Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

PENGUATAN TEMA “KEARIFAN LOKAL” BERBASIS PADA PEMIKIRAN “ECOLOGICAL LITERACY” DAVID ORR PADA PROJEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA

 

Marianus Tapung

Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng, Manggarai, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Gagasan “Ecological Literacy” David Orr menawarkan pandangan yang mendalam tentang pentingnya mencintai kearifan local dan lingkungan hidup sebagai warisan alam dan leluhur. Dalam konteks pendidikan, gagasan ini sangat fundamental dan strategis untuk di kembangkan dalam rangka membentuk karakter peserta didik yang berwawasan ekologis dan keberlanjutan. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana ide literasi ekologis, dimanfaatkan sebagai dasar untuk mengenalkan dan menguatkan tema Kearifan Lokal pada praktik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka Belajar. Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan analisis konseptual untuk mengeksplorasi hubungan antara gagasan literasi ekologis dan kearifan local. Selain itu, studi terhadap fenomena yang terjadi pada masyarakat dan sekolah untuk mengevaluasi implementasi praktis gagasan tersebut dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka Belajar, lebih khusus yang berhubungan dengan isu kearifan lokal. Hasil analisis konseptual menunjukkan bahwa konsep literasi ekologis, memiliki relevansi dan implikasi dalam mempromosikan kesadaran akan nilai-nilai kecintaan pada kearifan local dan kesadaran akan lingkungan hidup pada peserta didik. Implikasi praktis dan teoretis dari penelitian ini dibahas, termasuk saran-saran praktis dan stratgegis untuk pengembangan lebih lanjut gagasan literasi ekologis dalam bidang pendidikan, kebijakan publik, dan penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Kearifan local, Ecological Literacy, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

 

Abstract

David Orr's idea of "Ecological Literacy" offers a deep view of the importance of loving local wisdom and the environment as natural and ancestral heritage. In the educational context, this idea is very fundamental and strategic to be developed in order to shape the character of students who have an ecological and sustainable perspective. This article aims to examine how the idea of ecological literacy is used as a basis for introducing and strengthening the theme of Local Wisdom in the practice of the Pancasila Student Profile Strengthening Project, Independent Learning Curriculum. The approach in this research is literature study and conceptual analysis to explore the relationship between the ideas of ecological literacy and local wisdom. Apart from that, studies of phenomena that occur in society and schools are to evaluate the practical implementation of these ideas in the Project for Strengthening the Profile of Pancasila Students in the Independent Learning Curriculum, more specifically those related to local wisdom issues. The results of the conceptual analysis show that the concept of ecological literacy has relevance and implications in promoting awareness of the values of love for local wisdom and awareness of the environment in students. Practical and theoretical implications of this research are discussed, including practical and strategic suggestions for further development of the idea of ecological literacy in education, public policy, and future research.

Keywords: Local wisdom, Ecological Literacy, Project for Strengthening Pancasila Student Profiles

 

Pendahuluan

Dalam konteks Kurikulum Merdeka Belajar, pendidikan karakter menjadi salah satu fokus utama. Salah satu hal yang ditekankan dalam pendidikan karakter adalah pengenalan terhadap "kearifan lokal" bagi siswa. Kearifan lokal merupakan warisan nilai-nilai budaya yang telah berkembang turun-temurun di masyarakat setempat. Pengenalan mengenai "kearifan lokal" akan membantu siswa untuk memahami dan membudayakan perilaku yang sesuai dengan konteks budaya masyarakat setempat (Armadi & Kumala, 2023). Kegiatan kokurikuler Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan bagian integral dari Kurikulum Merdeka Belajar yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai karakter siswa, termasuk di dalamnya upaya pengenalan dan penguatan dalam rangka menumbuhkan perilaku mencintai kearifan lokal dan membangun kesadaran akan lingkungan sebagai warisan alam dan leluhur (Helmon & Nesi, 2020). Kearifan lokal dan lingkungan hidup merupakan dua isu yang sangat penting saat ini. Masalah lingkungan yang semakin kompleks seperti polusi, perubahan iklim, kerusakan ekosistem, deforestasi dan hilangnya biodiversitas, mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain di planet ini. Di sisi lain, kearifan lokal merupakan kumpulan pengetahuan, norma, dan nilai-nilai budaya yang terkait erat dengan lingkungan hidup tempat orang-orang tinggal, dan biasanya berhubungan dengan upaya konservasi lingkungan (Balzano Japa, 2023).

Kurikulum pendidikan di sekolah merupakan salah satu instrumen penting untuk menghadapi masalah global ini. Oleh karena itu, kearifan lokal dan kesadaran lingkungan harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan di sekolah agar dapat mempersiapkan siswa menjadi warga masyarakat yang peka terhadap pentingnya melestarikan warisan budaya dan merawat lingkungan hidup (Gaut & Tapung, 2021). Pendidikan di sekolah harus mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan dengan menjadikan mereka sebagai agen perubahan yang berkomitmen untuk merawat dan memulihkan lingkungan serta merespons perubahan sosial yang ada. Kurikulum pendidikan di sekolah harus didesain sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami hubungan yang saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup serta dampaknya bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya. Melalui penanaman nilai-nilai kearifan lokal dan kesadaran lingkungan hidup di kurikulum pendidikan, siswa dapat memperoleh pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun kembali budaya konservasi dan melestarikan lingkungan hidup yang mandiri dan berkelanjutan di masa depan (Mujahidin et al., 2023). Oleh karena itu, isu kearifan lokal dan kesadaran lingkungan hidup sangat penting untuk diprioritaskan dalam kurikulum pendidikan di sekolah agar dapat menjawab tantangan masa depan yang kompleks dan mempersiapkan siswa menjadi generasi yang peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan budayanya.

Penguatan dan pengenalan yang lebih dalam tentang "kearifan lokal", antara lain dapat dilakukan dengan mengadopsi dan mengadaptasi pemikiran ecological literacy menurut David Orr. Salah satu cara untuk mengadopsi pemikiran literasi ekologis dalam pengenalan kearifan lokal adalah dengan menjelaskan hubungan antara kebudayaan lokal dengan lingkungan hidup. Melalui pemahaman ini, siswa dapat mempertanyakan dampak yang ditimbulkan oleh kebudayaan lokal terhadap lingkungan hidup, serta mempertimbangkan alternatif perilaku yang lebih ramah lingkungan (Anderson, 1992). Selain itu, siswa juga harus memahami dampak dari perubahan iklim global pada kehidupan sehari-hari, khususnya pada kearifan lokal. Pemahaman ini dapat membantu siswa untuk lebih menghargai kebudayaan lokal dan memperkenalkan perilaku yang ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut David Orr, literasi ekologis dipahami sebagai kemampuan individu untuk memahami dan mengapresiasi lingkungan hidup dengan mengintegrasikan pengetahuan ekologi, etika, dan tindakan (Mitchell & Mueller, 2011). Pemikiran David Orr tentang literasi ekologis merefleksikan kerentanan manusia dengan alam dan mengedepankan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam.

Kearifan lokal merupakan suatu konsep yang secara historis telah diterapkan dalam masyarakat Indonesia. Pemikiran ecological literacy menurut David Orr turut serta memperkuat konsep kearifan lokal dalam upaya meningkatkan Profil Pelajar Pancasila. Menurut Orr, kearifan lokal dapat menghadirkan berbagai manfaat, seperti meningkatkan kualitas hidup, memajukan ekonomi lokal, dan menjaga lingkungan hidup. Kearifan lokal memegang peran yang penting dalam pembangunan suatu negara. Namun sayangnya, kearifan lokal menjadi semakin terpinggirkan seiring dengan globalisasi dan modernisasi (Jacobs, 1992). Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat kearifan lokal menjadi sangat penting. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat kearifan lokal berdasarkan pada pemikiran literasi ekologis.

Menurut Orr, upaya untuk meningkatkan literasi ekologis harus dimulai dari dalam diri individu, sekolah, masyarakat dan bangunan ekosistem kurikulum (Hartono, 2020). Oleh karena itu, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dapat menjadi satu upaya dalam memperkuat kearifan lokal berbasis pada pemikiran literasi ekologis. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila mencakup beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman pelajar tentang kearifan lokal dan literasi ekologis, seperti mengadakan kegiatan outbond di alam, mengajarkan teknik pertanian lokal yang ramah lingkungan, serta mengadakan kegiatan kesenian tradisional yang mendukung lingkungan hidup (Sulistiyaningrum & Fathurrahman, 2023). Melalui projek ini, pelajar akan diajak untuk mempelajari kearifan lokal dan literasi ekologis secara langsung dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan pelajar yang memiliki pemahaman yang kuat tentang kearifan lokal dan literasi ekologis, serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat menjadi bagian dari upaya dalam memperkuat kearifan lokal berbasis pada literasi ekologis (Suriani et al., 2023). Penguatan kearifan lokal ini penting dilakukan sebagai salah satu upaya dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

David Orr (1944) merupakan seorang pengamat lingkungan yang juga merupakan seorang profesor yang berfokus pada lingkungan di Oberlin College. David Orr telah menulis beberapa karya yang membahas tentang isu-isu lingkungan hidup dan peran manusia dalam menjaga keberlangsungan alam.  Dalam karya-karyanya, David Orr menekankan pentingnya pendidikan yang berfokus pada keberlanjutan hidup di bumi (Jacobs, 1992). Orr menyadari bahwa manusia berada pada masa transisi kehidupan di bumi, dan pendidikan yang berfokus pada aspek ekologis, sosial, dan budaya, menjadi sangat penting agar dapat menghadapi tantangan keberlangsungan hidup di masa depan. Orr juga menekankan pentingnya pendidikan ekologis sebagai jalan menuju masyarakat yang lebih berkelanjutan. Pendidikan ekologis harus membawa perubahan perilaku dan membangun kepedulian terhadap alam. Pendekatan pendidikan yang dianjurkan oleh Orr adalah pendekatan yang lebih holistik, integratif, dan partisipatif (Albar, 2017). Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga keterampilan, sikap, dan nilai yang akan membentuk perilaku yang berkelanjutan.

Beberapa karya terkenal David Orr, antara lain:  “Ecological Literacy: Education and the Transition to a Postmodern World” (1992). Buku ini membahas tentang perlunya pendidikan ekologis dalam mengembangkan pemahaman sosial dan lingkungan. Orr menguraikan bagaimana kurikulum pendidikan dapat diarahkan untuk memperkuat keberlanjutan hidup di bumi melalui pemahaman ekologis (Lemons & Orr, 1992). “Earth in Mind: On Education, Environment, and the Human Prospect” (1994). Buku ini membahas tentang peran pendidikan dalam pembentukan suatu masyarakat yang berwawasan lingkungan. Orr menekankan pentingnya pendidikan yang berfokus pada peningkatan kesadaran lingkungan, sebagai jalan menuju keberlangsungan hidup yang lebih baik (Corcoran & Wals, 2004). “The Nature of Design: Ecology, Culture, and Human Intention” (2002). Buku ini membahas tentang pentingnya pengetahuan ekologi dalam merancang ruang dan lingkungan yang berkelanjutan. Orr menekankan pentingnya pengintegrasian konsep ekologi dan kebudayaan dalam desain, agar desain dapat lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (Orr, 2002). "Hope Is an Imperative: The Essential" (2010). Buku ini membahas tentang perlunya adanya harapan dalam menghadapi tantangan dalam keberlanjutan lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia di bumi. Orr menekankan bahwa harapan adalah suatu keharusan dan bahwa segala tindakan untuk menjaga keberlangsungan manusia di bumi membutuhkan adanya harapan. Buku ini juga membahas solusi dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk menghadapi perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya (Ojala, 2016). "Down to the Wire: Confronting Climate Collapse" (2009). Buku ini merupakan buku yang sangat relevan dengan kondisi lingkungan hidup saat ini dan krisis iklim yang sedang terjadi. Orr membahas tentang perubahan iklim global yang terjadi saat ini dan mengajak pembaca untuk mengambil tindakan untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan. Buku ini membahas tentang pentingnya peran setiap individu dalam menjaga keberlangsungan hidup di bumi, serta pentingnya tindakan kolektif dari masyarakat secara keseluruhan (Hobson et al., 2010).

            Berdasarkan kajian literatur ini, terdapat beberapa pokok pikiran David Orr yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan penguatan kearifan lokal di antaranya adalah sebagai berikut (Sigit et al., 2023), yakni: pertama, mengintegrasikan pengetahuan kultural dan ekologis dalam merancang dan mengelola lingkungan. Orr menekankan pentingnya mempertimbangkan hubungan manusia, komunitas, dan alam dalam merancang, memilih, dan mengelola lingkungan. Kedua, keberlanjutan hanya dapat dicapai apabila pendidikan memperkuat kesadaran kehendak (will), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Orr menekankan bahwa pendidikan harus menghasilkan aksi nyata demi keberlanjutan lingkungan, yang didukung oleh kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga, hal lain yang diamati Orr adalah tentang kebutuhan untuk melakukan pendidikan dalam berbagai jenis pengaturan kultur, semester panjang, ruang kelas interaksi/hubungan yang cukup, lingkungan yang berdedikasi lingkungan, pengajar berpendidikan, kurikulum. Ketiga, menyadari nilai lingkungan sebagai elemen kunci dalam budaya dan konstruksi sosial. Orr menekankan bahwa keberlanjutan hanya dapat dicapai apabila manusia memberdayakan nilai-nilai budaya lokal menjadi sumber daya lingkungan yang produktif.

            Dalam hal lingkungan hidup dan penguatan kearifan lokal, Orr menekankan bahwa pendidikan berperan penting dalam menciptakan kesadaran tentang hubungan manusia dengan lingkungan, dengan memulai dari pendidikan karakter di sekolah atau di lingkungan sekitar. Orr mendorong pembentukan pola pikir manusia yang memiliki kesadaran lingkungan dengan memperkenalkan konsep literasi ekologis yang memprioritaskan hak dan kewajiban terhadap lingkungan (Supriatna, 2016). Selain itu, Orr menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam merawat lingkungan sebagai upaya memperkuat kearifan lokal. Hal ini penting karena memaksimalkan sumber daya lokal untuk meningkatkan pemanfaatan lingkungan hidup. Dia meyakini bahwa pengembangan kearifan lokal akan memberikan kontribusi penting dalam menjaga keseimbangan antara lingkungan dan perilaku manusia, serta menjaga keberlangsungan hidup manusia di bumi (McBride et al., 2013).

            David Orr adalah tokoh yang memperjuangkan edukasi lingkungan dan keterampilan keberlanjutan untuk mengambil tindakan terhadap kerusakan lingkungan. Menurut Orr, pendidikan lingkungan harus lebih fokus pada pengembangan pengalaman belajar di luar kelas, tidak hanya mengenal teori, tetapi juga kemampuan praktis untuk menghadapi perspektif penghidupan yang lebih memprihatinkan (Hasmonel et al., 2021). Pendidikan lingkungan juga harus memperkuat kesadaran tentang hubungan manusia dengan lingkungan dan meyakinkan bahwa setiap pembelajaran harus meliputi gagasan tentang pemeliharaan lingkungan dari berbagai sudut pandang (Koçoğlu et al., 2023). Orr juga menekankan pentingnya penguatan hubungan antara manusia dan lingkungan. Dia berpendapat bahwa manusia dan lingkungan adalah entitas yang terkait satu sama lain dalam penyelarasan mencapai keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, kebutuhan akan pemahaman tentang hubungan ini perlu dipromosikan di kalangan masyarakat secara luas. Orr menyadari bahwa lingkungan hidup selalu menjadi pertimbangan utama dalam perancangan manusia. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa lingkungan harus menjadi prinsip utama dalam desain. Menurutnya, seluruh konsep desain harus mempertimbangkan dampak lingkungan, seperti penggunaan energi yang berkelanjutan dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau ramah lingkungan.

Menurut Orr, kearifan lokal adalah bagian dari hak asasi manusia dan warisan budaya yang harus dijaga. Pembelajaran tentang kearifan lokal dalam lingkungan pendidikan akan membantu siswa memahami pentingnya menjaga lingkungan secara lokal untuk mendukung keberlanjutan global (Supriatna, 2016). Orr berpendapat bahwa pengalaman siswa dan partisipasi masyarakat lokal harus ditingkatkan melalui pendekatan pendidikan yang memberikan praktek kepada siswa dalam nilai-nilai budaya lokal dan kesiapan dalam memberikan solusi lingkungan lokal.

Jadi, pemikiran-pemikiran David Orr tentang lingkungan hidup dan keberlanjutan mengandung cambuk dan dorongan untuk memperkuat peran lingkungan dalam konteks kedharmalamannya, otentik dan berkelanjutan. Hal ini menuntut partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat, pemerintah, lembaga pendidikan, dan dunia usaha untuk bersama-sama memperbaiki pola pikir, kebiasaan dan aksi dalam pengambilan keputusan dan pertimbangan lingkungan. Semua ini akan membawa perubahan kualitatif pada cara kita melihat, memahami dan berinteraksi dengan lingkungan kita, serta mempengaruhi arah keberlangsungan lingkungan hidup global.

Selain David Orr, ada sejumlah pemikir yang juga berbicara tentang literasi ekologis dan memiliki karya-karya terkait lingkungan hidup. Berikut beberapa di antaranya beserta karya-karyanya: Aldo Leopold. Karyanya “A Sand County Almanac” (1949) memuat tentang keharusan orang-orang dalam memperlakukan alam sebagai "warga sipil", yang memperoleh hak yang sama seperti manusia. Ia juga membahas perlunya kearifan lokal dalam konservasi lingkungan (Zhang, 2023). Rachel Carson. Karyanya “Silent Spring” (1962) membahas dampak penggunaan pestisida pada lingkungan dan kesehatan manusia. Buku ini menjadi penting dalam gerakan lingkungan di Amerika Serikat dan menyebabkan perubahan kebijakan lingkungan (Dunn, 2012). Arne Naess. Karyanya, "The Shallow and the Deep, Long-Range Ecology Movement" (1973) menciptakan konsep deep ecology, yang mencakup kesadaran bahwa semua makhluk hidup saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam ekosistem, dan menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan kedalaman pemikiran dalam lingkungan hidup (Naess, 2017). Fritjof Capra. Karyanya “The Web of Life” (1996) membahas tentang ekologi dan keterkaitan segala sesuatu dalam alam semesta. Capra menekankan pada kebutuhan untuk berpikir sistemik dalam melihat lingkungan dan hubungan antara manusia dan alam (Ahouse, 1998). Joanna Macy. Karyanya “Coming Back to Life” (1998), mengurai tentang ekopsikologi, yang menyatukan teori dan praktik pemulihan lingkungan serta kesejahteraan manusia. Macy menekankan pentingnya pengalaman langsung seseorang dengan alam, sebagai cara untuk membangkitkan kesadaran akan ekologi (Macy & Brown, 1998).

Sementara itu ada beberapa aliran pemikiran yang juga membahas tentang literasi ekologis, antara lain: pertama, Ecoliteracy Movement. Gerakan Ecoliteracy berasal dari guru dan aktivis lingkungan terkenal, Fritjof Capra. Gerakan ini memiliki fokus pada mengintegrasikan pengajaran dan pembelajaran tentang lingkungan hidup yang holistik dan sistemik di dalam Kurikulum pendidikan. Gerakan ini juga mengakui pentingnya pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan kehidupan manusia dengan bumi, bahkan ketika kurikulum dibagi menjadi subjek yang berbeda (AR et al., 2023). Kedua, Ecosophy. Ecosophy merupakan gabungan dari kata “ecological” dan “philosophy”, yaitu filsafat lingkungan hidup. Ecosophy termasuk aliran filsafat postmodern dan ekologi sosial, gerakan yang berfokus pada pengintegrasian antara pemikiran filosofis tradisional dan kearifan. Beberapa tokoh pendukung ecosophy antara lain Arne Naess, Ted Trainer, dan Murray Bookchin (Cole, 2023). Ketiga, Bioregionalism. Bioregionalism mengacu pada pertimbangan membangun bangunan, tempat tinggal, dan komunitas sesuai dengan karakteristik khusus dari lingkungan sekitarnya (Cappuccio, 2010). Gerakan ini berfokus pada memperkuat hubungan antara manusia dan lingkungan hidup dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti penggunaan energi terbarukan, sistem meretas, makanan lokal, dan tanaman dalam lingkungan sekitar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana ide literasi ekologis, dimanfaatkan sebagai dasar untuk mengenalkan dan menguatkan tema Kearifan Lokal pada praktik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka Belajar.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, khususnya pendekatan tinjauan literatur (Creswell, 2009). Dalam pendekatan literatur ini, peneliti menganalisis konsep "Ecological Literacy” dari David Orr dan mensintesiskanya dengan gagasan-gagasan dari para pemikir dan mazhab lain, sebagai basis untuk mengembangkan tema “Kearifan Lokal” pada kegiatan kokurikuler Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam struktur Kurikulum Merdeka Belajar. Untuk mengelaborasi kajian literatur secara bermakna, peneliti melakukan analisis konten dan dokumen yang berhubungan dengan  regulasi, kebijakan dan perangkat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Struktur Kurikulum Merdeka Belajar. Dalam tinjauan pustaka, peneliti meninjau dan mensintesis literatur yang ada pada topik tertentu untuk sampai pada pemahaman yang lebih baik tentang subjek penelitian (Huyler & McGill, 2019). Dalam hal ini, pendekatan tinjauan pustaka menjadi relevan karena penelitian ini mengkaji dan memaknai sebuah konsep ekologi, pedagogik dan literasi yang dikembangkan oleh David Orr ke dalam konteks pendidikan, khususnya dalam menguatkan dan mengembangkan tema “Kearifan Lokal” pada kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

 

Hasil dan Pembahasan

            Penerapan kurikulum merdeka belajar memungkinkan pendidikan selaras dengan kebutuhan dan kemampuan siswa, menjadikan setiap siswa memiliki otonomi dan kemandirian dalam pembelajaran. Dalam konteks keberlanjutan lingkungan hidup dan kearifan lokal, pemikiran ecological literacy menurut David Orr dan implementasinya dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, memiliki relevansi yang penting dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar.

Beberapa relevansi tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama, mengembangkan kesadaran lingkungan. Pemikiran literasi ekologis menekankan pentingnya kesadaran lingkungan dalam pembelajaran dan pengenalan tentang kearifan local. Dalam penerapan kurikulum merdeka belajar, kesadaran lingkungan menjadi factor penting yang harus ditanamkan pada setiap siswa agar mampu memahami kondisi lingkungan sekitar dan berkaitan erat dengan kearifan lokal. Penguatan tema tentang kearifan lokal dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang berbasis pada pemikiran literasi ekologis dapat membantu pengenalan dan pemahaman siswa tentang pentingnya keberlanjutan dan pelestarian lingkungan hidup, serta mempertajam kesadaran akan kaitan antara lingkungan dan kearifan local (Amelia & Wulandari, 2023).

Kedua, memperkuat Keterampilan dan pengetahuan siswa. Membangun proses pembelajaran bagi siswa dalam mencapai keberlanjutan lingkungan hidup memerlukan keterangan dan keterampilan yang memadai. Pemikiran literasi ekologis menekankan perlunya pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menjaga lingkungan hidup dan memperkuat kearifan lokal. Dengan merujuk pada penguatan tema kearifan lokal dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila berbasis pemikiran literasi ekologis, siswa diharapkan dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan tentang praktek-praktek yang ramah lingkungan dan pengenalan terhadap segala bentuk kearifan local budaya masyarakat di lingkungannya (Yunansah & Herlambang, 2017).

Ketiga, menyediakan pengalaman pembelajaran yang holistik. Pengenalan kearifan lokal yang diintegrasikan dalam pembelajaran mengasah kesadaran lingkungan siswa agar mampu menyediakan pemahaman dan kepedulian holistik. Pada saat pembelajaran terintegrasi secara rutin dan terdiri dari beberapa tempat, berbagai bahasa, dan tema yang luas, seperti halnya dengan konsep merdeka belajar, maka siswa mampu merasakan pengalaman pembelajaran yang lebih holistik lagi dalam memperoleh pemahaman mengenai kearifan lokal bukan hanya dalam konteks kehidupan sekolah, tetapi juga meluas ke lingkungan sekitar dan budaya di mana siswa tinggal (Hayati, 2020).

Dengan demikian, pemikiran ecological literacy menurut David Orr dan implementasinya dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada penerapan kurikulum merdeka belajar memberikan relevansi penting dalam mendukung tercapainya keberlanjutan lingkungan hidup dan peningkatan kesadaran terhadap kearifan lokal. Dalam konteks kurikulum Merdeka Belajar, penguatan tema Kearifan Lokal berbasis pemikiran literasi ekologis menjadi penting agar memastikan bahwa setiap siswa memiliki pemahaman yang holistik dan keterampilan yang memadai tidak hanya tentang pelestarian lingkungan hidup, tetapi juga memperteguh nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat sekitar.

Namun, gambaran faktual terkait dengan rendahnya perilaku dan kecintaan masyarakat terhadap kearifan lokal serta tergerusnya lingkungan hidup akibat konsumerisme merupakan fenomena yang cukup umum terjadi di banyak masyarakat modern. Globalisasi dan komodifikasi telah membawa masuknya budaya konsumerisme yang mengutamakan konsumsi barang-barang produksi massal dari luar negeri. Hal ini menyebabkan tergerusnya nilai-nilai lokal dan tradisional dalam masyarakat. Sementara proses modernisasi dan urbanisasi telah menyebabkan banyak masyarakat meninggalkan gaya hidup agraris dan tradisional (Wijanarko, 2019). Mereka beralih ke kota-kota besar dan mengadopsi pola konsumsi yang lebih modern dan tidak terlalu memperhatikan kearifan lokal atau lingkungan.

Barang-barang lokal yang diproduksi secara tradisional cenderung diabaikan, sementara barang-barang impor atau yang dikomersialisasikan secara global lebih dihargai. Selain itu, pengaruh media dan iklan yang kerap kali mempromosikan gaya hidup konsumtif yang berlebihan, mengarahkan masyarakat untuk terus membeli barang-barang baru sebagai bentuk status atau kepuasan pribadi. Hal ini membuat masyarakat lebih cenderung mengabaikan atau bahkan melupakan praktik kearifan lokal yang mungkin lebih berkelanjutan secara ekologis. Masyarakat sering kali terjebak dalam ketergantungan pada produk-produk tertentu yang dipromosikan oleh industri, sehingga mengurangi minat dan apresiasi terhadap produk lokal yang seringkali lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan (Yusuf et al., 2018). Banyak masyarakat belum sepenuhnya menyadari dampak negatif dari konsumerisme terhadap lingkungan hidup. Kurangnya pendidikan dan kesadaran lingkungan menyebabkan mereka kurang memperhatikan aspek-aspek seperti sumber daya alam yang terbatas, polusi, atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pola konsumsi yang berlebihan.

Pada sisi lain, dukungan terhadap komunitas local yang menjadi garda terdepan untuk merawat segala bentuk kearifan local dan budaya tidak cukup mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah atau institusi lainnya, banyak komunitas lokal yang mempertahankan kearifan lokal dan praktik berkelanjutan kesulitan untuk bersaing dengan produk-produk yang dihasilkan secara massal (Kennedy et al., 2022). Hal ini menyebabkan penurunan minat masyarakat terhadap kearifan lokal.

Pada wilayah pendidikan, terdapat beberapa hal yang menggambarkan tentang belum optimalnya pengintegrasian isu kearifan lokal dalam aktivitas pendidikan. Meskipun telah ada upaya untuk mengintegrasikan isu-isu kearifan lokal dan lingkungan hidup dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, namun implementasinya belum merata di seluruh sekolah (Rahmatih et al., 2020). Banyak sekolah masih lebih fokus pada kurikulum akademis yang tidak memperhatikan aspek-aspek kearifan lokal dan lingkungan hidup. Sementara, banyak guru di Indonesia belum mendapatkan pelatihan yang memadai dalam mengintegrasikan isu kearifan lokal dan lingkungan hidup ke dalam pembelajaran mereka. Sebagian besar pelatihan yang diberikan masih terfokus pada metode pengajaran konvensional tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan dan nilai-nilai local (Handayani et al., 2022). Pada sisi lain, banyak sekolah di Indonesia menghadapi keterbatasan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran tentang kearifan lokal dan lingkungan hidup (Pratikno et al., 2022). Hal ini termasuk kurangnya buku teks, peralatan laboratorium, dan akses ke lingkungan belajar yang ramah lingkungan.

Sistem pendidikan di Indonesia sering kali terlalu fokus pada pencapaian akademik yang tinggi dalam ujian nasional atau ujian masuk perguruan tinggi. Akibatnya, guru dan siswa cenderung mengabaikan isu-isu kearifan lokal dan lingkungan hidup demi mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian tersebut. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung membuat cukup banyak siswa di Indonesia belum memiliki pemahaman yang memadai tentang pentingnya menjaga kearifan lokal dan lingkungan hidup (Suharyat et al., 2022). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan kesadaran lingkungan yang diberikan di sekolah serta minimnya kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan praktis yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan.

Selain itu, pendidikan formal di Indonesia masih mendominasi perhatian, sementara pendidikan non-formal yang bisa menjadi sarana efektif untuk memperkenalkan dan mengapresiasi kearifan lokal dan lingkungan hidup sering kali diabaikan. Padahal, lembaga-lembaga non-formal seperti organisasi masyarakat atau kelompok pecinta alam dapat menjadi wadah yang efektif untuk memperkuat kesadaran lingkungan (Utama & Kohdrata, 2011).  Sekolah seringkali tertutup dan kurang berkolaborasi dengan pihak eksternal seperti komunitas lokal, pemerintah daerah, atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam kearifan lokal dan pelestarian lingkungan hidup (Yeny et al., 2016). Hal ini mengurangi kesempatan siswa untuk terlibat secara langsung dalam upaya pelestarian lingkungan.

Bertolak dari beberapa fenomena negative di atas, dengan merujuk pada pemikiran “Ecological Literacy” David Orr, ada beberapa cara praktis untuk mengoptimalkan perilaku mencintai kearifan Lokal dan membangun kesadaran lingkungan dalam diri peserta didik, yakni: pertama, mendorong pembelajaran di luar ruangan. Dengan mengadakan kunjungan lapangan ke hutan, taman, dan habitat alami lainnya, siswa dapat terhubung dengan alam dan belajar tentang fungsi ekosistem lokal. Pembelajaran di luar ruangan juga mendorong aktivitas fisik, sosialisasi, kreativitas, dan keterampilan memecahkan masalah. Salah satu cara praktis juga untuk mengoptimalkan literasi ekologi adalah dengan membawa alam ke dalam kelas. Dengan memasukkan keanekaragaman hayati lokal ke dalam kurikulum, siswa dapat belajar tentang organisasi dan fungsi ekosistem local (Zuhriyah, 2021). Selain itu, guru dapat mengundang tokoh masyarakat dan ahli pengetahuan lokal untuk berbagi kearifan lokal dengan para siswa.

Kedua, membangun kebun sekolah (agrikultur). Kebun sekolah memberikan kesempatan langsung bagi siswa untuk belajar berkebun, membuat kompos, sistem pangan, dan kebiasaan makan yang sehat. Selain itu, kebun sekolah juga dapat memperkuat rasa kebersamaan dan rasa memiliki siswa terhadap lingkungan sekolah. Cara praktis lainnya untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan memberikan kesempatan praktik langsung kepada siswa. Dengan mengizinkan siswa untuk terlibat dalam kegiatan di luar ruangan, selian berkebun, juga beraktivitas membuat kompos, dan menjelajahi alam, di mana mereka dapat mengembangkan hubungan dengan alam (Kuntariningsih, 2018). Siswa dapat belajar untuk menghargai nilai pengetahuan lokal dan sumber daya alam sambil berkontribusi pada konservasi lingkungan masyarakat setempat.

Ketiga, mengadopsi pendekatan holistik dan multidisipliner dalam pembelajaran. Pendidikan holistik melibatkan pengembangan intelektual, emosional, sosial, fisik, dan spiritual siswa. Dengan menggabungkan strategi pembelajaran multidisiplin dan terintegrasi, siswa dapat belajar tentang kearifan lokal dan kesadaran lingkungan secara holistik. Sementara cara praktis untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran multi dan interdisipliner (Pelupessy & Hindun, 2024). Dengan mengintegrasikan budaya lokal, ekologi, dan isu-isu terkait keberlanjutan ke dalam mata pelajaran yang berbeda, siswa dapat memahami hubungan antara disiplin ilmu tersebut. Pendekatan ini juga memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan pemecahan masalah.

Selain cara-cara praktis, terdapat beberapa Langkah strategis dalam mengoptimalkan perilaku mencintai kearifan lokal dan membangun kesadaran lingkungan, yakni: Pertama, keterlibatan masyarakat. Cara strategis untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan melibatkan masyarakat setempat. Dengan bekerja sama dengan para pemimpin lokal, kelompok masyarakat adat, dan organisasi lingkungan, sekolah dapat menghubungkan siswa dengan kearifan lokal dan upaya pelestarian lingkungan (Yusup, 2018). Keterlibatan masyarakat juga dapat menumbuhkan rasa kewarganegaraan, tanggung jawab, dan partisipasi siswa dalam sistem sosio-ekologi lokal.

Kedua, infrastruktur yang berkelanjutan. Cara strategis lain untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan mengadopsi praktik infrastruktur berkelanjutan. Sekolah dapat mengurangi dampak lingkungan dengan meminimalisasi limbah, menghemat energi, dan mempromosikan moda transportasi yang berkelanjutan (Khalidy et al., 2024). Dengan demikian, sekolah dapat memberikan contoh nyata kepada siswa tentang bagaimana kearifan lokal dan kesadaran lingkungan dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, membangun kemitraan. Cara strategis untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan membangun kemitraan dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Sekolah dapat berkolaborasi dengan lembaga pemerintah, perusahaan swasta, dan kelompok masyarakat untuk meningkatkan pembelajaran dan keterlibatan siswa (Wamsler, 2020). Membangun kemitraan juga dapat memberikan sekolah akses ke sumber daya, keahlian, dan kesempatan berjejaring untuk mempromosikan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan.

Keempat, transformasi kurikulum (Prastowo, 1970). Cara strategis untuk mengoptimalkan literasi ekologi adalah dengan mentransformasi kurikulum untuk memasukkan fokus pada keberlanjutan. Dengan memasukkan praktik kearifan lokal dan kesadaran lingkungan ke dalam kurikulum, siswa dapat mengembangkan pemahaman yang komprehensif tentang literasi ekologi. Reformasi kurikulum juga dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, dan kerja sama tim pada siswa.

Kelima, integrasi kelembagaan. Cara strategis lain untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan mengintegrasikan praktik-praktiknya ke dalam berbagai kegiatan kelembagaan (Hartono, 2020) . Sekolah dapat mengembangkan kebijakan lingkungan, membuat program daur ulang, dan mempromosikan moda transportasi ramah lingkungan. Integrasi ini juga dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan partisipasi masyarakat dalam literasi ekologi.

Keenam, memimpin dengan memberi contoh. Cara strategis untuk mengoptimalkan literasi ekologi adalah dengan memberikan contoh. Manajemen sekolah dapat mempromosikan infrastruktur yang berkelanjutan, seperti energi terbarukan, konservasi air, dan makanan organic (Robi et al., 2023). Dengan melakukan hal tersebut, sekolah dapat menunjukkan manfaat dan pentingnya literasi ekologi dalam kehidupan sehari-hari. Praktik ini juga dapat menginspirasi siswa untuk mengambil tindakan berkelanjutan dan menjadi penjaga lingkungan di komunitas mereka.

Optimalisasi perilaku siswa dalam mencintai kearifan lokal dan melindungi lingkungan merupakan tugas penting untuk membangun masa depan yang berkelanjutan. Dengan menerapkan cara-cara praktis dan strategis dalam pembelajaran di kelas dan pendidikan di sekolah, sekolah dapat mengembangkan warga negara yang bertanggung jawab dan sadar lingkungan yang peduli terhadap ekosistem dan masyarakat setempat. Adalah tugas kita bersama untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dan kesadaran lingkungan kepada para siswa dan memberdayakan mereka untuk menjadi agen perubahan untuk dunia yang lebih baik. Dengan mengadopsi cara-cara praktis dan strategis untuk mengoptimalkan semangat mencintai kearifan lokal dan membangun kesadaran lingkungan di kelas dan sekolah, siswa dapat menghargai nilai sumber daya alam, budaya lokal, dan konservasi lingkungan. Dengan merujukan pada pandangan Ecological Literacy David Orr, kegiatan pendidikan dan pembelajaran dapat memantik untuk menumbuhkan kesadaran dan pemikiran kritis, kreativitas, dan keterampilan kepemimpinan pada siswa. Tentu Ini menjadi tanggung jawab kolektif dalam mengoptimalkan perilaku menghargai kearifan lokal dan literasi ekologi pada generasi berikutnya, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.

 

Kesimpulan

Dalam konteks penguatan tema "Kearifan Lokal" dalam pendidikan, terutama dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, penerapan pemikiran literasi ekologis yang dikembangkan oleh David Orr memiliki peranan penting. Melalui pendekatan ini, pelajar diberikan pemahaman yang lebih holistik tentang hubungan antara manusia dan lingkungan alam, serta pentingnya memelihara keberlanjutan lingkungan. Dengan menggabungkan konsep kearifan lokal dengan pemikiran literasi ekologis, pelajar dapat lebih memahami nilai-nilai budaya, tradisi, dan praktik berkelanjutan yang ada dalam masyarakat lokal mereka. Mereka juga akan menjadi lebih sadar akan dampak dari tindakan manusia terhadap lingkungan dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat menjadi platform yang tepat untuk menerapkan pendekatan ini dengan menyusun kurikulum yang terintegrasi, melatih guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang berbasis lingkungan, serta menggandeng komunitas lokal untuk memberikan pengalaman belajar praktis di lingkungan alam.Dengan demikian, melalui upaya kolaboratif antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan pelajar Pancasila dapat menjadi agen perubahan yang lebih sadar akan lingkungan, memiliki kecakapan untuk beradaptasi dengan tantangan lingkungan, dan mampu berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan serta melestarikan kearifan lokal.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ahouse, J. (1998). The web of life: A new understanding of living systems by Fritjof Capra. Complexity, 3, 50–52. https://doi.org/10.1002/(SICI)1099-0526(199805/06)3:53.0.CO;2-M

Albar, M. (2017). Pendidikan Ekologi-Sosial Dalam Prespektif Islam: Jawaban Atas Krisis Kesadaran Ekologis. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 17, 432. https://doi.org/10.21154/altahrir.v17i2.1011

Amelia, D., & Wulandari, F. (2023). Effect of Problem Based Learning on the Ecoliteracy Ability of Grade VII Junior High School Students: Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Ekoliterasi Siswa SMP Kelas VII. https://doi.org/10.21070/ups.2877

Anderson, M. (1992). Ecological Literacy. Education and the Transition to a Postmodern World. 1992. By David W. Orr. American Journal of Alternative Agriculture - AMER J ALTERNATIVE AGR, 7. https://doi.org/10.1017/S0889189300004537

AR, M., Sama, S., & Aini, K. (2023). The Implementation of Ecoliteracy as a Learning Resource to Improve Environmental Care Attitudes in Elementary Schools. Mimbar Sekolah Dasar, 10, 122–134. https://doi.org/10.53400/mimbar-sd.v10i1.51256

Armadi, A., & Kumala, R. S. D. (2023). The Implementation of Strengthening Pancasila Student Profile’s (P5) Project at SDN Parsanga I. Widyagogik : Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 10(2), 431–443. https://doi.org/10.21107/widyagogik.v10i2.18572

Balzano Japa, H. B. J. (2023). Praksis Budaya Lonto Leok Sebagai Wujud Pemersatu Orang Manggarai. Jurnal Budaya Nusantara, 6(1), 195–204. https://doi.org/10.36456/b.nusantara.vol6.no1.a6796

Cappuccio, S. (2010). Bioregionalism As A New Development Paradigm. Papers on Territorial Intelligence and Culture of Development, ENTI, Salerno.

Cole, D. R. (2023). Rebooting the end of the world: Teaching ecosophy through cinema. Educational Philosophy and Theory, 55(10), 1170–1180. https://doi.org/10.1080/00131857.2022.2071261

Corcoran, P. B., & Wals, A. E. J. (2004). The Problematics of Sustainability in Higher Education: An Introduction. In P. B. Corcoran & A. E. J. Wals (Eds.), Higher Education and the Challenge of Sustainability: Problematics, Promise, and Practice (pp. 3–6). Springer Netherlands. https://doi.org/10.1007/0-306-48515-X_1

Creswell, J. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches / J.W. Creswell.

Dunn, R. (2012). In retrospect: Silent Spring. Nature, 485, 578–579. https://doi.org/10.1038/485578a

Gaut, G. K., & Tapung, M. M. (2021). Model Lonto Lèok dalam Pembelajaran tentang Mbaru Gendang pada Muatan Lokal Seni Budaya Daerah Manggarai (Riset Desain Pembelajaran Muatan Lokal). EDUNET-The Journal of …, 1(1), 20–42.

Handayani, T., Hendratno, H., & Indarti, T. (2022). Pengembangan bahan ajar teks fiksi berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran literasi membaca peserta didik kelas IV sekolah dasar. AKSARA: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 23. https://doi.org/10.23960/aksara/v23i2.pp1-20

Hartono, R. (2020). Evaluating Sustainable Education Using Eco-Literacy. HABITAT, 31(2), pp.78–85. https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2020.031.2.9

Hasmonel, H., Rahayu, D., & Faisal, F. (2021). Local Assistance as Legal Capital Sustainability of The Environment in Bangka Belitung Archipelago Province. Jurnal Dinamika Hukum, 20, 35. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2020.20.1.2730

Hayati, R. (2020). Pendidikan lingkungan berbasis experiential learning untuk meningkatkan literasi lingkungan. Humanika, 20, 63–82. https://doi.org/10.21831/hum.v20i1.29039

Helmon, S., & Nesi, A. (2020). Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Tuturan Adat Torok Wuat Wa’i Masyarakat Manggarai: Kajian Ekolinguistik Metaforis. PROLITERA: Jurnal Penelitian Pendidikan, Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 3(1), 59–70.

Hobson, K., Peine, J., Jeyaretnam, T., Kim, K. C., & Orr, D. (2010). David W. Orr, Down to the Wire: Confronting Climate Collapse. Sustainability: Science, Practice and Policy, 6, 56–63. https://doi.org/10.1080/15487733.2010.11908043

Huyler, D., & McGill, C. (2019). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, by John Creswell and J. David Creswell. Thousand Oaks, CA: Sage Publication, Inc. 275 pages, $67.00 (Paperback). New Horizons in Adult Education and Human Resource Development, 31, 75–77. https://doi.org/10.1002/nha3.20258

Jacobs, H. M. (1992). Reviews : Ecological Literacy: Education and the Transition to a Postmodern World David W. Orr State University of New York Press, Albany, New York, 1992. 223 pages. \$14.95 (PB), \$29.50 (HB). The Uses of Ecology: Lake Washington and Beyond W. T. Edmonds. Journal of Planning Education and Research, 12(1), 86–88. https://doi.org/10.1177/0739456X9201200110

Kennedy, P. S. J., Tobing, S. J. L., Toruan, R. L., Nomleni, A., & Lina, S. (2022). Discussion Activities on Educational Problems at the Border of Nusa Tenggara Timur with Nusa Cendana University Students. ABDIKAN: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains Dan Teknologi, 1(3), 333–337.

Khalidy, F., Saifudin, F., Yanti, W., Bangki, R., & Mualim, I. (2024). Revolusi Hijau dalam Pembangunan: Integrasi Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proyek Infrastruktur. Kerja Praktek Teknik Lingkungan, 1(1), 46–52.

Koçoğlu, E., Egüz, Ş., Tösten, R., Demi̇, F. B., & Tekdal, D. (2023). Perception of Ecological Literacy in Education: A Scale Development Study. International Journal of Education and Literacy Studies, 11(3), 3–9. https://doi.org/10.7575/aiac.ijels.v.11n.3p.3

Kuntariningsih, A. (2018). Analisis Dampak Program Kebun Sekolah untuk Mengatasi Kekurangan Gizi Anak Impact Analysis of School Garden Program to Overcome Malnutrition of Children. 4, 26–32. https://doi.org/10.25311/keskom.Vol4.Iss1.223

Lemons, J., & Orr, D. (1992). Ecological Literacy: Education and the Transition to a Postmodern World. Bioscience, 42. https://doi.org/10.2307/1312179

Macy, J. R., & Brown, M. Y. (1998). Coming Back to Life: Practices to Reconnect Our Lives, Our World.

McBride, B. B., Brewer, C. A., Berkowitz, A. R., & Borrie, W. T. (2013). Environmental literacy, ecological literacy, ecoliteracy: What do we mean and how did we get here? Ecosphere, 4(5). https://doi.org/10.1890/ES13-00075.1

Mitchell, D., & Mueller, M. (2011). A philosophical analysis of David Orr’s theory of ecological literacy: Biophilia, ecojustice and moral education in school learning communities. Cultural Studies of Science Education, 6, 193–221. https://doi.org/10.1007/s11422-010-9274-6

Mujahidin, M. D., Segara, N. B., & Setyawan, K. G. (2023). Analisis Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila “Gaya Hidup Berkelanjutan” dalam Menanamkan Peduli Lingkungan di SMP Negeri 2 Taman. Dialektika Pendidikan IPS, 3(4), 24–40.

Naess, A. (2017). The Shallow and the Deep, Long-Range Ecology Movement. A Summary * (pp. 115–120). https://doi.org/10.4324/9781315239897-8

Ojala, M. (2016). Hope and anticipation in education for a sustainable future. Futures. https://doi.org/10.1016/j.futures.2016.10.004

Orr, D. (2002). The Nature of Design: Ecology, Culture, and Human IntentionEcology, Culture, and Human Intention. https://doi.org/10.1093/oso/9780195148558.001.0001

Pelupessy, I. F., & Hindun, H. (2024). Efektivitas Metode Pendekatan Multidisipliner dalam Pembelajaran di Tingkat Sekolah Dasar. Populer: Jurnal Penelitian Mahasiswa, 3(1), 54–61.

Prastowo, A. (1970). TRANSFORMASI KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI INDONESIA. JIP: Jurnal Ilmiah PGMI, 4, 111–125. https://doi.org/10.19109/jip.v4i2.2567

Pratikno, Y., Hermawan, E., & Arifin, A. L. (2022). Human Resource ‘Kurikulum Merdeka’ from Design to Implementation in the School: What Worked and What not in Indonesian Education. Jurnal Iqra’ : Kajian Ilmu Pendidikan, 7(1), 326–343. https://doi.org/10.25217/ji.v7i1.1708

Rahmatih, A., Maulyda, M., & Syazali, M. (2020). Refleksi Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar: Literature Review. Jurnal Pijar Mipa, 15, 151. https://doi.org/10.29303/jpm.v15i2.1663

Robi, M., Illiyin, & Khabibah, T. (2023). Implementasi pendidikan karakter mandiri dalam P5 Gaya Hidup Berkelajutan kelas X di SMA Negeri 1 Parung. LOGOS Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(2), 30–34.

Sigit, D. V., Ristanto, R. H., Nurrismawati, A., Komala, R., Prastowo, P., & Katili, A. S. (2023). Ecoliteracy’s contribution to creative thinking: a study of senior high school students. Journal of Turkish Science Education, 20(2), 356–368. https://doi.org/10.36681/tused.2023.020

Suharyat, Y., Ichsan, I., Santosa, T. A., & ... (2022). Meta-Analysis Study: The Effectiveness of Problem Solving Learning in Science Learning in Indonesia. … of Education and …, 6–13.

Sulistiyaningrum, T., & Fathurrahman, M. (2023). Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pada Kurikulum Merdeka di SD Nasima Kota Semarang. Jurnal Profesi Keguruan, 9(2), 121–128.

Supriatna, N. (2016). Local Wisdom In Constructing Students’ Ecoliteracy Through Ethnopedagogy And Ecopedagogy. https://doi.org/10.2991/icse-15.2016.28

Suriani, L., Nisa, K., & Affandi, L. H. (2023). Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tema Gaya Hidup Berkelanjutan di Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(3), 1458–1463.

Utama, I. M., & Kohdrata, N. (2011). Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal (pp. 1–21).

Wamsler, C. (2020). Education for sustainability: Fostering a more conscious society and transformation towards sustainability. International Journal of Sustainability in Higher Education, 21(1), 112–130.

Wijanarko, R. (2019). Revolusi Industri Keempat, Perubahan Sosial, dan Strategi Kebudayaan. Seri Filsafat Teologi Widya Sasana, 29(28), 101.

Yeny, I., Yuniati, D., & Khotimah, H. (2016). Kearifan Lokal Dan Praktik Pengelolaan Hutan Bambu Pada Masyarakat Bali. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 13, 63–72. https://doi.org/10.20886/jpsek.2016.13.1.63-72

Yunansah, H., & Herlambang, Y. T. (2017). Pendidikan Berbasis Ekopedagogik Dalam Menumbuhkan Kesadaran Ekologis Dan Mengembangkan Karakter Siswa Sekolah Dasar. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 9(1), 27. https://doi.org/10.17509/eh.v9i1.6153

Yusuf, Q., Marimuthu, S., & Yusuf, Y. Q. (2018). Multicultural Awareness and Practices among Malaysian Primary School Teachers. Al-Ta Lim Journal, 25(2), 97–107. https://doi.org/10.15548/jt.v25i2.446

Yusup, S. (2018). Partisipasi Masyarakat Dalam Meningkatkan Pendidikan Di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Comm-Edu (Community Education Journal), 1, 164. https://doi.org/10.22460/comm-edu.v1i3.2190

Zhang, C. (2023). A Comparative Study of Silent Spring and A Sand County Almanac under Ecocriticism Theory. International Journal of Linguistics, Literature and Translation, 6, 147–153. https://doi.org/10.32996/ijllt.2023.6.4.20

Zuhriyah, A. (2021). Urgensi Penerapan Outdoor Learning dalam Praktik Pendidikan Lingkungan. EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 3, 5170–5182. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i6.1662

 

Copyright holder:

Marianus Tapung (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: