Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 5, Mei 2024
HUBUNGAN
KARAKTERISTIK DENGAN KLASIFIKASI KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI
COVID-19 PADA
TENAGA KESEHATAN DI KOTA PADANG
Dwi Rizki Fadhilah1, Sabrina Ermayanti2, Deddy Herman3
Universitas Andalas,
Padang, Indonesia1,2,3
Email:
[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti hubungan karakteristik dengan derajat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) COVID-19 pada tenaga kesehatan
di Rumah Sakit Umum Se-Kota Padang. Metode penelitian ini adalah retrospektif cohort. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejadian terbanyak adalah reaksi lokal yaitu
nyeri pada lokasi suntikan, yang terjadi pada 98% dosis pertama dan
95,3% dosis kedua. Reaksi sistemik terbanyak adalah kelelahan yang dialami oleh 49,8% pada dosis pertama dan
45,9% pada dosis kedua. Umur terbanyak
yang mengalami KIPI berkisar
26-35 tahun, dan jenis kelamin yang paling banyak mengalami KIPI adalah perempuan. Tidak ada hubungan
signifikansi antara karakteristik dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum
se-Kota Padang. Penelitian ini
menuturkan bahwa reaksi lokal adalah
kejadian terbanyak dan tidak ada
hubungan signifikansi antara karakteristik dengan derajat KIPI COVID-19.
Kata kunci: Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, tenaga kesehatan, Rumah Sakit Umum
Se-Kota Padang.
Abstract
This study aimed to
investigate the relationship between characteristics and the severity of
post-vaccination adverse events (PVAEs) in healthcare workers at a general
hospital in Padang. The research design was a retrospective cohort study. The
results showed that the most common PVAE was local reaction, specifically pain
at the injection site, which occurred in 98% of the first dose and 95.3% of the
second dose. The most frequent systemic reaction was fatigue, which was reported
by 49.8% of participants after the first dose and 45.9% after the second dose.
The most affected age group was 26-35 years old, and women were more likely to
experience PVAEs. No significant correlation was found between PVAEs and
comorbidities or nutritional status. The study concluded that local reactions
were the most common PVAEs and that there was no significant association
between characteristics and the severity of PVAEs.
Keywords: Post-vaccination adverse
events, healthcare workers, General Hospital in Padang.
Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi penularan
COVID-19, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat COVID-19, dan
mencapai kekebalan
kelompok. Pemerintah
menargetkan 70 persen penduduk atau sekitar 182 juta jiwa dapat diimunisasi
agar kekebalan kelompok dapat tercapai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Hingga 20 September 2021 jumlah
penduduk Indonesia yang mendapatkan vaksinasi dosis pertama berjumlah 56 juta
dosis, dan yang telah mendapatkan vaksinasi kedua berjumlah 30 juta dosis.
Tenaga kesehatan merupakan penerima vaksin tahap I karena petugas kesehatan
merupakan kelompok yang berisiko tinggi untuk terinfeksi dan menularkan
SARS-COV-2 dalam komunitas. Terhitung tanggal 13 September 2021 sebanyak
1.954.573 (133,08%) tenaga kesehatan melaksanakan vaksin dosis
pertama dan 1.788.254 (121,75%) pada dosis kedua dengan target pelaksanaan
vaksinasi 1,48 juta.2
Tantangan dalam vaksinasi COVID-19 adalah kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI). Penelitian yang dilaksanakan di Kota
Padang didapatkan bahwa reaksi KIPI terbanyak adalah 60,7% mengalami nyeri pada area suntikan, 47,1 % mengalami kelelahan namun tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, dan 29,4% responden mengalami sakit kepala (Desnita et al., 2022). Penelitian di Kota
Makassar mendapatkan bahwa
KIPI terbanyak adalah reaksi lokal yaitu
nyeri pada lokasi suntikan sebanyak 98% di dosis pertama dan 95,3% di dosis kedua. Reaksi
sistemik terbanyak yaitu kelelahan yang dialami oleh 49,8% di dosis pertama dan
45,9% di dosis kedua (Sri Mulyani, Takdir
Tahir, 2022).
Penelitian oleh Yulyani
V. didapatkan usia terbanyak yang mengalami KIPI berkisar 26-35 tahun yaitu sebanyak 73 orang (47%) (Yulyani et al., 2022). Jenis kelamin
terbanyak mengalami KIPI adalah perempuan (Romlah &
Darmayanti, 2022). Penelitian Yulyani V. juga didapatkan hal yang sama yaitu
jumlah tenaga kesehatan yang mengalami KIPI terbanyak adalah perempuan sebanyak 67 orang
(70,5%), namun tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin
dengan kejadian KIPI (Yulyani et al., 2022). Tenaga kesehatan yang
paling banyak mengalami
KIPI adalah profesi perawat (38%) (Romadhan et al., 2022). Penelitian sebelumnya didapatkan jumlah tenaga kesehatan
yang mendapatkan KIPI vaksin
COVID-19 sebagian besar tidak memiliki riwayat komorbid (98,9%) dan didapatkan tidak terdapat hubungan antara komorbid dengan KIPI vaksin COVID-19 (Desnita et al., 2022).
Penggunaan vaksin di Indonesia saat ini masih
menjadi perdebatan di kalangan masyarakat salah satunya karena KIPI. Data penelitian di Indonesia yang membahas
mengenai hubungan antara karakteristik dengan derajat KIPI pada orang yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 terutama pada tenaga
kesehatan masih terbatas, oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara karakteristik dengan derajat KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan
di Rumah Sakit Umum Se-Kota Padang. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan karakteristik
dengan klasifikasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum
se-Kota
Padang
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analitik dengan metode cohort retrospektif. Metode deskriptif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menjelaskan tentang suatu fenomena atau keadaan, sedangkan
metode retrospektif adalah metode penelitian
yang mengumpulkan data dari
kesempatan yang telah terlalu lama lalu. Cohort retrospektif adalah metode penelitian yang mengumpulkan data dari sampel yang telah mengalami sebuah kejadian atau peristiwa
tertentu.
Sampel dalam penelitian
ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel
inklusi adalah tenaga kesehatan yang telah menjalani vaksinasi COVID-19 dua dosis dan mengalami
KIPI, sementara sampel eksklusi adalah tenaga kesehatan yang tidak lengkap mengisi
kuesioner.
Data diambil dengan memberikan kuesioner berupa google form pada tenaga kesehatan di RSUP Dr. M. Djamil, Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Padang, Rumah
Sakit Universitas Andalas, Semen Padang Hospital, RS BMC, RS Hermina, RS Yos Sudarso,, RS Ibnu Sina,
RS Tentara Reksowidiryo, RS
Bhayangkara, RS Naili DBS,
RS Selaguri, RS Aisyiyah. Pengambilan data akan diperantarai oleh pihak manajemen rumah sakit yang bersangkutan. Setelah google form dibagikan,
data selanjutnya dikumpulkan
dalam satu master. Kemudian analisis data diolah dengan sistem
komputerisasi.
Hasil dan Pembahasan
Pengambilan sampel penelitian dilakukan selama dua bulan
dari bulan November hingga Desember 2021. Penelitian ini menyertakan 237 tenaga
kesehatan sebagai sampel penelitian. Proses skrining sampel
sebagai berikut: dari total 1003 kuesioner yang terisi didapatkan 941 tenaga
kesehatan yang telah mendapatkan 2 kali vaksinasi COVID 19. Sebanyak 25
kuesioner dikeluarkan karena diisi berulang oleh tenaga kesehatan yang sama,
sehingga tersisa 916. Tenaga kesehatan yang mengalami KIPI didapatkan 248
orang, namun dari jumlah tersebut dieksklusi sebanyak
11 tenaga kesehatan karena pengisian Google form
tidak lengkap. Proses skrining sampel ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 1. Proses pemilihan sampel
Karakteristik tenaga kesehatan di Kota Padang yang
terkonfirmasi COVID-19 pasca 2 kali vaksinasi dan mengalami KIPI sebagian
berada di kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 64,1%. Sebagian tenaga
kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19 adalah perempuan (81,9%), sebagian merupakan
tenaga paramedis (58,6%), dan sebagian besar (84,4%) tidak memiliki komorbid, dan dari 15,6% tenaga kesehatan yang memiliki komorbid, jenis komorbid paling
banyak (6,3%) adalah asma/PPOK. Status gizi yang dinilai dengan IMT menunjukkan
bahwa tenaga kesehatan dengan IMT normal yang terbanyak (37,7%) diikuti dengan
status gizi obesitas (36,3%).
Tabel
1. Distribusi Karakteristik Tenaga kesehatan di Kota Padang yang Mengalami KIPI Pasca Imunisasi COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota Padang.
Karakteristik |
n |
% |
Usia |
||
- 17-25 tahun |
44 |
18,6 |
- 26-35 tahun |
152 |
64,1 |
- 36-45 tahun |
28 |
11,8 |
- 46-55 tahun |
5 |
2,1 |
- 56-65 tahun |
8 |
3,4 |
Jenis Kelamin |
|
|
- Perempuan |
194 |
81,9 |
Jenis tenaga kerja |
||
- Medis |
46 |
19,4 |
- Paramedis |
139 |
58,6 |
- Tenaga penunjang |
29 |
12,2 |
- Tenaga administrasi |
15 |
6,3 |
- Mahasiswa |
8 |
3,4 |
Komorbid |
|
|
- Tidak ada
|
200 |
84,4 |
Jenis komorbid |
|
|
- Hipertensi |
6 |
2,5 |
- Diabetes mellitus |
7 |
3,0 |
- Serebrovaskular |
0 |
0,0 |
- Kardiovaskular |
3 |
1,3 |
- Penyakit hati
|
1 |
0,4 |
- Penyakit ginjal
|
1 |
0,4 |
- TB paru
|
0 |
0,0 |
- Asma/PPOK |
15 |
6,3 |
- Immunodefisiensi |
3 |
1,3 |
- Obesitas |
2 |
0,8 |
- Keganasan |
3 |
1,3 |
Status gizi |
|
|
- Underweight |
23 |
9,7 |
- Normal |
90 |
38 |
- Overweight |
38 |
16 |
- Obesitas |
86 |
36,3 |
Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 yang paling banyak dialami oleh tenaga kesehatan
di rumah sakit umum se-Kota Padang adalah hanya nyeri
dengan persentase sebesar 23,6%; diikuti dengan hanya demam (8,0%), dan hanya
bengkak pada tempat suntikan (6,3%). Klasifikasi KIPI pada Tabel 2 selanjutnya
dirinci lagi menurut per jenis KIPI yang dibedakan atas KIPI lokal (bengkak
pada tempat suntikan, kemerahan) dan sistemik (badan
lemah, sakit kepala, demam, nyeri), gabungan KIPI lokal dan sistemik,
serta KIPI lain (berkurangnya salah satu fungsi tubuh yang bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas sehari-hari).
Tabel 2. Klasifikasi jenis KIPI COVID-19 pada Tenaga
kesehatan di Rumah sakit umum se-Kota Padang
Jenis KIPI |
n |
% |
1.
KIPI Lokal
|
|
|
-
Bengkak di tempat/lokasi suntikan |
65 |
27,4 |
-
Kemerahan |
24 |
10,1 |
2.
KIPI sistemik
|
|
|
-
Badan lemah |
43 |
18,1 |
-
Demam |
81 |
34,2 |
-
Nyeri |
132 |
55,7 |
-
Atralgia |
41 |
17,3 |
-
Myalgia |
25 |
10,5 |
-
Sakit kepala |
57 |
24,1 |
3.
KIPI lain |
|
|
-
Berkurangnya salah satu fungsi tubuh
yang bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari |
4 |
1,7 |
Berikutnya hubungan
karakteristik tenaga kesehatan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 disajikan pada
tabel 3. Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa keluhan KIPI sistemik
pada semua rentang usia memiliki proporsi lebih tinggi daripada klasifikasi
KIPI lainnya. Berdasarkan hasil uji fisher exact dimana nilai p >
0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia tenaga kesehatan
dengan klasifikasi KIPI COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota
Padang.
Jenis kelamin didapatkan jumlah tenaga kesehatan laki-laki
dan perempuan sama sama lebih banyak yang mengalami
KIPI sistemik daripada KIPI jenis lain. Hasil uji fiher exact didapatkan
nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit
umum se Kota Padang.
Jenis tenaga kerja juga tidak terbukti berhubungan dengan
klasifikasi KIPI COVID-19, karena dari tenaga medis hingga mahasiswa sama-sama
menunjukkan keluhan KIPI sistemik yang proporsinya
relatif sama dan lebih dominan dibandingkan dengan jenis KIPI lainnya. Komorbid juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI,
keluhan KIPI sistemik pada tenaga kesehatan tanpa komorbid dan dengan komorbid juga
menujukkan proporsi yang dominan dibandingkan dengan
klasifikasi KIPI lainnya.
Jenis komorbid masing-masingnya
juga tidak ada yang beruhubungan dengan klasifikasi
KIPI. Status gizi juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI COVID-19
karena pada tenaga kesehatan dengan status gizi underweight
hingga obesitas mengalami keluhan KIPI sistemik.
Tabel 3. Analisis Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan
dengan Klasifikasi KIPI COVID-19
Karakteristik |
Klasifikasi KIPI [n] |
p^ |
||||
Lokal |
Sistemik |
Lokal-sistemik |
Sistemik-lainnya |
Lokal-sistemik-lainnya |
||
Usia |
|
|
|
|
|
0,681 |
-
17-25 tahun |
3 |
29 |
10 |
0 |
2 |
|
-
26-35 tahun |
11 |
104 |
35 |
2 |
0 |
|
-
36-45 tahun |
3 |
19 |
6 |
0 |
0 |
|
-
46-55 tahun |
0 |
5 |
0 |
0 |
0 |
|
-
56-65 tahun |
0 |
5 |
3 |
0 |
0 |
|
Jenis Kelamin |
|
|
|
|
|
0,793 |
-
Laki-laki |
4 |
27 |
12 |
0 |
0 |
|
-
Perempuan |
13 |
135 |
42 |
2 |
2 |
|
Jenis tenaga kerja |
|
|
|
|
|
0,141 |
-
Medis |
7 |
31 |
8 |
0 |
0 |
|
-
Paramedis |
6 |
97 |
33 |
2 |
1 |
|
-
Tenaga penunjang |
0 |
21 |
8 |
0 |
0 |
|
-
Tenaga administrasi |
3 |
8 |
3 |
0 |
1 |
|
-
Mahasiswa |
1 |
5 |
2 |
0 |
0 |
|
Komorbid |
|
|
|
|
|
0,254 |
-
Tidak ada |
13 |
133 |
50 |
2 |
2 |
|
-
Ada |
4 |
29 |
4 |
0 |
0 |
|
Jenis komorbid |
|
|
|
|
|
|
-
Hipertensi |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
5 |
1 |
0 |
0 |
1,000 |
· Tidak |
17 |
157 |
53 |
2 |
2 |
|
-
Diabetes mellitus |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
7 |
0 |
0 |
0 |
0,390 |
· Tidak |
17 |
155 |
54 |
2 |
2 |
|
-
Kardiovaskular |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
3 |
0 |
0 |
0 |
0,679 |
· Tidak |
17 |
159 |
54 |
2 |
2 |
|
-
Penyakit hati |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
0 |
1 |
0 |
0 |
0,316 |
· Tidak |
17 |
162 |
53 |
2 |
2 |
|
-
Penyakit ginjal |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
1 |
0 |
0 |
0 |
1,000 |
· Tidak |
17 |
161 |
54 |
2 |
2 |
|
-
Asma/PPOK |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
4 |
10 |
1 |
0 |
0 |
0,052 |
· Tidak |
13 |
152 |
53 |
2 |
2 |
|
-
Immunodefisiensi |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
2 |
1 |
0 |
0 |
1,000 |
· Tidak |
17 |
160 |
53 |
2 |
2 |
|
-
Obesitas |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
1 |
1 |
0 |
0 |
0,534 |
· Tidak |
17 |
161 |
53 |
2 |
2 |
|
-
Keganasan |
|
|
|
|
|
|
· Ya |
0 |
3 |
0 |
0 |
0 |
0,679 |
· Tidak |
17 |
159 |
54 |
2 |
2 |
|
Status gizi |
|
|
|
|
|
0,113 |
-
Underweight |
0 |
20 |
3 |
0 |
0 |
|
-
Normal |
4 |
67 |
17 |
0 |
2 |
|
-
Overweight |
4 |
21 |
13 |
0 |
0 |
|
-
Obesitas |
9 |
54 |
21 |
2 |
0 |
|
Pembahasan
Karakteristik tenaga kesehatan di Kota Padang yang mengalami
KIPI sebagian berada di kelompok usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 64,1%.
Penelitian oleh Yuliani V, didapatkan hasil yang sama bahwa kelompok usia yang
terbanyak mengalami KIPI adalah usia 26-35 tahun sebanyak 47,09%. Penelitian efikasi vaksin Sinovac didapatkan
bahwa frekuensi KIPI vaksin COVID-19 terjadi lebih rendah pada usia tua
dibandingkan usia muda. Hal ini dapat disebabkan karena usia muda mempunyai
imunitas yang lebih baik dibandingkan usia tua (Interim, 2021; Yulyani et al., 2022).
Definisi usia tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk
berusia 15-64 tahun, sehingga pada penelitian ini banyak ditemukan karakteristik
tenaga kesehatan dengan rentang usia 26 hingga 65 tahun. Titer neutralizing antibody
berkurang sebanding dengan penambahan usia. Seseorang dengan usia muda memiliki
titer neutralizing antibody
yang lebih tinggi. Data uji klinis pada vaksin COVID-19 lainnya menunjukkan
bahwa titer neutralizing antibody
dan jumlah pengikatan IgG dan IgA
setelah vaksin dosis pertama lebih rendah pada usia tua, penurunan yang nyata
tampak pada usia lebih dari 80 tahun (Collier et al., 2021).
Peningkatan kadar antibodi setelah imunisasi kedua lebih
tinggi pada lanjut usia namun jumlah titer rata-rata absolut dari kelompok usia
tua tetap lebih rendah dibandingkan usia muda. Penelitian oleh Müller L, didapatkan bahwa setelah vaksinasi kedua, 31,3%
kelompok usia tua tidak ditemukan neutralizing antibody berkebalikan dengan usia
muda yang mana hanya 2,2% yang tidak terdeteksi neutralizing
antibody. Hal ini menyebabkan pada populasi tua
dibutuhkan monitoring lebih dan dibutuhkan vaksinasi
ulangan dan/atau peningkatan dosis vaksin untuk memastikan imunitas jangka
panjang yang lebih kuat dan perlindungan terhadap infeksi (Müller et al., 2021).
Sebagian tenaga kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19
adalah perempuan (81,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian C. Menni bahwa KIPI pasca vaksinasi didapatkan terbanyak pada
perempuan yaitu 69,6%. Namun penelitian pada tenaga kesehatan di India
didapatkan bahwa tenaga kesehatan yang mengalami KIPI terbanyak pada laki-laki.
Hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kesehatan di Indonesia mayoritas adalah
perempuan (Menni et al., 2021; Raghute et al., 2019).
Perbedaan jenis kelamin menyebabkan terdapatnya perbedaan
pada kerentanan terhadap infeksi, respon imun dan
patogen, vaksin, dan reaksi KIPI dari vaksinasi. Perempuan dapat menginduksi respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki. Selain
itu pada perempuan ditemukan bahwa titer antibodi pada vaksin ditemukan dua
kali lipat lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hormon seks, sebagian besar
estrogen namun progesterone dan testosterone
juga mempengaruhi sel imun secara kuantitatif dan kualitatif. Aspek biologis
didapatkan data penelitian tentang kemungkinan peran modulasi kromosom X.
Pengaruh hormonal pada respon
imun menetapkan bahwa estrogen meningkatkan respon
imun, sementara progesterone dan androgen
menurunkannya (SO, 2012).
Tenaga kesehatan yang paling banyak mengalami KIPI merupakan
tenaga paramedis (58,6%), Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 ditemukan
bahwa penyebaran tenaga kesehatan rumah sakit di Indonesia terbanyak adalah
perawat 50,79% selanjutnya yang terbanyak adalah bidan. Data sebaran perawat
dan bidan di Indonesia didapatkan terbanyak dibandingkan tenaga kesehatan lain
yaitu 41,80% bobot populasi dan bidan 24,71% bobot populasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Sebagian besar tenaga kesehatan tidak memiliki komorbid (84,4%) dan dari 15,6% tenaga kesehatan yang
memiliki komorbid, jenis komorbid
paling banyak (6,3%) adalah asma/PPOK. Menurut penelitian Kaur et al, ditemukan bahwa komorbid berhubungan dengan kejadian KIPI vaksin COVID-19.
Christina Menni et al menilai peran kovariat dalam
risiko infeksi setelah vaksinasi. Ditemukan bahwa pada orang tanpa komorbid memiliki penurunan risiko infeksi lebih besar
dibandingkan dengan orang yang memiliki satu komorbid.
Seseorang dengan komorbid tertentu tidak memiliki
daya tahan yang baik untuk membuat antibodi (Menni et al., 2021; Setyaningsih et al., 2021).
Penelitian klinis fase tiga pada beberapa jenis vaksin
menilai efek pencegahan dari vaksin COVID-19 antara seseorang dengan komorbid dan tanpa komorbid.
Hasil penelitian didapatkan bahwa efek pencegahannya tidak terdapat perbedaan
yang bermakna. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada seseorang dengan komorbid dan tanpa komorbid juga
didapatkan tidak terdapat perbedaan. Penelitian klinis fase tiga ini juga
didapatkan orang dengan komorbid yang mendapat
vaksinasi COVID-19 dan dilaporkan meninggal dunia. Hasil penyelidikan
didapatkan bahwa kematian ditemukan bukan karena vaksin COVID-19 (Choi & Cheong, 2021).
Beberapa komorbid seperti diabetes
melitus dapat berkontribusi pada perburukan prognosis
penyakit pada COVID-19 dengan mempercepat terjadinya trombosis dan iskemik. Hal
ini menyebabkan pada pasien dengan diabetes melitus dapat terjadi kegagalan multi organ dan meningkatkan risiko kematian. Infeksi SARS-COV-2
disebutkan juga dapat memperburukan kondisi inflamasi
dan mengubah respon sistem imun sehingga menyebebabkan kesulitan dalam kontrol kadar gula darah (Nurrasyidah, 2022).
Sebagian tenaga kesehatan ada yang menderita komorbid hipertensi, menurut beberapa penelitian didapatkan
bahwa hipertensi meningkatkan keparahan COVID-19 dan
meningkatkan risiko untuk dirawat di ruang intensif (Nurrasyidah, 2022).
Status gizi yang dinilai dengan IMT menunjukkan bahwa tenaga
kesehatan dengan IMT normal yang terbanyak (37,7%) diikuti dengan status gizi
obesitas (36,3%). Penelitian oleh C. Menni menyebutkan
bahwa risiko terjadinya infeksi lebih rendah pada orang dengan BMI normal dan underweight dibandingkan dengan obesitas. Imun respon yang efektif membutuhkan nutrisi yang adekuat. The European Food Safety Authority telah melakukan penilaian ilmiah bahwa terdapat
kontribusi vitamin A (termasuk β karoten), B6, B9 (folat), B12, C dan D, mineral Zn,
Se, Fe, dan Cu memiliki kontribusi terhadap fungsi
normal sistem kekebalan tubuh (European Commission, 2006; Menni et al., 2021). Hubungan sebab-akibat antara status mikronutrien dan respons vaksin telah ditunjukkan melalui
uji coba terkontrol secara acak. Uji coba ini pada orang tua telah menunjukkan
respons yang lebih baik terhadap vaksinasi setelah dilakukan intervensi.
Misalnya, uji coba secara acak terhadap ≥5 porsi buah dan sayuran dibandingkan
dengan ≤2 porsi pada orang berusia 65-85 tahun melaporkan respon
yang lebih baik terhadap vaksinasi. Sebuah studi tentang vitamin E menunjukkan
peningkatan tanggapan terhadap beberapa vaksin pada individu yang berusia di
atas 65 tahun yang diberikan 60 atau 200 mg vitamin E
dibandingkan dengan populasi yang berada dalam kelompok placebo (Gibson et al., 2012; Nikbin Meydani et al., 2014).
Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi COVID-19 yang paling banyak dialami oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit umum se-Kota Padang adalah
nyeri di tempat suntikan dengan persentase sebesar 23,6%; diikuti dengan hanya
demam (8,0%), dan hanya bengkak pada tempat suntikan (6,3%). Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Basuki AR, yang didapatkan bahwa nyeri pada lokasi
suntikan merupakan KIPI yang paling banyak dilaporkan (Basuki et al., 2022).
Gejala KIPI berupa bengkak dan nyeri di tempat penyuntikan
merupakan reaksi lokal setelah mendapatkan vaksin yang merupakan suatu respon imun dalam tubuh. Reaksi vaksin ini biasanya muncul
sehari atau dua hari setelah imunisasi dan berlangsung selama satu sampai
beberapa hari. Komponen vaksin lainnya, misalnya bahan pembantu, penstabil, dan
pengawet juga dapat memicu reaksi. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi
ditentukan oleh jenis vaksin (Hervé et al., 2019).
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi lainnya yaitu nyeri kepala,
hal ini dikarenakan adanya suatu repon inflamasi
terhadap zat asing (vaksin) yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan sistem
imun non spesifik memproduksi sitokin pro-inflamasi
seperti TNF alfa, IF gamma, dan IL-beta yang akan bermigrasi ke jaringan dan
sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan nyeri kepala (Hervé et al., 2019).
Demam juga terjadi pada beberapa tenaga kesehatan setelah
menjalani vaksinasi. Komponen vaksin yang masuk ke dalam pembuluh darah akan
ditangkap makrofag sebagai benda asing. Makrofag menjadi antigen presenting
cell (APC), mengaktivasi
sel T-Helper dan menarik makrofag
lain untuk memfagosit lebih banyak benda dalam
pembuluh darah. T-helper mengaktivasi
sel T-sitotoksik untuk melisiskan makrofag
yang memfagosit benda asing serta mengaktifkan sel B
yang melepas antibodi. Lisis tersebut dapat menyebablan
pelepasan mediator sitokin proinflamasi
(IL-1, IL-6, dan TNF) dan sitokin yang berperan
sebagai antiinflamasi (IL-10, IL-1ra). Mediator
tersebut akan merangsang hipotalamus mensintesis
prostaglandin sehingga meningkatkan setpoint
pada area preoptik hipotalamus (Hervé et al., 2019).
Keluhan KIPI sistemik pada semua
rentang usia memiliki proporsi lebih tinggi daripada klasifikasi KIPI lainnya.
Berdasarkan hasil uji fisher exact menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
usia tenaga kesehatan dengan klasifikasi KIPI COVID-19 di Rumah Sakit Umum se-Kota Padang. Penelitian oleh Yulyani
V. juga menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan KIPI. Hal
ini disebabkan karena perbedaan jumlah titer neutralizing
antibody antara usia muda dan usia yang lebih tua (Yulyani et al., 2022).
Titer neutralizing
antibody berkurang sebanding dengan
penambahan usia. Penelitian mengenai tingkat keamanan vaksin Sinovac pada usia lanjut menyebutkan bahwa Sinovac dapat ditoleransi dengan baik oleh orang dewasa. Titer
neutralizing antibody
dapat terinduksi dengan dosis 3 µg, dengan jumlah yang sama pada dosis 6 µg,
dan lebih tinggi disbanding dosis 1,5 µg (Wu et al., 2021).
Jenis kelamin didapatkan jumlah tenaga kesehatan laki-laki
dan perempuan sama sama lebih banyak yang mengalami
KIPI sistemik daripada KIPI jenis lain. Hasil uji
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum se Kota Padang. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yulyani V. yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara status demografi jenis kelamin dengan KIPI pasca vaksinasi pada tenaga
kesehatan. Penelitian oleh Louis MI menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan beberapa reaksi KIPI (Louis et al., 2021;
Yulyani et al., 2022).
Respon
imun yang tinggi dapat dipengaruhi oleh hormone seks,
seperti andoren dan dosis tinggi estrogen. Steroid
seks memiliki pengaruh yang kuat pada sistem kekebalan tubuh, perubahan hormon
selama siklus menstruasi wanita mempengaruhi perubahan siklus dalam fungsi
kekebalan tubuh. Perubahan ini dapat meningkatkan jumlah sel T regulator dan
prostaglandin E2. Sel T regulator memiliki peran dalam mengatur atau menekan
sel lain dalam sistem imun. Sementara itu, prostaglandin E2 adalah mediator
inflamasi yang dihasilkan oleh siklooksigenasi 2
(COX2) (Louis et al., 2021).
Komorbid
juga tidak berhubungan dengan klasifikasi KIPI, keluhan KIPI sistemik pada tenaga kesehatan tanpa komorbid
dan dengan komorbid juga menujukkan
proporsi yang dominan dibandingkan dengan klasifikasi KIPI lainnya. Jenis komorbid masing-masingnya juga tidak ada yang beruhubungan dengan klasifikasi KIPI. Hal ini sesuai dengan
penelitian oleh Yulyani V. bahwa tidak terdapat hubungan
antara status komorbid dengan KIPI (Yulyani et al., 2022).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, kesimpulan yang
dapat ditarik adalah; (1) tenaga
kesehatan yang mengalami KIPI COVID-19 terbanyak adalah perempuan, dan sebagian
merupakan tenaga paramedis, tidak memiliki komorbid
dan dengan status gizi normal, (2) kejadian Ikutan Pasca Imunisasi paling
banyak adalah reaksi local yaitu nyeri, dan (3) tidak terdapat hubungan antara karakteristik dengan klasifikasi KIPI COVID-19 pada tenaga kesehatan di rumah sakit umum
se-Kota Padang
BIBLIOGRAFI
Basuki, A. R., Mayasari, G., & Handayani, E.
(2022). Gambaran Kipi (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Pada Karyawan Rumah
Sakit yang Mendapatkan Imunisasi Dengan Vaksin Sinovac di RSUD Kota Yogyakarta.
Majalah Farmaseutik, 18(1), 30–36. https://doi.org/10.22146/farmaseutik.v18i1.71908
Choi, W. S., & Cheong, H. J. (2021). COVID-19 vaccination
for people with comorbidities. Infect Chemother, 53(1), 155–158.
https://doi.org/10.3947/IC.2021.0302
Collier, D. A., Ferreira, I. A. T. M., Kotagiri, P., Datir,
R. P., Lim, E. Y., Touizer, E., Meng, B., Abdullahi, A., Bioresource, T. C.,
Collaboration, C.-, Elmer, A., Kingston, N., Graves, B., Gresley, E. Le,
Caputo, D., Bergamaschi, L., Smith, K. G. C., Bradley, J. R., Ceron-gutierrez,
L., … Wills, M. (2021). Age-related immune response heterogeneity to SARS-CoV-2
vaccine BNT162b2. Nature, 596(7872), 417–422.
https://doi.org/10.1038/s41586-021-03739-1
Desnita, R., Sapardi, V. S., & Surya, D. O. (2022).
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Vaksin Covid-19 Dosis Pertama dan Kedua.
JIK, 6(1), 20–26. https://doi.org/10.33757/jik.v6i1.480
European Commission. (2006). EU Register of Nutrition and
Health Claims. Food Safety, 1–866.
Gibson, A., Edgar, J. D., Neville, C. E., Gilchrist, S. E. C.
M., McKinley, M. C., Patterson, C. C., Young, I. S., & Woodside, J. V.
(2012). Effect of fruit and vegetable consumption on immune function in older
people: A randomized controlled trial. AJCN, 96(6), 1429–1436.
https://doi.org/10.3945/ajcn.112.039057
Hervé, C., Laupèze, B., Del Giudice, G., Didierlaurent, A.
M., & Da Silva, F. T. (2019). The how’s and what’s of vaccine
reactogenicity. Npj Vaccines, 4(1), 1–11.
https://doi.org/10.1038/s41541-019-0132-6
Interim, W. H. O. (2021). Background document on the
inactivated vaccine Sinovac-CoronaVac against COVID-19. 1–30.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil
Kesehatan Indonesia 2020. Kemkes RI.
https://doi.org/10.1007/s12247-021-09535-8
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/4638/2021 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnalrespirologi.Org, 2019(2),
1–4.
Louis, M. I., Tammuan, M., Parimpun, N. W., Pasulu, G. P.,
& Demak, I. P. K. (2021). Sinovac Adverse Event Following Immunization
(AEFI): Correlation to Gender and History Aefi in Students. SJM, 5(1),
1–9. https://doi.org/10.32539/sjm.v5i1.121
Menni, C., Klaser, K., May, A., Polidori, L., Capdevila, J.,
Louca, P., Sudre, C. H., Nguyen, L. H., Drew, D. A., Merino, J., Hu, C.,
Selvachandran, S., Antonelli, M., Murray, B., Canas, L. S., Molteni, E.,
Graham, M. S., Modat, M., Joshi, A. D., … Spector, T. D. (2021). Vaccine
side-effects and SARS-CoV-2 infection after vaccination in users of the COVID
Symptom Study app in the UK : a prospective observational study. Lancet
Infect Dis, 21(7), 939–949.
https://doi.org/10.1016/S1473-3099(21)00224-3
Müller, L., Andrée, M., Moskorz, W., Drexler, I., Walotka,
L., Grothmann, R., Ptok, J., Hillebrandt, J., Ritchie, A., Rabl, D., Ostermann,
P. N., Robitzsch, R., Hauka, S., Walker, A., Menne, C., Grutza, R., Timm, J.,
Adams, O., & Schaal, H. (2021). Age-dependent Immune Response to the
Biontech / Pfizer BNT162b2 Coronavirus Disease 2019 Vaccination. Clin Infect
Dis, 73(11), 2065–2072. https://doi.org/10.1093/cid/ciab381
Nikbin Meydani, S., Meydani, M., Blumberg, J. B., Leka, L.
S., Siber, G., Loszewski, R., Thompson, C., Pedrosa, M. C., Diamond, R. D.,
David Stollar, B., Meydani, S., Biology Laboratory, V., Research Laboratory,
A., Mayer, J., Immunology Laboratory, N., & Mayer USDA Hu-, J. (2014).
Vitamin E Supplementation and In Vivo Immune Response in Healthy Elderly
Subjects A Randomized Controlled Trial From the Nutritional Immunology
Laboratory (Dr. JAMA, 277(17), 1380–1386.
Nurrasyidah R, S. L. (2022). Status Vaksinasi Covid-19,
Riwayat Komorbid Dan Kecemasan Bidan Selama Pandemi COVID-19. Jurnal Riset
Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung, 14(2), 340–348.
Raghute, L. B., Jaiswal, K. M., Dudhgoankar, S., Turkar, A.,
& Jawade, A. (2019). A Cross-sectional Study Assessing Prescriptions of a
Tertiary Care Teaching Institute of Central India using the WHO Core Drug
Indicators. JMSH, 5(1), 1–6.
Romadhan, A., Pratama, L., Magglin, C., Jufrie, H., Fatimah,
N., Khairul, M., & Bakhtiar, R. (2022). Tenaga Kesehatan Di Samarinda.
9(1), 1–13.
Romlah, S. N., & Darmayanti, D. (2022). Kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI) vaksin Covid-19. HJK, 15(4), 700–712.
https://doi.org/10.33024/hjk.v15i4.5498
Setyaningsih, W. A. W., Arfian, N., Fitriawan, A. S.,
Yuniartha, R., & Sari, D. C. R. (2021). Ethanolic Extract of Centella
asiatica Treatment in the Early Stage of Hyperglycemia Condition Inhibits
Glomerular Injury and Vascular Remodeling in Diabetic Rat Model. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 2021, 1–11. https://doi.org/10.1155/2021/6671130
Sri Mulyani, Takdir Tahir, A. P. (2022). Gambaran Reaksi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Pada Remaja Yang Telah Menerima
Vaksinasi COVID-19 Di Kota Makassar. In Repository Unhas.
SO, P. (2012). The Influence of Sex and Gender on The Immune
Response. Autoimmunity Reviews, 11, 479–485.
https://doi.org/10.1016/j.autrev.2011.11.022
Wu, Z., Hu, Y., Xu, M., Chen, Z., Yang, W., Jiang, Z., Li,
M., Jin, H., Cui, G., Chen, P., Wang, L., Zhao, G., Ding, Y., Zhao, Y., &
Yin, W. (2021). Safety, tolerability, and immunogenicity of an inactivated
SARS-CoV-2 vaccine (CoronaVac) in healthy adults aged 60 years and older: a
randomised, double-blind, placebo-controlled, phase 1/2 clinical trial. The
Lancet Infect Dis., 21(6), 181–192. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30987-7
Yulyani, V., Hasbie, N. F., Farich, A., & Valentine, A.
(2022). Hubungan Status Demografi, Komorbid Dengan KIPI Post Vaksin COVID-19
Pada Tenaga Kesehatan. JIKSH, 11(1), 153–160.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.725
Copyright holder: Dwi Rizki Fadhilah, Sabrina Ermayanti, Deddy Herman (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |