Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MENGGUNAKAN MATERI MATRIKS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

 

Tutus Sri Hermansyah1, Lathiful Anwar2

Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam literasi matematika dengan cara meninjau dari gaya kognitif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Subjek penelitian diambil dari 27 siswa SMK kelas XI TKJ di salah satu sekolah yang terletak di Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah GEFT (Group Embedded Figure Test) untuk mengetahui kemampuan gaya kognitif siswa yang nantinya dibagi menjadi kelompok bergaya kognitif field dependent dan field independent, tes literasi matematis, dan wawancara. Soal tes literasi matematis disusun dan disesuaikan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang sepenuhnya didasarkan pada indikator-indikator kemampuan literasi matematis yang diadaptasi dan diselaraskan dengan tahapan pemecahan masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek field dependent cenderung merumuskan masalah masih dengan menggunakan kalimat naratif, subjek juga kurang mampu dalam menentukan penyelesaian masalah sendiri karena masih bergantung pada prosedur yang pernah diberikan, dan hanya mampu memberikan intepretasi singkat terkait hasil akhir penyelesaian. Sedangkan subjek field independent mampu merumuskan masalah dengan cara menggunakan pemodelan, subjek juga mampu menentukan dan menuliskan penyelesaian masalah sendiri secara terorganisir, dan mampu menunjukkan koreksi terhadap hasil akhir dari penyelesian masalah.

Kata Kunci: literasi matematika, field dependent, field independent

 

Abstract

This study aims to describe the ability of students in mathematical literacy by reviewing the cognitive style. The type of research used in this study is research with descriptive qualitative approach. The research subjects were taken from 27 students of SMK class XI TKJ in one of the schools located in Bagor District, Nganjuk Regency. The instruments used in this study were GEFT (Group Embedded Figure Test) to determine the cognitive style ability of students who would be divided into field dependent and field independent cognitive style groups, mathematical literacy tests, and interviews. Mathematical literacy test questions are prepared and adapted to everyday life problems that are fully based on indicators of mathematical literacy skills adapted and aligned with the stages of problem solving. The results showed that field dependent subjects tended to formulate problems still using narrative sentences, subjects were also less able to determine their own problem solving because they still depended on the procedures that had been given, and were only able to provide a brief interpretation of the final results of the solution. While field independent subjects are able to formulate problems by using modeling, subjects are also able to determine and write down their own problem solving in an organized manner, and are able to show corrections to the final results of problem solving.

Keywords: mathematical literacy, field dependent, field independent

 

Pendahuluan

Pengelolaan potensi manusia memiliki kedudukan utama di dunia pendidikan. Pendidikan merupakan sistem pembelajaran terorganisir yang digelar di sekolah atau yayasan sebagai institusi pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional mempunyai tujuan untuk mengembangkan potensi dan pembentuk karakter serta pembangun peradaban bangsa yang bermartabat untuk mencerdaskan generasi masa mendatang. Selain itu, pendidikan nasional juga mempunyai target dan sasaran dalam pengembangan bakat dan minat siswa agar kelak menjadi masyarakat yang berguna di masa depan.

Berdasarkan paparan tujuan tersebut, maka guru harus memiliki tekad guna menumbuhkan budaya belajar yang merupakan salah satu kunci dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu maupun sebagai pengembangan ilmu pengetahuan (Siagian, 2016). Di sisi lain, matematika dapat menjadi sarana belajar guna meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kognitif serta konsep berpikir logis bagi para siswa (Sari et al., 2016).

Pada dasarnya, terdapat dua arah pengembangan dalam pendidikan matematika, antara lain pemenuhan kebutuhan di masa sekarang dan pemenuhan kebutuhan di masa mendatang (Asmara, et al., 2017). Pemenuhan kebutuhan pada zaman sekarang fokus terhadap pengembangan kompetensi matematika dan penerapannya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan di masa mendatang terfokus pada kemampuan bernalar secara logis, berpikir kritis, serta memiliki keterbukaan dalam berpikir (Fathani, 2016), maka dalam hal ini literasi matematis siswa perlu dikembangkan guna pembelajaran matematika bisa lebih terfokus kepada peningkatan kemampuan literasi matematis.

Menurut OECD Tahun 2018 dalam Putra dan Vebrian (2019), literasi matematis merupakan kemampuan suatu individu dalam melakukan formulasi, menerapkan, dan menginterpretasikan dalam memecahkan masalah matematika pada berbagai macam konteks dunia nyata. Hal ini mencakup konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memperkirakan suatu fenomena atau kejadian. Literasi matematis juga memiliki indikator-indikator yang diambil dari PISA oleh Putra & Vebrian yang kemudian dikembangkan oleh Fikriyah (2022) terkait indikator dan sub indikator kemampuan literasi matematis.

 

Tabel 1. Indikator Kemampuan Literasi Matematika

No.

Indikator Kemampuan Literasi Matematika

 Sub Indikator Kemampuan Literasi Matematika

1.

Memformulasikan masalah secara matematis

Menyederhanakan permasalahan nyata ke dalam bentuk hal yang diketahui dan ditanya.

Menuliskan permasalahan secara jelas dalam bentuk kalimat matematika.

2.

Menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran matematika

Menyusun strategi penyelesaian masalah dengan tepat menggunakan fakta, konsep, dan penalaran matematika.

Menyelesaikan permasalahan dengan tepat menggunakan prosedur matematika.

3.

Menginterpretasikan, menyimpulkan, dan merefleksi hasil matematika.

Menginterpretasi dan menyimpulkan hasil penyelesaian permasalahan ke permasalahan nyata.

Menjelaskan solusi didapatkannya hasil penyelesaian

Sumber: Fikriyah (2022)

 

Berdasarkan definisi tersebut, literasi matematis sangat penting agar seseorang dapat mengaplikasikan pemahaman matematika yang sudah dimilikinya ke dalam permasalahan kehidupan sehari-hari (Syawahid & Putrawangsa, 2017). Permasalahan kehidupan sehari-hari yang dimaksud di sini akan disajikan dalam tugas matematis berbasis konteks sebagai alat untuk mendeskripsikan kemampuan literasi matematis.

Saat suatu masalah disajikan dalam konteks, siswa dituntut untuk bisa mengidentifikasi dan memilih informasi yang paling relevan (Wijaya, 2016). Dalam hal ini literasi matematika memiliki kontribusi penting dalam mengolah suatu informasi yang diterima oleh seseorang (Zahid, 2020). Proses memverifikasi solusi yang dilakukan dalam proses literasi matematika juga akan memberi struktur pada penalaran siswa (Hillman, 2014). Pakar pendidikan matematika berpendapat bahwa tidak semua pertanyaan bisa disebut sebagai masalah. Pendapat lain dijelaskan oleh Hamzah (2003) bahwa kriteria suatu masalah bagi siswa yaitu pertanyaan yang diberikan kepada siswa harus dipahami dengan baik oleh siswa, namun pertanyaan tersebut menjadi tantangan tersendiri untuknya guna menyelesaikannya. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan tidak harus diselesaikan oleh para siswa dengan menggunakan prosedur yang rutin yang mana telah diketahui oleh siswa. Pendapat lain dari Cahyani (2014) menyatakan bahwa suatu pertanyaan dapat disebut sebagai permasalahan bagi siswa jika ia belum mengetahui secara pasti gambaran terkait penyelesaiannya dan akan disebut sebagai pertanyaan yang wajar bagi siswa jika sebelumnya ia telah memahami tata cara pengerjaannya. Jika kompetensi matematis seseorang tidak cukup luas, sekalipun suatu masalah dapat diselesaikan, dalam hal ini tanpa kemampuan literasi matematis maka solusi yang ditawarkan mungkin saja bukan yang paling relevan. Oleh karena itu, dengan kemampuan literasi matematika, seseorang dapat berhasil memecahkan suatu masalah secara efektif.

Argarini (2018) menyebutkan tahap-tahap pemecahan masalah, yaitu pemahaman masalah, perencanaan strategi pemecahan masalah, pelaksanaan rencana strategi, pengecekan kembali. Hal tersebut diperjelas dalam indikator pemecahan masalah sebagai berikut.

 

Tabel 2. Indikator Pemecahan Masalah

Indikator

Keterangan

Pemahaman Masalah

Subjek mampu memahami apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal yang diberikan.

Perencanaan Strategi

Subjek mampu menentukan cara/rumus/metode yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan.

Pelaksanaan Strategi

Subjek mampu menggunakan cara/rumus/metode untuk menyelesaikan soal yang diberikan.

Pengecekan Kembali

Subjek mengoreksi kembali jawaban yang telah diberikan dalam menyelesaikan soal untuk memastikan jawaban.

Sumber: Argarini (2018)

 

Dalam hal ini, literasi matematika memiliki kaitan dengan kemampuan suatu individu dalam melakukan formulate (merumuskan), employ (menerapkan), dan interpret (menginterpretasikan) matematika. Hal tersebut mengindikasikan bahwa literasi matematika memiliki peran vital dalam menghubungkan konteks yang ada pada soal permasalahan dengan penyelesaian masalah. Menurut Prasetyo (2022) proses formulate mengindikasikan seberapa efektif siswa dapat mengenali dan mengidentifikasi peran matematika pada masalah yang ada dan mengubahnya menjadi bentuk kalimat matematika yang tepat. Proses employ menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam melakukan penghitungan serta menggunakan konsep dan fakta matematika untuk mendapatkan solusi secara matematis. Proses interpret memperlihatkan seberapa efektif siswa dalam menerapkan solusi yang didapat atau menarik kesimpulan yang berkaitan dengan konteks nyata.

Kenyataan di lapangan berdasarkan laporan dari salah satu guru di sekolah lokasi penelitian terdapat beberapa siswa yang masih terdapat kesalahan dalam menerima dan mengolah informasi terkait suatu permasalahan dalam konteks soal matematika. Hal tersebut menyebabkan siswa kesulitan dalam menentukan dan menuliskan penyelesaian apabila diberikan permasalahan yang berbeda terutama terkait dengan materi matriks. Hal tersebut dibuktikan pada saat siswa mengubah sistem persamaan ke dalam bentuk matriks.

 

 

 

 

 

Tabel 3. Kesalahpahaman Pengonsepan pada Materi Matriks

Soal

Jawaban

 

Akan tetapi, terdapat juga beberapa siswa yang mampu mengidentifikasi dengan benar terkait apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal sehingga berakibat adanya perbedaan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat faktor kognitif yang berbeda diantara siswa yang mempengaruhinya dalam menyelesaikan suatu masalah matematika.

Gaya kognitif adalah kemampuan individu dalam mengelola ataupun menerapkan informasi guna merespon suatu kejadian dari konteks lingkungan yang berbeda (Ngilawajan, 2013). Menurut Hidayat et al. (2013), berdasarkan perbedaan psikologis terdapat dua jenis gaya kognitif, antara lain: gaya kognitif field dependent dan field independent. Selain itu, gaya kognitif field independent dalam lingkup pembelajaran merupakan individu yang memiliki kecenderungan untuk belajar secara mandiri dengan menentukan tujuan belajarnya sendiri dan mampu mengatur pengorganisasian materi pembelajaran. Sedangkan gaya kognitif field dependent dalam lingkup pembelajaran lebih memiliki kecenderungan untuk belajar disertai dengan bimbingan atau petunjuk guru. Siswa yang bergaya kognitif field dependent memiliki perbedaan terkait pengelolaan informasi dengan siswa yang bergaya kognitif field independent. Dari jenis gaya kognitif yang berbeda, diketahui bahwa kemampuan literasi matematis siswa dalam memahami soal juga berbeda-beda. Nozari dan Siamian (2015) dalam penelitiannya, melihat hubungan antara gaya kognitif field dependent dan field independent dalam keterampilan memahami literasi dan menunjukkan hubungan antara literasi dengan gaya kognitif. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang cukup besar antara gaya kognitif field dependent dan field independent dimana keduanya penting dalam pembelajaran dan keberhasilan akademis.

Penelitian mengenai kemampuan literasi sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain seperti penelitian oleh Prasetyo (2022) yang menganalisis kemampuan literasi matematis berdasarkan gaya kognitif pada siswa SMP dengan fokus pada bentuk dan pola matematika. Selain itu, Ayu (2020) dalam penelitiannya juga menganalisis terkait kemampuan literasi matematika dilihat dari pemecahan masalah pada soal SPLDV. Begitupun Sanvi dan Diana (2022) dalam penelitiannya yang menganalisis materi matriks namun dengan fokus pada kemampuan numerasi berdasarkan kemampuan awal matematika. Dengan begitu, kebaruan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan literasi matematis siswa SMK pada konteks permasalahan kehidupan sehari-hari yang diselesaikan menggunakan materi matriks dengan meninjau dari gaya kognitifnya, dimana penelitian ini belum pernah dijadikan penelitian oleh penulis skripsi-skripsi sebelumnya mengingat karakteristik siswa SMK lebih menekankan pada keterampilan dan keahlian. Selain itu, informasi terkait kemampuan literasi matematis dalam penelitian ini nantinya bisa menjadi rujukan informasi oleh pendidik sebagai bahan refleksi terkait pentingnya literasi matematis siswa serta dapat membedakan pola pikir siswa. Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah menggunakan materi matriks ditinjau dari gaya kognitif siswa.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskripsi kualitatif yang memiliki tujuan guna mendeskripsikan bagaimana kemampuan literasi matematis siswa SMK Kelas XI dalam menyelesaikan permasalahan menggunakan materi matriks dengan meninjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent. Data yang diperoleh dari penelitian ini nantinya berupa paparan deskripsi terkait kemampuan literasi dari siswa SMK Kelas XI berdasarkan hasil tes dan wawancara. Oleh karena itu, penelitian ini lebih berfokus pada proses dan pemahaman penyelesaian daripada hasil pengerjaan dari suatu permasalahan.

Lokasi yang dijadikan penelitian merupakah salah satu sekolah SMK yang terletak di Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk. Adapun subjek dalam penelitian ini nantinya diambil dari 27 siswa SMK kelas XI TKJ. Alasan peneliti memilih subjek kelas XI karena siswa kelas XI sudah menerima materi terkait persoalan matriks. Selain itu, siswa SMK biasanya lebih mengandalkan keterampilan dan keahlian sehingga perlu diteliti terkait kemampuan literasi dari masing-masing siswa. Indra (2019) juga menyatakan bahwa SMK sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas menyiapkan generasi muda yang terampil dan memiliki tenaga keahlian sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja dimana SMK memiliki tujuan khusus seperti membekali siswa dengan kemampuan dan kompetensi sesuai dengan program yang mereka minat.

Peneliti dalam menentukan subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling yang mana teknik tersebut digunakan dengan berdasarkan pertimbangan tertentu dalam pemilihan dan pengambilan sumber data (Sugiyono, 2012). Pemberian soal Group Embedded Figure Test (GEFT) merupakan langkah awal dalam pengambilan subjek. Kemudian, hasil GEFT siswa tersebut nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan gaya kognitif field dependent dan field independent. Pengelompokkan siswa yang bergaya kognitif field dependent dan field independent disesuaikan pada penggolongan kriteria gaya kognitif siswa yang didasarkan pada pendapat Ratumanan (2003) dimana mengacu pada ketentuan berikut.

 

Tabel 4. Kriteria Gaya Kognitif Siswa

Skor

Gaya Kognitif

Field Dependent

Field Independent

Sumber: Ratumanan (2003)

 

Pengelompokkan siswa yang bergaya kognitif field dependent dan field independent berdasarkan kriteria tersebut yaitu siswa yang mendapatkan jumlah skor GEFT 10 sampai dengan 18 dikelompokkan sebagai siswa dengan tipe field independent, sedangkan siswa yang mendapatkan skor GEFT 0 sampai dengan 9 dikelompokkan sebagai siswa dengan tipe field dependent. Selanjutnya, siswa diuji dengan instrumen tes kemampuan literasi matematika terkait konteks soal permasalahan kehidupan sehari-hari. Setelah itu, akan dipilih 2 siswa sebagai subjek berdasarkan kemiripan dan kelengkapan jawaban dengan tahapan penyelesaian permasalahan yang diadaptasi dan diselaraskan dengan indikator kemampuan literasi matematis (lihat pada Tabel 5) menggunakan materi matriks dari masing-masing kelompok gaya kognitif field dependent dan field independent untuk melakukan wawancara terkait tes kemampuan literasi matematis yang telah dikerjakan.

Peneliti dalam mengumpulkan data menggunakan beberapa instrumen penelitian, yaitu Group Embedded Figures Test (GEFT), tes kemampuan literasi matematika, dan wawancara. Instrumen GEFT tersebut dirancang dan dikembangkan oleh Witkin (2017). Peneliti dalam pengambilan subjek mengikuti GEFT alih Bahasa Indonesia dikarenakan berkas asli instrumen GEFT dibuat dalam Bahasa Inggris. Instrumen GEFT digunakan untuk mengetahui dan mengelompokkan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dan field independent yang terdiri dari 25 butir soal. Pengelompokkan subjek dilihat dari perolehan jumlah skor GEFT yang didapat dari pengerjaannya yang terdiri dari 3 sesi pengerjaan soal. Soal sesi pertama sebanyak 7 butir soal, sedangkan soal sesi kedua dan sesi ketiga masing-masing sebanyak 9 butir soal. Soal sesi pertama dianggap sebagai latihan atau pemanasan bagi para siswa sehingga tidak diberi skor. Soal sesi kedua dan sesi ketiga mendapat skor 1 apabila benar dan skor 0 apabila salah dan untuk pengerjaannya diberi waktu 20 menit. Hasil dari pengerjaan GEFT nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan ketentuan jumlah skor yang didasarkan pada pengelompokkan kriteria gaya kognitif siswa.

Selanjutnya, pemberian tes tulis berupa konteks permasalahan kehidupan sehari-hari yang digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi matematis siswa SMK kelas XI TKJ. Menurut Silalahi (2020) tes tulis adalah tes yang dituangkan dalam bentuk tulisan, soal, maupun pertanyaan yang dinyatakan secara tertulis, begitupun jawaban juga disampaikan dalam bentuk tulisan. Kemudian terkait indikator-indikator yang ada, peneliti mengembangkan terkait penyelarasan antara tahapan pemecahan masalah (lihat pada Tabel 2) dengan indikator-indikator kemampuan literasi matematis (lihat pada Tabel 1). Dengan begitu, soal permasalahan literasi matematis nantinya didasarkan pada tahapan pemecahan masalah yang diselaraskan dengan indikator-indikator kemampuan literasi matematis. Berikut tabel penyelerasan tahapan pemecahan masalah dengan indikator-indikator kemampuan literasi matematis.

 

Tabel 5. Penyelarasan Indikator

No.

Tahapan Pemecahan Masalah

Indikator-indikator Kemampuan Literasi Matematis

1.

Pemahaman Masalah

Menyederhanakan permasalahan nyata ke dalam bentuk hal yang diketahui dan ditanya.

Menuliskan permasalahan secara jelas dalam bentuk kalimat matematika.

2.

Perencanaan Strategi

Menyusun strategi penyelesaian masalah dengan tepat menggunakan fakta, konsep, dan penalaran matematika.

3.

Pelaksanaan Strategi

Menyelesaikan permasalahan dengan tepat menggunakan prosedur matematika.

4.

Pengecekan Kembali

Menginterpretasi dan menyimpulkan hasil penyelesaian permasalahan ke permasalahan nyata.

Menjelaskan solusi didapatkannya hasil penyelesaian.

 

Data hasil tes kemampuan literasi matematika digunakan oleh peneliti guna mendeskripsikan bagaimana siswa menyelesaikan permasalahan terutama dalam memformulasikan masalah secara sistematis; menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran matematika; serta menginterpretasikan, menyimpulkan, dan merefleksi hasil matematika dengan meninjau dari gaya kognitif siswa.

Selanjutnya, pedoman wawancara merupakan suatu instrumen yang digunakan oleh peneliti sebagai instrumen pendukung dalam penelitian. Menurut Satori dan Komariah (2011), wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data melalui percakapan atau tanya jawab dengan sumber data sehingga memperoleh informasi data secara langsung dan terbuka. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui permasalahan secara terbuka yang mana peneliti dapat mengetahui penjelasan dari subjek mengenai pendapat beserta ide-idenya. Peneliti melakukan wawancara dengan 4 siswa dari 27 siswa yang mana dipilih 2 siswa sebagai subjek dari masing-masing kelompok gaya kognitif field dependent dan field independent terkait hasil kerja tes kemampuan literasi matematika dengan penyelesaian permasalahan menggunakan materi matriks. Peneliti juga menggunakan instrumen wawancara sebagai pemberian pertanyaan klarifikasi yang berpacu pada indikator kemampuan literasi matematis siswa yang nantinya diajukan dan didasarkan pada penyelesaian permasalahan siswa terkait tes kemampuan literasi matematis yang telah dikerjakan sesuai kondisi yang dialami oleh siswa.

 

Hasil dan Pembahasan

Data hasil GEFT yang diperoleh dari 27 siswa, diketahui terdapat 14 siswa yang bergaya kognitif field dependent dan 13 siswa yang bergaya kognitif field independent. Kemudian, berdasarkan data hasil tes literasi matematis dari 27 siswa, diketahui terdapat 15 siswa dengan penyelesaian permasalahan menggunakan metode eliminasi dan substitusi, serta terdapat 8 siswa dengan penyelesaian permasalahan menggunakan metode invers matriks, dan terdapat 4 siswa dengan penyelesaian permasalahan menggunakan metode determinan matriks. Selanjutnya, subjek penelitian yang diambil sebanyak 4 siswa yang mana dipilih 2 siswa sebagai subjek berdasarkan kemiripan dan kelengkapan dari jawaban siswa dengan memperhatikan penyelesaian permasalahan menggunakan materi matriks dari masing-masing kelompok gaya kognitif field dependent dan field independent. Adapun subjek tersebut nantinya diberi keterangan sesuai dengan inisial nama dari masing-masing siswa. Siswa dengan inisial A.P.M dan E.N.S merupakan subjek dengan gaya kognitif field dependent sedangkan siswa dengan inisial A.D.K dan D.W merupakan subjek dengan gaya kognitif field independent.

Paparan terkait data hasil penelitian dideskripsikan berdasarkan indikator-indikator kemampuan literasi matematis sebagaimana didalamnya terdapat memformulasikan masalah secara matematis; menggunakan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran matematika; serta menginterpretasikan, menyimpulkan, dan merefleksi hasil matematika. Deskripsi tersebut berisi argumen dan fakta terkait tes kemampuan literasi matematis dari masing-masing subjek baik dari kelompok gaya kognitif field dependent dan field independent. Adapun paparan deskripsi hasil penelitian berdasarkan indikator kemampuan literasi matematis ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent sebagai berikut.

 

Memformulasikan Masalah Secara Matematis

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Dependent

Subjek A.P.M (FD) menyederhanakan informasi dengan menuliskan hal diketahui dan ditanya terkait pada soal hanya menggunakan kalimat yang sama dengan teks tertulis pada soal (naratif) disertai tanda kurung kurawal sebagai simbol untuk menunjukkan harga keseluruhan dari suatu barang. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 1 sebagai berikut.

 

Gambar 1. Subjek A.P.M (FD) 

 

Gambar 1. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.P.M (FD)

 
Akan tetapi, subjek A.P.M (FD) baru menuliskan sistem persamaan dalam bentuk bentuk kalimat matematika pada tahapan penyelesaian masalah. Namun, terdapat kesalahan dalam menuliskan pemisalan dikarenakan variabel tersebut digunakan bukan untuk menunjukkan harga masing-masing barang melainkan menunjukkan jenis dari suatu barang. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 2 sebagai berikut.

 

Gambar 2. subjek E.N.S (FD)

Gambar 2. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.P.M (FD)

 

Sedangkan subjek E.N.S (FD) menyederhanakan informasi dengan menuliskan hal diketahui langsung menggunakan pemodelan dalam sistem persamaan dan hal ditanya masih menggunakan kalimat yang sama dengan teks tertulis pada soal. Namun, terdapat kesalahan dalam menuliskan pemisalan dikarenakan variabel yang digunakan menunjukkan suatu jenis barang bukan harga masing-masing barang. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 3 sebagai berikut.

 

Gambar 3. Cupilkan Jawaban oleh subjek E.N.S (FD)

 

Berdasarkan kedua subjek field dependent tersebut didapat informasi bahwa subjek menyederhanakan informasi masih menggunakan kalimat naratif dan sebagian mampu ditulis menggunakan pemodelan dalam sistem persamaan, meskipun terdapat kesalahan dalam menuliskan pemisalan dikarenakan variabel yang digunakan menunjukkan suatu jenis barang bukan harga masing-masing barang. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marwazi et al. (2019) menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif field dependent mengganti apa yang diketahui dan ditanyakan ke dalam bentuk kalimat matematika, namun tidak semua berhasil ditafsirkan kembali, beberapa masih dalam bentuk kalimat biasa.

 

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent

Subjek A.D.K (FI) menyederhanakan informasi dengan menuliskan hal diketahui dan ditanya terkait pada soal langsung dalam bentuk kalimat matematika, yakni menggunakan sistem persamaan. Akan tetapi, terdapat kesalahan dalam menuliskan pemisalan pada variabel dikarenakan variabel yang digunakan menunjukkan suatu jenis barang bukan harga masing-masing barang. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.D.K (FI)

 

Sedangkan, subjek D.W (FI) menyederhanakan informasi dengan menuliskan hal diketahui dalam bentuk kalimat matematika, yakni menggunakan sistem persamaan. Namun dalam penulisan hal ditanya masih menggunakan kalimat naratif sesuai dengan teks yang ada pada soal permasalahan. Akan tetapi, terdapat kesalahan juga dalam menuliskan pemisalan pada variabel dikarenakan variabel yang digunakan menunjukkan suatu jenis barang bukan harga masing-masing barang.  Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 5 sebagai berikut.

 

Gambar 5. Cuplikan Jawaban oleh subjek D.W (FI)

 

 

Berdasarkan kedua subjek field independent tersebut didapat informasi bahwa subjek menyederhanakan informasi mampu secara langsung menuliskan hal diketahui dan ditanya dalam bentuk kalimat matematika, yakni menggunakan sistem persamaan. Hal tersebut selaras dengan pendapat Wulan dan Anggraini (2019) yang menyatakan bahwa Subjek field independent cenderung menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan benar dan menggunakan bahasanya sendiri. Hal ini dikarenakan subjek field independent mampu mengorganisasikan objek-objek yang belum terorganisir dengan baik sehingga subjek field independent tidak mengalami kesulitan pada langkah memformulasikan masalah secara matematika. Selain itu, pendapat Susandi dan Widyawati (2017) juga menyatakan bahwa gaya kognitif field independent lebih analitis dalam melihat suatu masalah dan menerima informasi dibandingkan individu dengan gaya kognitif field dependent.

 

Menggunakan Konsep, Fakta, Prosedur, Dan Penalaran Matematika

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Dependent

Subjek A.P.M (FD) menuliskan konsep dengan menulis sistem persamaan terlebih dahulu baru kemudian diubah ke persamaan matriks sebagai langkah awal dari prosedur penyelesaian masalah (lihat pada Gambar 2). Selain itu, dalam prosedur penyelesaian masalah terdapat kesalahpahaman dalam pengoperasian dimana subjek A.P.M (FD) langsung mengalikan secara silang dari operasi tersebut. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 6 sebagai berikut.

 

Gambar 6. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.P.M (FD)

 

Di sisi lain, subjek A.P.M hanya menggunakan prosedur pengerjaan tanpa mengetahui nama, maksud, tujuan dari prosedur yang digunakan. Hal tersebut diperjelas dalam kutipan hasil wawancara dengan subjek A.P.M (FD) sebagai berikut.

Peneliti                        : “Bagaimana cara kamu menyelesaikan soal tersebut? Jelaskan tahap-tahap pengerjaannya secara runtut!”

A.P.M (FD)      : “Saya menyelesaikan soal tersebut dengan menulis yang saya ketahui dan ditanya terlebih dahulu dan kemudian saya menjawab dengan rumus matriks  dan , kemudian saya menggunakan 1 per det A  dan saya kalikan.”

Peneliti                        : “Apakah kamu menggunakan rumus dan konsep matematika dalam mengerjakan soal tersebut?”

A.P.M (FD)      : “Iya, saya menggunakan rumus matriks 1 per det A  pada soal tersebut dan menuliskan model matematikanya yaitu  dan ”.

Akan tetapi, meskipun terjadi kesalahpahaman dalam pengoperasian, subjek A.P.M (FD) memperoleh hasil akhir penghitungan penyelesaian masalah dengan benar. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 7 sebagai berikut.

Gambar 7. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.P.M (FD)

 

Sedangkan subjek E.N.S (FD) menuliskan konsep dengan menulis sistem persamaan terlebih dahulu baru kemudian diubah ke persamaan matriks sebagai langkah awal dari prosedur penyelesaian masalah. Akan tetapi, terdapat kesalahan dalam penulisan konsep dimana variabel tidak diikutsertakan dalam penulisan awal dari prosedur penyelesaian masalah. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 8 sebagai berikut.

 

Gambar 8. Cuplikan Jawaban oleh subjek E.N.S (FD)

 

Selain terdapat kesalahan penulisan konsep, subjek E.N.S (FD) juga terdapat kesalahpahaman dalam pengoperasian dimana subjek E.N.S (FD) langsung mengalikan secara silang dari operasi tersebut. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 9 sebagai berikut.

 

Gambar 9. Cuplikan Jawaban oleh subjek E.N.S (FD)

 

Akan tetapi, meskipun terjadi kesalahpahaman dalam pengoperasian, subjek E.N.S (FD) memperoleh hasil akhir penghitungan penyelesaian masalah dengan benar. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 10 sebagai berikut.

Gambar 10. Cuplikan Jawaban oleh subjek E.N.S (FD)

 

Berdasarkan kedua subjek field dependent tersebut didapat informasi bahwa subjek dengan gaya kognitif field dependent hanya terfokus dengan rumus yang diberikan atau pernah diajarkan oleh guru sebagai bukti hafalan rumus tanpa mengetahui nama, maksud, dan tujuan dari rumus yang digunakan dengan asumsi pengerjaannya atau penghitungan akhir dari penyelesaian permasalahan selama ini sudah benar. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek E.N.S (FD) dan subjek A.P.M (FD).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek A.P.M (FD).

Peneliti                        : “Apakah kamu dapat memahami soal ini?”

A.P.M (FD)      : “Iya, saya dapat memahami soal tersebut karena saya sudah pernah mendapatkan penjelasan mengenai materi matriks yang dijelaskan oleh guru saya.”

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek E.N.S (FD).

Peneliti                        : “Apakah kamu dapat memahami soal ini?”

E.N.S (FD)       : “Iya, saya dapat memahami soal tersebut, karena saya sudah diajari oleh guru saya sehingga saya tinggal mengaplikasikan ke dalam soal-soal matriks.”

Dengan begitu, siswa dengan gaya kognitif field dependent terbiasa menghitung dengan cara atau pengoperasian tersebut saat menghadapi soal atau permasalahan serupa, seperti halnya langsung mengoperasikan tanpa memerhatikan konsep dari penulisan operasi tersebut. Fenomena tersebut sesuai dengan pendapat Nasution dalam Rochmawati dan Hariastuti (2017) yang mengatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif field dependent secara mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan bergantung pada pengalaman belajar mereka di masa lalu, serta membutuhkan instruksi lebih lanjut untuk memahami hal-hal yang harus diberikan selangkah demi selangkah. Hal tersebut diperjelas lagi dengan pendapat O”Brien et al. dalam Suryanti (2014) yang menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif field dependent cenderung menerima informasi seperti yang disajikan atau ditemui dan sebagian besar mengandalkan pembelajaran dengan cara menghafal atau mengingat informasi dalam konteks sosial. Mereka juga menunjukkan kecenderungan yang jelas untuk menggunakan kerangka acuan sosial untuk menentukan sikap, minat, dan keyakinan.

 

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent

Subjek A.D.K (FI) dalam penggunaan konsep ia menuliskan konsep dengan langsung menuliskan persamaan matriks yang berdasar pada sistem persamaan yang telah ditulis sebelumnya pada hal diketahui (lihat pada Gambar 4). Hal tersebut telah diperjelas dalam Gambar 11 sebagai berikut.

Gambar 11. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.D.K (FI)

Selain itu, subjek A.D.K (FI) menyelesaikan dengan menggunakan prosedur metode determinan matriks, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pembagian determinan matriks guna mencari nilai dari masing-masing variabel pemisalan. Dalam prosedur, subjek A.D.K (FI) mencari dahulu determinan dari matriks yang diperoleh berdasarkan sistem persamaan yang ditulis (lihat pada Gambar 4). Selanjutnya mencari nilai determinan dari masing-masing variabel yang mana matriks tersebut dipengaruhi oleh susunan matriks pada harga. Dengan itu, apabila mencari determinan dari variabel  maka susunan matriks pada harga menempati kolom pertama pada susunan matriks sistem persamaan. Sebaliknya, jika mencari determinan dari variabel  maka susunan matriks pada harga menempati kolom kedua pada susunan matriks sistem persamaan. Setelah itu, dilakukan prosedur metode pembagian determinan matriks guna mencari nilai dari masing-masing variabel pemisalan. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 12 sebagai berikut.

 

Gambar 12. Cuplikan Jawaban oleh subjek A.D.K (FI)

 

Sedangkan Subjek D.W (FI) juga menuliskan konsep dengan langsung menuliskan persamaan matriks yang berdasar pada persamaan yang telah ditulis (lihat pada Gambar 5). Akan tetapi, subjek D.W (FI) menambahkan dengan menuliskan rumus di awal prosedur yang nantinya digunakan untuk mencari nilai dari masing-masing variabel pemisalan. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 13 sebagai berikut.

 

Gambar 13. Cuplikan Jawaban oleh subjek D.W (FI)

 

Di sisi lain, subjek D.W (FI) menyelesaikan dengan menggunakan prosedur metode determinan matriks, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pembagian determinan matriks guna mencari nilai dari masing-masing variabel pemisalan. Dalam prosedur, subjek D.W (FI) mencari dahulu determinan dari matriks yang diperoleh berdasarkan sistem persamaan yang ditulis (lihat pada Gambar 5). Selanjutnya mencari nilai determinan dari masing-masing variabel yang mana matriks tersebut dipengaruhi oleh susunan matriks pada harga. Dengan itu, apabila mencari determinan dari variabel  maka susunan matriks pada harga menempati kolom pertama pada susunan matriks sistem persamaan. Sebaliknya, jika mencari determinan dari variabel  maka susunan matriks pada harga menempati kolom kedua pada susunan matriks sistem persamaan. Setelah itu, dilakukan prosedur metode pembagian determinan matriks guna mencari nilai dari masing-masing variabel pemisalan. Hal tersebut diperjelas dalam Gambar 14 sebagai berikut.

Gambar 14. Cuplikan Jawaban oleh D.W (FI)

 

Berdasarkan kedua subjek field independent tersebut didapat informasi bahwa subjek mampu secara langsung menuliskan konsep pada tahap penyelesaian masalah, yakni menuliskan persamaan matriks secara langsung yang berdasar pada sistem persamaan (lihat pada Gambar 4 dan Gambar 5). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian oleh Narendra dan Si (2019) yang menyatakan bahwa Subjek field independent mampu secara langsung menghubungkan informasi dalam masalah dengan model atau representasi dari konsep apa yang akan digunakan dan prosedur yang akan diterapkan. Selain itu, subjek dengan gaya kognitif field independent menggunakan prosedur penyelesaian masalah yang berbeda dengan yang diajarkan oleh guru terkait materi tersebut. Akan tetapi, ketika guru memberikan soal atau permasalahan matriks serupa beserta penyelesaian masalah, siswa dengan gaya kognitif field independent tidak memakai prosedur yang telah diajarkan oleh guru dengan asumsi prosedur yang diberikan terlalu panjang sehingga perlu adanya prosedur yang harus dihafal atau diingat. Oleh karena itu, mereka menelusuri atau explore sendiri guna menyelesaikan permasalahan tersebut dengan dalih tetap menggunakan sebagian prosedur yang ada serta memerhatikan penggunaan konsep tanpa melakukan kesalahpahaman dalam penulisan dan pengoperasian konsep tersebut. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Peneliti            : “Apakah kamu dapat memahami soal ini?”

A.D.K (FI)       : “Iya, saya dapat memahami soal matriks ini, karena sebelumnya saya pernah mengerjakan soal seperti matriks ini dan juga pernah mempelajari dari internet.”

Fenomena tersebut juga selaras dengan pendapat oleh Tisngati (2015) yang menyatakan bahwa subjek field independent dapat mengorganisir informasi secara mandiri sehingga mereka mampu untuk mengambil tindakan yang mengarah pada hasil yang benar.

 

Menginterpretasikan, Menyimpulkan, Dan Merefleksi Hasil Matematika

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Dependent

Subjek A.P.M (FD) dalam interpretasinya hanya menyatakan secara singkat terkait formulasi masalah dengan penggunaan konsep dan prosedur dimana sistem persamaan yang telah ditulisnya (lihat Gambar 2) digunakan untuk mengecek benar atau tidaknya nilai dari masing-masing variabel pemisalan atau hasil akhir dari penghitungan. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek A.P.M (FD).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek A.P.M (FD).

 Peneliti           : “Jelaskan apa maksud selesaian dari model matematis jika dikaitkan dengan masalah kontekstualnya?”

A.P.M (FD)      : “Maksud dari model matematis untuk mengecek benar atau tidaknya pada variabel tertulis”

 

Sedangkan subjek E.N.S (FD) dalam interpretasinya menyatakan bahwa ia meyakini konsep dan prosedur yang digunakan dalam penyelesaian masalah sudah benar karena subjek E.N.S (FD) pernah mempelajari materi tersebut sebelumnya dengan asumsi jawaban mereka selama ini sudah benar saat mengerjakan soal matriks serupa. Hal tersebut juga dibuktikan pada saat mereka mensubstitusikan hasil akhir atau nilai dari masing-masing variabel pemisalan ke dalam sistem persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 3) dan hasil dari penghitungan substitusi tersebut diperoleh hasil yang sama dengan harga yang tertera pada soal permasalahan. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek E.N.S (FD).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek E.N.S (FD).

Peneliti            : “Bagaimana hasil perhitungan dari penyelesaian soal nomor 1 tersebut dan mengapa kamu yakin bahwa penyelesaian soal itu benar?”

E.N.S (FD)       : “Pada soal nomor 1 didapat hasil  dan . didapat dari hasil  untuk sapu dan  untuk pengki, saya yakin jawaban saya sudah benar karena saya telah mempelajarinya.”

Peneliti                        : “Bagaimana cara kamu mengecek bahwa hasil perhitungan dari penyelesaian kamu itu sudah menjawab pertanyaan dari soal tersebut?”

E.N.S (FD)       : “Dengan cara memasukkan hasil akhir pada variabel di model matematika yang sudah dibuat, apabila diperoleh hasil yang sama dengan harga yang tertera itu berarti jawaban sudah benar.”

Berdasarkan kedua subjek field dependent tersebut didapat informasi bahwa subjek kurang mampu menentukan strategi penyelesaian masalah dan menjelaskan konsep matematika yang dipilihnya meskipun hasil akhir penyelesaian permasalahan yang diperolehnya benar. Fenomena tersebut sesuai dengan pengerjaannya yang hanya terarah pada hasil akhir dari penyelesaian permasalahan tanpa memerhatikan konsep dari pengoperasian dan penulisan operasi bilangan pada saat tahap pengerjaan penyelesaian masalah. Hal tersebut sejalan dengan Alifah dan Aripin (2018) yang menyatakan bahwa subjek field dependent kurang menunjukkan alur berpikir yang runtut, ada beberapa prosedur yang kurang tepat, dan ada beberapa prosedur yang tidak dilakukan karena hasil yang diperoleh tidak didasarkan pada argumen yang kuat sehingga kurang cocok untuk menyelesaikan permasalahan matematika.

 

Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent

Subjek A.D.K (FI) dalam interpretasinya menyatakan bahwa ia langsung meyakini jawaban dari hasil penghitungan penyelesaian masalah tersebut benar dikarenakan subjek A.D.K (FI) mensubstitusikan hasil akhir atau nilai dari masing-masing variabel pemisalan ke dalam sistem persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 4). Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Peneliti            : “Bagaimana hasil perhitungan dari penyelesaian soal tersebut? Dan mengapa kamu yakin bahwa penyelesaian soal itu benar?”

A.D.K (FI)       : “Hasil dari perhitungan tersebut dapat diketahui harga sapu  dan harga pengki . Hasil itu didapat dari  dan . Saya yakin hasil itu benar karena saya mensubstitusikan hasil itu ke dalam persamaannya dan nilai akhirnya sama dengan hasil persamaannya.”

Selain itu, subjek A.D.K (FI) juga menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara hasil akhir dengan persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 4), dimana hal tersebut mengarah pada maksud untuk memudahkan dalam mengetahui benar atau tidaknya ketika hasil akhir dari penghitungan penyelesaian masalah atau nilai dari kedua variabel pemisalan sudah diperoleh. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek A.D.K (FI).

Peneliti            : “Bagaimana cara kamu mengecek bahwa hasil perhitungan dari penyelesaian kamu itu sudah menjawab pertanyaan dari soal tersebut?”

A.D.K (FI)       : “Saya mengecek dengan mensubstitusikan hasil  dan  ke dalam persamaan I dan persamaan II, dan hasilnya benar.”

Peneliti            : “Jelaskan apa maksud selesaian dari model matematis jika dikaitkan dengan masalah kontekstualnya?”

A.D.K (FI)       : “Maksud dari 2x + 2y = 50.000 dan 2x + y = 35.000 adalah untuk memudahkan mengetahui benar atau salahnya ketika hasil dari kedua variabel yang ada dalam persamaan itu terjawab.”

 

Sedangkan subjek D.W (FI) dalam interpretasinya menyatakan bahwa ia juga langsung meyakini jawaban dari hasil penghitungan penyelesaian masalah tersebut benar dikarenakan penyelesaian masalahnya ia juga memperhatikan kembali mulai dari memformulasikan masalah hingga penggunaan konsep dan prosedur. Selain itu, subjek D.W (FI) juga mensubstitusikan hasil akhir atau nilai dari masing-masing variabel pemisalan ke dalam sistem persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 5). Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek D.W (FI).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek D.W (FI).

Peneliti            : “Bagaimana hasil perhitungan dari penyelesaian soal tersebut dan mengapa kamu yakin bahwa penyelesaian soal itu benar?”

D.W (FI)          : “Hasil perhitungannya yaitu  dan  Saya yakin bahwa penyelesaian soal tersebut benar, karena saya sudah menghitung dengan teliti mulai dari diketahui, ditanya, dan jawab menggunakan rumus pembagian determinan. Selain itu, dengan mensubstitusi nilai  dan  ke persamaan  dan .”

Selain itu, subjek D.W (FI) juga menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara hasil akhir dengan persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 5), dimana hal tersebut mengarah pada maksud untuk mengecek dan mengetahui benar atau tidaknya ketika hasil akhir dari penghitungan penyelesaian masalah atau nilai dari kedua variabel pemisalan sudah diperoleh. Hal tersebut diperjelas dengan hasil wawancara dengan subjek D.W (FI).

Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan subjek D.W (FI).

Peneliti                        : “Bagaimana cara kamu mengecek bahwa hasil perhitungan dari penyelesaian kamu itu sudah menjawab pertanyaan dari soal tersebut?”

D.W (FI)          : “Cara mengeceknya yaitu dengan cara mensubstitusi nilai  dan  ke persamaan  dan . Sebelumnya saya cari nilai  dan  nya dulu, kemudian dibagi dengan determinan yang awal, maka saya bisa mengetahui nilai dari harga sebuah sapu yaitu Rp 10.000 dan harga sebuah pengki yaitu Rp 15.000.”

Peneliti                        : “Jelaskan apa maksud selesaian dari model matematis jika dikaitkan dengan masalah kontekstualnya?”

D.W (FI)          : “Kaitannya yaitu dengan hasil akhir dan diketahui untuk mengecek dan mengetahui benar atau tidaknya nilai dari variabelnya.”

Berdasarkan kedua subjek field Independent tersebut didapat informasi bahwa subjek menganggap bahwa nilai dari masing-masing variabel pemisalan yang sudah ditemukan belum sepenuhnya benar. Mereka meyakini bahwa jelas terdapat keterkaitan antara hasil akhir dengan persamaan yang telah ditulisnya (lihat pada Gambar 4 dan Gambar 5), dengan maksud sebagai langkah untuk mengecek dan mengetahui benar atau tidaknya hasil akhir penghitungan dari penyelesaian masalah ketika hasil dari kedua variabel pemisalan sudah diperoleh. Suatu cara siswa field independent meyakini penyelesaian masalahnya yakni melalui upaya pengecekan dengan mensubstitusikan hasil atau nilai dari masing-masing variabel pemisalan ke dalam persamaan (model matematika). Hal tersebut sesuai dengan Erbas dan Okur (2012) yang menyatakan bahwa subjek field independent secara sengaja dan berkesinambungan melihat hasil dari penyelesaian masalah mereka dan mampu menunjukkan koreksi sehingga mencapai hasil akhir yang benar.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terkait kemampuan literasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah menggunakan materi matriks dengan meninjau dari gaya kognitif siswa field dependent dan field independent dapat disimpulkan bahwa siswa dengan gaya kognitif field dependent dan field independent masing-masing mempunyai cara berpikir yang berbeda-beda dalam menyelesaikan permasalahan meskipun sama-sama diperoleh hasil akhir yang benar terhadap penyelesaian permasalahan. Subjek field dependent dalam merumuskan atau memformulasikan masalah cenderung masih dengan menggunakan kalimat naratif terutama pada penulisan hal diketahui dan ditanya; kemudian terkait penggunaan konsep dan prosedur, subjek juga kurang mampu dalam menentukan penyelesaian masalah sendiri karena masih bergantung pada prosedur yang pernah diberikan sehingga terjadi kesalahpahaman dalam penggunaan prosedur penyelesaian; kemudian terkait interpretasi terhadap hasil akhir subjek field dependent hanya mampu memberikan intepretasi singkat seperti keterkaitan antara hasil akhir penyelesaian dengan pemodelan matematika (sistem persamaan) yang telah ditulis pada hal diketahui. Sedangkan subjek field independent dalam merumuskan atau memformulasikan masalah mampu menggunakan pemodelan secara langsung, seperti langsung menuliskan sistem persamaan pada penulisan hal diketahui dan ditanya; subjek field independent juga mampu menentukan dan menuliskan penyelesaian masalah sendiri secara terorganisir, sehingga dalam penggunaan konsep dan prosedurnya, subjek field independent mampu memberikan interpretasi seperti menunjukkan keterkaitan antara hasil akhir penyelesaian dengan pemodelan matematika (sistem persamaan) yang telah ditulis pada hal diketahui dan mampu menunjukkan koreksi terhadap hasil akhir dari penyelesian masalah.

 

BIBLIOGRAFI

 

Alifah, N., & Aripin, U. (2018). Proses berpikir siswa smp dalam memecahkan masalah matematik ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent. JPMI (Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif), 1(4), 505–512.

Argarini, D. F. (2018). Analisis Pemecahan Masalah Berbasis Polya pada Materi Perkalian Vektor Ditinjau dari Gaya Belajar. Matematika Dan Pembelajaran, 6(1), 91100.

Asmara, A. S., Waluya, S.B., & Rochmad. (2017). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas X Berdasarkan Kemampuan Matematika. Scholaria, 7(2), 135142.

Ayu, U. F. (2020). Analisis Kemampuan Literasi Matematika Ditinjau dari Pemecahan Masalah dalam Soal Cerita SPLDV. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Cahyani, D.L. (2014). Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Working Backward terhadap Kemampuan Memberi Alasan Logis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika. Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.

Erbas, A. K., & Okur, S. (2012). Researching Students’ Strategies, Episodes, and Metacognitions in Mathematical Problem Solving. Quality & Quantity, 46(1), 89102.

Fathani, A. H. (2016). Pengembangan Literasi Matematika Sekolah Dalam Perspektif Multiple Intelligences. Jurnal EduSains, 4(2), 136150.

Fikriyah, S. (2022). Analisis Kemampuan Literasi Matematis Pada Materi Pecahan Siswa Kelas V SDN Kauman 1 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.

Hamzah. (2003). Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadan.

Hidayat, B. R., Sugiarto, B., & Pramesti, G. (2013). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal pada Materi Ruang Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi, 1(1), 3946.

Hillman, A. M. (2014). A literature review on disciplinary literacy: How do secondary teachers apprentice students into mathematical literacy?. Journal of Adolescent & Adult Literacy, 57(5), 397406.

Indra, R. (2019). Buletin Pendidikan Karakter Peserta Didik SMK. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud.

Marwazi, M., Masrukan, M., & Putra, N. M. D. (2019). Analysis  of Problem Solving Ability Based on Field Dependent Cognitive Style in Discovery Learning Models. Journal of Primary Education, 8(2), 127134.

Narendra, R., & Si, S. (2019). Pemahaman Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Gaya Kognitif Field Independent. BRILIANT: Jurnal Riset Dan Konseptual, 4(1), 7277.

Ngilawajan, D. A. (2013). Proses berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent. Pedagogia, 2(1), 7183.

Nozari, A. Y., & Siamian, H. (2015). The Relationship Between Field Dependent Independent Cognitive Style and Understanding Of English Text Reading And Academic Success. Mater Sociomed, 27(1), 3941.

Prasetyo, R. R. A. (2022). Analisis Kemampuan Literasi Matematis Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Kognitif. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Putra, Y. Y., & Vebrian, R. (2019). Literasi Matematika (Mathematical Literacy) Soal Matematika Model PISA Menggunakan Konteks Bangka Belitung. Yogyakarta: Deepublish.

Ratumanan, T. G. (2003). Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SLTP di Kota Ambon. Jurnal Pendidikan Dasar, 5(1), 110.

Rochmawati, A., & Hariastuti, R.M. (2017). Analisis Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Garis dan Sudut Berdasarkan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent. Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika. 1(2).

Sanvi, A. H., & Diana, H. A. (2022). Analisis Kemampuan Numerasi Pada Materi Matriks Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Awal Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 129143.

Sari, C. K., Sutopo, S., & Aryuna, D. R. (2016). The profile of students’ thinking in solving mathematics problems based on adversity quotient. JRAMathEdu (Journal of Research and Advances in Mathematics Education), 1(1), 36–48.

Satori, D., & Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Siagian, M. D. (2016). Kemampuan koneksi matematik dalam pembelajaran matematika. MES: Journal of Mathematics Education and Science, 2(1).

Silalahi, T. (2020). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suryanti, N. (2014). Pengaruh Kognitif Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Keuangan Menengah 1. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, 4(1), 12921406.

Susandi, A. D., & Widyawati, S. (2017). Proses Berpikir dalam Memecahkan Masalah Logika Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent. NUMERICAL: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 1(1), 4552.

Syawahid, M., & Putrawangsa, S. (2017). Kemampuan Literasi Matematika Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Belajar. Beta: Jurnal Tadris Matematika, 10(2), 222240.

Tisngati, U. (2015). Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Pemecahan Masalah pada Materi Himpunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Berdasarkan Langkah Polya. Beta: Jurnal Tadris Matematika, 8(2), 115124.

Wijaya, A. (2016). Students’ information literacy: A perspective from mathematical literacy. Journal on Mathematics Education, 7(2), 7382.

Witkin, A. H. (2017). Group Embedded Figure. (Alih Bahasa Instrumen Tes Gaya Kognitif). Repository FKIP Universitas Jambi. 178186.

Wulan, E. R., & Anggraini, R. E. (2019). Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent sebagai Jendela Profil Pemecahan Masalah Polya dari Siswa SMP. Factor M: Focus ACTion Of Research Mathematic, 01(02), 123142.

Zahid, M. Z. (2020). Telaah kerangka kerja PISA 2021: Era Integrasi Computational Thinking dalam Bidang Matematika. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 3, 706713.

 

Copyright holder:

Tutus Sri Hermansyah, Lathiful Anwar (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: