Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 7, Juli 2024

 

ANALISIS HUBUNGAN URBAN SPRAWL DAN DAYA DUKUNG DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP – SEKTOR AIR DI KOTA DEPOK

 

David Pardamean1*, Janthy Trilusianthy Hidayat2, Arif Wicaksono3

Universitas Pakuan, Bogor, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Perkembangan Kota Depok menyebabkan perubahan tata guna lahan, dengan munculnya pengembangan sprawl seperti pengembangan pita dan pengembangan leapfrog. Dampak negatif urban sprawl di Kota Depok antara lain kemacetan lalu lintas, banjir, pencemaran udara, dan pencemaran air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan urban sprawl dengan kondisi daya dukung lingkungan pada sektor perairan di Kota Depok. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis distribusi spasial, autokorelasi spasial, dan korelasi rank Spearman. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perkembangan urban sprawl yang terjadi di Kota Depok selama 10 tahun terakhir menunjukkan indikasi tren penurunan urban sprawl, dengan ditemukannya indeks Low Sprawl mendominasi sebesar 84,43% pada periode kedua yaitu tahun 2018 hingga tahun 2023. Namun pada periode tahun 2013 hingga 2018, temuan menunjukkan bahwa kecenderungan Strong Sprawl lebih dominan, cenderung mengarah ke pinggiran kota Depok karena harga tanah yang relatif murah dan belum diterapkannya peraturan zonasi. Lebih lanjut, tipologi urban sprawl yang terjadi mengalami pergeseran dari kecenderungan pengembangan pita menjadi leapfrog sprawl yang berupaya mengisi ruang-ruang kosong akibat pengembangan pita selama periode 2013 hingga 2018. Di sisi lain, perkembangan urban sprawl selama periode tahun 2018 hingga tahun 2023 menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap Status Daya Dukung Lingkungan Hidup/D3TLH - Bidang Air Minum, walaupun dengan arah negatif yang lemah. Indikasi tersebut juga menunjukkan bahwa baik non-sprawl, low sprawl, maupun strong sprawl bukanlah faktor penentu utama dan kuat melebihi 81% Status Daya Dukung Lingkungan Hidup/D3TLH - Sektor Air Minum di Kota Depok.

Kata Kunci: Analisis Distribusi Spasial, Autokorelasi Spasial, Korelasi Rank Spearman

 

Abstract

Development of Depok City has led to changes in land use, with the emergence of sprawl such as ribbon development and leapfrog development. Negative impacts of urban sprawl in Depok City include traffic congestion, floods, air pollution, and water contamination. The aim of this research is to explore the relationship between urban sprawl and the environmental carrying capacity conditions in the water sector in Depok City. The analytical methods used in this study are spatial distribution analysis, spatial autocorrelation, and Spearman’s rank correlation. The research findings indicate that the urban sprawl development occurring in the city of Depok over the past 10 years shows indications of a decreasing trend in urban sprawl, with the discovery of the Low Sprawl index dominating 84.43% during the second period, from 2018 to 2023. However, during the period of 2013 to 2018, findings show that the Strong Sprawl tendency was more dominant, likely leading towards the outskirts of Depok city due to relatively inexpensive land prices and unimplemented zoning regulations. Furthermore, the typology of urban sprawl that occurred experienced a shift from a tendency towards ribbon development to leapfrog sprawl, which attempts to fill the empty spaces resulting from ribbon development during the period from 2013 to 2018. On the other hand, the urban sprawl development during the period from 2018 to 2023 indicates a significant relationship with the Environmental Carrying Capacity Status/ D3TLH - Water Sector, albeit with a weak negative direction. These indications also suggest that neither non-sprawl, low sprawl, nor strong sprawl are the main and strong determinants of exceeding 81% of the Environmental Carrying Capacity Status/ D3TLH - Water Sector in Depok city.

Keywords: Spatial Distribution Analysis, Spatial Autocorrelation, Spearman’s Rank Correlation

 

Pendahuluan

Kota Depok yang merupakan bagian dari wilayah Metropolitan Jabodetabek, telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir (Wibisono et al., 2019). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa populasinya telah meningkat dari sekitar 1,75 juta jiwa pada tahun 2010 menjadi lebih dari 2,4 juta jiwa pada tahun 2020 (BPS, 2024). Kepadatan populasi juga meningkat pesat, dari 3.627 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2010 menjadi 5.142 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2020 (BPS, 2024).

Dinamika pertumbuhan penduduk di Kota Depok mengakibatkan adanya perkembangan kota yang pada akhirnya akan membuat perubahan penggunaan lahan yang ada (Eldi, 2020; Kodoatie, 2021). Menurut Heryviani et al. (2017) menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan di Kota Depok memiliki peningkatan yang signifikan, pada tahun 2017 tercatat penggunaan lahan terbangun mencapai 88,14%. Perkembangan sprawl yang berada di Kota Depok mengarah kepada tipe ribbon development, dimana aspek transportasi memiliki peranan yang penting (Asmi et al., 2018). Tipe Ribbon Development dapat ditandai dengan tidak meratanya area perluasan kota, sehingga perkembangan berada di semua sisi luar pada daerah kota inti dan perkembangan yang paling signifikan berada di sepanjang jalur transportasi (Hanief & Dewi, 2013; Ratnaika, 2019). Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2017) menyimpulkan bahwa pada periode tahun 1989, 2000, dan 2014 terjadi pergeseran penjalaran perkotaan dari Ribbon Development menjadi Leap Frog Development di Kota Depok yang juga bagian dari Kabupaten Bogor.

Leap Frog Development seperti yang dijelaskan oleh Brueckner (2000), adalah pola pertumbuhan di mana pembangunan baru terjadi di luar area perkotaan yang ada, meninggalkan "pulau" tanah kosong yang belum dikembangkan di antaranya (Sakti, 2019). Hal ini telah diamati di Depok, di mana lahan yang belum dikembangkan ditinggalkan di tengah-tengah perkembangan yang baru dan cepat (Desiyana, 2016).

Lebih lanjut, penelitian Desiyana (2016) yang dilakukan di DKI Jakarta dan Kota Depok, menyatakan bahwa beberapa fenomena negatif yang diakibatkan dari aktivitas urban sprawl kota metropolitan dapat berupa kemacetan, banjir, polusi udara dan pencemaran air. Adapun penelitian tersebut menyebutkan salah satu karakteriktik urban sprawl yang ditemukan di kota Depok adalah karakteriktik yang membutuhkan ruang lebih untuk jalan yang berdampak pada kualitas lingkungan, salah satunya banjir dan kurangnya sumber air tanah. Sementara itu, menurut data dari Dinas LHK Kota Depok (2024), Status Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) Kota Depok Tahun 2022 menunjukkan bahwa daya dukung dan daya tampung air di Kota Depok menunjukan bahwa 81% wilayah telah terlampui.

Menyikapi kondisi pertumbuhan kota Depok yang terjadi secara secara sprawl yang berimbas terhadap kerusakan lingkungan khususnya D3TLH pada sektor air, maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan antara perkembangan Kota Depok yang terjadi sprawl dan Status D3TLH pada sektor air.

Tujuan dari penelitian ini adalah; (1) menganalisis perkembangan urban sprawl yang terjadi di Kota Depok; dan (2) menganalisis hubungan perkembangan urban sprawl terhadap Status D3TLH pada sektor air di Kota Depok.

 

Metode Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Depok yang terletak pada 6° 19’ - 6° 28’ LS dan antara 106° 43’ - 106° 55’ BT, dengan luas wilayah sebesar 19.994,6 ha. Wilayah Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan dan 63 kelurahan seperti yang dijabarkan pada Gambar 1.

 

Gambar 1. Lokasi Penelitian

 

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data sekunder seperti data kependudukan, peta tutupan/ penggunaan lahan, dan alat yang digunakan terdiri dari software ArcGIS 10.5, IBM SPSS Statistics 23, dan Microsoft Office.

 

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan melakukan pengumpulan data data sekunder yang diperoleh dengan pengambilan salinan data pada situs web resmi BPS kota Depok dan pengambilan langsung salinan data pada dinas – dinas terkait di lingkungan kantor Pemerintah Kota Depok.

 

 

 

 

Teknik Analisis Data

Teknis analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 2 tahapan analisis yang berhubungan, yakni sebagai berikut: 1) analisis spasial urban sprawl Kota Depok Tahun 2013 – 2018 dan Tahun 2018 – 2023. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan distribusi spasial urban sprawl pada 63 kelurahan di Kota Depok. Analisa yang dilakukan melalui 2 tahapan menggunakan bantuan software ArcGIS yaitu analisis distribusi spasial yang menghasilkan indeks urban sprawl dan analisis autokorelasi spasial yang menghasilkan indikasi pola pengelompokan maupun pembentukan kecenderungan terhadap indeks urban sprawl yang terjadi dalam 2 rentang waktu yang diteliti; 2) analisis hubungan perkembangan urban sprawl Kota Depok terhadap Status D3TLH Sektor Air. Analisis ini dilakukan dengan teknik overlay peta yang kemudian dilanjutkan dengan analisis korelasi rank spearman dengan bantuan software SPSS.

Adapun jenis dan teknik analisis data serta output yang diharapkan sebagaimana sudah dijabarkan, dirangkum dalam Tabel 1.

 

Tabel 1. Matriks tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis dan output

No

Tujuan

Input Data

Teknik Analisis

Output/ Luaran

1.

Menganalisis perkembangan urban sprawl yang terjadi di Kota Depok;

-      Peta Penggunaan/ Tutupan Lahan Kota Depok Tahun 2013, Tahun 2018, dan Tahun 2023;

-      Data jumlah penduduk kota Depok per kelurahan Tahun 2013, Tahun 2018, dan Tahun 2023

-     Analisis Distribusi Spasial Urban Sprawl;

-     Autokorelasi Urban Sprawl (Global Moran Indeks dan Local Indicator of Spatial Association/ LISA)

 

-     Perkembangan Indeks Sprawl (Non Sprawl, Low Sprawl, dan Strong Sprawl);

-     Perkembangan Pola Urban Sprawl (Ribbon Develoment dan Leap Frog development)

2.

Menganalisis Hubungan Perkembangan Urban Sprawl Kota Depok terhadap DDDTLH Air

-      Output tujuan 1 (Perkembangan Indeks Sprawl)

-      Peta Status Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup/ DDDTLH – Air

-     Overlay spasial;

-     Uji korelasi rank Spearman

-     Peta Hubungan -Perkembangan Indeks Sprawl dan Status D3TLH Air;

-     Simpulan hubungan urban sprawl dan Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup – Sektor Air di kota Depok

Sumber: Analisis, 2024

 

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Pertumbuhan Tutupan Lahan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Depok

Pembahasan statistik demografi dan tutupan lahan pada penelitian ini, merupakan komponen utama yang menjadi data/ informasi dalam mengidentifikasi perkembangan urban sprawl di Kota Depok, sebagaimana juga yang diutarakan oleh Saifullah et al. (2017). Pertumbuhan penduduk dan tutupan lahan di Kota Depok ditelaah dalam kurun waktu 10 tahun, dengan membagi periode waktunya menjadi tahun 2013 – 2018 dan tahun 2018 – 2023.

Pada periode tahun 2013 – 2018, kondisi penduduk kota Depok mengalami peningkatan dari 1.878.400 jiwa menjadi 2.116.197 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 2,38 % tiap tahunnya. Sementara itu, pertumbuhan tutupan lahan terbangun di kota Depok juga mengalami peningkatan sebesar 7,54 % pada rentang tahun 2013 – 2018 yang menghasilkan proporsi tutupan lahan terbangun menjadi 64,98 % dari total luas wilayah kota Depok pada tahun 2018

Lebih lanjut pada periode tahun 2018 – 2023, jumlah penduduk kota Depok mengalami pertumbuhan sebesar 0,27 % yang menghasilkan populasi sebesar 2.145.400 jiwa pada tahun 2023. Disamping itu, pertumbuhan tutupan lahan terbangun yang terjadi menghasilkan proporsi tutupan lahan terbangun 79,06 % dari total luas wilayah kota Depok pada tahun 2023, yang artinya bertumbuh sebesar 3,95 % setiap tahunnya.

Dengan demikian maka dapat dilihat sebagaimana dijabarkan pada Gambar 2, secara umum pertumbuhan tutupan lahan terbangun lebih tinggi dibanding pertumbuhan penduduk dalam 2 periode waktu yakni tahun 2013 – 2018 dan tahun 2018 – 2023.

Gambar 2. Perbandingan Pertumbuhan Tutupan Lahan dan Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2013 – 2023

Sumber: Analisis, 2024

 

Perkembangan Urban Sprawl Kota Depok

Berdasarkan hasil penelitian, kota Depok didominasi oleh daerah low sprawl pada periode tahun 2013 – 2018 dengan persentase luas 44,78% atau sebesar 8.912,72 ha dari total luas wilayah. Namun, terjadi penurunan luas daerah non sprawl sebesar 15,05 % menjadi 3,67%, atau 2.265,76 ha dari total luas wilayah pada periode tahun 2018 – 2023. Hal ini menunjukkan daerah yang tidak mengalami urban sprawl semakin menurun dari tahun ke tahun, sebaliknya daerah yang mengalami urban sprawl semakin meningkat.

Pada periode tahun 2018 – 2023, wilayah yang mengalami low sprawl meningkat dari 8.912,72 ha menjadi 16.804,95 ha atau sebesar 44,78 % dan daerah yang mengalami strong sprawl menurun dari 7.995,77 ha menjadi 2.369,31 ha atau sebesar 11,90 %. Kemudian daerah yang masih tetap mengalami strong sprawl dalam periode tahun 2013 – 2018 dan 2018 – 2023, terdapat pada kelurahan Duren Mekar, Pangkalan Jati, Leuwinanggung, dan Tapos (Gambar 2). Luas wilayah dan margin luas urban sprawl disajikan pada Tabel 2.

 

Tabel 2. Jenis Urban Sprawl di Kota Depok

Indeks

Urban Sprawl

Luas Tahun

2013 - 2018 (ha)

Luas Tahun

2018 - 2023 (ha)

Margin (ha)

Non Sprawl

( ≤ 1,00 )

2.996,12

730,36

-2.265,76

Low Sprawl

( 1,10 - 1,49 )

8.912,72

16.804,95

7.892,23

Strong Sprawl

( ≥ 1,50 )

7.995,77

2.369,31

-5.626,46

Total

19.994,6

19.994,6

 

Sumber: Analisis, 2024

 

TAHUN 2013 – 2018

TAHUN 2018 – 2023

Gambar 3. Distribusi Spasial Urban Sprawl Tahun 2013 – 2018 dan Tahun 2018 – 2023

Sumber: Analisis, 2024

 

Namun demikian, wilayah yang terindikasi strong sprawl banyak didapat di wilayah pinggiran kota Depok, dan salah satu penyebabnya adalah pesatnya pembangunan perumahan. Hal ini diperkuat oleh Yunus (2006)yang menyatakan bahwa urban sprawl merupakan ekspansi spasial dari kawasan perkotaan yang memiliki tingkat ekonomi tinggi sebagai akibat dari interaksi permintaan dan penawaran tanah seperti pembangunan permukiman. Oleh sebab itu, banyak daerah yang mengalami perubahan urban sprawl. Luas perubahan daerah yang terjadi urban sprawl disajikan pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Perubahan Urban Sprawl di Kota Depok

Perubahan Urban Sprawl

Luas (ha)

% terhadap luas kota

Non Sprawl – Low Sprawl

2.996,12

15,05 %

Non Sprawl – Strong Sprawl

-

-

Low Sprawl – Strong Sprawl

739,17

3,71 %

Total Perubahan

3.735,29

18,76 %

Sumber: Analisis, 2024

 

Berdasarkan Tabel 3, terjadi perubahan daerah non sprawl menjadi low sprawl seluas 2.996,12 ha tersebar di 11 kelurahan, sedangkan daerah yang mengalami perubahan drastis dari non sprawl menjadi strong sprawl tidak ditemukan dalam rentang tahun penelitian ini. Lebih lanjut, daerah yang mengalami perubahan dari low sprawl menjadi strong sprawl adalah seluas 739,17 ha dan tersebar di 3 kelurahan yaitu Bojongsari, Kedaung, dan Sawangan,

Pada periode tahun akhir penelitian yakni tahun 2018 – 2023, strong sprawl teridentifkasi di wilayah pinggiran tertentu kota Depok yakni Kelurahan Bojongsari, Duren Mekar, Pangkalanjati Baru, Kedaung, Sawangan, Leuwinanggung dan Tapos. Salah satu penyebab tingginya urban sprawl di wilayah tersebut adalah pesatnya pembangunan perumahan.

Lebih lanjut, nilai indeks Moran teridentifikasi sebesar 0,109166 pada distribusi indeks sprawl tahun 2013 – 2018 yang disebut juga mengelompok. Nilai ini berada pada rentang 0 dan 1, dengan nilai z-score 2,901238 dan p value 0,003717 maka dapat disimpulkan bahwa indeks urban sprawl (2013-2018) antar kelurahan memiliki keterkaitan positif. Menurut Pfeiffer dkk. (2008), nilai indeks Moran bernilai lebih besar dari nol (0) mengindikasikan berkelompok, nilai indeks Moran yang positif mengindikasikan autokorelasi positif yang berarti lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan berkelompok. Nilai indeks Moran didapatkan dari variabel indeks urban sprawl yang termasuk didalamnya laju pertumbuhan penduduk dan laju lahan terbangun (Gambar 4 (1)). Nilai indeks Moran menurun pada tahun 2018 – 2023 yaitu sebesar 0,103165 dengan penurunan z-score senilai 1,346655. Hal ini menunjukkan bahwa urban sprawl yang terjadi lebih random/ acak (Gambar 4 (2)).

 

1)    Tahun 2013 – 2018

2)    Tahun 2018 – 2023

Gambar 4. 1) Grafik indeks Moran Tahun 2013 – 2018, dan 2) Grafik indeks Moran Tahun 2018 – 2023

 

Sejalan dengan nilai indeks Moran, berdasarkan perhitungan LISA didapatkan bahwa kelurahan yang mengalami urban sprawl tinggi atau wilayah cluster high-high pada rentang tahun 2013 – 2018 hingga rentang tahun 2018 – 2023 berjumlah tetap, yakni 2 kelurahan, namun terjadi pergesaran lokasi dari kelurahan Tapos dan kelurahan Jatimulya, menjadi Kelurahan Leuwinanggung dan Kelurahan Cinangka. Sementara itu, pada cluster low-low mengalami penuruan dari 12 kelurahan menjadi 1 kelurahan.

Gambar 5. 1) Peta LISA Tahun 2013 – 2018, dan 2) Peta LISA Tahun 2018 – 2023

 

Tabel 4. Interpretasi indeks Moran dan LISA

Indeks Moran dan LISA Tahun 2013-2018

Indeks Moran dan LISA Tahun 2018-2023

[1]  Grafik Moran Indeks: Clustered (mengelompok)

[1]  Grafik Moran Indeks: Random (acak)

Interpretasi: Terdapat autokorelasi spasial positif, menunjukkan bahwa wilayah dengan tingkat urban sprawl tinggi cenderung terkonsentrasi di area tertentu yang juga diperkuat dengan peta distribusi spasial indeks sprawl;

Interpretasi: Autokorelasi spasial positif semakin menurun dibanding periode 2013-2018, menunjukkan konsentrasi urban sprawl semakin menurun, serta grafik sebaran yang mengindikasikan bahwa kecenderungannya semakin acak tanpa pola yang jelas dalam skala global kota Depok;

[2]  Interpretasi Peta LISA:

-  HH (High-High):

berada pada kelurahan Tapos dan Kelurahan Jatimulya yang mengindikasikan bahwa pada 2 kelurahan tersebut dikelilingin kelurahan dengan indeks yang tinggi pula.

-  LL (Low-Low):

berada pada 12 kelurahan yang saling berdekatan dan terkonsentrasi secara mengelompok pada bagian utara kota Depok. Pengelompokan area tersebut juga menunjukkan area yang terjaga dari ekspansi urban sprawl.

[2]  Interpretasi Peta LISA:

-   HH (High-High): Berada pada kelurahan Leuwinanggung dan kelurahan Cinangka, khusus pada kelurahan Leuwinanggung, kondisi HH pada kelurahan tersebut sekaligus mengindaksikan terjadi pertumbuhan urban sprawl yang berkelanjutan di sekitar area tersebut dari keseluruhan periode waktu yakni tahun 2013 – 2023.

-   LL(Low-Low): Berada pada kelurahan Kalimulya yang menunjukkan area yang terjaga dari ekspansi urban sprawl.

-   LH (Low-High): berada pada keluruhan Duren Mekar yang mengindikasikan terjadi ketertinggalan pembangunan pada keluruhan tersebut dibandingkan keluruhan disekitarnya.

[3]  Tipologi Urban Sprawl merujuk pada grafik moran yang menunjukkan pola clustered, dalam kondisi ini dapat diasosikan bahwa tipologi yang terjadi Ribbon Development mengikuti akses jalan utama di area pinggiran kota Depok.

[3]  Tipologi Urban Sprawl merujuk pada grafik moran yang menunjukkan pola Random, dalam kondisi ini dapat diasosikan bahwa tipologi yang terjadi Leapfrog Sprawl  tanpa arah yang jelas.

Sumber: Analisa, 2024

 

Hubungan Perkembangan Urban Sprawl Kota Depok terhadap Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) - Sektor Air

Status D3TLH Sektor Air pada dasarnya menjelaskan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan neraca air (selisih ketersediaan). Dimana untuk kondisi selisih ketersediaan air yang minus (defisit) didefinisikan sebagai status terlampaui, sementara surplus didefinisikan belum terlampaui. Apabila ketersediaan sama dengan kebutuhan, maka statusnya tetap diindikasikan terlampaui karena kondisinya tidak lagi dapat mendukung pertambahan penduduk atau aktivitas penunjangnya.

Berdasarkan hasil analisis spasial urban sprawl dan Status D3TLH Air, ditemukan dominansi sebesar 71,30% atau 14.184,86 ha wilayah kota Depok memiliki indeks 'Low Sprawl' dengan Status D3TLH Sektor Air yang telah terlampaui, dan sebagaimana dijelaskan pada grafik dibawah ini.

Gambar 6. Grafik Distribusi Indeks Sprawl dan Status D3TLH Sektor Air Kota Depok

 

Lebih lanjut senada dengan grafik distribusi tersebut, disajikan hasil peta analisis tumpang tindih (overlay) antara peta distribusi indeks urban sprawl dan Status D3TLH Sektor Air di kota Depok pada Gambar 7.

Non Sprawl

 

 

 

 

 

Note:

Terdapat 3 kelurahan yaitu: kelurahan Cilidong, Gandul, dan Jatimulya.

Ketersedian area yang memiliki status D3TLH Sektor Air yang Belum Terlampaui semakin menipis yakni dengan total 110,27 ha atau 4% dari total luas wilayah kota Depok.

Low Sprawl

 

 

 

 

 

Note:

Kelurahan Beji Timur merupakan satu – satunya kelurahan dari 53 kelurahan yang memiliki indeks low sprawl, dengan kondisi seluruh areanya telah Terlampaui Status D3TLH sektor Air nya.

 

Strong Sprawl

 

 

 

 

 

Note:

Berdasarkan distribusi indeks Strong Sprawl menunjukkan bahwa wilayah strong sprawl cenderung mengarah ke ujung timur dan barat kota Depok. Namun demikian, proporsi status D3TLH Sektor Air antara yang terlampaui dan belum terlampaui, masih dalam proporsi yang relatif seimbang

 

Gambar 7. Distribusi Spasial antara Indeks Urban Sprawl Kota Depok terhadap D3TLH Air

Sumber: Analisa, 2024

 

Untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjadi antara variable indeks urban sprawl dan status D3TLH_Air, maka dilakukan Uji korelasi rank Spearman. Uji korelasi rank Spearman ini dipilih dikarenakan kedua variabel tersebut tergolong dalam data ordinal yang bersifat non parametric. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan metode korelasi rank Spearman tersebut, maka koefisien korelasi Spearman untuk Jenis Urban Sprawl vs Status_D3TLH_Air adalah -0,135; dan begitu sebaliknya dengan Status_D3TLH_Air vs Jenis Urban Sprawl adalah -0,135 (sama dengan yang sebelumnya karena korelasi bersifat simetris). Adapun signifikansi antara Indeks Urban Sprawl vs Status D3TLH Air berada pada level 0,01 (2-tailed) serta begitujuga dengan sebaliknya sebagaimana diperlihatkan pada gambar 8.

 

Gambar 8. Hasil Pengolahan SPSS Uji Rank Spearman Indeks Urban Sprawl dan variable Status D3TLH Air

 

Interpretasi dari hasil uji rank Spearman tersebut diketahui bahwa antaralain: a) Ada hubungan yang signifikan antara Indeks urban sprawl dan Status D3TLH Sektor Air di Kota Depok yang ditunjukkan nilai signifikasi (2 tailed) lebih kecil dari 0,05; b) Hubungan antara indeks urban sprawl dan Status D3TLH Sektor Air di Kota Depok diketahui dengan nilai -0,135 yang berarti kriteria kekuatan korelasi lemah dan arah hubungannya adalah negatif; dan c) Semakin tinggi nilai indeks urban sprawl, maka semakin rendah Status Pelampauan D3TLH Air di Kota Depok;

 

Kesimpulan

Perkembangan urban sprawl yang terjadi di kota Depok selama 10 tahun terakhir menujukkan indikasi bahwa adanya penurunan kecenderungan urban sprawl yang terjadi dengan temuan indeks low sprawl mendominasi 84,43% pada periode ke 2, yaitu tahun 2018 - 2023. Namun demikian, pada periode 2013 - 2018 temuan bahwa kecenderungan strong sprawl lebih mendominasi dan mengarah kepinggiran kota Depok kemungkinan besar pada periode tersebut harga tanah relatif murah dan zoning regulasi yang belum diterapkan. Lebih lanjut, tipologi urban sprawl yang terjadi mengalami perubahan dari yang cenderung ribbon development bergeser ke leapfrog sprawl yang mencoba mengisi ruang – ruang kosong hasil dari ribbon development pada periode 2013 - 2018. Pada sisi lain, perkembangan urban sprawl periode 2018 - 2023 menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap Status D3TLH Sektor Air, namun arah hubungan yang terjadi adalah negatif lemah. Indikasi tersebut juga menandakan bahwa baik non sprawl, low sprawl, hingga strong sprawl bukan menjadi faktor penentu utama dan kuat terhadap pelampauan 81% D3TLH - Sektor Air di Kota Depok.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asmi, A. U., Juhadi, J., & Indrayati, A. (2018). Fenomena urban sprawl Jabodetabek. Edu Geography, 6(1), 53–61.

BPS. (2024). Kota Depok Dalam Angka 2023. Depok [ID]: Badan Pusat Statistik Kota Depok.

Brueckner, J. K. (2000). Urban sprawl: Diagnosis and remedies. International Regional Science Review, 23(2), 160–171.

Desiyana, I. (2016). Urban Sprawl Dan Dampaknya Pada Kualitas Lingkungan. Ultimart: Jurnal Komunikasi Visual, 9(2), 16–24.

Eldi, E. (2020). Analisis Penyebab Banjir di DKI Jakarta. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(6), 1057–1064.

Hanief, F., & Dewi, S. P. (2013). Pengaruh Urban Sprawl Terhadap Perubahan Bentuk Kota Semarang Ditinjau Dari Perubahan Kondisi Fisik Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang. Ruang, 2(1), 41–50.

Heryviani, N. C., Pin, T. G., & Saraswati, R. (2017). Analisis Spasial Temoral Perubahan Penggunaan Tanah di Kota Depok Tahun 2001-2017. Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar, 8, 65–68.

Kodoatie, R. J. (2021). Rekayasa dan manajemen banjir kota. Penerbit Andi.

LHK, D. (2024). Buku Status Daya Dukung Daya Tampung Lingkungan Hidup Kota Depok Tahun 2022. Depok [ID]: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok.

Prasetyo, A. (2017). Pola Spasial Penjalaran Perkotaan Bodetabek: Studi Aplikasi Model Shannon’s Entropy. Jurnal Geografi Gea, 16(2), 144–160.

Ratnaika, L. A. P. (2019). Perkembangan Sektor Basis Di Kota Metro.

Saifullah, K., Barus, B., & Rustiadi, E. (2017). Spatial modelling of land use/cover change (LUCC) in South Tangerang City, Banten. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 54(1), 12018.

Sakti, H. H. (2019). Peran Jalan Arteri Primer Terhadap Pertumbuhan Kegiatan Perkotaan. Universitas Bosowa.

Wibisono, H., Musthofa, A., Kusuma, M. E., & Haryanto, I. (2019). Transformasi wilayah kepulauan di Metropolitan Jakarta. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 7(3), 181–195.

Yunus, H. S. (2006). Megapolitan: Concepts, Problems and Prospects. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Copyright holder:

David Pardamean, Janthy Trilusianthy Hidayat, Arif Wicaksono (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: