Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
7, Juli 2024
PENTINGNYA MEMAHAMI
KONSEP SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN ETIKANYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN
Taufik Ridho Iano1, Irsyad2, Ahmad
Sabandi3
Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Hasrat masyarakat akan tidak terpuaskannya informasi dan
perubahan merupakan dampak dari berkembangnya Teknologi Sistem Informasi yang
saat ini yang kita rasakan. Dalam mengendalikan sistem tersebut dibuatlah
Sistem Informasi Manajemen (SIM) serta dibutuhkan pula etika dalam menggunakan
SIM tersebut. Artikel ini bertujuan untuk membahas konsep etika SIM mulai dari
faktor yang berpengaruh dalam etika SIM, hingga peluang yang dapat dihasilkan.
dalam pembahasan ini serta kaitannya dengan bidang pendidikan. Metode yang
digunakan adalah studi literatur dengan mengumpulkan data melalui sumber-sumber
penelitian/artikel yang ada. Hasil dari studi literatur ini adalah manfaat yang
ditimbulkan bila menggunakan etika dalam SIM di lembaga pendidikan serta
perlunya menjaga etika dalam penggunaan teknologi informasi supaya tidak
merugikan dan menimbulkan isu-isu negatif dalam masyarakat.
Keywords: SIM, Etika, Pendidikan,
Teknologi Informasi
Abstract
The public's unsatisfied desire for information and change is the impact of
the development of Information Systems Technology that we are currently
experiencing. To control this system, a Management Information System (SIM) was
created and ethics were also required in using the SIM. This article aims to
discuss the concept of SIM ethics starting from the factors that influence SIM
ethics, to the opportunities that can be generated in this discussion and their
relationship to the field of education. The method used is a literature review
by collecting data through existing research sources/articles. The results of this literature study are the benefits that arise when using
ethics in SIM in educational institutions and the need to maintain ethics in
the use of information technology so that it does not cause harm and cause
negative issues in society.
Keywords: MIS,
Ethics, Education, Information Technology
Pendahuluan
Perkembangan teknologi
informasi semakin pesat beberapa tahun ini, dampaknya bisa kita rasakan sekarang,
mulai dari ketergantungan teknologi sehingga menjadi kebutuhan sehari-hari, menjadi
alat untuk mempermudah karyawan dan tenaga kerja suatu organisasi, akses
komunikasi yang mudah, dan layanan yang berbasis nirkabel atau digital yang
dapat mempermudah masyarakat. Namun bukan hanya itu saja yang menjadi kegiatan
yang terkena dampak perkembangan pesat dari teknologi informasi, sistem
pendidikan juga terdampak oleh perkembangan teknologi informasi tersebut
sehingga proses belajar mengajar serta pencarian ilmu pengetahuan menjadi lebih
efisien dan efektif (Mulawarman,
2020).
Revolusi IT dan kemajuan
Internet ini menjadi nilai plus dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, ini
menjadi hal yang penting karena dengan pengetahuan tersebut, sumber daya
manusia yang dibutuhkan dapat mengembangkan sumber daya lainnya. Mengubah
keadaan dan lingkungan mengharuskan perlunya sosialisasi yang tepat termasuk
pada berbagai tingkat manajemen. Pengembangan dan penggunaan sistem informasi
manajemen (SIM) adalah fenomena modern yang bersangkutan dengan penggunaan
informasi yang tepat akan menghasilkan perencanaan yang lebih baik, pengambilan
keputusan yang lebih baik, dan hasil yang lebih baik (Adeoti‐Adekeye,
1997).
Tujuan utama dari revolusi
seperti itu adalah untuk membantu memudahkan para pekerja di bidang lembaga
pendidikan untuk menciptakan hal-hal penting yang bersangkutan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, serta mengaturnya dan membuatnya tersedia kapan
pun dan dimana pun melalui perangkat elektronik (O'Brien & Marakas, 2006). Adapun
hal yang perlu ditakutkan dalam perkembangan IT ini yaitu kehidupan masyarakat
menjadi semakin bergantung pada IT sehingga mempunyai nafsu yang tidak pernah
terpuaskan terhadap informasi dan perubahan. Untuk mengatasi hal tersebut
dibutuhkan SIM beserta etikanya dalam menghdapi dampak ketergantungan tersebut.
Untuk melanjutkan pembahasan mengenai etika SIM maka tentu kita harus memahami
konsep dasarnya terlebih dahulu.
Metode
Penelitian
Dalam artikel ini
menggunakan metode penelitian studi literatur. Metode studi literatur adalah
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed,
2008). Studi literatur menjadi
kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang
tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek secara teoritis maupun aspek manfaat
praktis. Dengan melakukan studi literatur, para peneliti mempunyai pendalaman
yang lebih luas terhadap masalah yang ingin diteliti dan pengumpulan data yang
diperlukan (Darmadi,
2011).
Studi literatur memainkan
peran penting dalam keilmuan karena sains, yang pertama dan terpenting, tetap
merupakan upaya kumulatif (Brocke
et al., 2009). Di antara metode-metode
lainnya, tinjauan literatur sangat penting untuk: (a) mengidentifikasi apa yang
telah ditulis mengenai suatu subjek atau topik; (b) menentukan sejauh mana
suatu wilayah penelitian tertentu mengungkapkan kecenderungan atau pola yang
dapat ditafsirkan; (c) mengumpulkan temuan empiris terkait dengan pertanyaan
penelitian yang sempit untuk mendukung praktik berbasis bukti; (d) menghasilkan
kerangka dan teori baru; dan (e) mengidentifikasi topik atau pertanyaan yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Paré
et al., 2015).
Ketatnya persaiangan antar
organisasi dan perusahaan dalam mendapatkan pangsa pasar dan kepopuleran
menjadi penyebab teknologi informasi lahir. Untuk mewujudkan suatu pelayanan
yang bermanfaat kepada para pemangku kepentingan dan pelanggan, dibuatlah
teknologi sistem informasi yang diharapkan dapat melayani mereka secara efektif
dan efisien. Artikel “Themes and issues
in Telecentre Sustainabillity” yang ditulis oleh Roman dan Cole (2002) menjadi contoh nyata perkembangan sistem informasi di
wilayah Amerika Latin yang membahas tentang konektivitas dan akses.
Konektivitas mewakili
ketersediaan fisik teknologi informasi dan teknologi komunikasi sedangkan akses
mewakili faktor ekonomi, sosiologi, dan psikologi yang mempengaruhi kesempata
seseorang dalam menggunakan teknologi. Teknologi yang berdasarkan dua aspek
tersebut dapat memperoleh bermacam-macam pelayanan komunikasi dan memberikan
manfaat bagi masyarakat. Quillard (1983) menginginkan pengembangan sistem baru terkait teknologi
informasi dengan melibatkan manajer sebagai penganalisanya sehingga munculah
sistem informasi manajemen.
Tugas dari seorang manajer
adalah memanajemen organisasi dengan kegiatan utamnya adalah merencanakan,
mengawas, mengarah, dan lain sebagainya dalam bidang mengorganisasikan suatu
organisasi. Sehingga sistem informasi manajemen atau SIM bisa didefinisikan
sebagai sistem yang mengolah serta mengatur data dari berbagai sumber informasi
yang berguna dalam membantu pelaksanaan kegiatan suatu organisasi (Hariyanto, 2016).
Visscher (1996) percaya bahwa SIM dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh manajer dan para pendidik dalam perencanaan, pengambilan
kebijakan, dan evaluasi yang terinformasi. Gurr (2000) menyatakan bahwa SIM telah mengubah
manajemen lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah di bidang kepemimpinan,
pengambilan keputusan, beban kerja, manajemen sumber daya manusia, komunikasi,
tanggung jawab, dan perencanaan. Sistem ini dapat membantu manajer sekolah
dalam menentukan tujuan sekolah, merumuskannya rencana strategis,
mendistribusikan sumber daya, dan mengevaluasi kinerja staf serta keberhasilan
organisasi (Telem &
Buvitski, 1995).
Keputusan yang efisien dan cepat dapat dibuat ketika manajer sekolah
mendapatkan informasi yang akurat dan terkini melalui SIM.
Dalam menelaah kebutuhan sistem informasi dalam lembaga
pendidikan, dibutuhkan tiga faktor yang berpengaruh dalam
analisisnya, yaitu kelengkapan, detail,
dan kebenaran yang artinya, kebutuhan data dan informasi yang
diinginkan harus berasal dari sumber terpercaya dan sesuai dengan kebutuhan. Faktor-faktor tersebut juga sangat dibutuhkan dalam memanajemen lembaga
pendidikan, karena dapat meningkatkan kualitas layanan manajemen
baik kecepatan informasi maupun kualitas informasi yang diterima dan diberikan (Dana et
al., 2015). Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, dalam menegakkan suatu persaingan sistem informasi
di lembaga pendidikan, ada pula tiga hal yang bisa dilakukan oleh pihak lembaga pendidikan terkait
peningkatan daya saing:
a)
Operational Excellence: Setiap lembaga pendidikan
harus memiliki pinsip/nilai dalam menjaga efisiensi dan keefektifan untuk mencapai keberhasilan
proses pendidikan
b)
Customer Intimacy: Setiap lembaga pendidikan diharuskan mempunyai prinsip bahwa lembaga tersebut bisa mewujudkan keinginan
para
masyarakat
dan harus menerapkan sebuah komitmen yang sangat kuat untuk mewujudkan harapan masyarakat
c)
Product Leadership: Setiap lembaga pendidikan harus memiliki prinsip yang konsisten sehingga lembaga pendidikan tersebut bisa menjadi contoh panutan atau leader.
Adapun komponen-komponen sistem informasi yang harus diketahui oleh para
manajer atau sang pemimpin lembaga pendidikan, komponen-komponen tersebut
yaitu:
a) Perangkat Lunak (software) berupa program
(aplikasi) komputer, struktur data, dan dokumen yang berhubungan yang berfungsi
untuk mempengaruhi metode logis, prosedur, dan kontrol yang dibutuhkan.
b) Perangkat Keras (hardware) berupa perangkat
elektronik yang memberikan kemampuan penghitungan, dan perangkat
elektromekanik.
c) Manusia (SDM) yang memakai dan operator perangkat keras dan lunak.
d) Sistem Basis Data (DBMS) berupa kumpulan data yang besar dan terorganisasi yang diakses
melalui perangkat lunak.
e) Dokumentasi manual, formulir, dan informasi deskriptif lainnya yang
menggambarkan penggunaan dan atau pengoperasian sistem.
f) Prosedur yang merupakan langkah-langkah untuk
menentukan penggunaan khusus dari masing-masing elemen sistem atau konteks
prosedural dimana sistem berada. Elemen-elemen tersebut bergabung dengan cara
tertentu untuk selanjutnya mentransformasikan informasi.
Istilah etika diartikan sebagai
“seperangkat prinsip moral” atau “prinsip perilaku yang mengatur individu atau
kelompok. Etika mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan manusia, seperti
penggunaan teknologi informasi, penelusuran informasi, dan lainnya. Dengan
adanya etika dalam sistem informasi akan memberikan pengaruh yang baik bagi
masyarakat untuk tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam pencarian
informasi yang dinilai akan merugikan, sehinga informasi etika harus terus
dikembangkan agar dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat luas (Morry,
2022). O Brien (2006) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip etika yang
membantu evaluasi penggunaan teknologi informasi, antara lain:
a) Mencapai hal-hal yang
baik melalui teknologi informasi harus lebih besar dari resiko yang dihadapi
dan harus memiliki alternatif bila dirasa pencapaian kurang memungkinkan;
b) Masyarakat yang terkena
dampak teknologi informasi harus memahami dan menerima berbagai resikonya;
c) Manfaat dan beban
teknologi informasi harus disebarkan secara adil;
d) Minimalisasikan dan
hindari resiko yang ada.
Kode etik juga mengatur
hubungan khusus antara sekolah, guru, dan siswa. Ketika teknologi informasi
diperkenalkan ke dalam pembelajaran, hal tersebut dapat menimbulkan pertanyaan
seperti haruskah kepala sekolah atau manajer membeli mikrokomputer? Dan apakah
seharusnya guru diharuskan menggunakan perangkat lunak yang mereka rasa tidak
memadai, karena hanya itu yang tersedia di sekolah? Hubungan antara manajer
dengan lembaga pendidikan merupakan dasar budaya etika. Jika sekolah harus
bertindak etis, maka kepala sekolah pun harus etis dalam semua tindakan dan
kata-katanya. Perilaku manajemen ini disebut sebagai budaya etika. Manajer
memiliki dua kativitas utama:
a) Mewaspadai dan sadar
bagaimana komputer atau teknologi digital mempengaruhi masyarakat
b) Memformulasikan
kebijakan-kebijakan teknologi secara tepat
Secara tidak langsung, pernyataan tersebut mengharuskan bahwa kepala
sekolah untuk memiliki kemampuan dalam mengoperasikan komputer dan belajar
tentang etika penggunaan teknologi tersebut, sehingga kepala sekolah dapat
memanajemen sekolahnya secara efisien dan efektif. Adapun pertanyaan-pertanyaan
yang harus diajukan agar dapat menjelaskan makna etika SIM dalam lembaga
pendidikan. Pertanyaan tersebut terdiri dari:
a)
Apa yang membuat
tindakan benar menjadi benar?
b)
Kepada siapa kewajiban
moral harus dilakukan?
c)
Tindakan apa saja yang
benar?
Untuk pertanyaan pertama, kita harus mengetahui bahwa standar normatif
dalam penggunaan teknologi informasi tidak terbatas pada kebiasaan sosial yang
sewenang-wenang; sebenarnya, standar tersebut mencakup norma-norma moral dan
non-moral. Misalnya, kepala sekolah mengatakan bahwa administrator sekolah tidak
boleh menerima perangkat lunak gratis. Vendor tertentu mungkin menganggap
tindakan tersebut tidak bermoral, sejauh ini memang demikian karena akan
mengurangi hak dan kesempatan pendidikan bagi siswa, atau bisa juga berarti tindakan
tersebut dapat diterima secara moral tetapi ilegal, karena kebijakan sekolah melarang
penerimaan barang gratis. Kepala sekolah tersebut perlu untuk membedakan apakah
"harus" atau "tidak" dalam suatu keadaan didasarkan pada norma
moral atau non-moral
Untuk pertanyaan kedua Akar dari pertanyaan ini adalah persoalan loyalitas
dan kesetiaan. Dalam membuat penilaian moral, kepada siapa pengambil keputusan
harus setia? Dalam profesi guru, loyalitas utama diberikan kepada siswa. Namun
yang jelas, persoalan loyalitas tidak selalu sesederhana itu. Siapa muridnya?
Apakah dia siswa dari seorang guru tertentu di sekolah tertentu, atau siswa
tersebut merupakan kolektivitas semua orang pelajar, termasuk masa kini dan
masa depan, kaya dan miskin, berkulit hitam, putih dan coklat, laki-laki dan
perempuan? Selain itu, bagaimana cara seorang guru atau pengelola sekolah
menyelesaikan konflik antar siswa? Untuk Misalnya, ketika seorang guru yang
antusias memutuskan untuk menggunakan pengajaran berbantuan komputer dengan
beberapa orang siswa, kepada siapa dia menjadi Ioyah siswa yang tertarik dengan
teknologi atau mereka yang resisten? Apakah ada konflik loyalitas di antara
keduanya? Dilema seperti ini membawa kita ke dalam situasi konkrit di mana
seorang pengajar sekolah, bersama dengan para guru, harus melakukan hal
tersebut memutuskan jenis tindakan spesifik apa yang benar.
Untuk pertanyaan ketiga pada prinsipnya kebenaran suatu tindakan (atau
aturan) didasarkan pada baiknya dampak yang ditimbulkan. Penilaian yang tepat
mengenai baik dan buruk, atau manfaat dan biaya, tidak selalu mudah, namun yang
paling penting adalah konsekuensialisme acuh tak acuh terhadap efek
distributif. Misalnya seseorang bisa berpendapat bahwa sekolah tersebut
memiliki kewajiban untuk memantau dengan cermat jenis perangkat keras yang
dibawa ke sekolah berdasarkan kualitas perangkat lunak yang tersedia karena kewajiban
mereka untuk memastikan bahwa kesejahteraan pendidikan siswa dilindungi dan
ditingkatkan. Hal ini memungkin terjadinya penolakan perangkat keras gratis
dari banyak pihak meskipun konsekuensinya akan lebih sedikit siswa akan
memiliki pengalaman "langsung" dengan teknologi tersebut (Christensen, 1986).
Dalam membahas etika
penggunaan teknologi informasi terutama sistem informasi manajemen, tentunya
perlu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi etika tersebut dalam
organisasi maupun masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi etika SIM
dalam organisasi maupun masyarakat yang disampaikan oleh beberapa peneliti.
a) Faktor-faktor yang
mempengaruhi etika SIM menurut (Prasetyaningrum
et al., 2022)
1) Moral: Pengaturan perbuatan
manusia yang ditinjau dari segi baik atau segi buruknya. Faktor moral menjadi
hak dan kewajiban seseorang dalam menggunakan SIM, karena moral berkaitan erat
dengan kebiasaan dan cara hidup seseorang tersebut dalam menggunakan teknologi
informasi. Jikalau moral yang digunakan seseorang itu baik, maka efektif dan
efisien pula seseorang tersebut dalam menggunakan SIM begitu pula sebaliknya.
Contoh dalam pendidikan bila seorang manajer menggunakan teknologi sistem
informasi tersebut dengan niat buruk maka akan berdampak buruk bagi lembaga
pendidikannya.
2) Isu Sosial: Hal yang
bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat sehingga diperlukan sebuah tindakan
untuk mengubah situasi tersebut. Isu sosial dapat mempengaruhi etika penggunaan
SIM dikarenakan isu tersebut berupa konflikinternal maupun eksternal dalam
organisasi dan juga masalah sosial yang membuat organisasi tersebut harus
bersegera dalam memperbaiki kinerja SIM mereka. Contoh dalam dunia pendidikan
seperti terjadi error dalam aplikasi atau website yang digunakan dalam
menjalankan SIM suatu sekolah dan hal
tersebut tentunya merugikan sekolah beserta para pegawai/guru nya sehingga
menimbulkan isu sosial, maka dari itu sang manajer dan pihak sekolah lainnya
harus segera mengatasi isu tersebut.
3) Etika Pengguna: Faktor
penting dari etika penggunaan SIM adalah etika penggunanya, karena SIM akan
bermanfaat dan bekerja secara efektif bila penggunanya memiliki etika yang
baik. Etika yang baik disini meliputi kepatuhan dalam menegakkan norma-norma,
aturan perilaku, dan nilai-nilai kebaikan dalam organisasi (Ferdinand
et al., 2019).
b) Faktor-faktor yang
mempengaruhi etika SIM menurut (Zahran
& Ali, 2020):
1) Hubungan SDM dan SIM:
Hampir sama dengan pengaruh pengguna dalam etika SIM yang disampaikan Galuh,
namun faktor ini lebih menyoroti hubungannya dengan SIM, yang mana hubungan
tersebut mempengaruhi kualitas informasi dan kompetensi sistem informasi
tersebut, sehingga baik atau buruknya etika dari SIM organisasi yang dijalani
bergantung pada kualitas dan kompetensi yang dilakukan oleh SDM tersebut.
2) Bisnis: Etika SIM juga
bergantung pada bisnis yang dijalankan oleh organisasi tersebut. Hal ini
berkaitan dengan peraturan, budaya, norma, dan pelayanan yang biasanya
dilakukan oleh organsisasi tersebut dalam melayani masyarakat. Bila bisnisnya
dibidang pendidikan, maka pelayanan yang diberikan juga berhubungan dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemberian edukasi kepada
masyarakat.
3) Teknologi: Kemampuan
suatu teknologi dalam menjalankan SIM juga mempengaruhi etika penggunaan SIM
dalam organisasi apalagi dibidang pendidikan. Bila teknologi yang digunakan
dalam keadaan baik dan canggih, maka semakin tinggi pula kualitas etika yang
dihasilkan, hal ini termasuk performa, pencegahan isu sosial, dan lainnya.
Menurut Laudon (2004), ada beberapa tantangan yang harus dihadapi
dalam mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen terutama bidang
pendidikan:
a)
Tantangan bisnis: Hal ini didasarkan pada strategi apa yang
kita gunakan dalam menjalankan bisnis terutama dalam bidang pendidikan dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk bersaing secara
efektif dan siap di era sekarang.
b)
Tantangan globalisasi: Terkait
bagaimana lembaga pendidikan memahami
kebutuhan masyarakat dan sistem dari ruang lingkup ekonomi global.
c)
Tantangan infrastruktur: Berdasarkan
bagaimana suatu lembaga pendidikan tersebut
mengembangkan arsitektur sistem informasi dan infrastruktur untuk menampung
teknologi informasi yang dapat mendukung kerja, manajemen, dan tujuan lembaga
pendidikan.
d)
Tantangan investasi: Terkait
pembiayaan lembaga pendidikan dalam menginvestasi pemasukan dalam mengembangkan
sistem informasi manajemen.
e)
Tantangan kendali: Berkaitan
dengan bagaimana lembaga pendidikan tersebut bertanggung jawab dalam mengendalikan teknologi sistem informasi yang mereka
gunakan tanpa melanggar etika dan norma yang ada.
Sedangkan dalam segi etika dan memanajemen
SIM, Laudon (2004), juga menjabarkan beberapa tantangannya,
yang terdiri dari:
a)
Dibutuhkan sikap dan mental yang baik dalam
mendigitalisasikan sistem informasi yang ada dalam lembaga pendidikan, karena
diperlukan proses manajemen dan perencanaan yang matang dan tak monoton agar dapat berhasil memanfaatkan
internet beserta
teknologi
informasi
digital secara
efektif dan efisien.
b)
Jangan hanya mengandalkan website dalam menerapkan SIM,
perlu adanya pengembangan aplikasi khusus atau penggunaan aplikasi lainnya
dalam memanajemen sistem informasi lembaga pendidikan.
c)
Kejahatan internet yang tak terduga bisa menjadi ancaman
bagi SIM suatu lembaga pendidikan, untuk itu diperlukan proteksi dan tindakan
preventif agar dapat mencegah kejahatan tersebut.
Menurut Wijoyo et al. (2023), peluang dari pengelolaan SIM
dengan menerapkan etika yang baik dalam lembaga pendidikan, akan menghasilkan
manfaat sebagai berikut:
a)
Meningkatkan akurasi data karena SIM mengelolah yang
masuk secara otomatis, sehingga memanajemen data lebih efektif dan efisien.
b)
Mempermudah koordinasi antar anggota lembaga sehingga
dapat mempermudah kegiatan dan penyelesaian tugas serta penyelesaiannya yang
cepat tanpa bertemu secara langsung dengan pihak tertentu.
c)
Meningkatkan kualitas SDM karena mau tidak mau SDM dalam
lembaga pendidikan tersebut harus menggunakan SIM sehingga mereka lama-kelamaan
akan memahami teknologi informasi terutama SIM.
d)
Menekan biaya operasional yang berakibat pada
meningkatnya produktivitas SDM dan mereka akan lebih mudah dalam menganalisa
kinerja lembaga pendidikan yang mereka tempati.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dirangkum serta dikaitkan pada
konteks etika SIM, dapat disimpulkan bahwa SIM dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh manajer dan para pendidik dalam perencanaan, pengambilan
kebijakan, dan evaluasi yang terinformasi dalam sekolah. Sistem ini dapat
membantu kepala sekolah dalam menentukan tujuan sekolah, merumuskannya rencana
strategis, mendistribusikan sumber daya, dan mengevaluasi kinerja staf serta
keberhasilan sekolah. Tentu penggunaan SIM ini dibarengi dengan etika, karena dengan adanya etika dalam
sistem informasi manajemen maka teknologi tersebut dapat memberikan pengaruh
yang baik serta manfaat bagi para staff sekolah beserta masyarakat dan mencegah
mereka untuk tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam pencarian
informasi yang dinilai akan merugikan, sehinga informasi etika harus terus
dikembangkan agar dapat diterima dan dipahami oleh para staff sekolah maupun
masyarakat luas.
BIBLIOGRAFI
Adeoti‐Adekeye, W. B. (1997). The importance of
management information systems. Library Review, 46(5), 318–327.
Brocke, J.
vom, Simons, A., Niehaves, B., Niehaves, B., Reimer, K., Plattfaut, R., &
Cleven, A. (2009). Reconstructing the giant: On the importance of rigour in
documenting the literature search process.
Christensen,
K. E. (1986). Ethics of information technology in the educational system. ACM
SIGCUE Outlook, 18(2–4), 60–74.
Dana, T.,
Samosir, D. H., & Widiyasa, I. M. (2015). Pengembangan digital library
perpustakaan universitas atmajaya Yogyakarta. Seminar Nasional Informatika
(SEMNASIF), 1(5).
Darmadi, S.
(2011). Board diversity and firm performance: The Indonesian evidence. Corporate
Ownership and Control Journal, 8.
Ferdinand,
G. R., Madallo, E., Palamba, R., Josua, R., Manajemen, J., Ekonomi, F., &
Jaya, U. A. (2019). Etika Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Jurnal Etika
Kehidupan, 3–4.
Gurr, T. R.
(2000). Peoples versus states: Minorities at risk in the new century. US
Institute of Peace Press.
Hariyanto,
S. (2016). Sistem Informasi Manajemen. Publiciana, 9(1), 80–85.
Laudon, K.
C., & Laudon, J. P. (2004). Management information systems: Managing the
digital firm. Pearson Educación.
Morry, E.
(2022). Take It Down! Organizing against Racism. New York History, 103(1),
226–228.
Mulawarman,
W. G. (2020). Persoalan dosen dan mahasiswa masa pandemik Covid 19: Dari gagap
teknologi hingga mengeluh boros paket data. Prosiding Seminar Nasional
Hardiknas, 1, 37–46.
O’brien, J.
A., & Marakas, G. M. (2006). Management information systems (Vol.
6). McGraw-Hill Irwin New York, NY, USA:
Paré, G.,
Trudel, M.-C., Jaana, M., & Kitsiou, S. (2015). Synthesizing information
systems knowledge: A typology of literature reviews. Information &
Management, 52(2), 183–199.
Prasetyaningrum,
G., Nurmayanti, F., & Azahra, F. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Etika Sistem Informasi: Moral, Isu Sosial Dan Etika Masyarakat (Literature
Review Sim). Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 3(2),
520–529.
Quillard,
J. A. (1983). A study of corporate use of personal computers.
Roman, R.,
& Colle, R. D. (2002). Themes and issues in telecentre sustainability.
Institute for Development Policy and Management, University of Manchester.
Telem, M.,
& Buvitski, T. (1995). The potential impact of information technology on
the high school principal: a preliminary exploration. Journal of Research on
Computing in Education, 27(3), 281–296.
Visscher,
P. M., Haley, C. S., & Thompson, R. (1996). Marker-assisted introgression
in backcross breeding programs. Genetics, 144(4), 1923–1932.
Wijoyo, A.,
Zalukhu, S., Tumanggor, J., Nurdin, M., & Ramanda, C. (2023). Tantangan Dan
Peluang Dalam Mengelola Sistem Informasi Manajemen. TEKNOBIS: Jurnal
Teknologi, Bisnis Dan Pendidikan, 1(2).
Zahran, R.,
& Ali, H. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Informasi: Sumber
Daya Manusia, Bisnis, Teknologi dan Metode. Jurnal Akuntansi Universitas
Mercubuana, 1–21.
Zed, M.
(2008). Metode Penelitian Kepustakaan, Ed. Ke-2, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, Januari.
Copyright holder: Taufik Ridho Iano, Irsyad, Ahmad Sabandi (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |