Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 5, Mei 2024

 

APAKAH KESUKSESAN LAYANAN GOVERNMENT-TO-EMPLOYEES BERHASIL MENCIPTAKAN NILAI PUBLIK?

 

Sandhi Kusudiandaru1, Umanto2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Banyak pemerintah di dunia, terutama di negara-negara berkembang, telah mulai mempraktekkan e-government. Namun, untuk negara berkembang, seperti Indonesia, diyakini masih belum jelas apakah praktik e-government telah menciptakan nilai publik, terutama dari perspektif organisasi dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan teori kesuksesan sistem informasi Delone dan McLean (2003) yang telah diperbaharui oleh Wang dan Liao (2008) sebagai landasan teori untuk menentukan apakah kesuksesan e-government dapat menciptakan nilai publik dari sisi kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan. Penelitian ini akan mengisi research gap pada penelitian sebelumnya mengenai penggunaan model penelitian secara lintas negara. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan PLS-SEM dan teknik probability sampling, hasil penelitian menunjukkan bahwa, di Indonesia, pegawai pemerintah menganggap bahwa penggunaan sistem (use) e-government mampu menciptakan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kinerja organisasi. Information quality, system quality, dan service quality memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pengguna (user satisfaction). System quality dan service quality memiliki hubungan yang signifikan dengan penggunaan (use). User satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap kelestarian lingkungan. Kelestarian lingkungan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi.

Kata kunci: nilai publik, e-government, kinerja organisasi, kelestarian lingkungan, Indonesia

 

Abstract

Many governments in the world, especially those in developing countries, have started practicing e-government. However, for developing countries, such as Indonesia, it is believed that it is still not clear whether e-government practices have created public value, especially from an organizational and environmental perspective. This research uses Delone and McLean's  (2003) information systems success theory that has been updated by Wang and Liao (2008) as a theoretical basis for determining whether e-government success can create public value in terms of organizational performance and environmental sustainability. This research will fill the research gap in previous study regarding the use of the research model cross-border. Based on the results of the analysis using PLS-SEM and probability sampling techniques, the research results show that, in Indonesia, government employees consider that the use of e-government systems is able to create environmental sustainability and improve organizational performance. Information quality, system quality, and service quality have a significant relationship with user satisfaction. System quality and service quality have a significant relationship with use. User satisfaction has a positive influence on environmental sustainability. Environmental sustainability has a positive influence on organizational performance.

Keywords: public value, e-government, organizational performance, environmental sustainability, Indonesia.

 

Pendahuluan

Kehadiran teknologi digital telah mengubah cara hidup, bekerja, berperilaku, dan berkomunikasi manusia. Dalam sektor publik, teknologi digital telah mentransformasi hubungan antara pemerintah dengan masyarakat yang dilayani, antara pemerintah dengan pemerintah, dan juga antara pemerintah dengan para pemangku kepentingan lainnya. Digitalisasi pada sektor publik lebih sering dikenal dengan nama electronic government. Electronic government atau e-government dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi pada sistem administrasi pemerintahan yang memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih efektif, efisien dan transparan sehingga dapat memuaskan masyarakat (Rahayu et al., 2022). Penerapan e-government dilatarbelakangi dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang berkembang dengan sangat cepat dan tuntutan masyarakat terhadap kecepatan layanan yang diberikan oleh pemerintah. Praktik e-government melibatkan hubungan antara 4 (empat) kelompok aktor utama/partisipan/stakeholders, yaitu 1) Government-to-Government (G2G) yang meliputi hubungan semua operasi di dalam atau antar lembaga pemerintah, G2G dapat berupa transaksi antar pemerintah (pemerintah pusat, pemerintah daerah, antar departemen atau biro) dan dapat juga meliputi alat diplomasi internasional atau penghubung antar pemerintah baik secara nasional dan internasional,  2) Government-to-Business (G2B) yang meliputi hubungan semua partisipan yang berkepentingan di lembaga/perusahaan swasta dengan pemerintah, hal ini meliputi layanan informasi memulai usaha, permohonan perizinan berusaha, pembayaran pajak, dan pendaftaran badan usaha, 3) Government-to-Citizen (G2C) yang mengacu pada semua urusan antara warga negara dengan pemerintah, hal ini mencakup penyebaran informasi kepada masyarakat dan layanan dasar yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, misalnya kesehatan, pendidikan, kebersihan kota dan lain sebagainya, dan 4) Government-to-Employees (G2E) yang merupakan interaksi antara pemerintah dengan karyawannya (pegawai pemerintahan) untuk mendukung transaksi seperti rencana penggajian dan pensiun, pelaksanaan administrasi dan persuratan, informasi pelatihan dan lain sebagainya (Alsaghier et al., 2009; Riesta et al., 2021; Tomorri & Keco, 2023; Twizeyimana & Andersson, 2019).

Wagner et al. (2006) menunjukan bahwa penerapan e-government telah mampu memangkas sejumlah persyaratan teknis dan persyaratan dokumen dalam tata kelola pemerintahan sehingga menjadikan pelayanan publik menjadi semakin cepat. Kecenderungan dalam pemakaian teknologi digital dalam pelaksanaan kegiatan administrasi pemerintahan tidak dapat dihindari lagi, konsep e-government harus disiapkan secara matang agar dapat menghindari terjadi kegagalan dan penurunan kinerja suatu layanan (Rahayu et al., 2022). Gerakan e-government didorong oleh kebutuhan pemerintah untuk memangkas biaya dan meningkatkan efisiensi, memenuhi harapan masyarakat, meningkatkan hubungan masyarakat, serta memfasilitasi pembangunan ekonomi (Holmes, 2001). Implementasi e-government diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memberikan layanan dan mentransformasi hubungan antara pemerintah dengan warga negara, dunia usaha, dan lembaga pemerintahan lainnya (Twizeyimana & Andersson, 2019). Namun demikian, dalam pelaksanaannya, di negara-negara berkembang, inisiatif e-government menghadapi tantangan. Tantangan ini mencakup adanya kesenjangan digital yang cukup besar, infrastruktur elektronik yang tidak memadai, dan kurang terampil serta kurangnya kompetensi sumber daya manusia dalam merancang, menerapkan, menggunakan dan mengelola sistem e-government. Tingkat kegagalan yang cukup tinggi di negara-negara berkembang telah diidentifikasi, di mana sebanyak 35% proyek e-government mengalami kegagalan total, 50% proyek e-government mengalami kegagalan parsial, dan hanya 15% yang berhasil (Heeks, 2003). Kegagalan e-government menimbulkan banyak kerugian, seperti hilangnya waktu dan uang, hilangnya citra baik pemerintah, dan adanya potensi peningkatan biaya di masa depan (future cost) (Twizeyimana & Andersson, 2019).

Kurangnya keberhasilan pada inisiatif e-government telah mempertanyakan nilai publik yang sebenarnya dari e-government bagi para pemangku kepentingan (Deng et al., 2018). Nilai publik pada e-government digambarkan sebagai kemampuan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dalam pemerintahan, peningkatan layanan kepada warga negara, dan memberikan nilai-nilai sosial seperti inklusi, demokrasi, transparansi, dan partisipasi (Twizeyimana & Andersson, 2019). Secara umum, penelitian dan studi mengenai nilai publik pada pelaksanaan e-government di negara berkembang masih sangat jarang dilakukan (Mellouli et al., 2020). Penelitian yang lebih banyak mengenai e-government dan nilai publik saat ini telah dirancang secara khusus untuk negara-negara maju (Deng et al., 2018; Karunasena & Deng, 2012), namun belum banyak dilakukan di negara-negara berkembang terlebih di negara Indonesia.

Di Indonesia, pelaksanaan e-government sendiri baru berkembang setelah adanya gerakan reformasi di tahun 1998. Pelaksanaan e-government muncul sebagai upaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang bersih dan baik (clean and good governance). Guna mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik terutama dari segi akuntabilitas dan transparansi publik maka perlu ada suatu langkah kebijakan dalam perubahan sistem kelembagaan dan tata laksana melalui pemanfaatan Information and Communication Technology (ICT) yaitu e-government atau di Indonesia dikenal juga sebagai Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Sebagai sebuah negara berkembang, dalam realisasi pengembangan e-government, tentu saja Indonesia juga menghadapi rintangan dan hambatan yaitu dalam hal ketersediaan sumber daya manusia ahli, faktor geografi, ekonomi, kesiapan teknologi, politik dan budaya. Sari & Winarno (2012) menyatakan bahwa implementasi e-government di Indonesia bisa dikatakan masih berjalan sangat lambat dan besaran anggaran tidak signifikan untuk mengembangkan suatu aplikasi pemerintahan serta adanya kemubaziran akibat dari sistem e-government yang tidak dapat berjalan dengan semestinya. Selain itu, berdasarkan Laporan Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi SPBE Tahun 2022 yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap 554 dari 638 instansi pemerintah pusat dan daerah didapatkan nilai kematangan SPBE secara nasional tahun 2022 masih belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan Pemerintah. Dimana target nilai kematangan SPBE yang ditetapkan adalah 2,6 namun capaiannya hanya 2,34 (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2022). Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menjelaskan penyebab belum tercapainya target nilai kematangan SPBE secara nasional yaitu disebabkan oleh masih rendahnya komitmen para pemimpin, khususnya di beberapa pemerintah daerah, dalam mendorong penerapan SPBE. Selain itu, beberapa penyebab lainnya antara lain belum adanya tata kelola SPBE yang terpadu secara nasional, jangkauan infrastruktur TIK ke seluruh wilayah dan ke semua lapisan masyarakat yang belum optimal, masih rendahnya kualitas dan kuantitas aparatur negara yang memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang ICT (Ritchi, 2021).

Di lain sisi, artikel ini secara khusus akan membahas mengenai model kesuksesan sistem informasi model DeLone & Mclean dengan memodifikasi variabel net benefit dan menggantinya dengan menggunakan variabel nilai publik khususnya konsep kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan. Model kesuksesan sistem informasi model DeLone & McLean telah banyak digunakan untuk meneliti kesuksesan dari suatu sistem informasi. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh DeLone & McLean pada tahun 1992 dan seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat telah dilakukan pembaharuan pada tahun 2003 dengan menggabungkan tujuh dimensi utama. Dimensi-dimensi tersebut meliputi system quality, information quality, service quality, intention to use/use, user satisfaction, dan net benefit. System quality berkaitan dengan pengukuran usability, availability, reliability, adaptability dan response time. Information quality berkaitan dengan personalized, complete, relevant, easy to understand, dan secure. Service quality berkaitan dengan seluruh layanan yang diberikan oleh penyedia layanan meliputi keandalan, empati, dan responsibilitas. Intention to use dan use berkaitan dengan sifat pemakaian, pola-pola navigasi, jumlah transaksi yang berhasil dieksekusi, dan jumlah situs yang dikunjungi. User satisfaction merupakan variabel yang mengukur siklus pengalaman kepuasan pengguna dalam menggunakan sistem, misalnya keinginan untuk mengunjungi kembali.  Variabel ini berkaitan dengan opini dari pengguna yang berhubungan dengan pengalamannya menggunakan sistem informasi terutama tentang penggunaan layanan pelanggan, pembelian, pembayaran, dan penerimaan barang/jasa. Terakhir adalah net benefit, merupakan seluruh dampak negatif atau positif yang dapat mempengaruhi pengguna atau masyarakat serta para stakeholders (DeLone & McLean, 2003; Elazzaoui & Lamari, 2022; Wang & Liao, 2008). Gambar 1 menunjukkan model kesuksesan sistem informasi model DeLone & Mclean yang telah dikembangkan kembali oleh Wang & Liao pada tahun 2008 dengan menghilangkan beberapa garis penghubung antar variabel net benefit dengan use, net benefit dengan user satisfaction, user satisfaction dengan intention to use dan mengganti variabel intention to use dengan use dari model yang diajukan oleh DeLone & McLean (2003).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Updated Delone & McLean IS Success Model (Wang & Liao, 2008)

 

Ide dari adanya nilai publik sangat sederhana yaitu menciptakan nilai publik dari aset yang dipercayakan ke pemerintah oleh publik, aset tersebut diistilahkan sebagai uang publik (public money) yang didapat dari pemungutan pajak yang digunakan untuk kemakmuran rakyat (Moore, 2021). Pencapaian nilai publik pada pelaksanaan e-government dapat dipahami sebagai kemampuan pemerintah untuk memberikan peningkatan efisiensi dalam pemerintahan, peningkatan layanan kepada warga negara, dan nilai-nilai sosial, seperti inklusi, demokrasi, transparansi, dan partisipasi (Twizeyimana & Andersson, 2019).

Beberapa peneliti berpendapat bahwa e-government telah berkontribusi dalam menciptakan nilai publik (Karunasena & Deng, 2012; Omar et al., 2011; Scott et al., 2016; Twizeyimana & Andersson, 2019). Nilai publik pada e-government dapat menjadi pertimbangan yang akan membantu para pembuat keputusan (decision maker) dan pembuat kebijakan dalam merancang peraturan atau sebagai acuan awal dalam mengambil tindakan (Omar et al., 2011). Lebih lanjut, mengukur keberhasilan sistem e-government tergantung pada bagaimana warga negara memandang nilai dari e-government (Scott et al., 2016). Pemanfaatan nilai publik untuk mengevaluasi kinerja e-government bukan hanya merupakan tindakan yang tepat namun juga merupakan suatu kebutuhan (Karunasena et al., 2011). Namun demikian, dimensi nilai publik yang dihasilkan dari e-government sangat beragam. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun para peneliti telah sepakat untuk menerapkan perspektif nilai publik untuk mengevaluasi keberhasilan e-government, namun terdapat perbedaan pada dimensi-dimensi nilai publik pada e-government (Mellouli et al., 2020). Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena masih belum dicapainya konsensus mengenai konsepsi nilai publik. Hal ini terjadi karena apa yang dihargai oleh publik sangat tergantung pada kebutuhan dan keinginan publik dan juga keadaan sosial, politik serta lingkungan yang dihadapi oleh pada manajer publik (Alford & Hughes, 2008; Pang et al., 2014).

Pada penelitian ini kami berfokus kepada kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan sebagai dimensi nilai publik sebagaimana disampaikan pada penelitian Deng et al. (2018) dan Karunasena & Deng (2012). Adapun alasan pertama dari pemilihan dimensi-dimensi ini karena dalam konsteks pelaksanaan e-government di Indonesia khususnya di instansi Kementerian Investasi/BKPM, sepanjang pengetahuan kami, belum pernah dilakukan penelitian terkait dengan hubungan keberhasilan pelaksanaan e-government terhadap nilai publik dari suatu sistem e-government terutama pada dimensi organizational performance (kinerja organisasi) dan enviromental sustainability (kelestarian lingkungan). Variabel net benefit pada model kesuksesan sistem informasi Delone & Mclean pada penelitian ini kami modifikasi dengan menggunakan dimensi nilai publik, yaitu kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan. Pemilihan dimensi kinerja organisasi kami pilih dari sekian banyak dimensi nilai publik karena pemanfaatan e-government dipercaya telah memberikan konstribusi terhadap peningkatan kinerja organisasi publik di Indonesia (Jauhari et al., 2020; Kurniawan et al., 2023). Sedangkan alasan pemilihan dimensi kelestarian lingkungan karena berdasarkan penelitian terdahulu merupakan suatu nilai publik yang penting dan dipersepsikan secara positif oleh warga negara dalam konteks negara berkembang (Deng et al., 2018; Karunasena & Deng, 2012). Selain itu, kelestarian lingkungan juga erat kaitannya dengan efisiensi di mana pertukaran informasi secara elektronik telah melintasi batas-batas organisasi sehingga dapat memberikan penghematan waktu dan meningkatkan akurasi informasi dibandingkan dengan proses berbasis kertas (Y. C. Chen et al., 2019). Penelitian mengenai kesuksesan e-government yang berhubungan dengan peningkatan kelestarian lingkungan dan juga kinerja organisasi masih sangat jarang dilakukan (Mellouli et al., 2020).

Penelitian ini terilhami dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mellouli et al. (2020). Alasan dari adopsi penelitian yang telah dilakukan oleh Mellouli et al. (2020) adalah untuk menjawab keterbatasan penelitian yang sebelumnya yaitu perlunya penelitian lanjutan pada tingkat lintas negara. Penelitian terdahulu dilakukan di negara berkembang Tunisia dengan target responden pegawai pemerintah yang menggunakan aplikasi perpajakan. Penelitian ini akan mencoba menerapkannya di Indonesia dengan menggunakan target responden yang sama yaitu pegawai pemerintah  namun lokus penelitian yang berbeda yaitu di lingkungan Kementerian Investasi/BKPM Republik Indonesia yang menggunakan aplikasi e-office. E-office merupakan suatu bentuk G2E online service yang menyediakan layanan presensi online, layanan kepegawaian, layanan keuangan, persuratan, dan inventori.  Selain itu, pada penelitian terdahulu pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non-probabilitas dengan teknik convenience sampling. Pada penelitian ini akan digunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode probability sampling dengan teknik simple random sampling. Meskipun pada penelitian terdahulu penggunaan teknik non-probabilitas tidak menunjukkan bukti adanya bias sampel dibandingkan dengan populasi (Mellouli et al., 2020) namun pengujian dengan menggunakan teknik sampling yang berbeda akan mengkonfirmasi keterhandalan dari model penelitian ini.  Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi research gap dari penelitian terdahulu serta dapat menjadi panduan bagi penerapan penelitian yang serupa di tempat yang berbeda.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa artikel ini akan membahas kesuksesan e-government yang dibangun berdasarkan teori kesuksesan sistem informasi DeLone dan Mclean (2003) yang telah diperbaharui oleh Wang & Liao (2008) dan menggunakan kinerja organisasi serta kelestarian lingkungan sebagai dimensi nilai publik yang mensubstitusi variabel net benefit (manfaat bersih). Penggunaan variabel net benefit pada pengukuran keberhasilan e-government maupun e-commerce sangat bergantung kepada sistem yang sedang dievaluasi serta tujuan dari sistem itu dibangun (DeLone & McLean, 2003). Lebih lanjut, nilai publik dapat digambarkan sebagai nilai atau manfaat yang diinginkan oleh warga negara dalam kaitannya dengan hasil strategis dari kebijakan pemerintah serta pengalaman warga negara dalam menggunakan layanan publik. Sehingga mendefinisikan konstruk manfaat bersih dengan menggunakan pendekatan nilai publik dimaksudkan untuk menangkap dan mengukur nilai tangible maupun intangible yang mencakup tujuan sosial ekonomi dan sosial politik dari e-government (Agbabiaka & Ugaddan, 2016). Net benefit sendiri didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah sistem informasi memberikan konstribusi terhadap keberhasilan individu, organisasi, industri, dan masyarakat (Petter et al., 2008).

System quality merupakan kualitas dari sistem informasi yang menunjukkan kualitas hardware dan software (DeLone & McLean, 2003). Dalam beberapa penelitian system quality berhubungan positif dengan user satisfaction (Hariguna et al., 2019; Sorongan & Hidayati, 2020; Wang & Liao, 2008). Selain itu, hubungan yang signifikan antara system quality dengan use juga telah diverifikasi oleh (Hariguna et al., 2019). Dengan demikian dibangun suatu hipotesis pada penelitian ini, yaitu:

 

H1: system quality pada e-office berpengaruh positif terhadap use pegawai kementerian

H2: system quality pada e-office berpengaruh positif terhadap satisfaction pegawai kementerian

 

Information quality mengacu kepada persepsi umum konsumen terhadap keakuratan dan kelengkapan informasi situs e-government yang berkaitan dengan transaksi dengan warga negara. Informasi yang berkualitas tinggi membantu mengurangi ketidakpastian dan risiko dari transaksi elektronik di mana informasi yang berkualitas harus akurat, kekinian (up to date), dan relevan serta dapat menyediakan apa yang diperlukan oleh pengguna (Kim et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Wang and Liao (2008) & Hariguna et al. (2019) menunjukkan bahwa information quality memiliki hubungan yang signifikan dengan use dan user satisfaction. Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan merujuk pada penelitian sebelumnya sehingga hipotesis pada penelitian ini adalah:

 

H3: information quality pada e-office berpengaruh positif terhadap use pegawai kementerian

H4: information quality pada e-office berpengaruh positif terhadap satisfaction pegawai kementerian

 

Service quality berkaitan dengan seluruh layanan yang diberikan oleh penyedia layanan (DeLone & McLean, 2003). Menurut Alsarraf et al. (2023) konsep kualitas pelayanan pada awalnya dikembangkan dalam konteks manajemen operasi sebagai alat untuk mengukur dan meningkatkan kinerja operasi layanan. Kualitas pelayanan didefinisikan dengan banyak perspektif, utamanya yaitu untuk mencerminkan perbedaan antara layanan yang dirasakan dan harapan pelanggan/masyarakat. Penelitian mengenai service quality sebetulnya telah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan kesuksesan e-government. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hariguna et al. (2019), service quality memberikan pengaruh yang positif terhadap use dari suatu e-government. Selain itu, banyak peneliti telah mengkonfirmasi bahwa service quality mempengaruhi kepuasan pengguna layanan e-government (Abdulkareem & Ramli, 2021; Alhanatleh et al., 2022; A. Alkraiji & Ameen, 2022; Hariguna et al., 2019; Liao et al., 2022; Wang & Liao, 2008). Atas dasar hal tersebut maka kami membangun hipotesis sebagai berikut:

 

H5: Service quality pada e-office berpengaruh positif terhadap use pegawai kementerian

H6: Service quality pada e-office berpengaruh positif terhadap satisfaction pegawai kementerian

 

DeLone and McLean (2003) berpendapat bahwa intention to use dan use merupakan alternatif dalam model kesuksesan sistem informasi. Intention to use menurut mereka mungkin merupakan variabel yang lebih dapat diterima dibandingkan dengan use. Namun, artikel ini akan menggunakan use sebagaimana rekomendasi dari Wang and Liao (2008) karena use pada e-government merupakan hal yang sepenuhnya bersifat sukarela, dan penggunaan sistem (use) adalah perilaku aktual yang dianggap sebagai variabel yang lebih dekat dengan kesuksesan e-government. Penelitian Wang and Liao (2008) menemukan bahwa use memiliki hubungan dengan user satisfaction. User satisfaction merupakan kepuasan pengguna dengan layanan yang disediakan oleh sistem dimana pengguna merasa senang karena layanan yang ditawarkan oleh suatu sistem berkualitas tinggi (DeLone & McLean, 2003; Elazzaoui & Lamari, 2022). Dalam konteks e-government, ukuran pengalaman dan ukuran hasil layanan yang paling banyak digunakan adalah satisfaction. Atas dasar hal tersebut maka kami mencoba membangun hipotesis:

 

H7: Use pada sistem e-office berpengaruh positif terhadap satisfaction pegawai kementerian

 

Dalam konteks penciptaan nilai publik pada e-government, salah satu kriteria yang harus dinilai adalah terkait dengan kepuasan masyarakat (citizen satisfaction) terhadap layanan sektor publik (Agbabiaka & Ugaddan, 2016). Citizen satisfaction merupakan penentu efektivitas dan keberhasilan pelaksanaan e-government (Wang & Liao, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Agbabiaka & Ugaddan (2016) dan Tetteh et al. (2022), telah berhasil mengkonfirmasi adanya hubungan antara citizen satisfaction dengan nilai publik. Dalam penelitian ini kami mengganti variabel net benefit menjadi nilai publik sebagaimana diungkapkan oleh Agbabiaka & Ugaddan (2016) bahwa nilai publik dapat digambarkan sebagai nilai atau manfaat yang diinginkan oleh warga negara dalam kaitannya dengan hasil strategis dari kebijakan pemerintah serta pengalaman warga negara dalam menggunakan layanan publik. Dalam penelitian ini, dua dimensi nilai publik akan digunakan, yaitu kelestarian lingkungan dan kinerja organisasi. Kinerja organisasi dapat didefinisikan sebagai sejauh mana kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien sehingga dapat mencapai keberhasilan dan kemajuan terbaik di masa depan (Kareem and Haseeni, 2015). Hubungan signifikan dari penggunaan sistem (use) dan user satisfaction terhadap kinerja organisasi telah dibuktikan oleh beberapa peneliti (J. V. Chen et al., 2015; Wang & Liao, 2008). Sehingga kami menyusun hipotesis yaitu:

 

H8: Penggunaan (use) e-office berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi

H9: Satisfaction pegawai kementerian secara positif mempengaruhi kinerja organisasi

 

Kelestarian lingkungan menjadi tantangan dominan yang muncul saat ini dan menjadi menyebabkan perubahan lingkungan yang sangat besar seperti pemanasan global, naiknya permukaan air laut, meluasnya kekeringan, pengasaman laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati (Sapraz & Han, 2019). Lee (2017) menyatakan bahwa efek positif dari pengembangan e-government terhadap kelestarian lingkungan adalah adanya penghematan biaya sebagai akibat dari pengurangan penggunaan transportasi untuk mengunjungi kantor-kantor pemerintah, penghematan penggunaan bahan bakar fosil, pengurangan penggunaan kertas, penurunan konsumsi energi dan jejak karbon, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi instansi pemerintah untuk menggunakan teknologi, mengurangi biaya infrastruktur secara keseluruhan serta mengurangi ketidaksetaraan sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan. Atas dasar hal tersebut maka kami merumuskan hipotesis bahwa:

 

H10: Penggunaan (use) e-office berpengaruh positif terhadap kelestarian lingkungan

H11: Satisfaction pegawai kementerian secara positif mempengaruhi kelestarian lingkungan

 

Selain itu, Mellouli et al. (2020) menemukan bahwa kelestarian lingkungan dapat mempengaruhi kinerja suatu organisasi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Kassinis & Soteriou, 2003) yang menyatakan bahwa praktik-praktik lingkungan hidup berhubungan positif dengan kinerja organisasi, sehingga atas dasar hal tersebut kami mengajukan hipotesis sebagai berikut:

 

H12: Kelestarian lingkungan berhubungan positif dengan kinerja organisasi

 

Atas dasar penyusunan hipotesis kami berusaha mengembangkan model penelitian sebagaimana tersebut pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Model Penelitian

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap aplikasi e-government G2E bernama e-office di Kementerian Investasi/BKPM Republik Indonesia. E-office merupakan suatu layanan e-government yang menyediakan layanan internal bagi pegawai kementerian dengan fitur layanan mencakup presensi online, layanan kepegawaian, layanan keuangan, persuratan, dan inventori. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menguji hipotesis yang diajukan.

Sebelum menentukan sampel pada penelitian ini, kami melakukan identifikasi populasi untuk mendapatkan kerangka populasi. Populasi yang ditargetkan merupakan seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Investasi/BKPM Republik Indonesia. Adapun jumlah total populasi adalah sebanyak 707 pegawai dan setelah dilakukan filtering total populasi menjadi berjumlah 695 pegawai. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan aturan 10 kali jumlah maksimum anak panah pada variabel independen terbesar yang menunjuk pada variabel laten di mana pun dalam model jalur PLS (J. Hair et al., 2014; Urbach & Ahlemann, 2010). Dalam penelitian ini jumlah anak panah pada variabel independen terbesar yang mengarah pada variabel laten adalah enam variabel. Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 sampel. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik probability sampling dipilih agar setiap unit populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Black, 2019).

 

Hasil dan Pembahasan

Tabel 2 menggambarkan profil demografi responden. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin pria (63,3%), berusia 31-40 tahun (60%), berpendidikan sarjana (S1) (56,7%), memiliki jabatan pelaksana/staf (40%), dan memiliki masa kerja 6-10 tahun (43,3%).

Langkah pertama dalam mengevaluasi hasil dari PLS-SEM adalah dengan melakukan evaluasi terhadap model pengukuran (outer model). Kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi model pengukuran akan berbeda antara konstruk indikator reflektif dengan formatif (J. F. Hair et al., 2019). Artikel ini secara khusus menggunakan indikator yang bersifat reflektif sehingga diperlukan uji validitas dan reliabilitas konstruk. Aturan yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji validitas adalah dengan menguji validitas konvergen dan diskriminan. Dimana untuk menilai validitas konvergen, nilai loading factor (outer loading) harus lebih besar dari 0,708 dimana hal ini mengindikasikan bahwa konstruk dapat menjelaskan lebih dari 50% varians indikator sehingga dapat memberikan reliabilitas pada items. Sedangkan nilai Average Variance Extracted (AVE) untuk seluruh items pada setiap konstruk harus nilai >0,5 yang mengindikasikan bahwa konstruk dapat menjelaskan setidaknya 50% dari varians item-itemnya (J. F. Hair et al., 2019). Langkah selanjutnya adalah dengan menilai validitas diskriminan, yaitu untuk melihat sejauh mana sebuah konstruk berbeda secara empiris dengan konstruk lainnya dalam model struktural (J. Hair et al., 2014). Aturan yang digunakan yaitu nilai crossloading untuk setiap variabel dimana nilainya harus > 0,70 atau dengan membandingkan  untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model dimana validitas diskriminan yang baik ditunjukkan dengan  pada setiap konstruk yang lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model (Ghozali, 2021). Validitas diskriminan juga dapat dilihat dari nilai HeteroTrait-MonoTrait (HTMT). Nilai HTMT < 0.90 memiliki arti validitas diskriminan yang baik (J. F. Hair et al., 2019).

Tabel 1. Profil Demografi Responden

Karakteristik

Frekuensi

Persentase

Jenis Kelamin

 

 

Laki-Laki

22

36,7%

Perempuan

 

38

63,3%

Usia

 

 

< 25

0

0

25-30

6

10%

31-40

36

60%

41-50

11

18,3%

>50

 

7

11,7%

Pendidikan

 

 

≤Sarjana (S1)

4

6,7%

Sarjana (S1)

34

56,7%

Magister (S2)

22

36,7%

Doktor (S3)

 

0

0

Jabatan

 

 

Eselon 1

1

1,7%

Eselon 2

3

5%

Staf Khusus

0

0

Eselon 3

5

8,3%

Eselon 4

5

8,3%

Pejabat Fungsional

11

18,3%

Staf

24

40%

PPPK

0

0

Non-ASN/Honorer

 

11

18,3%

Masa Kerja

 

 

1-2 tahun

4

6,7%

3-5 tahun

5

8,3%

6-10 tahun

26

43,3%

11-15 tahun

8

13,3%

16-20 tahun

8

13,3%

21-25 tahun

3

5%

>25 tahun

6

10%

 

Selain uji validitas, uji reliabilitas juga perlu dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Uji reliabilitas pada PLS-SEM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability. Namun menurut Ghozali (2021) dan Hair et al. (2019), pengujian reliabilitas pada suatu konstruk dengan menggunakan Cronbach’s Alpha akan memberikan nilai lebih rendah (lower value) dibandingkan dengan nilai Composite Reliability sehingga menggunakan composite reliability lebih disarankan. Aturan yang biasa digunakan untuk menilai composite reliability pada suatu konstruk adalah antara 0,60-0,7 untuk penelitian yang bersifat eskploratori atau 0,70-0,90 untuk dapat dianggap sebagai reliabilitas yang satisfactory to good (J. F. Hair et al., 2019). Hasil validasi model pengukuran tersaji pada tabel 2.

 

Tabel 2. Reliabilitas Konstruk

Konstruk dan Indikator

Outer Loadings

Cronbach’s α

Composite Reliability

AVE

System Quality

 

0,86

0,91

0,71

SQ1

0,810

 

 

 

SQ2

0,885

 

 

 

SQ3

0,835

 

 

 

SQ4

0,835

 

 

 

Information Quality

 

0,90

0,92

0,67

IQ1

0811

 

 

 

IQ2

0,779

 

 

 

IQ3

0,846

 

 

 

IQ4

0,853

 

 

 

IQ5

0,892

 

 

 

IQ6

0,730

 

 

 

Service Quality

 

0,87

0,90

0,61

ServQ1

0,805

 

 

 

ServQ2

0,793

 

 

 

ServQ3

0,840

 

 

 

ServQ4

0,801

 

 

 

ServQ5

0,705

 

 

 

ServQ6

0,724

 

 

 

Use

 

0,85

0,90

0,69

U1

0,834

 

 

 

U2

0,845

 

 

 

U3

0,859

 

 

 

U4

0,781

 

 

 

User Satisfaction

 

0,84

0,92

0,86

US1

0,909

 

 

 

US2

0,945

 

 

 

Kelestarian lingkungan

 

0,86

0,91

0,71

ES1

0,900

 

 

 

ES2

0,902

 

 

 

ES3

0,840

 

 

 

Kinerja Organisasi

 

0,79

0,88

0,71

OP1

0,908

 

 

 

OP2

0,884

 

 

 

OP3

0,729

 

 

 

 

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 3, outer loading pada seluruh indikator lebih besar dari 0,708 sehingga tidak ada items atau indikator pada variabel laten/konstruk yang dieliminasi. Cronbach’s alpha dan composite reliability berada di atas 0,7 yang berarti nilai-nilai tersebut telah memenuhi batas yang diinginkan. Sehingga semua konstruk dapat diandalkan dan memiliki konsistensi internal yang baik. Nilai AVE pada hasil pengolahan data ditemukan >0,5 yang mengindikasikan validitas konvergen yang memadai dan valid. Nilai HTMT sebagaimana tercantum dalam tabel 4 telah memenuhi kriteria empiris sehingga validitas diskriminasi dari konstruk yang membentuk model yang diusulkan telah terjamin. Dengan demikian, model pengukuran pada percobaan ini menunjukkan keandalan, validitas konvergen dan diskriminasi yang memadai.

 

Tabel 3. Heterotrait-Monotrait (HTMT)

Konstruk

HTMT

ES

IQ

OP

ServQ

SQ

U

Kelestarian lingkungan (ES)

 

 

 

 

 

 

Information Quality (IQ)

0,54

 

 

 

 

 

Kinerja Organisasi (OP)

0,78

0,59

 

 

 

 

Service Quality (ServQ)

0,73

0,83

0,80

 

 

 

System Quality (SQ)

0,50

0,87

0,72

0,83

 

 

Use (U)

0,55

0,60

0,80

0,78

0,76

 

User Satisfaction (US)

0,48

0,88

0,60

0,81

0,85

0,54

 

Langkah kedua dalam mengevaluasi hasil dari PLS-SEM adalah dengan melakukan penilaian terhadap structural model. Kriteria penilaian structural model meliputi coeficient of determination (R2), blindfolding-based cross validated redundancy (Q2), statistical significance, dan relevansi path coefficients. Nilai R2 digunakan untuk menentukan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. R2 digunakan untuk mengukur varians yang dijelaskan dalam setiap konstruk endogen. R2 berkisar antara 0-1 dengan nilai tertinggi menunjukkan kekuatan penjelas yang lebih besar (J. F. Hair et al., 2019). Nilai R2 sebesar 0.75, 0.50, dan 0.25 dapat disimpulkan bahwa model kuat, moderate, dan lemah (Ghozali, 2021). Namun demikian, dalam beberapa disiplin ilmu nilai R2 serendah 0,10 dianggap memuaskan (J. F. Hair et al., 2019). Chin (1998), berpendapat bahwa R2 sebesar 0.67, 0.33, dan 0.19 dapat dikatakan bahwa model substansial, moderate, dan lemah. Tabel 5 menunjukkan R2 dari model yang diuji.

Tabel 4. R2

Konstruk

R2

Kelestarian lingkungan

0,30

Kinerja Organisasi

0,60

Use

0,52

User Satisfaction

0,66

 

Hasil studi terhadap konstruk menunjukkan nilai R2  berkisar antara 0.30 sampai 0.66 (Tabel 4). Sehingga, menurut Chin (1998) dapat dikatakan konstruk memiliki kekuatan moderate. Variasi use yang dijelaskan oleh variasi system quality, information quality, dan service quality masing-masing sebesar 52%. Variasi user satisfaction yang dapat dijelaskan oleh variasi system quality, information quality, service quality, dan use sebesar 66%. Variasi kelestarian lingkungan yang dijelaskan oleh variasi use dan user satisfaction adalah sebesar 30% dan variasi kinerja organisasi yang dijelaskan oleh use, kelestarian lingkungan dan user satisfaction adalah sebesar 60,3%.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menilai relevansi path coefficients dan statistical significance. Statistical significance dapat dilakukan dengan memberikan statistik t-value dan/atau p-value yang sesuai dengan prosedur resampling (bootstraping). Prosedur bootstrap menggunakan seluruh original sample untuk melakukan resample (Ghozali, 2021). Hair et al. (2014) merekomendasikan untuk number of bootstrap samples yaitu sebesar 5000 sampel. Nilai signifikansi yang digunakan meliputi (two-tailed) dengan t-value = 1.65 (signifikansi level = 10%), t-value = 1,96 (signifikansi level = 5%), dan t-value = 2,58 (signifikansi level = 1%). Hasil pemrosesan bootstrap untuk menentukan nilai hipotesis tersaji pada tabel 6.

Berdasarkan hasil analisa, tiga hipotesis menunjukkan t-statistic yang sangat lemah (0,61; 1,34; 1,23) dan memiliki p-values yang lebih besar dari 0,05 (0,55; 018; 0,22) dengan demikian hipotesis yang memiliki nilai tersebut, yaitu H3, H7, dan H9 tidak mendukung (not supported). Untuk hipotesis yang dinyatakan signifikan, direkomendasikan untuk diukur seberapa besar pengaruhnya dengan menilai ukuran F2. F2 memungkinkan untuk memeriksa efek perubahan R2 setelah variabel tersebut dikeluarkan dari model (Henseler et al., 2015). Cohen (2013) menyatakan nilai F2 = 0.02, F2 = 0.15, dan F2 = 0.35 masing-masing memiliki arti bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level struktural. Pada tabel 6, nilai F2 menunjukkan bahwa efek dari mengeluarkan hipotesis hubungan antara use terhadap kinerja organisasi memiliki efek yang menengah (F2 = 0,30). Mayoritas nilai F2 menunjukkan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh menengah pada level struktural.

 

Tabel 5. Path Coefficients dan F2

 

Path Coefficients

t-statistics

p-values

F2

Hasil

SQ -> U (H1)

0.39

2.35

0.02

0.11

supported

SQ -> US (H2)

0.30

2.62

0.01

0.09

supported

IQ -> U (H3)

-0.11

0.61

0.55

0.01

not supported

IQ -> US (H4)

0.41

3.48

0.00

0.17

supported

ServQ -> U (H5)

0.47

2.95

0.00

0.18

supported

ServQ -> US (H6)

0.27

1.97

0.05

0.07

supported

U -> US (H7)

-0.14

1.34

0.18

0.03

not supported

U -> OP (H8)

0.42

3.73

0.00

0.30

supported

US -> OP (H9)

0.14

1.23

0.22

0.03

not supported

U -> ES (H10)

0.38

3.11

0.00

0.16

supported

US -> ES (H11)

0.25

1.99

0.05

0.07

supported

ES -> OP (H12)

0.39

3.78

0.00

0.27

supported

ES = Kelestarian lingkungan; IQ = Information Quality; OP = Kinerja Organisasi; ServQ = Service Quality; SQ = System Quality; U = Use; US = User Satisfaction; Berdasarkan kepada two-tailed test; t-value = 1,96 (signifikansi level = 5%)

 

Evaluasi model Q2 merupakan suatu cara untuk menilai relevansi prediktif pada inner model (structural model). Ukuran ini dibangun berdasarkan kepada prosedur blindfolding yaitu suatu teknik penggunaan ulang sampel yang menghilangkan bagian dari matriks data, mengestimasi parameter model, dan memprediksi bagian yang dihilangkan dengan menggunakan estimasi tersebut (F. Hair Jr et al., 2014). Nilai Q2 > 0 menunjukkan bahwa model mempunyai predictive relevance, sedangkan nilai Q2 < 0 menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Nilai Q2 = 0.02, Q2 = 0.15, dan Q2 = 0.35, secara berturut-turut menunjukkan bahwa kekuatan prediksi model lemah, moderate, dan kuat (F. Hair Jr et al., 2014; Ghozali, 2021). Seluruh nilai Q2 pada model lebih besar dari nol (tabel 7), yang berarti relevansi prediktif model mendukung dalam kaitannya dengan variabel endogen.

 

Tabel 7. Nilai Q2

Variabel Dependen

Q2

Kelestarian lingkungan

0,20

Kinerja Organisasi

0,39

Use

0,32

User Satisfaction

0,52

 

Terakhir adalah melakukan pengukuran kecocokan model (model fit) untuk PLS-SEM dengan menggunakan Standadized Root Mean Square Residual (SRMR). Nilai SRMR kurang dari 0,10 atau 0,08 (dalam versi yang lebih konservatif) dianggap cocok (Hu & Bentler, 1998). Nilai SRMR yang diperoleh dari model penelitian ini adalah 0,09 yang menunjukkan bahwa model fit.

Gambar 3. Model Structural

 

Gambar 3 menunjukkan hasil PLS-SEM untuk model struktural.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa system quality memiliki nilai positif dan hubungan signifikan terhadap use dan user satisfaction (H1 = 0,39; H2 = 0,30). Hubungan signifikan ini juga ditandai dengan nilai t-statistic yang cukup baik yaitu H1= 2,35; H2=2,62 dan p-value di di bawah 0,05 (tabel 6).  Hasil ini telah sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang and Liao (2008); Hariguna et al.(2019) & Sorongan and Hidayati (2020). System quality  pada sistem e-office secara empiris terbukti dapat memberikan kegunaan (use) bagi pegawai Kementerian Investasi/BKPM dalam menyelesaikan tugas-tugas kedinasan sehari-hari. E-office juga dipercaya oleh pegawai Kementerian Investasi/BKPM sebagai sistem yang mudah digunakan, sangat user-friendly, dan membantu menyelesaikan pekerjaan administratif dengan cepat. Sistem yang berkualitas juga berdampak kepada timbulnya kepuasan atas kualitas yang tercipta. Pada variabel information quality, hubungan terhadap use (kegunaan) memiliki nilai negatif dan tidak signifikan (H3 = -0,11; t-statistic = 0,61; p-value = 0,55). Hasil ini berbeda dengan studi yang telah dilakukan oleh Wang and Liao (2008) & Hariguna et al. (2019). Pegawai Kementerian Investasi/BKPM menilai bahwa kualitas informasi yang disediakan oleh e-office tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kegunaan yang dirasakan, misalnya dalam hal membantu dalam menyelesaikan tugas sehari-hari dan mempengaruhi dalam hal kemudahan menggunakan sistem. Sehingga pembuat kebijakan di Kementerian Investasi/BKPM sebaiknya memberikan perhatian yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas informasi pada sistem e-office agar kegunaan dari sistem dapat dirasakan oleh pengguna sistem. Namun demikian, information quality pada penelitian ini justru memiliki hubungan yang signifikan terhadap user satisfaction (H4=0.41; t-statistic=3,48; p-value= 0.00). Hubungan ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang and Liao (2008); Hariguna et al. (2019) & Nookhao and Kiattisin (2023). Kualitas informasi yang baik nyatanya mampu memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pengguna. Sehingga menjaga informasi tetap up-to-date dan berkualitas pada sistem e-office akan menciptakan kepuasan pengguna.

Hubungan antara service quality dengan use dan user satisfaction bernilai positif dan signifikan (H5 = 0,47; H6=0,27). Hasil penelitian ini telah mengkonfimasi penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hariguna et al. (2019) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara service quality dengan use dan user satisfaction. Kualitas layanan e-office yang mencakup sistem dapat digunakan dimana saja, mampu menyederhanakan proses administrasi perkantoran, memperbaiki proses pengambilan Keputusan, mengurangi waktu pemrosesan administrasi perkantoran, memodernisasi proses administrasi, dan dapat memperbaiki kualitas administrasi terbukti memiliki dampak kepada kegunaan yang dirasakan dan kepuasan pengguna. Kualitas layanan pada e-government yang baik terbukti mampu memberikan kepuasan pengguna sistem e-office dan menciptakan kegunaan (use). 

Use memiliki nilai negatif dan tidak signifikan terhadap user satisfaction (H7= -0.14; t-statistic = 1.34; p-value= 0.18). Oleh karena itu, H7 ditolak. Temuan ini bertentangan dengan Wang and Liao (2008); Sachan, Kumar and Kumar (2018) & Alkraiji (2021) namun sesuai dengan temuan penelitian Mellouli et al. (2020), bahwa intention to use memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap user satisfaction. Alasan dari tidak signifikannya hubungan antara use dengan user satisfaction adalah karena satisfaction lebih banyak dihasilkan dari aspek kualitas. Hubungan antara use dengan kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan bernilai positif dan signifikan (H8= 0.42; H10=0,38). Hal ini, di sisi lain, membuktikan bahwa kegunaan dari e-government dapat meningkatkan terjadinya kinerja organisasi dan juga mampu menciptakan kelestarian lingkungan ((Lee, 2017; Mellouli et al., 2020).

User satisfaction memiliki nilai positif dan hubungan tidak signifikan dengan kinerja organisasi (H9 = 0.14; t-statistic = 1.23; p-value = 0,22). Oleh karena itu, H9 ditolak.  Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mellouli et al., 2020). Selanjutnya, hubungan user satisfaction dengan kelestarian lingkungan bernilai positif dan memiliki hubungan yang signifikan (H11 = 0,25; t-statistic = 1.99; p-value = 0.05). Hasil ini sekaligus mengonfirmasi bahwa baik di negara Indonesia maupun di Tunisia, pegawai pemerintah sadar akan masalah kelestarian lingkungan dan menyatakan bahwa e-government memiliki kontribusi dalam menyelesaikan masalah kelestarian lingkungan (Mellouli et al., 2020). Akhirnya, penelitian ini juga telah mengkonfimasi dari penelitian terdahulu bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kelestarian lingkungan dengan kinerja organisasi (H12= 0.39; t-statistic = 3.78; p-value = 0.00). Temuan ini mendukung pernyataan pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Kassinis & Soteriou, 2003) yang menyatakan bahwa praktik-praktik lingkungan memiliki hubungan positif terhadap kinerja. Hal ini juga memvalidasi bahwa, baik itu di Tunisia maupun di Indonesia, terdapat peran dari sistem informasi terhadap capaian eko-efisiensi, eko-ekuitas dan eko-efektivitas (A. J. W. Chen et al., 2008) dan memvalidasi hipotesis Cai, Chen and Bose (2013) tentang peran teknologi informasi dalam kelestarian lingkungan dengan berkontribusi pada penciptaan keunggulan kompetitif.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian ini memvalidasi model penelitian yang telah dijelaskan pada penelitian terdahulu. Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa model penelitian pada penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis kesuksesan sistem e-government dan mengaitkannya dengan variabel nilai publik sebagai pengganti variabel net benefit khususnya konsep kinerja organisasi dan kelestarian lingkungan di lokasi yang berbeda, yaitu di negara Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa information quality, system quality, dan service quality memiliki hubungan yang signifikan terhadap user satisfaction. System quality dan service quality memiliki hubungan yang signifikan dengan use, namun hubungan tidak signifikan ditemukan pada hubungan antara information quality dengan use dan antara use dengan user satisfaction. Di sisi lain, variabel use memiliki pengaruh positif baik itu terhadap kinerja organisasi maupun kelestarian lingkungan. User satisfaction tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi namun memiliki pengaruh positif terhadap kelestarian lingkungan. Terakhir, variabel kelestarian lingkungan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam kaidah lintas negara baik itu di negara Tunisia maupun di Indonesia, pegawai pemerintah menganggap bahwa penggunaan sistem e-government mampu menciptakan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kinerja organisasi. Sehingga menurut kami, penggunaan e-government pada negara berkembang mampu menghasilkan nilai publik dalam hal ini berkaitan dengan meningkatkan pengendalian lingkungan hidup dan juga kinerja organisasi.

Selain itu, studi mengenai kesuksesan e-government dengan memperhatikan perspektif nilai publik masih sedikit dilakukan Mellouli et al. (2020), terlebih di negara Indonesia. Hal ini, dapat menjadi ide bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian terkait kesuksesan e-government dalam perspektif nilai publik dengan mengaplikasikan dimensi pengendalian lingkungan hidup dan juga kinerja organisasi maupun dimensi lain dari nilai publik pada lintas organisasi atau lintas negara.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdulkareem, A. K., & Ramli, R. M. (2021). Does Digital Literacy Predict E-government Performance An Extension of DeLone & McLean Information System Success Model. Electronic Government, an International Journal, 17(1), 1. https://doi.org/10.1504/eg.2021.10034963

Agbabiaka, O., & Ugaddan, R. (2016). The public value creation of eGovernment: A test of the respecified is success model. Proceedings of the Annual Hawaii International Conference on System Sciences, 2016-March, 2923–2932. https://doi.org/10.1109/HICSS.2016.366

Alford, J., & Hughes, O. (2008). Public value pragmatism as the next phase of public management. American Review of Public Administration, 38(2), 130–148. https://doi.org/10.1177/0275074008314203

Alhanatleh, H., Aboalganam, K., & Awad, H. (2022). Electronic government public value of public institutions in jordan. International Journal of Data and Network Science, 6(1), 27–36. https://doi.org/10.5267/J.IJDNS.2021.10.007

Alkraiji, A., & Ameen, N. (2022). The impact of service quality, trust and satisfaction on young citizen loyalty towards government e-services. Information Technology and People, 35(4), 1239–1270. https://doi.org/10.1108/ITP-04-2020-0229

Alkraiji, A. I. (2021). An examination of citizen satisfaction with mandatory e-government services: comparison of two information systems success models. Transforming Government: People, Process and Policy, 15(1), 36–58. https://doi.org/10.1108/TG-01-2020-0015

Alsaghier, H., Ford, M., Nguyen, A., & Hexel, R. (2009). Conceptualising Citizen’s Trust in e-Government: Application of Q Methodology. Electronic Journal of E-Government, 7(4), 295–310. http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&profile=ehost&scope=site&authtype=crawler&jrnl=1479439X&AN=50167681&h=sYIkjqlmgs700FumdFRwZ9SGBNB8s6n6xYcZJfTp2tBuz7lf8/ZzOIi/tBuUmKgNJF9vPWR0KsdpKW8AJnlcdw==&crl=c

Alsarraf, H. A., Aljazzaf, S., & Ashkanani, A. M. (2023). Do you see my effort? An investigation of the relationship between e-government service quality and trust in government. Transforming Government: People, Process and Policy, 17(1), 116–133. https://doi.org/10.1108/TG-05-2022-0066

Black, K. (2019). Business Statistics: For Contemporary Decision Making (10th ed.). Wiley.

Cai, S., Chen, X., & Bose, I. (2013). Exploring the role of IT for environmental sustainability in China: An empirical analysis. International Journal of Production Economics, 146(2), 491–500. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2013.01.030

Chen, A. J. W., Boudreau, M., & Watson, R. T. (2008). Information systems and ecological sustainability. Journal of Systems and Information Technology, 10(3), 186–201. https://doi.org/10.1108/13287260810916907

Chen, J. V., Jubilado, R. J. M., Capistrano, E. P. S., & Yen, D. C. (2015). Factors affecting online tax filing - An application of the IS Success Model and trust theory. Computers in Human Behavior, 43, 251–262. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.11.017

Chen, Y. C., Hu, L. T., Tseng, K. C., Juang, W. J., & Chang, C. K. (2019). Cross-boundary e-government systems: Determinants of performance. Government Information Quarterly, 36(3), 449–459. https://doi.org/10.1016/j.giq.2019.02.001

Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach for structural equation modeling. In Modern Methods for Business Research (1st Edition, pp. 295–336). Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Cohen, J. (2013). Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences. Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203771587

DeLone, W. H., & McLean, E. R. (2003). The DeLone and McLean model of information systems success: A ten-year update. Journal of Management Information Systems, 19(4), 9–30. https://doi.org/10.1080/07421222.2003.11045748

Deng, H., Karunasena, K., & Xu, W. (2018). Evaluating the performance of e-government in developing countries: A public value perspective. Internet Research, 28(1), 169–190. https://doi.org/10.1108/IntR-10-2016-0296

Elazzaoui, E., & Lamari, S. (2022). Delone and McLean information systems success model in the public sector: A systematic review. 3. https://doi.org/https://doi.org/10.48434/IMIST.PRSM/jossom-v3i1.30393

F. Hair Jr, J., Sarstedt, M., Hopkins, L., & G. Kuppelwieser, V. (2014). Partial least squares structural equation modeling (PLS-SEM). European Business Review, 26(2), 106–121. https://doi.org/10.1108/EBR-10-2013-0128

Ghozali, I. (2021). Partial Least Squares: Konsep, Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.2.9 untuk Penelitian Empiris (Edisi 3). Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hair, J. F., Risher, J. J., Sarstedt, M., & Ringle, C. M. (2019). When to use and how to report the results of PLS-SEM. European Business Review, 31(1), 2–24. https://doi.org/10.1108/EBR-11-2018-0203

Hair, J., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) (1st ed.). Sage Publications.

Hariguna, T., Rahardja, U., Aini, Q., & Nurfaizah. (2019). Effect of social media activities to determinants public participate intention of e-government. Procedia Computer Science, 161, 233–241. https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.11.119

Heeks, R. (2003). eGovernment for Development Projects Fail: How Can Risks be Reduced? (14). http://www.comnet.mtWeb:http://idpm.man.ac.uk/View/Downloadfrom:http://idpm.man.ac.uk/publications/wp/igov/index.shtmlEducators’Guidefrom:http://idpm.man.ac.uk/publications/wp/igov/educigov.shtmlElectroniccopyavailableat:https://ssrn.com/abstract=3540052

Henseler, J., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2015). A new criterion for assessing discriminant validity in variance-based structural equation modeling. Journal of the Academy of Marketing Science, 43(1), 115–135. https://doi.org/10.1007/s11747-014-0403-8

Holmes, D. (2001). EGov: an EBusiness plan for government (1st ed.). Nicholas Brealey.

Hu, L., & Bentler, P. M. (1998). Fit indices in covariance structure modeling: Sensitivity to underparameterized model misspecification. Psychological Methods, 3(4), 424–453. https://doi.org/10.1037/1082-989X.3.4.424

Jauhari, A., Majid, M., Basri, H., & Djalil, M. A. (2020). Are E-Government and Bureaucratic Reform Promoting Good Governance towards a Better Performance of Public Organization? Quality-Access to Success, 21.

Kareem, M. A., & Haseeni, Z. J. (2015). E-Government and Its Impact on Organizational Performance. In International Journal of Management and Commerce Innovations (Vol. 3). www.researchpublish.com

Karunasena, K., & Deng, H. (2012). Critical factors for evaluating the public value of e-government in Sri Lanka. Government Information Quarterly, 29(1), 76–84. https://doi.org/10.1016/j.giq.2011.04.005

Karunasena, K., Deng, H., & Singh, M. (2011). Measuring the public value of e-government: A case study from Sri Lanka. Transforming Government: People, Process and Policy, 5(1), 81–99. https://doi.org/10.1108/17506161111114671

Kassinis, G. I., & Soteriou, A. C. (2003). Greening The Service Profit Chain: The Impact Of Environmental Management Practices. Production and Operations Management, 12(3), 386–403. https://doi.org/10.1111/j.1937-5956.2003.tb00210.x

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2022). Laporan Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi SPBE Tahun 2022.

Kim, D. J., Ferrin, D. L., & Rao, H. R. (2008). A trust-based consumer decision-making model in electronic commerce: The role of trust, perceived risk, and their antecedents. Decision Support Systems, 44(2), 544–564. https://doi.org/10.1016/j.dss.2007.07.001

Kurniawan, C., Pribadi, U., & Iqbal, M. (2023). The Role of E-governance in Improving Local Governments Performance (Case Study: Sumbawa Regency). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 11(3), 1139–1154. https://doi.org/10.26811/peuradeun.v11i3.795

Lee, Y. (2017). Exploring the Relationship between E-Government Development and Environmental Sustainability: A Study of Small Island Developing States. Sustainability, 9(5), 732. https://doi.org/10.3390/su9050732

Liao, S. H., Hu, D. C., & Chou, H. L. (2022). Consumer Perceived Service Quality and Purchase Intention: Two Moderated Mediation Models Investigation. SAGE Open, 12(4). https://doi.org/10.1177/21582440221139469

Mellouli, M., Bouaziz, F., & Bentahar, O. (2020). E-government success assessment from a public value perspective. International Review of Public Administration, 25(3), 153–174. https://doi.org/10.1080/12294659.2020.1799517

Moore, M. H. (2021). Creating public value: The core idea of strategic management in government. In International Journal of Professional Business Review (Vol. 6, Issue 1, pp. 1–2). AOS-Estratagia and Inovacao. https://doi.org/10.26668/businessreview/2021.v6i1.219

Nookhao, S., & Kiattisin, S. (2023). Achieving a successful e-government: Determinants of behavioral intention from Thai citizens’ perspective. Heliyon, 9(8), e18944. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e18944

Omar, K., Scheepers, H., & Stockdale, R. (2011). eGovernment Service Quality Assessed through the Public Value Lens. In LNCS (Vol. 6846).

Pang, M. S., Lee, G., & Delone, W. H. (2014). In public sector organisations: A public-value management perspective. Journal of Information Technology, 29(3), 187–205. https://doi.org/10.1057/jit.2014.2

Petter, S., DeLone, W., & McLean, E. (2008). Measuring information systems success: Models, dimensions, measures, and interrelationships. European Journal of Information Systems, 17(3), 236–263. https://doi.org/10.1057/ejis.2008.15

Rahayu, A. Y. S., Juwono, V., & Rahmayanti, K. P. (2022). Pelayanan publik dan e-government: Sebuah teori dan konsep (Y. S. Hayati, Ed.; 2nd ed.). Rajawali Pers.

Riesta, A. M., Pribadi, M. J., Prasetyo, C. L., Tenggoro, B. W., Nadhiroh, B., Lathif, T., & Suryanto, M. (2021). Evaluasi Kualitas Layanan Website E-Government Terhadap Kepuasan Pengguna menggunakan E-Govqual dan IPA. In JIFTI-Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi dan Robotika (Vol. 3).

Ritchi, H. (2021, September 27). Menyonsong Evaluasi SPBE sebagai Gerak Digital Pemerintah. Veda Praxis.

Sachan, A., Kumar, R., & Kumar, R. (2018). Examining the impact of e-government service process on user satisfaction. Journal of Global Operations and Strategic Sourcing, 11(3), 321–336. https://doi.org/10.1108/JGOSS-11-2017-0048

Sapraz, M., & Han, S. (2019). A Review of Electronic Government for Environmental Sustainability. https://www.researchgate.net/publication/343127376

Sari, K. D. A., & Winarno, W. A. (2012). Implementasi E-Government Systemdalam Upaya Peningkatan Clean and Good Governance Di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik, XI(1), 1–19.

Scott, M., Delone, W., & Golden, W. (2016). Measuring eGovernment success: A public value approach. European Journal of Information Systems, 25(3), 187–208. https://doi.org/10.1057/ejis.2015.11

Sorongan, E., & Hidayati, Q. (2020). Evaluation of Implementation E-Government with Delone and Mclean. INTENSIF: Jurnal Ilmiah Penelitian Dan Penerapan Teknologi Sistem Informasi, 4(1), 22–37. https://doi.org/10.29407/intensif.v4i1.13067

Tetteh, J. E., Haizel-Commeh, J., & Otchere-Ankrah, B. (2022). Online Service Quality of State Organizations: A Study of Online Services of Ghana Revenue Authority. Journal of Internet Commerce. https://doi.org/10.1080/15332861.2022.2109877

Tomorri, I., & Keco, R. (2023). E-public Services Evaluation, based on Citizens’ Perception, (The Albanian Case). WSEAS Transactions on Computer Research, 11, 158–165. https://doi.org/10.37394/232018.2023.11.14

Twizeyimana, J. D., & Andersson, A. (2019). The public value of E-Government – A literature review. In Government Information Quarterly (Vol. 36, Issue 2, pp. 167–178). Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/j.giq.2019.01.001

Urbach, N., & Ahlemann, F. (2010). Structural equation modeling in information systems research using Partial Least Squares. In Article in Journal of Information Technology Theory and Application (Vol. 11, Issue 2). https://www.researchgate.net/publication/228467554

Wagner, C., Cheung, K. S. K., Ip, R. K. F., & Böttcher, S. (2006). Building Semantic Webs for e-government with Wiki technology. Electronic Government, 3(1), 36–55. https://doi.org/10.1504/EG.2006.008491

Wang, Y. S., & Liao, Y. W. (2008). Assessing eGovernment systems success: A validation of the DeLone and McLean model of information systems success. Government Information Quarterly, 25(4), 717–733. https://doi.org/10.1016/j.giq.2007.06.002

 

Copyright holder:

Sandhi Kusudiandaru, Umanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: