Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

 

KESENJANGAN MODALITAS PENUNJANG FNAB TERHADAP BIOPSI EKSISI PADA KASUS KARSINOMA SEL SKUAMOSA DENGAN UKURAN TUMOR YANG BESAR: LAPORAN KASUS

 

I Nyoman Fidry Octora Young Amukty1, Ni Made Indah Puspasari2

Universitas Warmadewa, Bali, Indonesia1

RSUD Kabupaten Tabanan, Bali, Indonesia2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma ganas dan kasus kanker kulit tersering nomor dua. kasus ini terus meningkat sebesar 2 – 4% setiap tahunnya. Karsinoma sel skuamosa memiliki predileksi pada daerah yang terpapar matahari dengan gambaran plak berisik merah. Dermatofibroma merupakan tumor jinak yang dapat muncul di seluruh bagian tubuh dengan bagian tersering adalah ektremitas. etiologi dari dermatofibroma masih belum di ketahui tetapi, diduga akibat tusukan ataupun trauma. Laki – laki berusia 71 tahun dengan benjolan di paha kiri yang di curigai dermatofibroma dengan diagnosis banding KSS. pemeriksaan penunjang pre operasi dilakukan FNAB memberikan hasil dermatofibroma dan hasil eksisi post operasi di dapatkan hasil histopatologi dengan KSS. Pengambilan sampel yang sedikit dan area yang tidak tepat terutama pada KSS dengan gambaran histologi poorly differentiated dapat mengacaukan hasil patologi anatomi. Eksisi lebih disarankan karena diperlukan sampel yang luas. Pemeriksaan FNAB tidak anjurkan untuk menegakkan diagnosis tumor kulit berukuran besar baik yang pada area yang terpapar sinar matahari maupun tidak, karena dapat mengacaukan hasil pemeriksaan. Biopsi eksisi lebih disarankan untuk sampel yang lebih luas.

Kata Kunci: Karsinoma Sel Skuamosa, Dermatofibroma, FNAB, Eksisi, Tumor Kulit

 

Abstract

Squamous cell carcinoma is the second most common skin cancer case. The incident increase 2-4% every year. Squamous cell carcinoma has a predilection on sun-exposed areas with red scaly plaque appearance. Dermatofibroma is a benign tumor that can appear in all parts of the body especially on extremities. The etiology of dermatofibromas still unknown, but suspected due to punctures or trauma. A male patient, 71 years old with sole mass on left thigh suspected of dermatofibroma with a differential diagnosis of SCC. Preoperative laboratory examinations by FNAB found dermatofibroma results and postoperative histopathological examination result found SCC. Small sampling and inaccurate areas, especially in SCC with poorly differentiated histology, can confound histopathological results. Excision biopsy preferred because the wide sample is needed. All skin tumors with large sizes, either in exposed UV areas or not, FNAB examination is not prefered, excision biopsy advisable to avoid misdiagnosis.

Keywords: Squamous Cell Carcinoma, Dermatofibroma, FNAB, Excision, Skin Tumor

 

 

 

 

Pendahuluan

Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) merupakan neoplasma ganas yang berasal dari suprabasal epidermal keratinosit dan juga penyakit keganasan kulit yang paling sering di temui pada manusia(Goldsmith et al., 2012). Perkiraan insiden KSS berkisar dari 15 sampai 35 pada 100.000 kasus pertahunnya dan kasus ini terus menigkat sekitar 2 – 4% setiap tahunnya (Suriany et al., 2019). Pada kasus KSS sering di temui dengan plak bersisik merah, pada daerah yang terpapar matahari, dan jarang berkembang menjadi metastase (Fania et al., 2021; Motaparthi et al., 2017).

            Dermatofibroma merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada predileksinya di ektremitas bawah. Etiologi dermatofibroma masih belum diketahui tetapi di banyak pakar mencurigai karena trauma dan gigitan serangga yang menyebabkan beberapa lesi dapat berkembang (Cohen et al., 2019; Goldsmith et al., 2012).

            Mendiagnosis KSS dapat dilakukan dengan biopsi kulit yang dalam dan luas agar dokter ahli patologi anatomi dapat melihat seberapa dalam invasi dan kondisi jaringan ikat pada epidermis (Waldman & Schmults, 2019).

            Histopatologi pada KSS terdari dari well sampai poorly differentiated. Pada well differentiated tumor menunjukka epitel skuamosa tipe infundibular folikuler interkonesi, mitosis pada sel ini jarang atau bahkan tidak ada. Pada poorly differentiated di lihat dari sulitnya menentukan garis keratinosit (Goldsmith et al., 2012).

            Histopatologi pada dermatofibroma di dapatkan sel epidermis biasanya hiperplastik dan hiperpigmentasi. Dapat ditemukan beberapa induksi folikel atau sebasea (Goldsmith et al., 2012).

            Penanganan standar pada KSS adalah dengan melakukan eksisi dan dilakukannya penilaian peripheral melingkar dan margin dalam yang lengkap. Pemberian pengobatan secara radiasi digunakan pada invasif superfisial sampai lesi risiko menengah dan radiasi juga bersifat sebagai adjuvan untuk eksisi dalam mengobati penyakit mikroskopis residual dan efek profilaksis mencegah metastase (Goldsmith et al., 2012). Laporan kasus ini menyajikan hal yang menarik pada temuan histologi pada KSS.

 

Metode Penelitian

Laki – laki berusia 71 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tabanan dengan keluhan timbul benjolan pada paha kiri sejak 10 tahun yang lalu. Benjolan awalnya sebesar titik kecil yang semakin lama semakin membesar. Tidak ada rasa nyeri, gatal, dan tidak mudah berdarah. Pada pemeriksaan dermatologi tampak efloresensi tumor soliter berbentuk bulat, berbatas tegas, dengan diameter 10 cm, permukaan tumor tertutup krusta kecokelatan, sebagian tampak ulkus. Di sekitar tumor tampak makula eritema, berbatas tegas, dengan tepi berwarna kehitaman. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinal sinistra. Pasien di diagnosis Suspect KSS dengan diagnosis banding BSS dan di konsukan ke spesialis bedah untuk di rencanakan eksisi.

 

Gambar 1. Klinis Tumor

 

Sebelum tindakan eksisi, dilakukan pemeriksaan pre operatif berupa FNAB dan di dapatkan hasil dermatofibroma. Mengacu dari hasil FNAB ini, di lakukan eksisi hanya pada tumor dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan Squamous Cell Carcinoma Regio Femur Sinistra Grade II. Spesialis bedah melakukan operasi ulang dengan Wide Excision disertai Grafting.

 

WhatsApp Image 2023-05-16 at 04

Gambar 2. Post Operasi Eksisi Tumor

 

Tiga minggu setelah operasi, tidak di dapatkan tanda infeksi yang terlihat dari tidak adanya demam. Dari pemeriksaan fisik, kulit terlihat stabil dengan sedikit kemerahan di sekitar jahitan, tidak ada edema, atau cairan purulen dan nyeri minimal saat bergerak (Gambar 3).

 

Gambar 3. Post Operasi Wide Excision dengan Grafting

 

Hasil dan Pembahasan

KSS dan dermatofibroma merupakan dua kasus yang dimana KSS adalah kasus yang sering di temukan dan dermatofibroma ada kasus yang jarang (Waldman & Schmults, 2019). KSS sering terjadi pada daerah yang terpapar matahari dimana jenis kelamin pria berisiko dua kali dari wanita (Goldsmith et al., 2012; Wijaya et al., 2019). Tanda pasti yang menentukan diagnosis pada KSS adalah perluasan dari keratinosit atipikal di luar membran dasan dan ke dalam dermis. Tidak adanya hubungan antara sel tumor dan epidermis yang harus meningkatkan perhatian terhadap KSS metastatik. Penilaian histologi KSS di lihat pada tingkat diferensiasi seluler. Pada well differentiated akan terlihat jelas perubahan yang terjadi pada membran dermis (Gambar 3) namun, ini berbeda dengan poorly differentiated dimana hanya sebagian yang baru berkembang (Chambers et al., 2020; Lee et al., 2021). Sehingga apabila pengambilan sampel dilakukan dengan FNAB pada posisi yang kurang tepat pada kasus KSS dengan poorly differentiated, maka gambaran yang akan di dapatkan akan seperti dermatofibroma (Gambar 4.).

 

Gambar 3. KSS

 

            Dermatofiroma atau secara umum disebut sebagai fibrous histiocytomas adalah tumor jinak dan berkembang lebih sering pada wanita dari pada pria dengan rasio 2:1 dan sering muncul sekitar usia 20-an dan 40-an (Retnani et al., 2021). Pasien dengan dermatofibroma biasanya memiliki riwayat tusukan trauma lokal pada daerah tertentu seperti trauma, gigitan serangga, atau tusukan dari kayu dan duri. Dermatofibroma dapat mengenai daerah seluruh daerah badan tetapi secara umum pada kasus terdapat di ekstremitas (Goldsmith et al., 2012; Myers & Fillman, 2017).

            Fine Needle Aspiration (FNA) merupakan teknik pemeriksaan biopsi jarum halus yang digunakan sebagai alat diagnostic preoperative (Santoso, 2017). FNA sebagai prosedur medis memiliki kelebihan akses invasif yang minimal pada biopsi jaringan. Tingkat akurasi dan presisi FNA sebagai diagnostik sangat bergantung pada ketepatan jarum saat mengambil sampel (Nadda et al., 2022). Hasil nondiagnostik kadang kala dilaporkan karena aspirasi yang tidak memadai atau keterbatasaan dalam membedakan hasil jinak dan ganas dalam sitologi yang diperoleh (Cho et al., 2020). penggunaan diagnostik dengan biopsi insisi atau eksisi denga konfirmasi histopatologi lebih di sarankan, FNA biopsi jarang digunakan dalam diagnosis primer tetapi bermanfaat dalam mengidentifikasi metastases kelenjar getah bening (Moran & Phelps, 2020).

Gambar 4. Dermatofibroma Pada KSS

 

Kesimpulan

KSS merupakan kasus kanker kulit ke dua tersering. Kasus ini dapat muncul pada daerah yang sering terpapar matahari. Pada kasus ini lesi muncul di paha kiri yang sering tertutup celana dan jarang terpapar oleh matahari namun, secara klinis dapat dicurigai dengan KSS. Pengambilan sampel yang sedikit dan pada lokasi yang tidak tepat dapat mempengaruhi hasil Semua tumor kulit dengan ukuran besar baik diarea yang terpapar sinar matahari maupun tidak, pemeriksaan FNAB tidak dianjurkan dalam menegakkan diagnosis pada tumor kulit besar, maka dari itu pemeriksaan histopatologi dengan eksisi biopsi lebih di sarankan

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Chambers, M., O’Hern, K., & Kerr, D. A. (2020). Fine-needle aspiration biopsy for the diagnosis of bone and soft tissue lesions: a systematic review and meta-analysis. Journal of the American Society of Cytopathology, 9(5), 429–441.

Cho, J., Kim, J., Lee, J. S., Chee, C. G., Kim, Y., & Choi, S. Il. (2020). Comparison of core needle biopsy and fine‐needle aspiration in diagnosis of ma lignant salivary gland neoplasm: Systematic review and meta‐analysis. Head & Neck, 42(10), 3041–3050.

Cohen, P. R., Erickson, C. P., & Calame, A. (2019). Atrophic dermatofibroma: a comprehensive literature review. Dermatology and Therapy, 9, 449–468.

Fania, L., Didona, D., Di Pietro, F. R., Verkhovskaia, S., Morese, R., Paolino, G., Donati, M., Ricci, F., Coco, V., & Ricci, F. (2021). Cutaneous squamous cell carcinoma: from pathophysiology to novel therapeutic approaches. Biomedicines, 9(2), 171.

Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S., Leffell, D. J., & Wolff, K. (2012). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, 8e. McGrawHill Medical, 2421–2429.

Lee, D. Y., Kim, B. R., Yang, S., Kim, M., Yoon, T. Y., & Youn, S. W. (2021). Histopathological predictor of the progression from actinic keratosis to squamous cell carcinoma: quantitative computer‐aided image analysis. Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology, 35(1), 116–122.

Moran, J. M., & Phelps, P. O. (2020). Periocular skin cancer: diagnosis and management. Disease-a-Month, 66(10), 101046.

Motaparthi, K., Kapil, J. P., & Velazquez, E. F. (2017). Cutaneous squamous cell carcinoma: review of the eighth edition of the American Joint Committee on cancer staging guidelines, prognostic factors, and histopathologic variants. Advances in Anatomic Pathology, 24(4), 171–194.

Myers, D. J., & Fillman, E. P. (2017). Dermatofibroma.

Nadda, R., Sahani, A. K., & Repaka, R. (2022). A systematic review of real-time fine-needle aspiration biopsy methods for soft tissues. IETE Technical Review, 39(5), 1011–1026.

Retnani, D. P., Norahmawati, E., Angelina, A., Dewi, R. K., Cahayani, W. A., & Jatmiko, S. W. (2021). Dasar Diagnosis dan Tata Laksana Neoplasma Dermis. Universitas Brawijaya Press.

Santoso, S. P. P. (2017). Nilai Akurasi Pemeriksaan Fnab (Fine Needle Aspiration Biopsy) Tumor Payudara Dibandingkan Pemeriksaan Histopatologi Anatomi Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.

Suriany, S., Delyuzar, D., & Alferraly, T. I. (2019). The Correlation of Tumor-Infiltrating Lymphocytes with Tumor Mass Location and Histological Grading of Cutaneous Squamous Cell Carcinoma.

Waldman, A., & Schmults, C. (2019). Cutaneous squamous cell carcinoma. Hematology/Oncology Clinics, 33(1), 1–12.

Wijaya, L., Fernando, R., & Lembar, S. (2019). Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium pada penyakit kulit dan kelamin. Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.

 

 

 

Copyright holder:

I Nyoman Fidry Octora Young Amukty, Ni Made Indah Puspasari (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: