar 1. Proses pemilihan sampel

 

Karakteristik tenaga kesehatan di Kota Padang yang terkonfirmasi COVID-19 pasca 2 kali vaksinasi dan mengalami KIPI sebagian berada di kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 64,1%. Sebagian tenaga kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19 adalah perempuan (81,9%), sebagian merupakan tenaga paramedis (58,6%), dan sebagian besar (84,4%) tidak memiliki komorbid, dan dari 15,6% tenaga kesehatan yang memiliki komorbid, jenis komorbid paling banyak (6,3%) adalah asma/PPOK. Status gizi yang dinilai dengan IMT menunjukkan bahwa tenaga kesehatan dengan IMT normal yang terbanyak (37,7%) diikuti dengan status gizi obesitas (36,3%).

 

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Tenaga kesehatan di Kota Padang  yang Mengalami KIPI  Pasca Imunisasi COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota Padang.

Karakteristik

n

%

Usia

-     17-25 tahun

44

18,6

-     26-35 tahun

152

64,1

-     36-45 tahun

28

11,8

-     46-55 tahun

5

2,1

-     56-65 tahun

8

3,4

Jenis Kelamin

 

 

-     Perempuan

194

81,9

Jenis tenaga kerja

-     Medis

46

19,4

-     Paramedis

139

58,6

-     Tenaga penunjang

29

12,2

-     Tenaga administrasi

15

6,3

-     Mahasiswa

8

3,4

Komorbid

 

-     Tidak ada

200

84,4

Jenis komorbid

 

-     Hipertensi

6

2,5

-     Diabetes mellitus

7

3,0

-     Serebrovaskular

0

0,0

-     Kardiovaskular

3

1,3

-     Penyakit hati

1

0,4

-     Penyakit ginjal

1

0,4

-     TB paru

0

0,0

-     Asma/PPOK

15

6,3

-     Immunodefisiensi

3

1,3

-     Obesitas

2

0,8

-     Keganasan

3

1,3

Status gizi

 

-     Underweight

23

9,7

-     Normal

90

38

-     Overweight

38

16

-     Obesitas

86

36,3

 

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 yang paling banyak dialami oleh tenaga kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang adalah hanya nyeri dengan persentase sebesar 23,6%; diikuti dengan hanya demam (8,0%), dan hanya bengkak pada tempat suntikan (6,3%). Klasifikasi KIPI pada Tabel 2 selanjutnya dirinci lagi menurut per jenis KIPI yang dibedakan atas KIPI lokal (bengkak pada tempat suntikan, kemerahan) dan sistemik (badan lemah, sakit kepala, demam, nyeri), gabungan KIPI lokal dan sistemik, serta KIPI lain (berkurangnya salah satu fungsi tubuh yang bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari).

 

Tabel 2. Klasifikasi jenis KIPI COVID-19 pada Tenaga kesehatan di Rumah sakit umum se-Kota Padang

Jenis KIPI

n

%

1.     KIPI Lokal

 

 

-       Bengkak di tempat/lokasi suntikan

65

27,4

-       Kemerahan

24

10,1

2.     KIPI sistemik

 

 

-       Badan lemah

43

18,1

-       Demam

81

34,2

-       Nyeri

132

55,7

-       Atralgia

41

17,3

-       Myalgia

25

10,5

-       Sakit kepala

57

24,1

3.     KIPI lain

 

 

-       Berkurangnya salah satu fungsi tubuh yang bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari

4

1,7

 

   Berikutnya hubungan karakteristik tenaga kesehatan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 disajikan pada tabel 3. Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa keluhan KIPI sistemik pada semua rentang usia memiliki proporsi lebih tinggi daripada klasifikasi KIPI lainnya. Berdasarkan hasil uji fisher exact dimana nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia tenaga kesehatan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota Padang.

Jenis kelamin didapatkan jumlah tenaga kesehatan laki-laki dan perempuan sama sama lebih banyak yang mengalami KIPI sistemik daripada KIPI jenis lain. Hasil uji fiher exact didapatkan nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se Kota Padang.

Jenis tenaga kerja juga tidak terbukti berhubungan dengan klasifikasi KIPI COVID-19, karena dari tenaga medis hingga mahasiswa sama-sama menunjukkan keluhan KIPI sistemik yang proporsinya relatif sama dan lebih dominan dibandingkan dengan jenis KIPI lainnya. Komorbid juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI, keluhan KIPI sistemik pada tenaga kesehatan tanpa komorbid dan dengan komorbid juga menujukkan proporsi yang dominan dibandingkan dengan klasifikasi KIPI lainnya.

Jenis komorbid masing-masingnya juga tidak ada yang beruhubungan dengan klasifikasi KIPI. Status gizi juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 karena pada tenaga kesehatan dengan status gizi underweight hingga obesitas mengalami keluhan KIPI sistemik.

 

 

 

 

 

 

Tabel 3. Analisis Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan dengan Klasifikasi KIPI COVID-19

Karakteristik

Klasifikasi KIPI [n]

p^

Lokal

Sistemik

Lokal-sistemik

Sistemik-lainnya

Lokal-sistemik-lainnya

Usia

 

 

 

 

 

0,681

-      17-25 tahun

3

29

10

0

2

 

-      26-35 tahun

11

104

35

2

0

 

-      36-45 tahun

3

19

6

0

0

 

-      46-55 tahun

0

5

0

0

0

 

-      56-65 tahun

0

5

3

0

0

 

Jenis Kelamin

 

 

 

 

 

0,793

-      Laki-laki

4

27

12

0

0

 

-      Perempuan

13

135

42

2

2

 

Jenis tenaga kerja

 

 

 

 

 

0,141

-      Medis

7

31

8

0

0

 

-      Paramedis

6

97

33

2

1

 

-      Tenaga penunjang

0

21

8

0

0

 

-      Tenaga administrasi

3

8

3

0

1

 

-      Mahasiswa

1

5

2

0

0

 

Komorbid

 

 

 

 

 

0,254

-      Tidak ada

13

133

50

2

2

 

-      Ada

      4

29

4

0

0

 

Jenis komorbid

 

 

 

 

 

 

-      Hipertensi

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

5

1

0

0

1,000

·       Tidak

17

157

53

2

2

 

-      Diabetes mellitus

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

7

0

0

0

0,390

·       Tidak

17

155

54

2

2

 

-      Kardiovaskular

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

3

0

0

0

0,679

·       Tidak

17

159

54

2

2

 

-      Penyakit hati

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

0

1

0

0

0,316

·       Tidak

17

162

53

2

2

 

-      Penyakit ginjal

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

1

0

0

0

1,000

·       Tidak

17

161

54

2

2

 

-      Asma/PPOK

 

 

 

 

 

 

·       Ya

4

10

1

0

0

0,052

·       Tidak

13

152

53

2

2

 

-      Immunodefisiensi

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

2

1

0

0

1,000

·       Tidak

17

160

53

2

2

 

-      Obesitas

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

1

1

0

0

0,534

·       Tidak

17

161

53

2

2

 

-      Keganasan

 

 

 

 

 

 

·       Ya

0

3

0

0

0

0,679

·       Tidak

17

159

54

2

2

 

Status gizi

 

 

 

 

 

0,113

-      Underweight

0

20

3

0

0

 

-      Normal

4

67

17

0

2

 

-      Overweight

4

21

13

0

0

 

-      Obesitas

9

54

21

2

0

 

 

 

 

 

Pembahasan

Karakteristik tenaga kesehatan di Kota Padang yang mengalami KIPI sebagian berada di kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 64,1%. Penelitian oleh Yuliani V, didapatkan hasil yang sama bahwa kelompok usia yang terbanyak mengalami KIPI adalah usia 26-35 tahun sebanyak 47,09%. Penelitian efikasi vaksin Sinovac didapatkan bahwa frekuensi KIPI vaksin COVID-19 terjadi lebih rendah pada usia tua dibandingkan usia muda. Hal ini dapat disebabkan karena usia muda mempunyai imunitas yang lebih baik dibandingkan usia tua (Interim, 2021; Yulyani et al., 2022).

Definisi usia tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk berusia 15-64 tahun, sehingga pada penelitian ini banyak ditemukan karakteristik tenaga kesehatan dengan rentang usia 26 hingga 65 tahun. Titer neutralizing antibody berkurang sebanding dengan penambahan usia. Seseorang dengan usia muda memiliki titer neutralizing antibody yang lebih tinggi. Data uji klinis pada vaksin COVID-19 lainnya menunjukkan bahwa titer neutralizing antibody dan jumlah pengikatan IgG dan IgA setelah vaksin dosis pertama lebih rendah pada usia tua, penurunan yang nyata tampak pada usia lebih dari 80 tahun (Collier et al., 2021).

Peningkatan kadar antibodi setelah imunisasi kedua lebih tinggi pada lanjut usia namun jumlah titer rata-rata absolut dari kelompok usia tua tetap lebih rendah dibandingkan usia muda. Penelitian oleh Müller L, didapatkan bahwa setelah vaksinasi kedua, 31,3% kelompok usia tua tidak ditemukan neutralizing antibody berkebalikan dengan usia muda yang mana hanya 2,2% yang tidak terdeteksi neutralizing antibody. Hal ini menyebabkan pada populasi tua dibutuhkan monitoring lebih dan dibutuhkan vaksinasi ulangan dan/atau peningkatan dosis vaksin untuk memastikan imunitas jangka panjang yang lebih kuat dan perlindungan terhadap infeksi (Müller et al., 2021).

Sebagian tenaga kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19 adalah perempuan (81,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian C. Menni bahwa KIPI pasca vaksinasi didapatkan terbanyak pada perempuan yaitu 69,6%. Namun penelitian pada tenaga kesehatan di India didapatkan bahwa tenaga kesehatan yang mengalami KIPI terbanyak pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kesehatan di Indonesia mayoritas adalah perempuan (Menni et al., 2021; Raghute et al., 2019).

Perbedaan jenis kelamin menyebabkan terdapatnya perbedaan pada kerentanan terhadap infeksi, respon imun dan patogen, vaksin, dan reaksi KIPI dari vaksinasi. Perempuan dapat menginduksi respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki. Selain itu pada perempuan ditemukan bahwa titer antibodi pada vaksin ditemukan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hormon seks, sebagian besar estrogen namun progesterone dan testosterone juga mempengaruhi sel imun secara kuantitatif dan kualitatif. Aspek biologis didapatkan data penelitian tentang kemungkinan peran modulasi kromosom X. Pengaruh hormonal pada respon imun menetapkan bahwa estrogen meningkatkan respon imun, sementara progesterone dan androgen menurunkannya (SO, 2012).

Tenaga kesehatan yang paling banyak mengalami KIPI merupakan tenaga paramedis (58,6%), Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 ditemukan bahwa penyebaran tenaga kesehatan rumah sakit di Indonesia terbanyak adalah perawat 50,79% selanjutnya yang terbanyak adalah bidan. Data sebaran perawat dan bidan di Indonesia didapatkan terbanyak dibandingkan tenaga kesehatan lain yaitu 41,80% bobot populasi dan bidan 24,71% bobot populasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Sebagian besar tenaga kesehatan tidak memiliki komorbid (84,4%) dan dari 15,6% tenaga kesehatan yang memiliki komorbid, jenis komorbid paling banyak (6,3%) adalah asma/PPOK. Menurut penelitian Kaur et al, ditemukan bahwa komorbid berhubungan dengan kejadian KIPI vaksin COVID-19. Christina Menni et al menilai peran kovariat dalam risiko infeksi setelah vaksinasi. Ditemukan bahwa pada orang tanpa komorbid memiliki penurunan risiko infeksi lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki satu komorbid. Seseorang dengan komorbid tertentu tidak memiliki daya tahan yang baik untuk membuat antibodi (Menni et al., 2021; Setyaningsih et al., 2021).

Penelitian klinis fase tiga pada beberapa jenis vaksin menilai efek pencegahan dari vaksin COVID-19 antara seseorang dengan komorbid dan tanpa komorbid. Hasil penelitian didapatkan bahwa efek pencegahannya tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada seseorang dengan komorbid dan tanpa komorbid juga didapatkan tidak terdapat perbedaan. Penelitian klinis fase tiga ini juga didapatkan orang dengan komorbid yang mendapat vaksinasi COVID-19 dan dilaporkan meninggal dunia. Hasil penyelidikan didapatkan bahwa kematian ditemukan bukan karena vaksin COVID-19 (Choi & Cheong, 2021).

Beberapa komorbid seperti diabetes melitus dapat berkontribusi pada perburukan prognosis penyakit pada COVID-19 dengan mempercepat terjadinya trombosis dan iskemik. Hal ini menyebabkan pada pasien dengan diabetes melitus dapat terjadi kegagalan multi organ dan meningkatkan risiko kematian. Infeksi SARS-COV-2 disebutkan juga dapat memperburukan kondisi inflamasi dan mengubah respon sistem imun sehingga menyebebabkan kesulitan dalam kontrol kadar gula darah (Nurrasyidah, 2022).

Sebagian tenaga kesehatan ada yang menderita komorbid hipertensi, menurut beberapa penelitian didapatkan bahwa hipertensi meningkatkan keparahan COVID-19 dan meningkatkan risiko untuk dirawat di ruang intensif (Nurrasyidah, 2022).

Status gizi yang dinilai dengan IMT menunjukkan bahwa tenaga kesehatan dengan IMT normal yang terbanyak (37,7%) diikuti dengan status gizi obesitas (36,3%). Penelitian oleh C. Menni menyebutkan bahwa risiko terjadinya infeksi lebih rendah pada orang dengan BMI normal dan underweight dibandingkan dengan obesitas. Imun respon yang efektif membutuhkan nutrisi yang adekuat. The European Food Safety Authority telah melakukan penilaian ilmiah bahwa terdapat kontribusi vitamin A (termasuk β karoten), B6, B9 (folat), B12, C dan D, mineral Zn, Se, Fe, dan Cu memiliki kontribusi terhadap fungsi normal sistem kekebalan tubuh (European Commission, 2006; Menni et al., 2021). Hubungan sebab-akibat antara status mikronutrien dan respons vaksin telah ditunjukkan melalui uji coba terkontrol secara acak. Uji coba ini pada orang tua telah menunjukkan respons yang lebih baik terhadap vaksinasi setelah dilakukan intervensi. Misalnya, uji coba secara acak terhadap ≥5 porsi buah dan sayuran dibandingkan dengan ≤2 porsi pada orang berusia 65-85 tahun melaporkan respon yang lebih baik terhadap vaksinasi. Sebuah studi tentang vitamin E menunjukkan peningkatan tanggapan terhadap beberapa vaksin pada individu yang berusia di atas 65 tahun yang diberikan 60 atau 200 mg vitamin E dibandingkan dengan populasi yang berada dalam kelompok placebo (Gibson et al., 2012; Nikbin Meydani et al., 2014).

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 yang paling banyak dialami oleh tenaga kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang adalah nyeri di tempat suntikan dengan persentase sebesar 23,6%; diikuti dengan hanya demam (8,0%), dan hanya bengkak pada tempat suntikan (6,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Basuki AR, yang didapatkan bahwa nyeri pada lokasi suntikan merupakan KIPI yang paling banyak dilaporkan (Basuki et al., 2022).

Gejala KIPI berupa bengkak dan nyeri di tempat penyuntikan merupakan reaksi lokal setelah mendapatkan vaksin yang merupakan suatu respon imun dalam tubuh. Reaksi vaksin ini biasanya muncul sehari atau dua hari setelah imunisasi dan berlangsung selama satu sampai beberapa hari. Komponen vaksin lainnya, misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet juga dapat memicu reaksi. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh jenis vaksin (Hervé et al., 2019).

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi lainnya yaitu nyeri kepala, hal ini dikarenakan adanya suatu repon inflamasi terhadap zat asing (vaksin) yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan sistem imun non spesifik memproduksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF alfa, IF gamma, dan IL-beta yang akan bermigrasi ke jaringan dan sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan nyeri kepala (Hervé et al., 2019).

Demam juga terjadi pada beberapa tenaga kesehatan setelah menjalani vaksinasi. Komponen vaksin yang masuk ke dalam pembuluh darah akan ditangkap makrofag sebagai benda asing. Makrofag menjadi antigen presenting cell (APC), mengaktivasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak benda dalam pembuluh darah. T-helper mengaktivasi sel T-sitotoksik untuk melisiskan makrofag yang memfagosit benda asing serta mengaktifkan sel B yang melepas antibodi. Lisis tersebut dapat menyebablan pelepasan mediator sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, dan TNF) dan sitokin yang berperan sebagai antiinflamasi (IL-10, IL-1ra). Mediator tersebut akan merangsang hipotalamus mensintesis prostaglandin sehingga meningkatkan setpoint pada area preoptik hipotalamus (Hervé et al., 2019).

Keluhan KIPI sistemik pada semua rentang usia memiliki proporsi lebih tinggi daripada klasifikasi KIPI lainnya. Berdasarkan hasil uji fisher exact menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia tenaga kesehatan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota Padang. Penelitian oleh Yulyani V. juga menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan KIPI. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah titer neutralizing antibody antara usia muda dan usia yang lebih tua (Yulyani et al., 2022).

Titer neutralizing antibody berkurang sebanding dengan penambahan usia. Penelitian mengenai tingkat keamanan vaksin Sinovac pada usia lanjut menyebutkan bahwa Sinovac dapat ditoleransi dengan baik oleh orang dewasa. Titer neutralizing antibody dapat terinduksi dengan dosis 3 µg, dengan jumlah yang sama pada dosis 6 µg, dan lebih tinggi disbanding dosis 1,5 µg (Wu et al., 2021).

Jenis kelamin didapatkan jumlah tenaga kesehatan laki-laki dan perempuan sama sama lebih banyak yang mengalami KIPI sistemik daripada KIPI jenis lain. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se Kota Padang. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yulyani V. yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status demografi jenis kelamin dengan KIPI pasca vaksinasi pada tenaga kesehatan. Penelitian oleh Louis MI menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan beberapa reaksi KIPI (Louis et al., 2021; Yulyani et al., 2022).

Respon imun yang tinggi dapat dipengaruhi oleh hormone seks, seperti andoren dan dosis tinggi estrogen. Steroid seks memiliki pengaruh yang kuat pada sistem kekebalan tubuh, perubahan hormon selama siklus menstruasi wanita mempengaruhi perubahan siklus dalam fungsi kekebalan tubuh. Perubahan ini dapat meningkatkan jumlah sel T regulator dan prostaglandin E2. Sel T regulator memiliki peran dalam mengatur atau menekan sel lain dalam sistem imun. Sementara itu, prostaglandin E2 adalah mediator inflamasi yang dihasilkan oleh siklooksigenasi 2 (COX2) (Louis et al., 2021).

Komorbid juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI, keluhan KIPI sistemik pada tenaga kesehatan tanpa komorbid dan dengan komorbid juga menujukkan proporsi yang dominan dibandingkan dengan klasifikasi KIPI lainnya. Jenis komorbid masing-masingnya juga tidak ada yang beruhubungan dengan klasifikasi KIPI. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yulyani V. bahwa tidak terdapat hubungan antara status komorbid dengan KIPI (Yulyani et al., 2022).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat ditarik adalah; (1) tenaga kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19 terbanyak adalah perempuan, dan sebagian merupakan tenaga paramedis, tidak memiliki komorbid dan dengan status gizi normal, (2) kejadian Ikutan Pasca Imunisasi paling banyak adalah reaksi local yaitu nyeri, dan (3) tidak terdapat hubungan antara karakteristik dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang

 

BIBLIOGRAFI

 

Basuki, A. R., Mayasari, G., & Handayani, E. (2022). Gambaran Kipi (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Pada Karyawan Rumah Sakit yang Mendapatkan Imunisasi Dengan Vaksin Sinovac di RSUD Kota Yogyakarta. Majalah Farmaseutik, 18(1), 30–36. https://doi.org/10.22146/farmaseutik.v18i1.71908

Choi, W. S., & Cheong, H. J. (2021). COVID-19 vaccination for people with comorbidities. Infect Chemother, 53(1), 155–158. https://doi.org/10.3947/IC.2021.0302

Collier, D. A., Ferreira, I. A. T. M., Kotagiri, P., Datir, R. P., Lim, E. Y., Touizer, E., Meng, B., Abdullahi, A., Bioresource, T. C., Collaboration, C.-, Elmer, A., Kingston, N., Graves, B., Gresley, E. Le, Caputo, D., Bergamaschi, L., Smith, K. G. C., Bradley, J. R., Ceron-gutierrez, L., … Wills, M. (2021). Age-related immune response heterogeneity to SARS-CoV-2 vaccine BNT162b2. Nature, 596(7872), 417–422. https://doi.org/10.1038/s41586-021-03739-1

Desnita, R., Sapardi, V. S., & Surya, D. O. (2022). Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Vaksin Covid-19 Dosis Pertama dan Kedua. JIK, 6(1), 20–26. https://doi.org/10.33757/jik.v6i1.480

European Commission. (2006). EU Register of Nutrition and Health Claims. Food Safety, 1–866.

Gibson, A., Edgar, J. D., Neville, C. E., Gilchrist, S. E. C. M., McKinley, M. C., Patterson, C. C., Young, I. S., & Woodside, J. V. (2012). Effect of fruit and vegetable consumption on immune function in older people: A randomized controlled trial. AJCN, 96(6), 1429–1436. https://doi.org/10.3945/ajcn.112.039057

Hervé, C., Laupèze, B., Del Giudice, G., Didierlaurent, A. M., & Da Silva, F. T. (2019). The how’s and what’s of vaccine reactogenicity. Npj Vaccines, 4(1), 1–11. https://doi.org/10.1038/s41541-019-0132-6

Interim, W. H. O. (2021). Background document on the inactivated vaccine Sinovac-CoronaVac against COVID-19. 1–30.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Kemkes RI. https://doi.org/10.1007/s12247-021-09535-8

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/4638/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnalrespirologi.Org, 2019(2), 1–4.

Louis, M. I., Tammuan, M., Parimpun, N. W., Pasulu, G. P., & Demak, I. P. K. (2021). Sinovac Adverse Event Following Immunization (AEFI): Correlation to Gender and History Aefi in Students. SJM, 5(1), 1–9. https://doi.org/10.32539/sjm.v5i1.121

Menni, C., Klaser, K., May, A., Polidori, L., Capdevila, J., Louca, P., Sudre, C. H., Nguyen, L. H., Drew, D. A., Merino, J., Hu, C., Selvachandran, S., Antonelli, M., Murray, B., Canas, L. S., Molteni, E., Graham, M. S., Modat, M., Joshi, A. D., … Spector, T. D. (2021). Vaccine side-effects and SARS-CoV-2 infection after vaccination in users of the COVID Symptom Study app in the UK : a prospective observational study. Lancet Infect Dis, 21(7), 939–949. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(21)00224-3

Müller, L., Andrée, M., Moskorz, W., Drexler, I., Walotka, L., Grothmann, R., Ptok, J., Hillebrandt, J., Ritchie, A., Rabl, D., Ostermann, P. N., Robitzsch, R., Hauka, S., Walker, A., Menne, C., Grutza, R., Timm, J., Adams, O., & Schaal, H. (2021). Age-dependent Immune Response to the Biontech / Pfizer BNT162b2 Coronavirus Disease 2019 Vaccination. Clin Infect Dis, 73(11), 2065–2072. https://doi.org/10.1093/cid/ciab381

Nikbin Meydani, S., Meydani, M., Blumberg, J. B., Leka, L. S., Siber, G., Loszewski, R., Thompson, C., Pedrosa, M. C., Diamond, R. D., David Stollar, B., Meydani, S., Biology Laboratory, V., Research Laboratory, A., Mayer, J., Immunology Laboratory, N., & Mayer USDA Hu-, J. (2014). Vitamin E Supplementation and In Vivo Immune Response in Healthy Elderly Subjects A Randomized Controlled Trial From the Nutritional Immunology Laboratory (Dr. JAMA, 277(17), 1380–1386.

Nurrasyidah R, S. L. (2022). Status Vaksinasi Covid-19, Riwayat Komorbid Dan Kecemasan Bidan Selama Pandemi COVID-19. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, 14(2), 340–348.

Raghute, L. B., Jaiswal, K. M., Dudhgoankar, S., Turkar, A., & Jawade, A. (2019). A Cross-sectional Study Assessing Prescriptions of a Tertiary Care Teaching Institute of Central India using the WHO Core Drug Indicators. JMSH, 5(1), 1–6.

Romadhan, A., Pratama, L., Magglin, C., Jufrie, H., Fatimah, N., Khairul, M., & Bakhtiar, R. (2022). Tenaga Kesehatan Di Samarinda. 9(1), 1–13.

Romlah, S. N., & Darmayanti, D. (2022). Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) vaksin Covid-19. HJK, 15(4), 700–712. https://doi.org/10.33024/hjk.v15i4.5498

Setyaningsih, W. A. W., Arfian, N., Fitriawan, A. S., Yuniartha, R., & Sari, D. C. R. (2021). Ethanolic Extract of Centella asiatica Treatment in the Early Stage of Hyperglycemia Condition Inhibits Glomerular Injury and Vascular Remodeling in Diabetic Rat Model. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2021, 1–11. https://doi.org/10.1155/2021/6671130

Sri Mulyani, Takdir Tahir, A. P. (2022). Gambaran Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Pada Remaja Yang Telah Menerima Vaksinasi COVID-19 Di Kota Makassar. In Repository Unhas.

SO, P. (2012). The Influence of Sex and Gender on The Immune Response. Autoimmunity Reviews, 11, 479–485. https://doi.org/10.1016/j.autrev.2011.11.022

Wu, Z., Hu, Y., Xu, M., Chen, Z., Yang, W., Jiang, Z., Li, M., Jin, H., Cui, G., Chen, P., Wang, L., Zhao, G., Ding, Y., Zhao, Y., & Yin, W. (2021). Safety, tolerability, and immunogenicity of an inactivated SARS-CoV-2 vaccine (CoronaVac) in healthy adults aged 60 years and older: a randomised, double-blind, placebo-controlled, phase 1/2 clinical trial. The Lancet Infect Dis., 21(6), 181–192. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30987-7

Yulyani, V., Hasbie, N. F., Farich, A., & Valentine, A. (2022). Hubungan Status Demografi, Komorbid Dengan KIPI Post Vaksin COVID-19 Pada Tenaga Kesehatan. JIKSH, 11(1), 153–160. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.725

 

Copyright holder:

Dwi Rizki Fadhilah, Sabrina Ermayanti, Deddy Herman (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: