Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 9, No. 7, Juli 2024
HUBUNGAN
KETERKAITAN PENGIDAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU
Christina Destri Wiwis Wijayanti
Universitas
Maarif Hayim Latif, Sidoarjo, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Kedua penyakit diabetes melitus dan tuberkulosis masih
memiliki tingkat kejadian yang tinggi di Indonesia, sehingga penting untuk
diperhatikan secara serius. Dalam konteks ini, pemahaman yang lebih baik
tentang hubungan antara diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dan tuberkulosis (TB)
menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan, diagnosis, dan manajemen kedua
penyakit ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
berbagai hasil penelitian terkaitan hubungan DMT2 dengan TBC. Penelitian ini
menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR). Data penelitian
dikumpulkan dari literatur yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah bereputasi.
Literatur dikumpulkan melalui pencarian di database literatur elektronik,
seperti Google Schoolar dan Scopus. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan saling keterkaitan antara DMT2 dan TB. DMT2 dapat meningkatkan risiko
terkena TB dengan menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan peradangan
kronis yang merusak jaringan paru-paru, sehingga membuat individu lebih rentan
terhadap infeksi TB. Sebaliknya, TB aktif juga dapat memperburuk kondisi DMT2
dengan meningkatkan kadar gula darah dan risiko sepsis pada pasien diabetes.
Sehingga, diperlukan upaya pencegahan yang komprehensif untuk mengurangi dampak
dari keterkaitan antara DMT2 dan TB tersebut.
Kata kunci: Hubungan Keterkaitan, Pengidap
Diabetes Melitus Tipe 2, Kejadian Tuberkulosis Paru
Abstract
Both diabetes mellitus and
tuberculosis still have a high incidence rate in Indonesia, so it is important
to take them seriously. In this context, a better understanding of the
relationship between type 2 diabetes mellitus (T2DM) and tuberculosis (TB) is
crucial for the prevention, diagnosis and management of both diseases. The aim
of this study was to identify various research results related to the
association of T2DM with TB. This study used the Systematic Literature Review
(SLR) method. Research data were collected from literature published in
reputable scientific journals. The literature was collected through searches in
electronic literature databases, such as Google Schoolar and Scopus. The
results showed an interrelated relationship between T2DM and TB. T2DM can
increase the risk of developing TB by lowering the immune system and causing
chronic inflammation that damages lung tissue, thus making individuals more
susceptible to TB infection. Conversely, active TB can also exacerbate T2DM by
increasing blood sugar levels and the risk of sepsis in diabetic patients.
Thus, comprehensive prevention efforts are needed to reduce the impact of the
association between T2DM and TB.
Keywords: Associations, People with Type 2
Diabetes Mellitus, Incidence Of Pulmonary Tuberculosis
Pendahuluan
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kondisi gangguan
metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah karena
kurangnya kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang memadai,
baik secara mutlak maupun relatif (Aziz, 2020). Menurut International Diabetes
Federation, Indonesia menempati peringkat ketujuh dalam hal prevalensi kasus
diabetes di dunia, dengan jumlah sekitar lebih dari sepuluh juta kasus, berada
di bawah negara-negara seperti Cina, India, Amerika, Brasil, Meksiko, dan
Pakistan. Risiko terkena Diabetes Mellitus tipe 1 meningkat pada individu yang
memiliki riwayat keluarga terkait penyakit tersebut, sementara Diabetes
Mellitus tipe 2 dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang, pola makan, dan tingkat
aktivitas fisik yang rendah (Murtiningsih et al., 2021). Selain itu, risiko
terkena penyakit Diabetes Mellitus juga meningkat seiring bertambahnya usia
karena adanya keterkaitan dengan tekanan darah tinggi.
Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah kondisi kronis
yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi akibat resistensi insulin atau
produksi insulin yang tidak mencukupi (Kinasih, 2022). Faktor risiko untuk DMT2
meliputi obesitas, keturunan, gaya hidup yang tidak sehat, serta pola makan dan
aktivitas fisik yang kurang sehat. Kondisi ini mendukung pertumbuhan bakteri,
termasuk Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab terjadinya
tuberculosis pada pasien diabetes melitus (Rau & Huldjannah, 2021).
Penyakit yang diakibatkan infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis dikenal dengan TBC (Aini & Hatta, 2017). Infeksi ini
dapat menimbulkan gejala seperti batuk persisten, demam, berat badan menurun,
serta nyeri dada. Faktor risiko utama untuk tuberkulosis paru meliputi penurunan
sistem imun, seperti pada penderita HIV/AIDS, kondisi sosial ekonomi yang
rendah, dan kontak dengan individu yang telah terinfeksi. Menurut laporan dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati peringkat ketiga setelah
India dan China dalam hal jumlah penderita tuberkulosis tertinggi di dunia (World
Health Organization, 2020).
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) berisiko
lebih tinggi untuk terkena Tuberkulosis Paru (TBC) karena gangguan metabolisme
yang disebabkan oleh DMT2 dapat mengganggu fungsi imunitas sehingga rentan
terhadap infeksi dan memperburuk prognosis TBC. Selain itu, tingginya kadar
glukosa darah pada penderita DMT2 menciptakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis, penyebab utama TBC. Di sisi
lain, TBC dapat memperburuk kontrol glukosa darah pada penderita DMT2, meningkatkan
risiko komplikasi, serta memperburuk prognosis penyakit. Oleh karena itu,
pemahaman yang lebih baik tentang hubungan keterkaitan antara DMT2 dan TBC
sangat penting dalam upaya pencegahan, diagnosis, dan manajemen kedua penyakit
ini.
Keterkaitan antara diabetes tipe 2 dan tuberkulosis
paru telah menjadi fokus penelitian yang luas. Diabetes meningkatkan risiko
seseorang terkena tuberkulosis paru karena gangguan metabolisme yang disebabkan
oleh diabetes dapat mengganggu fungsi imunitas sehingga memudahkan terjadinya
infeksi. Di sisi lain, tuberkulosis paru dapat memperburuk kontrol gula darah
pada penderita diabetes dan mempercepat perkembangan komplikasi diabetes.
Selain itu, penanganan kedua kondisi ini dapat saling memengaruhi. Pengobatan
diabetes yang tidak terkendali dapat memperburuk infeksi tuberkulosis paru, dan
sebaliknya, pengobatan tuberkulosis paru juga dapat memengaruhi kadar gula
darah pada penderita diabetes.
Sehingga, manajemen yang baik dari kedua kondisi ini
sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi yang serius. Ini mencakup
pengelolaan gula darah secara teratur bagi penderita diabetes, pemberian terapi
insulin jika diperlukan, serta mengikuti rencana diet dan gaya hidup sehat.
Selain itu, deteksi dini dan pengobatan tuberkulosis paru secara tepat waktu
juga sangat penting untuk meminimalkan risiko penyebaran penyakit dan
komplikasi tambahan pada penderita diabetes. Kolaborasi antara dokter spesialis
diabetes dan tuberkulosis paru diperlukan untuk merencanakan pengobatan yang
efektif dan terkoordinasi bagi individu yang menderita kedua kondisi tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai hubungan keterkaitan pengidap diabetes melitus tipe 2
dengan kejadian tuberkulosis paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi berbagai hasil penelitian terkaitan hubungan DMT2 dengan
TBC.
Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode Systematic Literature
Review (SLR), yaitu pendekatan penelitian yang terstruktur, jelas, dan dapat
diulang, yang bertujuan untuk mengumpulkan, menilai, dan mengintegrasikan karya
yang telah dilakukan dan didokumentasikan oleh peneliti, akademisi, dan
praktisi sebelumnya (Okoli & Schabram, 2015). Metode ini bertujuan untuk
menemukan strategi yang membantu dalam mengatasi tantangan yang dihadapi, serta
mengidentifikasi beragam sudut pandang yang terkait dengan isu yang sedang
diselidiki dan mengungkap teori-teori yang relevan dengan konteks penelitian. Data
penelitian diperoleh dari sumber literatur yang terbit dalam jurnal ilmiah
terkemuka. Literatur tersebut dikumpulkan melalui pencarian di berbagai basis
data literatur elektronik, termasuk Google Scholar dan Scopus. Data yang
dipergunakan dalam penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria inklusi,
seperti ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dan diterbitkan dalam
rentang waktu antara tahun 2014 hingga 2024.
Gambar
1. Diagram PRISMA
Data yang telah terhimpun kemudian
dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu pengurangan data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Hasil Penelitian
No. |
Nama dan
Tahun Penelitian |
Hasil
Penelitian |
1. |
Meilenia,
Dewi, & Islami (2023) |
Temuan
mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara kejadian DMT2 dan
gambaran BTA pada penderita tuberkulosis (TB) paru (p=0,000). Kejadian DMT2
diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi TB paru karena
tingginya glukosa darah yang dapat mengurangi fungsi imunitas yang
mempermudah terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. |
2. |
Utomo,
Nugroho, & Margawati (2016) |
Temuan
mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara DMT2 dan status TB
paru lesi luas (p=0,03). Penelitian juga menemukan bahwa DMT2 dapat
meningkatkan risiko TB sebanyak 5,25 kali. Selain itu, variabel perancu yang
signifikan adalah kebiasaan merokok (p=0,01) dan status gizi (p=0,02). |
3.
|
Ramadhani
& Tri (2021) |
Studi
ini menyimpulkan hubungan antara DMT2 dengan sistem imunitas penderitanya.
Individu yang menderita DMT2 cenderung mengalami penurunan imun tubuh,
sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tuberkulosis. |
4. |
Rahmatulloh
& Saefulloh (2022) |
Hasil
studi mengindikasikan bahwa dari 67 pasien TB paru, 23 di antaranya memiliki
riwayat diabetes mellitus tipe 2, sedangkan dari 134 pasien non-TB paru, 24
di antaranya memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2. Nilai Odds Ratio yang
diperoleh adalah 2,396, menunjukkan bahwa pasien dengan riwayat DMT2 memiliki
risiko 2 kali lebih tinggi terkena TB paru dibanding dengan pasien yang tanpa
riwayat DMT2. |
5. |
Wijaya
(2020) |
Hasil
pengujian mengindikasikan bahwa kejadian tuberkulosis paru lebih cenderung
terjadi pada pasien dengan DMT2 yang telah menderita kondisi tersebut selama
lebih dari 5 tahun. |
6.
|
Saraswati
(2014) |
Hasil
penelitian disimpulkan bahwa prevalensi TB paru pada pasien dengan riwayat DM
mencapai 16,7%, dan terdapat hubungan antara DM dan kejadian TB paru. |
7.
|
Situmeang
(2020) |
Hasil
studi mengindikasikan bahwa dari 30 sampel penderita diabetes melitus, 13 di
antaranya (43,33%) positif terinfeksi tuberkulosis, sementara 17 lainnya
(56,67%) dinyatakan negatif. |
8.
|
Novita,
Ismah, & Pariyana (2018) |
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 12% dari pasien tuberkulosis juga mengalami
diabetes mellitus. Petugas skrining rutin pasien tuberkulosis disarankan
untuk secara awal mendeteksi adanya potensi diabetes mellitus dan
pra-diabetes. Tujuannya adalah untuk memulai langkah-langkah pencegahan
primer dengan lebih cepat dan efektif. Selain itu, pasien juga disarankan
untuk mengatur kadar gula darah mereka agar pengobatan tuberkulosis yang
mereka jalani dapat memberikan hasil yang optimal. |
9.
|
Mizarni
(2020) |
Hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kejadian DM pada penderita TB
paru di Puskesmas Biaro. Ditemukan bahwa 75% dari pasien yang mengalami
diabetes melitus dan tuberkulosis paru memiliki usia di atas 40 tahun, serta
75% dari mereka adalah perempuan. Sebanyak 50% dari pasien tersebut adalah
petani dan 50% adalah ibu rumah tangga. Selain itu, diketahui bahwa 100% dari
pasien tersebut sudah menikah. |
10.
|
Hakim
(2015) |
Hasil
studi mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara DM dan
TB paru. Kelompok usia 51-60 tahun memiliki jumlah pasien yang lebih banyak
yang menderita diabetes melitus dan tuberkulosis paru, sedangkan kelompok
usia 31-40 tahun memiliki jumlah yang paling sedikit. Selain itu, pasien
dengan diabetes melitus selama lebih dari 10 tahun memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TB paru dibandingkan dengan pasien diabetes melitus
selama kurang dari 10 tahun, dengan nilai Rasio Prevalensi sebesar 5,538.
Dari analisis ini, disimpulkan bahwa diabetes melitus diidentifikasi sebagai
faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru. |
Hubungan saling keterkaitan antara diabetes melitus dan
tuberkulosis merupakan suatu hal penting yang perlu dipahami. Dalam hubungan
ini, terdapat pengaruh dua arah di mana diabetes melitus tpe 2 (DMT2) dapat
meningkatkan risiko terkena tuberculosis (TBC), dan sebaliknya (Rohman, 2018). DMT2 adalah kondisi medis
yang secara signifikan meningkatkan risiko terkena tuberkulosis (TB) dengan
cara menurunkan imun tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan penderitanya beresiko
tiga kali lebih besar mengidap TB paru (Harahap, 2021).
Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB aktif yang paling umum terjadi, mencapai
angka kejadian sekitar 79-89% dari total kasus TB. Tuberkulosis paru terjadi
terutama ketika daya tahan tubuh menurun, dan orang dengan DMT2 cenderung
memiliki imunitas yang lemah. Hal tersebut kemudian meningkatkan kemungkinan
mereka dapat terkena TB aktif secara signifikan (Rahmatulloh & Saefulloh,
2022).
Selain meningkatkan risiko infeksi tuberkulosis, diabetes melitus
tipe 2 juga dapat menyebabkan peradangan kronis yang merusak jaringan
paru-paru, membuatnya lebih rentan terhadap infeksi TB. Menurut (Fauzia, 2021), diabetes adalah keadaan peradangan kronis yang dicirikan
oleh ketidakseimbangan metabolisme dan kerusakan pembuluh darah yang
mempengaruhi respon tubuh terhadap patogen. Kondisi ini memicu produksi molekul
adhesi yang berperan dalam peradangan jaringan yang meningkatkan kecenderungan
terhadap infeksi dengan hasil yang lebih serius pada individu yang menderita
diabetes.
Disisi lain, tidak jauh berbeda dengan tuberkulosis aktif yang kehadirannya dapat memperburuk kondisi diabetes
melitus tipe 2. Pasien dengan tuberkulosis aktif dapat mengalami peningkatan
kadar gula darah dan meningkatkan risiko terkena sepsis pada penderita
diabetes. Hormon stres dapat terstimulasi oleh kombinasi demam, infeksi
tuberkulosis, dan malnutrisi yang merangsang hormon antiinsulin, yang lebih
memperburuk keadaan infeksi (Novita et al., 2018).
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pasien
tuberkulosis (TB) rentan terkena diabetes melitus (DM), begitupun sebaliknya.
Dampak dari keterkaitan ini adalah pasien tuberkulosis yang juga menderita
diabetes melitus cenderung mengalami kegagalan atau lama dalam proses
pengobatan, serta memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekambuhan
setelah menyelesaikan pengobatan TB paru selama 6 bulan dibandingkan dengan
pasien TB paru tanpa DM. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepatuhan yang rendah
terhadap pengobatan, peningkatan viskositas dan adanya debris pada darah pasien
TB yang juga menderita DM, yang dapat mengganggu kinerja obat dan meningkatkan
risiko multi drug resistance (MDR). Selama masa
pengobatan, risiko utama yang dihadapi pasien TB yang juga menderita diabetes
adalah meningkatnya kemungkinan kematian akibat interaksi antara obat yang
dikonsumsi yang berpotensi menyebabkan efek toksis pada hati (Irawan, 2020).
Jumlah kasus diabetes melitus (DM) dan tuberkulosis (TB)
terus meningkat setiap tahunnya, membawa beban ganda bagi kesehatan masyarakat
global. Peningkatan jumlah penderita DM searah dengan bertambahnya kasus TB,
karena TB seringkali menjadi komplikasi pada pasien dengan DM. Para pakar
mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap epidemi bersamaan dari DM dan TB,
terutama di negara-negara berpenghasilan menengah (Susilawati & Muljati,
2016). Oleh karena itu, langkah-langkah
pencegahan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi kedua penyakit ini
secara bersama-sama.
Penelitian merekomendasikan upaya pencegahan terhadap
diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dan tuberkulosis (TB) dapat dilakukan melalui
beberapa langkah strategis:
1.
Merubah gaya hidup pasien
Mencegah diabetes tipe 2
dapat dicapai dengan menggalakkan gaya hidup sehat, yang meliputi pola makan
yang seimbang dan rutin berolahraga (Hardianto, 2020).
Penurunan asupan kalori serta pemantauan terhadap parameter kardiometabolik
seperti tekanan darah, kadar lemak, dan peradangan dapat membantu mengontrol
kadar glukosa darah, menjaga tekanan darah dan lemak darah dalam kisaran
normal, serta mempertahankan berat badan yang sehat. Selain itu, istirahat yang
cukup juga menjadi faktor penting dalam menjaga kesehatan secara keseluruhan
dan dapat membantu dalam mengurangi risiko terkena TB pada penderita DMT2.
2.
Pemberian vaksin BCG
Vaksinasi BCG atau
singkatan dari Bacille Calmette Guerin, adalah sebuah imunisasi yang mengandung
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang telah dilemahkan, sehingga tubuh dapat
menghasilkan antibodi. Tujuan dari imunisasi BCG adalah untuk melindungi bayi
dari penyakit tuberkulosis (TB). Vaksinasi BCG memainkan peran penting dalam
pencegahan penyebaran TB, terutama dalam kasus infeksi berat secara hematogen
(Putri et al., 2023).
3.
Meningkatkan kesadaran masyarakat
Penyuluhan kesehatan
tentang hubungan antara DMT2 dan TB dapat membantu meningkatkan kesadaran
masyarakat akan kedua penyakit ini dan cara pencegahannya. Edukasi yang
diberikan kepada masyarakat dapat membantu mereka memahami pentingnya pola
hidup sehat dan kepatuhan terhadap pengobatan. Kegiatan penyuluhan juga dapat
menjadi sarana edukasi yang efektif dan menarik minat masyarakat terhadap upaya
pencegahan dan penanganan penyakit diabetes dan TB secara bersama-sama
(Yusransyah et al., 2023).
Melalui penerapan langkah-langkah pencegahan ini secara
komprehensif, diharapkan dapat mengurangi beban penyakit diabetes melitus tipe
2 (DMT2) dan tuberkulosis (TB) yang saling berhubungan. DMT2 dapat meningkatkan
risiko terkena tuberkulosis, dan sebaliknya, tuberkulosis dapat memperburuk
kondisi diabetes melitus tipe 2. Langkah-langkah pencegahan ini mencakup
berbagai aspek, seperti perubahan gaya hidup individu, pemberian vaksin BCG,
dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang hubungan antara DMT2 dan TB.
Sehingga diharapkan upaya ini dapat mengurangi prevalensi kedua penyakit
tersebut, mengurangi beban penyakit di tingkat individu dan populasi, serta
meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Kesimpulan
Terdapat
hubungan
saling keterkaitan antara diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dan
tuberkulosis (TB) paru yang merupakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi
di mana DMT2 dapat meningkatkan risiko terkena TB, dan sebaliknya TB dapat
memperburuk kondisi DMT2. DMT2 secara signifikan meningkatkan risiko terkena TB
dengan cara menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan peradangan kronis
yang merusak jaringan paru-paru, membuat individu lebih rentan terhadap infeksi
TB. Sebaliknya, TB aktif juga dapat memperburuk kondisi DMT2 dengan
meningkatkan kadar gula darah dan risiko sepsis pada pasien diabetes. Dampak
dari keterkaitan ini adalah pasien TB yang juga menderita DMT2 cenderung
mengalami kegagalan atau lama dalam proses pengobatan, serta memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami kekambuhan. Selama proses pengobatan, risiko
tertinggi pada pasien TB yang juga menderita DMT2 adalah kematian akibat
interaksi obat yang dikonsumsi, yang dapat menyebabkan efek hepatotoksik.
Sehingga, diperlukan upaya pencegahan yang komprehensif untuk mengurangi dampak
dari keterkaitan antara DMT2 dan TB. Upaya ini mencakup berbagai aspek, seperti
perubahan gaya hidup individu, pemberian vaksin BCG, dan peningkatan kesadaran
masyarakat tentang hubungan antara DMT2 dan TB. Diharapkan upaya ini dapat
mengurangi prevalensi kedua penyakit tersebut, mengurangi beban penyakit di
tingkat individu dan populasi, serta meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan.
BIBLIOGRAFI
Aini,
N., & Hatta, H. R. (2017). Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit
Tuberkulosis
Aziz, A. (2020). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro
Pusat Tahun 2020 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Pringsewu).
Fauzia, N. S. (2021). Faktor risiko terjadinya
coronavirus disease 2019 pada pasien dengan komorbid diabetes melitus. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan,
2(4), 105-112
Harahap, F. Z. (2021). Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Tuberkulosis
(Studi Case Control Di Rsud Kotapinang)
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara).
Irawan, B. (2020). Tuberculosis
Paru (TB) Pada Penderita Diabetes Millitus Tipe 2 (dmt2)(Studi Case Control DI
Wilayah Kerja Puskesmas Patrang, Kabupaten Jember)
(Doctoral dissertation, Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember).
Kinasih, N. T. (2022). Aplikasi hydrotherapy (terapi minum
air putih) terhadap penurunan glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe
2 (Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).
Hakim, R. L. (2015). Hubungan Diabetes Mellitus Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Tuberkulosis Paru-Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang Periode 1 November
2012–31 Desember 2013 (Doctoral dissertation, Fakultas
Kedokteran UNISSULA).
Hardianto, D. (2020). Telaah komprehensif
diabetes melitus: klasifikasi, gejala, diagnosis, pencegahan, dan pengobatan. Jurnal bioteknologi dan biosains Indonesia, 7(2), 304-317.
Meilenia, N., Dewi, M. K., & Islami, U.
(2023, February). Gambaran BTA pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Disertai
Diabetes Melitus Tipe 2. In Bandung Conference Series: Medical
Science (Vol. 3, No. 1, pp. 489-495).
Mizarni, M. (2020). Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diabetes Melitus Pada Penderita Tb
Paru Di Puskesmas Biaro (Doctoral dissertation, Universitas
Perintis Indonesia).
Murtiningsih, M. K., Pandelaki, K., & Sedli, B. P.
(2021). Gaya Hidup sebagai Faktor risiko diabetes melitus tipe 2. e-CliniC,
9(2), 328-333.
Novita, E., Ismah, Z., & Pariyana, P. (2018). Angka kejadian
diabetes melitus pada pasien tuberkulosis. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 5(1), 20-25.
Okoli, C., & Schabram, K. (2015). A guide to conducting a systematic literature review of information systems research.
Putri, T. R., Hilmi, I. L., & Salman, S.
(2023). Review Artikel: Hubungan Pemberian Imunisasi Bcg Terhadap Penyakit
Tuberkulosis Pada Anak. Journal Of Pharmaceutical And
Sciences, 237-242.
Rahmatulloh, Y. Y., & Saefulloh, A. (2022). Hubungan
Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di RSUD Al-Ihsan
Bandung. In Bandung Conference Series: Medical
Science.
2(1). 480-486.
Ramadhani, T., & Tri, A. (2021). Hubungan
antara diabetes mellitus tipe 2 dengan risiko peningkatan kejadian tuberkulosis
paru. In Seminar Nasional Riset Kedokteran. 2(1)
Rau, M. J., & Huldjannah, N. M. (2021). Analisis Risiko
Kejadian Diabetes Melitus Pada Pasien TB di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji
Kota Palu. Jurnal Promotif Preventif, 3(2), 1-13.
Rohman, H. (2018). Kasus Tuberkulosis Dengan
Riwayat Diabettes Mellitus Di Wilayah Prevalensi Tinggi Diabettes Mellitus. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 6(2), 149-156.
Situmeang, M. (2020). Gambaran Penyakit Tuberculosis Pada Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Timur.
Saraswati, L. D. (2014). Prevalens diabetes
mellitus dan tuberkulosis paru. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 9(2), 206-2010.
Susilawati, M. D., & Muljati, S. (2016).
Hubungan Antara Intoleransi Glukosa dan Diabetes Melitus dengan Riwayat
Tuberkulosis Paru Dewasa di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013). Media Litbangkes,
26(2), 71-6.
Utomo, R., Nugroho HS, K., & Margawati, A.
(2016). Hubungan Antara Status Diabetes
Melitus Tipe 2 Dengan Status Tuberkulosis Paru Lesi Luas (Doctoral dissertation, Diponegoro University).
Wijaya, M. A. (2020). Hubungan antara kontrol
gula darah diabetes melitus tipe 2 dan angka kejadian tuberkulosis paru. SKRIPSI-2014.
World Health Organization. (2020). Global Tuberculosis Report 2020. In WHO. https://www.who.int/publications/i/item/9789240013131
Yusransyah, Y., Stiani, S.
N., Ismiyati, R., Maharani, S., Sumarlin, U. S., & Ernawati, E. E. (2023).
Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat Kabupaten Pandeglang Dalam Pencegahan
Penyakit Diabetes Dan Tuberculosis. Jurnal Abdi Masyarakat Kita, 3(2),
95-103.
Copyright holder: Christina Destri (2024) |
First publication
right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |