Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 7,
Juli 2024
HAMBATAN TELEMEDICINE PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI INDONESIA: LITERARURE REVIEW
Aulia Permata Seviera
Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Hk.02.01/Menkes/303/2020 Tahun 2020 sebagai langkah
pencegahan berupa pembatasan pelayanan kesehatan secara tatap muka dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang berupa telemedicine.
Telemedicine memiliki kelebihan dalam mempermudah pasien untuk
memperoleh layanan kesehatan jarak jauh. Namun masih terdapat kekurangan dalam
implementasi layanan telemedicine dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Tujuan penelitian untuk mengetahui
hambatan pada layanan telemedicine yang ada di Indonesia pada masa
pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode literarture
review
dengan melakukan pencarian artikel menggunakan database, yaitu PubMed, Google Scholar, Portal
Garuda, UI Scholars, UI Scholars Hub, dan Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesisa (JAKI) yang dipublikasikan tahum 2020-2023. Kata kunci yang digunakan dalam
proses pencarian artikel berupa Telemedicine, Telehealth, Mobile
Health, Covid-19, dan Indonesia. Artikel yang diperoleh sebanyak 378
artikel,
namun artikel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 8
artikel. Hasil studi literatur menunjukkan
bahwa pelaksanaan layanan telemedicine memiliki
kelebihan yaitu dapat konsultasi jarak jauh dan peresepan obat oleh dokter
profesional, menghemat biaya, dan menjadi sumber informasi yang kredibel.
Namun, pada pelayanan telemedicine ini juga ditemukan hambatan seperti kurangnya pengetahuan,
sikap, dan kepercayaan pasien terhadap telemedicine, minat pasien untuk
menggunakan layanan telemedicine, kurangnya infrastruktur jaringan dan
konektivitas internet, ketepatan diagnosis dan kebijakan apabila terjadi
kesalahan diagnosis atau malpraktik, keamanan rekam medik dan privasi data
pasien, serta tidak semua jenis penyakit dapat dilakukan pemeriksaan secara online
dan masih membutuhkan pemeriksaan fisik secara langsung.
Kata Kunci : Telemedicine, Telehealth, M-Health,
Covid-19, Indonesia
Abstract
The
Ministry of Health of the Republic of Indonesia has issued Surat Edaran Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Hk.02.01/Menkes/303/2020 Tahun 2020 as a preventive
measure in the form of face-to-face health services by utilizing information
and communication technology in the form of telemedicine. Telemedicine has the
advantage of making it easier for patients to get health services remotely.
However, there are still shortcomings in implementing telemedicine services in
providing health services during the Covid-19 pandemic in Indonesia. The aim of
the research is to determine the obstacles to telemedicine services in
Indonesia during the Covid-19 pandemic. This research uses a literature review
method by searching for articles using databases, namely PubMed, Google
Scholar, Portal Garuda, UI Scholars, UI Scholars Hub, and Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesisa (JAKI) which were published in 2020-2023.
Keywords used in the article search process are Telemedicine, Telehealth, Mobile
Health, Covid-19, and Indonesia. There were 378 articles obtained, but 8
articles met the inclusion criteria. The results of the literature study show
that the implementation of telemedicine services has the advantages of
providing long-distance consultations and drug prescriptions by professional
doctors, saving costs, and being a credible source of information. However,
obstacles are also found in telemedicine services such as lack of knowledge,
attitudes and trust of patients towards telemedicine, patient interest in using
telemedicine services, failure of network infrastructure and internet
connectivity, accuracy of diagnosis and policies in case of misdiagnosis or
malpractice, security of medical records and privacy of patient data, and not
all types of diseases can be examined online and still require a direct
physical examination.
Keyword : Telemedicine, Telehealth,
M-Health, Covid-19, Indonesia
Pendahuluan
Pada akhir bulan
desember 2019 telah ditemukan virus baru yang menyebar di kota Wuhan, China.
Virus ini menyebabkan penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan
menyerupai penyakit pneumonia yang dinamakan Corona Virus Disease
2019 atau disebut COVID-19.
Penyebaran virus
ini melalui droplet dari manusia satu ke manusia lainnya sehingga dokter
dan tenaga kesehatan lainnya merupakan orang yang paling berisiko tertular COVID-19
karena memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19. Maka dari itu hubungan
tatap muka antara dokter selaku pihak yang memberi pelayanan dengan pasien
menjadi rentan terhadap penyebaran COVID-19.
Untuk
menanggulangi persoalan tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.01/Menkes/303/2020 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai langkah pencegahan
berupa pembatasan pelayanan kesehatan secara tatap muka dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi yang berupa telemedicine. Kebijakan
terkait penyelenggaraan pelayanan telemedicine telah diatur sebelum
adanya pandemi COVID-19 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 dijelaskan telemedicine merupakan
pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi
diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi,
dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan
peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. Terdapat lima layanan yang
tersedia dalam telemedicine yaitu teleradiologi,
teleelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan
pelayanan telemedicine lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019)
Secara umum, telemedicine
dapat dikatakan sebagai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
memberikan layanan medis dari jarak yang terpisah atau tidak ada tatap muka.
Fasilitas komunikasi yang digunakan dapat berupa telepon, panggilan video,
situs internet, atau alat komunikasi canggih lainnya. (Prawiroharjo et
al., 2019). Komunikasi ini
dapat terjadi antara dokter dan pasien, maupun antar tenaga kesehatan misalnya
dalam konsultasi berjenjang dari dokter umum kepada dokter spesialis. (Kuntardjo, 2020)
World Health
Organization
(WHO) mengadopsi definisi telemedis sebagai penyampaian layanan perawatan
kesehatan oleh semua profesional perawatan kesehatan, yang mana jarak merupakan
faktor kritikal, yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
pertukaran informasi yang valid untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan
penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi dan untuk pendidikan berkelanjutan
penyedia layanan kesehatan, demi kemajuan kesehatan individu dan komunitas
mereka (World Health Organization Global Observatory for eHealth, 2010).
Dalam pelaksanaan telemedicine
terdapat dua konsep yaitu realtime (synchronous) dan store‐and‐fordward
(asynchronous). Synchronous telemedicine memerlukan kehadiran kedua
pihak pada saat itu karena diperlukan interaksi. Sedangkan asynchronous telemedicine
tidak memerlukan kehadiran kedua pihak saat itu karena dilakukan pengumpulan
data medis yang selanjutnya dikirim kepada dokter untuk dievaluasi secara offline.
(Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia, 2018)
Di Indonesia,
aplikasi telemedicine telah banyak ditemukan dalam Appstore
maupun Playstore seperti Klikdokter, MeetDoctor, Temenin, Alodokter,
Halodoc, Medika App, dan lain sebagainya. Salah satu aplikasi telemedicine
yaitu Halodoc memiliki fitur konsultasi melalui chat dengan dokter yang
kemudian terhubung dengan fitur pembelian obat sehingga obat yang telah
diresepkan oleh dokter bisa langsung diterima oleh pasien. Proses yang dilalui
pasien melalui aplikasi Halodoc mirip dengan konsultasi tatap muka yang
dilakukan pasien apabila mereka berobat ke fasilitas kesehatan yang juga
meliputi konsultasi, peresepan obat, dan menerima obat. (Tantarto et al.,
2020). Dokter atau
dokter gigi yang melakukan praktik melalui telemedicine harus memiliki
surat tanda registrasi (STR) dan izin praktik di fasilitas pelayanan kesehatan
tempat telemedicine tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Pascoal et al.,
2020)
Katadata Insight
Center (KIC) melakukan survey terkait penggunaan layanan telemedicine
pada masa pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil survey
terhadap 2.108 responden berusia 16 tahun
keatas di seluruh Indonesia, Halodoc
merupakan layanan telemedicine yang
paling banyak digunakan masyarakat Indonesia dengan persentase sebanyak 46,5%.
Layanan telemedicine yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik berada
di urutan kedua terbanyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan persentase
sebanyak 41,8%. Kemudian, sebanyak 35,7% responden menggunakan layanan telemedicine Alodokter.
Berdasarkan Gambar
1 di bawah ini, diketahui bahwa jenis layanan terbanyak yang digunakan oleh
responden saat menggunakan aplikasi telemedicine yaitu tele-konsultasi
dengan persentanse sebanyak 54,4%. Layanan
pembelian obat atau vitamin berada di urutan kedua terbanyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia dengan persentase sebanyak 52,9%. Kemudian
sebanyak 52,2% responden menggunakan telemedicine untuk mencari
informasi atau artikel kesehatan.
Gambar
1. Provider Telemedicine dan Jenis Layanan yang Digunakan
Masyarakat
Sumber :
Katadata Insight Center, 2022
Diketahui
berdasarlan Gambar 2 berikut, responden memiliki alasan dan pertimbangan yang
berbeda-beda dalam memutuskan menggunakan layanan telemedicine.
Persentase terbesar yaitu 54,9% responden merasa menggunakan layanan telemedicine
dapat menghemat waktu mereka. Menggunakan layanan telemedicine guna
menghindari penularan COVID-19 merupakan alasan terbanyak kedua dengan besaran
persentase 54,6%. Selain itu, alasan ketiga terbanyak dengan persentase sebesar
48,7% yaitu karena layanan telemedicine fleksibel dapat digunakan kapan
saja dan dimana saja.
Biaya
transport juga menjadi pertimbangan responden untuk menggunakan telemedicine
karena dirasa lebih hemat dibandingkan datang langsung ke fasilitas kesehatan
(41.4%), selain itu layanan telemedicine juga dapat digunakan responden
ketika dibutuhkan dalam kondisi darurat (35,5%). Sebesar 28,7% responden merasa
biaya konsultasi dokter melalui layanan telemedicime lebih murah dibandingan
dengan fasilitas kesehatan. Dengan layanan telemedicine, obat yang
diresepkan oleh dokter juga dapat langsung diantar ke rumah (20,3%). Alasan
lain menggunakan telemedicine karena responden disarankan oleh orang
terdekat (17,5%), data pribadi dan catatan medis terjamin kerahasiaannya
(15,3%), serta dapat dihubungkan dengan asuransi (6,9%).
Gambar 2. Alasan Responden Menggunakan Layanan
Telemedicine
Sumber :
Katadata Insight Center, 2022
Selain kelebihan
layanan telemedicine yang menjadi alasan responden terus menggunakannya
untuk memperoleh layanan kesehatan, telemedicine dirasa masih memiliki
beberapa kekurangan. Pada gambar 3 di bawah ini, tertera macam-macam kekurangan
telemedicine yang meliputi:
Gambar 3. Kekurangan Telemedicie dan Harapan Terhadap
Layanan Telemedicine
Sumber
: Katadata Insight Center, 2022
Menurut
78,6% dari total 2.018 responden, tidak adanya pemeriksaan fisik secara
langsung merupakan salah satu kekurangan pada layanan telemedicine.
Sebesar 44% responden beranggapan bahwa melalui layanan telemedicine,
terdapat penyakit yang tidak bisa diperiksa secara online. Kekurangan ketiga
yang dirasakan oleh 31,6% responden yaitu kurang terbangunnya ikatan antara
pasien dengan dokter. Layanan telemedicine juga mengharuskan terhubung
pada jaringan internet dan terdapat 28,1% responden merasa kendala jaringan
internet dapat mempengaruhi layanan telemedicine. Diagnosis yang
diberikan oleh dokter masih dirasa kurang tepat oleh 25,1% responden dan bagi
23,4% responden, pasien tidak bisa menyampaikan keluhan secara lansung
dikarenakan berkonsultasi hanya melalui smartphone dan perangkat pendukung
lainnya. Tidak adanya interaksi tanya jawab antara dokter dengan pasien menurut
18% responden serta pengelolaan data pengguna menurut 10% responden juga
merupakan salah satu kekurangan layanan telemedicine.
Disamping
beberapa kekurangan layanan telemedicine, sebanyak 56,4% responden
berharap telemedicine memiliki fitur review dan komentar untuk setiap
dokter yang melayanani. Sebanyak 54,5% responden mengharapkan adanya fitur riwayat
rekam medis dalam aplikasi telemedicine. Selain itu, layanan telemedicine
diharapkan oleh 51,45 responden untuk mengadakan fitur sensor pada gadget yang
bisa mendeteksi penyakit jarak jauh. Menurut 43,4% responden layanan telemedicine
perlu menambahkan ragam metode pembayaran sehingga mempermudah pasien untuk
mendapatkan layanan telemedicine. Harapan lain yaitu adanya layanan
video call check-up (0,4%) serta memperbanyak promo dan diskon (0,4%).
Berdasarkan
data di atas, telemedicine memiliki kelebihan dalam mempermudah pasien
untuk memperoleh layanan kesehatan terutama pada masa pandemi COVID-19. Namun
masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan layanan telemedicine sebagai
upaya pemberian pelayanan kesehatan pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Pengguna
telemedicine juga mengharapkan fitur-fitur layanan dapat diperbaiki dan
dikembangkan. Selain itu, aplikasi telemedicine dirasa kurang maksimal
bagi pasien karena tidak dilakukan dengan tatap muka serta tidak semua jenis
penyakit dapat dikonsultasikan secara online sehingga adanya kekuranan terkait
ketepatan diagnosis yang diberikan oleh dokter. Selain itu, pasien juga merasa
kurang terbangunnya ikatan antara pasien dengan dokter karena pasien tidak bisa
menyampaikan keluhan secara langsung.
Aplikasi telemedicine tentunya membutuhkan jaringan internet untuk
mengaksesnya, namun hal tersebut dapat terhambat apabila adanya kendala pada
jaringan internet.
Penulis
memutuskan untuk melihat hambatan pelaksanaan layanan telemedicine yang
ada di Indonesia pada masa pandemi COVID-19 karena belum optimalnya layanan telemedicine
sebagai upaya pemberian pelayanan kesehatan pada masa pandemi COVID-19.
Penelitian ini dilakukan agar pelayanan kesehatan dengan telemedicine di
Indonesia dapat digunakan masyarakat serta dapat meningkatkan kinerjanya
menjadi lebih efektif dan efisien.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hambatan telemedicine sebagai sarana
pemberian pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19 di Indonesia berdasarkan
metode literature review.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian literatur yang membahas tentang hambatan
telemedicine pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Teknik yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode literature review. Tujuan dari
digunakannya metode ini adalah untuk mengungkapkan berbagai hasil penelitian
yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti oleh penulis. Penelitian
terdahulu digunakan sebagai bahan rujukan dan referensi penulis dalam
pembahasan hasil penelitian.
Sumber data dan
referensi jurnal untuk melakukan penelitian literature review ini didapatkan
dari beberapa database diantaranya PubMed, Google Scholar, Portal Garuda, UI
Scholars, UI Scholars Hub, dan Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesisa (JAKI).
Jurnal yang digunakan sebagai sumber atau referensi berasal dari jurnal
nasional maupun internasional. Kata kunci yang dapat digunakan dalam literature
review ini yaitu Telemedicine, Telehealth, Mobile Health, COVID-19, dan
Indonesia.
Terdapat
kriteria inklusi antara lain penelitian yang dilakukan di
Indonesia yang membahas tentang telemedicine sebagai sarana pemberian pelayanan kesehatan selama pandemi COVID-19, artikel yang diterbitkan dalam rentang waktu 2020 – 2023, artikel tersedia dalam bentuk full text dan merupakan research article atau original research. Selanjutnya artikel yang sudah terkumpul kemudian akan
diseleksi dan dianalsis menggunakan metode PRISMA untuk menggambarkan
implementasi telemedicine pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia.
Hasil dan Pembahasan
Proses pengumpulan
artikel terkait hambatan pada layanan telemedicine menggunakan database
PubMed, Google Scholar, Portal Garuda, UI Scholars, UI Scholars Hub, dan Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesisa (JAKI) dengan kata kunci yang telah
ditentukan sebelumnya. Hasil pengumpulan artikel seperti yang tertera dalam
bagan di bawah ini:
Gambar 4.
Diagram PRISMA dalam Proses Seleksi Artikel
Dari hasil
pengumpulan data, diperoleh 378 artikel atau jurnal yang sesuai dengan keyword
atau kata kunci penelitian. Setelah artikel dikumpulkan, peneliti menghapus
artikel yang memiliki duplikat dari data base sebanyak 58 artikel. Peneliti
mendapatkan 320 artikel yang akan diseleksi sesuai penilaian judul dan abstrak.
Hasil dari proses seleksi artikel diperoleh sebanyak 79 artikel yang akan
dilakukan penelitian fulltext sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
ditetapkan. Dari proses tersebut diperoleh sebanyak 8 artikel yang sesuai
dengan topik penelitian dan akan dilakukan proses review dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel
1. Hasil Literature Review
No |
Peneliti |
Tujuan
Penelitian |
Sampel
Penelitian dan Metode Pengumpulan
Data |
Bentuk Telemedicine
yang Diterapkan atau Diukur |
Hasil Penelitian |
1. |
Fannani
et al., 2022 |
Melakukan
analisis pada aspek konteks, input, proses, dan produk pada pelayanan telemedicine
di masa pandemi Covid-19 |
Sampel : 7
informan dari Rumah
Sakit Ortopedi Prof.
Dr. R. Soeharso Surakarta Metode
: Indepth interview dan
observasi data pasien |
Telekonsultasi
klinis di Rumah
Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta |
1.
Belum ada indikator sasaran yang
terbentuk sehingga tingkat pencapaian per periode tidak dapat diukur 2.
Tenaga kesehatan masih banyak yang belum
mengetahui adanya pedoman pelaksanaan telemedicine. 3.
Tidak adanya kompetensi dan pelatihan
khusus untuk tenaga pelaksana telemedicine. 4.
SOP layanan telemedicine belum
tersosialisasi dengan baik kepada para tenaga kesehatan 5.
Hasil dan pencatatan telemedicine tidak
sampai pada pelaporan dan hanya diberikan kepada penanggung jawab melalui
aplikasi chatting. 6.
Rendahnya minat pasien terhadap layanan telemedicine
karena tidak cukup percaya dan puas jika dilakukan pemeriksaan virtual Tidak ada evaluasi atau survey
kepuasan pasien |
2. |
Sujarwoto et al., 2022 |
Mengevaluasi
aplikasi mHealth terkait Covid-19 yang digunakan di Indonesia serta melihat
kesenjangan yang ada untuk mengembangkan mHealth di masa depan. |
Sampel : 7 Aplikasi telemedicine
yang ada di Google Play Store dan Appstore Metode
: Systematic search dengan menggunakan PRISMA flowchart |
4 aplikasi pemerintah pusat : Peduli
Lindungi, 10 Rumah Aman, Mobile JKN, dan SiLacak 3
aplikasi pemerintah daerah : PIKOBAR Jabar, Sawarna
Kabupaten Bandung, dan Papa Sulbar |
1.
Investasi yang sangat kecil dari
pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan aplikasi telemedicine untuk
menangani pandemi Covid-19 2.
Infrastruktur teknologi belum memadai, rendahnya konektivitas
internet, peresepan obat yang rendah, resistensi pengguna, dan ketidaktahuan
tentang telemedicine 3.
Sebagian besar aplikasi tidak didesain untuk
membantu tenaga kesehatan dan manajemen sistem kesehatan seperti ketersediaan fasilitas pengujian,
pelaporan hasil tes, dan resep obat. 4.
Kurangnya keamanan dan perlindungan privasi data. Aplikasi tidak
menyertakan kebijakan privasi yang menangani informasi pribadi dan rahasia,
alasan pengumpulan informasi, pembagian informasi, dan kontrol pengguna. 5. Tidak ada integrasi data antar aplikasi, pemerintah pusat, dan
pemerintah daerah sehingga menyulitkan untuk pelacakan kontak Covid-19. 6. Sebagian besar aplikasi belum dirancang untuk berinteraksi dengan
pengguna. Sebagian besar tidak memiliki fitur feedback pengguna
terhadap layanan dan fitur untuk transaksi keuangan Hampir semua aplikasi tidak memiliki fitur
pelacakan kontak |
3. |
Salsabila et al., 2022 |
Mengetahui
gambaran serta faktor yang berhubungan dengan intention-to-use layanan
telekonsultasi di masa pandemi COVID-19 pada penduduk Jabodetabek usia 1949
tahun. |
Sampel : 222 responden domisili di
jabodetabek umur 19-49 Metode
: Survei online |
Layanan
telekonsultasi melalui platform Halodoc, Alodokter, Getwell, dan sebagainya |
1.
Sebagian
responden masih merasa telekonsultasi kurang bermanfaat bagi mereka. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, misalnya sulitnya pertukaran informasi secara
online, diagnosis yang diperoleh tidak tepat atau kurang meyakinkan, adanya
resep obat yang tidak perlu, dan kendala koneksi internet. Terdapat 35%
responden merasa bahwa masalah yang dirasakan sebagian besar pengguna
adalah hasil diagnosis yang tidak tepat. |
4. |
Amanda et al,. 2022 |
Mengetahui
pengaruh kualitas aplikasi, kualitas informasi dan manfaat yang dirasakan,
kepercayaan, dan intention-to-use |
Sampel : 150 responden di Indonesia yang
menggunakan aplikasi Telemedicine Metode
: Kuisioner Online |
Aplikasi
telemedicine seperti Halodoc, Peduli Lindungi, Alodokter, Klik Dokter,
YesDok, Good Doctor, SehatQ, Practo, dan Mobile JKN |
Penyedia aplikasi
perlu memberikan penjelasan yang sangat detail terkait syarat dan ketentuan
termasuk kelemahan aplikasi |
5. |
Siboro et al., 2021 |
Menganalisis fakor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan telemedicine pada masa pandemi Covid-19 di Pulau Jawa |
Sampel : 269 responden di Pulau Jawa Metode
: Kuisioner Online |
Layanan
telemedicine seperti Halodoc, Alodokter, Klikdokter, Mobile JKN,
Sehatpedia, Konsultasi Dokter Dinas Kesehatan, Konsultasi Dokter Rumah Sakit,
Konsultasi Dokter Puskesmas, dan Telemedicine lainnya |
1.
Kurangnya pengetahuan pengguna bahwa dokter
memiliki tanggung jawab terkait keamanan, privasi data, dan rekam medik. 2.
Mayoritas pengguna mempertanyakan terkait kualitas diagnosis karena tidak
dilakukan identifikasi masalah kesehatan secara langsung Tidak adanya kebijakan terkait malpraktik dan jaminan keamanan data rekam
medik. |
6. |
Silvalena et al., 2022 |
Mengevaluasi persepsi telemedicine di
kalangan penyedia layanan di Indonesia |
Sampel : 434 responden Metode
: Kuisioner Online |
Aplikasi
telemedicine seperti Mobile JKN, Sehat Pedia, Halodoc, dan Alodokter |
1. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran professional terhadap teknologi
baru 2. Tidak semua jenis penyakit dapat dilakukan pemeriksaan melalui telemedicine Dalam beberapa kasus kesehatan membutuhkan
pemeriksaan fisik namun sulit dilakukan melalui telemedicine |
7. |
Sesilia, Ayudia Popy. 2020 |
Menguji efek kualitas layanan kesehatan berbasis
teknologi pada hubungan kepercayaan pasien dan kepuasan pasien |
Sampel : 82 responden dengan usia lebih
dari 18 tahun Metode
: Kuisioner Online |
Aplikasi
telemedicine Halodoc dan Alodokter |
Keterbatasan
pengetahuan dan keterampilan pasien dalam menggunakan teknologi telemedicine |
8. |
Sari et al., 2021 |
Mengetahui alasan pasien menggunakan konsultasi
kesehatan online dan kepercayaan terhadap hasil diagnosis |
Sampel : 6 responden Metode :Observasi dan indepth interview |
Aplikasi
telemedicine Halodoc dan Alodokter |
1.
Responden akan menerapkan saran dokter apabila diagnosis yang diberikan
tidak berbahaya, namun apabila diagnosis yang diberikan berbahaya dan adanya
tindakan lebih lanjut dan rujukan mereka cenderung menolak dan menganggap
diagnosis tersebut tidak valid. Kurangnya kepercayaan pasien terhadap diagnosa dokter apabila pasien
merasa diagnosa yang diberikan lebih serius dan memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut. |
Pembahasan
Berdasarkan hasil
literature review pada Tabel 1 di atas, terdapat berbagai bentuk telemedicine
yang diterapkan atau diukur. Pada penelitian ini, bentuk layanan telemedicine
dibedakan menjadi tiga yaitu aplikasi telemedicine yang dirancang oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, layanan telemedicine yang
dimiliki rumah sakit, dan aplikasi telemedicine yang dikembangkan oleh start
up teknologi. Bentuk aplikasi telemedicine yang dimiliki oleh
pemerintah pusat antara lain Peduli Lindungi, 10 Rumah Aman, Mobile JKN, dan
SiLacak, serta 3 aplikasi milik pemerintah daerah yaitu PIKOBAR Jawa Barat, Sawarna Kabupaten Bandung, dan
PaPa Sulbar.
Layanan telemedicine yang dimiliki rumah sakit berupa layanan telekonsultasi klinis
yang dilakukan di Rumah
Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Serta aplikasi telemedicine
yang dikembangkan oleh start up teknologi seperti Halodoc, Alodokter,
Getwell, Klik Dokter, YesDok, Good Doctor, SehatQ, dan Practo.
Terdapat berbagai
macam hambatan yang berbeda pada pelaksanaan layanan telemedicine. Pada aplikasi yang dirancang oleh pemerintah pusat dan
pemerntah daerah didapatkan investasi yang sangat kecil untuk pengembangan
aplikasi telemedicine guna menangani pandemi Covid-19. Terkait
infrastruktur, didapati infrastruktur teknologi belum memadai, rendahnya
konektivitas internet, peresepan obat yang rendah, resistensi pengguna, dan
ketidaktahuan tentang telemedicine. (Sujarwoto et al., 2022) Sebagian besar aplikasi digunakan untuk menyebarkan
informasi terkait Covid-19 namun tidak didesain untuk membantu tenaga kesehatan
dan manajemen sistem kesehatan seperti ketersediaan fasilitas pengujian,
pelaporan hasil tes, dan resep obat. Selain itu, sebagian besar aplikasi belum
dirancang untuk berinteraksi dengan pengguna. Sebagian besar aplikasi tidak
memiliki fitur feedback pengguna terhadap layanan dan fitur untuk
transaksi keuangan. (Sujarwoto et al., 2022) Hambatan utama pada aplikasi telemedicine yaitu
kurangnya keamanan dan perlindungan
privasi data. Aplikasi tidak menyertakan kebijakan privasi yang menangani
informasi pribadi dan rahasia, alasan pengumpulan informasi, pembagian
informasi, dan kontrol pengguna. Selain itu hampir semua aplikasi tidak
memiliki fitur pelacakan kontak kecuali aplikasi PeduliLindungi dan tidak ada
integrasi data antar aplikasi, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah sehingga
menyulitkan untuk pelacakan kontak Covid-19. (Sujarwoto et al., 2022)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fananni dan
tim, pada implementasi telemedicine yang dilaksanakan di Rumah Sakit
Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta, ditemukan beberapa hambatan yaitu tidak
adanya indikator sasaran yang menyebabkan layanan telemedicine tidak
dapat mengukur pencapaian kelompok sasaran per periode. Indikator ini berfungsi
sebagai alat ukur yang dapat menggambarkan target atau capaian dari sebuah
layanan sehingga dapat menunjukkan secara signifikan terkait keberhasilan atau
kegagalan pada capaian sasaran. (Fananni et al.,
2022) Hambatan lain yang ditemukan yaitu tenaga kesehatan masih banyak yang
belum mengetahui adanya pedoman pelaksanaan telemedicine yang telah
dibentuk oleh rumah sakit ortopedi. Pedoman ini berisikan panduan dan acuan
terkait pelaksanaan layanan telemedicine. Begitu pula dengan SOP dalam
layanan telemedicine di rumah sakit ortopedi belum tersosialisasi dengan
baik kepada para tenaga kesehatan dan menyebabkan ketidakpahaman tenaga
kesehatan terhadap SOP yang menjadi panduan layanan telemedicine. Selain
itu, tenaga kesehatan tidak diberikan kompetensi dan pelatihan khusus sebagai
penunjang kemampuan pada layanan telemedicine. (Fananni et al.,
2022) Pada pelaksanaannya, hasil dan pencatatan telemedicine tidak
sampai tahap pelaporan dan hanya diberikan kepada penanggungjawab melalui
aplikasi chatting. Pencatatan dan pelaporan merupakan indikator keberhasilan
pada pelaksanaan pelayanan kesehatan. Jika tidak ada pencatatan dan pelaporan
maka kegiatan layanna kesehatan yang dilaksanakan tidak dapat dilihat
bentuknya. Rendahnya minat pasien terhadap layanan telemedicine juga
meruakan hambatan karena pasien tidak cukup percaya dan puas jika pemeriksaan
dilaksanakan secara virtual. Layanan telemedicine di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta juga tidak memiliki evaluasi atau survei
kepuasan pasien. (Fananni et al.,
2022)
Pada aplikasi telemedicine
yang dikembangkan oleh start up teknologi seperti Halodoc,
Alodokter, Getwell, Klik Dokter, YesDok, Good Doctor, SehatQ, dan Practo
ditemukan hambatan utama yang yaitu kurangnya rasa pecaya pasien terhadap
aplikasi telemedicine pada pemberian konsultsi online. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Salsabila, hal tersebut disebabkan oleh sulitnya pertukaran informasi secara
online, diagnosis yang diperoleh tidak tepat atau kurang meyakinkan, adanya
resep obat yang tidak perlu, dan kendala koneksi internet. Terdapat 35%
responden merasa bahwa masalah yang dirasakan sebagian besar pengguna adalah
hasil diagnosis yang tidak tepat. (Salsabila and
Sari, 2022) Selain itu, pengetahuan terhadap layanan telemedicine masih
belum banyak diketahui seperti tanggung jawab dokter atas keamanan, privasi data, dan
data rekam medik pasien. Hal ini karena belum maksimalnya edukasi dari pihak
terkait tentang pentingnya masyarakat mengetahui bahwa terdapat jaminan
keamanan data rekam medik pada aplikasi telemedicine. (Siboro et al.,
2021).
Pengetahuan
terhadap teknologi juga merupakan hambatan pada pelaksanaan layanan telemedicine
sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Siboro menyatakan hanya sekitar 108 dokter yang menggunakan telemedicine
sebagai bagian dari praktik medis karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran
professional terhadap teknologi baru. (Silvalena and
Syakurah, 2022) Tidak hanya dokter sebagai pemberi
layanan telemedicine, pasien terutama orang tua adalah pengguna konservatif dan tidak dapat menggunakan teknologi
canggih sehingga terdapat kecemasan menggunakan teknologi yang mempengaruhi
intensitas penggunaan telemedicine. (Sesilia, 2020). Penyedia aplikasi juga perlu memberikan penjelasan
yang sangat detail terkait syarat dan ketentuan termasuk kelemahan pada
aplikasi untuk mengedukasi masyarakat agar tidak sekedar mencentang syarat dan
ketentuan tanpa membaca dan memahaminya. (Amanda and
Layman, 2022)
Minat pasien dalam menggunakan layanan telemedicine
tergolong rendah, hal ini dapat dilihat bahwa pasien lebih memilih melakukan
konsultasi dengan tatap muka. Terdapat beberapa pemeriksaan kesehatan yang
tidak bisa dilakukan tanpa tatap muka atau membutuhkan pemeriksaan fisik sehingga
tidak semua jenis penyakit dapat dilakukan pemeriksaan melalui telemedicine
karena dapat mempengaruhi kualitas diagnosis. Para dokter berpendapat telemedicine
tidak bisa sepenuhnya menggantikan pemeriksaan konvensional. (Silvalena and
Syakurah, 2022). Pada penelitian oleh Siboro juga disebutkan bahwa identifikasi masalah
kesehatan pada layanan kesehatan secara tatap muka lebih baik dibandingkan
dengan pelayanan kesehatan dengan aplikasi telemedicine. Hasil
pemeriksaan melalui telemedicine serta kualitas diagnosa dipertanyakan
karena tidak dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung serta jaminan
perlindungan terhadap pasien jika tejadi kesalahan diagnosa. Telemedicine
yang belum memiliki kebijakan yang jelas terkait malpraktik sehingga pasien
mempertanyakan terkait siapa saja pihak yang akan bertanggung jawab. Selain itu
belum adanya jaminan keamanan data rekam medik pada aplikasi telemedicine.
Hal ini berpotensi kerahasiaan rekam medik dapat diakses oleh peretas karena
dalam telemedicine melibatkan teknisi, penyedia layanan, dan perangkat
komunikasi. (Siboro et al.,
2021)
Selain itu pasien leboh memilih menggunakan layanan telemedicine
untuk gejala yang ringan. Pasien menyatakan akan menerapkan saran dokter apabila diagnosis yang
diberikan tidak berbahaya, akan tetapi apabila diagnosis yang diberikan
berbahaya dan adanya tindakan lebih lanjut dan perlu dilakukan rujukan mereka
cenderung menolak dan menganggap diagnosis tersebut tidak valid. Hal tersebut
menunjukkan kurangnya kepercayaan pasien terhadap diagnosa dokter pada layanan telemedicine.
(Sari and Wirman,
2021).
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat tiga bentuk
telemedicine yang digunakan pada masa pandemi Covid-19, yaitu aplikasi telemedicine
yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan daerah antara lain Peduli Lindungi,
10 Rumah Aman, Mobile JKN, SiLacak, PIKOBAR Jabar, Sawarna
Kabupaten Bandung, dan Papa Sulbar , telekonsultasi di fasilitas Kesehatan seperti rumah sakit, dan
aplikasi telemedicine oleh start up digital seperti aplikasi Halodoc,
Alodokter, Getwell, , Klik Dokter, YesDok,
Good Doctor, SehatQ, Practo Pada pelaksanaannya, masing-masing layanan telemedicine
memiliki kelebihan yaitu dapat konsultasi jarak jauh dan peresepan obat oleh
dokter profesional, menghemat biaya, dan menjadi sumber informasi yang
kredibel. Namun, pada pelayanan telemedicine ini juga ditemukan hambatan seperti kurangnya pengetahuan,
sikap, dan kepercayaan pasien terhadap telemedicine, minat pasien untuk
menggunakan layanan telemedicine, kurangnya infrastruktur jaringan dan
konektivitas internet, ketepatan diagnosis dan kebijakan apabila terjadi
kesalahan diagnosis atau malpraktik, keamanan rekam medik dan privasi data
pasien, serta tidak semua jenis penyakit dapat dilakukan pemeriksaan secara online
dan masih membutuhkan pemeriksaan fisik secara langsung.
BIBLIOGRAFI
Amanda, G., & Layman,
C. V. (2022). Examining the Intention to Use Mobile Health Applications Amongst
Indonesians. Milestone: Journal of
Strategic Management 2, 103–117.
Annur,
C. M., (2022). Databoks. [Online]. Available at:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/07/layanan-telemedicine-yang-paling-banyak-digunakan-di-indonesia-apa-saja
Center,
K. I., (2022). Katadata. [Online]. Available at: https://katadata.co.id/duatahunpandemi
Fananni, R. A. N.,
Wigati, P. A., & Nandini, N., (2022).
Analisis Aspek Konteks, Input, Proses, Produk Pelayanan Telemedicine Pada Masa
Pandemi Covid-19 (Studi Kasus : Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta). Jurnal Manajemen Kesehatan
Indonesia 10, 57–64. https://doi.org/10.14710/jmki.10.1.2022.57-64
Kuntardjo, C., (2020).
Dimensions of Ethics and Telemedicine in Indonesia: Enough of Permenkes Number
20 Year 2019 As a Frame of Telemedicine Practices in Indonesia? shk 6.
https://doi.org/10.24167/shk.v6i1.2606
Pascoal, F. B.,
Simanjuntak, N. V., & Widiarahmi, A., (2020). The Rise of Telemedicine in
Indonesia.
Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia. (2018). Telemedisin : Rekomendasi Ikatan Dokter
Indonesia Untuk Masa Depan Digitalisasi Kesehatan di Indonesia.
Prawiroharjo, P.,
Pratama, P., & Librianty, N., (2019). Layanan Telemedis di Indonesia:
Keniscayaan, Risiko, dan Batasan Etika. J Etik Ked Ind 3, 1.
https://doi.org/10.26880/jeki.v3i1.27
Salsabila, I. M., &
Sari, K. (2022). Analysis Of Factors Related To Intention-To-Use Telemedicine
Services (Teleconsultation) In Jabodetabek Residents During The Covid-19
Pandemic In 2021. Indo Health Policy 7,
262. https://doi.org/10.7454/ihpa.v7i3.6090
Sari, G. G., &
Wirman, W. (2021). Telemedicine sebagai Media Konsultasi Kesehatan di Masa
Pandemic COVID 19 di Indonesia. Jurnal
Komunikasi 15, 43–54.
Sesilia, A. P. (2020).
Kepuasan Pasien Menggunakan Layanan Kesehatan Teknologi (Tele-Health) di Masa
Pandemi COVID-19: Efek Mediasi Kualitas Pelayanan Kesehatan. Jurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi Dan
Kesehatan (J-P3K) 1, 251–260. https://doi.org/10.51849/j-p3k.v1i3.48
Siboro, M. D.,
Surjoputro, A., & Budiyanti, R. T. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penggunaan Layanan Telemedicine Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Pulau Jawa. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip) 9,
613–620.
Silvalena, S.,&
Syakurah, R. A. (2022). Healthcare providers’ utilization and perception on
telemedicine: urgency amidst COVID-19 pandemic. IJPHS 11, 287. https://doi.org/10.11591/ijphs.v11i1.20978
Sujarwoto, S.,
Augia, T., Dahlan, H., Sahputri, R. A. M., Holipah, H., & Maharani, A. (2022).
COVID-19 Mobile Health Apps: An Overview of Mobile Applications in Indonesia. Front Public Health 10, 879695.
https://doi.org/10.3389/fpubh.2022.879695
Tantarto, T.,
Kusnadi, D., & Sukandar, H. (2020). Analysis of Service Quality Towards
Patient Satisfaction (Comparative Study of Patients Using Telemedicine
Application and Face to Face Consultation in Healthcare). EJBMR 5. https://doi.org/10.24018/ejbmr.2020.5.5.516
WHO. (2020). Coronavirus disease (COVID-19). [Online]
Available at: https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1
Copyright holder: Aulia Permata Seviera (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |