Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

RANCANG BANGUN CENTRAL MONITORING SISTEM CEPAT DAN LENGKAP (CEMON CELEP) KESEHATAN PASIEN RAWAT INAP BERBASIS INTERNET DI KLINIK HS BANGKALAN

 

Prima Nugroho1, M. Hasinuddin2

STIKES Ngudia Husada Madura, Bangkalan, Indonesia1,2
Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Untuk memenuhi kebutuhan dibutuhkan suatu sistem yang dapat memonitoring kesehatan pasien tanpa harus keluar masuk kamar pasien. Central Monitor diperlukan untuk otomasi monitoring kesehatan pasien rawat inap dengan mudah dan real time. Dari hasil pengujian sistem monitoring kesehatan pasien rawat inap berbasis central / terpusat ini dapat memantau detak jantung, respirasi, saturasi (kadar oksigen dalam darah), dan tekanan darah. Semua parameter tersebut dimonitoring menggunakan aplikasi central monitoring dan di kontrol menggunakan komputer. Sistem ini diharapkan dapat memudahkan dokter dan perawat rumah sakit dalam memonitoring pasien- pasien rawat inap dengan lebih efisien waktu, cepat, lengkap dan modern. Pelayanan Publik, Kualitas Pelayanan, Pelayanan Kesehatan dan Teori Inovasi Pelayanan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Untuk mengetahui inovasi pelayanan kesehatan melalui central monitoring sistem, peneliti menggunakan lima atribut inovasi menurut Rogers dan lima dimensi kualitas pelayanan menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian adalah deskriptif. Tempat penelitian Rawat Inap yang terletak di Klinik HS Kabupaten Bangkalan. Informan ditentukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu perawat, dokter dan petugas, sedangkan penentuan pasien atau keluarga pasien sebagai informan menggunakan metode Accidental Sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi central monitoring system cepat dan lengkap (Cemon Celep) telah memenuhi kelengkapan atribut inovasi yang terdiri dari keunggulan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. Selain itu, data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan Rawat Inap sudah baik dilihat dari dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti nyata, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati.

Kata kunci: aplikasi cms, Monitoring, Kesehatan, internet, inovasi, kualitas

 

Abstract

To meet the needs, a system is needed that can monitor patient health without having to go in and out of the patient's room. Central Monitor is needed to automate inpatient health monitoring easily and in real time. From the test results, this central/apple-based inpatient health monitoring system can monitor heart rate, respiration, saturation (oxygen levels in the blood), and blood pressure. All these parameters are monitored using a central monitoring application and controlled using a computer. This system is expected to make it easier for hospital doctors and nurses to monitor inpatients in a more efficient, fast, complete and modern manner. Public Services, Service Quality, Health Services and Service Innovation Theory are used to answer research questions. To determine health service innovation through a central monitoring system, researchers used five innovation attributes according to Rogers and five dimensions of service quality according to Zeithaml, Parasuraman and Berry. The research method used is qualitative. This type of research is descriptive. The inpatient research site is located at the Bangkalan Regency HS Clinic. Informants were determined using purposive sampling, namely nurses, doctors and officers, while determining patients or patient families as informants used the Accidental Sampling method. Data collection was carried out through in-depth interviews, observation and documentation. The research results show that the innovation of the fast and complete central monitoring system (Cemon Celep) has fulfilled the completeness of the innovation attributes consisting of relative advantage, compatibility, complexity, triability and observability. Apart from that, data obtained in the field shows that the quality of inpatient services is good seen from the dimensions of service quality which consist of concrete evidence, AC, responsiveness, assurance and empathy.

Keywords: CMS application, monitoring, health, internet, innovation, quality

 

Pendahuluan

Tuntutan masyarakat akan terbentuknya pemerintahan yang bersih, akuntabel dan transparan, mendorong pemerintah untuk segera melakukan perubahan terhadap penyusunannya demi mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Melaui pergeseran paradigma dan praktek penyelenggaraan Negara dari sentralistik ke arah desentralistik, memberikan peluang sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Maju mundurnya suatu daerah dalam berbagai hal seperti pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemenuhan layanan kebutuhan dasar harus menjadi prioritas utama yang dibebankan kepada daerah.

Sejalan dengan pergeseran paradigma tersebut. Pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung terkait dengan kemajuan pembangunan yang ada di daerah. Lahirnya Undang-undang pemerintahan daerah, undang undang pelayanan public sebagai contoh produk politik yang menguatkan posisi daerah sebagai ujung tombak di dalam pembangunan. Sebagai salah satu bentuk dari desentralisasi tersebut, kemudian daerah perlu melakukan terobosan dan inovasi di berbagai bidang yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam layanan baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Inovasi adalah sebuah ide, praktik atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya (Atthahara, 2018). Kemudian menurut Asian Development Bank inovasi adalah sesuatu yang baru, dapat diimplementasikan, dan memliki dampak yang menguntungkan. Inovasi bukan sebuah kejadian ataupun aktivitas; ini adalah konsep, proses, penerapan, dan kapabilitas yang menentukan kesuksesan organisasi. Inovasi dapat membantu sektor publik untuk membuat nilaiuntuk masyarakat. Selanjutnya menurut Damanpour dalam Yogi Suwarno inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi yang baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi.

Inovasi pada umumnya sering dilakukan oleh sektor swasta dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya sebagai upaya untuk tetap eksis dalam persaingan pasar. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi sektor swasta untuk mengembangkan berbagai inovasi. Keberhasilan sektor swasta dalam berinovasi, mulai dilirik oleh sektor publik untuk dapat menyediakan pelayanan yang lebih efektif dan efisien. Inovasi dalam sektor publik telah menjadi wacana penting di berbagai negara, terutama di negara maju karena dengan adanya inovasi dalam sektor publik dianggap dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan menjadi solusi dalam pemecahan masalah publik (Kharisma, 2014). Inovasi dalam sektor publik sangat identik dan sering dikaitkan dengan perubahan atau reformasi yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih dikenal sebagai konsep new public management (NPM) (Agus, 2019), dan konsep e-government (Abdullah, 2013).

Pentingnya inovasi dalam sektor publik menjadi kajian menarik di negara-negara maju, mengingat bahwa persaingan dan perkembangan perubahan sosial yang semakin kompleks. Dimana persaingan antar lembaga penyedia layanan semakin meningkat dan berpengaruh satu dengan yang lainnya. Inovasi dalam sektor publik dilakukan melalui penciptaan ide atau gagasan baru terhadap pelayanan publik dan melalui proses adopsi terhadap inovasi yang ada (biasanya inovasi yang dilakukan oleh sektor swasta) (Darmawan et al., 2018). Inovasi dalam sektor publik dilakukan oleh pemerintah karena adanya proses komunikasi atau penyebaran informasi akan suatu inovasi (Warman et al., 2022). Proses penyebaran inovasi membutuhkan saluran komunikasi dan waktu sampai pemerintah memutuskan untuk melakukan suatu inovasi (Rambocas & Arjoon, 2012). Inovasi dalam sektor publik berkembang menyesuaikan kebutuhan dan kondisi yang ada, sehingga diperlukan proses tahapan yang panjang dan diperlukan sikap selektif yang tepat untuk mengadopsi inovasi.

Konsep inovasi dalam sektor publik mulai dipraktikkan di berbagai negara berkembang karena adanya perkembangan teknologi canggih yang pesat. Konsep inovasi di negara berkembang lebih banyak dikaitkan dengan pengadopsian atau penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam sistem administrasi publik oleh pemerintah. Dengan adanya kemajuan teknologi yang dibawa dan dikenalkan dari negara maju, menyebabkan adanya perubahan yang terlihat dari sistem pelayanan yang mulai begeser menjadi lebih modern. Proses inovasi dalam sektor publik di negara berkembang juga melalui penciptaan ide atau gagasan baru, tetapi lebih banyak melalui proses adopsi inovasi yang sudah ada (Mukhsin, 2020). Di beberapa negara berkembang, inovasi dianggap sebagai penggunaan teknologi yang canggih ke dalam administrasi publik yang dikenal sebagai konsep e-government (Nurhakim, 2014).

Di Indonesia konsep inovasi dalam sektor publik sudah dilakukan diberbagai sektor, antara lain sektor pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur, pertanian, dan lain sebagainya. Inovasi dalam sektor publik di Indosesia telah mengubah karakteristik organisasi publik yang rigid, kaku, dan cenderung status-quo menjadi sistem yang lebih luwes dan dinamis (Firdaus et al., 2022). Hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam berinovasi seperti halnya inovasi yang dilakukan oleh sektor swasta yaitu penyesuaian dengan budaya organisasi, selain itu juga harus memperhatikan dinamika yang terjadi pada masyarakat.

Meskipun demikian persoalan penerapan inovasi itu sendiri tidak semudah seperti yang dibayangkan. Hal ini dikarenakan masih ditemukannya hambatan dalam inovasi itu sendiri. Mengutip pendapat Mulgan dan Albury (2003) terdapat delapan penghambat dalam tumbuhnya inovasi : 1. Reluctance to close down failing program or organization (keengganan untuk menutup program atau organisasi yang gagal) 2. Over- reliance on high performers as source of innovation (tingginya ketergantungan pada salah satu pihak sebagai sumber inovasi) 3. Technologies available but constraining cultural or organizational arrangement (Teknologi tersedia tetapi tidak sesuai dengan budaya organisasi). 4. No rewards or incentives to innovate or adopt innovations (Tidak ada imbalan atau insentif untuk berinovasi atau mengadopsi inovasi). 5. Poor skills in active risk or change management (rendahnya kemampuan) 6. Short-term budget and planning horizons (perencanaan dan penganggaran jangka pendek). 7. Delivery pressures and administrative burdens (adanya tekanan administrasi) 8. Culture of risk aversion (budaya menghidari resiko).

Klinik Heart and Surgery yang terletak di Jl. Sukarno Hatta No.34 Bangkalan adalah klinik swasta yang dimiliki oleh dr. Yusfik Helmi Hidayat, Sp.B yang didirikan pada tahun 2019. Klinik Heart and Surgery sering di jadikan sebagai klinik rujukan dikarenakan antusiasme masyarakat berbagai kalangan terutama masyarakat pedesaan yang merasa nyaman dan tenang untuk melakukan rawat inap , maka banyak pasien rawat inap yang berada di Klinik Heart and Surgery yang harus dijaga kesehatannya.

Kesehatan pasien adalah hal yang diutamakan bagi setiap fasilitas Kesehatan, agar pasien terjaga kesehatannya maka harus termonitoring dengan baik. Pemantauan kesehatan pasien meliputi tiga parameter yaitu pemantauan suhu tubuh, detak jantung dan respirasi. Ketiga parameter tersebut digunakan sebagai indikasi perkembangan kesehatan pasien secara signifikan.

Dalam mengindikasi kesehatan seseorang dapat dilihat dari suhu tubuh, suhu tubuh normal diperlukan kerena selain bisa menjadi indikator kesehatan seseorang juga mempunyai kaitan dengan kinerja jantung. Bila suhu tubuh menjauh dari kondisi suhu tubuh normal hal tersebut mempengaruhi cepat atau lambatnya jantung memompa darah keseluruh tubuh. Untuk memompa darah ke seluruh tubuh dengan baik dibutuhkan detak jantung yang normal. Detak jantung normal adalah 60-100 bpm, bila detak jantung pasien dibawah 60 bpm atau diatas 100 bpm maka detak jantung tidak normal yang menyebabkan terhambatnya jantung memompa darah keseluruh tubuh.

Masalah selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pemantauan respirasi atau pernafasan yang termasuk didalamnya pemantauan SPO2 atau kadar oksigen dalam darah. Pada kenyataannya beberapa tenaga medis terkadang lalai untuk memonitoring kerena keterbatasan waktu dan tenaga, semua usaha yang dilakukan tenaga medis (perawat) tanpa dapat dimonitor karena masih dilakukan dengan cara convensional. padahal hal ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi seperti sesak secara tiba – tiba atau masalah dari ketidak puasan pasien karena merasa diabaikan dan tidak diperhatikan serta ketidaknyamanan pasien untuk melakukan pengobatan selanjutnya.

Dalam pemecahan masalah tersebut dibutuhkan suatu konsep yang dapat diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan pemantauan kesehatan pasien. Konsep tersebut adalah Central Monitoring Cepat dan Lengkap merupakan konsep memanfaatkan pemantauan pasien monitor di tiap bed dihubungkan melalui konektivitas internet untuk berbagi data, pengontrolan jarak jauh benda-benda fisik dan manfaat lainya. Dengan konsep tersebut maka memungkinkan untuk memanfaatkan aplikasi atau software untuk kebutuhan pemantauan dan jaringan internet sebagai media pertukaran data untuk melakukan kontrol secara jarak jauh. Dalam implementasi ini dibutuhkan komputer sebagai pengontrol masing – masing pasien monitor serta dapat menyimpan serta menganalisis kondisi pasien secara berkelanjutan.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dibutuhkan suatu sistem yang dapat memenuhi kebutuhan pemantauan suhu tubuh, detak jantung dan respirasi. Dengan konsep Central Monitoring Cepat dan Lengkap tujuan dari ini tersebut adalah:

1)  Untuk mengidentifikasi dan menjelaskan inovasi pelayanan kesehatan di Klinik Heart and Surgery

2)  Kedua adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap inovasi pelayanan kesehatan

3)  Memudahkan perawat, dokter dpjp yang bertugas dalam melakukan monitoring atau pemantauan serta pelaporan dari ruang perawat dan darimanapun.

4)  Meningkatkan efisiensi waktu dan efektifitas pelayanan secara umum   khususnya dalam penanganan pasien.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini mencakup beberapa tahapan yang terperinci. Tahapan pertama adalah perumusan masalah, di mana peneliti merumuskan dan membatasi masalah yang akan diteliti agar penelitian tetap terfokus. Selanjutnya, tahap pengumpulan data dilakukan dengan membagi menjadi dua metode, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei langsung kepada stakeholder Klinik Heart and Surgery Bangkalan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui jurnal penelitian, buku, dan sumber dokumen lainnya. Setelah itu, dilakukan tahapan perancangan penelitian, yang mencakup pembuatan berbagai diagram seperti Data Flow Diagram (DFD), Diagram Konteks, Flow Chart, Block Chart, Entity Relationship Diagram (ERD), dan Kamus Data. Tahap analisis sistem dilakukan untuk memahami sistem yang sedang berjalan dengan melakukan komunikasi langsung dengan stakeholder menggunakan metode wawancara dan menganalisis permasalahan serta mengumpulkan data yang dibutuhkan. Salah satu contoh analisis sistem adalah mekanisme proses pelaporan kondisi pasien oleh perawat, yang mencakup pengkajian keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, dan pelaksanaan tindakan darurat sesuai dengan Protap yang berlaku. Sementara mekanisme proses pemantauan kondisi pasien mencakup kemampuan perawat dan dokter jaga untuk memantau kondisi pasien secara real-time melalui central monitor.

Populasi dalam penelitian ini adalah stakeholder Klinik Heart and Surgery Bangkalan, termasuk pemilik, dokter, perawat, petugas, pasien, serta keluarga pasien yang ada di klinik tersebut. Sampel pengumpulan data primer adalah seluruh stakeholder yang terlibat dalam operasional klinik. Sedangkan untuk analisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis hasil wawancara dan data yang terkumpul secara mendalam untuk memahami tantangan dan kebutuhan dalam pengembangan sistem pelaporan dan pemantauan kondisi pasien di klinik tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Data Umum

1)  Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

 

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

No

Jenis Kelamin

Frekuensi (f)

Persentase(%)

1

Pria

32

64

2

Wanita

18

36

Jumlah

50

100

 

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya jenis kelamin responden adalah pria sebanyak 32 ( 64 % ).

 

 

2)    Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

No

Umur

Frekuensi (f)

Persentase(%)

1

20 – 33

10

20

2

34 – 47

33

66

3

48 – 60

  7

14

Jumlah

50

100

 

Pada tabel 2 diatas menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya umur responden 34 - 47 tahun sebanyak 33 ( 66 % ).

 

3)        Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Responden

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan pada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

No

Pendidikan

Frekuensi (f)

Persentase(%)

1

SD

  9

18

2

SLTP

  5

10

3

SLTA

26

52

4

Perguruan Tinggi

10

20

Jumlah

50

100

Pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya pendidikan responden adalah SLTA  sebanyak 26 ( 52 % ).

 

4)   Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan pada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

No

Pekerjaan

Frekuensi (f)

Persentase(%)

1

Pelajar / Mahasiswa

  3

 6

2

Tidak Bekerja

10

20

3

Buruh / Petani

  8

16

4

PNS / TNI / Polri

20

40

5

Wiraswasta

  9

18

Jumlah

50

100

 

Pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa hampir setengahnya pekerjaan responden adalah PNS / TNI / Polri  sebanyak 20 ( 40 % ).

 

5)   Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

 

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status  Perkawinan pada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

No

Status Perkawinan

Frekuensi (f)

Persentase(%)

1

Belum Menikah

  7

14

2

Menikah

43

86

Jumlah

50

100

 

Pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar status perkawinan responden adalah menikah sebanyak 43 ( 86 % ).

Data Khusus

Pengukuran mutu pelayanan keperawatan yang diukur adalah 5 aspek dimensi mutu pelayanan keperawatan yaitu bukti fisik (tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (empathy). Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 6. Distribusi responden tentang aspek – aspek Mutu Pelayanan Keperawatan di RANAP Klinik HS Bangkalan ( n = 50 )

Frekuensi Pelayanan Keperawatan

Mutu Pelayanan Keperawatan

Tangibels

Reliability

Responsiveness

Assurance

Emphaty

F

%

f

%

f

%

f

%

f

%

Baik

43

86

43

86

49

98

50

100

47

94

Sedang

7

14

7

14

1

2

0

0

3

6

Kurang

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah

50

100

50

100

50

100

50

100

50

100

 

Berdasarkan tabel 6 diatas didapatkan kategori untuk masing-masing aspek pada variabel mutu pelayanan keperawatan dari 50 responden. Untuk aspek tangibels, sebagian besar 43 responden (86%) termasuk kategori baik, sebagian kecil yaitu 7 responden (14%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang.. Untuk aspek reliability, sebagian besar responden termasuk kategori baik yaitu 43 responden (86%), sebagian kecil yaitu 7 responden (14%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang. Untuk aspek responsiveness, mayoritas 49 responden (98%) termasuk kategori baik, sebagian kecil yaitu 1 responden (2%)  termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang. Untuk aspek assurance, mayoritas 50 responden (100%) termasuk kategori baik, tidak satupun masuk kategori sedang ataupun kurang. Dan untuk aspek emphaty, mayoritas 47 responden (98%) termasuk kategori baik, 3 responden (6%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang.

                  Tabel 7. Tabel ringkasan variabel Mutu Pelayanan Keperawatan di RANAP Klinik HS Bangkalan (n= 50 )

No

Klasifikasi

Frekuensi

Persentase (%)

1

Baik

28

56

2

Sedang

22

44

3

Kurang

  0

  0

Jumlah

50

100

 

          Berdasarkan tabel 7 diatas, didapatkan kategori untuk variabel mutu pelayanan keperawatan dari 50 responden, lebih dari setengahnya  termasuk kategori baik yaitu 28 responden (56%), hampir setengahnya 22 responden (44%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun termasuk kategori kurang.

             b.   Tingkat kepuasan pasien meliputi Caring, Kolaborasi, Kecepatan, Empati, Courtesy dan Sincerity dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Tabel 8.  Distribusi responden tentang aspek – aspek tingkat kepuasan pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan ( n = 50 )

Frekuensi Tingkat Kepuasan Pasien

Tingkat Kepuasan Pasien

Caring

Kolaborasi

Kecepatan

Empathy

Courtesy

Sincerity

F

%

f

%

f

%

f

%

f

%

f

%

Tinggi

48

96

47

94

46

92

48

96

46

92

48

96

Sedang

2

4

3

6

4

8

2

4

4

8

2

4

Kurang

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah

50

100

50

100

50

100

50

100

50

100

50

100

    

            Berdasarkan tabel 8 diatas didapatkan kategori untuk masing – masing aspek pada variabel kepuasan pasien dari 50 responden. Untuk aspek caring, mayoritas 48 responden (96%) termasuk kategori tinggi, sebagian kecil 2 responden (4%)  kategori sedang dan tidak satupun dalam kategori kurang.. Untuk aspek kolaborasi, mayoritas 47 responden (94%) termasuk kategori tinggi, 3 responden (6%) kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang. Untuk aspek kecepatan, mayoritas 46 responden (92%) termasuk kategori tinggi dan sebagian kecil yaitu 4 responden (8%) kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang. Untuk aspek emphaty, mayoritas 48 responden (96%) termasuk kategori tinggi, sebagian kecil yaitu 2 responden (4%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang. Untuk aspek courtesy, mayoritas 46 responden (92%) termasuk kategori tinggi, sebagian kecil responden 4 (8%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang Dan untuk aspek sincerity, mayoritas 48 responden (96%) termasuk kategori tinggi, 2 responden (4%) sebagian kecil termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori kurang.

                     Tabel 9. Tabel RingkasanTingkat Kepuasan Pasien RANAP Klinik HS Bangkalan( n = 50 )

No

Klasifikasi

Frekuensi

Persentase (%)

1

Tinggi

24

48

2

Sedang

26

52

3

Rendah

0

 0

Jumlah

50

100

 

          Berdasarkan tabel 9 diatas, didapatkan kategori untuk variabel kepuasan pasien dari 50 responden, hampir setengahnya 24 responden (52%)  termasuk kategori tinggi, lebih dari setengahnya 26 responden (52%) termasuk kategori sedang dan tidak satupun kategori rendah.

 

              c.  Hasil Analisis Uji Korelasi Spearman

          Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel dengan skala data ordinal. Dalam bagian ini akan dibahas hubungan antara mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel;

H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel.

Kriteria Pengujian :

Jika nilai signifikansi (p-value) ≤ 0.05, maka H0 ditolak.

Jika nilai signifikansi (p-value) > 0.05, maka H0 diterima.

 

Tabel 10. Distribusi hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan ( n = 50 )

                                         Kepuasan Pasien

Variabel

                                    Rendah    Sedang    Tinggi       Total       r       p-value

Kualitas Pelayanan

Keperawatan

 

Kurang                        0              0            0              0

Sedang                          0             17           5             22       0,448     0,001

Baik                            0              9            19            28

 

Jumlah                       0             26             24          50                                 

          Berdasarkan tabel 10 di atas diketahui bahwa dari 50 responden, lebih dari setengahnya yaitu 26 responden termasuk dalam kepuasan pasien kategori sedang, dan  hampir setengahnya yaitu 24 responden lainnya termasuk dalam kepuasan pasien kategori tinggi. Dari 26 responden yang termasuk kepuasan pasien kategori sedang, hampir setengahnya yaitu 17 responden termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori sedang, dan 9 responden sebagian kecil termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori baik. Dan dari 24 responden hampir setengahnya termasuk kepuasan pasien kategori tinggi, sebagian kecil yaitu 5 responden termasuk mut pelayanan keperawatan kategori sedang, dan 19 responden hampir setengahnya termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori tinggi.

          Hubungan antara mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien dilihat dengan analisis korelasi spearman, didapatkan nilai p-value sebesar 0.001 yang lebih kecil dari α 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0.448, yang berarti hubungan antara mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien termasuk dalam rentang 0.40 – 0.60 yaitu kategori hubungan agak rendah (Arikunto, 2013).

 

Pembahasan

Pelayanan Keperawatan

Berdasarkan tabel 7 hasil penelitian pelayanan keperawatan menunjukkan lebih dari setengah responden menilai mutu pelayanan keperawatan di Rawat Inap Klinik HS bangkalan  dalam kategori baik yaitu sebanyak 28 responden (56%), hampir setengahnya kategori sedang yaitu 22 responden (44%) dan tidak satupun dalam kategori kurang.

Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang – orang yang menerima pelayanan sesuai daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (emphathy) dari orang – orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan keandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan (Sardi et al., 2023)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Aribowo (2018) di Instalasi Rawat Inap Ruang Bangau RSJ. DR. Radjiman Wedidiningrat Lawang yang mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kinerja perawat dengan kepuasan pasien dengan hasil uji korelasi spearman didapatkan nilai r = 0,528 p = 0,000 (p < 0,05).

Pelayanan keperawatan di RANAP Klinik HS Bangkalan mayoritas dalam kategori baik karena perawat telah menjalankan tugasnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan, menerapkan visi misi rumah sakit dalam memberikan pelayanan dan adanya penghargaan pada perawat mendorong perawat untuk memberikan pelayanan yang terbaik. .Kualitas atau mutu pelayanan keperawatan yang dimiliki sebuah rumah sakit mempengaruhi pasien menggunakan jasa pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Bukti fisik (Tangibles )

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan pada bukti fisik di RANAP Klinik HS Bangkalan pada aspek ini sebagian besar dalam kategori baik 43 responden (86%), sebagian kecil kategori sedang 7 responden (14%) dan tidak satupun yang memberikan nilai kurang.

Bukti fisik menggambarkan tampilan fisik pelayanan keperawatan yang diberikan pihak rumah sakit meliputi penampilan fisik seperti bangunan fisik, kelengkapan fasilitas, kebersihan ruangan dan penampilan fisik pegawai rumah sakit yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien. Menurut Muhith, Siyoto dan Rahmah (2017) pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan. Kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayananya yaitu kemampuan menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan tegnologi kerja dan menunjukkan penampuilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Agustina (2016) di RANAP RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung didapatkan jumlah responden lebih dari setengahnya dari aspek bukti fisik dengan jumlah responden 249 (54,2%) dan tidak baik hampir setengahnya sebesar 210 responden (45,8%) dari total 459  responden.

Hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memberikan penilaian yang baik atas fasilitas fisik yang diberikan pihak rumah sakit bagi pasien di RANAP termasuk penampilan dari tenaga medis yang memberikan pelayanan keperawatan. Di RANAP Klinik HS Bangkalan alat – alat medis lengkap, tersedianya ambulance emergency dengan fasilitas lengkap didalamnya, kemampuan perawat dalam mengoperasikan alat-alat seperti syringe pump, infus pump dan alat-alat bantu nafas serta penggunaan alat pacu jantung. Adanya cleaning service yang menjaga ruangan tetap bersih, serta perawat di wajibkan melakukan komunikasi efektif dengan cara perawat wajib memperkenalkan diri pada pasien dan menggunakan atribut lengkap. Dari hasil penelitian diatas peneliti dapat mengasumsikan bahwa semakin lengkap fasilitas, kebersihan ruangan dan penampilan perawat yang rapi maka mutu pelayanan keperawatan yang diberikan akan baik.

Reliability (kehandalan)

  Pada tabel 6 digambarkan bahwa pelayanan keperawatan pada kehandalan di RANAP Klinik HS Bangkalan sebagian besar dalam kategori baik yaitu 43 responden  (86% ), sebagian kecil kategori sedang 7 responden (14%) dan tidak satupun yang memberikan nilai kurang.

Kehandalan merupakan kemampuan pihak rumah sakit untuk mewujudkan kemampuan melaksanakan pelayanan keperawatan dengan terpercaya dan akurat. Menurut Muhith, Siyoto dan Rahmah (2017) setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya dalam memberikan pelayanan setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profrsionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kereja yang dikerjakan mengfhasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat. Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang andal, mengetahui seluk beluk prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberikan dampak positif atas pelayanan tersebut sehingga pegawai memahami, menguasai, andal, mandiri dan profesiona atas uraian kerja yang ditekuninya.       

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Agustina (2016) di RANAP RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung didapatkan jumlah responden lebih dari setengahnya memberikan nilai baik berjumlah 250 responden (54,5%) dari 459 responden.

Hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien memberikan penilaian yang baik atas kinerja perawat RANAP meliputi proses prosedur, tindakan pemeriksaan dan perawatan dari perawat. Di RANAP Klinik HS Bangkalan jenjang perawat dibedakan dalam Perawat Klinik (PK) 1–5 dimana setiap jenjang diatur masa kerja, ijazah terakhir , pelatihan yang harus dimiliki dan sebagian besar perawat RANAP adalah perawat PK 2 dengan masa kerja ≥5 th sehingga peneliti mengasumsikan dalam pemberian pelayanan memiliki kemampuan pengetahuan, keahlian dan pengalaman kerja akan memberikan kualitas pelayanan yang baik. Adanya SPO (Standar Prosedur Operasional) setiap tindakan yang menjadi pedoman kerja perawat dalam melaksanakan tugas keperawatan, sosialisasi setiap kebijakan dari atasan pada bawahan sehingga mengetahui seluk beluk dalam penanganan. Selain itu mulai adanya customer service di RANAP yang siap membantu pasien dalam menjelaskan masalah administratif sehingga pasien tidak merasa pelayanan berbelit-belit. Pelayanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan yang dilakukan perawat.

Responsiveness (daya tanggap)

Pada tabel 6 menunjukkan hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan kategori mutu pelayanan pada daya tanggap mayoritas baik yaitu sebesar 49 responden (98%), sebagian kecil kategori sedang 1 responden (2%) dan tidak satupun yang memberikan nilai rendah.

Daya tanggap  (responsiveness) merupakan suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit yang meliputi kemampuan perawat menanggapi dan melakukan sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasien. Butar-Butar dan Simamora (2016) berpendapat pada prinsipnya setiap perawat dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapatkan pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani pasien sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian yang sulit untuk diketahuinya. pihak rumah sakit terutama bagi perawat.

Hasil penelitian Agustina (2016) di RANAP RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bahwa mutu pelayanan dari segi aspek daya tanggap didapatkan lebih dari setengahnya kategori mutu pelayanan tinggi dengan 53,4% (245 responden) dari 459 responden. Hal ini didapat karena perawat telah mengikuti Hospital”s Service Excellent.

Hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan menunjukkan bahwa mayoritas pasien memberikan penilaian yang baik atas kinerja rumah sakit dalam menangani keluhan pasien dan menciptakan komunikasi yang tercipta antara pihak rumah sakit terutama bagi perawat. Di RANAP Klinik HS Bangkalan sebagian besar perawat telah mendapatkan Pelatihan Komunikasi Efektif yang di adakan secara berkala oleh rumah sakit dan selanjutnya di sosialisasikan ke semua perawat sehingga dalam menanggapi keluhan pasien dapat terpenuhi sesuai dengan harapan pasien. Selain itu kemampuan sebagian besar perawat dalam penguasaan bahasa setempat yang mayoritas berbahasa madura, sehingga dapat memberikan penjelasan lebih mendalam dan memahami kebutuhan pasien. Jika mutu pelayanan keperawatan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien, semakin tinggi kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan.

Assurance (jaminan)

Pada tabel 6 hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan pada jaminan menunjukkan bahwa pasien merasakan mutu pelayanan keperawatan pada aspek jaminan mayoritas  tinggi sebesar 50 responden (100%) dan tidak satupun memberikan nilai sedang atau kurang.

Jaminan merupakan bentuk pelayanan yang diberikan staf rumah sakit yang dapat menimbulkan kepercayaan dari pasien terhadap rumah sakit. Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai rumah sakit menumbuhkan rasa percaya para pasien. Menurut Butar-Butar dan Simamora (2016) pasien memberikan penilaian sesuai dengan apa yang diterima oleh pasien dalam hal pengetahuan, kemampuan dan ketepatan dalam menangani masalah kesehatan mereka dalam menumbuhkan kepercayaan atas pelayanan keperawatan yang mereka terima.

Hasil penelitian Agustina (2016) di RANAP RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bahwa mutu pelayanan dari segi aspek jaminan lebih dari setengahnya menilai baik sebanyak 234 responden (51%) dan hampir setengahnya menilai tidak baik sebesar 49% (225 responden). Hal ini disebabkan karena responden yang merasa jaminan perawat RANAP baik ditandai dengan perawat memberikan informasi tentang segala tindakan dan perawat dapat menciptakan rasa aman dan nyaman pada pasien. Sedangkan yang tidak baik mengeluhkan kurangnya informasi tentang segala tindakan yang akan dilaksanakan.

Hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan dalam aspek ini mayoritas memberikan nilai baik. Artinya bahwa pasien memberikan penilaian sangat baik atas pengetahuan dan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada mereka. Di RANAP Klinik HS Bangkalanterdapat Kelompok Kerja yang berkaitan dengan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) yang bertujuan untuk mengoptimalkan hak pasien dalam pemberian pelayanan yang berfokus pada pasien dimulai dengan melakukan edukasi pada pasien tentang hak dan kewajibannya.  Pasien diberi informasi tentang hak dan kewajibannya, para staff kesehatan di didik untuk mengerti dan menghormati kepercayaan, nilai-nilai pasien dan memberikan pelayanan dengan penuh perhatian serta hormat guna menjaga martabat dan nilai diri pasien. Adanya Kelompok Kerja ARK (Akses Ke Rumah Sakit Dan Kontinuitas Pelayanan) yang memberikan program kerja sejak pasien masuk sampai dengan pulang yang dapat meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Tim Kelompok Kerja HPK dan ARK di RANAP Klinik HS Bangkalanselalu mensosialisasikan program kerja ke tiap bagian dan memantau pelaksanaannya. Selain itu dalam pelayanan di RANAP ada standar waktu mulai dari pasien datang sampai dengan tindakan selanjutnya dan semua terdokumentasi dengan jelas. Pelayanan keperawatan apabila diberikan secara cepat, tepat, mudah dan lancar dapat dipercaya berkualitas maka penerima jasa akan mengingat pelayanan yang didapat dan kembali lagi saat mereka membutuhkan dan begitu juga sebaliknya.

Emphaty (perhatian)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan merasakan mutu pelayanan keperawatan emphaty mayoritas kategori baik 47 responden (94%), sebagian kecil kategori sedang yaitu 3 responden (6%) dan tidak satupun yang memberikan penilaian kurang.

Emphaty merupakan ketersediaan rumah sakit untuk peduli, memberikan perhatian pribadi dan kenyamanan kepada pasien sehingga pasien merasakan kenyamanan selama menerima perawatan di rumah sakit. Menurut Muhith, Siyoto dan Rahmah (2017) empati mempunyai inti yaitu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani.

 Hasil penelitian Agustina (2016) di RANAP RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung kategori tinggi lebih dari setengahnya yaitu sebesar 250 responden (54,5%) dari 459 responden. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai karakteristik responden yang diteliti sehingga memiliki persepsi yang berbeda-beda.

Hasil penelitian di RANAP Klinik HS Bangkalan menunjukkan mayoritas pasien memberikan nilai yang baik atas kepedulian dan perhatian yang diberikan pihak rumah sakit kepada mereka. Hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan berdasarkan standar operasional prosedur yang sudah di tetapkan, perawat memberikan perhatian terhadap keadaan pasien, perawat memberikan senyum dan salam ketika bertemu, perawat menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam memberikan penjelasan kepada pasien tentang kondisi pasien, perawat menerima keluhan pasien dengan baik maka akan mempengaruhi pasien puas terhadap pelayanan yang diberikan. Selain itu adanya penghargaan berupa “smile award” yang diberikan oleh rumah sakit kepada perawat yang ramah, penggunaan pin untuk perawat yang bertuliskan “ tegurlah saya jika saya tidak senyum” akan memacu perawat untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pasien. Semakin tinggi mutu pelayanan keperawatan yang diberikan rumah sakit maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pasien yang dirasakan begitu pula sebaliknya semakin rendah mutu pelayanan keperawatan maka semakin kecil kepuasan pasien yang dirasakan.

 

Tingkat Kepuasan Pasien

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan lebih dari setengah responden memiliki kepuasan dalam kategori yang sedang yaitu 26 responden (52%),  hampir setengahnya yaitu 24 responden (48%) termasuk dalam kategori tinggi dan tidak satupun dalam kategori kurang.

Kepuasan pasien adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Jadi kepuasan pasien adalah hasil dari akumulasi konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa (Muhith et al., 2017). Kepuasan pasien adalah model kesenjanagan antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak dan yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama (Muhith et a., 2017).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan lebih dari setengahnya menilai dalam kategori sedang, artinya bahwa perasaan yang diperoleh pasien setelah membandingkan antara keinginan dan harapannya ternyata cukup mendekati sehingga menimbulkan perasaan cukup puas atau dengan kata lain bahwa apa yang diharapkan oleh pasien terhadap pelayanan kesehatan selama di RANAP Klinik HS Bangkalan sudah cukup terpenuhi.

 

Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 50 responden, lebih dari setengahnya yaitu 26 responden termasuk dalam kepuasan pasien kategori sedang, dan hampir setengahnya yaitu 24 responden lainnya termasuk dalam kepuasan pasien kategori tinggi. Lebih dari setengahnya total responden yaitu 26 responden yang termasuk kepuasan pasien kategori sedang, hampir setengahnya yaitu 17 responden termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori sedang, dan sebagian kecil yaitu 9 responden termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori baik. Dan hampir setengahnya dari total rsponden, 24 responden termasuk kepuasan pasien kategori tinggi, 5 responden sebagian kecil termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori sedang, dan sebagian kecil yaitu 19 responden termasuk mutu pelayanan keperawatan kategori tinggi. Berdasarkan dari hasil uji korelasi Spearman didapatkan nilai r=0,448  p=0,001 (p=<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien di RANAP Klinik HS Bangkalan. Jadi hipotesis yang diajukan diterima.

Menurut Muhith, Siyoto dan Rahmah (2017) tingkat kepuasan pasien adalah sangat tergantung pada kinerja penyaji jasa. Kepuasan pasien pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi yang ia rasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi et al. (2016) di Instalasi Rawat Inap Ruang Bangau RSJ. DR. Radjiman Wedidiningrat Lawang bahwa dari analisis statiska diperoleh nilai  signifikan  (p value) sebesar  0,000 sehingga lebih kecil dari nilai  (α) = 0,05. Hal ini menunjukan Ho ditolak sehingga disimpulkan ada hubungan antara Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien.

Berdasarkan  dari hasil analisa tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Pelayanan Keperawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di RANAP Klinik HS Bangkalan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika mutu pelayanan keperawatan baik maka kepuasan pasien tinggi, sedangkan jika mutu pelayanan keperawatan tidak baik, maka kepuasan pasien juga akan rendah.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut; (1) pelayanan keperawatan di RANAP Klinik HS Bangkalan tahun 2023 di tinjau dari 5 dimensi mutu pelayanan keperawatan yaitu bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan perhatian memiliki kategori baik sebesar 56% (28 responden) dan kategori sedang 44% (22 responden), (2) tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di RANAP Klinik HS Bangkalan tahun 2023 memiliki kategori tinggi sebesar 48% (24 responden) dan kategori sedang 52% (26 responden), dan (3) ada hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien di  RANAP Klinik HS Bangkalan tahun 2023 dengan nilai p-value sebesar 0,001.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdullah, R. S. (2013). Conceptualization of Electronic Government Adoption. International Journal of Managing Information Technology (IJMIT) Vol, 5.

Agus, A. (2019). Patologi Birokrasi dan Agenda Strategi: Kolaborasi Pendekatan New Public Management dan New Public Service Melalui Model Citizens Charter. Politea: Jurnal Politik Islam, 2(1), 77–90.

Agustina, R., Hasbie, N. F., & Kurniawan, M. R. (2016). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di RSUD Dr H Abdu L Moloek Tahun 2015. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 3(4).

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.

Atthahara, H. (2018). Inovasi pelayanan publik berbasis e-government: studi kasus aplikasi Ogan Lopian Dinas Komunikasi dan Informatika di Kabupaten Purwakarta. Jurnal Politikom Indonesiana, 3(1), 66.

Butar-Butar, J., & Simamora, R. H. (2016). Hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Jurnal Ners Indonesia, 6(1), 50–63.

Darmawan, D., Sakawati, H., & Ismail, I. (2018). Inovasi Sektor Publik Dalam Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraaan Bermotor Kota Makassar. Universitas Negeri Makassar.

Devi, S. S., Rini, N. S. H., & Hakim, L. (2016). Pengaruh Implementasi Standar Prosedur Operasional Pengembalian Rekam Medis di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 29(3), 265–268.

Firdaus, I. A., Purnamasari, R., Fadhillah, M. R., & Haskara, M. R. P. (2022). Inovasi pelayanan publik dalam rangka pengembangan ekonomi inklusif di Kota Bekasi. Jurnal Kebijakan Dan Inovasi Daerah, 1(1), 21–25.

Kharisma, B. (2014). Good Governance Sebagai Suatu Konsep Dan Mengapa Penting Dalam Sektor Publik Dan Swasta (Suatu Pendekatan Ekonomi Kelembagaan). Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 19(1), 1–34.

Muhith, A., Siyoto, S., & Rahmah, R. E. (2017). Hubungan Karakteristik Pasien Pengguna Kartu BPJS Dengan Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Deket Kabupaten Lamongan. Medica Majapahit, 9(1), 72–83.

Mukhsin, M. (2020). Peranan teknologi informasi dan komunikasi menerapkan sistem informasi desa dalam publikasi informasi desa di era globalisasi. Teknokom, 3(1), 7–15.

Mulgan, G., & Albury, D. (2003). Innovation in the public sector. Strategy Unit, Cabinet Office, 1(1), 40.

Nurhakim, M. R. S. (2014). Implementasi E-Government Dalam Mewujudkan Transparansi Dan Akuntabilitas Sistem Pemerintahan Modern. Jurnal Ilmu Administrasi, 11(3), 403–422.

Rambocas, M., & Arjoon, S. (2012). Using diffusion of innovation theory to model customer loyalty for Internet banking: A TT millennial perspective. International Journal of Business and Commerce, 1(8), 1–14.

Sardi, S., Badaruddin, B., & Fitriany, F. (2023). Pengaruh Kualitas Pelayanan Publik Terhadap Kepuasan Penumpang Pada Pelabuhan Nusantara Parepare. Jurnal Magister Manajemen Nobel Indonesia, 4(2), 310–324.

Warman, N. S., Syamsir, S., Maldini, M., Nurhasanah, O., Oktariandani, N. R., & Syafikruzi, I. H. (2022). Implementasi Inovasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di Kota Pekanbaru. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya, 1(2), 132–148.

 

 

Copyright holder:

Prima Nugroho, M. Hasinuddin (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: