Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 6,
Juni 2024
HUBUNGAN SERUM IRON (SI) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) SEBAGAI GAMBARAN
POTENSI ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA LANSIA
Christina Destri Wiwis Wijayanti1,
Titik Sundari2, Nur Syaifah3
Universitas Maarif Hasyim Latif, Sidoarjo,
Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1,
[email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, pria maupun wanita
yang mengalami penurunan
kemampuan adaptasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri.
Lansia berpotensi mengalami anemia karena
perubahan karakteristik lansia, penyakit penyerta penurunan penyerapan nutrisi. Anemia merupakan sebuah keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (eritrosit) mengalami penurunan. Hemoglobin berperan sebagai pengangkut
oksigen (O2) dari paru – paru keseluruh tubuh dan menukarkannya
dengan karbindioksida (CO2) dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru – paru. Zat besi (Fe) diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah),
yaitu dalam sintesis hemoglobin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara zat besi (serum iron)
dan kadar hemoglobin sebagai potensi anemia defisiensi besi pada lansia di
Kec.Taman Kab. Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan data primer metode
deskriptif analitik observasional. Jumlah responden 25 orang. Penelitian ini menggunakan uji Pearson correlation untuk melihat tingkat hubungan antara SI dan Hb. Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang kuat antar SI dan
Hb dengan p=0,000 dan r=0,649. Didapatkan
nilai rata – rata kadar hemoglobin 10,52 g/dl dengan hasil normal sebanyak 12 %
dan rendah 88%. Didapatkan nilai rata – rata serum iron 91,68 µg/dl dengan
hasil normal sebanyak 92 % dan rendah 8 %. Lansia dengan kadar hemoglobin
rendah belum tentu serum iron-nya rendah. Nilai Hb yang rendah tanpa dipengaruhi penurunan SI dapat disebabkan karena kekurangan nutrisi lain dan penyakit
kronis (inflamasi).
Kata
Kunci: Lansia,
Anemia, Hemoglobin, Zat Besi
Abstract
An
elderly person is someone who has reached the age of 60 years and over, men or
women who have decreased ability to adapt and are unable to meet their own
daily needs. The elderly have the potential to
experience anemia due to changes in the characteristics of the elderly,
comorbidities, decreased nutritional absorption. Anemia is a condition where
the levels of hemoglobin (Hb) or red blood cells (erythrocytes) decrease.
Hemoglobin acts as a transporter of oxygen (O2) from the lungs throughout the
body and exchanges it with carbohydrate dioxide (CO2) from the tissues to be
excreted through the lungs. Iron (Fe) is needed in hemopoesis (blood
formation), namely in the synthesis of hemoglobin. This study aims to look at
the relationship between iron (serum iron) and hemoglobin levels as a potential
for iron deficiency anemia in the elderly in Taman District, District.
Sidoarjo. This scientific paper research uses primary data, descriptive
analytical observational methods. The number of respondents was 25 people. This
research uses the Pearson correlation test to see the level of relationship
between SI and Hb. Conclusion: The results of the study show that there is a
strong relationship between SI and Hb with p=0.000 and r=0.649. The average
hemoglobin level was 10.52 g/dl with normal results of 12% and low results of
88%. The average serum iron value was 91.68 µg/dl with normal results of 92%
and low 8%. Elderly people with low hemoglobin levels do not necessarily have
low serum iron. Low Hb values without being influenced by a decrease in SI
can be caused by deficiencies of other nutrients and chronic diseases
(inflammation).
Keywords: Elderly, Anemia, Hemoglobin, Iron
Pendahuluan
Indonesia saat ini sudah memasuki periode aging population, yang ditandai dengan meningkatnya usia harapan
hidup dan peningkatan jumlah penduduk lansia (Kemenkes RI, 2019). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas, pria maupun wanita yang mengalami penurunan
kemampuan adaptasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
, ada empat tahapan yaitu usia pertengahan (middle
age) usia 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) usia 60-74 tahun,
lanjut usia tua (old) usia 75-90
tahun, usia sangat tua (very old)
usia > 90 tahun (Karisma, 2021).
Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil, ada 30,16 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia)
di Indonesia pada 2021,
sedangkan wilayah Jawa Timur merupakan provinsi
dengan penduduk lansia terbanyak nasional, yakni mencapai 5,98 juta jiwa (Dukcapil, 2021). Adanya proses penuaan pada lansia mengakibatkan
turunnya fungsi organ, salah satunya yaitu organ pencernaan sehingga tidak dapat
memenuhi zat besi yang mengakibatkan terjadinya anemia (eritrosit dibawah
normal) (Sannyngtyas, 2022).
Eritrosit
(sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah terbesar dalam darah.
Eritrosit berbentuk seperti cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm,
ketebalan sekitar 2,6 μm di tepi dan 0,75 μm ditengah. Struktur bikonkaf yang
dimiliki eritrosit membuat nilai rasio luas permukaan berbanding volume menjadi
besar dan memaksimalkan proses pertukaran gas (Rosita et al.,
2019).
Zat
besi merupakan salah satu mikronutrien yang berperan dalam perkembangan otak,
terutama pada sistem penghantar syaraf. Besi juga diperlukan untuk oksigenasi
dan produksi energi di parenkim otak dan untuk sintesis neurotransmiter. Besi
memainkan peran penting dalam transportasi dan penyimpanan oksigen. Kekurangan
zat besi kronis dapat menyebabkan hipoksia otak, penurunan kognitif dan
perkembangan anemia defisiensi besi (Endrinikapoulos, 2020).
Anemia
merupakan sebuah keadaan dimana massa hemoglobin (Hb) atau massa sel darah
merah (eritrosit) yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Setiawan, 2019). Anemia bisa ditandai dengan
adanya penurunan kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, dan volume sel darah merah per milimeter darah. Anemia adalah kondisi umum pada lansia (Zahra, 2019).
Anemia
Defisiensi Besi (ADB) adalah penurunan ketersediaan zat besi sehingga sintesis
hemoglobin terganggu (Sannyngtyas, 2022). ADB merupakan
penyakit nomor satu terbanyak yang diderita oleh lansia di Indonesia dengan
angka kejadian sebesar 50%. ADB terjadi pada lansia karena pada umumnya lansia
kurang efisien dalam menyerap beberapa nutrisi penting, selain itu menurunnya
nafsu makan karena penyakit yang dideritanya, kesulitan menelan karena
berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena penyakit pada gigi, gigi
yang berkurang, meningkatnya prevalensi malnutrisi, kehilangan darah akibat
gangguan malabsorpsi dan depresi juga merupakan faktor terjadinya defisiensi
zat besi pada lansia (Laili, 2020).
Anemia pada lansia disebabkan oleh defisiensi zat gizi seperti protein, zat besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin C. Defisiensi gizi berhubungan dengan perubahan karakteristik lansia, seperti fisiologis, ekonomi, sosial, dan gizi. Anemia dipengaruhi oleh penyakit penyerta pada lanjut usia seperti penyakit degeneratif, penyakit
kronis, dan penyakit
menular yang mempengaruhi dan berkontribusi terhadap penurunan
penyerapan nutrisi yang menyebabkan lansia menderita
anemia (Alamsyah, 2017). Penelitian ini
bertujuan untuk melihat hubungan antara zat besi (serum iron) dan kadar hemoglobin sebagai potensi anemia defisiensi
besi pada lansia di
Kec.Taman Kab. Sidoarjo.
Metode
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode observasi deskriptif analitik, dimana data dikumpulkan secara langsung
dengan melakukan pemeriksaan dan pengamatan terhadap sampel yang diambil untuk
mengetahui hubungan serum iron dan
kadar hemoglobin sebagai gambaran potensi anemia defisiensi besi pada lansia
secara deskriptif analitik.
Hasil
dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan serum iron dan kadar hemoglobin sebagai gambaran potensi anemia
defisiensi besi pada lansia di Puskesmas Taman Sidoarjo pada bulan Desember
2022 – Januari 2023 sebanyak 25 pasien di dapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kadar
Hemoglobin dan Serum Iron pada Lansia
No |
Kode |
Jenis Kelamin |
Usia (thn) |
Hasil Pemeriksaan |
|
Kadar Hemoglobin (Hb) |
Serum Iron (SI) |
||||
(L
: 14,0 - 18,0 g/dl) |
(L
: 59 - 148 µg/dl) |
||||
(P
: 12,0 - 16,0 g/dl) |
(P
: 37 - 145 µg/dl) |
||||
1 |
ST |
P |
83 |
8,1 |
60,8 |
2 |
BU |
P |
70 |
7,4 |
51,3 |
3 |
ER |
P |
65 |
8,9 |
41,4 |
4 |
SM |
P |
67 |
12,1 |
32,3 |
5 |
SY |
P |
72 |
10,0 |
98,6 |
6 |
MZ |
P |
73 |
12,3 |
145,0 |
7 |
SP |
P |
67 |
11,3 |
120,5 |
8 |
KN |
P |
76 |
11,3 |
88,8 |
9 |
SI |
P |
76 |
11,5 |
113,6 |
10 |
RA |
P |
65 |
12,3 |
85,1 |
11 |
RO |
P |
81 |
4,0 |
60,1 |
12 |
SB |
L |
65 |
11,7 |
59,4 |
13 |
SK |
L |
68 |
11,7 |
103,0 |
14 |
MU |
L |
80 |
12,7 |
110,3 |
15 |
DW |
L |
68 |
10,6 |
106,2 |
16 |
KU |
L |
72 |
6,7 |
30,4 |
17 |
AS |
L |
73 |
8,3 |
103,5 |
18 |
SW |
L |
69 |
8,7 |
71,2 |
19 |
YU |
L |
72 |
5,6 |
66,8 |
20 |
BI |
L |
67 |
13,0 |
131,8 |
21 |
SL |
L |
69 |
13,2 |
125,2 |
22 |
SJ |
L |
69 |
13,4 |
122,9 |
23 |
SC |
L |
67 |
12,8 |
105,1 |
24 |
MJ |
L |
82 |
13,2 |
128,1 |
25 |
IB |
L |
68 |
12,1 |
130,5 |
Nilai Rata - Rata : |
71.36 |
10,52 |
91,68 |
Tabel
2. Karakteristik sampel berdasarkan usia
Variabel |
Usia (tahun) |
Usia rata – rata |
71,36 |
Usia termuda |
65 |
Usia tertua |
83 |
Tabel
3. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Perempuan |
11 |
44% |
Laki – laki |
14 |
56% |
Total |
25 |
100% |
Tabel
4. Distribusi Kadar Hemoglobin pada pasien lansia
Kadar Hemoglobin |
Nilai (g/dl) |
Kadar Hemoglobin rata – rata |
10,52 |
Kadar Hemoglobin terendah |
4,0 |
Kadar Hemoglobin tertinggi |
13,4 |
Tabel
5. Distribusi Serum Iron
pada
pasien lansia
Serum
Iron |
Nilai (µg/dl) |
Serum iron rata – rata |
91,68 |
Serum iron terendah |
30,4 |
Serum iron tertinggi |
145,0 |
Gambar 1. Grafik
Persentase Hasil Serum Iron dan Kadar Hemoglobin
Tabel
6. Hubungan Kadar Hemoglobin dan Serum Iron pada pasien lansia
Hubungan antar
variabel |
Nilai pearson
correlation |
Nilai signifikan |
Kadar Hemoglobin dan Serum Iron |
0,649 |
0,000 |
Tabel hasil uji pearson correlation di
atas menunjukkan nilai signifikansi kelompok didapatkan p = 0,000 dimana (p =
< 0,05) menunjukkan
adanya hubungan atau korelasi antara serum iron dan kadar hemoglobin. Nilai korelasi didapatkan r kelompok = 0,649
dimana (r = 0,60 – 0,799) menunjukkan tingkat hubungan yang kuat sehingga
antara serum iron dan kadar hemoglobin didapatkan hubungan yang
kuat.
Hasil analisa data
statistik menggunakan uji kolerasi pearson menunjukkan nilai
signifikansi kelompok didapatkan p = 0,000 dimana (p = < 0,05) menunjukkan adanya
hubungan atau korelasi antara serum iron dan kadar hemoglobin. Nilai korelasi didapatkan r kelompok = 0,649
dimana (r = 0,60 – 0,799) menunjukkan tingkat hubungan yang kuat sehingga
antara serum iron dan kadar hemoglobin didapatkan hubungan yang
kuat.
Pembahasan
Anemia adalah
suatu keadaan kekurangan sel-sel darah merah atau hemoglobin dalam darah yang
dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara cepat atau karena terlalu
lambatnya produksi sel-sel darah merah tersebut (Sahana, 2014). Zat – zat mikro (nutrisi) yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin yaitu seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, protein dan vitamin
C (Amelia, 2016).
Zat besi (Fe) sangat diperlukan dalam hemopoesis
(pembentukan darah), yaitu dalam sintesis hemoglobin. Jumlah hemoglobin yang
rendah akan mengakibatkan penurunan kemampuan eritrosit membawa oksigen ke
seluruh jaringan tubuh sehingga tubuh menjadi kekurangan O2,.
Oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar produktivitas kerja
meningkat dan tubuh tidak cepat lelah (Rais, 2017).
Pada umumnya lanjut usia kurang efisien dalam menyerap
beberapa nutrisi yang dibutuhkan, menurunnya nafsu makan karena penyakit yang
dideritanya, kesulitan menelan karena berkurangnya air liur, cara makan yang
lambat karena penyakit pada gigi, gigi yang berkurang dan mual (Laili, 2020). Faktor yang menyebabkan populasi lansia terkena anemia
nutrisi antara lain karena pengaruh defisiensi besi, defisiensi folat, dan
defisiensi vitamin B12 (Salidah, 2019).
Lansia berpotensi
mengalami anemia inflamasi, yaitu anemia disebabkan karena proses penuaan dan
penyakit kronis yang mendasari. Proses menua menyebabkan inflamasi
dikarenakan adanya degenerasi sel – sel dan terjadi penurunan sistem imun dan
kematian sel, sehingga berpotensi
peradangan yang mempengaruhi produksi hemoglobin (Khoirul, 2014).
Anemia
penyakit kronis terjadi pada pasien dengan penyakit yang menyebabkan aktivasi
kekebalan yang berkepanjangan, termasuk infeksi, keganasan, penyakit autoimun,
dan kanker (Weiss, 2019). Beberapa kondisi yang sering terjadi bersamaan dengan
anemia penyakit kronis yaitu infeksi virus (termasuk HIV) penyakit jaringan
penyambung (vaskulitis, sarkoidosis), rejeksi kronis setelah transplantasi
organ solid, penyakit ginjal kronis (Jessica, 2020).
Kesimpulan
Kadar hemoglobin yang rendah pada lansia
tidak diikuti dengan penurunan kadar serum iron sehingga meskipun kadar
hemoglobin lansia rata-rata menunjukkan kadar dibawah batas nilai normal namun
kadar serum iron sebagian besar menunjukkan masih berada dibatas nilai normal. Kadar hemoglobin yang menurun tanpa diikuti
turunnya serum iron dapat terjadi karena beberapa hal, seperti kurangnya
asupan zinc, vitamin B9, folat, vitamin B12 dan inflamasi akibat penyakit
kronis atau penuaan. Rutinitas pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik medis
dan kecukupan asupan gizi sangat diperlukan pada populasi lansia.
BIBLIOGRAFI
Aditomo, M. H. R. (2019). Gambaran Jumlah Trombosit dan
Hematokrit Pada Pasien dengan Diagnosa Anemia di RSUD Bangil Pasuruan.
Alamsyah. (2017). Hubungan Kecukupan Zat Gizi Dan Konsumsi
Makanan Penghambat Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Lansia. Media Gizi Indonesia, 11(1), 48.
Aliviameita. (2019). Buku Ajar Hematologi. In Buku Ajar Mata Kuliah Hematologi.
Almatsier. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Amelia. (2016). Hubungan Asupan
Zat Gizi Mikro Dengan Kadar Hemoglobin Remaja Putra Usia 11 - 19 tahun di Panti
Asuhan Darut Taqwa Kota Semarang Tahun 2016.
Amelia. (2020). Gambaran Anemia
Pada Lansia Di Panti Wreda Yogyakarta Dan Panti Wreda Palembang. 21(1), 1–9.
Amira. (2018). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia di UPT
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan.
Ansori. (2015). Perbedaan kadar hemoglobin metode POCT (Point Of Care Testing) dan
Hematologi Analyzer pada darah EDTA yang langsung diperiksa dan ditunda 2 jam. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(April), 49–58.
Arthur, G. (2015). Perbedaan Hasil
Pemeriksaan Hemoglobin Metode Stik (Hb meter) dengan Automated Hematology
Analyzer. 7–23.
Bianchi, V. (2014). Anemia in the
Elderly Population. 3(4), 95–106.
Camaschella, C. (2019). Seri
Ulasan. 133, 30–39.
Dukcapil. (2021). Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2021.
Endrinikapoulos. (2020). Pengaruh Suplementasi Zat Besi Terhadap
Fungsi Kognitif Lansia. Journal of
Nutrition College, 9(2),
134–146.
Imelda, D. (2019). Gambaran Kadar
Hemoglobin Pada Pekerja Tukang batu di Kelurahan Oebufu.
Indriana, R. (2017). Hubungan Tingkat Kecukupan Fe, Vitamin B9,
dan Vitamin B12 dengan Kadar Hemoglobin Anak Usia 11 Tahun Sekolah Dasar Negeri
02 Pedurungan Kidul Semarang. Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Jessica. (2020). Anemia Penyakit Kronis. Journal
Of The Indonesian Medical Association, 68(10), 443–450.
Karisma. (2021). Gambaran Perilaku Pasien Diabetes Melitus Pada Lansia Di Desa Baler
Bale Agung Kecamat Negara Kabupaten Jembrana. Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Kemenkes RI. (2019). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2019. Indonesia Masuki Periode Aging Population.
Khasanah. (2020). Gangguan Aktivitas Dengan Intoleransi
Aktivitas Pada Lansia. Angewandte
Chemie International Edition, 6(11), 951–952., Thamer 2009, 2013–2015.
Khoirul, F. (2014). Hubungan Usia Dan Status Nutrisi Terhadap
Kejadian Anemia Pada Pasien Kanker Kolorektal. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 3(1), 108451.
Kurniasih, E. (2019). Makalah Metode Dan Prosedur Pemeriksaan
Serum Iron Ferritin, Tibc Dan Transferin. Makalah Metode Dan Prosedur Pemeriksaan Serum Iron Ferritin, Tibc Dan
Transferin.
Kurniati, I. (2020). Anemia Defisiensi Zat Besi ( Fe ). Jurnal Kedokteran Universitas Lampung.
4(1), 18–33.
Laili. (2020). Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Lansia
Di Upt. Puskesmas Colomadu 1. Intan
Husada Jurnal Ilmu Keperawatan, 8(1),
67–73.
Mersil, S. (2021). Stomatitis
sebagai Manifestasi Oral dari Anemia Defisiensi Zat Besi disertai Trombositosis.
9(30), 181–187.
Nugraha, G. (2017). Panduan
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar Edisi 2.
Nugraha, G. (2018). Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Klinik. Trans Info Media,
76.
Price, A. W. 2006. (2006). Patofisiologi
Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta: EGC. 1.
Putri, D. A. (2019). Status Psikososial Lansia Di Pstw Abiyoso
Pakem Sleman Yogyakarta Tahun 2019. Poltekkes
Joga, 53(9), 1689–1699.
Rahayu. (2019). Metode Orkes-Ku (raport kesehatanku) dalam mengidentifikasi potensi
kejadian anemia gizi pada remaja putri. In CV Mine.
Rais, M. (2017). Hubungan Asupan Zat Besi, Status Gizi Dan Lama Menstruasi Dengan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri (Studi Kasus Di Asrama Putri SMA Islam Tepadu
Abu bakar Yogyakarta Tahun 2017.7–34.
Rena, R. A. (2017). Respondensi Anemia Defisiensi Besi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
1202005126, 1–30.
Rosita, L. (2019). Hematologi Dasar. In Nuevos sistemas de comunicación e
información.
Sahana. (2014). Hubungan Asupan
Mikronutrien Dengan Kadar Hemoglobin Pada Wanita Usia Subur ( Wus ).
184–191.
Salidah. (2019). Gambaran Kadar
Hemoglobin Pada Lanjut Usia (LANSIA) di Puskesmas Tanjung Batu Ogan Ilir.
1–59.
Sannyngtyas. (2022). Wanita Lansia Sehat Di Kota Malang Decreasing
Hemoglobin Levels Without Changes Serum Iron Levels in Healthy Elderly Women in
Malang City. Universitas Islam
Malang, 10.
Saputra, R. (2019). Hubungan pengetahuan, IMT, zat besi, zink
dan protein dengan kejadian anemia pada remaja putri. Universitas Muhammadiyah Semarang, 53(9), 1689–1699.
Setiawan. (2019). Gambaran Indeks Eritrosit Dalam Penentuan
Jenis Anemia Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Rsud Sanjiwani Gianyar. Ejournal.Poltekkes-Denpasar.Ac.Id, 7(2), 130–137.
Sharma. (2022). Anemia defisiensi
besi : patofisiologi , penilaian , manajemen praktis. 1–9
Sholekhah, L. (2018). Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah Vena Dengan
Darah Kapiler Metode Cupri Sulfat. Diploma
Thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang, 5–15.
Tomas. (2019). Anemia of Inflammation.
Weiss. (2019). Anemia of in fl
ammation. 133(1).
Yulia, H. (2021). Hubungan Asupan
Zat Besi Dan Asam Fitat Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Smpn 19
Kota Bengkulutahun 2021.
Yulianti, Y. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Keja Puskesmas Karanganyar Kota Tasikmalaya
Tahun 2019.
Zahra. (2019). Karakteristik anemia pada lansia di RSUP Sanglah Denpasar pada bulan
Januari-Juni 2017. Intisari Sains
Medis, 10(2), 155–158.
Copyright holder: Christina Destri Wiwis Wijayanti, Titik Sundari,
Nur Syaifah
(2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |