Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 6, Juni 2024

 

PENGARUH CONTINUOUS LEARNING TERHADAP EMPLOYEE’S TASK & CONTEXTUAL PERFORMANCE PADA LONG LIST TALENT PT XYZ

 

Novianta Kuswandi1*, Tulus Budi Sulistyo Radikun2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk terus berinovasi dan meningkatkan kinerjanya. Salah satu kunci utama untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memiliki karyawan yang memiliki kinerja tinggi. Kinerja karyawan dapat diukur dari dua aspek, yaitu task performance dan contextual performance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh continuous learning, dalam hal ini on the job training, terhadap employee’s task dan contextual performance. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian akan menganalisis data primer yang diperoleh dari hasil survei menggunakan kuesioner kepada responden. Data yang telah terkumpul akan dianalisis secara deskriptif melalui uji regresi menggunakan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukan bahwa Terdapat hubungan antara Continuous Learning Terhadap Task Performance dan Contextual Performance. Continuous learning dapat meningkatkan employee’s task & contextual performance pada long list talent PT XYZ. Oleh karena itu, perusahaan perlu mendorong karyawannya untuk mengikuti continuous learning.

Kata kunci: Continuous Learning, Employee’s Task, Contextual Performance, Long List Talent

 

Abstract

Increasingly tight business competition requires companies to continue to innovate and improve their performance. One of the main keys to achieving this is by having employees who have high performance. Employee performance can be measured from two aspects, namely task performance and contextual performance. This research aims to find out how much influence continuous learning, in this case on the job training, has on employees' tasks and contextual performance. This research is quantitative research. The research will analyze primary data obtained from survey results using questionnaires to respondents. The data that has been collected will be analyzed descriptively through regression testing using the SPSS program. The research results show that there is a relationship between Continuous Learning and Task Performance and Contextual Performance. Continuous learning can improve employee's task & contextual performance in PT XYZ's long list of talents. Therefore, companies need to encourage their employees to participate in continuous learning.

Keywords: Continuous Learning, Employee’s Task, Contextual Performance, Long List Talent

 

Pendahuluan

Kekurangan successor di PT XYZ perlu mendapat perhatian segera agar keberlangsungan organisasi dapat terjaga.  Kekurangan successor ini ditandai dengan kondisi man power PT XYZ dalam lima tahun ke depan. Berdasarkan data Man Power Planing PT XYZ tahun 2022-2026, terdapat 375 karyawan yang akan pensiun dalam lima tahun ke depan (2023 Business Plan, halaman 17). Gap terbesar pemenuhan manpower yang akan pensiun di PT XYZ berada pada level team leader sebesar 284 orang, disusul kemudian level managerial sebanyak 53 orang. 
Melihat krisis man power di level managerial dan team leader yang akan terjadi, PT XYZ tidak berdiam diri.  Melalui mekanisme talent review and succession planning (TRSP), PT XYZ mengidentifikasi karyawan yang memiliki potensi untuk menjadi suksesor di posisi team leader sampai dengan senior manager. Berdasarkan hasil TRSP tersebut, terdapat 13 orang level manager dan senior manager yang tidak memiliki suksesor yang siap dalam satu tahun, dan 32 posisi lain di level manager dan senior manager tidak memiliki suksesor yang siap menggantikan dalam tiga sampai lima tahun (2023 Business Plan, halaman 17). 

Internal recruitment menjadi andalan PT XYZ untuk memenuhi posisi yang kosong tersebut. Strategi ini karena padanan binis PT XYZ tidaklah banyak, maka PT XYZ tidak memungkinkan mengandalkan pengganti karyawan dari luar perusahaan, Sehingga, strategi suksesi di PT XYZ lebih difokuskan pada strategi internal recruitment atau talent development.

Potensi karyawan lebih diutamakan dalam rekruitmen internal, karena potensi karyawan dapat memprediksi kinerjanya. Lebih jauh saat memetakan karyawan melalui mekanisme TRSP, PT XYZ mengidentifikasi potensi karyawan dengan melihat learning agility karyawan, sedangkan kinerja atau performance diidentifikasi dengan contextual performance dan task performance. Learning agility dapat didefinisikan sebagai keinginan dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan menerapkan pembelajaran tersebut untuk keberhasilan kinerja dibawah situasi pertama kali atau baru (Lombardo & Eichinger, 2000). Borman dan Motowidlo (1997) menjelaskan task performance, sebagai kinerja berdasarkan tugas dan tanggungjawab yang ditugaskan ke karyawan tesebut. Sedangkan contextual performance didefinisikan sebagai kinerja sukarela, perilaku kerja yang positif yang melampaui tugas utama dan secara keseluruhan berkontribusi terhadap fungsi organisasi (Borman & Motowidlo 1997). Hubungan antara learning agility dan performance ini telah diteliti oleh peneliti pendahulu. Contohnya saja penelitian pada perawat yang menemukan korelasi langsung antara penilaian learning agility dan evaluasi potensi dan kinerja oleh direktur perawat yang memberikan bukti bahwa individu dengan learning agility menjadi prediksi kinerja yang baik di masa depan (Glassman & Withall, 2018).

Kondisi task performance PT XYZ saat ini perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan hasil task performance dari 49 orang manager hanya ada 3 orang yang mendapat nilai A, dan 25 orang mendapatkan nilai C. Begitu juga untuk karyawan BOD-3 (First Managerial Level), dari 753 Karyawan, 475 nya mendapatkan nilai C. (2022 Key Performance Indicator Result, halaman 4). Mengacu pada cara PT XYZ mengidentifikasi talent menggunakan nine box matrix yang melihat potensi (learning agility) dan overall performance maka pencapaian kinerja karyawan berdampak pada jumlah talent yang dimiliki perusahaan. Dengan hasil task performance tersebut maka tidak heran jika jumlah talent di PT XYZ tidak banyak. Efeknya jumlah suksesor yang dimiliki PT XYZ pun juga menjadi sedikit. Situasi pandemi yang terjadi semenjak tahun 2020 memang berdampak cukup signifikan terhadap performance karyawan. Semua karyawan perlu beradaptasi dengan situasi dan cara kerja baru, dampaknya pencapaian task performance juga terganggu.

Selain task performance, kondisi contextual performance PT XYZ saat ini juga perlu mendapat perhatian. Merespond kondisi pandemi dan pasca pandemi, perusahaan mendorong karyawan untuk mengimplementasikan health and safety dilingkungan kerjanya. Perusahaan menamakan strategi implementasi ini sebagai Health Safety Improvement Program (HSIP). Karena tidak menjadi main job karyawan sehari-hari maka pencapaian inistiatif HSIP ini hanya mencapai 56% (KPI OHS Index SBI 2022). Dengan hasil contextual performance tersebut maka tidak heran jika jumlah talent di PT XYZ sedikit. Dampakya tentu saja pada jumlah suksesor yang dimiliki PT XYZ. Pencapaian HSIP ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya berkaitan dengan keahlian yang dimiliki karyawan dalam mengimplementasikan inisitif tersebut. HSIP membutuhkan keahlian tertentu, namun karena inisiatif ini diluar dari main job karyawan, maka karyawan perlu mempelajari keahlian baru.

Melihat pencapaian task performance dan contextual performance tersebut, maka diperlukan program pengembangan bagi karyawan. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Michel, et al. (2022)  yang menemukan adanya skill gap yang dibutuhkan antara sebelum Covid, selama dan setelah Covid. Peneliti mengusulkan penerapan continuous learning sebagai intervensi dalam menjawab permasalahan tidak tercapainya task dan contextual performance. Pertimbangan lain peneliti menggunakan intervensi continuous learning dikarenakan masih terbatasnya penelitian pendahuluan yang membahas tentang continuous learning dan pengaruhnya terhadap task performance ataupun contextual performance. Beberapa penelitian pendahuluan seperti yang dilakukan oleh Agarwal (2020), memang menunjukan bahwa 80,4% responden setuju bahwa continuous learning berdampak pada peningkatan performance, namun penelitian ini tidak melihat secara khusus performance yang dimaksud apakah task performance ataupun contextual performance. Dua penelitian yang meneliti tentang continuous learning adalah penelitian yang dilakukan oleh Budhiraja (2021) yang menemukan pengaruh positif continuous learning terhadap task performance maupun contextual performance. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiraja (2021) tentang hubungan antara continuous learning dan contextual performance pada perusahaan yang mengalami merger, juga menemukan adanya pengaruh positif continuous learning terhadap efektifitas change management, dimana change management secara signifikan memediasi hubungan antara continuous learning dan contextual performance pada karyawan di perusahaan yang mengalami post merger.

Continuous learning sendiri didefinisikan sebagai upaya organisasi dalam menciptakan kesempatan belajar untuk semua karyawan (Marsick & Watkins 2005). Menggunakan istilah yang berbeda, Dunn (2005) mendefinisikan continuous learning sebagai pembelajaran yang meng-cover semua range dari pembelajaran, termasuk formal, informal dan non-formal learning,  dan juga melingkupi keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam aktifitas sehari-hari. Bentuk dari continuous learning ini menurut Agarwal (2020) dapat dibagi ke dalam dua metode, yaitu on the job training atau metode learning yang diadopsi dan dilakukan di lingkungan tempat kerja, meliputi coaching, job rotation, job assignment, project assignment, dan metode kedua berupa off the job training yaitu metode learning yang dilakukan di luar lingkungan kerja, meliputi lecturing, case study, role playing, formal training ataupun conferences. Penelitian ini berfokus pada metode on the job training sebagai sarana bagi karyawan untuk melakukan continuous learning, karena telah terbukti memiliki dampak positif terhadap task performance dan contextual performance.

Pemilihan intervensi continuous learning sendiri didasari dari program talent development yang dilakukan oleh PT XYZ yang sebelumnya hanya terfokus pada metode off the job training berupa lecturing saja. Padahal, Menurut Pramono dan Prahiawan (2022) dalam penelitihannya menemukan bahwa pelatihan (off the job training) tidak memiliki dampak posisif pada kinerja karyawan. Hasil penelitian tersebut juga dikuatkan oleh Mulyapradana, et al. (2020) tidak ada hubungan antara training dengan performance karyawan. Penelitian terdahulu, Miller (2016) dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa education (off the job training) tidak berdampak secara signifikan terhadap task performance, sedangkan experience (on the job training) berdampak secara signifikan terhadap task performance. Di satu sisi Miller (2016) juga menemukan bahwa experience (on the job training) memberikan dampak signifikan terhadap contextual performance. Dengan demikian, pada penelitian ini fokus pada metode on the job training sebagai sarana karyawan melakukan continuous learning karena punya dampak positif pada task performance maupun contextual performance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh continuous learning, dalam hal ini on the job training, terhadap employee’s task dan contextual performance.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian akan menganalisis data primer yang diperoleh dari hasil survei menggunakan kuesioner kepada responden.

Partisipan Penelitian

Populasi yang disasar penelitian ini adalah talent di perusahaan XYZ yang berjumlah 232 orang. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling, yaitu memilih responden yang tergolong short list talent dan long list talent berjumlah 94 orang.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan penyebaran kuesioner menggunakan bantuan Google Form yang diukur dengan skala likert kepada partisipan penelitian.

Analisis Data

Penelitian akan menganalisis data primer yang diperoleh dari hasil survei menggunakan kuesioner kepada responden.

Penelitian ini menggunakan 3 variabel, yaitu:

1)  Variabel predictornya adalah continuous learning sedangkan variabel outcomenya adalah task performance dan contextual performance.

2)  Definisi continuous learning yang akan digunakan pada penelitian ini mengacu pada definisi yang diberikan oleh Watkins dan Marsick (2013) yang mendefinisikan continuous learning sebagai upaya organisasi dalam menciptakan kesempatan belajar untuk semua karyawan

3)  Sedangkan definisi task performance dan contextual performance dalam penelitian ini akan mengacu pada definisi yang diberikan oleh Koopmans, et al. (2011)

4)  Contextual performance sendiri didefinisikan sebagai perilaku yang mendukung lingkungan organisasi, sosial dan psikologis dimana inti teknis harus berfungsi

5)  Sedangkan task performance didefinisikan sebagai kemahiran yang dengannya individu melakukan tugas utama mereka

Data yang telah terkumpul akan dianalisis secara deskriptif melalui uji regresi menggunakan bantuan program SPSS.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penelitian yang dikemukakan tersebut, maka dapat ditentukan dua hipotesis penelitian, yaitu:

Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara Continuous Learning Terhadap Task Performance

Hipotesis 2. Terdapat hubungan antara Continuous Learning Terhadap Contextual Performance

 

 

Hasil dan Pembahasan

Uji Validitas

Uji Validitas adalah proses untuk mengukur sejauh mana suatu instrumen atau alat pengukuran dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

 

Tabel 1. Uji Validitas

Correlations

 

CL

ET

CP

TOTAL

CL

Pearson Correlation

1

.575**

.496**

.786**

Sig. (2-tailed)

 

<.001

<.001

<.001

N

94

94

94

94

ET

Pearson Correlation

.575**

1

.663**

.909**

Sig. (2-tailed)

<.001

 

<.001

<.001

N

94

94

94

94

CP

Pearson Correlation

.496**

.663**

1

.842**

Sig. (2-tailed)

<.001

<.001

 

<.001

N

94

94

94

94

TOTAL

Pearson Correlation

.786**

.909**

.842**

1

Sig. (2-tailed)

<.001

<.001

<.001

 

N

94

94

94

94

 

Berdasarkan hasil pada tabel 1, terlihat bahwa setiap alat pengukuran menunjukkan nilai korelasi Pearson yang lebih tinggi daripada nilai korelasi tabel (r Tabel = 0.168) dengan jumlah sampel (N=94), dan semua nilai signifikansi (2-tailed) korelasi untuk setiap item adalah .000, yang lebih kecil dari nilai batas signifikansi 0.05. Temuan ini menunjukkan bahwa semua pernyataan yang terkandung dalam item-item pertanyaan memiliki validitas yang kuat. Oleh karena itu, keseluruhan kuesioner dianggap valid untuk digunakan dalam penelitian ini.

 

Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah proses untuk mengevaluasi sejauh mana suatu instrumen pengukuran dapat menghasilkan hasil yang konsisten atau dapat diandalkan.

 

Tabel 2. Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.795

3

 

Hasil uji reliabilitas yang tercantum dalam tabel 2 menunjukkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,795, melebihi ambang batas minimum 0,600. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat konsistensi yang baik.

 

 

 

Uji Regresi

Uji Regresi adalah teknik statistik yang digunakan untuk mengukur hubungan antara satu atau lebih variabel independen dengan variabel dependen.

 

Tabel 3. Uji Regresi H1

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

2.421

3.445

 

.703

.484

CL

.834

.124

.575

6.736

.000

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai ambang batas 0,05. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara continuous learning dan tugas karyawan pada daftar panjang bakat di PT XYZ.

 

Tabel 4. Uji Regresi H2

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

2.252

2.717

 

.829

.409

CL

.536

.098

.496

5.486

.000

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 lebih kecil daripada nilai ambang batas 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara continuous learning terhadap kinerja kontekstual pada daftar panjang bakat di PT XYZ.

 

Pembahasan

Talent Management PT XYZ

Pengelolaan talent di organisasi menjadi sesuatu yang penting karena adanya hubungan yang signifikan antara talent management dan organizational performance (Ahmad, et al, 2020)

Istilah "talent management", "talent strategy” ataupun “succession planning” dan “human resource planning” adalah istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan mengelola karyawan dalam organisasi. Jackson dan Schuler (1990) mendefinisikan talent management sebagai proses untuk memilih orang di posisi yang tepat dan waktu yang tepat. Järvi dan Khoreva (2019) memberikan definisi talent management sebagai aktivitas dan proses yang melibatkan identifikasi sistematis dari posisi kunci yang secara berbeda berkontribusi pada keunggulan kompetitif berkelanjutan organisasi, pengembangan kumpulan bakat dari pemegang jabatan berpotensi tinggi dan berkinerja tinggi untuk mengisi peran ini, dan pengembangan arsitektur sumber daya manusia yang berbeda untuk memfasilitasi mengisi posisi ini dengan petahana yang kompeten dan untuk memastikan komitmen berkelanjutan mereka terhadap organisasi. Secara literatur belum ada batasan konseptual yang spesifik dan jelas dari talent dan talent management (Collings dan Mellahi, 2009). Di PT XYZ sendiri, talent management didefinisikan sebagai serangkaian proses manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang terintegrasi dalam mengidentifikasi, memetakan, mengklasifikasi, mereview, membuat perencanaan suksesi dan tindak lanjut (action plan) bagi karyawan yang memiliki kinerja dan potensi optimal (Kebijakan Talent Management no CPL 1144). Lebih lanjut, talent sendiri juga didefiniskan secara berbeda-beda di berbagai macam organisasi (Tansley, 2011). Di PT XYZ, talent didefinisikan sebagai Karyawan yang memegang posisi kunci (key position), dengan hasil kinerja yang memenuhi atau melampaui target individu, dan memiliki potensi untuk terus berkembang menjadi lebih baik dalam menjalankan tanggung jawabnya di Perusahaan, baik saat ini maupun di masa mendatang sesuai kebutuhan bisnis (Kebijakan Talent Management no CPL 1144).

Pengelolaan talent management di PT XZY, diatur melalui Kebijakan Talent Management no CPL 1144

Secara umum proses pengelolaan talent di PT XZY dimulai dengan mengidentifikasi posisi kunci yang terdiri dari posisi kunci spesifik (specific key roles) dan posisi kunci standar (standards key roles). Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi-posisi kunci yang apabila kosong akan berdampak signifikan pada operasi bisnis dan kinerja perusahaan. Dalam penentuan posisi-posisi kunci, perusahaan menggunakan dua ukuran utama, yaitu dampak terhadap bisnis (impact to business operations) dimana posisi tersebut secara signifikan menentukan pendapatan, pangsa pasar, ataupun operasi bisnis perusahaan dan keahlian atau pengetahuan unik (unique skill set or knowledge based) dimana untuk menduduki posisi tersebut memerlukan kompetensi dan/atau pengalaman spesifik yang tidak mudah diperoleh.

Tahapan kedua adalah pemetaan dan klasifikasi talent (talent mapping and classification)

Bertujuan untuk memetakan dan mengklasifikasikan talent berdasarkan kriteria tertentu, yang digunakan dalam menentukan rencana pengembangan talent (talent development) dan rencana suksesi (succession plan) sesuai kebutuhan Perusahaan Pemetaan talent dilakukan berdasarkan dua kriteria. Kinerja (performance) merupakan kriteria pertama, yaitu capaian kinerja yang dilihat dari riwayat capaian kinerja selama periode tertentu. Adapun performance yang diukur PT XZY ada dua, yaitu task performance dan contextual performance. Kriteria kedua adalah potensi (potential) yang merupakan potensi karyawan yang menjadi personality traits termasuk learning agility dan kompetensi, maupun indikator lainnya sesuai dengan ketentuan perusahaan. Pada tahapan ini, karyawan akan dipetakan kedalam sembilan kotak (nine box matrix) yang merupakan hasil kali dari kinerja dan potensi, melalui mekanisme review talent dan rencana suksesi (Talent Review and Succession Planning) yang dilakukan tiap satu tahun sekali.

Tahapan berikutnya adalah melakukan rencana suksesi (succession plan)

Bertujuan untuk menominasikan talent ke dalam rencana suksesi untuk memastikan suksesi yang solid di posisi kunci perusahaan. Output dari proses ini adalah peta talent dalam tiga kategori, yaitu short list talent (talent yang berada di kotak 6,8 dan 9 dan siap sebagai suksesor dalam waktu 1 tahun)), long list talent (talent yang berada di kotak 5 dan 7 dan siap sebagai suksesor dalam 3-5 tahun kedepan) serta out of talent yang berada di kotak (1, 2, 3, dan 4 dan siap sebagai suksesor dalam > 5 tahun). Selain memetakan talent, proses ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan development para talent

Bagi PT XYZ, pengelolaan talent di tahun 2023 menjadi lebih signifikan, karena kondisi manpower dan suksesi di PT XYZ

Terdapat 375 karyawan yang akan pensiun dalam lima tahun ke depan, dan dibutuhkan 101 suksesor untuk menduduki posisi kunci spesifik dan posisi kunci standar. Gap terbesar pemenuhan talent di PT XYZ berada pada level middle management sebesar 284 orang. Permasalahan pertama dari kebutuhan talent di PT XYZ adalah mengenai ketersediaan talent. Dari 101 posisi yang membutuhkan suksesor dalam lima tahun ke depan, hanya terdapat 94 karyawan yang menjadi talent dan dipetakan dalam nine box matrix. Permasalahan kedua berasal komposisi jumlah suksesor per posisi kunci, dari 128 posisi kunci hanya 39 posisi kunci saja yang memiliki satu suksesor short list, 42 posisi dengan satu suksesor long list dan 47 posisi dengan satu suksesor out of list. Jika kita bandingkan dengan data kebutuhan talent, dimana dibutuhkan 101 suksesor dalam lima tahun ke depan dan talent yang siap menjadi suksesor dalam satu sampai tiga tahun kedepan berjumlah 94 orang (jumlah short list dan long list talent), maka kondisi ini menempatkan PT XYZ dalam kondisi aging organization

 

Task Performance

Dimensi Task Performance

Dimensi dari task performance kemudian dikembangkan oleh beberapa peneliti, salah satunya adalah Johson (2003) yang membagi dimensi task performance menjadi enam

1)  Keenam task performance tadi adalah job-specific task proficiency, non-job-specific task proficiency, written a Johson, J.W nd oral communication proficiency, management and administration, supervision dan conscientious initiative

2)  Job-specific task proficiency mengacu pada kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang secara spesifik terkait dengan pekerjaan tertentu. Contohnya, seorang ahli teknik yang memiliki keahlian dalam merancang dan mengoperasikan peralatan khusus yang diperlukan dalam pekerjaannya.

3)  Non-job-specific task proficiency mencakup kemampuan yang relevan dengan pekerjaan secara umum, namun tidak terbatas pada tugas-tugas yang spesifik. Contohnya, kemampuan menggunakan perangkat lunak komputer, keterampilan presentasi, atau keterampilan analisis data yang diperlukan di berbagai bidang pekerjaan.

4)  Written and oral communication proficiency mengacu pada kemampuan seseorang dalam berkomunikasi secara efektif baik secara tertulis maupun lisan. Contohnya, kemampuan menyusun laporan yang jelas dan terstruktur, atau kemampuan menyampaikan presentasi dengan jelas dan meyakinkan.

5)  Management and administration mencakup kemampuan dalam mengelola dan mengadministrasi sumber daya, proses, atau tim dalam konteks pekerjaan. Contohnya, kemampuan merencanakan dan mengorganisasi proyek, kemampuan mengelola anggaran, atau kemampuan memimpin tim dengan efektif.

6)  Supervision merujuk pada kemampuan seseorang dalam mengawasi dan membimbing karyawan atau tim dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Contohnya, kemampuan memberikan arahan yang jelas, memberikan umpan balik yang konstruktif, atau kemampuan memotivasi anggota tim untuk mencapai tujuan bersama.

7)  dan conscientious initiative mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengambil inisiatif, bekerja secara mandiri, dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang melebihi harapan atau persyaratan pekerjaan. Contohnya, kemampuan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah tanpa pengawasan, atau kemampuan mengusulkan perbaikan atau inovasi dalam proses kerja

 

 

 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Task Performance

Task performance dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memainkan peran penting dalam menentukan sejauh mana seseorang, dalam hal ini adalah karyawan dapat berhasil melaksanakan tugas-tugas pekerjaan (Landers, Bauer & Callan, 2017).

Kompetensi dan keterampilan: Tingkat kompetensi dan keterampilan seseorang dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaan akan secara langsung memengaruhi tingkat kualitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas. Semakin tinggi kompetensi dan keterampilan seseorang dalam bidang yang relevan, semakin baik pula task performance yang dapat dicapainya. Motivasi: Tingkat motivasi individu dalam mencapai tujuan pekerjaan dapat mempengaruhi sejauh mana mereka bersedia dan mampu berusaha secara maksimal. Motivasi yang tinggi dapat mendorong seseorang untuk melaksanakan tugas dengan semangat, tekun, dan komitmen yang tinggi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan task performance. Lingkungan kerja: Lingkungan kerja yang mendukung, termasuk dukungan dari atasan dan rekan kerja, budaya kerja yang positif, dan sumber daya yang memadai, dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap task performance.

Lingkungan kerja yang memungkinkan kolaborasi, komunikasi yang efektif, serta memberikan kesempatan untuk pengembangan dan pertumbuhan dapat meningkatkan performa individu dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaan. Faktor situasional: Beberapa faktor situasional seperti tekanan waktu, sumber daya yang terbatas, kompleksitas tugas, dan tantangan yang dihadapi dapat mempengaruhi task performance.. Kondisi yang menghambat, seperti deadline yang ketat atau beban kerja yang berlebihan, dapat menghambat kemampuan seseorang dalam mencapai task performance yang optimal.

Dukungan organisasi: Dukungan yang diberikan oleh organisasi, seperti program pengembangan karyawan, pelatihan, sistem penghargaan, dan kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja-hidup, juga dapat mempengaruhi task performance. Dukungan organisasi yang baik dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan keterampilan, dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi peningkatan task performance.

 

Alat Ukur Task Performance

Salah satu skala task performance yang cukup popular, dikembangkan oleh Koopmans, et al. (2014). Skala ini dikenal sebagai individual work performance questionnaire (IWPQ) dengan menggunakan skala linkert lima point. Item sampel yang digunakan untuk skala meliputi “Saya berhasil merencanakan pekerjaan saya sehingga selesai tepat waktu” dan “Saya dapat memisahkan masalah utama dari masalah sampingan di tempat kerja.” Nilai alpha cronbach untuk skala ini adalah 0,84, kemudian menjadi 0.65 pada IWPQ versi 2, dan 0,38 pada IWPQ versi 3. Dengan melihat hasil uji alpha Cronbach tersebut maka peneliti akan menggunakan skala IWPQ versi 3 yang dikembangkan oleh Kopmanset

 

Contextual Performance

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Contextual performance

Beberapa peneltian menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi contextual performance diantaranya berasal dari continuous learning r=0,23 (Budhiraja, 2021). Dipenelitian lain, Budhiraja (2021) juga menemukan korelasi antara continuous learning dengan contextual performance sebesar r=0,26. Hassan, Asad dan Hoshino (2015) menemukan durasi training, dan On-the-job training berdampak pada contextual performance. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kalia dan Bhardwaj (2019) menunjukan bahwa contextual performance dipengaruhi oleh usia karyawan (F = 15.078), perbedaan level pendidikan contextual performance (F = 4.712), status pernikahan (F = 19.234), status pendapanan (F = 6.518), perbedaan pendapatan (F = 72.932), masa jabatan kerja (F = 8.272), serta tipe organisasi (F = 8.000).

 

Alat Ukur Contextual Performance

Skala contextual performance yang akan digunakan peneliti merupakan adaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Koopmanset al (2014 halaman 132) versi 3. Skala ini dikenal sebagai individual work performance questionnaire (IWPQ) dengan menggunakan skala linkert lima point. IWPQ terdiri dari tiga dimesi yaitu task performance, contextual performance dan contraproductive behaviour. Nilai alpha cronbach untuk skala ini adalah 0,84, dengan p sebesar 0.65 pada IWPQ versi 2, dan p 0,38 pada IWPQ versi 3

 

Continuous Learning

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Continuous Learning

Continuous learning ini dipengaruhi oleh banyak factor. Berdasarkan penelitian pendahuluan, seperti yang dilakukan oleh Maurer (2001), karyawan yang lebih tua kurang berorientasi pada pembelajaran dan pengembangan, demikian pula pengalaman juga dapat menghambat pembelajaran berkelanjutan. Namun, Maurer dan Weiss (2010) berpendapat bahwa orang yang berpengalaman mengetahui pekerjaan secara lebih rinci dan karena itu menyadari perlunya continuous learning untuk menjadi pemain yang efektif. Rowold dan Schilling (2006) juga menunjukan bahwa variabel penting yang dapat berpengaruh pada continuous learning adalah usia, posisi, pengalaman kerja, pekerjaan, wawasan karir, harga diri, minat karir dan lainnya. Maurer, Weiss dan Barbeite (2003) menemukan dalam penelitian mereka bahwa prediktor utama dari partisipasi dalam kegiatan belajar adalah manfaat intrinsik yang dirasakan (seperti perencanaan/ eksplorasi karir) atau hasil yang lebih dari harapan bahwa partisipasi akan menghasilkan imbalan ekonomi atau ekstrinsik nyata lainnya

Alat Ukur Continous Learning

The Dimensions of a Learning Organization Questionnaire (DLOQ) yang dikembangkan oleh Marsick dan Watkins (2013) akan digunakan peneliti sebagai alat ukur untuk melihat pengaruh continuous learning terhadap task dan contextual performance. Moilanen (2005) mengidentifikasi dan membandingkan beberapa instrumen yang tersedia dalam hal ruang lingkup, kedalaman, dan reliabilitas. Mereka menyimpulkan bahwa Dimensi Kuesioner Organisasi Pembelajaran (DLOQ), yang dikembangkan oleh Marsick dan Watkins, memenuhi tiga kriteria kelengkapan, kedalaman, dan validitas, dan juga mengintegrasikan atribut penting dari organisasi pembelajaran. DLOQ terdiri dari tujuh dimensi yaitu continuous learning, inquiry and dialogue, Encourage collaboration and team learning, systems to capture and share learning, empower people toward a collective vision, connect the organization to its environment, provide strategic leadership for learning. Saat ini ada dua versi DLOQ, satu versi lengkap dengan 43 item pengukuran, yang telah terbukti berguna sebagai alat diagnostik bagi para praktisi yang menginginkan penilaian dan informasi budaya pembelajaran yang komprehensif untuk membuat keputusan di mana harus mengintervensi. Versi kedua adalah bentuk singkat yang berisi 21 dari 43 item asli tetapi masih memiliki validitas dan reliabilitas konstruk. Untuk kepentingan penelitian, peneliti hanya akan menggunakan dimensi continuous learning dari DLOQ versi kedua.

Peran Continuous Learning Terhadap Task Performance

Proses continuous learning dapat meningkatkan task performance melalui beberapa mekanisme yang terjadi dalam organisasi (Shin, Lee, Kim & Kim, 2017). Pertama, dengan terus menerus belajar dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang relevan, karyawan dapat meningkatkan keahlian mereka dalam menjalankan tugas-tugas yang spesifik. Dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, karyawan dapat menjadi lebih efisien dan efektif dalam melaksanakan tugas-tugas mereka, menghasilkan hasil yang lebih baik dalam hal kualitas, produktivitas, dan akurasi. Lebih lanjut, melalui proses continuous learning, karyawan dapat memperoleh wawasan baru, pemahaman yang lebih mendalam dan perspektif yang lebih luas terkait dengan tugas-tugas karyawan. Hal ini dapat membantu karyawan mengembangkan kemampuan analitis dan pemecahan masalah yang lebih baik, sehingga mampu mengatasi tantangan yang kompleks dan menemukan solusi yang inovatif. Dengan memiliki kemampuan ini, karyawan dapat menghadapi tugas-tugas yang lebih menantang dengan lebih percaya diri dan mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik (Anam Amin & Lodhi, 2013). Selain itu, proses continuous learning juga memungkinkan karyawan untuk mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang mereka dan mengadopsi praktik terbaik yang telah terbukti berhasil. Dengan terus mengikuti tren dan perkembangan, karyawan dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam tugas-tugas mereka, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan (Sonnentag & Frese, 2002). Dengan demikian, melalui proses continuous learning, karyawan dapat terus meningkatkan kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan, mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam, dan mengadopsi praktik terbaik. Hal ini dapat meningkatkan task performance karyawan, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada pencapaian tujuan organisasi dan keberhasilan secara keseluruhan.

 Budhiraja (2023) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara continuous learning dan task performance, dengan koefisien korelasi sebesar 0,32. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat continuous learning yang dilakukan oleh karyawan, semakin baik pula kinerja mereka dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Hassan et al. (2016) juga mengungkapkan bahwa on the job training memiliki dampak yang lebih baik pada task performance dibandingkan dengan off the job training. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran yang terjadi secara langsung di lingkungan kerja, melalui pelatihan yang disesuaikan dengan tugas-tugas yang harus dilakukan, memiliki efek yang lebih positif terhadap peningkatan kinerja dalam menjalankan tugas-tugas tersebut. Semakin aktif karyawan dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang relevan dengan tugas-tugas yang diemban, semakin baik pula kinerja mereka dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Penting bagi organisasi untuk mendorong dan menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk terus belajar dan mengembangkan diri guna meningkatkan task performance secara keseluruhan. Dari literatur tersebut, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara Continuous Learning Terhadap Task Performance

 

 

 

Peran Continuous Learning Terhadap Contextual Performance

Proses continuous learning memiliki peran penting dalam meningkatkan contextual performance, yaitu perilaku karyawan di luar tugas utama yang berkontribusi pada efektivitas organisasi secara keseluruhan (Sonnentag & Frese, 2002). Continuous learning memberikan kesempatan kepada karyawan untuk terus mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang relevan dengan lingkungan kerja mereka. Dalam konteks ini, formal training di luar lingkungan kerja dan informal learning yang terjadi di dalam pekerjaan sehari-hari menjadi elemen kunci. Melalui formal training, karyawan dapat mengikuti program pelatihan yang dirancang khusus untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang aturan, prosedur, dan tuntutan pekerjaan. Karyawan juga dapat mengembangkan keterampilan baru yang mendukung kerja tim, komunikasi efektif, dan kepemimpinan yang baik (Johnson, 2001). Selain itu, informal learning yang terjadi di tempat kerja melalui pengalaman langsung, kolaborasi dengan rekan kerja, dan tanggung jawab tambahan juga memainkan peran penting dalam meningkatkan contextual performance. Karyawan yang terlibat dalam continuous learning cenderung memiliki sikap proaktif dan berinisiatif dalam membantu dan bekerjasama dengan orang lain, mendukung tujuan organisasi, dan mengikuti aturan serta prosedur yang ditetapkan. Dengan adanya proses continuous learning, karyawan memiliki kesempatan untuk terus mengasah keterampilan interpersonal, mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan organisasi, dan memperluas pemahaman karyawan tentang lingkungan kerja. Hal ini berdampak positif pada lingkungan kerja yang kooperatif, penuh dengan kepercayaan, dan mendukung perkembangan individu dan tim secara keseluruhan (Kahya, 2007). Dengan demikian, proses continuous learning memainkan peran yang penting dalam meningkatkan contextual performance karyawan. Organisasi yang mendorong dan memfasilitasi kesempatan belajar yang berkelanjutan akan menciptakan lingkungan kerja yang memberdayakan karyawan untuk berkontribusi secara lebih luas dalam mencapai tujuan organisasi, membangun hubungan interpersonal yang kuat, dan meningkatkan kepuasan serta retensi tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Bakker, Demerouti & ten Brummelhuis (2012) dan Budhiraja (2021) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara continuous learning dan contextual performance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat continuous learning yang dimiliki oleh karyawan, semakin tinggi pula tingkat contextual performance yang mereka tunjukkan. Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa adanya faktor change efficacy dapat mempengaruhi hubungan tersebut, di mana hubungan antara continuous learning dan contextual performance menjadi berkurang menjadi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Judge, LePine & Rich (2006) dan Hassan et al. (2016) juga menemukan bahwa on the job training memiliki dampak yang lebih baik pada contextual performance dibandingkan dengan off the job training. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang terjadi di lingkungan kerja secara langsung dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang terkait dengan konteks organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nawarathna, Abeykoon dan Harshani (2021) dan Anggara, Febriansyah, Darmawan dan Cintyawati (2019) juga menunjukkan hubungan yang kuat dan signifikan antara on the job training, organisasi pembelajar, dan pengembangan karyawan dengan kinerja karyawan secara keseluruhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan continuous learning melalui pelatihan di tempat kerja dan menciptakan budaya pembelajaran yang kuat dalam organisasi dapat berdampak positif pada contextual performance karyawan. Terdapat bukti yang konsisten dari berbagai penelitian yang menunjukkan pengaruh positif continuous learning terhadap contextual performance. Continuous learning membuka peluang bagi karyawan untuk terus mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi yang relevan dengan konteks kerja mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk beradaptasi, bekerja sama dengan orang lain, dan mencapai tujuan organisasi secara lebih efektif. Maka dari itu, kesimpulan hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Hipotesis 2. Terdapat hubungan antara Continuous Learning Terhadap Contextual Performance

 

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada korelasi positif antara proses pembelajaran berkelanjutan (continuous learning) dengan kinerja dalam tugas-tugas spesifik dan kinerja kontekstual karyawan. Ditemukan bahwa pelaksanaan continuous learning dapat secara signifikan meningkatkan kinerja karyawan dalam tugas-tugas yang ditugaskan dan kinerja mereka dalam konteks pekerjaan di PT XYZ. Temuan ini menegaskan pentingnya mendorong karyawan untuk terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui program-program pembelajaran yang berkelanjutan, sehingga memungkinkan mereka untuk memberikan kontribusi yang lebih baik dalam menjalankan tugas-tugas mereka serta dalam konteks pekerjaan secara keseluruhan di perusahaan tersebut.

 

 

BIBLILOGRAFI

 

Agarwal, R. (2020). Continuous Education, Training and Development. International, 107–127.

Ahmad, M., Muazzam, A., Anjum, A., Visvizi, A., & Nawaz, R. (2020). Linking work-family conflict (WFC) and talent management: Insights from a developing country. Sustainability12(7), 2861.

Anam Amin, R. S., & Lodhi, M. R. N. (2013). The impact of employees training on the job performance in education sector of Pakistan. Middle-East Journal of scientific research17(9), 1273-1278.

Anggara, W. G., Febriansyah, H., Darmawan, R., & Cintyawati, C. (2019). Learning organization and work performance in Bandung city government in Indonesia: a path modeling statistical approach. Development and Learning in Organizations: An International Journal33(5), 12-15.

Bakker, A. B., Demerouti, E., & ten Brummelhuis, L. L. (2012). Work engagement, performance, and active learning: The role of conscientiousness. Journal of vocational behavior80(2), 555-564.

Borman, W. C. & Motowidlo, S. J. (1993) Expanding the Criterion Domain to Include Elements of Contextual Performance. Personnel Selection in Organizations San Francisco: Jossey-Bass, 71-98

Budhiraja, S. (2021). Can continuous learning amplify employees' change-efficacy and contextual performance? Evidence from post-merger Indian organization. International Journal of Manpower42(6), 1144-1158.

Collings, D. G., & Mellahi, K. (2009). Strategic talent management: A review and research agenda. Human resource management review19(4), 304-313.

Dunn, S. C., Jasinski, D., & O'Connor, M. (2005). A process model for educonsulting. On the Horizon13(3), 148-160.

Glassman, K., & Withall, J. (2018). Nurse Manager Learning Agility and Observed Leadership Ability: A Case Study [Article]. Nursing Economics, 36(2), 74-82

Hassan, H., Asad, S., & Hoshino, Y. (2016). Connecting the post-training task and contextual performance with the essentials of training program and characteristics of trainees. International Journal of Business and Management11(4), 48.

Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (1990). Human resource planning: Challenges for industrial or organizational psychologists. American Psychologist, 45(2), 223−239

Järvi, K., & Khoreva, V. (2020). The role of talent management in strategic renewal. Employee Relations: The International Journal42(1), 75-89.

Johnson, J. W. (2001). The relative importance of task and contextual performance dimensions to supervisor judgments of overall performance. Journal of applied psychology86(5), 984.

Johnson, J. W. (2003). Toward a better understanding of the relationship between personality and individual job performance. Personality and work: Reconsidering the role of personality in organizations, 83, 120.

Judge, T. A., LePine, J. A., & Rich, B. L. (2006). Loving yourself abundantly: relationship of the narcissistic personality to self-and other perceptions of workplace deviance, leadership, and task and contextual performance. Journal of applied psychology91(4), 762.

Kahya, E. (2007). The effects of job characteristics and working conditions on job performance. International journal of industrial ergonomics37(6), 515-523.

Kalia, N., & Bhardwaj, B. (2019). Contextual and task performance: do demographic and organizational variables matter?. Rajagiri Management Journal13(2), 30-42.

Koopmans, L., Bernaards, C. M., Hildebrandt, V. H., Schaufeli, W. B., de Vet Henrica, C. W., & Van Der Beek, A. J. (2011). Conceptual frameworks of individual work performance: A systematic review. Journal of occupational and environmental medicine53(8), 856-866.

Koopmans, L., Bernaards, C. M., Hildebrandt, V. H., Schaufeli, W. B., de Vet Henrica, C. W., & Van Der Beek, A. J. (2011). Conceptual frameworks of individual work performance: A systematic review. Journal of occupational and environmental medicine53(8), 856-866.

Landers, R. N., Bauer, K. N., & Callan, R. C. (2017). Gamification of task performance with leaderboards: A goal setting experiment. Computers in Human Behavior71, 508-515.

Lombardo, M. M., & Eichinger, R. W. (2000). High potentials as high learners. Human Resource Management, 39, 321-330.

Marsick, V. N., & Watkins, K. E. (2013). Displaying The Cultural Values of Learning Organization: Dimension of the Learning Organization Questionnaire. Adv Dev Human Resources: 132-51

Maurer, T. J. (2001). Career-relevant learning and development, worker age, and beliefs about self-efficacy for development. Journal of management27(2), 123-140.

Maurer, T. J., & Weiss, E. M. (2010). Continuous learning skill demands: Associations with managerial job content, age, and experience. Journal of Business and Psychology25, 1-13.

Maurer, T. J., Weiss, E. M., & Barbeite, F. G. (2003). A model of involvement in work-related learning and development activity: The effects of individual, situational, motivational, and age variables. Journal of applied psychology88(4), 707.

Michel, B. R., Lokre, P., Subramanian, A. R., Kannan, M., & Alvarado, G. M. (2022). A study on skills gap beyond COVID. Journal of Innovation in Polytechnic Education4(1), 57-61.

Miller, A. R. (2016). The Influence of Education and Experience upon Contextual and Task Performance in Warehouse Operations.

Moilanen, R. (2005). Diagnosing and measuring learning organizations. The Learning Organization12(1), 71-89.

Mulyapradana, A., Fitria, J., Hakim, M., & Huda, S. T. (2020). The Impression of Job Training and Work Motivation Effect at PT. Aksata Satya Pratama Jakarta. International Journal of Science, Technology & Management1(4), 442-447.

Nawarathna, N., Abeykoon, M. W. M., & Harshani, M. D. R. (2021). The Impact of ‘on the Job Training’on Employee Performance: A Study of Production Assistants in Noritake Lanka (Pvt) Limited, Mathale, Sri Lanka.

Pramono, A. C., & Prahiawan, W. (2022). Effect of training on employee performance with competence and commitment as intervening. Aptisi Transactions on Management6(2), 142-150.

Rowold, J. & Schilling, J. (2006). Effects of career-related continuous learning on competencies. Career Development International, 11(6), 489-503

Shin, H., Lee, J. K., Kim, J., & Kim, J. (2017). Continual learning with deep generative replay. Advances in neural information processing systems30.

Sonnentag, S., & Frese, M. (2002). Performance concepts and performance theory. Psychological management of individual performance23(1), 3-25.

Tansley, C. (2011). What do we mean by the term “talent” in talent management?. Industrial and commercial training43(5), 266-274.

 

 

Copyright holder:

Novianta Kuswandi, Tulus Budi Sulistyo Radikun (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: