Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 7,
Juli
2024
PENGUATAN TEMA “KEARIFAN LOKAL” BERBASIS PADA PEMIKIRAN “ECOLOGICAL LITERACY” DAVID ORR PADA PROJEK PENGUATAN
PROFIL PELAJAR PANCASILA
Marianus Tapung
Universitas
Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng, Manggarai, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Gagasan “Ecological
Literacy” David Orr menawarkan pandangan yang mendalam tentang pentingnya
mencintai kearifan local dan lingkungan hidup sebagai warisan alam dan leluhur.
Dalam konteks pendidikan, gagasan ini sangat fundamental dan strategis untuk di
kembangkan dalam rangka membentuk karakter peserta didik yang berwawasan
ekologis dan keberlanjutan. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana ide
literasi ekologis, dimanfaatkan sebagai dasar untuk mengenalkan dan menguatkan
tema Kearifan Lokal pada praktik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,
Kurikulum Merdeka Belajar. Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi
literatur dan analisis konseptual untuk mengeksplorasi hubungan antara gagasan literasi
ekologis dan kearifan local. Selain itu, studi terhadap fenomena yang terjadi
pada masyarakat dan sekolah untuk mengevaluasi implementasi praktis gagasan
tersebut dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka
Belajar, lebih khusus yang berhubungan dengan isu kearifan lokal. Hasil
analisis konseptual menunjukkan bahwa konsep literasi ekologis, memiliki
relevansi dan implikasi dalam mempromosikan kesadaran akan nilai-nilai kecintaan
pada kearifan local dan kesadaran akan lingkungan hidup pada peserta didik.
Implikasi praktis dan teoretis dari penelitian ini dibahas, termasuk
saran-saran praktis dan stratgegis untuk pengembangan lebih lanjut gagasan
literasi ekologis dalam bidang pendidikan, kebijakan publik, dan penelitian
selanjutnya.
Kata Kunci: Kearifan
local, Ecological Literacy, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Abstract
David
Orr's idea of "Ecological Literacy" offers a deep view of the
importance of loving local wisdom and the environment as natural and ancestral
heritage. In the educational context, this idea is very fundamental and
strategic to be developed in order to shape the character of students who have
an ecological and sustainable perspective. This article aims to examine how the
idea of ecological literacy is used as a basis for introducing and
strengthening the theme of Local Wisdom in the practice of the Pancasila
Student Profile Strengthening Project, Independent Learning Curriculum. The
approach in this research is literature study and conceptual analysis to
explore the relationship between the ideas of ecological literacy and local
wisdom. Apart from that, studies of phenomena that occur in society and schools
are to evaluate the practical implementation of these ideas in the Project for
Strengthening the Profile of Pancasila Students in the Independent Learning
Curriculum, more specifically those related to local wisdom issues. The results
of the conceptual analysis show that the concept of ecological literacy has
relevance and implications in promoting awareness of the values of love for
local wisdom and awareness of the environment in students. Practical and
theoretical implications of this research are discussed, including practical
and strategic suggestions for further development of the idea of ecological
literacy in education, public policy, and future research.
Keywords: Local wisdom, Ecological Literacy, Project
for Strengthening Pancasila Student Profiles
Pendahuluan
Dalam konteks Kurikulum Merdeka Belajar, pendidikan
karakter menjadi salah satu fokus utama. Salah satu hal yang ditekankan dalam
pendidikan karakter adalah pengenalan terhadap "kearifan lokal" bagi
siswa. Kearifan lokal merupakan warisan nilai-nilai budaya yang telah
berkembang turun-temurun di masyarakat setempat. Pengenalan mengenai "kearifan
lokal" akan membantu siswa untuk memahami dan membudayakan perilaku yang
sesuai dengan konteks budaya masyarakat setempat (Armadi & Kumala,
2023).
Kegiatan kokurikuler Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan bagian
integral dari Kurikulum Merdeka Belajar yang bertujuan untuk meningkatkan
nilai-nilai karakter siswa, termasuk di dalamnya upaya pengenalan dan penguatan
dalam rangka menumbuhkan perilaku mencintai kearifan lokal dan membangun
kesadaran akan lingkungan sebagai warisan alam dan leluhur (Helmon & Nesi, 2020). Kearifan lokal dan lingkungan hidup merupakan dua isu
yang sangat penting saat ini. Masalah lingkungan yang semakin kompleks seperti
polusi, perubahan iklim, kerusakan ekosistem, deforestasi dan hilangnya
biodiversitas, mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain di
planet ini. Di sisi lain, kearifan lokal merupakan kumpulan pengetahuan, norma,
dan nilai-nilai budaya yang terkait erat dengan lingkungan hidup tempat
orang-orang tinggal, dan biasanya berhubungan dengan upaya konservasi
lingkungan (Balzano Japa, 2023).
Kurikulum pendidikan di sekolah merupakan salah satu
instrumen penting untuk menghadapi masalah global ini. Oleh karena itu,
kearifan lokal dan kesadaran lingkungan harus menjadi bagian integral dari
kurikulum pendidikan di sekolah agar dapat mempersiapkan siswa menjadi warga
masyarakat yang peka terhadap pentingnya melestarikan warisan budaya dan
merawat lingkungan hidup (Gaut & Tapung, 2021). Pendidikan di sekolah harus mempersiapkan siswa
menghadapi tantangan masa depan dengan menjadikan mereka sebagai agen perubahan
yang berkomitmen untuk merawat dan memulihkan lingkungan serta merespons
perubahan sosial yang ada. Kurikulum pendidikan di sekolah harus didesain
sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami hubungan yang saling mempengaruhi
antara manusia dan lingkungan hidup serta dampaknya bagi keberlangsungan hidup
manusia dan makhluk lainnya. Melalui penanaman nilai-nilai kearifan lokal dan
kesadaran lingkungan hidup di kurikulum pendidikan, siswa dapat memperoleh
pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun kembali budaya konservasi
dan melestarikan lingkungan hidup yang mandiri dan berkelanjutan di masa depan (Mujahidin et al., 2023). Oleh karena itu, isu kearifan lokal dan kesadaran
lingkungan hidup sangat penting untuk diprioritaskan dalam kurikulum pendidikan
di sekolah agar dapat menjawab tantangan masa depan yang kompleks dan
mempersiapkan siswa menjadi generasi yang peduli dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan dan budayanya.
Penguatan dan pengenalan yang lebih dalam tentang
"kearifan lokal", antara lain dapat dilakukan dengan mengadopsi dan
mengadaptasi pemikiran ecological literacy menurut David Orr. Salah satu
cara untuk mengadopsi pemikiran literasi ekologis dalam pengenalan kearifan
lokal adalah dengan menjelaskan hubungan antara kebudayaan lokal dengan
lingkungan hidup. Melalui pemahaman ini, siswa dapat mempertanyakan dampak yang
ditimbulkan oleh kebudayaan lokal terhadap lingkungan hidup, serta
mempertimbangkan alternatif perilaku yang lebih ramah lingkungan (Anderson, 1992). Selain itu, siswa juga harus memahami dampak dari
perubahan iklim global pada kehidupan sehari-hari, khususnya pada kearifan
lokal. Pemahaman ini dapat membantu siswa untuk lebih menghargai kebudayaan
lokal dan memperkenalkan perilaku yang ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut David Orr, literasi ekologis dipahami sebagai kemampuan individu untuk
memahami dan mengapresiasi lingkungan hidup dengan mengintegrasikan pengetahuan
ekologi, etika, dan tindakan (Mitchell & Mueller,
2011).
Pemikiran David Orr tentang literasi ekologis merefleksikan kerentanan manusia
dengan alam dan mengedepankan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam.
Kearifan lokal merupakan suatu konsep yang secara
historis telah diterapkan dalam masyarakat Indonesia. Pemikiran ecological
literacy menurut David Orr turut serta memperkuat konsep kearifan lokal
dalam upaya meningkatkan Profil Pelajar Pancasila. Menurut Orr, kearifan lokal
dapat menghadirkan berbagai manfaat, seperti meningkatkan kualitas hidup,
memajukan ekonomi lokal, dan menjaga lingkungan hidup. Kearifan lokal memegang
peran yang penting dalam pembangunan suatu negara. Namun sayangnya, kearifan
lokal menjadi semakin terpinggirkan seiring dengan globalisasi dan modernisasi (Jacobs, 1992). Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat kearifan lokal
menjadi sangat penting. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
memperkuat kearifan lokal berdasarkan pada pemikiran literasi ekologis.
Menurut Orr, upaya untuk meningkatkan literasi ekologis harus
dimulai dari dalam diri individu, sekolah, masyarakat dan bangunan ekosistem
kurikulum (Hartono, 2020). Oleh karena itu, Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila (P5) dapat menjadi satu upaya dalam memperkuat kearifan lokal
berbasis pada pemikiran literasi ekologis. Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila mencakup beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman pelajar
tentang kearifan lokal dan literasi ekologis, seperti mengadakan kegiatan outbond
di alam, mengajarkan teknik pertanian lokal yang ramah lingkungan, serta
mengadakan kegiatan kesenian tradisional yang mendukung lingkungan hidup (Sulistiyaningrum &
Fathurrahman, 2023). Melalui
projek ini, pelajar akan diajak untuk mempelajari kearifan lokal dan literasi
ekologis secara langsung dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan pelajar yang
memiliki pemahaman yang kuat tentang kearifan lokal dan literasi ekologis, serta
mampu mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat menjadi bagian dari upaya dalam
memperkuat kearifan lokal berbasis pada literasi ekologis (Suriani et al., 2023). Penguatan kearifan lokal ini penting dilakukan sebagai
salah satu upaya dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam serta
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
David Orr (1944) merupakan seorang pengamat lingkungan
yang juga merupakan seorang profesor yang berfokus pada lingkungan di Oberlin
College. David Orr telah menulis beberapa karya yang membahas tentang isu-isu
lingkungan hidup dan peran manusia dalam menjaga keberlangsungan alam. Dalam karya-karyanya, David Orr menekankan
pentingnya pendidikan yang berfokus pada keberlanjutan hidup di bumi (Jacobs, 1992). Orr menyadari bahwa manusia berada pada masa transisi
kehidupan di bumi, dan pendidikan yang berfokus pada aspek ekologis, sosial,
dan budaya, menjadi sangat penting agar dapat menghadapi tantangan
keberlangsungan hidup di masa depan. Orr juga menekankan pentingnya pendidikan
ekologis sebagai jalan menuju masyarakat yang lebih berkelanjutan. Pendidikan ekologis
harus membawa perubahan perilaku dan membangun kepedulian terhadap alam.
Pendekatan pendidikan yang dianjurkan oleh Orr adalah pendekatan yang lebih
holistik, integratif, dan partisipatif (Albar, 2017). Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya memperoleh
pengetahuan, tetapi juga keterampilan, sikap, dan nilai yang akan membentuk
perilaku yang berkelanjutan.
Beberapa karya terkenal David Orr, antara lain: “Ecological Literacy: Education and the
Transition to a Postmodern World” (1992). Buku ini membahas tentang perlunya
pendidikan ekologis dalam mengembangkan pemahaman sosial dan lingkungan. Orr
menguraikan bagaimana kurikulum pendidikan dapat diarahkan untuk memperkuat
keberlanjutan hidup di bumi melalui pemahaman ekologis (Lemons & Orr, 1992). “Earth in Mind: On Education, Environment, and the
Human Prospect” (1994). Buku ini membahas tentang peran pendidikan dalam
pembentukan suatu masyarakat yang berwawasan lingkungan. Orr menekankan
pentingnya pendidikan yang berfokus pada peningkatan kesadaran lingkungan,
sebagai jalan menuju keberlangsungan hidup yang lebih baik (Corcoran & Wals,
2004).
“The Nature of Design: Ecology, Culture, and Human Intention” (2002). Buku ini
membahas tentang pentingnya pengetahuan ekologi dalam merancang ruang dan
lingkungan yang berkelanjutan. Orr menekankan pentingnya pengintegrasian konsep
ekologi dan kebudayaan dalam desain, agar desain dapat lebih ramah lingkungan
dan berkelanjutan (Orr, 2002). "Hope Is an Imperative: The Essential" (2010).
Buku ini membahas tentang perlunya adanya harapan dalam menghadapi tantangan
dalam keberlanjutan lingkungan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia di
bumi. Orr menekankan bahwa harapan adalah suatu keharusan dan bahwa segala
tindakan untuk menjaga keberlangsungan manusia di bumi membutuhkan adanya
harapan. Buku ini juga membahas solusi dan langkah-langkah yang dapat diambil
untuk menghadapi perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya (Ojala, 2016). "Down to the Wire: Confronting Climate
Collapse" (2009). Buku ini merupakan buku yang sangat relevan dengan
kondisi lingkungan hidup saat ini dan krisis iklim yang sedang terjadi. Orr
membahas tentang perubahan iklim global yang terjadi saat ini dan mengajak
pembaca untuk mengambil tindakan untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa
depan. Buku ini membahas tentang pentingnya peran setiap individu dalam menjaga
keberlangsungan hidup di bumi, serta pentingnya tindakan kolektif dari
masyarakat secara keseluruhan (Hobson et al., 2010).
Berdasarkan
kajian literatur ini, terdapat beberapa pokok pikiran David Orr yang
berhubungan dengan lingkungan hidup dan penguatan kearifan lokal di antaranya
adalah sebagai berikut (Sigit et al., 2023), yakni: pertama, mengintegrasikan pengetahuan
kultural dan ekologis dalam merancang dan mengelola lingkungan. Orr menekankan
pentingnya mempertimbangkan hubungan manusia, komunitas, dan alam dalam
merancang, memilih, dan mengelola lingkungan. Kedua, keberlanjutan hanya
dapat dicapai apabila pendidikan memperkuat kesadaran kehendak (will),
keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Orr menekankan bahwa
pendidikan harus menghasilkan aksi nyata demi keberlanjutan lingkungan, yang
didukung oleh kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga, hal lain
yang diamati Orr adalah tentang kebutuhan untuk melakukan pendidikan dalam
berbagai jenis pengaturan kultur, semester panjang, ruang kelas
interaksi/hubungan yang cukup, lingkungan yang berdedikasi lingkungan, pengajar
berpendidikan, kurikulum. Ketiga, menyadari nilai lingkungan sebagai
elemen kunci dalam budaya dan konstruksi sosial. Orr menekankan bahwa
keberlanjutan hanya dapat dicapai apabila manusia memberdayakan nilai-nilai
budaya lokal menjadi sumber daya lingkungan yang produktif.
Dalam
hal lingkungan hidup dan penguatan kearifan lokal, Orr menekankan bahwa
pendidikan berperan penting dalam menciptakan kesadaran tentang hubungan
manusia dengan lingkungan, dengan memulai dari pendidikan karakter di sekolah
atau di lingkungan sekitar. Orr mendorong pembentukan pola pikir manusia yang
memiliki kesadaran lingkungan dengan memperkenalkan konsep literasi ekologis yang
memprioritaskan hak dan kewajiban terhadap lingkungan (Supriatna, 2016). Selain itu, Orr menekankan pentingnya keterlibatan
masyarakat lokal dalam merawat lingkungan sebagai upaya memperkuat kearifan
lokal. Hal ini penting karena memaksimalkan sumber daya lokal untuk
meningkatkan pemanfaatan lingkungan hidup. Dia meyakini bahwa pengembangan
kearifan lokal akan memberikan kontribusi penting dalam menjaga keseimbangan
antara lingkungan dan perilaku manusia, serta menjaga keberlangsungan hidup
manusia di bumi (McBride et al., 2013).
David
Orr adalah tokoh yang memperjuangkan edukasi lingkungan dan keterampilan
keberlanjutan untuk mengambil tindakan terhadap kerusakan lingkungan. Menurut
Orr, pendidikan lingkungan harus lebih fokus pada pengembangan pengalaman belajar
di luar kelas, tidak hanya mengenal teori, tetapi juga kemampuan praktis untuk
menghadapi perspektif penghidupan yang lebih memprihatinkan (Hasmonel et al., 2021). Pendidikan lingkungan juga harus memperkuat kesadaran
tentang hubungan manusia dengan lingkungan dan meyakinkan bahwa setiap
pembelajaran harus meliputi gagasan tentang pemeliharaan lingkungan dari
berbagai sudut pandang (Koçoğlu et al., 2023). Orr juga menekankan pentingnya penguatan hubungan
antara manusia dan lingkungan. Dia berpendapat bahwa manusia dan lingkungan
adalah entitas yang terkait satu sama lain dalam penyelarasan mencapai
keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, kebutuhan akan pemahaman tentang
hubungan ini perlu dipromosikan di kalangan masyarakat secara luas. Orr
menyadari bahwa lingkungan hidup selalu menjadi pertimbangan utama dalam
perancangan manusia. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa lingkungan harus
menjadi prinsip utama dalam desain. Menurutnya, seluruh konsep desain harus
mempertimbangkan dampak lingkungan, seperti penggunaan energi yang
berkelanjutan dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau ramah lingkungan.
Menurut Orr, kearifan lokal adalah bagian dari hak asasi
manusia dan warisan budaya yang harus dijaga. Pembelajaran tentang kearifan
lokal dalam lingkungan pendidikan akan membantu siswa memahami pentingnya
menjaga lingkungan secara lokal untuk mendukung keberlanjutan global (Supriatna, 2016). Orr berpendapat bahwa pengalaman siswa dan partisipasi
masyarakat lokal harus ditingkatkan melalui pendekatan pendidikan yang memberikan
praktek kepada siswa dalam nilai-nilai budaya lokal dan kesiapan dalam
memberikan solusi lingkungan lokal.
Jadi, pemikiran-pemikiran David Orr tentang lingkungan
hidup dan keberlanjutan mengandung cambuk dan dorongan untuk memperkuat peran
lingkungan dalam konteks kedharmalamannya, otentik dan berkelanjutan. Hal ini
menuntut partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat, pemerintah, lembaga
pendidikan, dan dunia usaha untuk bersama-sama memperbaiki pola pikir,
kebiasaan dan aksi dalam pengambilan keputusan dan pertimbangan lingkungan.
Semua ini akan membawa perubahan kualitatif pada cara kita melihat, memahami
dan berinteraksi dengan lingkungan kita, serta mempengaruhi arah
keberlangsungan lingkungan hidup global.
Selain David Orr, ada sejumlah pemikir yang juga
berbicara tentang literasi ekologis dan memiliki karya-karya terkait lingkungan
hidup. Berikut beberapa di antaranya beserta karya-karyanya: Aldo Leopold.
Karyanya “A Sand County Almanac” (1949) memuat tentang keharusan orang-orang dalam
memperlakukan alam sebagai "warga sipil", yang memperoleh hak yang
sama seperti manusia. Ia juga membahas perlunya kearifan lokal dalam konservasi
lingkungan (Zhang, 2023). Rachel Carson. Karyanya “Silent Spring” (1962) membahas
dampak penggunaan pestisida pada lingkungan dan kesehatan manusia. Buku ini
menjadi penting dalam gerakan lingkungan di Amerika Serikat dan menyebabkan
perubahan kebijakan lingkungan (Dunn, 2012). Arne Naess. Karyanya, "The Shallow and the Deep,
Long-Range Ecology Movement" (1973) menciptakan konsep deep ecology,
yang mencakup kesadaran bahwa semua makhluk hidup saling terkait dan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam ekosistem, dan menggarisbawahi pentingnya
mempertimbangkan kedalaman pemikiran dalam lingkungan hidup (Naess, 2017). Fritjof Capra. Karyanya “The Web of Life” (1996) membahas
tentang ekologi dan keterkaitan segala sesuatu dalam alam semesta. Capra
menekankan pada kebutuhan untuk berpikir sistemik dalam melihat lingkungan dan
hubungan antara manusia dan alam (Ahouse, 1998). Joanna Macy. Karyanya “Coming Back to Life” (1998),
mengurai tentang ekopsikologi, yang menyatukan teori dan praktik pemulihan
lingkungan serta kesejahteraan manusia. Macy menekankan pentingnya pengalaman
langsung seseorang dengan alam, sebagai cara untuk membangkitkan kesadaran akan
ekologi (Macy & Brown, 1998).
Sementara itu ada beberapa aliran pemikiran yang juga
membahas tentang literasi ekologis, antara lain: pertama, Ecoliteracy
Movement. Gerakan Ecoliteracy berasal dari guru dan aktivis lingkungan
terkenal, Fritjof Capra. Gerakan ini memiliki fokus pada mengintegrasikan
pengajaran dan pembelajaran tentang lingkungan hidup yang holistik dan sistemik
di dalam Kurikulum pendidikan. Gerakan ini juga mengakui pentingnya
pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan kehidupan manusia dengan bumi,
bahkan ketika kurikulum dibagi menjadi subjek yang berbeda (AR et al., 2023). Kedua, Ecosophy. Ecosophy merupakan
gabungan dari kata “ecological” dan “philosophy”, yaitu filsafat lingkungan hidup.
Ecosophy termasuk aliran filsafat postmodern dan ekologi sosial, gerakan yang
berfokus pada pengintegrasian antara pemikiran filosofis tradisional dan
kearifan. Beberapa tokoh pendukung ecosophy antara lain Arne Naess, Ted
Trainer, dan Murray Bookchin (Cole, 2023). Ketiga, Bioregionalism. Bioregionalism mengacu
pada pertimbangan membangun bangunan, tempat tinggal, dan komunitas sesuai
dengan karakteristik khusus dari lingkungan sekitarnya (Cappuccio, 2010). Gerakan ini berfokus pada memperkuat hubungan antara
manusia dan lingkungan hidup dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti
penggunaan energi terbarukan, sistem meretas, makanan lokal, dan tanaman dalam
lingkungan sekitar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana ide
literasi ekologis, dimanfaatkan sebagai dasar untuk mengenalkan dan menguatkan
tema Kearifan Lokal pada praktik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,
Kurikulum Merdeka Belajar.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, khususnya
pendekatan tinjauan literatur (Creswell, 2009). Dalam pendekatan literatur ini, peneliti menganalisis
konsep "Ecological Literacy” dari David Orr dan mensintesiskanya dengan
gagasan-gagasan dari para pemikir dan mazhab lain, sebagai basis untuk
mengembangkan tema “Kearifan Lokal” pada kegiatan kokurikuler Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila dalam struktur Kurikulum Merdeka Belajar. Untuk
mengelaborasi kajian literatur secara bermakna, peneliti melakukan analisis
konten dan dokumen yang berhubungan dengan
regulasi, kebijakan dan perangkat Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila dalam Struktur Kurikulum Merdeka Belajar. Dalam tinjauan pustaka,
peneliti meninjau dan mensintesis literatur yang ada pada topik tertentu untuk
sampai pada pemahaman yang lebih baik tentang subjek penelitian (Huyler & McGill,
2019).
Dalam hal ini, pendekatan tinjauan pustaka menjadi relevan karena penelitian
ini mengkaji dan memaknai sebuah konsep ekologi, pedagogik dan literasi yang
dikembangkan oleh David Orr ke dalam konteks pendidikan, khususnya dalam
menguatkan dan mengembangkan tema “Kearifan Lokal” pada kegiatan Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Hasil dan Pembahasan
Penerapan
kurikulum merdeka belajar memungkinkan pendidikan selaras dengan kebutuhan dan
kemampuan siswa, menjadikan setiap siswa memiliki otonomi dan kemandirian dalam
pembelajaran. Dalam konteks keberlanjutan lingkungan hidup dan kearifan lokal,
pemikiran ecological literacy menurut David Orr dan implementasinya
dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, memiliki relevansi yang
penting dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar.
Beberapa relevansi tersebut antara lain sebagai berikut: Pertama,
mengembangkan kesadaran lingkungan. Pemikiran literasi ekologis menekankan
pentingnya kesadaran lingkungan dalam pembelajaran dan pengenalan tentang
kearifan local. Dalam penerapan kurikulum merdeka belajar, kesadaran lingkungan
menjadi factor penting yang harus ditanamkan pada setiap siswa agar mampu
memahami kondisi lingkungan sekitar dan berkaitan erat dengan kearifan lokal.
Penguatan tema tentang kearifan lokal dalam Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila yang berbasis pada pemikiran literasi ekologis dapat membantu
pengenalan dan pemahaman siswa tentang pentingnya keberlanjutan dan pelestarian
lingkungan hidup, serta mempertajam kesadaran akan kaitan antara lingkungan dan
kearifan local (Amelia & Wulandari,
2023).
Kedua, memperkuat
Keterampilan dan pengetahuan siswa. Membangun proses pembelajaran bagi siswa
dalam mencapai keberlanjutan lingkungan hidup memerlukan keterangan dan
keterampilan yang memadai. Pemikiran literasi ekologis menekankan perlunya
pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menjaga lingkungan hidup dan
memperkuat kearifan lokal. Dengan merujuk pada penguatan tema kearifan lokal
dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila berbasis pemikiran literasi
ekologis, siswa diharapkan dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan
tentang praktek-praktek yang ramah lingkungan dan pengenalan terhadap segala
bentuk kearifan local budaya masyarakat di lingkungannya (Yunansah &
Herlambang, 2017).
Ketiga, menyediakan
pengalaman pembelajaran yang holistik. Pengenalan kearifan lokal yang
diintegrasikan dalam pembelajaran mengasah kesadaran lingkungan siswa agar
mampu menyediakan pemahaman dan kepedulian holistik. Pada saat pembelajaran
terintegrasi secara rutin dan terdiri dari beberapa tempat, berbagai bahasa,
dan tema yang luas, seperti halnya dengan konsep merdeka belajar, maka siswa
mampu merasakan pengalaman pembelajaran yang lebih holistik lagi dalam
memperoleh pemahaman mengenai kearifan lokal bukan hanya dalam konteks
kehidupan sekolah, tetapi juga meluas ke lingkungan sekitar dan budaya di mana
siswa tinggal (Hayati, 2020).
Dengan demikian, pemikiran ecological literacy
menurut David Orr dan implementasinya dalam Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila pada penerapan kurikulum merdeka belajar memberikan relevansi penting
dalam mendukung tercapainya keberlanjutan lingkungan hidup dan peningkatan
kesadaran terhadap kearifan lokal. Dalam konteks kurikulum Merdeka Belajar,
penguatan tema Kearifan Lokal berbasis pemikiran literasi ekologis menjadi
penting agar memastikan bahwa setiap siswa memiliki pemahaman yang holistik dan
keterampilan yang memadai tidak hanya tentang pelestarian lingkungan hidup,
tetapi juga memperteguh nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat sekitar.
Namun, gambaran faktual terkait dengan rendahnya perilaku
dan kecintaan masyarakat terhadap kearifan lokal serta tergerusnya lingkungan
hidup akibat konsumerisme merupakan fenomena yang cukup umum terjadi di banyak
masyarakat modern. Globalisasi dan komodifikasi telah membawa masuknya budaya
konsumerisme yang mengutamakan konsumsi barang-barang produksi massal dari luar
negeri. Hal ini menyebabkan tergerusnya nilai-nilai lokal dan tradisional dalam
masyarakat. Sementara proses modernisasi dan urbanisasi telah menyebabkan
banyak masyarakat meninggalkan gaya hidup agraris dan tradisional (Wijanarko, 2019). Mereka beralih ke kota-kota besar dan mengadopsi pola
konsumsi yang lebih modern dan tidak terlalu memperhatikan kearifan lokal atau
lingkungan.
Barang-barang lokal yang diproduksi secara tradisional
cenderung diabaikan, sementara barang-barang impor atau yang
dikomersialisasikan secara global lebih dihargai. Selain itu, pengaruh media
dan iklan yang kerap kali mempromosikan gaya hidup konsumtif yang berlebihan,
mengarahkan masyarakat untuk terus membeli barang-barang baru sebagai bentuk
status atau kepuasan pribadi. Hal ini membuat masyarakat lebih cenderung
mengabaikan atau bahkan melupakan praktik kearifan lokal yang mungkin lebih
berkelanjutan secara ekologis. Masyarakat sering kali terjebak dalam
ketergantungan pada produk-produk tertentu yang dipromosikan oleh industri,
sehingga mengurangi minat dan apresiasi terhadap produk lokal yang seringkali
lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan (Yusuf et al., 2018). Banyak masyarakat belum sepenuhnya menyadari dampak
negatif dari konsumerisme terhadap lingkungan hidup. Kurangnya pendidikan dan
kesadaran lingkungan menyebabkan mereka kurang memperhatikan aspek-aspek
seperti sumber daya alam yang terbatas, polusi, atau kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh pola konsumsi yang berlebihan.
Pada sisi lain, dukungan terhadap komunitas local yang
menjadi garda terdepan untuk merawat segala bentuk kearifan local dan budaya
tidak cukup mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tanpa dukungan yang memadai
dari pemerintah atau institusi lainnya, banyak komunitas lokal yang
mempertahankan kearifan lokal dan praktik berkelanjutan kesulitan untuk
bersaing dengan produk-produk yang dihasilkan secara massal (Kennedy et al., 2022). Hal ini menyebabkan penurunan minat masyarakat terhadap
kearifan lokal.
Pada wilayah pendidikan, terdapat beberapa hal yang
menggambarkan tentang belum optimalnya pengintegrasian isu kearifan lokal dalam
aktivitas pendidikan. Meskipun telah ada upaya untuk mengintegrasikan isu-isu
kearifan lokal dan lingkungan hidup dalam kurikulum pendidikan di Indonesia,
namun implementasinya belum merata di seluruh sekolah (Rahmatih et al., 2020). Banyak sekolah masih lebih fokus pada kurikulum
akademis yang tidak memperhatikan aspek-aspek kearifan lokal dan lingkungan
hidup. Sementara, banyak guru di Indonesia belum mendapatkan pelatihan yang
memadai dalam mengintegrasikan isu kearifan lokal dan lingkungan hidup ke dalam
pembelajaran mereka. Sebagian besar pelatihan yang diberikan masih terfokus
pada metode pengajaran konvensional tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan dan
nilai-nilai local (Handayani et al., 2022). Pada sisi lain, banyak sekolah di Indonesia menghadapi
keterbatasan sumber daya dan fasilitas yang memadai untuk mendukung
pembelajaran tentang kearifan lokal dan lingkungan hidup (Pratikno et al., 2022). Hal ini termasuk kurangnya buku teks, peralatan
laboratorium, dan akses ke lingkungan belajar yang ramah lingkungan.
Sistem pendidikan di Indonesia sering kali terlalu fokus
pada pencapaian akademik yang tinggi dalam ujian nasional atau ujian masuk
perguruan tinggi. Akibatnya, guru dan siswa cenderung mengabaikan isu-isu
kearifan lokal dan lingkungan hidup demi mempersiapkan diri untuk menghadapi
ujian tersebut. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung membuat cukup banyak
siswa di Indonesia belum memiliki pemahaman yang memadai tentang pentingnya
menjaga kearifan lokal dan lingkungan hidup (Suharyat et al., 2022). Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan
kesadaran lingkungan yang diberikan di sekolah serta minimnya kesempatan untuk
terlibat dalam kegiatan praktis yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan.
Selain itu, pendidikan formal di Indonesia masih mendominasi
perhatian, sementara pendidikan non-formal yang bisa menjadi sarana efektif
untuk memperkenalkan dan mengapresiasi kearifan lokal dan lingkungan hidup
sering kali diabaikan. Padahal, lembaga-lembaga non-formal seperti organisasi
masyarakat atau kelompok pecinta alam dapat menjadi wadah yang efektif untuk
memperkuat kesadaran lingkungan (Utama & Kohdrata,
2011). Sekolah seringkali tertutup dan kurang
berkolaborasi dengan pihak eksternal seperti komunitas lokal, pemerintah
daerah, atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam kearifan lokal dan pelestarian lingkungan hidup (Yeny et al., 2016). Hal ini mengurangi kesempatan siswa untuk terlibat
secara langsung dalam upaya pelestarian lingkungan.
Bertolak dari beberapa fenomena negative di atas, dengan
merujuk pada pemikiran “Ecological Literacy” David Orr, ada beberapa cara
praktis untuk mengoptimalkan perilaku mencintai kearifan Lokal dan membangun kesadaran
lingkungan dalam diri peserta didik, yakni: pertama, mendorong
pembelajaran di luar ruangan. Dengan mengadakan kunjungan lapangan ke hutan,
taman, dan habitat alami lainnya, siswa dapat terhubung dengan alam dan belajar
tentang fungsi ekosistem lokal. Pembelajaran di luar ruangan juga mendorong
aktivitas fisik, sosialisasi, kreativitas, dan keterampilan memecahkan masalah.
Salah satu cara praktis juga untuk mengoptimalkan literasi ekologi adalah
dengan membawa alam ke dalam kelas. Dengan memasukkan keanekaragaman hayati
lokal ke dalam kurikulum, siswa dapat belajar tentang organisasi dan fungsi
ekosistem local (Zuhriyah, 2021). Selain itu, guru dapat mengundang tokoh masyarakat dan
ahli pengetahuan lokal untuk berbagi kearifan lokal dengan para siswa.
Kedua, membangun
kebun sekolah (agrikultur). Kebun sekolah memberikan kesempatan langsung bagi
siswa untuk belajar berkebun, membuat kompos, sistem pangan, dan kebiasaan
makan yang sehat. Selain itu, kebun sekolah juga dapat memperkuat rasa
kebersamaan dan rasa memiliki siswa terhadap lingkungan sekolah. Cara praktis
lainnya untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah
dengan memberikan kesempatan praktik langsung kepada siswa. Dengan mengizinkan
siswa untuk terlibat dalam kegiatan di luar ruangan, selian berkebun, juga
beraktivitas membuat kompos, dan menjelajahi alam, di mana mereka dapat
mengembangkan hubungan dengan alam (Kuntariningsih, 2018). Siswa dapat belajar untuk menghargai nilai pengetahuan
lokal dan sumber daya alam sambil berkontribusi pada konservasi lingkungan
masyarakat setempat.
Ketiga,
mengadopsi pendekatan holistik dan multidisipliner dalam pembelajaran.
Pendidikan holistik melibatkan pengembangan intelektual, emosional, sosial,
fisik, dan spiritual siswa. Dengan menggabungkan strategi pembelajaran
multidisiplin dan terintegrasi, siswa dapat belajar tentang kearifan lokal dan
kesadaran lingkungan secara holistik. Sementara cara praktis untuk
mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah dengan menerapkan
pendekatan pembelajaran multi dan interdisipliner (Pelupessy & Hindun,
2024).
Dengan mengintegrasikan budaya lokal, ekologi, dan isu-isu terkait
keberlanjutan ke dalam mata pelajaran yang berbeda, siswa dapat memahami
hubungan antara disiplin ilmu tersebut. Pendekatan ini juga memungkinkan siswa
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan pemecahan
masalah.
Selain cara-cara praktis, terdapat beberapa Langkah
strategis dalam mengoptimalkan perilaku mencintai kearifan lokal dan membangun
kesadaran lingkungan, yakni: Pertama, keterlibatan masyarakat. Cara
strategis untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran lingkungan adalah
dengan melibatkan masyarakat setempat. Dengan bekerja sama dengan para pemimpin
lokal, kelompok masyarakat adat, dan organisasi lingkungan, sekolah dapat
menghubungkan siswa dengan kearifan lokal dan upaya pelestarian lingkungan (Yusup, 2018). Keterlibatan masyarakat juga dapat menumbuhkan rasa
kewarganegaraan, tanggung jawab, dan partisipasi siswa dalam sistem
sosio-ekologi lokal.
Kedua, infrastruktur
yang berkelanjutan. Cara strategis lain untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan
kesadaran lingkungan adalah dengan mengadopsi praktik infrastruktur
berkelanjutan. Sekolah dapat mengurangi dampak lingkungan dengan meminimalisasi
limbah, menghemat energi, dan mempromosikan moda transportasi yang
berkelanjutan (Khalidy et al., 2024). Dengan demikian, sekolah dapat memberikan contoh nyata
kepada siswa tentang bagaimana kearifan lokal dan kesadaran lingkungan dapat
diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, membangun
kemitraan. Cara strategis untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan kesadaran
lingkungan adalah dengan membangun kemitraan dengan para pemangku kepentingan
yang relevan. Sekolah dapat berkolaborasi dengan lembaga pemerintah, perusahaan
swasta, dan kelompok masyarakat untuk meningkatkan pembelajaran dan
keterlibatan siswa (Wamsler, 2020). Membangun kemitraan juga dapat memberikan sekolah akses
ke sumber daya, keahlian, dan kesempatan berjejaring untuk mempromosikan
kearifan lokal dan kesadaran lingkungan.
Keempat, transformasi kurikulum (Prastowo, 1970). Cara strategis untuk mengoptimalkan literasi ekologi
adalah dengan mentransformasi kurikulum untuk memasukkan fokus pada
keberlanjutan. Dengan memasukkan praktik kearifan lokal dan kesadaran
lingkungan ke dalam kurikulum, siswa dapat mengembangkan pemahaman yang
komprehensif tentang literasi ekologi. Reformasi kurikulum juga dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, dan kerja sama tim pada
siswa.
Kelima, integrasi
kelembagaan. Cara strategis lain untuk mengoptimalkan kearifan lokal dan
kesadaran lingkungan adalah dengan mengintegrasikan praktik-praktiknya ke dalam
berbagai kegiatan kelembagaan (Hartono, 2020) . Sekolah dapat mengembangkan kebijakan lingkungan,
membuat program daur ulang, dan mempromosikan moda transportasi ramah
lingkungan. Integrasi ini juga dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan
partisipasi masyarakat dalam literasi ekologi.
Keenam, memimpin
dengan memberi contoh. Cara strategis untuk mengoptimalkan literasi ekologi
adalah dengan memberikan contoh. Manajemen sekolah dapat mempromosikan
infrastruktur yang berkelanjutan, seperti energi terbarukan, konservasi air,
dan makanan organic (Robi et al., 2023). Dengan melakukan hal tersebut, sekolah dapat
menunjukkan manfaat dan pentingnya literasi ekologi dalam kehidupan
sehari-hari. Praktik ini juga dapat menginspirasi siswa untuk mengambil
tindakan berkelanjutan dan menjadi penjaga lingkungan di komunitas mereka.
Optimalisasi perilaku siswa dalam mencintai kearifan
lokal dan melindungi lingkungan merupakan tugas penting untuk membangun masa
depan yang berkelanjutan. Dengan menerapkan cara-cara praktis dan strategis
dalam pembelajaran di kelas dan pendidikan di sekolah, sekolah dapat
mengembangkan warga negara yang bertanggung jawab dan sadar lingkungan yang
peduli terhadap ekosistem dan masyarakat setempat. Adalah tugas kita bersama
untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dan kesadaran lingkungan kepada para
siswa dan memberdayakan mereka untuk menjadi agen perubahan untuk dunia yang
lebih baik. Dengan mengadopsi cara-cara praktis dan strategis untuk
mengoptimalkan semangat mencintai kearifan lokal dan membangun kesadaran
lingkungan di kelas dan sekolah, siswa dapat menghargai nilai sumber daya alam,
budaya lokal, dan konservasi lingkungan. Dengan merujukan pada pandangan Ecological
Literacy David Orr, kegiatan pendidikan dan pembelajaran dapat memantik
untuk menumbuhkan kesadaran dan pemikiran kritis, kreativitas, dan keterampilan
kepemimpinan pada siswa. Tentu Ini menjadi tanggung jawab kolektif dalam mengoptimalkan
perilaku menghargai kearifan lokal dan literasi ekologi pada generasi
berikutnya, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.
Kesimpulan
Dalam konteks penguatan tema "Kearifan Lokal"
dalam pendidikan, terutama dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,
penerapan pemikiran literasi ekologis yang dikembangkan oleh David Orr memiliki
peranan penting. Melalui pendekatan ini, pelajar diberikan pemahaman yang lebih
holistik tentang hubungan antara manusia dan lingkungan alam, serta pentingnya
memelihara keberlanjutan lingkungan. Dengan menggabungkan konsep kearifan lokal
dengan pemikiran literasi ekologis, pelajar dapat lebih memahami nilai-nilai
budaya, tradisi, dan praktik berkelanjutan yang ada dalam masyarakat lokal
mereka. Mereka juga akan menjadi lebih sadar akan dampak dari tindakan manusia
terhadap lingkungan dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila dapat menjadi platform yang tepat untuk
menerapkan pendekatan ini dengan menyusun kurikulum yang terintegrasi, melatih
guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang berbasis lingkungan, serta
menggandeng komunitas lokal untuk memberikan pengalaman belajar praktis di
lingkungan alam.Dengan demikian, melalui upaya kolaboratif antara lembaga
pendidikan, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan pelajar Pancasila dapat
menjadi agen perubahan yang lebih sadar akan lingkungan, memiliki kecakapan
untuk beradaptasi dengan tantangan lingkungan, dan mampu berperan aktif dalam
menjaga keberlanjutan lingkungan serta melestarikan kearifan lokal.
BIBLIOGRAFI
Ahouse, J. (1998). The web of life: A
new understanding of living systems by Fritjof Capra. Complexity, 3,
50–52. https://doi.org/10.1002/(SICI)1099-0526(199805/06)3:53.0.CO;2-M
Albar,
M. (2017). Pendidikan Ekologi-Sosial Dalam Prespektif Islam: Jawaban Atas
Krisis Kesadaran Ekologis. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 17,
432. https://doi.org/10.21154/altahrir.v17i2.1011
Amelia,
D., & Wulandari, F. (2023). Effect of Problem Based Learning on the
Ecoliteracy Ability of Grade VII Junior High School Students: Pengaruh Problem
Based Learning terhadap Kemampuan Ekoliterasi Siswa SMP Kelas VII.
https://doi.org/10.21070/ups.2877
Anderson,
M. (1992). Ecological Literacy. Education and the Transition to a Postmodern
World. 1992. By David W. Orr. American Journal of Alternative Agriculture -
AMER J ALTERNATIVE AGR, 7. https://doi.org/10.1017/S0889189300004537
AR,
M., Sama, S., & Aini, K. (2023). The Implementation of Ecoliteracy as a
Learning Resource to Improve Environmental Care Attitudes in Elementary
Schools. Mimbar Sekolah Dasar, 10, 122–134.
https://doi.org/10.53400/mimbar-sd.v10i1.51256
Armadi,
A., & Kumala, R. S. D. (2023). The Implementation of Strengthening
Pancasila Student Profile’s (P5) Project at SDN Parsanga I. Widyagogik :
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 10(2), 431–443.
https://doi.org/10.21107/widyagogik.v10i2.18572
Balzano
Japa, H. B. J. (2023). Praksis Budaya Lonto Leok Sebagai Wujud Pemersatu Orang
Manggarai. Jurnal Budaya Nusantara, 6(1), 195–204.
https://doi.org/10.36456/b.nusantara.vol6.no1.a6796
Cappuccio,
S. (2010). Bioregionalism As A New Development Paradigm. Papers on
Territorial Intelligence and Culture of Development, ENTI, Salerno.
Cole,
D. R. (2023). Rebooting the end of the world: Teaching ecosophy through cinema.
Educational Philosophy and Theory, 55(10), 1170–1180.
https://doi.org/10.1080/00131857.2022.2071261
Corcoran,
P. B., & Wals, A. E. J. (2004). The Problematics of Sustainability in Higher
Education: An Introduction. In P. B. Corcoran & A. E. J. Wals (Eds.), Higher
Education and the Challenge of Sustainability: Problematics, Promise, and
Practice (pp. 3–6). Springer Netherlands.
https://doi.org/10.1007/0-306-48515-X_1
Creswell,
J. (2009). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches / J.W. Creswell.
Dunn,
R. (2012). In retrospect: Silent Spring. Nature, 485, 578–579.
https://doi.org/10.1038/485578a
Gaut,
G. K., & Tapung, M. M. (2021). Model Lonto Lèok dalam Pembelajaran tentang
Mbaru Gendang pada Muatan Lokal Seni Budaya Daerah Manggarai (Riset Desain
Pembelajaran Muatan Lokal). EDUNET-The Journal of …, 1(1), 20–42.
Handayani,
T., Hendratno, H., & Indarti, T. (2022). Pengembangan bahan ajar teks fiksi
berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran literasi membaca peserta didik kelas
IV sekolah dasar. AKSARA: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 23.
https://doi.org/10.23960/aksara/v23i2.pp1-20
Hartono,
R. (2020). Evaluating Sustainable Education Using Eco-Literacy. HABITAT,
31(2), pp.78–85. https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2020.031.2.9
Hasmonel,
H., Rahayu, D., & Faisal, F. (2021). Local Assistance as Legal Capital
Sustainability of The Environment in Bangka Belitung Archipelago Province. Jurnal
Dinamika Hukum, 20, 35. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2020.20.1.2730
Hayati,
R. (2020). Pendidikan lingkungan berbasis experiential learning untuk
meningkatkan literasi lingkungan. Humanika, 20, 63–82.
https://doi.org/10.21831/hum.v20i1.29039
Helmon,
S., & Nesi, A. (2020). Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Tuturan Adat Torok
Wuat Wa’i Masyarakat Manggarai: Kajian Ekolinguistik Metaforis. PROLITERA:
Jurnal Penelitian Pendidikan, Bahasa, Sastra, Dan Budaya, 3(1), 59–70.
Hobson,
K., Peine, J., Jeyaretnam, T., Kim, K. C., & Orr, D. (2010). David W. Orr,
Down to the Wire: Confronting Climate Collapse. Sustainability: Science,
Practice and Policy, 6, 56–63.
https://doi.org/10.1080/15487733.2010.11908043
Huyler,
D., & McGill, C. (2019). Research Design: Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approaches, by John Creswell and J. David Creswell. Thousand
Oaks, CA: Sage Publication, Inc. 275 pages, $67.00 (Paperback). New Horizons
in Adult Education and Human Resource Development, 31, 75–77.
https://doi.org/10.1002/nha3.20258
Jacobs,
H. M. (1992). Reviews : Ecological Literacy: Education and the Transition to a
Postmodern World David W. Orr State University of New York Press, Albany, New
York, 1992. 223 pages. \$14.95 (PB), \$29.50 (HB). The Uses of Ecology: Lake
Washington and Beyond W. T. Edmonds. Journal of Planning Education and
Research, 12(1), 86–88. https://doi.org/10.1177/0739456X9201200110
Kennedy,
P. S. J., Tobing, S. J. L., Toruan, R. L., Nomleni, A., & Lina, S. (2022).
Discussion Activities on Educational Problems at the Border of Nusa Tenggara
Timur with Nusa Cendana University Students. ABDIKAN: Jurnal Pengabdian
Masyarakat Bidang Sains Dan Teknologi, 1(3), 333–337.
Khalidy,
F., Saifudin, F., Yanti, W., Bangki, R., & Mualim, I. (2024). Revolusi
Hijau dalam Pembangunan: Integrasi Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proyek
Infrastruktur. Kerja Praktek Teknik Lingkungan, 1(1), 46–52.
Koçoğlu,
E., Egüz, Ş., Tösten, R., Demi̇, F. B., & Tekdal, D. (2023). Perception of
Ecological Literacy in Education: A Scale Development Study. International
Journal of Education and Literacy Studies, 11(3), 3–9.
https://doi.org/10.7575/aiac.ijels.v.11n.3p.3
Kuntariningsih,
A. (2018). Analisis Dampak Program Kebun Sekolah untuk Mengatasi Kekurangan
Gizi Anak Impact Analysis of School Garden Program to Overcome Malnutrition of
Children. 4, 26–32. https://doi.org/10.25311/keskom.Vol4.Iss1.223
Lemons,
J., & Orr, D. (1992). Ecological Literacy: Education and the Transition to
a Postmodern World. Bioscience, 42.
https://doi.org/10.2307/1312179
Macy,
J. R., & Brown, M. Y. (1998). Coming Back to Life: Practices to
Reconnect Our Lives, Our World.
McBride,
B. B., Brewer, C. A., Berkowitz, A. R., & Borrie, W. T. (2013).
Environmental literacy, ecological literacy, ecoliteracy: What do we mean and
how did we get here? Ecosphere, 4(5).
https://doi.org/10.1890/ES13-00075.1
Mitchell,
D., & Mueller, M. (2011). A philosophical analysis of David Orr’s theory of
ecological literacy: Biophilia, ecojustice and moral education in school
learning communities. Cultural Studies of Science Education, 6,
193–221. https://doi.org/10.1007/s11422-010-9274-6
Mujahidin,
M. D., Segara, N. B., & Setyawan, K. G. (2023). Analisis Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila “Gaya Hidup Berkelanjutan” dalam
Menanamkan Peduli Lingkungan di SMP Negeri 2 Taman. Dialektika Pendidikan
IPS, 3(4), 24–40.
Naess,
A. (2017). The Shallow and the Deep, Long-Range Ecology Movement. A Summary
* (pp. 115–120). https://doi.org/10.4324/9781315239897-8
Ojala,
M. (2016). Hope and anticipation in education for a sustainable future. Futures.
https://doi.org/10.1016/j.futures.2016.10.004
Orr,
D. (2002). The Nature of Design: Ecology, Culture, and Human
IntentionEcology, Culture, and Human Intention.
https://doi.org/10.1093/oso/9780195148558.001.0001
Pelupessy,
I. F., & Hindun, H. (2024). Efektivitas Metode Pendekatan Multidisipliner
dalam Pembelajaran di Tingkat Sekolah Dasar. Populer: Jurnal Penelitian
Mahasiswa, 3(1), 54–61.
Prastowo,
A. (1970). TRANSFORMASI KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI INDONESIA. JIP:
Jurnal Ilmiah PGMI, 4, 111–125.
https://doi.org/10.19109/jip.v4i2.2567
Pratikno,
Y., Hermawan, E., & Arifin, A. L. (2022). Human Resource ‘Kurikulum Merdeka’
from Design to Implementation in the School: What Worked and What not in
Indonesian Education. Jurnal Iqra’ : Kajian Ilmu Pendidikan, 7(1),
326–343. https://doi.org/10.25217/ji.v7i1.1708
Rahmatih,
A., Maulyda, M., & Syazali, M. (2020). Refleksi Nilai Kearifan Lokal (Local
Wisdom) dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar: Literature Review. Jurnal
Pijar Mipa, 15, 151. https://doi.org/10.29303/jpm.v15i2.1663
Robi,
M., Illiyin, & Khabibah, T. (2023). Implementasi pendidikan karakter
mandiri dalam P5 Gaya Hidup Berkelajutan kelas X di SMA Negeri 1 Parung. LOGOS
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(2), 30–34.
Sigit,
D. V., Ristanto, R. H., Nurrismawati, A., Komala, R., Prastowo, P., &
Katili, A. S. (2023). Ecoliteracy’s contribution to creative thinking: a study
of senior high school students. Journal of Turkish Science Education, 20(2),
356–368. https://doi.org/10.36681/tused.2023.020
Suharyat,
Y., Ichsan, I., Santosa, T. A., & ... (2022). Meta-Analysis Study: The
Effectiveness of Problem Solving Learning in Science Learning in Indonesia. …
of Education and …, 6–13.
Sulistiyaningrum,
T., & Fathurrahman, M. (2023). Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila (P5) pada Kurikulum Merdeka di SD Nasima Kota Semarang. Jurnal
Profesi Keguruan, 9(2), 121–128.
Supriatna,
N. (2016). Local Wisdom In Constructing Students’ Ecoliteracy Through
Ethnopedagogy And Ecopedagogy. https://doi.org/10.2991/icse-15.2016.28
Suriani,
L., Nisa, K., & Affandi, L. H. (2023). Pelaksanaan Projek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila Tema Gaya Hidup Berkelanjutan di Sekolah Dasar. Jurnal
Educatio FKIP UNMA, 9(3), 1458–1463.
Utama,
I. M., & Kohdrata, N. (2011). Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan
Kearifan Lokal (pp. 1–21).
Wamsler,
C. (2020). Education for sustainability: Fostering a more conscious society and
transformation towards sustainability. International Journal of
Sustainability in Higher Education, 21(1), 112–130.
Wijanarko,
R. (2019). Revolusi Industri Keempat, Perubahan Sosial, dan Strategi
Kebudayaan. Seri Filsafat Teologi Widya Sasana, 29(28), 101.
Yeny,
I., Yuniati, D., & Khotimah, H. (2016). Kearifan Lokal Dan Praktik
Pengelolaan Hutan Bambu Pada Masyarakat Bali. Jurnal Penelitian Sosial Dan
Ekonomi Kehutanan, 13, 63–72.
https://doi.org/10.20886/jpsek.2016.13.1.63-72
Yunansah,
H., & Herlambang, Y. T. (2017). Pendidikan Berbasis Ekopedagogik Dalam
Menumbuhkan Kesadaran Ekologis Dan Mengembangkan Karakter Siswa Sekolah Dasar. EduHumaniora
| Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 9(1), 27.
https://doi.org/10.17509/eh.v9i1.6153
Yusuf,
Q., Marimuthu, S., & Yusuf, Y. Q. (2018). Multicultural Awareness and
Practices among Malaysian Primary School Teachers. Al-Ta Lim Journal, 25(2),
97–107. https://doi.org/10.15548/jt.v25i2.446
Yusup,
S. (2018). Partisipasi Masyarakat Dalam Meningkatkan Pendidikan Di Lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Comm-Edu (Community Education Journal),
1, 164. https://doi.org/10.22460/comm-edu.v1i3.2190
Zhang,
C. (2023). A Comparative Study of Silent Spring and A Sand County Almanac under
Ecocriticism Theory. International Journal of Linguistics, Literature and
Translation, 6, 147–153. https://doi.org/10.32996/ijllt.2023.6.4.20
Zuhriyah,
A. (2021). Urgensi Penerapan Outdoor Learning dalam Praktik Pendidikan
Lingkungan. EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 3, 5170–5182.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i6.1662
Copyright
holder: Marianus Tapung (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |