Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 7, Juli 2024
GAMBARAN KEJADIAN KONFLIK DAN CONTAINMENT
DALAM PENERAPAN SAFEWARDS DI UNIT PERAWATAN INTENSIF PSIKIATRI
Esti
Diyah Kaudsariyah1, Firhan
Nurfalah2, Sitti
Nuraeni Rochmah3, Puji
Triastuti4
PKJN RS Marzoeki
Mahdi Bogor, Indonesia1,2,3,4
Email: [email protected]1,
[email protected]2, [email protected]3,
[email protected]4
Abstrak
Penelitian ini menyajikan gambaran kejadian konflik
dan penahanan di PKJN Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi setelah menerapkan
model safewards. Dari 215 responden, mayoritas berusia 19-44 tahun (84,7%),
laki-laki (54,4%), dengan diagnosa F20-F29 (98,6%). Sebanyak 72 responden (33,5%)
mengalami konflik, dengan agresi terhadap objek sebagai jenis konflik terbanyak
(9,7%). Sedangkan terdapat 129 kejadian penahanan, dengan fiksasi sebagai
metode penahanan paling umum (15,5%). Penelitian menunjukkan penurunan
signifikan dalam kejadian konflik setelah penerapan safewards. Angka kejadian
konflik turun secara substansial, sejalan dengan temuan penelitian terdahulu.
Terdapat tipologi perilaku konflik, termasuk penolakan marah, melukai diri
sendiri, dan upaya melarikan diri. Temuan ini menggambarkan efektivitas model
safewards dalam mengurangi konflik dan penahanan, sekaligus memberikan
kontribusi pada pemahaman tentang perilaku pasien dengan gangguan jiwa.
Implementasi model ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan
jiwa di Indonesia, sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperbaiki penanganan
gangguan jiwa.
Kata Kunci: Safewards, konflik, penahanan
Abstract
This
research presents an overview of incidents of conflict and detention at PKJN
Dr. Mental Hospital. H. Marzoeki Mahdi after implementing the safewards model.
Of the 215 respondents, the majority were aged 19-44 years (84.7%), male
(54.4%), with a diagnosis of F20-F29 (98.6%). A total of 72 respondents (33.5%)
experienced conflict, with aggression towards objects being the most common
type of conflict (9.7%). Meanwhile, there were 129 incidents of detention, with
fixation as the most common method of detention (15.5%). Research shows a
significant reduction in the incidence of conflict after implementing
safewards. The incidence of conflict has fallen substantially, in line with
previous research findings. There is a typology of conflict behavior, including
angry denial, self-injury, and escape attempts. These findings illustrate the
effectiveness of the safeguards model in reducing conflict and containment,
while contributing to the understanding of the behavior of patients with mental
disorders. The implementation of this model is expected to improve the quality
of mental health services in Indonesia, in line with the government's efforts
to improve the treatment of mental disorders.
Keywords:
Safewards, conflict, detention
Pendahuluan
Kesehatan
Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Arinindya, 2022; Susan,
2014). Seorang individu yang tidak sesuai dengan kriteria
tersebut dapat disebut Orang Dengan Masalah Kejiwaan selanjutnya disingkat ODMK
dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). ODMK adalah
orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan, dan
perkembangan, dan atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa (UUno 18,2014). ODGJ menurut Undang Undang Kesehatan Jiwa
Tahun 2014 adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan
perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi seseorang sebagai manusia (Mane et al., 2022).
Secara
global, dilihat dari tahun hidup dengan kondisi disabilitas (Years Lived with
Disability/YLDs), maka persentase kontributor
pada gangguan mental sebesar 14,4%. Kondisi untuk Asia Tenggara 13,5% sedangkan
di Indonesia penyebab kecacatan (YLDs) pada gangguan mental sebesar 13,4 % (Kemenkes RI, 2019). �Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa
berat di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. Artinya , dari 1000
rumah tangga� terdapat 6,7 rumah tangga
yang mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap gangguan jiwa sehingga
jumlahnya diperkirakan sekitar 450 ribu ODGJ berat. Untuk wilayah Jawa Barat
prevalensi Gangguan Jiwa skizofrenia/psikosis sebesar 5 per 1000 rumah tangga
dan dari prevalensi tersebut penderita Gangguan Jiwa yang mendapatkan pengobatan
dan tidak ditelantarkan sebesar 36,66 %.
Upaya
kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa
yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
atau masyarakat (UU No 18,2014) (Ayuningtyas & Rayhani,
2018; Ismail, 2020). Upaya kuratif kesehatan Jiwa ditujukan untuk
penyembuhan/pemulihan, pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas dan
pengendalian gejala penyakit (Ekayamti et al., 2023). Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dengan tanda
dan gejala positif (delusi atau waham, halusinasi, gaduh gelisah) dan gejala
negatif(menarik diri, defisit perawatan diri, afek datar/tumpul) dapat
dilakukan di fasilitas pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa melalui sistem
rujukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap. Penanganan ODGJ baik di rawat
jalan maupun ruang rawat inap mengutamakan keselamatan pasien dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia/WHO Quality Rights (Aryawati et
al., 2022). Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu menciptakan
layanan Kesehatan jiwa yang bebas dari kekerasan/violence,
pemaksaan/coercion dan pelecehan/abuse. Salah satu model layanan yang
aman dan menjunjung tinggi hak azasi ODGJ sebagai manusia yang
diimplementasikan di RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi adalah dengan mengadapatasi model safewards.
Safewards merupakan intervensi keperawatan
berbiaya rendah yang direkomendasikan oleh National Institute for
Clinical Excellence (NICE), Care Quality Comission (CQC)
dan Mental Health Act Code of Practice. Intervensi ini
dirancang untuk mengurangi konflik dan pengekangan dalam layanan rawat inap
jiwa. Safewards
di artikan
juga sebagai bangsal nyaman merupakan sebuah model yang pertama kali dikembangkan oleh
seorang profesor kesehatan jiwa asal Inggris, Len Bowers. Len Bowers pertama
kali mengenalkan model ini pada tahun 2012, dan secara ringkas, model ini
berusaha menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konflik dan containment (penahanan) di lingkungan,
dan menjelaskan mengapa beberapa lingkungan memiliki lebih banyak konflik dan
penahanan daripada lingkungan yang lain (Bowers, 2014). Model ini sendiri pada intinya, menekankan 2 aspek penting
, yaitu conflict (konflik) dan containment (penahanan) yang kemudian
mampu menilai suatu bangsal dapat dikatakan safe
(nyaman) bagi pasien. Penelitian, pada Bowers, bersama Jamie Ross dan Duncan
Stewart yang dirangkum pada journal of
clinical nursing berjudul conflict
and containment events in inpatient psychiatric units (Ross et al., 2012) berusaha menunjukkan keterkaitan di antara keduanya.
Penelitian Bowers ini dilakukan di bangsal psikiatri akut dan unit perawatan
intensif psikiatri,dipilih dari sampel acak 84 bangsal dari 31 �PKJN Rumah Sakit Jiwa di tiga wilayah National Institute for Mental Health in England(NIMHE).
Hasilnya dari 522 pasien yang dikumpulkan datanya terdapat 438 pasien
setidaknya mengalami satu peristiwa konflik dan 476 pasien setidaknya mengalami
satu metode penahanan.
Sejak
diperkenalkan kepada National Institute for Mental Health in England(NIMHE) , model safewards tampaknya
dapat dikatakan mampu memberikan hasil positif di sejumlah rumah sakit di
Inggris. Hasil ini dapat dibuktikan melalui tulisan Len Bowers beserta rekannya
Bowers et al., (2015) yang berjudul �Reducing
conflict and containment rates on acute psychiatric wards: The Safewards
cluster randomised controlled trial� (Artikel terbitan 52 International Journal of Nursing Studies).
Tulisan tersebut menjelaskan hasil penelitian yang dilakukan oleh Len Bowers
dan tim, untuk menguji kemanjuran dari model intervensi ini. Partisipasi
dalam penelitian ini pun melibatkan 15 rumah sakit dengan total 31 bangsal
psikiatri. Meskipun dengan beberapa bias yang sempat dijelaskan, namun hasil
penelitian untuk shift dengan insiden konflik atau
penahanan, kondisi eksperimental mengurangi tingkat kejadian konflik sebesar
15% (95% CI 5,6-23,7%) relatif terhadap intervensi kontrol. Sementara itu,
tingkat kejadian penahanan untuk intervensi eksperimental berkurang 26,4% (95%
CI 9,9-34,3%) (Bowers, 2014). Hasil ini kemudian menjadi sebuah pemacu dan
optimisme bagi layanan kesehatan untuk terus mengembangkan model intervensi
yang ada. Len Bowers sendiri kemudian juga menyebutkan bahwa 10 intervensi yang
terdapat dalam model safewards memiliki
kemungkinan dan keterbukaan terhadap intervensi tambahan yang dapat dibangun
oleh Dokter (Bowers et al.,
2015).
Di
Indonesia, model intervensi safewards mulai
menarik
perhatian layanan kesehatan . Salah satu bentuknya adalah diselenggarakan saferwards training pada tahun 2019,
dengan mengirimkan sejumlah perawat dan psikiater dari rumah sakit di Indonesia
untuk mendapat pengetahuan mendalam terkait model safewards di Inggris (Jalil, 2019:13). Program ini sendiri
berlangsung selama satu minggu, pada 29 April hingga 4 Mei 2019 dengan
kunjungan ke tiga kota yaitu, London, Manchester, serta Newcastle. Setelah
program ini dijalankan, model safewards tentu
diharapkan mampu memberikan implikasi yang positif terhadap sejumlah rumah
sakit� jiwa di Indonesia.
PKJN
Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menjadi salah satu rumah sakit
yang mengirimkan perawatnya dalam program pelatihan tersebut. Peserta workshop
diikuti oleh peneliti Dr. Sri Idaiani, SpKJ dan Kepala Puslitbang SD-Yankes Dr.
Irmasyah,SpKJ(K), dua perawat� RSJ dr.H.
Marzoeki Mahdi Bogor, satu perawat� dan
satu psikiater RSJ Prof Soerojo Magelang (Kementerian Kesehatan RI Badan
Litbang Kesehatan, 2019). Kedua perawat tersebut kemudian diharapkan dapat mensosialisasuikan
hasil pelatihannya kepada seluruh perawat di �PKJN Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi,
sehingga model safewards dapat
diimplementasikan secara optimal.
Implementasi
model� safewards telah dilaksanakan selama 2 tahun (dimulai pada bulan
Juli 2019 sampai�� Juli 2021) di ruang UPIP
RSJMM setelah terselenggaranya program pelatihan di London. Untuk
mengetahui gambaran angka konflik dan angka penahanan/ containment di UPIP
RSJMM. Maka
dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran konflik dan containment pada penerapan
safeward di ruangan UPIP PKJN RSJ dr. H. Marzoeki mahdi Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konflik
dan penahanan di PKJN Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi yang telah menerapkan model safewards. Rumusan
masalah mencakup evaluasi jumlah konflik dan penahanan serta jenis konflik yang
dilakukan dalam penerapan safewards di ruang UPIP. Tujuan umumnya adalah untuk
memberikan gambaran keseluruhan tentang konflik dan penahanan di rumah sakit
tersebut, sementara tujuan khususnya adalah untuk menggambarkan angka konflik,
penahanan, dan konflik yang dilakukan penahanan. Manfaat metodologisnya adalah
memberikan gambaran yang akurat tentang gejala yang ada serta memberikan
sumbangan pembaruan pada metode penelitian yang digunakan. Secara teoritis,
penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pemahaman lebih lanjut tentang
model safewards, sementara secara aplikatifnya, data yang dihasilkan diharapkan
dapat menjadi gambaran bagi rumah sakit lain di Indonesia untuk mengembangkan
penerapan safewards. Ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan
dalam menangani gangguan jiwa di rumah sakit.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk
menjelaskan fenomena pelaksanaan model safewards di PKJN Rumah Sakit Jiwa dr.
H. Marzoeki Mahdi. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan cross-sectional,
di mana data diamati sekali dan pengukuran dilakukan pada saat penelitian (Sugiyono,
2019). Populasi
penelitian adalah pasien yang dirawat di ruang UPIP laki-laki dan wanita.
Sampel diambil menggunakan rumus Slovin, dengan jumlah sampel sebesar 215.
Kriteria inklusi dan eksklusi diterapkan dalam pemilihan sampel. Data
dikumpulkan dari rekam medis elektronik dan diolah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku konflik dan penahanan. Aspek etika penelitian dipertimbangkan
dengan memperhatikan hak privasi dan kerahasiaan responden serta manfaat dan
kerugian yang ditimbulkan. Setelah pengumpulan data, dilakukan analisis
univariat untuk menjelaskan karakteristik responden serta variabel penelitian
konflik dan penahanan. Uji normalitas juga dilakukan sebelum analisis data
untuk memastikan distribusi data.
Tabel 1. Analisa
univariate
No |
Variabel |
Jenis Data |
Analisa
Statistik |
1. |
Usia |
Kategorik |
Proporsi |
2. |
Jenis Kelamin |
Kategorik |
Proporsi |
3. |
Diagnosa |
Kategorik |
Proporsi |
4. |
Konflik |
Kategorik |
Mean,median |
5. |
Penahanan |
Kategorik |
Mean, median |
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Kejadian Konflik
1.
Karakterisktik
Responden
Variabel karakteristik responden
diidentifikasi berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin, dan Diagnosa Medis. Semua karakteristik di ukur dengan skala
kategorik, distribusi yang didapatkan di interpretasikan sebagai berikut:
Tabel
2. Distribusi Frekuensi Karakteristik (n=215)
Karakteristik |
Frekwensi |
Presentase (%) |
|
Usia |
|
|
|
|
19-44 |
182 |
84.7 |
|
45-60 |
33 |
15,3 |
Jenis Kelamin |
|
|
|
|
Laki-laki |
117 |
54,4 |
|
Perempuan |
98 |
45,6 |
Diagnosis Medis |
|
|
|
|
F.20-F29 |
212 |
98,6 |
|
F.30-F.39 |
3 |
1,4 |
Hasil
analisis penelitian pada pasien yang
dulakukan perawatan di Ruang UPIP dengan jumlah 215
responden, diperoleh data bahwa sebagian besar responden berada pada rentan
usia 19-44 tahun (84,7%) berjenis kelamin laki-laki (54,4%) dan dengan diagnosis medis F20-F29 (98,6%). Responden
yang diambil sebanyak 215 pasien, yang dirawat di UPIP selama satu sampai tujuh
hari. Responden adalah pasien dewasa baik laki � laki maupun perempuan.
Responden memiliki diagnosa tunggal antara F.20 � F. 29 dan F.30 � F. 39.
Pasien yang dirawat di UPIP lebih dari tujuh hari tidak dijadikan responden.
Presentase pasien yang dijadikan responden, yang berjenis kelamin laki � laki� dan perempuan tidak tidak berbeda secara
signifikan hanya 8,8 %. Karakteristik usia 19 � 44 tahun berbeda signifikan
dengan usia 45 � 60 tahun sebesar 69,4 %. Diagnosa responden terdapat perbedaan
signifikan sebesar 97,2 % antara diagnosa F.20 � F29 dengan diagnosa F.30 �
F.39.
2. Kejadian Konflik
Tabel 3. Distribusi Frekwensi Terjadinya Konflik di
Ruang UPIP (n=215)
Karakteristik |
Frekwensi
|
Presentase
(%) |
|
|
|
|
|
|
Terjadi Konflik |
72 |
33,5 |
|
Tidak terjadi konflik |
143 |
66,5 |
Hasil analisis diketahui bahwa dari 215 pasien yang
tidak melakukan/ terjadi konflik sebanyak 143 responden (66,5%), lebih banyak
dibanding dengan pasien dengan terjadi konfllik yaitu 72 responden (33,5%).
Tabel 4. Distribusi Frekwensi Konflik Yang terjadi di
Ruang UPIP
Karakteristik |
Frekwensi |
Presentase (%) |
|
|
Agresi Verbal |
28 |
8,5 |
|
Agresi Pada Orang Lain |
28 |
8,5 |
|
Agresi terhadap Objek |
32 |
9,7 |
|
Agresi Pada Diri Sendiri |
2 |
0,6 |
|
Percobaan Bunuh Diri |
1 |
0.3 |
|
Menolak Makan |
25 |
7,6 |
|
Menolak Minum |
3 |
0,9 |
|
Menolak Bertemu Staff |
2 |
0,6 |
|
Menolak Tidur |
- |
- |
|
Menolak Kebersihan Diri |
15 |
4,6 |
|
Menolak Bangun |
7 |
2,1 |
|
Menolak Obat Rutin |
21 |
6,4 |
|
Menolak Obat PRN |
4 |
1,2 |
|
Menuntut PRN |
3 |
0,9 |
|
Laporan Melarikan Diri |
1 |
0,3 |
|
Percobaan Melarikan Diri |
7 |
2,1 |
|
Bersembunyi |
1 |
0,3 |
|
Sentuhan Seksual |
- |
- |
|
Masturbasi Publik |
1 |
0,3 |
Dari 215 Responden
dalam penelitian, teradapat 72 responden yang mengalami konflik selama
perawatan di Ruang UPIP dengan jumlah kejadian sebanyak 329 konflik. Dari hasil
analisis diketahui bahwa 5 konflik terbanyak yang terjadi pada responden selama
perawatan di Ruang UPIP adalah Agresi terhadap objek yaitu sebanyak 32 kejadian
(9,7%), Agresi Verbal 28 (8,5%), Agresi terhadap orang lain 28 (8,5%), menolak
makan 25 (7,6%) dan menolak Obat rutin 21 (6,4%). Tingkat konflik
pasien yang diamati selama perawatan di Unit Perawatan Intensive Psichiatry
(UPIP)� sebesar 33,% pasien.
Jumlah angka konflik 329 kali dari 72
responden. Dari angka ini didapatkan pasien yang mengalami konflik satu kali
ada 37 responden, 51,4 % persen dan konflik berulang ada 35 responden 48 %. Metode
penahanan / containment yang digunakan selama tujuh hari perawatan sebesar
39,2% terhadap kejadian konflik 329 kali, terdapat 200 kejadian konflik yang
tidak dilakukan penahanan. Angka kejadian konflik dan containment pada sampel
ini mengalami penurunan sigifikan. Bila dibandingkan dengan penelitian (Ross et
al., 2012) yang menemukan 84% pasien dengan perilaku
mengganggu / konflik dan 91% mengalami beberapa metode penahanan. Selama
periode perawatan di UPIP, pasien memiliki gejala gangguan jiwa yang parah,
ditambah dengan lingkungan yang baru dan asing sehingga pasien merasa gelisah
dan cemas. Hal ini mungkin menjadi penyebab tingginya angka kejadian agresi yang
diamati selama periode ini. Frekuensi angka kejadian agresi pada periode ini
paling tinggi dibanding dengan tipe konflik lainnya.
Gambaran Kejadian Penahanan/ Containment
Tabel 5. Distribusi Frekwensi Penahanan/ Containment
yang dilakukan di Ruang UPIP
Karakteristik |
Frekwensi |
Presentase (%) |
|
|
Obat PRN |
18 |
5,5 |
|
Obat IM yang dipaksakan |
1 |
0,3 |
|
Pengamatan Intermitten |
1 |
0,3 |
|
Pengamatan Ketat |
3 |
0,9 |
|
Deeskalasi |
11 |
3,3 |
|
Seclusi |
11 |
3,3 |
|
Fiksasi |
51 |
15,5 |
|
Unjuk Kekuatan |
33 |
10 |
|
Dipindahkan ke PICU |
- |
- |
|
Time Out |
0 |
0 |
Berdasarkan tabel 5 data distribusi frekswensi
penahanan/ containment yang dilakukan di Ruang UPIP dari 72 responden,
pada 54 responden dengan angka kejadian 129 penahanan, tercatat 5 penahanan/ containment
yang paling banyak dilakukan adalah dilakukan Fiksasi 51 (15,5%), Unjuk
kekuatan 33 (10%), pemberian obat PRN 18 (5,5%), Deeskalasi 11 (3,3%) dan
seklusi 11 (3,3%).
Metode fiksasi lebih banyak pada responden laki-laki sebesar
28/51 (55%). Fiksasi dikaitkan dengan usia muda yaitu 19-44 tahun sebesar 45/51
(88,2%).
Metode unjuk kekuatan lebih banyak pada responden
laki-laki sebesar 19/33 (57,5%). Unjuk kekuatan dikaitkan dengan usia muda
yaitu 19-44 tahun sebesar 30/33 (90,9%).
Metode obat PRN lebih banyak pada Wanita sebesar 11/20
(55%). Pemberian obat PRN dikaitkan dengan usia muda yaitu
19-44 tahun sebesar 17/20 (85%).
Metode seklusi lebih banyak pada Wanita sebesar 8/11 (72,7%).
Seklusi lebih banyak pada responden dengan usia muda sebesar 10/11 (90,9%).
Gambaran Kejadian Konflik Yang Dilakukan Penahanan
Tabel 6. Distribusi Frekwensi Terjadinya Dilakukan
Penahanan pada Konflik di Ruang UPIP (n=329)
Karakteristik |
Frekwensi
|
Presentase
(%) |
|
|
|
|
|
|
Dilakukan penahanan |
129 |
39,2 |
|
Tidak dilakukan penahanan |
200 |
60,8 |
Hasil analisis
dapat diketahui bahwa dari 329 konflik yang terjadi, sebanyak 200 (60,9%) tidak
dilakukan penahanan/ containment lebih banyak dibandingkan dengan
konflik yang dilakukan containment yaitu
sebanyak 129 (39,2%).
Tabel 7. 129 Konflik Yang Dilakukan Penahanan
Jenis Penahanan |
|
|
|
Obat PRN (18
kejadian) 14% |
|
|
|
|
Agresi verbal |
3 |
16,7% |
|
Agresi pada
orang lain |
7 |
38,9% |
|
Agresi pada
lingkungan |
4 |
22,2% |
|
Menolak makan |
2 |
11,1% |
|
Menolak bangun |
1 |
5,55% |
|
Menolak obat
rutin |
1 |
5,55% |
Obat yang
dipaksakan (1) 0,8% |
|
|
|
|
Menolak obat PRN |
1 |
100% |
Pengamatan
intermitten� (1) 0,8% |
|
|
|
|
Menolak bertemu
staff |
1 |
100% |
Pengamatan ketat
(3) 2,3% |
|
|
|
|
Agresi pada
orang lain |
1 |
33,3% |
|
Agresi pada
lingkungan |
1 |
33,3% |
|
Menolak obat
rutin |
1 |
33,3% |
Deeskalasi (11) 8,5% |
|
|
|
|
Agresi verbal |
1 |
9,1% |
|
Agresi pada
orang lain |
3 |
27,3% |
|
Agresi pada
lingkungan |
2 |
18,2% |
|
Agresi pada diri
sendiri |
1 |
9,1% |
|
Menolak obat
rutin |
2 |
18,2% |
|
Percobaan MRSTI |
1 |
9,1% |
|
Bersembunyi |
1 |
9,1% |
Seklusi (11) 8,5% |
|
|
|
|
Agresi verbal |
2 |
18,2% |
|
Agresi pada
orang lain |
3 |
27,3% |
|
Agresi pada
lingkungan |
4 |
36,4% |
|
Percobaan MRSTI |
1 |
9,1% |
|
Masturbasi
publik |
1 |
9,1% |
Fiksasi (51) 39,5% |
|
|
|
|
Agresi verbal |
5 |
9,8% |
|
Agresi pada
orang lain |
19 |
37,3% |
|
Agresi pada
lingkungan |
16 |
31,4% |
|
Agresi pada diri
sendiri |
1 |
1,9% |
|
Percobaan bunuh
diri |
4 |
7,8% |
|
Menolak makan |
2 |
3,9% |
|
Menolak minum |
1 |
1,9% |
|
Menolak
kebersihan diri |
1 |
1,9% |
|
Menolak obat
rutin |
1 |
1,9% |
|
Menuntut PRN |
1 |
1,9% |
Unjuk kekuatan
(33) 25,6% |
|
|
|
|
Agresi verbal |
1 |
3,0% |
|
Agresi pada
orang lain |
1 |
3,0% |
|
Menolak makan |
5 |
15,2% |
|
Menolak minum |
1 |
3,0% |
|
Menolak
kebrishan diri |
8 |
24,2% |
|
Menolak obat
rutin |
12 |
36,4% |
|
Menolak obat PRN |
3 |
9,0% |
Pembahasan
Kejadian Konflik Setelah Penerapan Safewards
Penghitungan angka
kejadian konflik setelah dilakukan penerapan Safewards di ruang UPIP
menunjukkan penurunan yang signifikan. Angka kejadian konflik sebelum penerapan
Safewards tidak diukur di UPIP. Sebuah penelitian di Inggris mengukur angka
konflik dan containment sebelum penerapan Safewards oleh (Ross et al., 2012)yang
menemukan 84% pasien dengan perilaku mengganggu / konflik dan 91% mengalami
beberapa metode penahanan. Penelitian lain yang berjudul Pasient-staff conflict:
results of a survey on acute psychiatric wards (Bowers et al., 2003) terhadap 238 pasien yang dirawat selama dua minggu di
bangsal akut menyebutkan bahwa Analisis faktor mengungkapkan tujuh pola
perilaku konflik, dengan agresi yang secara terpisah dikaitkan dengan melarikan
diri dan penolakan pengobatan. Baik penyalahgunaan zat maupun melukai diri
sendiri tidak terkait dengan agresi. Perilaku agresif menarik berbagai tindakan
penahanan, termasuk penggunaan observasi khusus. Kesimpulannya adalah Perilaku
konflik pasien membentuk pola yang kompleks, dan harus dipelajari bersama-sama
daripada secara terpisah. (Bowers, 2003). Penelitian tersebut telah memperjelas
adanya kebutuhan yang lebih besar akan adanya konsep yang menyeluruh tentang
konflik dan penahanan. Adanya karakteristik umum yang mendasari perilaku
konflik dan penahanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa konflik dan penahanan
dapat menjadi ancaman terhadap keselamatan pasien dan pemeliharaan keselamatan
staf (Bowers, 2006).
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian (Bowers et al., 2015). Pada tahun 2015, Bowers dkk melakukan studi untuk
menguji kemanjuran intervensi Safewards, hasilnya ditemukan bahwa intervensi
Safewards mengurangi konflik pada kelompok eksperimen sebesar 15 % dibandingkan
dengan kelompok control. Tingkat kejadian penahanan untuk kelompok ekperimental
berkurang sebesar 26,4%.
Tipologi perilaku konflik:�
1)
Perilaku konflik faktor satu disebut penolakan marah; agresi verbal, agresi fisik mterhadap orang lain, agresi
fisik terhadap objek, menolak pengobatan Pro ReNata, menolak pengobatan rutin sebesar 111 kali, 33,7%.
a.
Agresi verbal 28 kejadian pada 22 pasien,
lebaih banyak terjadi pada pasien Perempuan sebanyak 15 pasien (68,2%)
sedangkan pada laki-laki sebanyak 7 pasien (31,8%). Usia paling banyak 19-44
tahun sebanyak 19 pasien (86,4%).
b.
Agresi pada orang lain terjadi 28 kejadian
pada 21 pasien. Lebih banyak pada pasien Perempuan 12 pasien (57,1%) sedangkan
pada pasien laki-laki ada 9 pasien (42,9%). Usia� paling banyak 19-44 tahun
sebanyak 20 pasien (95,2%).
c.
Agresi thd
lingkungan terjadi 32 kejadian pada 21 pasien. Laki-laki 11 pasin (52,4%),
sedangkan pada Perempuan 10 pasien (47,6%). Usia paling banyak 19-44tahun
sebanyak 20 pasien (95,2%)
2) Perilaku
konflik faktor dua disebut menyakiti
diri sendiri, percobaaan bunuh diri dan percobaan melarikan diri sebesar 10 kali 3,13%.
a. Agresi terhadap diri sendiri 2 kejadian, 1 pasien
laki-laki dan 1 perempuan. konflik percobaan bunuh diri 1 kejadian pada Wanita,
di usia 19-44 tahun (100%), Percobaan melarikan diri 7 kejadian pada 5 pasien,
4 pasien perempuan (80%) dimana terdapat satu pasien melakukan percobaan
melarikan diri sebanyak 3 kali dan laki-laki 1 pasien (20%). Semua di usia
19-44 tahun� (100%).
3) Perilaku konflik factor tiga disebut melarikan diri
termasuk bersembunyi, melarikan diri secara resmi sebesar 2 kali 0,6 %. 100% Terjadi pada wanita dengan usia 19-44 tahun.
4) Perilaku konflik faktor keempat abstain: menolak
makan, menolak minum sebesar 28 kali,
8,5%. Konflik abstain lebih banyak pada rentang usia19-44
tahun,, 22/28 yaitu 78,7 persen, lebih banyak terjadi pada wnaita sebanyak� 27/28�
atau 96 persen.
5) Perilaku konflik faktor memprotes, menolak untuk
bangun dari tempat tidur, menolak untuk pergi tidur, menolak kebersihan diri,
menolak bertemu staf,sebesar 24 kali 7,3 %. Konflik memprotes lebih banyak
terjadi pada rentang usia 19-44 tahun,�
91,6 persen, lebih banyak terjadi pada wanita sebanyak 11/24 yaitu 46
persen
6) Perilaku konflik factor 6 disinhibisi;
masturbasi public dan sentuhan seksual 1 kali 0,3 %. Konflik factor 6 disinhibisi
terjadi pada rentang usia 19-44 tahun dan terjadi pada pria sebanyak.
Perilaku penolakan marah: agresi verbal, agresi
fisik mterhadap orang lain, agresi fisik terhadap objek, menolak pengobatan Pro
Re Nata, menolak pengobatan rutin merupakan pola atau tipologi konflik paling tinggi di
ruang UPIP. Ruang UPIP merupakan ruang perawatan intensive
psikiatri yang merawat pasien dengan indikasi berdasarkan assessment Positive
And Negative Syndrome Scale / PANSS ec dengan skor diatas 15. PANSS ec
merupakan instrument yang digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan perilaku
agresif atau agitasi, berisi enam komponen yaitu gaduh gelisah, ketegangan,
permusuhan, tidak kooperatif, dan pengendalian impuls. Penolakan marah adalah
bentuk perilaku yang menunjukkan ketegangan, bisa ketengan situasi, ketengan
gejala psikiatri, dan ketegangan terkait kebijakan pelayanan seperti pemberian
obat injeksi.
Perilaku konflik menyakiti diri sendiri berupa self harm /
agresi pada diri sendiri, Upaya / percobaan bunuh diri dan percobaan bunuh
diri. Self harm atau menyakiti diri sendiri walaupun tidak ada keinginan untuk
mati, tetapi dianggap sebagai warning adanya perilaku bunuh diri. Perilaku Self
harm tidak dapat diabaikan. Asosiasi antara perilaku menyakiti diri dan
melarikan diri adalah pasien berusaha melarikan diri untuk dapat melukai diri
atau bunuh diri secara bebas tanpa pengawasan dan campur tangan petugas (Bowers & Crowder, 2012).
Perilaku melarikan diri baik bersembunyi atau laporan
melarikan diri secara resmi ini terjadi sebanyak dua kali. Hal ini dikaitkan dengan posisi bangsal UPIP dengan pintu
terkunci. Bila pada penelitian (Bowers & Crowder, 2012) perilaku melarikan diri dikaitkan dengan laki-laki,
namun pada penelitian ini dikaitkan dengan Wanita.
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan di ruang UPIP dengan
tujuan untuk menggambarkan kemanjuran setelah penerapan Safewards di UPIP. Peneliti
tidak mengukur kejadian konflik dan penahanan di ruang perawatan stabilisasi.
Safewards berupa 10 intervensi berbiaya rendah dengan memodifikasi enam domain
(tim staff, lingkungan fisik, luar rumah sakit, komunitas pasien, karakteristik
pasien, kerangka peraturan).
Proses mengambilan
data dimulai dengan melihat catatan perkembangan pasien terintegrasi didalam
elektrnik rekam medis dari hari pertama masuk UPIP sampai keluar dari UPIP. Karakteristik
responden yang dapat peneliti ukur dalam rekam medis elektronik meliputi usia,
jenis kelamin, dan diagnostic medisnya, sementara untuk satus pernikahan dan
suku bangsa tidak tercatat di rekam medis elektronik. Hal ini menjadi kendala
dalam kelengkapan informasi karakteristik responden. Kendala lain yang dihadapi
peneliti dalam mengukur angka kejadian konflik adalah adanya pendokumentasian
perilaku pasien yang masih bersifat asumsi tapi bukan objektif, seperti
penulisan kurang kooperatif, perilaku menganggu, activity daily living
dimotivasi. Kendala ini diatasi dengan melihat form transfer antar shift
perawat.
Penahanan / Containment
Jenis penahanan yang ada di ruang UPIP adalah obat
PRN, Obat IM yang dipaksakan, Pangamatan Intermiten, Pengamatan ketat,
Deescalasi, Seclusi, Fiksasi, Unjuk kekuatan, sementara time out tidak ada
catatan. Metode penahanan yang terbanyak dilakukan adalah metode fisik. Metode
fisik yang terdiri dari fiksasi, unjuk kekuatan, obat IM yang dipaksakan. Fiksasi
dikaitkan dengan responden laki-laki dan usia muda. Unjuk kekuatan dikaitkan
dengan laki-laki dan usia muda. Metode menenangkan
dikaitkan dengan Wanita dan usia muda. Metode pengobatan dikaitkan dengan
Wanita dan usia muda.
Tipologi containment:
1) Metode fisik: restrain, pengobatan intramuscular yang
dipaksakan, unjuk kekuatan, sebanyak 85 kali 39,5 persen
2) Metode menenangkan dan menghilangkan: deescalasi, seklusi, time out, memindahkan ke UPIP sebanyak
22 kali 17,05 persen
3) Metode pengobatan dan observasi meliputi pemberian
obat PRN, Observasi intermitten, observasi khusus sebanyak 22 kali 17,05 persen
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Ross et al., 2012) menyebutkan bahwa metode penahanan yang digunakan
oleh staf dalam mengelola konflik menggunakan pola yang berbeda �dan metode yang dianggap serius adalah fiksasi
/ pengekangan manual, unjuk kekuatan, injeksi yang dipaksakan, terkait satu
sama lain dan terpisah dari metode penahanan lainnya. Pada penelitian ini, fiksasi,
unjuk kekuatan dan pemberian obat IM yang dipaksakan sebanyak satu kali. Metode
fiksasi dan unjuk kekuatan dilakukan secara simultan sebanyak enam kali. �Fiksasi dan pemberian obat PRN dilakukan
secara bersamaan sebanyak sembilan kali. Dalam elektronik rekam medis sebanyak 34
kali fiksasi / pengekangan manual dilakukan tanpa dibarengi dengan metode penahanan
lain, asumsi peneliti bahwa komunikasi yang terjadi antara staf dan pasien
sudah bagus sehingga tidak perlu menggunakan metode tambahan dalam melakukan
fiksasi. Metode unjuk kekuatan dan seclusi dilakukan secara simultan sebanyak
dua kali.
Metode time out tidak ditemukan dalam elektronik rekam medis. Asumsi
peneliti bahwa kegiatan kelompok hanya melibatkan pasien dengan kondisi yang
memungkinkan untuk kegiatan sehingga kegiatan berjalan dengan lancar tanpa ada
gangguan. Asumsi lain bahwa staf telah melakukan kontrak dengan pasien sebelum
kegiatan kelompok secara tepat sehingga antisipasi masalah kegiatan kelompok
bisa dilakukan dengan baik.
Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat data terkait durasi waktu tindakan
fiksasi, jumlah staf yang melakukan fiksasi dan komponen staf yang melakukan
fiksasi, apakah fiksasi dilakukan oleh perawat atau dibantu oleh tim lain
seperti security dan bagaimana komunikasi petugas terhadap klien saat tindakan
fiksasi. Peneliti juga tidak dapat data terkait jumah staf yang melakukan unjuk
kekuatan, durasi waktu unjuk kekuatan dan Tingkat keberhasilan dalam mengatasi
konflik dengan unjuk kekuatan. Data lama waktu seclusi juga tidak digambarkan
di elektronik rekam medis, fasilitas yang diberikan saat seclusi dan tindakan
evaluasi petugas terkait seclusi.
Gambaran Kejadian Konflik Yang dilakukan Penahanan
Konflik yang
dilakukan penahanan sebanyak 39,2%, artinya 60,9% konflik berhasil diseleseikan
tanpa penahanan. Dari data ini kita dapat melihat bahwa penerapan safewards sudah
berhasil menurunkan angka penahanan dan meningkatkan kemampuan petugas dalam
mengatasi perilaku konflik dengan safewards. Model intervensi safewards bukan
hanya meningkatkan kemampuan petugas tetapi juga meningkatkan hubungan antara
petugas dan klien, dimana hak asasi manusia dijunjung tinggi.
Perilaku konflik faktor satu disebut penolakan marah; agresi
verbal, agresi fisik mterhadap orang lain, agresi
fisik terhadap objek, menolak pengobatan Pro ReNata, menolak pengobatan rutin
terkait dengan penahanan metode fisik (fiksasi, unjuk kekuatan, pemberian obat
IM yang dipaksakan). Perilaku konfik memprotes yaitu menolak makan dan minum yang
disertai dengan penolakan marah (menolak obat rutin) juga terkait dengan
penahanan metode fisik.
Perilaku konflik faktor dua disebut
menyakiti diri sendiri, percobaaan bunuh diri dan percobaan melarikan diri
dikaitkan dengan penahanan metode menenangkan dan
menghilangkan (deescalasi, seklusi). Time out tidak ditemukan saat
penelitian ini. Namun bila konflik factor dua ini terjadi bersamaan dengan
factor satu (penolakan marah) maka pola penahanan menggunakan metode fisik.
Perilaku konflik factor tiga disebut
melarikan diri termasuk bersembunyi, melarikan diri secara resmi dikaitkan
dengan penahanan metode menenangkan dan menghilangkan (deescalasi, seklusi).
Perilaku konflik faktor keempat abstain: menolak makan, menolak minum dikaitkan
dengan penahanan metode pengobatan dan pengamatan. Perilaku konflik faktor keempat abstain: menolak makan, menolak minum
dikaitkan dengan penahanan metode fisik. Perilaku konflik factor 6 disinhibisi;
masturbasi public dan sentuhan seksual dikaitkan dengan penahanan metode
menenangkan dan menghilangkan (deescalasi, seclusi). Pada penelitian ini
konflik factor 6 disinhibisi dilakukan Tindakan seclusi.
Kesimpulan
Model Safewards, dengan 10 intervensi yang
dirancang untuk mengurangi konflik dan penahanan, diterapkan pada pasien di
ruang UPIP selama tujuh hari pertama perawatan. Model ini merupakan mekanisme
layanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan keselamatan dan mengurangi
penggunaan paksaan. Penelitian menunjukkan bahwa penerapan Safewards telah berhasil menurunkan kejadian
konflik dan penahanan di Unit Pelayanan Intensive Psikiatri. Perubahan sikap
staf terhadap pasien, peningkatan hubungan dengan pasien, dan peningkatan
ketrampilan staf dalam berinteraksi dengan pasien juga teramati. Penelitian ini
mengidentifikasi enam pola konflik dan tiga metode penahanan yang berbeda.
Namun, kendala dalam pengambilan data, seperti kurangnya kejelasan dalam
catatan perkembangan pasien, menjadi tantangan. Saran yang diajukan meliputi
perlunya regulasi yang lebih jelas, pelatihan berkala bagi pemberi asuhan,
serta penelitian lebih lanjut untuk memperdalam pemahaman tentang Safewards dan
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasinya.
BIBLIOGRAFI
Arinindya, S. (2022). Tinjauan
Kebijakan Pemerintah Uu No 18 Tahun 2014 Melalui Program DSSJ/KSSJ. Indonesian
Journal of Criminal Law, 4(1), 144�154.
Aryawati, W., Rudi, R. O. R., Afriza,
Z. N., & Putri, D. S. (2022). Intervensi Penderita Odgj (Orang Dalam
Gangguan Jiwa) Ringan Di Puskesmas Rawat Inap Permata Sukarame. PREPOTIF:
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2), 1928�1933.
Ayuningtyas, D., & Rayhani, M.
(2018). Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat di Indonesia dan
strategi penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1),
1�10.
Bowers, L. (2006). On conflict,
containment and the relationship between them. Nursing Inquiry, 13(3),
172�180.
Bowers, L. (2014). S afewards: a new
model of conflict and containment on psychiatric wards. Journal of
Psychiatric and Mental Health Nursing, 21(6), 499�508.
Bowers, L., & Crowder, M. (2012).
Nursing staff numbers and their relationship to conflict and containment rates
on psychiatric wards�A cross sectional time series Poisson regression study. International
Journal of Nursing Studies, 49(1), 15�20.
Bowers, L., James, K., Quirk, A.,
Simpson, A., Stewart, D., & Hodsoll, J. (2015). Reducing conflict and
containment rates on acute psychiatric wards: The Safewards cluster randomised
controlled trial. International Journal of Nursing Studies, 52(9),
1412�1422.
Bowers, L., Simpson, A., &
Alexander, J. (2003). Patient-staff conflict: results of a survey on acute
psychiatric wards. Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology, 38,
402�408.
Ekayamti, E., Rohmawati, D. L., &
Komalawati, R. (2023). Peningkatan Kesadaran Masyarakat Tentang Pentingnya
Kesehatan Jiwa Serta Kepedulian Terhadap Kelompok Resiko dan Gangguan Jiwa. Jurnal
Pengabdian Kesehatan, 6(2), 109�118.
Ismail, M. W. (2020). Perlindungan
Hukum Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Rumah Sakit Khusus Jiwa. Wal�afiat
Hospital Journal, 1(1).
Kemenkes RI, K. R. I. (2019). Pedoman
Gizi Seimbang. Stikes Perintis.
Mane, G., Kuwa, M. K. R., &
Sulastien, H. (2022). Gambaran Stigma Masyarakat pada Orang Dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ). Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ), 10(1), 185�192.
Ross, J., Bowers, L., & Stewart,
D. (2012). Conflict and containment events in inpatient psychiatric units. Journal
of Clinical Nursing, 21(15‐16), 2306�2315.
Sugiyono. (2019). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Susan, N. (2014). Pengantar
sosiologi konflik. Kencana.
Copyright holder: Esti Diyah
Kaudsariyah, Firhan Nurfalah, Sitti Nuraeni
Rochmah, Puji Triastuti (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |