Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 7, Juli
2024
SKEMA TERBARU PERHITUNGAN PERATURAN PPH PASAL 21 BERDASARKAN
PP NOMOR 58 TAHUN 2023 PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Salma Luthfania Patra1, Mutiara Khairunnisa Suhardi2, Muhammad
Gilang Al Huda3, Galuh
Tresna Murti4*
Telkom
University, Bandung, Indonesia1,2,3,4
Email:
[email protected]1,
[email protected]2,
[email protected]3,
[email protected]4*
Abstrak
Pajak merupakan kotribusi terbesar
bagi pembangunan negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023
dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023, pemerintah Indonesia
mengatur regulasi terbarunya pada Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 atas wajib
pajak orang pribadi. Dalam hal ini disebutkan bahwa tarif
pemotongan PPh Pasal 21 terdiri atas Tarif Efektif (TER) pemotongan PPh Pasal
21 untuk setiap masa pajak dan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh untuk
masa pajak terakhir. Adanya peraturan tersebut bertujuan untuk memberikan
kemudahan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan terbaru yang sebelumnya sudah
pernah diubah sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021. Skema perhitungan TER
dikenakan atas penghasilan yang diterima dan dapat menambah keuntungan ekonomis
wajib pajak. Penelitian ini bertujuan untuk membahas
dan mengulas secara komprehensif terkait pemecahan masalah atas kasus setiap
klasifikasi perhitungan PPh 21. Metode penelitian ini, yaitu teknik
dokumentasi dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan adanya hasil yang
sama dan berbeda pada setiap aspek klasifikasi perhitungan wajib pajak orang
pribadi. Adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan ilmu
pengetahuan bagi para pembaca dan peneliti selanjutnya.
Kata kunci: Pajak, TER, PPh 21
Abstract
Tax is the biggest contributor to the
country's development. Based on Government Regulation Number 58 of 2023 and
Minister of Finance Regulation Number 168 of 2023, the Indonesian government
regulates the latest regulations regarding Income Tax (PPh) article 21 on
individual taxpayers. In this case, it is stated that the rate of withholding
income tax article 21 consists of the Effective Rate (TER) of withholding
income tax article 21 for each tax period and the rate of Article 17 paragraph
(1) letter a of the Income Tax Law for the last tax period. The existence of
this regulation aims to provide convenience in the implementation of the latest
tax obligations that have previously been amended in accordance with Law Number
7 of 2021. The TER calculation scheme is imposed on income received and can
increase the economic benefits of taxpayers. This research aims to discuss and
review comprehensively related to problem solving for the case of each
classification of Income Tax 21 calculation. This research method, namely
documentation techniques and literature study. The results showed the same and
different results in the old and new regulations for each aspect of the
classification of individual taxpayer calculations. With this research, it is
hoped that it can add reference and knowledge for readers and further
researchers.
Keywords:
Tax, TER, Income Tax 21
Pendahuluan
Menurut Undang – Undang
Republik Indonesia no 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Arlina et al., 2023; Harefa & Tanjung, 2022; Tunggawardhani &
Susanti, 2022).
Pajak Penghasilan Pasal 21
atau PPh Pasal 21 adalah pajak terutang atas penghasilan yang wajib bagi wajib
pajak orang pribadi yang bekerja pada satu pemberi kerja (pegawai atau
karyawan) (Kurniyawati, 2019). Perhitungan PPh Pasal 21 karyawan biasanya dilakukan
oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Di sini, penghasilan yang dimaksud
adalah uang sebagai kompensasi atau imbalan atas pekerjaan atau jasa yang
diberikan. Penghasilan ini dapat berupa gaji, upah, tunjangan, honorium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lain. PPh Pasal 21 adalah pendapatan atas pekerjaan
yang diperoleh setiap orang akan dikenakan pajak penghasilan oleh pemerintah
yaitu pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang merupakan pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.Alasan disebut PPh
pasal 21 karena ketentuan tata perpajakan berkenaan dengan penghasilan
karyawan/pegawai yang sudah diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No.36
Tahun 2008 Pasal 21 (Anjarwati & Veny, 2021; Siregar, 2018; Urkan & Putra, 2017).
Untuk memastikan bahwa
pajak yang dipotong tidak terlalu besar atau terlalu kecil bagi karyawannya,
perusahaan bertanggung jawab sebagai pemotong pajak yang baik. Sesuai dengan
undang-undang perpajakan, wajib pajak yang memperoleh penghasilan neto di bawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikecualikan dari kewajiban untuk
menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi. Meskipun karyawan
memiliki NPWP, mereka tidak perlu menyampaikan SPT jika penghasilan neto mereka
tidak melebihi PTKP. Ini adalah risiko utama bagi karyawan swasta, pegawai
pemerintah, pejabat negara, dan anggota militer tidak memiliki NPWP (Christianto, 2022; Pritalangeni, 2014).
Dibawah ini adalah Data
Setoran Pajak Karyawan atau PPh Pasal 21 Naik dari tahun 2004 - 2022.
Gambar 1. Data Setoran Pajak Karyawan
Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/ 1
Pendapatan negara Indonesia
dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan/pegawai mencapai
Rp172 triliun rupiah pada 2022. Setoran pajak tersebut meningkat sekitar 18%
dibanding 2021 yang mencapai 145,55 triliun rupiah (year-on-year),
sekaligus menjadi rekor tertinggi baru (Wulandari, 2020). Objek – objek pajak dalam PPh Pasal 21 yaitu
penghasilan tetap bulanan yang diterima karyawan (seperti gaji dan tunjangan),
serta penghasilan tidak tetap yang diterima karyawan, non-karyawan, dan peserta
kegiatan (seperti honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya) (Lewa et al., 2018).
Saat ini tata cara
pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan rumus: Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan
neto setahun - Penghasilan Tidak Kena Pajak) x tarif progresif (Arianty, 2022). Namun, terhitung mulai 1 Januari 2024, Direktorat
Jenderal Pajaki (DJP) memberlakukan perubahan signifikan melalui skema Tarif
Efektif Rata-rata (TER) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 168 Tahun 2023. Dengan format perhitungan TER ini, pemotong atau pemungut
pajak akan lebih mudah menghitung PPh 21 karyawan karena metodenya lebih
sederhana. Selain itu, dapat mengurangi jumlah pembayaran PPh 21 yang
berlebihan atau kurang, meskipun besaran pajak yang akan dipungut tidak jauh
berbeda dari metode lama. Karena penerapan tarif pajak progresif hingga
ketentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), penghitungan PPh menjadi rumit
dan kompleks. menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023
Tarif efektif ini memperhitungkan PTKP untuk setiap jenis status PTKP, seperti
tidak kawin, kawin, dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah
atau belum dimiliki. Oleh karena itu,
buku tabel PTKP, yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun
2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan., akan dirilis bersama dengan
perhitungan TER dalam format tersebut (Jalil et al., 2024; Soemitro & Sugiharti, 2010).
Perubahan skema ini menjadi
terobosan dalam sistem perpajakan Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengulas secara komprehensif perbedaan
mendasar antara skema PPh 21 lama dengan PPh 21 TER. Pembahasan akan meliputi aspek-aspek krusial
seperti dasar pengenaan pajak, tarif pajak yang digunakan, dan waktu
penghitungan pajak terutang. Dengan
memahami perbedaan ini, diharapkan wajib pajak dapat beradaptasi dengan skema
TER yang baru diterapkan.
Penelitian ini bertujuan
untuk membahas dan mengulas secara komprehensif terkait pemecahan masalah atas
kasus setiap klasifikasi perhitungan PPh 21, yakni (1) menjelaskan mekanisme
perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan skema TER untuk karyawan tetap, pegawai
tidak tetap, dan penerima penghasilan lainnya, dan (2) menganalisis pengaruh
skema TER terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam membayar pajak.
Metode Penelitian
Jenis
Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif
dengan menggunakan studi literatur. Penelitian berbasis metode deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan keadaan objek yang hendak diteliti dengan
menggunakan data dan informasi yang mempunyai hubungan dengan penelitian yang
dilakukan pada saat melakukan analisa. Data yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu metode penelitian dengan data kualitatif, yaitu menganalisis dan
menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi atau kasus yang terjadi (Bawamenewi et al., 2023).
Model
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi dan studi literatur. Teknik dokumentasi merupakan teknik penelitian
dengan mengumpulkan data untuk tujuan penelitian sedangkan studi literatur
didasarkan dari penelitian sebelumnya atau dari teori yang terkait. Adapun
analisis data yang digunakan, yaitu merrangkum data dengan berfokus pada studi
kasus penelitian, menyajikan data berdasarkan kasus penelitian, dan menarik
kesimpulan berdasarkan pemecahan masalah atas kasus penelitian.
Teknik
Analisis
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan skema
perhitungan dengan tujuan untuk membandingkan besarnya pajak terhutang yang
dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi atas penghasilan berdasarkan PMK
Nomor 168 Tahun 2023 dan PP Nomor 58 Tahun 2023.
Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan studi kasus beserta analisis
data yang terkait. Berikut merupakan contoh kasus dan pembahasan soal jenis PPh
21.
Pegawai Tetap dan atau Pensiunan atas seluruh penghasilan
Pegawai Tetap atas seluruh penghasilan merupakan pegawai
yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk pegawai yang
bekerja atas kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu selama pegawai tersebut
bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
Kasus 1
Pak Abas bekerja pada perusahaan PT Sinar Jaya dan
memperoleh gaji sebulan Rp10.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp100.000 per bulan. Pak Abas menikah dan tidak memiliki tanggungan. Berapa
pajak yang dipotong pada masa Desember?
Jawab:
Perhitungan bulanan dengan ketentuan perpajakan sebelumnya,
sebagai berikut:
Regulasi Sebelumnya |
||
Penghasilan bruto sebulan |
||
Gaji |
10,000,000 |
|
Penghasilan bruto sebulan |
|
10,000,000 |
Pengurang |
||
Biaya Jabatan |
||
5%xRp10.000.000 |
500,000 |
|
Iuran pensiun |
100,000 |
|
Total pengurang |
600,000 |
|
Penghasilan neto sebulan |
9,400,000 |
|
Penghasilan neto setahun |
||
12xRp9400000 |
112,800,000 |
|
PTKP setahun |
||
WP OP |
54,000,000 |
|
Menikah |
4,500,000 |
|
Total PTKP setahun |
58500000 |
|
Penghasilan kena pajak setahun |
54,300,000 |
|
PPh 21 terutang |
2,715,000 |
|
5%xRp54.300.000 |
||
PPh 21 per bulan (Januari-Desember) |
226,250 |
|
Rp2.715.000:12 |
Regulasi
baru |
||
Jan-Nov |
2%
x Rp10.000.000 |
Rp200.000/bulan |
Des |
Rp2.715.000-(11xRp200.000) |
Rp515.00 |
Nama |
Penghasilan per bulan (Rupiah) |
PPh setahun (Rupiah) |
PPh per bulan (Rupiah) |
Ket |
|
Existing Jan-Des |
Tarif Efektif |
||||
Jan-Nov |
Des |
||||
Pak
Abas |
10.000.000 |
2.715.000 |
200,000 |
515,000 |
Tarif
efektif 2% (Tabel A baris 9) |
Cara perhitungan PPh 21 dengan menggunakan tarif efektif
lebih sederhana dan beban pajak untuk setahun tidak berbeda jika dibandingkan
dengan ketentuan sebelumnya.
Kasus 2
Pegawai Tetap dan atau Pensiunan atas seluruh penghasilan
Pak Budi bekerja pada PT Jaya Abadi. Pak Budi berstatus
menikah dan tidak memiliki tanggungan (K/0). PT Jaya Abadi sebagai tempat
kerjanya memberikan premi JKK dan JKM per bulan
kepada Pak Budi dengan besaran masing-masing 0,50% dan 0,30% dari
komponen gaji Pak Budi. Perusahaan juga memberikan iuran pensiun untuk Pak Budi dengan besaran Rp200.000,00
per bulan. Disamping itu, Pak Budi juga membayar iuran pensiunnya sendiri melalui
perusahaan dengan besaran Rp100.000,00 per bulan. Pak Budi melakukan pembayaran
zakat sebesar Rp200.000,00 per bulan melalui PTJaya Abadi kepada Badan Amil
Zakat yang disahkan oleh pemerintah. Selama tahun 2024, Pak Budi menerima atau
memperoleh penghasilan dan dipotong PPh Pasal 21. Berapa besarnya PPh 21 yang
harus dipotong pada masa Desember 2024?
Jawab:
Perhitungan PPh 21 menggunakan regulasi baru, sebagai
berikut:
Perhitungan menggunakan tarif efektif bulanan kategori A
Bulan |
Gaji (Rp) |
Tunjangan (Rp) |
Tunjangan Hari Raya (Rp) |
Bonus (Rp) |
Uang Lembur (Rp) |
Premi JKK dan JKM (Rp) |
Penghasilan Bruto (Rp) |
Tarif Efektif Bulanan Kategori A |
PPh 21 (Rp) |
Januari |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
Februari |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
5,000,000 |
80,000 |
35,080,000 |
14% |
4,911,200 |
Maret |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
April |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
Mei |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
5,000,000 |
80,000 |
35,080,000 |
14% |
4,911,200 |
Juni |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
Juli |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
20,000,000 |
|
80,000 |
50,080,000 |
18% |
9,014,400 |
Agustus |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
September |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
Oktober |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
November |
10,000,000 |
20,000,000 |
|
|
|
80,000 |
30,080,000 |
13% |
3,910,400 |
Desember |
10,000,000 |
20,000,000 |
60,000,000 |
20,000,000 |
10,000,000 |
80,000 |
120,080,000 |
|
|
Jumlah |
120,000,000 |
240,000,000 |
60,000,000 |
40,000,000 |
20,000,000 |
960,000 |
480,960,000 |
|
50,120,000 |
PPh 21 Masa Desember 2024 |
|
||
Penghasilan bruto setahun |
450,960,000 |
|
|
Pengurangan |
|
|
|
1. Biaya jabatan setahun |
6,000,000 |
|
|
(Maksimal 6.000.000) |
|
||
2. Iuran pensiun |
1,200,000 |
|
|
12 x 100.000 |
|
|
|
3. Zakat |
2,400,000 |
|
|
Total Pengurang |
9,600,000 |
|
|
Penghasilan neto setahun |
441,360,000 |
|
|
Penghasilan tidak kena pajak
setahun |
|
||
Wajib pajak sendiri |
54,000,000 |
|
|
Menikah |
4,500,000 |
|
|
Total |
58,500,000 |
|
|
Penghasilan kena pajak setahun |
382,860,000 |
|
|
Pajak penghasilan pasal 21
terutang setahun |
|
|
|
5% x 60.000.000 |
3,000,000 |
|
|
15% x 190.000.000 |
28,500,000 |
|
|
25% x 132.860.000 |
33,215,000 |
|
|
Total |
64,715,000 |
|
|
Pajak penghasilan pasal 21
yang telah dipotong sampai November 2024 |
50,120,000 |
|
|
Pajak penghasilan pasal 21
yang harus dipotong masa Desember 2024 |
14,595,000 |
||
Penerapan perhitungan diatas juga berlaku untuk PPh 21 bagi
penerima pensiun berkala serta PNS, anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan
pensiunan.
Pegawai Tidak Tetap atas upah dan sebagainya
Pegawai tidak tetap merupakan pegawai dengan penghasilan
tidak tetap dikarenakan diterima hanya apabila pegawai yang bersangkutan
bekerja dengan hitungan hari kerja ataupun dengan jumlah unit yang dihasilkan
atau diproduksi termasuk tenaga kerja lepas.
Kasus 1 – Penghasilan tidak dibayar bulanan dengan jumlah ≤
Rp2.500.000,00 sehari
1.
Pak Nuda bekerja pada PT Serba Jaya.
Pada bulan Juni 2024, Pak Nuda melakukan pekerjaan perakitan bingkai foto
selama 10 hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Pak Nuda menerima atau
memperoleh penghasilan sebesar Rp4.500.000. Berapa tarif efektif harian yang
dipotong perusahaan?
Jawab:
Regulasi Baru
Pak Nuda memiliki jumlah penghasilan
bruto sehari sebagai berikut:
Rp4.500.000:10=Rp450.000
Perhitungan PPh 21 menggunakan tarif
efektif harian, yaitu 0% x Rp450.000 = Rp0
Kasus 2 – Penghasilan tidak dibayar bulanan dengan jumlah
> Rp2.500.000 sehari
1.
Pak Bida bekerja pada PT Sinar
Terang menerima penghasilan harian berdasarkan jumlah unit TV yang diperbaiki
dengan besaran penghasilan yang diterima sebesar Rp300.000 per unit TV. Pak
Bida menyelesaikan perbaikan TV sebanyak 10 buah dalam sehari dan menerima
penghasilan sebesar Rp3.000.000. Berapa PPh 21 menggunakan tarif TER?
Jawab:
Regulasi Baru
Perhitungan PPh 21 menggunakan tarif
pasal 17 UU PPh, yaitu 5% x Rp3.000.000 = Rp75.000
Kasus 3 – Penghasilan Dibayar Bulanan
1.
Pak Zaid bekerja sebagai pemetik teh
pada perkebunan milik PT Sehatin. Pak Zaid berstatus tidak menikah dan tidak
memiliki tanggungan. Pak Zaid memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara
bulanan berdasarkan hasil panen yang diperolehnya. Selama tahun 2024, Pak Budi
menerima atau memperoleh penghasilan dan dipotong PPh 21 sebagai berikut:
Regulasi Baru
Bulan |
Penghasilan Bruto (Rp) |
Tarif Efektif Bulanan Kategori A |
PPh 21 |
Januari |
4,000,000 |
0% |
- |
Februari |
7,000,000 |
1.25% |
87,500 |
Maret |
1,000,000 |
0% |
- |
April |
7,000,000 |
1.25% |
87,500 |
Mei |
8,000,000 |
1.50% |
120,000 |
Juni |
6,000,000 |
0.75% |
45,000 |
Juli |
7,000,000 |
1.25% |
87,500 |
Agustus |
8,000,000 |
1.50% |
120,000 |
September |
6,000,000 |
0.75% |
45,000 |
Oktober |
9,000,000 |
1.75% |
157,500 |
November |
2,000,000 |
0% |
- |
Desember |
8,000,000 |
1.50% |
120,000 |
Jumlah |
73,000,000 |
|
870,000 |
Kasus 4 – Penghasilan Harian
Pak Fian bekerja di PT Sinar Megah. Pada bulan
Januari 2024, Pak Fian melakukan pekerjaan perakitan hiasan lampu selama dua
puluh hari hari dan memperoleh
penghasilan yang dibayarkan secara harian sebesar Rp500.000 per hari. Berapa
pemotongan PPh 21 atas penghasilan hariannya tersebut?
Jawab:
Regulasi baru
Tarif PPh 21 TER harian = 0,5% x Rp500.000,00
= Rp2.500
Dalam kasus ini, PT Sinar Megah memotong PPh 21 Pak Fian dan
membuat dua puluh bukti pemotongan PPh 21 untuk Pak Fian. PPh 21 yang telah
dipotong oleh PT Sinar Megah merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan 2024 Pak Fian.
Regulasi lama
Upah sehari lebih dari Rp450.000 =
Rp500.000-Rp450.000 = Rp50.000
PPh 21 harian=5% x Rp50.000 = Rp2.500
Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang Menerima
Penghasilan Secara Tidak Teratur
Kasus 1
1.
Pak Jordan adalah seorang komisaris
di PT Multifood. Selama tahun 2024, Pak Jordan hanya menerima penghasilan dari
PT Multifood di Bulan Desember 2024. Pak Jordan berstatus tidak menikah dan
tidak memiliki tanggungan. Pada bulan Desember 2024, Pak Jordan menerima
honorarium sebesar Rp60.000.000. Berapa perhitungan PPh 21 masa Desember 2024?
Jawab:
Atas status PTKP Pak Jordan, yaitu
TK/0 dan jumlah bruto honorarium sebesar Rp60.000.000, besarnya PPh 21 terutang
atas penghasilan yang diterima Pak Jordan pada Desember 2024 dihitung
berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 20%. Maka besarnya
pemotongan PPh 21 sebagai berikut:
20% x Rp60.000.000 = Rp12.000.000
Bukan Pegawai atas honorarium dan sebagainya
Bukan pegawai merupakan orang pribadi selain pegawai tetap
dan tidak tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan atas nama dan dalam
bentuk apapun sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang dilakukan
berdasarkan permintaan pemberi penghasilan.
Kasus 1 - Tidak Berkesinambungan
Dalam hal bukan pegawai tidak berkesinambungan tidak ada
perubahan atas skema perhitungan pajak penghasilan orang pribadi.
1.
Jhonson berprofesi sebagai Master
of Ceremony. Jhonson diundang oleh PT Mekar Jaya untuk menjadi MC pada
perayaan milad perusahaan yang ke-12 tahun dan ia memperoleh honor sebesar
Rp4.000.000.
PPh Ps. 21 =
(50% x Pendapatan Bruto) x Tarif Ps. 17
=
(50% x Rp4.000.000) x Tarif Ps.17
=
Rp2.000.000 x 5%
=
Rp 100.000
Kasus 2 - Berkesinambungan dan menerima penghasilan lebih
dari satu oleh subjek pemotong
1.
Aprilia merupakan seorang freelance
desain grafis, memiliki NPWP, belum menikah dan tidak memiliki tanggunggan,
selama tahun 2024 fee yang diperoleh Aprilia atas jasa desain grafis
adalah sebagai berikut:
Bulan |
Jumlah
Honor |
Januari
|
Rp
34,000,000 |
Februari |
Rp
36,000,000 |
Maret |
Rp
43,000,000 |
April |
Rp
46,000,000 |
Mei |
Rp
47,000,000 |
Juni |
Rp
52,000,000 |
Juli |
Rp
55,000,000 |
Agustus |
Rp
58,000,000 |
September |
Rp
61,000,000 |
Oktober |
Rp
64,000,000 |
November |
Rp
66,000,000 |
Desember |
Rp
67,000,000 |
Total |
Rp
629,000,000 |
Regulasi lama
Bulan |
Jumlah Honor |
Honor x 50% |
PKP Kumulatif |
Tarif |
PPh Pasal 21 |
Januari |
Rp
34,000,000 |
Rp
17,000,000 |
Rp
17,000,000 |
5% |
Rp
850,000 |
Februari |
Rp
36,000,000 |
Rp
18,000,000 |
Rp
35,000,000 |
5% |
Rp
900,000 |
Maret |
Rp
43,000,000 |
Rp
21,500,000 |
Rp
56,500,000 |
5% |
Rp
1,075,000 |
April |
Rp
46,000,000 |
Rp
3,500,000 |
Rp
60,000,000 |
5% |
Rp
175,000 |
|
|
Rp
19,500,000 |
Rp
79,500,000 |
15% |
Rp
2,925,000 |
Mei |
Rp
47,000,000 |
Rp
23,500,000 |
Rp
103,000,000 |
15% |
Rp
3,525,000 |
Juni |
Rp
52,000,000 |
Rp
26,000,000 |
Rp
129,000,000 |
15% |
Rp
3,900,000 |
Juli |
Rp
55,000,000 |
Rp
27,500,000 |
Rp
156,500,000 |
15% |
Rp
4,125,000 |
Agustus |
Rp
58,000,000 |
Rp
29,000,000 |
Rp
185,500,000 |
15% |
Rp
4,350,000 |
September |
Rp
61,000,000 |
Rp
30,500,000 |
Rp
216,000,000 |
15% |
Rp
4,575,000 |
Oktober |
Rp
64,000,000 |
Rp
32,000,000 |
Rp
248,000,000 |
15% |
Rp
4,800,000 |
November |
Rp
66,000,000 |
Rp
2,000,000 |
Rp
250,000,000 |
15% |
Rp
300,000 |
|
|
Rp
31,000,000 |
Rp
281,000,000 |
25% |
Rp
7,750,000 |
Desember |
Rp
67,000,000 |
Rp
33,500,000 |
Rp
314,500,000 |
25% |
Rp
8,375,000 |
Total |
Rp
629,000,000 |
Rp
314,500,000 |
Rp
314,500,000 |
|
Rp
47,625,000 |
Regulasi baru
No |
Honor |
PKP (50% x Honor) |
Tarif |
PPh Pasal 21 (PKP x Tarif) |
1 |
Rp
34,000,000 |
Rp
17,000,000 |
5% |
Rp
850,000 |
2 |
Rp
36,000,000 |
Rp
18,000,000 |
5% |
Rp
900,000 |
3 |
Rp
43,000,000 |
Rp
21,500,000 |
5% |
Rp
1,075,000 |
4 |
Rp
46,000,000 |
Rp
23,000,000 |
5% |
Rp
1,150,000 |
5 |
Rp
47,000,000 |
Rp
23,500,000 |
5% |
Rp
1,175,000 |
6 |
Rp
52,000,000 |
Rp
26,000,000 |
5% |
Rp
1,300,000 |
7 |
Rp
55,000,000 |
Rp
27,500,000 |
5% |
Rp
1,375,000 |
8 |
Rp
58,000,000 |
Rp
29,000,000 |
5% |
Rp
1,450,000 |
9 |
Rp
61,000,000 |
Rp
30,500,000 |
5% |
Rp
1,525,000 |
10 |
Rp
64,000,000 |
Rp
32,000,000 |
5% |
Rp
1,600,000 |
11 |
Rp
66,000,000 |
Rp
33,000,000 |
5% |
Rp
1,650,000 |
12 |
Rp
67,000,000 |
Rp
33,500,000 |
5% |
Rp
1,675,000 |
Total |
Rp
629,000,000 |
Rp
314,500,000 |
|
Rp
15,725,000 |
Kasus 3 - Berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan
dari satu subjek pemotong
1.
Janursono seorang yang bekerja
sebagai konsultan pajak (bukan pegawai) dan hanya memperoleh penghasilan berupa
honorarium dari KKP Zainal Akbar & Rekan, memiliki NPWP, belum menikah dan
tidak memiliki tanggungan. Honor yang ia terima dari jasa konsultan yang
dibayar oleh klien di KKP Zainal Akbar & Rekan selama tahun 2024 sebagai
berikut:
Bulan |
Jumlah
Honor |
Januari
|
Rp 25,000,000 |
Februari |
Rp 25,000,000 |
Maret |
Rp 26,000,000 |
April |
Rp 27,000,000 |
Mei |
Rp 28,000,000 |
Juni |
Rp 28,000,000 |
Juli |
Rp 29,000,000 |
Agustus |
Rp 30,000,000 |
September |
Rp 31,000,000 |
Oktober |
Rp 32,000,000 |
November |
Rp 33,000,000 |
Desember |
Rp 36,000,000 |
Total |
Rp 350,000,000 |
Regulasi lama
No |
Honor |
50% x Honor |
PTKP |
PKP (50% honor -
PTKP) |
PKP kumulatif |
Tarif |
PPh Pasal 21 (PKP Kumulatif x Tarif) |
1 |
Rp
25,000,000 |
Rp
12,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
7,250,000 |
Rp
7,250,000 |
5% |
Rp 362,500 |
2 |
Rp
25,000,000 |
Rp
12,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
7,250,000 |
Rp
14,500,000 |
5% |
Rp 362,500 |
3 |
Rp
26,000,000 |
Rp
13,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
7,750,000 |
Rp
22,250,000 |
5% |
Rp 387,500 |
4 |
Rp
27,000,000 |
Rp
13,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
8,250,000 |
Rp
30,500,000 |
5% |
Rp 412,500 |
5 |
Rp
28,000,000 |
Rp
14,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
8,750,000 |
Rp
39,250,000 |
5% |
Rp 437,500 |
6 |
Rp
28,000,000 |
Rp
14,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
8,750,000 |
Rp
48,000,000 |
5% |
Rp 437,500 |
7 |
Rp
29,000,000 |
Rp
14,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
9,250,000 |
Rp
57,250,000 |
5% |
Rp 462,500 |
8 |
Rp
30,000,000 |
Rp
15,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
2,750,000 |
Rp
60,000,000 |
5% |
Rp 137,500 |
|
|
|
|
Rp
7,000,000 |
Rp
67,000,000 |
15% |
Rp
1,050,000 |
9 |
Rp
31,000,000 |
Rp
15,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
10,250,000 |
Rp
77,250,000 |
15% |
Rp
1,537,500 |
10 |
Rp
32,000,000 |
Rp
16,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
10,750,000 |
Rp
88,000,000 |
15% |
Rp
1,612,500 |
11 |
Rp
33,000,000 |
Rp
16,500,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
11,250,000 |
Rp
99,250,000 |
15% |
Rp
1,687,500 |
12 |
Rp
36,000,000 |
Rp
18,000,000 |
Rp
5,250,000 |
Rp
12,750,000 |
Rp
112,000,000 |
15% |
Rp
1,912,500 |
Total |
Rp
350,000,000 |
Rp
175,000,000 |
Rp
63,000,000 |
Rp
112,000,000 |
Rp
112,000,000 |
|
Rp
10,800,000 |
Regulasi baru
No |
Honor |
PKP (50% x Honor) |
Tarif |
PPh Pasal 21 (PKP x Tarif) |
1 |
Rp
25,000,000 |
Rp
12,500,000 |
5% |
Rp 625,000 |
2 |
Rp
25,000,000 |
Rp
12,500,000 |
5% |
Rp 625,000 |
3 |
Rp
26,000,000 |
Rp
13,000,000 |
5% |
Rp 650,000 |
4 |
Rp
27,000,000 |
Rp
13,500,000 |
5% |
Rp 675,000 |
5 |
Rp
28,000,000 |
Rp
14,000,000 |
5% |
Rp 700,000 |
6 |
Rp
28,000,000 |
Rp
14,000,000 |
5% |
Rp 700,000 |
7 |
Rp
29,000,000 |
Rp
14,500,000 |
5% |
Rp 725,000 |
8 |
Rp
30,000,000 |
Rp
15,000,000 |
5% |
Rp 750,000 |
9 |
Rp
31,000,000 |
Rp
15,500,000 |
5% |
Rp 775,000 |
10 |
Rp
32,000,000 |
Rp
16,000,000 |
5% |
Rp 800,000 |
11 |
Rp
33,000,000 |
Rp
16,500,000 |
5% |
Rp 825,000 |
12 |
Rp
36,000,000 |
Rp
18,000,000 |
5% |
Rp 900,000 |
Total |
Rp
350,000,000 |
Rp
175,000,000 |
|
Rp 8,750,000 |
Peserta Kegiatan atas hadiah atau sehubungan dengan kegiatan
Peserta
kegiatan merupakan orang pribadi yang memperoleh atau menerima imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya pada suatu kegiatan, selain yang diterima pegawai
tetap.
Kasus 1
Regulasi tidak ada perubahan
1.
Keyza memenangkan perlombaan papan
catur sebagai juara 1 di tingkat nasional,
dan dari kemenangan tersebut ia mendapat hadia uang tunai sebesar
Rp89.000.000. Maka dengan ini, Keyza akan dikenakan pajak penghasilan sebesar:
PPh
Ps. 21 =
Pendapatan Bruto x Tarif Pasal 17 ayat (1)
=
(Rp60.000.000 x 5%) + (Rp29.000.000 x 15%)
=
Rp3.000.000 + Rp4.350.000
=
Rp7.350.000
*Dalam hal Peserta Kegiatan atas hadiah tidak ada perubahan
atas skema perhitungan.
Pegawai menarik uang manfaat pensiun
Pegawai pensiunan merupakan orang pribadi atau ahli waris
(termasuk anak, janda, duda) yang memperoleh atau menerima imbalan berupa uang
pensiun, uang manfaat pensiun, Jaminan Hari Tua (JHT) yang diterima atau
diperoleh secara berkala.
Kasus 1
1. Tuan Alex
berstatus sebagai pegawai tetap pada PT Bunga Abadi. PT BA mengikuti program
dana pensiun XYZ yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan untuk
para pegawainya. Sepanjang tahun 2024, Tuan Alex melakukan penarikan uang
manfaat pensiun, sebagai berikut:
·
Februari =
Rp32.000.000
·
Juli =
Rp35.000.000
·
Desember =
Rp38.000.000
Regulasi lama
Bulan |
Penghasilan
Bruto |
PKP |
PKP
Kumulatif |
Tarif |
PPh
Pasal 21 |
Februari |
Rp
32,000,000 |
Rp
32,000,000 |
Rp
32,000,000 |
5% |
Rp
1,600,000 |
Juli |
Rp
35,000,000 |
Rp
28,000,000 |
Rp
60,000,000 |
5% |
Rp
1,400,000 |
|
|
Rp
7,000,000 |
Rp
67,000,000 |
15% |
Rp
1,050,000 |
Desember |
Rp
38,000,000 |
Rp
38,000,000 |
Rp
105,000,000 |
15% |
Rp
5,700,000 |
Total |
Rp
105,000,000 |
Rp
105,000,000 |
Rp
105,000,000 |
|
Rp
9,750,000 |
Regulasi baru
Bulan |
Ph.
Bruto |
Tarif |
PPh
Pasal 21 |
Februari |
Rp
32,000,000 |
5% |
Rp
1,600,000 |
Juli |
Rp
35,000,000 |
5% |
Rp
1,750,000 |
Desember |
Rp
38,000,000 |
5% |
Rp
1,900,000 |
Total |
Rp
105,000,000 |
|
Rp
5,250,000 |
Mantan pegawai yang menerima atau memperoleh tantiem,
gratifikasi, bonus atau imbalan lain
Mantan pegawai merupakan orang pribadi yang pernah atau
tidak lagi bekerja atau menerima penghasilan dari tempat pemberi kerja.
Kasus 1
1. Agung
bekerja pada PT Gemilang Jaya. Per tanggal 1 Januari 2024, Agung sudah tidak
bekerja di PT GJ karena pensiun. Selama tahun 2023, Agung menerima jasa
produksi dari PT GJ sebagai berikut:
·
Januari =
Rp15.000.000
·
Juli =
Rp20.000.000
·
Desember = Rp
30.000.000
Regulasi lama
Bulan |
Ph.
Jasa Produksi |
PKP |
PKP
Kumulatif |
Tarif |
PPh
Pasal 21 |
Januari |
Rp
15,000,000 |
Rp
15,000,000 |
Rp
15,000,000 |
5% |
Rp
750,000 |
Mei |
Rp
20,000,000 |
Rp
20,000,000 |
Rp
35,000,000 |
5% |
Rp
1,000,000 |
September |
Rp
30,000,000 |
Rp
25,000,000 |
Rp
60,000,000 |
5% |
Rp
1,250,000 |
|
|
Rp
5,000,000 |
Rp
65,000,000 |
15% |
Rp
750,000 |
Total |
Rp
65,000,000 |
Rp
65,000,000 |
Rp
65,000,000 |
|
Rp
3,750,000 |
Regulasi baru
Bulan |
Ph.
Jasa Produksi |
Tarif |
PPh
Pasal 21 |
Januari |
Rp
15,000,000 |
5% |
Rp
750,000 |
Mei |
Rp
20,000,000 |
5% |
Rp
1,000,000 |
September |
Rp
30,000,000 |
5% |
Rp
1,500,000 |
Total |
Rp
65,000,000 |
ladi |
Rp
3,250,000 |
Kesimpulan
Kajian ini menyimpulkan bahwa perhitungan potongan PPh 21 atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan wajib pajak Orang Pribadi terbaru yang diatur dalam PP
Nomor 58 tahun 2023 ini lebih sederhana dan mudah bagi pemotong dan karyawan
untuk menghitung pajak penghasilan orang pribadi. Selain itu, dengan
menggunakan skema perhitungan PPh 21 terbaru, besaran pajak yang dikenakan
kepada orang pribadi baik pegawai tetap, pegawai tidak tetap, bukan pegawai dan
subjek lainnya akan lebih rendah dibandingkan besaran pajak yang dikenakan atas
penghasilan orang pribadi menggunakan peraturan lama.
Perlu adanya sosialisasi lebih lanjut tentang skema
perhitungan wajib pajak orang pribadi yang diatur dalam PP No 58 tahun 2023 dan
PMK No 168 tahun 2023 serta mengevaluasi penerapannya secara berkelanjutan agar
sesuai dengan tujuannya yaitu agar mekanisme pemotongan lebih sederhana, mudah,
akuntabel dan transparan dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi.
BIBLIOGRAFI
Anjarwati, V., & Veny, V. (2021).
Perbandingan pajak penghasilan pasal 21 metode gross up, gross, dan net basis
terhadap pajak penghasilan badan. Journal of Public Auditing and Financial
Management, 1(2), 101–108.
Arianty,
F. (2022). Analisis Perubahan Tarif Progresif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Ditinjau Dari Azas Keadilan. Jurnal
Administrasi Bisnis Terapan, 5(1), 1.
Arlina,
A. M., Mustofa, M., & Hidayat, A. A. (2023). Analisis Ekonomi Islam
Terhadap Pemungutan Pajak Penghasilan (Pph 21). JEBI (Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam), 8(1), 12–24.
Bawamenewi,
N., Supraptiningsih, J. D., Rosida, S. A., & Nuridah, S. (2023). Analisis
Implementasi Perhitungan Dan Pelaporan PPH Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Atas Gaji Pegawai Negeri
Sipil Pada Kantor Kecamatan Bekasi Barat Tahun 2022. Innovative: Journal Of
Social Science Research, 3(5), 1211–1218.
Christianto,
C. (2022). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Pajak (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan di PT.
Mikeda Kebut Terusss)/Christianto/31199165/Pembimbing: Amelia Sandra.
Harefa,
F. W., & Tanjung, M. A. (2022). Analisis Mekanisme Administrasi Pajak
Penghasilan (PPH) Pasal 21 Pada Kantor Jasa Akuntansi. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Sains Dan Humaniora, 6(2), 243–247.
Jalil,
F. Y., Azhar, I., Annas, M., Galib, A., Tarmizi, R., Tanjung, J., Meutia, T.,
de Fretes, A. V. C., Solihin, A., & Wulandari, S. S. (2024). Dasar-dasar
perpajakan. Sada Kurnia Pustaka.
Kurniyawati,
I. (2019). Analisis penerapan perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan (PPh)
pasal 21 atas karyawan tetap pada PT. X di Surabaya. Jurnal Penelitian
Ekonomi Dan Akuntansi, 4(2), 1057–1068.
Lewa,
M., Kalangi, L., & Pontoh, W. (2018). Analisis Perubahan Tarif Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2015 dan Tahun 2016 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (PPH) Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung. Going
Concern: Jurnal Riset Akuntansi, 13(03).
Pritalangeni,
D. A. (2014). Analisis Kewajiban Pelaporan Spt Tahunan Pph Orang Pribadi dan
Kontribusi terhadap Penerimaan Pph (Studi pada Wajib Pajak Pensiunan di Kpp
Pratama Malang Utara). Brawijaya University.
Siregar,
L. H. (2018). Penerapan perhitungan pajak penghasilan (pph) pasal 21 pada
karyawan pt. perkebunan nusantara iii (persero) medan. Jurnal Bisnis
Corporate, 3(1).
Soemitro,
R., & Sugiharti, D. K. (2010). Asas dan Dasar Perpajakan 1 (Edisi Revisi). Cetakan
Kedua, Bandung: PT Refika Aditama.
Tunggawardhani,
D., & Susanti, S. (2022). Pengembangan Bahan Ajar E-Modul Interaktif
Berbasis Flipbook pada Materi Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21. Edukatif:
Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(3), 4638–4650.
Urkan,
A., & Putra, R. E. (2017). Analisis Perbandingan Perhitungan Pajak
Penghasilan (Pph) Pasal 21 Metode Gross, Net Dan Gross Up Serta Dampak Terhadap
Beban Pajak Penghasilan Badan Pt Dredolf Indonesia. Measurement Jurnal
Akuntansi, 11(1).
Wulandari,
Y. (2020). Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Dan Perubahan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (Ptkp) Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 (Studi Kasus
Pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I Tahun 2015-2019).
Universitas Komputer Indonesia.
Copyright holder: Salma Luthfania Patra, Mutiara Khairunnisa Suhardi, Muhammad Gilang Al Huda, Galuh Tresna
Murti (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |