Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
5, Mei 2024
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS ORGANISASI DALAM PENERAPAN SHARED SERVICES PADA
HOLDING COMPANY: STUDI KASUS DI PT XYZ
Dirga Adi Julizhar
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini
membahas mengenai Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Dalam
Penerapan Shared services Pada Holding Company dengan mengambil
Studi Kasus di PT XYZ Metode Penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui wawancara
dengan teknik purposive sampling.
Responden dalam
penelitian ini adalah karyawan tetap di PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang berada
pada unit kerja pemberi jasa Layanan Bersama (Shared Services) serta
karyawan tetap yang ditugaskan sebagai jajaran manajemen dan pejabat struktural
pada anak perusahaan selaku pengguna jasa Layanan Bersama (Shared Services).
Jumlah karyawan yang akan dipilih sebagai responden adalah sebanyak + 6
orang, yaitu 2 orang Direksi anak perusahaan dan 2 orang karyawan penjabat General
Manager / Department Head pada anak perusahaan selaku Pengguna Layanan Shared
Services, 1 orang karyawan setingkat BOD-1 dan 1 orang karyawan setingkat
BOD-2 pada Unit Kerja Penyedia Layanan Shared Services. Penelitian ini
dilaksanakan pada Semester 1 dan Semester 2 Tahun 2023. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat efektivitas organisasi
bidang shared services di PT XYZ Hasil penelitian ini menyarankan agar
dapat dibuat prosedur shared service yang lebih komprehensif serta
pembentukan unit kerja khusus yang membidangi shared services.
Kata kunci:
Efektivitas Organisasi, Shared Services, Struktur Organisasi, Matriks
Organisasi, Holding Company, Parent Company
Abstract
This study
discusses the Factors Influencing Organizational Effectiveness in the
Implementation of Shared services in Holding Companies by taking Case Studies
at PT XYZ The research method used
in this research is a qualitative method through interviews with purposive
sampling techniques. Respondents in this research are permanent employees at PT
Jasa Marga (Persero) Tbk who are in the Shared services service provider work
unit as well as permanent employees assigned to management and structural officials
in the Subsidiary as users of Shared services services. The number of employees
who will be selected as respondents are 6 respondents, namely 2 Directors of
Subsidiaries and 2 employees in the position of General Manager / Department
Head in Subsidiaries as Users of Shared Services, 1 employee at BOD-1 level and
1 employee at BOD-1 level BOD-2 in the Shared services Service Provider Work
Unit. This research was carried out in Semester 1 and Semester 2 of 2023. The
aim of this research is to find out what factors influence and hinder the
effectiveness of the shared services organization at PT XYZ. The results of
this research suggest that more comprehensive shared service procedures can be
created and the formation of a special work unit in charge of shared services.
Keywords: Organizational
Effectiveness, Shared Services, Organizational Structure, Organizational
Matrix, Holding Company, Parent Company
Organisasi merupakan suatu
bentuk formal yang dibentuk dengan tujuan dan sasaran tertentu untuk mencapai
tujuan bersama. Organisasi berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan individu
maupun kelompok, mengatasi permasalahan dan tantangan yang timbul serta memfasilisasi
kerjasama antara individu dengan individu maupun antar kelompok. Kemajuan
operasi organisasi seringkali bergantung pada sumber daya manusianya, yang
bekerja baik secara mandiri maupun kolaboratif untuk mewujudkan tujuan
perusahaan. Guna mencapai tujuan organisasi, sangat penting untuk mengetahui
dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi agar
organisasi tersebut dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Faktor-faktor
tersebut antara lain budaya organisasi, pola komunikasi, leadership
serta human capital/sumber daya manusia organisasi tersebut. Ffektivitas
organisasi secara teratur dipandang sebagai faktor utama dalam bidang bisnis
dan pelatihan, dan juga cara untuk bertahan hidup dalam asosiasi dari berbagai
jenis di abad ke-21 (Tahsildari & Shahnaei, 2015).
Implementasi shared
services bukan hanya merupakan metode efektif untuk transformasi proses
bisnis, tetapi juga sebuah langkah strategis yang sangat direkomendasikan.
Melalui standarisasi, konsolidasi, dan sentralisasi layanan bisnis, perusahaan
dapat mencapai peningkatan efisiensi yang signifikan. Shared services tidak
sekadar menjadi proyek strategis semata, melainkan juga mewakili inisiatif yang
tertanam dalam arus panjang perubahan perusahaan menuju rasionalisasi dan
standardisasi. Keberlanjutan shared services tidak hanya dipicu oleh
kebutuhan akan efisiensi operasional, melainkan juga muncul sebagai hasil dari
evaluasi menyeluruh terhadap struktur organisasi dan tujuan perusahaan. Dalam
paradigma baru ini, keberlanjutan shared services menjadi semakin
relevan, terutama dalam konteks holding company, di mana efisiensi dan
efektivitas dalam kegiatan pendukung bisnis mendapatkan penekanan utama.
Pengadopsian model shared services tidak hanya memberikan manfaat operasional
secara instan, namun juga memposisikan diri untuk menangkap peluang pertumbuhan
yang lebih besar. Hal ini tidak hanya menciptakan lingkungan operasional yang
lebih efisien, tetapi juga memperkuat daya saing perusahaan di pasar yang terus
berubah (Dhoopar, Sihag, & Gupta, 2023).
Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Richter dan Brühl (2019), menunjukkan bahwa perusahaan yang
mengadopsi Shared Service Center mampu mengurangi biaya operasional
hingga 30%, dibandingkan dengan perusahaan yang masih mengandalkan konsep
organisasi konvensional. Strikwerda (2006) juga mengungkapkan bahwa dari
berbagai sumber yang ada menyatakan bahwa penghematan biaya yang dicapai melalui
shared service center berkisar antara 20% - 50%. Temuan ini
ditindaklanjuti oleh Suterisno dan Munir (2021) yang mengutip penelitian
Strikwerda, yang menegaskan bahwa penerapan shared service dapat
memberikan dampak positif pada penghematan biaya langsung, dengan angka yang
bervariasi, berkisar antara 25% hingga 30%. Konsep organisasi shared
services tidak hanya membawa manfaat finansial, tetapi juga memberikan
dampak positif yang lebih luas. Menurut Helbing et al. (2013), manfaat shared
services bagi organisasi adalah pengurangan biaya operasional, peningkatan
kualitas layanan, peningkatan kapasitas manajemen, efisiensi operasional yang
lebih baik, dan skala ekonomi yang dapat mengoptimalkan sumber daya. Selain
itu, konsep shared services juga dapat mengurangi kebutuhan tenaga
kerja, menciptakan lingkungan kerja yang lebih efisien, dan membuka peluang
inovasi dalam penyediaan layanan internal perusahaan. Dengan demikian,
pengadopsian shared services tidak hanya menjadi langkah praktis untuk mengurangi
biaya, tetapi juga strategi cerdas dalam meningkatkan daya saing perusahaan di
pasar yang semakin dinamis.
Kebijakan shared services
yang diterapkan oleh Jasa Marga memiliki tujuan utama untuk menciptakan
nilai tambah bagi perusahaan secara keseluruhan. Melalui pendekatan ini, Jasa
Marga berharap dapat meningkatkan kapabilitas, kapasitas, dan pengalaman bagi
tenaga kerja yang dimilikinya. Melalui berbagai layanan yang dibagikan,
perusahaan berupaya untuk memaksimalkan potensi dan kontribusi sumber daya
manusianya. Selain itu, penerapan shared services juga menjadi strategi
untuk mencapai standarisasi layanan hukum di seluruh organisasi Jasa Marga,
menciptakan konsistensi dalam pendekatan hukum yang diambil. Tidak hanya itu,
Jasa Marga juga mempertimbangkan peningkatan produktivitas sebagai alasan utama
dalam menerapkan shared services. Melalui penggabungan beberapa fungsi
atau proses bisnis di satu pusat layanan bersama, perusahaan berharap dapat
mencapai efisiensi operasional yang lebih besar, mengurangi duplikasi
pekerjaan, dan meningkatkan performa keseluruhan organisasi. Peningkatan
produktivitas ini tidak hanya berdampak positif pada aspek internal perusahaan,
tetapi juga dapat membawa manfaat eksternal seperti pelayanan yang lebih
efektif dan responsif kepada pihak eksternal. Secara keseluruhan, penerapan
kebijakan shared services oleh Jasa Marga adalah langkah strategis untuk
mencapai efisiensi, konsistensi, dan peningkatan nilai tambah. Melalui upaya
ini, perusahaan berharap dapat menjaga daya saingnya, merangsang perkembangan
sumber daya manusia, dan memberikan pelayanan yang optimal kepada berbagai
pemangku kepentingan.
Shared services yang diberikan oleh Jasa
Marga selaku induk perusahaan kepada anak perusahaan di lingkungan Jasa Marga
Group mencakup bidang Information Technology, Legal, Procurement
dan Human Capital. Selain bidang hukum, perusahaan juga memberikan jasa shared
services dalam bidang pengadaan yang menjadi tanggung jawab unit kerja Procurement
and Fixed Asset Group (untuk selanjutnya disebut “PFA Group”). Dalam
memberikan jasa shared services, PFA Group bertanggung jawab
untuk menyediakan personil yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam
pendampingan dan pemberian advise serta pengendalian terkait proses
pemilihan penyedia barang dan jasa di lingkungan anak perusahaan yang
membutuhkan. Dalam bidang information technology, perusahaan memberikan
jasa shared services dalam bidang penyediaan sarana dan prasarana
teknologi informasi yang dibutuhkan, mulai dari penyediaan software
hingga penyimpanan data berbasis cloud untuk menunjang operasional
perusahaan.
Sebagai perusahaan induk
yang menaungi entitas anak perusahaan dari berbagai sektor, mulai dari bisnis
konsesi jalan tol, pelayanan operasi jalan tol, pemeliharaan jalan tol,
konstruksi hingga pengelolaan rest area, properti maupun usaha lain,
Jasa Marga telah melakukan standarisasi pelayanan dan optimalisasi Sales,
General and Administrative Cost (SGAC) dengan menetapkan kebijakan
mengenai Standar Implementasi Shared services di Lingkungan PT XYZ
Sampai dengan akhir 2022, Jasa Marga telah memberikan shared services bidang
hukum, bidang procurement dan bidang IT ke beberapa anak perusahaan,
masing-masing sebanyak dua anak perusahaan pada bidang hukum, tiga anak
perusahaan di bidang pengadaan dan satu perusahaan di bidang IT. Di bidang
hukum, pendekatan shared service yang digunakan adalah people
approach, dimana Legal and Compliance Group memberikan layanan hukum
dalam bentuk pemberian jasa tenaga ahli di bidang hukum. Jenis
kontrak/perjanjian shared services bidang hukum yang disediakan terbagi
atas Kontrak Lumpsum Project Base, yang digunakan untuk menangani
project/kasus tertentu, Kontrak Lumpsum Time Base, yaitu
kontrak lumpsum bulanan dengan pembatasan durasi penggunaan, serta
Kontrak Retainer, yaitu kontrak jasa hukum berdasarkan penggunaan jam
efektif personil (hourly basis).
Di bidang hukum, layanan
jasa hukum yang dapat diberikan adalah hukum korporasi, peraturan perusahaan
serta litigasi. Corporate legal department akan memberikan layanan hukum
yang berkaitan dengan penyusunan dan review draft perjanjian/kontrak,
pendampingan aksi korporasi dan pendapat hukum yang berkaitan dengan hukum
korporasi. Litigation department bertanggung jawab dalam pemberian
layanan pendampingan hukum ke instansi terkait, baik instansi hukum maupun
instansi non hukum. Regulation department memberikan layanan hukum yang
berkaitan dengan penyusunan dan review draft peraturan internal anak
perusahaan serta pemberian pendapat hukum atas terbitnya suatu peraturan
eksternal. Sedangkan di bidang pengadaan, jasa layanan bersama yang akan
diberikan adalah penyediaan personil yang memiliki kompetensi dan pengalaman
dalam pendampingan dan pemberian advice serta pengendalian terkait
proses pemilihan penyedia barang dan jasa di lingkungan anak perusahaan yang
membutuhkan jasa pengadaan. Departemen yang bertanggung jawab dalam shared
service bidang pengadaan adalah Procurement Service Department.
Implementasi layanan bersama
(shared services) di lingkungan Jasa Marga Group telah berjalan selama
hampir tiga tahun, yang dimulai pada tahun 2021. Langkah awal dari inisiatif
ini melibatkan pemberian layanan shared services di bidang hukum oleh Legal
and Compliance Group (LCO Group) kepada PT Jasamarga Tollroad Operator (PT
JMTO), salah satu anak perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk di lingkungan
Jasa Marga Group, yang bisnis utamanya adalah layanan pengoperasian jalan tol.
Kerjasama ini diatur melalui Perjanjian Layanan Bersama Jasa Hukum dengan nomor
64.02/KONTRAK-DIR/2021, yang ditandatangani pada tanggal 19 Juli 2021, dan
umumnya dikenal sebagai "Shared services Agreement" atau
"SSA." Dalam kaitannya dengan layanan hukum, SSA mencakup berbagai
bidang, antara lain bidang hukum korporasi, bidang litigasi, dan bidang
regulasi, yang diharapkan mampu menciptakan kerangka kerja yang komprehensif
untuk mendukung operasional PT JMTO. Seiring berjalannya waktu, SSA ini
mengalami beberapa kali perubahan untuk menjawab dinamika lingkungan bisnis dan
kebutuhan khusus yang mungkin muncul. Perubahan terakhir tercatat dalam Adendum
V, yang secara resmi ditandatangani oleh para pihak pada tanggal 30 Desember
2022. Perubahan yang utama pada SSA sebagian besar terfokus pada perpanjangan
jangka waktu perjanjian, mengamankan kelangsungan layanan yang mutlak
diperlukan untuk operasional PT JMTO. Sementara itu, penyesuaian nilai
perjanjian juga dilakukan, sesuai dengan nilai pekerjaan yang telah
dilaksanakan serta jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang telah ditentukan.
Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam kemitraan ini untuk
memastikan bahwa layanan yang disediakan terus sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan perusahaan.
Dalam konteks layanan hukum
bidang hukum korporasi, sebagaimana diuraikan dalam Shared services
Agreement (SSA), Legal and Compliance Group (LCO Group) bertindak
sebagai pemberi layanan dengan kewajiban menyediakan pelayanan yang mencakup
perancangan, review, dan revisi perjanjian, serta memberikan pendapat
hukum terkait kegiatan usaha, pengembangan usaha, atau permasalahan hukum yang
dihadapi oleh PT Jasamarga Tollroad Operator (JMTO). Dalam bidang litigasi,
JMTO memiliki hak untuk meminta kehadiran tim dari LCO Group dalam rapat
koordinasi dan negosiasi, dengan tujuan untuk mendiskusikan dan mendapatkan
saran guna menyelesaikan permasalahan hukum korporasi. Selain itu, JMTO juga
berhak mendapatkan pendampingan hukum dari LCO Group terkait klaim, somasi,
atau permasalahan hukum yang muncul dari pihak ketiga. Di sisi regulasi, LCO
Group memiliki tanggung jawab untuk melakukan review terhadap peraturan
internal perusahaan di lingkungan JMTO. Tiga jenis layanan hukum ini
dilaksanakan oleh LCO Group sesuai dengan permintaan atau instruksi yang
diterima secara tertulis atau lisan dari JMTO. Penting untuk dicatat bahwa
batasan waktu untuk pemberian layanan hukum ini selama durasi kontrak adalah
tiga puluh jam per bulan atau maksimal tiga ratus enam puluh jam dalam satu
tahun. Hal ini mencerminkan pengaturan yang jelas dan terukur dalam pelaksanaan
layanan hukum, guna memastikan bahwa ketersediaan sumber daya dan waktu
diarahkan dengan tujuan untuk mencapai efisien dan efektif sesuai dengan
kebutuhan JMTO. Dengan demikian, kolaborasi antara LCO Group dan JMTO dalam
konteks layanan hukum ini tidak hanya mencakup berbagai aspek hukum korporasi,
litigasi, dan regulasi, tetapi juga diarahkan untuk mencapai hasil yang optimal
dengan memperhatikan penggunaan sumber daya yang bijaksana.
Sebelum menjalin kerjasama
dengan LCO Group, PT JMTO telah memiliki personel yang secara khusus menangani
permasalahan hukum di perusahaan. Fungsi hukum ini dinamakan Legal and
Office Administration Section dan dikomandoi oleh Legal and Office
Administration Section Head, yang berada di bawah naungan General Affair
Department. Section Head ini memiliki tanggung jawab terhadap segala aspek
legal dan administrasi perusahaan, termasuk penanganan masalah hukum mulai dari
ranah hukum korporasi hingga penanganan kasus hukum di instansi terkait. Legal
Administration Section memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya
terbatas pada area kantor pusat, melainkan juga mencakup seluruh wilayah
Indonesia, yang mencakup pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi.
Dengan kata lain, fungsi hukum tidak hanya berfokus pada aspek regional
tertentu, melainkan mencakup keseluruhan geografis Indonesia. Penting untuk
memahami bahwa Legal Administration Section tidak hanya beroperasi
secara terpusat, tetapi juga terdistribusi di berbagai lokasi yang mencerminkan
jangkauan bisnis nasional PT JMTO. Hal ini menandakan bahwa tim hukum di
perusahaan tidak hanya berperan sebagai penyokong operasional di kantor pusat,
tetapi juga memiliki keterlibatan aktif dalam menangani aspek legal di setiap
wilayah operasional.
Mengingat
layanan bersama (shared services) bidang hukum, bidang procurement
dan bidang IT PT Jasa Marga (Persero) Tbk telah terimplementasi ke beberapa AP
serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi
dalam penerapan shared service, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi shared services pada
holding company: Studi Kasus di PT XYZ, khususnya pada bidang hukum yang diberikan oleh unit kerja Legal and
Compliance Group.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana
program shared services bidang hukum ini berjalan di lingkungan Jasa
Marga Group. Sejalan dengan pertanyaan penelitian yang telah penulis kemukakan
di atas, penelitian ini lebih lanjut bertujuan untuk mengidentifikasi faktor
yang mempengaruhi efektivitas dan faktor penghambat dalam penerapan program shared
services bidang hukum.
Penelitian yang dilakukan adalah sebuah
studi deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis Layanan Bersama
(Shared Services) di bidang Hukum di PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan anak
perusahaannya. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga Desember 2023,
dengan fokus untuk mendapatkan wawasan yang komprehensif tentang operasional
Layanan Bersama. Metode pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif
melalui wawancara, analisis dokumen, dan observasi. Teknik pengumpulan data
melibatkan sumber primer (transkripsi wawancara) dan sumber sekunder (informasi
yang sudah ada dari buku, jurnal, dan sumber yang relevan lainnya). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan target
karyawan tetap di unit penyedia Layanan Bersama dan personel manajemen di anak
perusahaan penerima Layanan Bersama.
Selama proses pengumpulan data, penelitian
menggunakan wawancara semi-terstruktur untuk memfasilitasi diskusi interaktif
sambil memastikan fokus pada tujuan penelitian. Penggunaan alat perekam dan
panduan wawancara membantu menjaga akurasi dan meminimalkan bias. Selanjutnya,
analisis data melibatkan pengkategorian dan pemilihan informasi yang relevan,
evaluasi struktur organisasi, prosedur, dan kontrak terkait Layanan Bersama,
serta identifikasi area yang perlu diperbaiki. Analisis menggunakan metode
kualitatif, dengan menekankan pada analisis tematik dan interpretasi untuk
menjawab pertanyaan penelitian secara efektif (Adams, 2015).
Melalui wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan kunci, penelitian
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang implementasi Layanan
Bersama, peningkatan potensial, dan tantangan yang dihadapi dalam konteks yang
ditentukan (Ahlin, 2019).
Proses analisis tematik terdiri dari
enam tahapan yang bersifat fleksibel dan dapat dilakukan secara berulang sesuai
kebutuhan. (1) Tahapan pertama adalah pengenalan data, di mana peneliti
memperdalam pemahaman terhadap data yang dikumpulkan, mengidentifikasi aspek
menarik, dan mengamati pola yang mungkin muncul. (2) Selanjutnya, tahap kedua
adalah pengkodean, di mana teks data diindeks dengan kode atau tema tertentu
untuk mempermudah identifikasi materi yang relevan. (3) Tahap ketiga adalah
pencarian tema, di mana kode-kode yang ditemukan disusun menjadi tema potensial
yang relevan dengan pertanyaan penelitian. (4) Pada tahap keempat, peninjauan terhadap
tema potensial dilakukan dalam dua level, yaitu peninjauan pada tingkat kode
ekstrak data dan penyempurnaan tema secara keseluruhan. (5) Tahap kelima adalah
penamaan tema, di mana tema-tema yang telah diidentifikasi diberi nama dan
didefinisikan secara jelas untuk memperjelas pemahaman. (6) Terakhir, pada
tahap keenam, hasil analisis disajikan dengan melakukan interpretasi mendalam
terhadap data yang dipilih dan mengaitkannya kembali dengan pertanyaan
penelitian yang diajukan. Hasil analisis ini kemudian disusun dalam laporan
ilmiah yang komprehensif, memberikan kontribusi pada pemahaman akademis dan
praktis dalam bidang penelitian yang dilakukan.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian kualitatif seringkali menghasilkan jumlah
data yang besar yang menuntut penerapan suatu pendekatan yang cermat dalam
pengolahan dan analisisnya. Oleh sebab itu, penelitian ini mengadopsi
pendekatan analisis tematik dengan tujuan utama untuk mengidentifikasi,
memahami, dan menyoroti tema-tema kunci dalam kelimpahan data kualitatif. Hal
ini bertujuan untuk mengomunikasikan dan memahami ciri-ciri esensial dari
fenomena penelitian (King & Brooks, 2018). Perlu dicatat bahwa dalam
analisis tematik, prosesnya bukanlah suatu rangkaian langkah linear dari satu fase
ke fase berikutnya. Sebaliknya, ini merupakan suatu proses yang bersifat
pengulangan, menyesuaikan diri sesuai kebutuhan di berbagai tahap analisis
(Braun et al, 2019). Analisis tematik melibatkan enam tahap, sesuai dengan
kerangka yang diperkenalkan oleh Braun dan Clarke (2006), dengan setiap tahap
memberikan sumbangan penting dalam memahami dan merinci hasil analisis.
Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam
dengan para narasumber disajikan dalam bentuk teks melalui proses transkripsi
wawancara. Proses penyusunan transkripsi wawancara merupakan metode utama untuk
memahami dan meresapi data yang terkumpul. Pada tahap ini, peneliti membaca dan
membaca ulang transkripsi wawancara untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
tentang isu-isu yang muncul dalam data. Selain itu, peneliti berupaya memahami
pesan yang ingin disampaikan oleh para narasumber serta menyoroti aspek-aspek
yang dianggap menarik dan relevan dengan pertanyaan penelitian. Dalam mengolah
transkripsi wawancara, peneliti menggunakan teknik highlighting dengan
memberikan warna biru muda pada bagian-bagian yang dianggap penting dan
menarik. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkodean
dan mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya dalam analisis data.
Pada tahap coding ini, transkripsi wawancara
yang telah dibaca ulang disusun secara kelompok berdasarkan makna khusus yang
telah di-highlight, dengan tujuan untuk memudahkan dalam melakukan
analisis hingga mencapai penetapan tema awal. Seluruh data transkripsi
wawancara diproses kemudian menghasilkan kode awal dengan kategori sebagai
berikut:
1) Tidak ada dedicated person;
2) Konsep shared services belum terlalu matang;
3) Sharing knowledge;
4) Perlu ada Service Level Agreement;
5) Penyempurnaan Kontrak / Shared Service Agreement;
6) Perlu ada evaluasi berkala atas penerapan shared
services;
7) Perlu ada unit kerja khusus;
8) Sentralisasi; dan
9) Shared service perlu dikembangkan.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa perspektif
terhadap efektivitas penerapan Shared Service Bidang Legal dapat
diwakili oleh tiga tema utama, yaitu “Efektivitas Operasional”, “Kepuasan
Pelanggan”, dan “Pengelolaan SDM”. Ketiga tema ini mencerminkan aspek-aspek
kunci yang muncul dari data dan dianggap signifikan dalam konteks implementasi shared
service. Tema-tema utama tersebut dirumuskan secara abstrak di luar
kode-kode yang telah dibentuk sebelumnya. Selanjutnya, peneliti merinci
kode-kode tersebut menjadi subtema yang lebih spesifik, menggambarkan hubungan
dan hierarki di antara konsep-konsep yang ada. Proses ini diilustrasikan dengan
jelas dalam peta tematik yang menyajikan struktur dan keterkaitan antara
kode-kode serta tema-tema yang telah diidentifikasi. Dengan demikian,
langkah-langkah analisis ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan
sistematis terhadap isu-isu kunci yang muncul dari data wawancara terkait
implementasi Shared Service Bidang Legal.
Sumber: Diolah Peneliti (2023)
Pada gambar Peta Tematik Awal tersebut, pada
kelompok tema utama “Efektivitas Operasional” didukung oleh 2 subtema, yaitu Dedicated
Person dan Service Level Agreement (SLA). Kemudian pada tema utama
kedua yang diberi label “Kepuasan Pelanggan” didukung oleh subtema Konsep Shared
Services, Sharing Knowledge, Shared services Unit, dan
Evaluasi Berkala. Selanjutnya pada tema utama terakhir “Pengelolaan SDM”
diikuti oleh subtema Sharing Knowledge dan Shared services Unit.
Proses pengembangan dan perbaikan peta tema menjadi
langkah yang penting dalam mengevaluasi keseluruhan struktur analisis. Peta
tema yang dihasilkan dari penelaahan ini memberikan pandangan visual yang lebih
sistematis dan terstruktur terhadap hubungan antar tema, subtema, dan kode.
Gambaran visual ini membantu dalam memahami kompleksitas dan keterkaitan antar
konsep-konsep yang muncul dari data, sementara memastikan keseluruhan analisis
tetap konsisten dan akurat. Peta tema yang telah dikembangkan dapat dilihat
pada gambar yang disajikan di bawah ini, mencerminkan upaya penelitian dalam
mengorganisir dan menguraikan temuan tematik dengan lebih komprehensif.
Gambar 2. Peta Tematik Hasil Penyempurnaan
Sumber: Diolah Peneliti (2023)
Dari gambar pengembangan peta tematik di atas,
peneliti melakukan perbaikan terhadap peta tematik awal. Beberapa sub tema pada
masing-masing tema utama mengalami penyempurnaan yaitu tidak ada dedicated
person dan perlu ada service level agreement pada tema utama
efektivitas operasional, konsep shared services belum terlalu matang,
adanya sharing knowledge, perlu ada unit kerja khusus shared services
dan perlu ada evaluasi berkala pada tema utama kepuasan pelanggan. Terakhir
adalah penyempurnaan terhadap subtema adanya sharing knowledge dan perlu
ada unit kerja khusus shared services pada tema utama pengelolaan SDM.
Hal ini dilakukan karena subtema tersebut belum dijelaskan secara spesifik.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, peneliti
melakukan beberapa perbaikan terhadap tema dan sub tema. Pada tema pertama,
peneliti melakukan perubahan, dimana sebelumnya diberi nama “Efektivitas Operasional”
kemudian diperbaiki menjadi “Efektivitas Manajemen”. Sedangkan pada tema kedua
yang sebelumnya ditulis “Kepuasan Pelanggan” diubah menjadi “Pemahaman”.
Selanjutnya pada tema utama ketiga, peneliti mengubah “Pengelolaan SDM” menjadi
“Struktur Organisasi”.
Sejalan dengan hal tersebut, peneliti juga melakukan
penyesuaian dan perubahan terhadap beberapa subtema. Pada tema utama
“Efektivitas”, peneliti mencantumkan sub tema Tidak ada dedicated person,
Perlu ada Service Level Agreement (SLA), Jumlah personil yang terbatas,
dan Spesialisasi personil. Selanjutnya pada tema utama “Pemahaman” terdapat sub
tema konsep shared services yang belum matang, Perlu ada evaluasi
berkala, serta Evaluasi dan Pendetailan SOP Shared Services. Sedangkan pada
tema utama struktur organisasi, sub tema yang diangkat adalah perlu ada unit
kerja khusus shared services serta struktur kerja dan pembagian tugas.
Struktur data pada tahapan ini adalah sebagaimana tergambar di bawah ini.
Sumber: Diolah Peneliti (2023)
Pentingnya penyajian hasil analisis dengan dukungan
bukti dari wawancara memberikan kepercayaan dan validitas pada temuan-temuan
yang dihasilkan. Dengan memperkuat setiap tema dan sub tema melalui kutipan dan
rincian dari interaksi dengan narasumber, penyajian hasil ini tidak hanya
memberikan gambaran luas, tetapi juga membuktikan keterkaitan temuan dengan
realitas yang ditemui dalam konteks penelitian. Seiring dengan hal tersebut,
penyajian hasil ini diarahkan pada tujuan akhir, yaitu memberikan jawaban
terhadap kedua pertanyaan penelitian yang diajukan. Dengan mengikuti
langkah-langkah analisis tematik secara sistematik, penyajian hasil ini menjadi
suatu dokumen yang menguraikan temuan-temuan dengan baik, memberikan kontribusi
signifikan terhadap pemahaman topik penelitian, dan mampu memenuhi tujuan
penelitian yang telah ditetapkan.
Berdasarkan gambar peta tematik final sebagaimana
tercantum di atas, peneliti menyajikan bahwa dalam penerapan shared services,
khususnya bidang hukum, diperlukan efektivitas manajemen dari pemberi jasa,
khususnya terkait dengan kecepatan merespon kebutuhan dan keluhan pelanggan,
pemahaman terhadap budaya baru terkait implementasi shared services,
serta perlunya mengkaji struktur organisasi terkait shared services.
Dalam hal Keterlibatan, manajemen perlu
mempertimbangkan kondisi mengenai belum adanya personil yang khusus menangani shared
services, karena personil tersebut masih menjalankan dua fungsi yaitu
pekerjaan rutin di unit kerja dan pekerjaan tambahan shared services.
Selain itu, jumlah personil penyedia jasa shared services yang masih
terbatas juga dapat menghambat efektivitas implementasi program ini. Namun demikian,
dengan penerapan shared services dapat mengoptimalkan kemampuan karyawan
yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu sehingga akan meningkatkan value
personil tersebut.
Menurut Janssen dan Joha dalam Richter dan Brühl
(2016), koordinasi transaksi dan prosedur layanan memerlukan keselarasan dengan
strategi bisnis dan pendekatan untuk mengelola transaksi dan prosedur tersebut.
Area ini mencakup tiga pertanyaan yang menjawab permasalahan tersebut. Pertama,
bagaimana transaksi Human Resource Shared Service Center yang
dialihdayakan dapat dikelola dalam konteks antar organisasi dan mengeksplorasi
peran strategis dari aktivitas SDM yang dipertahankan secara internal. Kedua, Blowfield
dan Murray (2008) mengeksplorasi fungsi pengadaan dalam lingkungan antar
organisasi dan menyarankan pendekatan strategis untuk mengoordinasikan
transaksi layanan Shared Service Center bidang pengadaan. Terakhir,
Janssen dan Joha (2006) mengeksplorasi keberhasilan penerapan Shared Service
Center dengan melihatnya melalui empat lensa teoritis: TCE, teori agen
utama / principal agent theory (PAT), teori politik, dan teori
organisasi.
Para narasumber menyebutkan bahwa sampai dengan saat
ini, personil LCO Group yang memberikan jasa shared services masih
memiliki pekerjaan utama di unit kerjanya, yang mengakibatkan pelayanan shared
services menjadi kurang optimal dan tidak tepat waktu. Pernyataan yang
relevan mengenai hal ini tergambar dari hasil wawancara beberapa narasumber
berikut ini:
“Ya intinya sih plus minus ya dalam hal ini
adalah enggak ada orang yang dedicated ke kami, tadi seperti yang disampaikan tadi keterbatasan orang. Ketika
load-nya dia lagi tinggi dan pada saat bersamaan kami butuh advice dia, kami butuh
diskusi secara intens dalam hal ini kami
butuh narik dia untuk masuk ke tim kami secara fokus gitu ya, itu akan kesulitan. Kaya gitu... itu minusnya. Karena memang
beban dia akan banyak nih, klien dia akan banyak nih, ketika dia
terbatas dan segala macemnya terbatas sehingga ya kami akan sulit, ya
itu pasti akan kami combine lah ke LCO GH atau segala macam itu
yang akan menjadi masukan buat sistem shared service, karena kami enggak punya dedicated
orang. Yang bisa ya dia 24 jam 365
hari ya dia harus ngerjain buat JMTO aja. Jadi kami sih
melihat ada enggak sih misalnya LCO GH punya tim abcd atau 10 orang, ini
JMTO pembagiannya berapa, nah kami ngeliatnya enggak. Jadi
tergantung mana yang load-nya keliatan kecil itu buat kami
nanti”. (Narasumber 01)
“Makanya sebetulnya harus ada strategi sendiri
kalau kita menjalani shared service, harus benar-benar ada orang yang
dedicated dan mempunyai kompetensi yang bagus, karena kan
kita jualan jasa, enggak mungkin lah kita jual jasa ke
orang dari orang-orang yang enggak punya kemampuan”. (Narasumber 02)
“Kompetensinya
iya kita punya ya, kompetensinya kita punya tapi kan mestinya harus
dikelola, harus ada orang yang me-manage itu. Kan itu seni juga,
seni mengelola, anda harus menyediakan SDM berapa. Memilih SDM yang tepat untuk
itunya siapa, gitu.. gitu..
tapi ya memang harus dikelola enggak bisa yang langsung jalan
begitu aja dengan SDM yang ada”. (Narasumber 02)
Manajemen perlu meninjau ulang dan memperbaiki
konsep ini. Perlu adanya evaluasi berkala dan penyusunan Standard
Operational Procedure (SOP) lebih detail untuk mengetahui fungsi dan tugas
dari masing-masing stakeholder. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
tumpang tindih kewenangan dan tanggung jawab serta menghindari timbulnya silo
dalam organisasi yang akan menghalangi kolaborasi tim dan komunikasi, serta
mengurangi efisiensi dan menghambat arus informasi. Pernyataan bahwa konsep shared
services belum terlalu matang dapat dilihat dari pernyataan narasumber
berikut ini.
“Jadi
kalau
konsep shared service itu datang dari divisi HC pada waktu itu dari Dir
SDM pada saat itu kan, mengkonsepkan struktur yang namanya ya itu di
dalam strukturnya itu disebut namanya shared service. Sebetulnya konsep
itu datang dari mereka cuma pada saat implementasi yaa itu, detailnya,
gimana tata kelolanya, organisasinya, orangnya ya enggak
diatur makanya sebetulnya jadinya berantakan”. (Narasumber 02)
“Itu
nggak bisa tuh orang yang punya jobdesc tugas
melakukan sehari-hari ditambahin jobdesc-nya untuk
mikirin shared service, konsep, tata kelola
dan juga SLA-nya untuk ke pihak luar. Enggak bisa. Itu mestinya
harus dibedain tuh”. (Narasumber 02)
“Kompetensinya iya kita punya ya,
kompetensinya kita punya tapi kan mestinya harus dikelola, harus
ada orang yang me-manage itu. Kan itu seni juga, seni mengelola,
anda harus menyediakan SDM berapa. Memilih SDM yang tepat untuk itunya
siapa, gitu.. gitu..
tapi ya memang harus dikelola enggak bisa yang langsung jalan begitu aja
dengan SDM yang ada”. (Narasumber 02)
“Iya,
konsepnya yang dimaksud saya itu konsep detail ya. Maksudnya kerangka
kerjasamanya seperti apa. Terus ya proses lah, siapa yang
bertanggung jawab, siapa penandatangan kontrak, itu kan
belum ditentukan sama sekali tuh. Siapa melakukan apa, terus
pola kerjasamanya seperti apa, mingguan, tahunan, bulanan. Terus
apa jasa yang diberikan itu mestinya di-state
di-clear tuh dengan jelas di SK itu.
Jasa
yang kita berikan misalnya procurement itu apa aja, legal itu apa aja,
ini tuh apa jadi clear ini tuh jasa kita nih, di
luar ini kita enggak terima. Ini kan kita enggak jelas,
kaya procurement jasanya apa? Ngirim orang? Jadi kaya penyalur tenaga kerja
padahal yang diminta tuh jasanya, bukan menyalurkan tenaga kerja”.
(Narasumber 02)
Terakhir, dan sejalan dengan belum adanya dedicated
person sebagaimana dijelaskan sebelumnya, manajemen juga perlu melakukan
kajian mengenai struktur organisasi serta pertimbangan mengenai perlunya unit
kerja khusus yang menangani shared services, khususnya bidang hukum. Hal
ini perlu dipertimbangkan agar pada saat nanti shared service berkembang
lebih besar dengan jumlah pengguna jasa yang lebih banyak, maka layanan ini
dapat tersentralisasi dan terlaksana dengan baik. Selain itu, perlu juga
dilakukan pendetailan mengenai struktur kerja dan pembagian tugas agar penerapan
shared services ini lebih optimal. Pernyataan bahwa diperlukan unit
kerja khusus yang menangani shared services dapat dilihat dari
pernyataan narasumber berikut ini.
“Betul
itu juga mestinya. Itu yang saya sampaikan keluhan di awal juga. Ada
banyak sisi, organisasi, orang, reward itu tuh tiga tuh,
tapi yang paling utama untuk memayunginya itu konsepnya, struktur kerjanya
mau kaya gimana, siapa melapor ke siapa, siapa yang
bertanggung jawab ke siapa gitu gitu.. nanti kalau prosesnya sudah
jadi terus baru tuh ngomongin organisasinya bagaimana,
orangnya siapa yang nempatin, berapa orang yang dibutuhkan, sama reward-nya
apa”. (Narasumber 02)
“Nah
itu bisa jadi, makanya perlu kajian sebetulnya kan, karena sebetulnya
tadi untuk shared service itu butuh orang, butuh organisasi.
Enggak bisa nih nyuruh orang yang biasa punya tupoksi
sehari-hari berat ditambahin kerjaan baru. Harus yang
benar-benar baru yang enggak punya pattern. Kalau kerjaan di
divisi lain kan udah punya pattern nih, anda pindah dari
sini ke RQM, kan RQM udah punya pattern anda tinggal ngikutin aja,
baca aturan mainnya ikutin. Nah kalau ini belum ada pattern-nya
jadi mau enggak mau anda harus buat dari awal, agak berat tuh.
Jadi enggak bisa tuh kalau enggak ada konsep yang jelas.
Sebetulnya bisa ditempelin atau buat sendiri, karena kenyataannya kalau
sekarang ditempelin enggak jalan efektif juga. Saya yakin anak-anak
perusahan di-survey akan bilang enggak efektif”. (Narasumber 02)
“Tantangannya
masih sama, karena di level induk pun saat ini kerjaan di pusat juga
semakin banyak dan kebetulan belakangan ini temen-temen itu lebih
banyak kesedot waktu dan pikirannya untuk kerjaan-kerjaan
yang ada di induk. Kalau misalkan ada kerjaan di JMTO atau SS itu
mau enggak mau mereka mengerjakannya after mereka fokus ke kerjaan
induk tapi aku selalu tekankan kalo bisa mereka penuhin waktu sesuai
SLA, nah jadi sekarang kita sama user itu udah buat SLA terkait
waktu penyelesaian pemberian jasa, jadi kita sepakat ketika user minta
kita diberikan waktu sekian hari nah kalau misalkan kita lewat dari
waktu itu baru kita dinyatakan under perfome jadi kalo misalnya
seperti itu kita masih bisa claim kalo kita perfomed”.
Sejalan dengan temuan pada angka 4.4.1 mengenai
adanya kondisi belum adanya personil yang khusus menangani shared services,
karena personil tersebut masih menjalankan dua fungsi yaitu pekerjaan rutin di
unit kerja dan pekerjaan tambahan shared services serta usulan perlunya
dibentuk organisasi khusus yang menangani shared services, diperlukan
kajian lebih lanjut mengenai Matrix Organization. Menurut penelitian
oleh Burton et al. (2015), keberhasilan implementasi struktur matriks
melibatkan tiga faktor kunci yang perlu diperhatikan. Pertama, organisasi perlu
memiliki alasan yang kuat dalam memilih struktur matriks. Kedua, penting untuk
menyelaraskan kemungkinan-kemungkinan atau kontijensi utama dengan struktur
matriks dan tujuannya. Ketiga, manajemen harus secara hati-hati mengelola
persimpangan di mana dimensi-dimensi matriks saling bersinggungan.
Pada faktor kunci pertama, keputusan untuk
menggunakan matriks harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang
kebutuhan dan karakteristik organisasi yang bersangkutan. Dalam menentukan
struktur matriks diperlukan, perlu dilakukan konfigurasi matriks dasar. Burton
dkk. menyampaikan bahwa konfigurasi matriks dasar adalah organisasi lintas
fungsional dengan dimensi produk/layanan/pelanggan dan dimensi fungsional. Ada
hierarki fungsional dan hierarki divisi/proyek untuk organisasi yang sama.
Dalam praktiknya, konfigurasi matriks memiliki beragam nama dua-dimensi, antara
lain: fungsi dan produk, fungsi dan proyek, spesialisasi dan pelanggan, produk
dan pelanggan, produk dan wilayah atau negara, teknologi dan produk. Ada juga
matriks tiga-dimensi, seperti banyak perusahaan multinasional yang memiliki
dimensi fungsi, produk, dan negara atau regional. Konfigurasi matriks
memerlukan koordinasi simultan dari spesialisasi fungsional di seluruh proyek,
produk, layanan, dan/atau pelanggan dalam domain perusahaan. Organisasi
matriks, berbeda dengan struktur divisi dan fungsional, menawarkan
keterhubungan yang menyeluruh. Keunikan matriks terletak pada fleksibilitasnya
yang memungkinkan pengolahan informasi baru dan adaptasi cepat terhadap
perubahan, memanfaatkan sumber daya terbatas dengan efisien untuk memenuhi
prioritas perusahaan. Selain itu, model matriks memfasilitasi transfer praktik
terbaik dari satu divisi ke divisi lain melalui simpul fungsional, memperkaya
pengetahuan dan keterampilan lintas unit. Dengan kapasitasnya untuk mengelola
volume informasi yang lebih besar, organisasi matriks memiliki keunggulan dalam
mengatasi kompleksitas bisnis. Keuntungan utama terletak pada kemampuan matriks
untuk mencapai efisiensi layaknya struktur fungsional dan efektivitas
sebagaimana struktur divisi. Dengan demikian, organisasi matriks menyajikan
pendekatan yang seimbang untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memadukan
kelebihan kedua struktur organisasi tersebut. Ketika sebuah organisasi matriks
berfungsi dengan baik, baik efisiensi maupun efektivitas dapat tercapai (Burton
et. al, 2015).
Faktor kedua, penting untuk menyelaraskan
kemungkinan-kemungkinan atau kontijensi utama dengan struktur matriks dan
tujuannya. Hal ini memastikan bahwa matriks dapat memberikan solusi yang
efektif terhadap tantangan dan kebutuhan organisasi. Organisasi matriks
merupakan suatu struktur yang kompleks, memerlukan biaya yang cukup tinggi, dan
menantang dalam pengelolaannya. Keputusan untuk mengadopsi model matriks
sebaiknya dibuat dengan cermat, hanya jika terdapat kebutuhan yang mendesak dan
potensi manfaat yang signifikan dari struktur organisasi semacam itu. Penting
untuk mempertimbangkan dengan seksama sebelum mengadopsi model organisasi
matriks, mengingat tantangan dan kompleksitas yang dapat muncul dalam
implementasinya. Mengikuti model multikontingensi dari Burton et al. (2015),
alasan utama untuk menerapkan organisasi matriks melibatkan tujuan organisasi,
strategi organisasi, dan lingkungan organisasi. Tujuan yang kuat merupakan
syarat yang diperlukan untuk kesuksesan konfigurasi matriks. Manfaat dari
peningkatan koordinasi harus lebih besar daripada biaya tambahan untuk manajer
yang lebih terampil dalam serangkaian kontingensi organisasi yang lebih
kompleks. Tujuan yang kuat menjadi kunci kesuksesan, seiring dengan evaluasi
cermat terhadap manfaat dan biaya tambahan yang mungkin timbul dalam
pengelolaan struktur organisasi yang lebih kompleks. Pengembangan dan berbagi
pengetahuan merupakan suatu kondisi krusial dalam struktur matriks. Hubungan
interpersonal menjadi hal kritis dalam berbagi pengetahuan dalam suatu matriks.
Pendekatan "relationship-driven" dalam desain sistem informasi
dan pengetahuan menekankan pada penangkapan, pengolahan, dan transfer data yang
tersemat dalam hubungan, atau relasi, antara orang dan data. Sistem yang
didorong oleh relasi mengintegrasikan data keras (yang dapat diuraikan) dengan
data lembut (interpretatif) untuk memberikan hasil yang kaya untuk pengambilan
keputusan organisasi. Sebuah sistem manajemen pengetahuan yang didorong oleh
relasi hampir tidak mungkin diciptakan tanpa menggunakan teknologi informasi
modern (Burton et al, 2015)
Faktor terakhir, manajemen harus secara hati-hati
mengelola persimpangan di mana dimensi-dimensi matriks saling bersinggungan.
Persimpangan ini dapat menjadi sumber potensi konflik, dan keterlibatan yang
bijaksana diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kohesi dalam pelaksanaan
struktur matriks. Dengan memahami dan memperhatikan ketiga faktor ini,
organisasi dapat meningkatkan peluang keberhasilan implementasi struktur
matriks dalam konteksnya sendiri.
Gambar 0. Usulan Organization Matrix
Sumber: Diolah Peneliti
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Richter dan
Bruhl (2021) tentang Shared Service Center, temuan menunjukkan bahwa
penelitian sebelumnya telah memberikan wawasan yang berharga terkait
faktor-faktor penentu, terutama kemampuan, dalam pembentukan dan pengoperasian Shared
Service Center. Meskipun kontribusi dari penelitian tersebut signifikan, namun
terdapat ketidakmerataan distribusi dalam penelitian mengenai proses dan
pengendalian Shared Service Center. Hal ini menandakan perlunya
penelitian lebih lanjut untuk mengisi celah pengetahuan dan memperdalam
pemahaman terhadap aspek-aspek tertentu dalam konteks Shared Service Center.
Berdasarkan temuan dan analisis yang penulis
sampaikan di atas, dapat penulis buat ringkasan sebagai berikut. Penelitian ini
menghasilkan beberapa temuan yang menjadi bahan masukan dan saran, khususnya
bagi manajemen, untuk dapat dipertimbangkan dalam pengembangan shared
services di perusahaan. Pertama adalah terkait keterlibatan karyawan dalam
program shared services, manajemen perlu mempertimbangkan kondisi mengenai
belum adanya personil yang khusus menangani shared services, karena
personil tersebut masih menjalankan dua fungsi yaitu pekerjaan rutin di unit
kerja dan pekerjaan tambahan shared services. Selain itu, jumlah
personil penyedia jasa shared services yang masih terbatas juga dapat
menghambat efektivitas implementasi program ini. Hal ini perlu ditindaklanjuti
dengan melakukan kajian mengenai matriks organisasi. Setelah melakukan kajian
tersebut, maka manajemen dapat mempertimbangkan untuk mengubah struktur
organisasi, yang dapat mengakomodir terbentuknya unit kerja yang khusus
memberikan jasa shared services. Terakhir adalah perlu adanya evaluasi
berkala dan penyusunan Standard Operational Procedure (SOP) yang lebih
detail untuk mengetahui fungsi dan tugas dari masing-masing stakeholder.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan tanggung
jawab serta menghindari timbulnya silo dalam organisasi yang akan
menghalangi kolaborasi tim dan komunikasi, serta mengurangi efisiensi dan
menghambat arus informasi.
Kesimpulan dari penelitian ini menyoroti pentingnya
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan faktor yang menghambat
program shared services di PT Jasa Marga (Persero) Tbk, khususnya dalam
bidang hukum. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas dan penghambat
program shared services bidang hukum adalah jumlah personil penyedia
jasa shared services yang masih terbatas sehingga menghambat efektivitas
implementasi program ini. Namun demikian, dengan penerapan shared services dapat
mengoptimalkan kemampuan karyawan yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu
sehingga akan meningkatkan value personil tersebut. Para narasumber
menyebutkan bahwa sampai dengan saat ini, personil LCO Group yang memberikan
jasa shared services masih memiliki pekerjaan utama di unit kerjanya,
yang mengakibatkan pelayanan shared services menjadi kurang optimal dan
tidak tepat waktu.
Adams, W. C. (2015). Conducting
semi‐structured interviews. Handbook of Practical Program Evaluation,
492–505.
Ahlin,
E. M. (2019). Semi-structured interviews with expert practitioners:
Their validity and significant contribution to translational research. In
SAGE Research Methods Case. https://www.doi.org/10.4135/9781526466037.
Blowfield,
M., & Murray, A. (2008). Corporate responsibility: A critical
introduction. Oxford University Press.
Braun, V., & Clarke, V.
(2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in
Psychology, 3(2), 77–101. https://doi.org/10.1191/1478088706qp063oa
Braun, V., Clarke, V.,
Hayfield, N., & Terry, G. (2019). Thematic analysis. In P. Liamputtong
(Ed.), Handbook of Research Methods in Health Social Sciences (pp. 843–860).
Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-10-5251-4_103
Burton, R. M., Obel, B. & Haakonsson, D.
(2015). How to get the matrix organization to work (June 21, 2015).
Journal of Organization Design JOD, 4(3), 37-45
Dhoopar, A., Sihag, P., & Gupta, B.
(2023). Antecedents and measures of organizational effectiveness: A
systematic review of literature. Human Resource Management Review.
https://doi.org/10.1016/j.hrmr.2022.100915
Helbing, F., Rau, T., & Riedel, A.
(2013). Future trends in finance shared services organisations In
F. Keuper, & K.-E. Lueg (Eds.), Finance bundling and finance
transformation
Janssen,
M., & Joha, A. (2006). Motives for establishing shared service centers in
public administrations. International journal of information management, 26(2),
102-115.
King, N., & Brooks, J.
(2018). Thematic analysis in organisational research. In C. Cassell, A.
Cunliffe, & Grandy, G. The SAGE Handbook of Qualitative Business and
Management Research Methods: Methods and Challenges (pp. 219–236). SAGE
Publications Ltd. https://doi.org/10.4135/9781526430236.n14
Richter, P. C., & Brühl, R. (2021). Shared
service implementation in multidivisional organizations: A meta-synthesis
study. Journal of General Management, 46 (2), 73-90.
Richter, P. C., & Brühl, R. (2019). Ahead
of the game: Antecedents for the success of shared service centers. European
Management Journal, 38(3), 477–488
Richter, P. C., & Brühl, R. (2016).
Shared service center research: A review of the past, present, and future.
European Management Journal, 35, 26–38
Suterisno, F., Munir, N. S. (2021). Strategi
penyempurnaan implementasi shared service multi tower pada subholding commercial
& trading Pertamina. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis.5(2), 261-274
Tahsildari, A. &
Shahnaei, S. (2015). Enhancing organizational effectiveness by
performance appraisal, training, employee participation, and job definition.
International Institute for Science, Technology and Education.
Copyright
holder: Dirga Adi Julizhar (2024) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |