Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

CITRA PRESISI POLRI PROVINSI KEPULAUAN RIAU KHUSUSNYA DI WILAYAH 3T SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN POLRI SEBAGAI INSTITUSI UNGGUL

 

Muhammad Euro Belmiro Lamza1*, Surya Nita2, Riska Sri Handayani3

Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Batam, sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia, serta memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia, menghadapi potensi peningkatan kasus keamanan dan kejahatan. Menurut Nolan (2004), terdapat hubungan antara jumlah penduduk dan volume kejahatan. Sebagai bagian dari wilayah Kepolisian Daerah Kepulauan Riau yang termasuk dalam kategori 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), penting bagi Batam untuk mengimplementasikan predictive policing. Tujuan dari penelitian ini adalah agar kepolisian daerah dapat memprediksi tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisis berbasis pengetahuan, data, dan metode yang tepat, sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin. Metode yang digunakan melibatkan analisis data historis kejahatan, penggunaan algoritma prediktif, dan teknologi informasi untuk mengidentifikasi pola dan tren kejahatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan predictive policing dapat secara signifikan mengurangi insiden kejahatan dan meningkatkan efisiensi penegakan hukum. Langkah preventif dan solusi yang konsisten dan presisi akan memungkinkan Polri untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, memperkuat hubungan dengan masyarakat, dan menciptakan citra positif sebagai institusi yang berkomitmen pada keadilan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat.

Kata kunci: Presisi Imagery; border areas; Police science; Outermost regions; predictive policing

 

Abstrack

Batam, located adjacent to Singapore and Malaysia and experiencing rapid population growth in Indonesia, faces the potential for increased security and crime issues. Nolan (2004) notes a correlation between population size and crime volume. As part of the Riau Islands Regional Police area, which falls under the 3T (Disadvantaged, Frontier, Outermost) regions, it is crucial for Batam to implement predictive policing. The aim of this study is to enable the regional police to anticipate security and public order disturbances (kamtibmas) through analysis based on knowledge, data, and appropriate methods, allowing for early prevention. The methodology involves analyzing historical crime data, using predictive algorithms, and employing information technology to identify crime patterns and trends. The findings indicate that implementing predictive policing can significantly reduce crime incidents and enhance law enforcement efficiency. Consistent and precise preventive measures and solutions will enable the police to improve public service quality, strengthen community relations, and foster a positive image as an institution committed to justice, security, and community welfare.

Keywords: Presisi Imagery; border areas; Police science; Outermost regions; predictive policing

 

 

Pendahuluan

Kepolisian adalah salah satu lembaga pemerintahan serta memiliki kedudukan serta mempunyai peran penting dalam negara hukum, sehingga dalam perspektif fungsi maupun lembaga polisi memiliki tugas serta tanggungjawab untuk melindungi rakyat dari semua bentuk ancaman kejahatan serta gangguan yang berpotensi menimbulkan rasa tidak aman, tidak tertib dan tidak tentram. Secara eksplisit, penegasan lebih lanjut tentang fungsi utama Kepolisian Negara Republik Indonesia ada pada Pasal 30 ayat (2) dan (4) UUD 1945. Polri merupakan alat negara untuk pertahanan dan kedaulatan yang berada dibawah Presiden dan dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dimana dalam pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.

Kedudukan ilmu kepolisian adalah sangat strategis karena memiliki korelasional yang kuat antar ilmu lainnya, serta menjadi konektor antar ilmu. Sementara menurut Paoline, Myers, dan Worden (2000) kearifan konvensional, budaya polisi terdiri dari seperangkat nilai, sikap, dan norma yang dianut secara luas di antara para petugas, yang dalam budaya menemukan cara untuk mengatasi tekanan lingkungan kerja mereka. Sementara Fielding (2005) menjelaskan bahwa Pemolisian masyarakat memiliki daya tarik yang bertahan lama, tetapi ada banyak konstruksi maknanya, masing-masing diinformasikan oleh landasan filosofis yang berbeda. Artikel Fielding (2005) juga mengkaji pendekatan terhadap masyarakat di mana polisi dekat dengan publik, mengetahui kekhawatiran mereka dari kontak reguler, dan menindaklanjutinya sesuai dengan keinginan masyarakat.

Sebagai lembaga negara penegak hukum, Polisi memiliki tugas umum yaitu mengatur, mengawal, mengawal dan patroli kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan. Untuk masa kepemimpinan 2021-2024 Polri bertransformasi membangun tagline yaitu PRESISI yang merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat (Hasibuan, 2021). Berkaitan dengan hal tersebut diharapkan lembaga Polri dapat memberikan pelayanan yang lebih sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Van Heerden (1982) dalam bukunya mengungkapkan tentang pentingnya peran polisi dalam masyarakat, buku tersebut menelusuri perkembangan lembaga kepolisian di Inggris dan Afrika Selatan. Kemudian menjelaskan pembatasan kekuasaan polisi, dengan memperhatikan hak-hak individu, kewenangan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan, dan interogasi. buku ini menganjurkan kemitraan antara polisi dan masyarakat sebagai prasyarat untuk memerangi kejahatan dan kekacauan, mengeksplorasi stereotip polisi, hubungan masyarakat, pelatihan polisi, dan media dalam konteks ini. Sehingga terbentuk citra yang baik bagi polisi di masyarakat.

Citra sangat erat kaitannya dengan media, ia merupakan citra sukses individu, organisasi dan perusahaan (Adrie, 2018; Akib & Ihsan, 2017; Botan & Taylor, 2004; Harrison, 2011). Menurut Kapolri Jenderal Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., citra Polri di mata masyarakat masih memiliki beberapa permasalahan yang perlu diakui. Di antaranya, terdapat banyak kasus penanganan hukum yang berjalan lambat dan rumit, adanya tindakan pemerasan, praktik rekayasa kasus, pelayanan publik yang belum optimal, serta kurangnya kejelasan dalam sistem pelaporan. Secara keseluruhan, aspek kultur di dalam kepolisian juga masih menyisakan permasalahan, seperti adanya perilaku koruptif di berbagai level kepolisian dan pendekatan penindakan yang masih cenderung represif. Tidak hanya itu, kekhawatiran Kapolri juga tertuju pada adanya anggota Polri yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, bahkan menjadi bandar narkoba. Kapolri menyoroti bahwa jika masalah-masalah ini terus berlanjut, akan mengancam masa depan Polri. Persoalan kepercayaan menjadi hal yang krusial, terutama bagi generasi muda Polri yang kini harus menghadapinya.

Masyarakat memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap polisi, untuk itu polisi dituntut untuk gigih namun humanis, serta mampu memberikan pelayanan terbaik dan transparan (Brata et al., 2022; Hawari et al., 2021; Sakinah et al., 2020). Polri yang saat ini dengan citra PRESISI nya bertekad mewujudkan kepolisian yang tepat (proaktif, bertanggung jawab dan transparan berkeadilan) dan menjadi sebuah institusi yang unggul. Hal ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari promotor polisi yang digunakan pada periode sebelumnya dengan pendekatan Polisi yang berorientasi pada masalah (Hasibuan, 2021).

Polisi harus menegakkan hukum dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan berdasarkan nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan. Polisi harus memberikan teladan kepada masyarakat dan mematuhi peraturan. Ia harus pula menjadi orang terdepan yang taat aturan. Manusia memerlukan orang-orang yang dapat memberikan jaminan ketentraman, untuk semua itulah polisi diadakan dan diperlukan. Polisi harus melakukan apa yang dibutuhkan orang untuk menjamin ketenteraman. Anggota Polisi telah setuju untuk ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia untuk melaksanakan fungsinya, termasuk di antaranya bersedia ditempatkan di wilayah 3T. Wilayah 3T yang mayoritas memiliki aksesibilitas yang buruk, kualitas pendidikan yang masih rendah, fasilitas dan tenaga kesehatan kurang memadai, serta kemiskinan dan ketimpangan sosial yang lebih besar di banding wilayah lain. Termasuk wilayah 3T yang berada di bawah Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah agar kepolisian daerah dapat memprediksi tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisis berbasis pengetahuan, data, dan metode yang tepat, sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi literatur dari berbagai sumber rujukan dengan menambahkan berupa studi kajian kualitatif. Literatur review merupakan bagian yang dikaji secara komprehensif terkait dengan riset terkait citra PRESISI yang dimiliki oleh Polri di Provinsi Kepulauan Riau khususnya untuk wilayah 3T. penelitian sudah dilakukan baik dengan literature review maupun wawancara terhadap anggota kepolisian yang bertugas di wilayah perbatasan dan dilaksanakan secara spesifik serta bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca terhadap citra PRESISI tersebut. Langkah sistematik yang dilakukan oleh peneliti adalah studi literatur dilanjutkan dengan pengumpulan data literatur, menyamakan persepsi konsep yang diteliti dan melakukan konseptualisasi, melakukan wawancara terhadap salah satu anggota kepolisian yang bertugas di wilayah perbatasan, hasil dan pembahasan serta kesimpulan. Rother (2007) menyebutkan bahwa artikel tinjauan literatur naratif adalah publikasi yang menggambarkan dan membahas keadaan ilmu pengetahuan tentang topik atau tema tertentu dari sudut pandang teoritis dan kontekstual. Jenis artikel ulasan tidak mencantumkan jenis basis data dan pendekatan metodologis yang digunakan untuk melakukan tinjauan atau kriteria evaluasi untuk memasukkan artikel yang diambil selama pencarian basis data. Chen (2017) menambahkan bahwa literature review memiliki keterbatasan penelitian, tinjauan sistematis terutama dipandu oleh pola kutipan dalam kumpulan data yang diambil dari literatur. Cakupan data dibatasi oleh sumber pengambilan. Penyempurnaan dapat dilakukan jika seseorang peneliti ingin meningkatkan kualitas data. Analisis yang lebih mendalam terhadap masing-masing spesialisasi akan lebih mengungkap dengan memasukkan metode tambahan seperti analisis konteks kutipan dan studi tentang aspek lain dari publikasi ilmiah.

 

Hasil dan Pembahasan

Tugas kepolisian di wilayah perbatasan dalam hal ini 3T atau wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar khususnya wilayah Provinsi Kepulauan Riau menjadi tanggungjawab yang harus dijalankan dengan baik. Salah satu Polres atau Polresta di dalam Polda Kepri telah berupaya semaksimal mungkin untuk menekan angka kriminalitas di wilayah perbatasan. South dan Messner (2000) menyebutkan bahwa bagaimana kejahatan mempengaruhi demografi (populasi masyarakat) berfokus pada titik temu antara peristiwa kriminal dan demografi dalam perjalanan hidup, serta pengaruh viktimisasi kriminal dan tingkat kejahatan agregat terhadap mobilitas pemukiman, migrasi, dan redistribusi populasi. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Boivin (2018) Menunjukkan bahwa tidak mengherankan, terdapat hubungan positif antara kejahatan dan populasi di banyak bidang; namun, dukungan empiris juga ditemukan untuk proposisi sebaliknya bahwa populasi yang lebih besar (terkadang) dikaitkan dengan lebih sedikit kriminalitas.

Polri sebagai institusi unggul sebagaimana dimandatkan dalam peta jalan Rencana Pembangunan jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025. Pembabakan tahapan Grand Strategy Polri merupakan penjabaran dari RPJP Nasional yang berpedoman pada pencapaian cita-cita nasional dan tujuan bernegara. Strategi pembangunan dan kebijakan umum Polri berdasarkan RPJP terbagi menjadi empat tahap sebagai berikut:

1)    Tahap I (periode 2005 – 2010) membangun kepercayaan (trust building)

2)    Tahap II (periode 2011 – 2015) membangun kemitraan (partnership building)

3)    Tahap III (periode 2016 – 2020) menuju organisasi yang unggul (strive for excellence)

4)    Tahap IV (periode 2021 – 2025) organisasi yang unggul (excellent)

Berikut ringkasan eksekutif makalah yang akan disampaikan Komjen Listyo Sigit Prabowo di depan Komisi III DPR RI sebagai bahan dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) membangun kepemimpinan 2021-2024 dengan tagline transformasi POLRI PRESISI yang merupakan abreviasi dari PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan. Konsep ini merupakan fase lebih lanjut dari POLRI PROMOTER (PROfesional, MOdern, dan TERpercaya) yang telah digunakan pada periode sebelumnya, dengan pendekatan pemolisian berorientasi masalah (problem oriented policing). Dalam kepemimpinan POLRI PRESISI, ditekankan pentingnya kemampuan pendekatan pemolisian prediktif (predictive policing) agar Polri mampu menakar tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisa berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan menyertai pendekatan pemolisian prediktif yang ditekankan agar setiap insan Bhayangkara mampu melaksanakan tugas Polri secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Untuk membawa laju perubahan ini, kepemimpinan Polri memerlukan penerapan manajemen transformasi atau perubahan sebagai pilihan institusi untuk mempersiapkan, melengkapi dan mendukung kebutuhan institusi dalam menjawab berkembangnya tantangan dan peluang. Proses transformasi tersebut, mutlak harus terinternalisasi pada setiap insan Bhayangkara yang akan menentukan berhasilnya organisasi Polri melewati fase transisi dari kondisi saat ini menuju kondisi baru PRESISI melalui pemolisian yang terukur dalam memecahkan masalah sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Kebutuhan atas transformasi memiliki urgensi tersendiri survei dan persepsi masyarakat dalam tiga tahun terakhir menunjukkan perlunya implementasi reformasi kultural. Terkait kebijakan dan strategis, secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

1)    Bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

2)    Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil makmur dan beradap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Imdonesia tahun 1945.

3)    Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selaku alat Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

4)    Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian agar kegiatan pembangunan nasional berjalan efektif, efisien dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Grand Strategi Polri tahun 2005 – 2025.

5)    Grand Srategi dalam rangka memantapkan kemandirian Polri sebagaimana dirumuskan dalam buku biru Polri tentang reformasi Polri, maka melalui rancangan paradigma baru Polri, Polri telah mencanangkan reformasi secara gradual yang meliputi reformasi instrumental, structural dan cultural.

6)    Periode 2005 – 2025 adalah masa waktu yang panjang dan penuh perubahan, akibat Grand Srategi service untuk Polri sewajarnya juga harus merupakan rangkaian strategi yang merespon terhadap kebutuhan public yang berevolusi.

Dalam ilmu kepolisian mengenal sistem kepolisian, sementara sistem kepolisian merupakan bagaimana Kepolisian sebagai organ, fungsi dan profesi berproses mencapai tujuan Kepolisian sistem Kepolisian terbentuk dan dipengaruhi oleh :

1)    Sejarah terbentuknya institusi Kepolisian

2)    Bagaimana Sistem Hukum suatu negara bekerja

3)    Hubungan Polisional dengan Lembaga Militer

4)    Politik Hukum suatu negara

Menurut Sikumbang, Sjarif dan Salampessy “Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan” menguraikan latar belakang bagaimana timbulnya Ilmu Perundang-undangan di dunia hingga di Indonesia. Sejatinya perkembangan ilmu pengetahuan Perundang-undangan berjalan seiring dengan perkembangan konsep negara hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan sejarah manusia, oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam, dengan konsepsi yang demikian, maka perkembangan Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan juga sangat dipengaruhi oleh pemikiran manusia akan hukum.

Sementara menurut Asshiddiqie (2006) bahwa perspektif mengenai peraturan perundang - undangan, baik dari teoritis dan konseptual maupun praktik.
terlebih dahulu harus memahami seluk beluk tentang peraturan perundang - undangan. sedangkan dalam ranah kepolisian terkait dengan pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. contoh profesi adalah pada bidang hukum, kesehatan, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik. dimana ilmu kepolisian dalam konteks sistem, fungsi, organ dan profesi diatur dalam peraturan perundangan di indonesia yaitu uu nomor 2 tahun 2002 dan peraturan perundangan lainnya yang berkenaan dengan kepolisian sebagai organ, sistem, fungsi dan profesi.

Dalam kepolisian dikenal Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol), lembaga tersebut memiliki tugas merencanakan, mengembangkan, dan menyelenggarakan fungsi pendidikan pembentukan dan pengembangan berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi pendidikan profesi, manajerial, akademis, dan vokasi. Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), Akademi Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Sekolah pembentukan Perwira, Pendidikan dan Pelatihan Khusus Kejahatan Transnasional. Prosepek dan pengembangan ilmu kepolisian dapat terintegrasi dalam sistem pendidikan kepolisian. Melalui sistem pendidikan dan juga adanya latihan polri ini diharapkan akan dapat menciptakan sosok-sosok Polri yang lebih profesional dan juga berkualitas serta mampu menghadapi tantangan masa depan. Selain memiliki kemampuan, skill, pengetahuan yang luas juga harus memiliki sikap, mental dan perilaku yang humanis, berwibawa dan cerdas, sesuai dengan filisofi pendidkan Polri yaitu Mahir, Terpuji dan Patuh Hukum. Kondisi semacam ini sangat diperlukan untuk menjawab tantangan Polri masa kini dan yang akan datang terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat yang semakin luas, tuntutan akan perubahan yang terjadi agar Polri lebih dapat bermitra dengan masyarakat sehingga akan menumbuhkan keyakinan baru dalam tubuh Polri melalui perubahan kultur/budaya kepolisian dari budaya militeristik menjadi budaya sipil.

Perubahan pada lingkungan Polri diharapkan akan dapat mendorong terciptanya suatu kondisi yang baru di lingkungan kepolisian sehingga lama kelamaan akan muncul suatu hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat sehingga dapat mempertemukan polisi dan masyarakat dalam wadah kerjasama yang baik dan dalam hubungan kepercayaan yang kokoh dan kuat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut antara lain:

1)  Peningkatan kualitas pelayanan publik

Polri harus memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Ini meliputi respons cepat terhadap tindak kriminal, penegakan hukum yang adil, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pelayanan yang baik dapat diberikan ketika ditempatkan dilingkungan kerja dengan budaya kerja yang baik pula. Menurut Brata et al. (2022), terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap budaya kerja yaitu faktor kuatnya kepemimpinan serta faktor lingkungan kerja yang ada di jajaran institusi.

2)  Penguatan infrastruktur dan SDM

Polri perlu memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia yang dimiliki. Ini termasuk peningkatan jumlah dan kualitas personel, pembangunan kantor polisi, serta penyediaan peralatan dan kendaraan yang memadai. Berdasarkan hasil penelitian Anugrahaeni (2023) bahwasanya adanya peningkatan SDM di lingkungan wilayah Polres Lamongan sangat berpengaruh dan berdampak terhadap meningkatnya citra polri yang positif di Masyarakat Lamongan yang dibuktikan dengan indikator survey pelayanan kepada masyarakat yang tergolong baik. Dengan adanya Peningkatan kualitas SDM juga sangat berdampak dalam meningkatnya kemampuan atau skill untuk bekerja melayani masyarakat dan menegakkan hukum.

3)  Kemitraan dengan masyarakat

Polri perlu membangun hubungan yang baik dengan masyarakat setempat, termasuk tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pemimpin lokal lainnya. Kemitraan ini penting untuk memperoleh informasi intelijen yang akurat dan mendapatkan dukungan dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian. Penyelidikan terhadap informasi yang tersebar di masyarakat pun, baik dari internal maupun eksternal, bertujuan untuk memahami kebutuhan melalui analisis situasi. Data dan informasi yang dikumpulkan dari masyarakat tersebut dapat membantu institusi kepolisian dalam membuat keputusan yang tepat demi masa depan institusi yang lebih baik (Alfarizi dan Putra, 2023).

4)  Pendidikan dan pelatihan

Anggota Polri harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kondisi setempat. Ini termasuk pelatihan tentang budaya lokal, geografi, serta taktik dan teknik khusus untuk beroperasi di lingkungan yang sulit. Contohnya hasil positif yang didapat dari penelitian Anugrahaeni (2023) yang mengadakan pelatihan dan peningkatan kompetensi Manajemen dan SDM di lingkungan wilayah Polres Lamongan guna meningkatnya citra Polri yang positif di Masyarakat.

5)  Penggunaan teknologi

Pemanfaatan teknologi modern, seperti CCTV, sistem informasi kepolisian, dan teknologi komunikasi, dapat membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi Polri dalam menjalankan tugasnya. Seperti halnya inovasi yang dilakukan Polda jawa Barat yang membuat aplikasi E-Cakra yang digunakan untuk mengawasi kinerja anggota lalu lintas yang bertugas di lapangan dan Aplikasi ETLE yang digunakan untuk mendata secara langsung tindak pelanggar lalu lintas (Hasibuan, 2021).

6)  Penegakan hukum yang tegas dan adil

Penting bagi Polri untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil. Hal ini akan meningkatkan rasa keamanan dan keadilan di masyarakat serta mendorong ketaatan terhadap hukum. Anggota Polri harus menjalankan peran secara arif dan bijaksana untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Berdasarkan dari buku Hasibuan (2021), lembaga kepolisian melalui Kapolri berupaya untuk menghilangkan kesan “hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas” demi terwujudnya rasa keamanan dan keadilan di masyarakat.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut secara konsisten dan presisi, Polri di wilayah perbatasan 3T diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publiknya, memperkuat hubungan dengan masyarakat, dan akhirnya mewujudkan citra positif sebagai institusi yang berkomitmen pada keadilan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat.

 

Kesimpulan

Dalam kepemimpinan Polri Presisi di wilayah 3T Provinsi Kepulauan Riau, ditekankan pentingnya kemampuan pendekatan pemolisian prediktif (predictive policing) agar Polri mampu menakar tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisa berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Sejak teori yang dikemukakan oleh Talcott Parsons tentang sistem sosial telah merubah paradigma dan perspektif ilmu pengetahuan. ilmu pengetahuan telah berevolusi dan tidak ada lagi sekat diantara ilmu pengetahuan tersebut. ilmu pengetahuan baru muncul untuk mencari solusi / pemecahan masalah secara akademis. evaluasi dan kritik terhadap model ilmu pengetahuan berkembang. ilmu pengetahuan tidak dianggap lagi sebagai pohon tetapi adalah rhizoma yang saling bertautan dan hal itu juga terjadi pada ilmu kepolisian yang mempunyai pandangan bahwa ilmu kepolisian merupakan ilmu yang bersifat multidisplin, interdisiplin dan pengetahuan keterampilan yang diimplementasikan dalam regulasi. Berkaitan untuk membentuk citra PRESISI Polri guna terwujudnya institusi unggul terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, yakni peningkatan kualitas pelayanan publik, penguatan infrastruktur dan SDM, kemitraan dengan masyarakat, pendidikan dan pelatihan, dan penggunaan teknologi, serta penegakan hukum yang tegas dan adil.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adrie, A. (2018). Konsep Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik dalam Perspektif Hukum Kepegawaian. Jurnal Aktual Justice, 3(1), 30–49. https://doi.org/10.47329/aktualjustice.v3i1.452

Akib, H., & Ihsan, A. (2017). Bureaucratic reform in public service: A case study on the one stop-integrated service. Mediterranean Journal of Social Sciences, 8(2), 253. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5901/mjss.2017.v8n2p253

Alfarizi, F., & Putra, D. K. S. (2023). Aktivitas Humas Membangun Citra dan Reputasi Kepolisian Di Polsek Bandung Kidul Melalui Kegiatan Bintara Sambang. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(3), 2081-2094.

Anugrahaeni, C. (2023). Peningkatan Manajemen Serta Kompetensi Dalam Bidang Sumber Daya Manusia Polri Pada Tingkat Bintara Polres Lamongan Terhadap Citra Polri Di Masyarakat. Jurnal Salam Presisi1(01), 25-47.

Asshiddiqie, J. (2006). Perihal Undang-Undang di Indonesia.

Boivin, R. (2018). Routine activity, population (s) and crime: Spatial heterogeneity and conflicting Propositions about the neighborhood crime-population link. Applied geography95, 79-87.

Botan, C. H., & Taylor, M. (2004). Public Relations: State of the Field. Journal of Communication, 54(4), 645–661. https://doi.org/10.1111/j.1460-2466.2004.tb02649.x

Brata, J. T., Nashar, A., & Sutrisnawan. (2022). Visi Presisi POLRI dan Budaya Kerja Pada Kepolisian Resort Konawe Selatan. Indonesian Annual Conference Series, (Proceedings of IACS-CSPC 2022), 51–56. https://ojs.literacyinstitute.org/index.php/iacseries/article/view/560

Chen, C. (2017). Science mapping: a systematic review of the literature. Journal of data and information science2(2), 1-40.

Fielding, N. G. (2005). Concepts and theory in community policing. The Howard journal of criminal justice, 44(5), 460-472.

Harrison, K. (2011). Strategic public relations: a practical guide to success. Palgrave Macmillan.

Hasibuan, E. S. (2021). Wajah Polisi Presisi Melahirkan Banyak Inovasi dan Prestasi. RajaGrafindo Persada.

Hawari, H., Setyabudi, C. M., & S, B. (2021). Implementasi Strategi Talent Scouting Menuju Polri yang Presisi (Studi Kasus Pada Baintelkam Polri). Jurnal Litbang Polri, 24(2), 1–21. https://doi.org/10.46976/LITBANGPOLRI.V24I2.149

Nolan III, J. J. (2004). Establishing the statistical relationship between population size and UCR crime rate: Its impact and implications. Journal of criminal justice32(6), 547-555.

Paoline III, E. A., Myers, S. M., & Worden, R. E. (2000). Police culture, individualism, and community policing: Evidence from two police departments. Justice Quarterly, 17(3), 575–605.

Rother, E. T. (2007). Systematic literature review X narrative review. Acta paulista de enfermagem20, v-vi.

Sakinah, M., Eif, D., & Cholidah, L. I. (2020). Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Meningkatkan Citra. Reputation: Jurnal Hubungan Masyarakat, 2(1), 101–120. https://doi.org/10.15575/reputation.v2i1.53

South, S. J., & Messner, S. F. (2000). Crime and demography: Multiple linkages, reciprocal relations. Annual Review of Sociology26(1), 83-106.

Van Heerden, T. J. (1982). Introduction to police science. Pretoria: University of South Africa.

 

 

Copyright holder:

Muhammad Euro Belmiro Lamza, Surya Nita, Riska Sri Handayani (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: