Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
9, No. 7, Juli
2024
Dinar Aulia Rahma1, Dyah Titisari Widyastuti2
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia1,2
Email: [email protected]1, [email protected]2
Abstrak
Pasar
Wage merupakan pusat kawasan komersial perdagangan dan jasa di Purwokerto
yang memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan ekonomi kota.
Tingginya intensitas kegiatan yang ada pada kawasan Pasar Wage menyebabkan
beberapa permasalahan yang mengindikasikan turunnya livabilitas kawasan,
seperti penumpukan sampah, kemacetan lalu lintas, penyalahgunaan lahan, serta
buruknya kualitas lingkungan dan infrastruktur. Pada kondisi idealnya, ruang
publik komersial seharusnya menyediakan ruang yang layak bagi pengguna kawasan karena di
dalamnya terdapat fasilitas penting yang mendorong kelayakan hidup di
perkotaan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan pengumpulan data melalui observasi lapangan. Metode analisis dilakukan
dengan teknik skoring antara
kondisi eksisting dengan standar teori konsep livabilitas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat livabilitas pada kawasan Pasar Wage. Livabilitas
kawasan dinilai berdasarkan 6 variabel penelitian yaitu aksesibilitas,
kenyamanan, keselamatan, kualitas lingkungan, aktivitas, dan fungsi. Secara
keseluruhan, tingkat livabilitas kawasan Pasar Wage memiliki skor 141/240
(livabilitas sedang). Terdapat perbedaan tingkat livabilitas antar segmen
kawasan. Segmen 1 dan 5 memiliki tingkat livabilitas yang rendah, sedangkan
segmen 2 memiliki tingkat yang paling rendah. Di sisi lain, segmen 3 dan 4
menunjukkan tingkat livabilitas yang lebih baik. Faktor-faktor seperti
klasifikasi dan fungsi jalan juga mempengaruhi tingkat livabilitas pada segmen
tertentu. Misalnya, segmen 3 dan 4 memiliki tingkat livabilitas yang tinggi
karena dilewati oleh jalan-jalan primer yang mengundang aktivitas ekonomi dan
koneksi transportasi yang baik.
Kata Kunci: Livabilitas, kawasan komersial, pasar, ruang
publik
Abstract
Pasar
Wage is a center of commercial trading and services in Purwokerto that
significantly influences the city's economic growth. The high intensity of
activities in Pasar Wage area has led to several problems indicating a decrease
in the livability area, such as waste accumulation, traffic congestion, land
misuse, as well as poor environmental quality and infrastructure. Ideally,
commercial public spaces should provide suitable space for area users as they
contain essential facilities that promote urban livability. This research
adopts a qualitative descriptive approach, utilizing field observation as the
primary method for data collection. The analysis method involves skoring techniques, comparing existing conditions
with the standards of the livability concept theory. This study aims to
identify the level of livability in Pasar Wage area. Livability of the area is
assessed based on 6 research variabels
including accessibility, comfort, safety, environmental quality, activities,
and function. Overall, the livability level of Pasar Wage area has a score of
141/240 (moderate livability). There are differences in livability levels among
the area segments. Segments 1 and 5 have low livability levels, while segment 2
has the lowest level. On the other hand, segments 3 and 4 show better
livability levels. Factors such as road function and classification also affect
the livability level in certain segments. For example, segments 3 and 4 have
high livability levels because they are traversed by primary roads that attract
economic activities and have good transportation connections.
Keywords: Livability, commercial area, traditional market, public space
Pendahuluan
Livabilitas
ruang publik adalah daya hidup (live) sebuah ruang publik yang memberikan
kenyamanan bagi penggunanya, baik dari sisi kenyamanan fisik, visual, dan
sosial (Zhang & Lawson, 2009).
Kenyamanan merupakan kebutuhan manusia saat berada di ruang publik (Satwiko, 2009).
Kenyamanan adalah penilaian menyeluruh seseorang terhadap lingkungannya, yang
mencakup aspek lingkungan dan ketersediaan fasilitas yang mendukung.
Livabilitas juga dapat mendukung terciptanya lingkungan perkotaan yang
berkelanjutan (Sukanto et al., 2021). Karena
sebagai suatu lingkungan terbangun yang menjadi sarana kegiatan manusia, suatu
lingkungan perlu menyediakan ruang yang livable, sehingga penghuni dapat
memiliki kondisi kehidupan yang lebih baik untuk mencapai keberlanjutan (Leby & Hashim, 2010; Shamsuddin et al., 2012).
Sebagai
pasar induk tradisional terbesar yang berada di Purwokerto, Pasar Wage
berfungsi sebagai ruang dan fasilitas publik kota penggerak ekonomi masyarakat (Anwaruddin, 2009). Namun, kiranya
keberadaan Pasar Wage menimbulkan beberapa dampak buruk bagi kawasan di
sekitarnya. Beberapa diantaranya adalah penumpukan sampah, kemacetan lalu
lintas, penyalahgunaan lahan kawasan, kualitas lingkungan, serta kerusakan
infrastruktur kawasan (Hilyatin, 2019; Pamulih & Widjonarko, 2014).
Berkembangnya
aktivitas komersial pada kawasan Pasar Wage membuat daya tampung pedagang
semakin tidak tercukupi, sehingga pemerintah daerah bekerjasama dengan pihak
ketiga telah melakukan renovasi Pasar Wage pada tahun 2022 agar seluruh
kegiatan komersial pada kawasan dapat diakomodasi (Purwanto, 2000).
Kegiatan renovasi pasar juga dipicu oleh terjadinya kebakaran yang dialami
Pasar Wage pada akhir tahun 2020 silam. Lahan Pasar Wage lama sekitar 3.550 m2,
diperluas menjadi lahan seluas 10.305,44 m2, 2 lantai (Istikomah, 2019). Namun
demikian, masih banyak pedagang kaki lima yang tidak mau berjualan pada tempat
yang telah disediakan dan lebih memilih untuk berjualan di dekat jalan.
Adanya
aktivitas komersial informal di pinggir jalan kawasan pasar juga menyebabkan
kerugian bagi para penguna jalan dengan menyempitnya ruas jalan, sehingga lalu
lintas menjadi terhambat karena tidak leluasa bergerak dan pada akhirnya
kemacetan tidak dapat dihindari (Pongtengko, 2023).
Kemacetan pada kawasan pasar diperparah dengan adanya parking on-street,
aktivitas bongkar muat barang, dan aktivitas naik- turunnya pengunjung pasar (Minarti, 2013; Pratiwi & Rusmiati, 2018). Selain
itu, masalah penumpukan sampah dari buangan aktivitas pasar dan pedagang kaki
lima yang belum terintegrasi juga cukup mengurangi kualitas lingkungan dan
kualitas visual di kawasan sekitar Pasar Wage (Budiman, 2022).
Oleh
karena beberapa hal tersebut, permasalahan ruang pada kawasan Pasar Wage yang
telah disebutkan masih belum terselesaikan meskipun sudah dilakukan upaya
renovasi dan perluasan pasar oleh pemerintah daerah. Kualitas infrastruktur
kawasan pasar juga masih rendah seperti kondisi jalur pedestrian, sarana dan
prasarana, serta kurangnya fasilitas ramah difabel. Selain itu, beberapa dampak
yang ditimbulkan oleh Pasar Wage seperti penumpukan sampah dan bising akibat
aktivitas kendaraan yang padat juga berpengaruh buruk bagi permukiman sekitar
pasar seperti masalah kesehatan, gangguan sosial, dan pencemaran lingkungan. Kondisi
dan berbagai permasalahan pada kawasan Pasar Wage yang telah disebutkan di atas
membuat kawasan menjadi tidak layak untuk menjadi wadah bagi aktivitas masyarakat.
Metode
Penelitian
Batas lingkup
penelitian merupakan kawasan
yang berbatasan langsung
dan yang memiliki
dampak dari keberadaan Pasar Wage. Delineasi kawasan penelitian ditentukan dari pemetaan beberapa
permasalahan kawasan seperti masalah persampahan, masalah kondisi lalu lintas, masalah parking on
street serta aktivitas PKL di badan jalan pada
kawasan Pasar Wage Purwokerto.
Gambar 1. Overlay pemetaan permasalahan pada Kawasan pasar
Sumber : analisis
Berdasarkan pemetaan
yang telah dilakukan, maka ditentukan garis batas delineasi
penelitian pada kawasan Pasar Wage Purwokerto dengan melakukan overlay permasalahan. Kawasan penelitian memiliki luas sebesar ±
92,130 m². Wilayah studi ini mencakup seluruh bangunan
pertokoan dan jalan yang dibatasi
Jalan MT Haryono
di sebelah timur,
Jalan Ajibarang- Secang di sebelah selatan, Jalan Pasar
Wage di sebelah Barat, dan Jalan Karang Turi di sebelah utara.
Gambar 2. Delineasi kawasan penelitian
Sumber : analisis
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rasionalistik kualitatif dengan pendekatan deskriptif, berfokus pada rasionalisme dan persepsi individu
dalam melihat, memahami
dan menganalisis serta
dapat untuk menggambarkan berbagai
situasi dan kondisi dari objek yang diamati. Penelitian kualitatif
menggambarkan kondisi yang subjektif dan sangat bergantung pada perspektif peneliti (Siyoto
& Sodik, 2015). Pengumpulan
data berupa data pengamatan secara langsung oleh peneliti dari dokumentasi
kondisi eksisting kawasan delineasi tentang kondisi livabilitas pada kawasan.
Variabel penelitian ditentukan dari berbagai teori yang
dikumpulkan oleh peneliti mengenai isu livabilitas. Komponen variabel yang digunakan pada beberapa teori dirumuskan sebagai
acuan amatan penelitian.
Tabel
1. Variabel Penelitian
Variabel |
Indikator |
Parameter |
Skor |
Dasar |
Aksesibilitas |
difable
friendly |
Terdapat
ramp di setiap persimpangan dan titik-titik penyeberangan serta guiding
block yang diletakkan di sepanjang jalur pedestrian dan keadaan fasilitas
difabel sesuai standar |
3 |
18/SE/Db
2023 |
Terdapat ramp
di beberapa persimpangan dan titik-titik penyeberangan serta guiding block
yang diletakkan di sepanjang jalur pedestrian namun keadaan fasilitas difabel
rusak/ tidak sesuai standar |
2 |
|||
Tidak
terdapat ramp dan guiding block |
1 |
|||
Jalur
pedestrian terkoneksi |
Persentase
76-100% tidak terputus |
3 |
|
|
Persentase
50-75% tidak terputus |
2 |
|||
Persentase
<50% tidak terputus |
1 |
|||
Keterhubungan
transportasi umum |
Terdapat
titik pemberhentian transportasi publik |
3 |
|
|
Berada pada
radius 300m dari rute atau dari titik pemberhentian trasnportasi publik |
2 |
|||
Tidak
berada pada radius 300m dari rute atau titik pemberhentian trasnportasi publik |
1 |
|||
Jalur Sepeda |
Terdapat lajur
sepeda dengan lebar minimal 1,2m dan lajur sepeda tanpa hambatan (PKL/ parkir
liar) |
3 |
Permenhub No
59 Tahun 2020 |
|
Terdapat
lajur sepeda dengan lebar kurang dari 1,2m atau namun pada lajur sepeda terdapat hambatan (PKL/ parkir
liar) |
2 |
|||
Tidak terdapat
lajur sepeda |
1 |
|||
Kenyamanan |
Dimensi
jalur pedestrian |
Lebar
jalur bebas pedestrian minimal ≥ 1.8 meter. |
3 |
18/SE/Db
2023 |
Lebar jalur
bebas pedestrian > 1.8 meter. |
2 |
|||
Tidak
terdapat jalur pedestrian |
1 |
|||
Kondisi jalur
pedestrian |
Persentase
76-100% kondisi baik |
3 |
|
|
Persentase
50-75% kondisi baik |
2 |
|||
Persentase
<50% kondisi baik |
1 |
|||
Ketersediaan
tempat duduk |
Terdapat
tempat duduk dengan jarak 10m |
3 |
|
|
Terdapat
tempat duduk dengan jarak >10m |
2 |
|||
Tidak
terdapat fasilitas tempat duduk |
1 |
|||
Ketersediaan
tempat sampah |
Terdapat
tempat sampah dengan jarak 20m, dengan frekuensi sesuai panjang koridor pada
kedua sisi jalan |
3 |
|
|
Terdapat
tempat sampah dengan jarak >20m dengan frekuensi tidak kurang dari
setengah panjang koridor pada kedua sisi jalan |
2 |
|||
Tidak terdapat
fasilitas tempat sampah atau terdapat fasilitas tempat sampah dengan jarak
>20m dan frekuensi kurang dari setengah panjang koridor pada kedua sisi
jalan |
1 |
|||
Ketersediaan
lahan parkir |
Luas
area parkir sebesar 35% luas kawasan usaha |
3 |
RDTR
Purwokerto tahun 2019-2039 |
|
Luas area
parkir <35% luas kawasan usaha |
2 |
|||
Tidak
memiliki area parkir |
1 |
|||
Kenyamanan
termal |
Persentase
76-100% kondisi segmen kawasan memiliki teduhan |
3 |
|
|
Persentase
50-75% kondisi segmen kawasan memiliki teduhan |
2 |
|||
Persentase
<50% kondisi segmen kawasan memiliki teduhan |
1 |
|||
Keselamatan |
Ketersediaan
lampu penerangan jalan umum (PJU) |
Terdapat
lampu PJU dengan jarak antar tiang maksimal 30m |
3 |
(SNI
7391; 2008) |
Terdapat lampu
PJU dengan jarak antar tiang lebih dari 30m |
2 |
|||
Tidak
terdapat lampu PJU |
1 |
|||
Mitigasi
bencana kebakaran |
Terdapat
fasilitas fire hydrant dengan jarak 35-38 m di sepanjang koridor jalan
dengan lebar 4m atau lebih (standar ukuran akses mobil pemadam kebakaran) |
3 |
Peraturan SNI
dan NFPA |
|
Terdapat
fasilitas fire hydrant dengan jarak <35 m di sepanjang koridor
jalan dengan lebar 4m atau lebih (standar ukuran akses mobil pemadam
kebakaran) |
2 |
|||
Tidak terdapat
fasilitas fire hydrant |
1 |
|||
Kualitas
lingkungan |
Ketersediaan
vegetasi |
Terdapat
vegetasi dengan jarak 15m antar tanaman |
3 |
Permen
PU No. 05/PRT/M/2008 |
Terdapat
vegetasi dengan jarak >15m antar tanaman |
2 |
|||
Tidak
terdapat vegetasi di sepanjang koridor |
1 |
|||
Aktivitas |
Intensitas
kegiatan |
Intensitas
aktivitas kawasan tinggi mendekati 100% menempati segmen kawasan |
3 |
|
Intensitas
aktivitas kawasan sedang 50-75% menempati segmen kawasan |
2 |
|||
Intensitas
aktivitas kawasan rendah di bawah 50% menempati segmen kawasan |
1 |
|||
Fungsi |
Keragaman
fungsi bangunan |
Terdapat
fungsi komersial, hunian & sarana umum dengan presentase tiap fungsi
minimal 20% kawasan segmen |
3 |
|
Hanya terdapat
fungsi komersial dan hunian dengan presentase tiap fungsi minimal 20% kawasan
segmen |
2 |
|||
Hanya
terdapat salah satu fungsi bangunan |
1 |
Pembagian
segmen unit amatan dibagi berdasarkan koridor jalan utama dan blok bangunan sekitarnya pada kawasan Pasar Wage Purwokerto. Pembagian segmen dilakukan
agar tahap observasi lapangan dapat menjadi lebih
terarah. Bobot nilai pada tiap indikator dan parameter akan dibandingkan antar penggal kawasan. Beberapa pembagian
segmen yang telah ditentukan adalah sebagai
berikut:
Gambar 3. Pembagian zonasi
penelitian
Sumber: analisis
1.
Segmen I meliputi area yang berbatasan langsung dengan Jalan Brigjen
Katamso di sisi barat pasar dengan panjang koridor amatan ±310 meter dan 1-3 lapis bangunan pada sisi koridornya. Berdasarkan klasifikasi fungsi
jalan memiliki fungsi lokal primer dengan lebar jalan 10m.
2.
Segmen
2 meliputi area yang berbatasan
langsung dengan Jalan Karangturi di sisi utara pasar dengan panjang koridor amatan ±290 meter dan 1-3 lapis bangunan pada sisi koridornya. Jalan Karangturi memiliki
fungsi lokal sekunder dengan lebar jalan 5m.
3.
Segmen
tiga berada pada sisi timur Pasar Wage dan merupakan segmen Jalan MT. Haryono
dengan panjang koridor amatan ±325
meter. Berdasarkan klasifikasi fungsi jalan, Jalan MT Haryono memiliki fungsi
jalan lokal primer dengan lebar jalan 10m.
4.
Segmen
4 meliputi area yang berbatasan langsung dengan Jalan Ajibarang-Secang di sisi
selatan pasar dan
1-3 lapis bangunan pada sisi
koridornya. Segmen empat merupakan koridor jalan kolektor primer dengan
lebar jalan 15m dengan
panjang koridor amatan ±275
meter.
5.
Segmen
5 adalah area yang berada di tengah kawasan delineasi, mencakup koridor Jalan Vihara, Jalan Kademangan dan bangunan yang berada di sekitarnya.
Jalan Vihara merupakan koridor jalan lingkungan dengan lebar jalan 8-12m
melebar ke arah barat dengan panjang ±280
meter. Sedangkan Jalan Kademangan merupakan koridor jalan fungsi lingkungan dengan lebar
jalan 4m dengan panjang koridor ±145 meter.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 2. Hasil
Penelitian
Indikator |
Segmen |
Hasil Observasi |
Score |
Difable friendly |
1 |
Dari
hasil amatan, jalur pedestrian segmen 1 tidak memiliki ramp dan guiding
block sehingga dapat disimpulkan bahwa segmen ini tidak ramah terhadap
difabel. |
1 |
2 |
Pada
segmen 2 tidak terdapat jalur pedestrian maupun fasilitas aksesibilitas untuk
difabel pada koridor jalan. |
1 |
|
3 |
Koridor jalan segmen 3 memiliki jalur pedestrian di
kedua sisi jalan, namun tidak ada fasilitas yang disediakan untuk pengguna
difabel. |
1 |
|
4 |
Pada
jalur pedestrian koridor jalan segmen 4 terdapat ramp yang terletak di
beberapa titik namun tidak terdapat guiding block di sepanjang
jalurnya. |
2 |
|
5 |
Jalur pedestrian yang terdapat pada segmen 5 hanya
ada pada ujung sisi barat koridor jalan dengan panjang ±40m yang kemudian
terputus. Pada jalur pedestrian eksisting terlihat tidak terdapat fasilitas
difabel berupa ramp maupun guiding block. |
1 |
|
Jalur pedestrian terkoneksi |
1 |
Terdapat
banyak jalur pedestrian yang terputus secara fisik, karena diubah fungsi
menjadi akses masuk maupun menjadi bagian lahan parkir bagi bangunan
komersial maupun terputus karena memang tidak terbangun. Persentase jalur
pedestrian yang tidak terputus hanya <50% sepanjang koridor. |
1 |
2 |
Koridor jalan segmen 2 tidak memiliki jalur pedestrian
yang dapat digunakan oleh para pengguna jalan di segmen tersebut. Sehingga
persentasi jalur pedestrian yang terkoneksi/ tidak terputus yang bisa dinilai
untuk variabel ini adalah 0%. |
1 |
|
3 |
Pada
koridor segmen 3, jalur pedestrian juga banyak yang terputus karena diubah
fungsi menjadi akses masuk bagi bangunan komersial, seperti menjadi area
parkir dan pintu masuk timur Pasar Wage. Jalur pedestrian yang tidak terputus
berkisar sekitar antara 50%-75% sepanjang koridor. |
2 |
|
4 |
Jalur pedestrian segmen 4 seluruhnya secara fisik
sudah terbangun secara menerus. Walaupun pada kenyataannya, terdapat beberapa
titik lapak PKL dan parkir kendaraan pada jalur pedestrian yang menghambat
akses dan mobilitas. |
3 |
|
5 |
Selain
jalur pedestrian sepanjang ±40m pada sisi ujung barat koridor jalan, koridor
ini tidak memiliki jalur khusus pedestrian di sisi lain. Sehingga persentase jalur
pedestrian yang tidak terputus pada segmen ini hanya <50%. |
1 |
|
Keterhubungan transportasi umum |
1 |
Jalur transportasi umum koridor segmen 1 dilalui
oleh beberapa rute angkutan umum, diataranya rute C1, K1, M2, dan N. Pada
segmen 1 juga tersedia pool angkutan umum yang berada di pinggir jalan
sehingga memakan badan jalan. |
3 |
2 |
Pada
koridor segmen 2 tidak terdapat titik pemberhentian transportasi publik.
Namun segmen ini berada pada radius 300m dari rute trasnportasi publik atau
angkutan umum. |
2 |
|
3 |
Pada koridor jalan segmen 3 terdapat tempat parkir atau
pool becak di depan pintu masuk timur Pasar Wage. Koridor jalan segmen 3 juga
dilalui rute angkutan umum diantaranya L1, J2, E2, M2, dan M1. Hal ini tidak
jarang menimbulkan kemacetan karena jalan sering terhambat oleh angkutan umum
yang berhenti di pinggir jalan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. |
3 |
|
4 |
Terdapat
beberapa rute kendaraan umum yang melintasi jalan Ajibarang- Secang pada
segmen 4. Beberapa diantaranya adalah rute angkutan umum L1, J2, E2, dan M2.
Pada ujung jalur jalan segmen 4 juga terdapat halte/ tempat pemberhentian
bus. Koridor segmen 4 memiliki keterhubungan dengan jalur transportasi umum
yang cukup baik. |
3 |
|
5 |
Sama seperti segmen 2, jalur transportasi umum
koridor segmen 5 juga tidak dilalui oleh titik pemberhentian transportasi
publik. Namun, koridor ini berada pada radius 300m dari rute trasnportasi
publik atau angkutan umum. |
2 |
|
Jalur Sepeda |
1 |
Walaupun
dalam masa observasi yang dilakukan cukup banyak pesepeda yang melewati
koridor jalan ini, namun jalur sepeda tidak tersedia pada koridor jalan
segmen 1. Sehingga penggunaan jalan antara pesepeda dan pengguna kendaraan
bermotor bercampur menjadi satu tanpa ada penanda atau pembatas. |
1 |
2 |
Dari hasil observasi, koridor jalan segmen 2
terlihat lebih sepi dilalui dari koridor jalan yang lain. Jalur sepeda juga
tidak tersedia pada koridor jalan segmen ini. |
1 |
|
3 |
Pada
koridor jalan segmen 3 terdapat jalur khusus sepeda selebar 1.2 m di sisi
timur jalan. Namun pada jalur tersebut terpantau banyak digunakan untuk
parkir kendaraan di badan jalan. |
2 |
|
4 |
Dari hasil pengamatan segmen 4, pada koridor jalan
di sisi utara terdapat fasilitas jalur sepeda dengan lebar 1,2m. Pada jalur
sepeda ini juga banyak ditempati oleh parkir on street. |
2 |
|
5 |
Dari
hasil pengamatan, koridor jalan segmen 5 tidak memiliki fasilitas pendukung
berupa jalur sepeda, meskipun terlihat banyak pengguna sepeda yang berlalu
lalang pada koridor ini. |
1 |
|
Dimensi jalur pedestrian |
1 |
Pada segmen 1 pada sebagian sisi barat koridor
terdapat jalur pedestrian dengan lebar hanya ±60cm, dan di sisi timur
memiliki lebar jalur pedestrian ±1m. Namun beberapa deretan ruko pada koridor
di sisi timur tidak menyediakan jalur pedestrian. |
2 |
2 |
Segmen
2 merupakan jalan lokal sekunder yang sebagian besar pelingkupnya merupakan
bangunan fungsi hunian. Jalan selebar 5m ini pada kondisi eksistingnya tidak
memiliki fasilitas jalur pedestrian, sehingga
pedestrian berjalan di pinggir jalan aspal. |
1 |
|
3 |
Segmen 3 memiliki fasilitas jalur pedestrian dengan
lebar ±1,5m pada sebagian sisi timur
dan barat koridor jalan. |
2 |
|
4 |
Segmen
4 koridor jalan kolektor primer dengan lebar jalan 15m memiliki jalur pedestrian
dengan lebar 2m di sisi utara dan selatan koridor. |
3 |
|
5 |
Koridor jalan segmen 5 memiliki jalur pedestrian
sepanjang ±40m. Dimensi jalur pedestrian eksisting pada koridor segmen 5
berukuran 1m. |
2 |
|
Kondisi jalur pedestrian |
1 |
Keadaan
jalur pedestrian pada segmen 1 sebagian besar rusak/ berlubang. Material
jalur pedestrian eksisting menggunakan tegel berukuran 20x20. Persentase
jalur pedestrian yang baik hanya sebesar <50%. |
1 |
2 |
Koridor segmen 2 tidak memiliki jalur peedestrian,
sehingga persentasi penilaian menjadi 0%. |
1 |
|
3 |
Dari
hasil observasi, kondisi jalur pedestrian pada segmen 3 banyak mengalami
kerusakan. Material jalur pedestrian menggunakan paving block di beberapa
titik banyak yang terlepas. Jalur pedestrian eksisting yang masih dalam
kondisi baik tidak ada lebih dari 50% sepanjang koridor. |
1 |
|
4 |
Kondisi jalur pedestrian koridor segmen 4 sebagian besar masih dalam
keadadan baik dengan persentase lebih dari 76% di sepanjang koridor. |
3 |
|
5 |
Kondisi
jalur pedestrian yang ada pada segmen 5 masih baik dengan material cor beton Namun jalur pedestrian eksisting pada
koridor segmen 5 ini tidak ada lebih dari 50% panjang koridor. |
1 |
|
Ketersediaan tempat duduk |
1 |
Tidak terdapat fasilitas tempat duduk pada koridor segmen
1. |
1 |
2 |
Pada
koridor jalan sepanjang ±290 meter ini, dari hasil observasi juga tidak
ditemukan fasilitas tempat duduk bagi pedestrian. |
1 |
|
3 |
Pada segmen 3 koridor Jalan MT. Haryono juga tidak ditemukan
adanya fasilitas tempat duduk. |
1 |
|
4 |
Koridor
jalan segmen 4 tidak ditemukan fasilitas tempat duduk. |
1 |
|
5 |
Dari hasil observasi Jalan Vihara dan Jalan
Kademangan koridor jalan segmen 5, tidak ditemukan fasilitas tempat duduk
pada koridor. |
1 |
|
Kondisi kebersihan lingkungan |
1 |
Pada
segmen 1 terdapat 7 titik tempat sampah dengan jarak yang tidak beraturan
>20m. Lokasi titik tempat sampah kebanyakan berada pada sisi timur koridor
yang lebih dekat dengan lokasi Pasar Wage. Di sisi barat koridor hanya ada 2
titik tempat sampah yang dapat digunakan untuk umum. |
1 |
2 |
Pada koridor jalan segmen 2, terdapat 5 titik tempat
sampah yang dapat digunakan. Penempatan tempat sampah tidak memiliki jarak
yang sama >20m. Keberadaan tempat sampah pada segmen 2 sebagian besar
berada di sekitar bangunan usaha. |
1 |
|
3 |
Pada
segmen 3 hanya ditemukan 3 titik tempat sampah dengan jarak yang cukup jauh
>20m. 2 tempat sampah di sisi barat koridor jalan dan hanya 1 tempat
sampah di sisi timur koridor jalan. |
1 |
|
4 |
Pada segmen 4 hanya ditemukan 3 titik tempat sampah
di sisi bagian utara dengan jarak >20m. Pada sisi selatan tidak ditemukan
tempat sampah. |
2 |
|
5 |
Titik
tempat sampah pada koridor 5 berjumlah 6 buah juga tidak memiliki jarak yang
tetap >20m. |
2 |
|
Ketersediaan lahan parkir |
1 |
Total luas area parkir off street koridor
segmen 1 sebesar 2,663.5m2 dan luas area usaha ±18,571m2. Sehingga persentase
luas lahan parkir/ area usaha sebesar 14.34%. Dari hasil perhitungan, luas
area parkir masih <35% luas kawasan usaha. |
2 |
2 |
Total
luas area parkir off street segmen 2 sebesar 401,5 m2 dan luas area
usaha ±4,133m2. Sehingga persentase luas lahan parkir/ area usaha segmen 2
sebesar 9,7%. Dari hasil perhitungan, luas area parkir masih <35% luas
kawasan usaha. |
2 |
|
3 |
Total luas area parkir off street segmen 3
sebesar 1.762,75m2 dan luas area usaha ±16.210 m2. Sehingga persentase luas lahan
parkir/ area usaha sebesar 10%.
Dari hasil perhitungan, luas area parkir masih <35% luas kawasan usaha. |
2 |
|
4 |
Total
luas area parkir off street segmeen 4 sebesar 1303.5m2 dan luas area
usaha ±15,660 m2. Sehingga persentase luas lahan parkir/ area usaha sebesar 8.32%.
Dari hasil perhitungan, luas area parkir masih <35% luas kawasan usaha. |
2 |
|
5 |
Total luasarea parkir off street segmen 5
sebesar 783.5m2 dengan luas area
usaha ±11.149,5m2. Sehingga persentase luas lahan parkir/ area usaha sebesar 7%.
Dari hasil perhitungan, luas area parkir masih <35% luas kawasan usaha. |
2 |
|
Kenyamanan termal |
1 |
Koridor
jalan segmen 1 tidak memiliki banyak pohon yang dapat berfungsi sebagai
teduhan. Sementara teduhan buatan juga tidak disediakan di sepanjang jalur.
Persentase teduhan segmen 1 sebesar <50% sepanjang koridor. |
1 |
2 |
Tidak semua titik vegetasi yang tertanam pada
koridor jalan segmen 2 dapat menjadi teduhan karena tidak memiliki tajuk yang
cukup lebar. Sebagian vegetasi pada koridor segmen 2 berupa tanaman semak.
Persentase teduhan segmen 2 sebesar 50-75% sepanjang koridor. |
2 |
|
3 |
Koridor
jalan segmen 3 ditanami berbagai pepohonan di sepanjang koridor dengan ukuran
tajuk yang cukup lebar yang dapat berfungsi sebagai peneduh pada koridor
jalan. Jarak antar pohon saling berdekatan sehingga teduhan dapat mencakup
76-100% segmen. |
3 |
|
4 |
Koridor jalan segmen 4 juga ditanami pohon dengan
tajuk yang cukup lebar di hampir sepanjang jalur sehingga dapat berfungsi
sebagai teduhan untuk para pedestrian maupun pengguna kawasan. Persentase
teduhan segmen 4 sebesar 76-100% sepanjang koridor. |
3 |
|
5 |
Di
sepanjang jalur koridor jalan segmen 5 hanya ada beberapa titik pohon yang
dapat berfungsi sebagai teduhan. Sebagian vegetasi yang tertanam pada koridor
segmen merupakan vegetasi jenis semak, sementara pohon dengan tajuk yang
cukup lebar tertanam pada lahan kosong kawasan sehingga kondisi eksisting
pada bahu jalan koridor ini gersang pada siang hari. Persentase teduhan
segmen 1 sebesar <50% sepanjang koridor. |
1 |
|
Ketersediaan lampu penerangan
jalan umum (PJU) |
1 |
Pada segmen 1 terdapat lampu penerangan jalan umum
berjumlah 7 buah yang berada pada sisi barat koridor jalan dengan jarak ±
50m. |
2 |
2 |
Pada
segmen 2 terdapat lampu penerangan jalan umum berjumlah 4 buah dengan jarak
lampu PJU antar tiang lebih dari ±50m).
Dua buah lampu PJU berada pada sisi utara koridor, dan dua lainnya berjejeran
di sisi selatan koridor. Namun di ujung barat koridor tidak ditemukan lampu
PJU. |
2 |
|
3 |
Pada segmen 3 terdapat lampu penerangan jalan umum
yang berada pada sisi barat koridor jalan dengan jarak ± 50m. Jarak
penempatan lampu PJU pada koridor jalan sudah cukup merata. |
2 |
|
4 |
Pada
segmen 4 terdapat lampu penerangan jalan umum di kedua sisi koridor dengn
jarak 30m. Titik lampu PJU berada di jalur pedestrian. |
3 |
|
5 |
Pada segmen 5 terdapat lampu penerangan jalan umum
dengan jarak lampu PJU antar tiang lebih dari ±50m). penempatan lampu PJU
pada Jl. Vihara berada di sisi utara berjumlah 6 buah, dan pada Jl.
Kademangan berada di sisi timur koridor berjumlah 2 buah. |
2 |
|
Mitigasi bencana kebakaran |
1 |
Jalan
pada segmen 1 merupakan jalan 1 arah berstatus lokal primer dengan lebar 10m.
Jalan dapat dilewati mobil pemadam kebakaran, namun tidak terdapat titik fire
hydrant pada koridor jalan maupun arah pintu masuk Pasar Wage. |
1 |
2 |
Jalan pada segmen 2 merupakan jalan 2 arah berstatus
lokal sekunder dengan lebar 4,5m. Jalan dapat dilewati mobil pemadam
kebakaran, namun tidak terdapat titik fire hydrant pada koridor jalan.
|
1 |
|
3 |
Jalan
pada segmen 3 merupakan jalan 1 arah berstatus lokal primer dengan lebar 10m.
Jalan dapat dilewati mobil pemadam kebakaran, namun tidak terdapat titik fire
hydrant pada koridor jalan tersebut. |
1 |
|
4 |
Jalan pada segmen 4 merupakan jalan 2 arah berstatus
kolektor primer dengan lebar jalan 15m. Jalan dapat dilewati mobil pemadam
kebakaran, dan terdapat 1 titik fire hydrant pada sebelah selatan
koridor jalan. |
2 |
|
5 |
Jalan
pada segmen 5 merupakan jalan 2 arah berstatus lokal dengan lebar 4-12m.
Jalan dapat dilewati mobil pemadam kebakaran, namun tidak terdapat titik fire
hydrant pada koridor jalan. |
1 |
|
Ketersediaan vegetasi |
1 |
Pada segmen 1 tidak terdapat vegetasi pada koridor
jalan. Namun terdapat 7 pohon yang
berada di jalan masuk Pasar Wage. Jenis pohon yang ada pada segmen 1
adalah pohon ketapang berukuran sedang. |
2 |
2 |
Vegetasi
yang terdapat pada segmen 2 berjumlah cukup banyak dengan jarak <15m dan
lebih bervariasi. Jenis vegetasi pada eksisting antara lain pohon ketapang,
palem merah, dan pohon buah seperti pohon pisang, mangga dan kelengkeng,
Kebanyakan vegetasi pada segmen 3 berada di halaman rumah pelingkup koridor
jalan karena merupakan milik pribadi. Titik titik pohon pada segmen 2 cukup
tersebar dari ujung ke ujung koridor, membuat suasana pada segmen ini
terlihat cukup asri. |
3 |
|
3 |
Tanaman yang tumbuh pada bahu jalan segmen 3 cukup
banyak dan menyebar di sepanjang koridor dengan jarak <15m. Tipikal
vegetasi yang tertanam adalah pohon dengan ukuran yang cukup besar. Beberapa
jenis tanaman yang tumbuh adalah pohon ketapang, asem kranji, sapu tangan,
dan glodogan tiang. Vegetasi pada koridor jalan segmen 3 selain berfungsi
sebagai peneduh, juga berfungsi sebagai filter udara dan kebisingan. |
3 |
|
4 |
Segmen
4 memiliki banyak pepohonan pada koridor sisi utara dan selatan. Pada lahan
kosong yang tidak terpakai milik Pasar Wage, banyak juga tumbuh pohon liar.
Jarak antar vegetasi pada bahu jalan koridor segmen 4 cukup berdekatan rata
rata antara 4-12m. Jenis vegetasi pada bahu jalan segmen ini adalah pohon
tabebuya yang merupakan pohon endemik. Pohon ini berbunga pada setiap
musimnya dan memberi visual pada koridor jalan Ajibarang Secang ini. |
3 |
|
5 |
Vegetasi yang ada pada segmen 5 lebih banyak
berkelompok tetapi berada di lapis kedua koridor jalan. Kondisi eksisting
pada bahu jalan koridor ini kurang bisa untuk ditumbuhi vegetasi karena tidak
ada lahan untuk tanaman dan membuat segmen ini terlihat cukup gersang pada
siang hari. |
2 |
|
Intensitas kegiatan pagi-siang
hari |
1 |
Pada
segmen 1 pagi- siang hari terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan, antara
lain parkir kendaraan, aktivitas PKL, dan pool angkutan umum yang menempati sekitar
50%-75% segmen. |
2 |
2 |
Segmen 2 merupakan koridor jalan yang didominasi
dengan bangunan dengan fungsi hunian. Namun ada beberapa bangunan di koridor
jalan ini yang memiliki fungsi usaha seperti warung dan bengkel. Kegiatan
yang ada pada pagi- siang hari di segmen ini antara lain aktivitas parkir
untuk bangunan usaha dan 1 titik PKL yang menjual makanan. Intensitas
aktivitas pada segmen 2 di bawah 50% menempati kawasan segmen. |
1 |
|
3 |
Dari
hasil observasi, segmen 3 merupakan segmen yang paling ramai aktivitas
dibandingkan dengan segmen lain. Pada pagi-siang hari terdapat aktivitas
parkir usaha, parkir becak, PKL, aktivitas dari pertokoan dan bongkar muat
barang menepati hampir dari 100% kawasan segmen di sepanjang koridor jalan. |
3 |
|
4 |
Koridor jalan segmen 4 juga merupakan koridor jalan
yang cukup ramai. Aktivitas parkir dan PKL pada segmen 4 pagi- siang hari
hampir 100% memenuhi kawasan koridor, |
3 |
|
5 |
Aktivitas
yang terjadi pada segmen 5 Jl. Vihara dan Jl. Kademangan merupakan aktivitas
pasar yang dimulai sejak pagi hari pukul kira-kira dari 04.00 WIB s.d. pukul
21.00 WIB. Parkir dan PKL serta aktivitas bongkar muat barang yang sebagian
besar menempati badan jalan memenuhi suasana pagi hari, terdapat kerumunan
orang yang berkendara, berbelanja, dan berjalan kaki melintasi koridor jalan
segmen ini. Pagi- siang hari 100%
koridor jalan aktif sepanjang koridor Jl. Vihara. Terdapat juga aktivitas
parkir ibadah di titik sarana beribadah yang berupa Klentheng. |
3 |
|
Intensitas kegiatan sore-malam
hari |
1 |
Umumnya kegiatan pada malam hari aktivitas yang
muncul pada koridor segmen 1 adalah parkir dan PKL yang berjualan makanan.
Aktivitas pada malam hari tidak terlalu ramai, menempati kurang dari 50% cakupan
segmen. |
1 |
2 |
Pada
malam hari tidak terdapat aktivitas yang terlihat pada koridor segmen 2.
Sehingga persentase aktivitas malam hari kurang dari 50% cakupan segmen. |
1 |
|
3 |
Sama seperti aktivitas pada siang hari, intensitas
aktivitas pada koridor segmen 3 juga masih ramai pada malam hari. Banyak
aktivitas PKL dan parkir yang memenuhi sepanjang koridor dengan perhitungan intensitas
aktivitas kawasan tinggi mendekati 100% cakupan segmen. |
3 |
|
4 |
Aktivitas
kegiatan koridor segmen 4 pada malam hari lebih sepi, hanya terdapat beberapa
PKL dan parkir menempati +- 50% di sepanjang koridor segmen. Ruko-ruko yang
terdapat sepanjang koridor jalan rata-rata tutup pada sore hari sehingga
tidak ada aktivitas berjualan. |
2 |
|
5 |
Dari hasil observasi pada malam hari, hanya ada
sekitar 40% cakupan segmen 5 yang masih terdapat kegiatan aktif PKL dan
parkir. Titik aktivitas berada pada ujung timur dan ujung barat koridor
jalan, karena terdekat dengan persimpangan jalan. |
1 |
|
Keragaman fungsi bangunan pada
kawasan |
1 |
Pada
segmen 1 terdapat dua jenis fungsi bangunan antara lain fungsi komersial yang
mendominasi dan berada pada lapis 1 koridor, dan fungsi hunian pada lapis
kedua. |
2 |
2 |
Pada segmen 2 terdapat tiga jenis fungsi bangunan
antara lain fungsi hunian yang mendominasi, fungsi komersial seperti ruko dan
toko. Selain itu terdapat 1 bangunan tempat ibadah (masjid), dan 1 bangunan
tidak digunakan/ berfungsi. |
2 |
|
3 |
Pada
segmen 3 juga hanya terdapat dua jenis fungsi bangunan antara lain fungsi
komersial yang mendominasi dan berada pada lapis 1 koridor, dan fungsi hunian
pada lapis kedua. |
2 |
|
4 |
Pada segmen 4 terdapat dua jenis fungsi bangunan
antara lain fungsi komersial yang mendominasi dan berada pada lapis 1
koridor, dan fungsi hunian pada lapis ke dua. Setelah dilakukan pengamatan,
ditemukan 3 bangunan kosong yang tidak berfungsi. |
2 |
|
5 |
Pada
segmen 5 juga hanya terdapat dua jenis fungsi bangunan yang mendominasi area,
antara lain fungsi komersial yang berada pada lapis 1 koridor, dan fungsi
hunian pada lapis ke dua. Terdapat 1 bangunan Klenteng yang berfungsi sebagai
tempat ibadah. |
2 |
Variabel |
Indikator |
Segmen |
Skor
livabilitas per indikator |
Skor
livabilitas per variabel |
||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
|
|
||
Aksesibilitas |
difable friendly |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
6/15 |
34/60 |
Jalur terkoneksi |
1 |
1 |
2 |
3 |
1 |
7/15 |
||
Terhubung jalur transportasi umum |
3 |
2 |
3 |
3 |
2 |
13/15 |
||
Jalur sepeda |
1 |
1 |
2 |
2 |
1 |
7/15 |
||
Jumlah |
6/12 |
5/12 |
8/12 |
10/12 |
5/12 |
|
|
|
Kenyamanan |
Dimensi jalur pedestrian |
2 |
1 |
2 |
3 |
2 |
10/15 |
47/90 |
Kondisi jalur pedestrian |
1 |
1 |
1 |
3 |
1 |
7/15 |
||
Ketersediaan tempat duduk |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
5/15 |
||
Kondisi kebersihan lingkungan |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
5/15 |
||
Ketersediaan lahan parkir |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
10/15 |
||
Kenyamanan termal |
1 |
2 |
3 |
3 |
1 |
10/15 |
||
Jumlah |
9/18 |
9/18 |
11/18 |
14/18 |
9/18 |
|
|
|
Keselamatan |
Ketersediaan lampu penerangan
jalan |
2 |
2 |
2 |
3 |
2 |
11/15 |
17/30 |
Mitigasi bencana kebakaran |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
6/15 |
||
Jumlah |
3/6 |
3/6 |
3/6 |
5/6 |
3/6 |
|
|
|
Kualitas lingkungan |
Ketersediaan vegetasi |
2 |
3 |
3 |
3 |
2 |
13/15 |
13/15 |
Jumlah |
2/3 |
3/3 |
3/3 |
3/3 |
2/3 |
|
|
|
Aktivitas |
Intensitas kegiatan pagi-siang hari |
2 |
1 |
3 |
3 |
3 |
12/15 |
20/30 |
Intensitas kegiatan sore-malam
hari |
1 |
1 |
3 |
2 |
1 |
8/15 |
||
Jumlah |
3/6 |
2/6 |
6/6 |
5/6 |
4/6 |
|
|
|
Fungsi |
Keragaman fungsi bangunan pada
kawasan |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
10/15 |
10/15 |
Jumlah |
2/3 |
2/3 |
2/3 |
2/3 |
2/3 |
|
|
|
Penilaian livabilitas per segmen |
25/48 |
24/48 |
33/48 |
39/48 |
25/48 |
|
|
|
Total
penilaian livabilitas keseluruhan segmen |
141/240 |
Berdasarkan
hasil dari observasi dan pengamatan langsung oleh peneliti, serta dilakukan
teknik skoring dalam penilaian livabilitas, secara keseluruhan Kawasan Pasar
Wage memiliki tingkat livabilitas sedang dengan skor mencapai 141/240. Beberapa
komponen penyebab livabilitas pada kawasan antara lain:
1)
Aksesibilitas:
aspek aksesibilitas memberikan kontribusi signifikan terhadap penurunan
livabilitas. Jalur pedestrian yang ramah difabel memberikan nilai paling rendah
di antara parameter aksesibilitas yang lain, dikarenakan tidak ada jalur
pedestrian yang ramah difable pada seluruh koridor.
2)
Kenyamanan: ketidaktersediaan fasilitas bagi pedestrian dapat
menurunkan tingkat kenyamanan dan livabilitas. Kontribusi livabilitas paling
rendah berasal dari komponen kenyamanan dikarenakan tidak adanya fasilitas
tempat duduk di seluruh segmen kawasan. Kondisi jalur pedestrian juga dinilai
masih buruk secara keseluruhan sehingga menyebabkan kurangnya kenyamanan pada
segmen kawasan.
3)
Keselamatan dan keamanan: komponen keselamatan paling banyak
dipengaruhi oleh tidak adanya titik fire hydrant di sepanjang jalur
segmen kawasan serta lampu penerangan jalan umum yang jaraknya tidak sesuai
dengan standar. Segmen 4 merupakan segmen kawasan yang memenuhi penilaian
standar keselamatan dan keamanan pada kawasan Pasar Wage
4)
Kualitas
lingkungan: penilaian kualitas lingkungan pada kawasan Pasar Wage memberikan
kontribusi yang banyak bagi livabilitas kawasan. Kondisi kualitas lingkungan
baik karena adanya banyak vegetasi dengan jarak yang memenuhi standar aturan.
Secara keseluruhan kawasan, kualitas lingkungan Pasar Wage memiliki nilai
livabilitas yang tinggi.
5)
Aktivitas:
faktor-faktor seperti tata guna lahan dominan dan keberadaan ruang untuk
aktivitas sosial ekonomi memberikan peran penting dalam penilaian variabel
aktivitas.
6)
Fungsi:
komponen fungsi pada livabilitas kawasan Pasar Wage secara keseluruhan memiliki
nilai sedang karena pada setiap segmen kawasan hanya terdapat 2 fungsi bangunan
sehingga belum cukup merepresentasikan sebuah kawasan yang mixed use.
Dari hasil skoring
dan penilaian livabilitas per segmen, dapat dihasilkan sebagai berikut:
1)
Segmen
1 dan 5 memiliki penilaian livabilitas rendah dengan skor 24/48. Hal ini
disebabkan karena buruknya kondisi aksesibilitas dan kenyamanan pada koridor
segmen.
2)
Segmen
2 memiliki penilaian livabilitas paling rendah dengan perolehan skor 23/48
karena tingkat aksesibilitas dan kenyamanan yang buruk, selain itu
ketidaktersediaan fasilitas pedestrian serta peruntukan fungsi dominan hunian
bangunan pada segmen 2 juga sangat berpengaruh terhadap kurangnya intensitas
aktivitas pada koridor jalan.
3)
Segmen
3 memiliki penilaian livabilitas sedang dengan skor 32/48 dengan disebabkan
oleh tersedianya fasilitas jalur sepeda, titik pemberhentian jalur transportasi
umum pada koridor jalan, intensitas aktivitas yang selalu ramai dari pagi
sampai malam hari, dan juga keberadaan vegetasi dengan jarak yang cukup. Namun,
jalur pedestrian tidak difable friendly dan masih banyak yang terputus.
4)
Segmen
4 memiliki penilaian livabilitas paling tinggi dengan perolehan skor 38/48
karena Kondisi jalur pedestrian yang paling baik dibandingkan dengan koridor
jalan segmen lain. Tersedianya fasilitas jalur sepeda, titik pemberhentian
jalur transportasi umum pada koridor jalan, Intensitas aktivitas yang ramai
dari pagi sampai malam hari, tersedianya titik fire hydrant dan juga
keberadaan lampu penerangan jalan dan vegetasi dengan jarak yang cukup paling
banyak berkontribusi terhadap tingginya livabilitas pada segmen 4.
Tingginya
peniliaian livabilitas kawasan pasar wage pada segmen 3 dan segmen 4 di sisi
timur dan sisi selatan juga dipengaruhi oleh klasifikasi dan fungsi koridor
jalan. Segmen 3 pada sisi timur dilewati Jl. MT Haryono yang merupakan jalan
lokal primer dan menjadi jalur utama jalur penghubung kota Purwokerto-
Purbalingga. Koridor jalan ini digunakan pengguna jalan sebagai jalan utama
menuju pusat dan luar kota. Kondisi lalu lintas yang cukup padat menumbuhkan
berbagai aktivitas ekonomi di sepanjang koridor jalan, selain posisinya yang
dekat dengan keberadaan pasar.
Sedangkan
koridor jalan segmen 4 di sisi selatan dilewati Jl. Ajibarang- Secang yang
merupakan jalan kolektor primer. Dari segi fisik, badan jalan pada segmen ini
lebih lebar dari badan jalan segmen lain, sehingga jalur pedestrian dan jalur
sepeda sudah tersedia, juga adanya fasilitas penerangan jalan dan vegetasi
dengan jarak yang cukup. Intensitas kendaraan yang tinggi pada koridor jalan
juga mengundang masyarakat di sekitar untuk membangun bangunan fungsi usaha.
Karena merupakan koridor jalan dengan intensitas kendaraan yang cukup padat dan
dilewati berbagai jenis transpoertasi umum, sehingga titik titik pemberhentian
transportasi umum juga tersedia pada koridor jalan ini.
Namun,
meskipun segmen 1 Jl. Pasar Wage memiliki klasifikasi, fungsi, dan lebar jalan
yang sama dengan segmen 3 tidak menjadikan tingkat livabilitasnya tinggi. Hal
ini dikarenakan faktor lain seperti tidak adanya ruang fasilitas dan
infrastrutur jalan, serta karakter bangunannya itu sendiri.
Segmen
koridor dengan badan jalan yang lebih lebar cenderung memiliki lebih banyak
ruang untuk fasilitas tambahan seperti jalur pedestrian dan jalur sepeda,
penerangan jalan, dan vegetasi. Lebar jalan yang memadai juga memungkinkan arus
lalu lintas yang lebih lancar, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan
keamanan bagi pengguna jalan yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat
livabilitas kawasan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan langsung serta analisis
teknik skoring dalam penilaian livabilitas, kawasan Pasar Wage memiliki tingkat
livabilitas sedang dengan skor keseluruhan mencapai 141/240. Beberapa variabel
yang memengaruhi livabilitas kawasan meliputi aksesibilitas, kenyamanan,
keselamatan dan keamanan, kualitas lingkungan, aktivitas, dan fungsi. Secara
khusus, terdapat beberapa variabel dengan penilaian yang masih rendah meliputi
variabel kenyamanan, aksesibilitas, dan keselamatan. Livabilitas kawasan
memiliki nilai yang tinggi pada variabel kualitas lingkungan, namun masih
terdapat beberapa aspek yang perlu ditingkatkan. Faktor-faktor
lain seperti klasifikasi, fungsi, dan lebar badan jalan, serta karakter kawasan
juga mempengaruhi tingkat livabilitas pada segmen tertentu. Kawasan pada sisi
selatan dan sisi timur memiliki tingkat livabilitas yang lebih tinggi karena
dilewati oleh jalan-jalan primer yang menjadi wajah kota dengan sirkulasi serta
koneksi transportasi yang lebih baik. Kawasan sisi timur dan selatan juga
memiliki ruang yang lebih luas untuk fasilitas pejalan kaki. Selain itu,
karakter bangunan pada setiap sisi kawasan yang berbeda juga turut berpengaruh
terhadap tingkat livabilitas kawasan secara keseluruhan.
BIBLIOGRAFI
Anwaruddin,
A. (2009). Kajian Spesifikasi Arah Kebijakan Pembangunan Kota Purwokerto. JIANA
(Jurnal Ilmu Administrasi Negara), 9(02).
Budiman, W. (2022). Pasar Komunitas Balang-Balang= Balang-Balang
Community Market. Universitas Hasanuddin.
Hilyatin, D. L. (2019). Preferensi permodalan pedagang pasar wage
purwokerto, penguatan destinasi keuangan dan perbankan syariah vis a vis
rentenir di pasar tradisional. El-Jizya: Jurnal Ekonomi Islam, 7(2),
215–235.
Istikomah, A. (2019). pengaruh infrastruktur dan etika bisnis islam
terhadap keputusan pembelian konsumen (studi pada pasar wage kecamatan jetis
kabupaten ponorogo). IAIN Ponorogo.
Leby, J. L., & Hashim, A. H. (2010). Liveability dimensions and
attributes: Their relative importance in the eyes of neighbourhood residents. Journal
of Construction in Developing Countries, 15(1), 67–91.
Minarti, S. K. (2013). Efektivitas Parkir Pasar Tradisional Utama Di
Kota Surakarta.
Pamulih, T. K., & Widjonarko, W. (2014). Pemetaan Pengaruh
Perkembangan Pasar Wage Kota Purwokerto Terhadap Lingkungan Permukiman Sekitar.
Geoplanning: Journal of Geomatics and Planning, 1(1), 33–43.
Pongtengko, V. (2023). Pola Tata Ruang Pasar Informal Cidu di Kota
Makassar Berbasis Arsitektur Perilaku. Universitas Hasanuddin.
Pratiwi, Y., & Rusmiati, F. (2018). Implementasi Sistem Parkir Paralel
di Kota Surakarta. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 7(1),
9–17.
Purwanto, K. A. (2000). Pengembangan Pasar Wage Sebagai Pasar Induk di
Purwokerto Landasan Konsepsual Perencanaan dan Perancangan.
Satwiko, P. (2009). Arsitek Digital, Arsitektur Digital dan Masa Depan
Arsitektur Global. In Percikan Pemikiran" Begawan" Arsitek
Indonesia (pp. 15–30). PT Alumni.
Shamsuddin, S., Hassan, N. R. A., & Bilyamin, S. F. I. (2012).
Walkable environment in increasing the liveability of a city. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, 50, 167–178.
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar metodologi penelitian.
literasi media publishing.
Sukanto, A. B., Hasyim, A. W., & Purnamasari, W. D. (2021).
Identifikasi tingkat livability permukiman di kampung jodipan dan kampung tridi
kota malang. Planning for Urban Region and Environment Journal (PURE), 10(3),
23–30.
Zhang, W., & Lawson, G. (2009). Meeting and greeting: Activities in
public outdoor spaces outside high-density urban residential communities. Urban
Design International, 14, 207–214.
Copyright holder: Dinar Aulia Rahma,
Dyah Titisari Widyastuti (2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |