Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
5, Mei 2024
HIDUP
BERSAMA DITENGAH PERBEDAAN: KAJIAN ALKITABIAH TENTANG HIDUP BERSAMA DENGAN ORANG
ASING (IBR : GER) MENURUT ULANGAN
24:19-22
Rivay Bobby Palempung
Universitas Kristen Indonesia Tomohon, Tomohon,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Hidup
dalam keragaman ditengah Masyarakat adalah kenyataan yang tidak bisa ditolak. Hampir tidak ada
tempat di Indonesia yang hanya terdiri dari satu suku, budaya atau satu
kebiasaan. Umumnya diberbagai tempat terdiri dari beragam orang dengan berbagai
latar belakang. Mobilitas Masyarakat sekarang ini memungkinkan setiap tempat
dalam masyarakat terdiri dari kepelbagaian
latar belakang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada
dasar Alkitabiah yang mendukung pemahaman bahwa setiap komunitas masyarakat
harus membangun kehidupan sekalipun berbeda suku, kebiasaan dan adat?. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian kualitatif yaitu
mengumpulkan data lewat kepustakaan dan kemudian melakukan kerja hermeneutik Alkitabiah untuk Ulangan 24:19-22 dan juga penelitian
di lapangan. Melalui pembahasan ini, penulis menawarkan suatu perspektif baru
dalam memahami dan membangun kebersamaan jemaat dan Masyarakat di Tengah
keragaman latar belakang. Dan artikel ini akan diakhiri dengan kesimpulan.
Kata Kunci: Orang Asing (Ibr Ger), Umat
Israel, Hidup Bersama
Abstract
Living in diversity in society is a
reality that cannot be denied. There is almost no place in Indonesia that
consists of only one tribe, culture or one custom. Generally, various places
consist of various people with various backgrounds. Today's societal mobility
allows every place in society to consist of a variety of backgrounds. The
problem is whether there is a Biblical basis that supports the understanding
that every community must build a life even though they have different
ethnicities, habits and customs. The research method used is a qualitative
research method, namely collecting data through literature and then carrying
out Biblical hermeneutic work for Deuteronomy 24:19-22 and also research in the
field. Through this discussion, the author offers a new perspective in
understanding and building congregational and community togetherness amidst
diverse backgrounds. And this article will end with a conclusion.
Keywords:
Foreigners (Ibr Ger), Israelis, Living Together
Pendahuluan
Keberadaan orang
asing ditengah sebuah komunitas bisa saja diterima dan bisa saja ditolak.
Mengapa demikian?. Ada banyak faktor yang mempengaruhi sikap penerimaan ataupun
penolakan dari sebuah komunitas terhadap kehadiran orang asing atau orang
pendatang tersebut. Ada penolakan karena kecurigaan yang berlebihan terhadap
hadirnya pendatang, sikap pendatang itu sendiri yang tidak mau berbaur dan
berinteraksi dan lain sebagainya.
Realitas
kemajemukan sesungguhnya adalah keniscayaan. Kita tidak dapat menolak realitas
tersebut dan kemudian melarikan diri dari kenyataan itu (Maftuchah, 2015). Tempat dimana kita ada selalu
terdiri dari beragam orang dengan beragam latar belakang yang ada. Dalam
kenhyataan itu, kita dituntut untuk dapat membangun kehidupan secara bersama.
Demikian pula
dengan tanah Minahasa sebagai tempat dimana beragam orang datang dan menjalani
kehidupannya di tanah Minahasa. Sehingga menurut saya realitas ini harus
benar-benar dapat disikapi dengan bijaksana baik orang lokal maupun orang
pendatang. Minahasa bukan hanya terdiri
dari satu suku atau satu agama yang tinggal didalamnya melainkan terdiri dari
beragam latar belakang orang yang berinteraksi bersama. Banyak orang datang
sebagai pendatang di Minahasa dan berinteraksi untuk hidup di tanah Minahasa.
Itulah sebabnya
kebutuhan untuk memikirkan bagaimana kehidupan ditengah perbedaan dalam hidup
bermasyarakat sekarang ini menjadi hal yang penting dan urgen. Kita tidak dapat
hidup sendiri dan menganggap tidak ada orang lain disekitar kita termasuk orang
yang berbeda dengan kita. Ada kesadaran bahwa kita hidup di dunia yang plural
dan majemuk yang membutuhkan sikap dan cara hidup yang dapat menghidupkan dan
membangun hidup bersama.
Gereja yang adalah
kumpulan orang percaya seyogianya juga menyadari kenyataan itu. Bahwa gereja
berada dan hidup bersama dengan orang-orang lain yang datang di tanah Minahasa.
Bagaimana menyikapi kenyataan itu dan bagaimana memandang orang lain yang datang sebagai
pendatang di tanah Mnahasa menjadi hal yang sangat penting untuk dipikirkan agar dapat hidup bersama. Di samping itu orang
pendatangpun harus dapat berkontribusi dalam hidup bersama di tanah Minahasa.
Menurut saya
penelitian dari sudut teologis alkitabiah secara khusus melihat pesan teks
Ulangan 24:19-22 dihubungkan dengan bagaimana seharusnya hidup bersama di tanah
Minahasa adalah hal yang baru. Oleh karena itu kebutuhan untuk penelitian dan
tulisan ini sangatlah penting untuk berkontribusi dalam menciptkan hidup
bersama ditengah keragaman hidup bermasyarakat secara khusus di tanah Minahasa.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada dasar Alkitabiah yang mendukung pemahaman
bahwa setiap komunitas masyarakat harus membangun kehidupan sekalipun berbeda
suku, kebiasaan dan adat?.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata
lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti. Penelitian kualitatif berakar pada paradigma interpretative (Hendrarso, 2007). Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya dengan utuh dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2021).
Dan sebagai penelitian biblika, kerja Hermeneutik sangat berperan dalam
upaya mendapatkan pemahaman yang benar dari sebuah teks. Menurut Grant Osborne,
hermeneutika itu mencakup makna teks yang asli dan memungkinkan untuk
mendapatkan makna yang lain bagi masa kini (Osborne & Gani, 2012). Metode ini diterapkan untuk menafsirkan Teks Ulangan 24:19-22.
Hasil
dan Pembahasan
Eksistensi Orang Asing (Ibr Ger) dalam Ulangan
24:19-22
Disini akan
dibahas pandangan Kitab Ulangan tentang kehadiran orang asing (Bah Ibrani: גֵּר
Ger) dalam Ulangan
24:19-22. Pokok ini paralel dengan Imamat 19:9 dan juga Imamat 23:22.
Dalam Ulangan 24:19-22 ini, kata itulah bagian orang asing… di
ulang sampai tiga kali yaitu di ayat 19, 20 dan 21. Itu berarti orang asing harus
mendapatkan perhatian dari orang Israel. Menurut J.J Cairns, frasa “Itulah
bagian orang asing, yatim dan janda” yang diulang sampai tiga kali dalam
Ulangan 24:19-22 menandakan anjuran yang sangat memberi penekanan terhadap
unsur perikemanusiaan (Cairns, 1986). Itu berarti perhatian untuk tiga
kelompok orang di Israel ini yaitu Orang Asing, Yatim dan Janda tidak boleh
diabaikan oleh umat perjanjian. Tentu didalamnya
yaitu orang asing. Dengan kata lain Ger
yaitu orang asing menjadi salah satu
kelompok yang harus dilindungi bersama dengan kelompok orang miskin lainnya.
Dalam kitab
Ulangan, eksistensi ger adalah kelompok orang yang tidak mempunyai tanah
di Israel. Mereka meggantungkan hidupnya ditanah Israel dan kepada orang Israel
asli. Ini menandakan bahwa Tanah Israel dilihat sebagai tempat dimana setiap
orang dapat mengambil bagian untuk hidup. Tanah Israel ternyata menjadi tempat
dimana orang Israel berbagi keidupan dengan orang lain. Orang lain dalam hal
ini orang asing mendapatkan perhatian dari orang Israel dan orang asing juga
pantas mendapatkan kehidupan di tanah
Israel.
Dalam Ulangan
24:19-22, Orang Israel diingatkan untuk memberi perhatian kepada orang asing
saat mereka panen atas hasil ladang, hasil pohon zaitun dan hasil kebun anggur.
Dapat diduga bahwa pada zaman primitif, sisa-sisa panen itu dibiarkan di ladang
dan di kebun, sebagai persembahan bagi kesuburan dewa-dewi, supaya daya kekuatannya
jangan berkurang Dengan demikian, perhatian dewa-dewi terhadap petani dan
masyarakatnya terbujuk juga supaya memberikan hasil panen yang berlimpah di
tahun-tahun mendatang.
Namun melarang
memungut hasil saat mengumpulkan hasil panen di ladang bagi orang Israel adalah
sesuatu yang lain dengan kebiasaan zaman kuno tersebut. Di zaman kuno meninggalkan sesuatu setelah
panen adalah meninggalkannya untuk dewa atau roh-roh di ladang (Lyon, 2006) atau persembahan kepada dewa atau
roh kesuburan (Jackson, 2013). Tetapi pemahamann Israel tidak
seperti kebiasaan orang disekitar Israel itu dimana sikap itu dihubungkan
dengan penyembahan kepada dewa-dewa dan roh-roh (Levinson, 2022).
Orang Israel
meninggalkan sisa panen kepada orang miskin dalam hal ini orang asing, Yatim
dan Janda adalah bentuk perhatian kepada mereka yang membutuhkan pertolongan
dan mengharapkan untuk dapat hidup di tanah Israel. Dan hal itu menunjukkan
spiritualitas mereka sebagai umat milik kepunyaan Tuhan. Dengan kata lain di Israel pemberian kepada orang miskin yaitu
Orang asing (Ger), Anak yatim dan janda itu sama artinya sebagai wujud pemberian kepada Tuhan (Yahweh) (Brueggemann, 2011). Ini menunjukkan bahwa perhatian
terhadap sesama adalah merupakan wujud pemberian hidup kepada Tuhan. Ini sangat
terkait dengan pemahaman bahwa tanah tempat dimana Israel hidup dan menikmati
hasil-hasilnya adalah pemberian Tuhan. Hidup dan mengolah tanah pemberian Tuhan
adalah wujud pertanggungjawaban umat Tuhan (Christopher, 1995). Hal ini pula harus berimplikasi
pada kehidupan bersama dengan orang asing yang juga tinggal bersama mereka di
tanah itu.
Hukum memungut
bagi Israel mengacu pada orang-orang yang melupakan berkas di ladang pada waktu
panen dan meninggalkannya sebagian untuk
diambil oleh orang-orang yang tidak mempunyai tanah di Israel (Brueggemann, 2011). Disini orang asing (Ger) disebut
sebagai pihak yang juga mendapatkan sisa panen tersebut.
Ayat 19:
berkas" (Ibr: mer מֶר). Arti sebenarnya
dari kata tersebut adalah "timbunan", bisa merujuk kepada tumpukan
berkas atau barisan gandum yang terjatuh tertimbun saat dipanen, kemudian
diikat menjadi tumpukan. Dalam
kata "terlupa", artinya adalah hasil panen mencukupi untuk petani,
sehingga sisanya dibagikan kepada orang asing, yatim, dan janda.
Ketentuan ini harus
dibuat supaya dapat memberi makan
orang-orang yang kurang mampu, seperti orang asing, yatim piatu, dan janda. Saat panen ladang, setiap tumpukan yang tidak diambil karena
kesalahan akan menjadi kepemilikan orang asing, anak yatim, dan janda (Craigie, 1976).
Mengambil
sesuatu yang sejenis itu tidak akan dianggap sebagai mencuri. Petani yang baik
hati mungkin secara sengaja merencanakan untuk tidak mengambil beberapa berkas
gandum. Buah zaitun akan jatuh ke tanah setelah pohon zaitun dipukul, kemudian
bisa dikumpulkan. Setelah panen, petani tidak perlu memeriksa setiap cabang dan
memastikan bahwa buahnya telah dikupas; setiap sisa ditinggalkan untuk orang
asing, anak yatim, dan janda. Langkah yang sama harus diterapkan saat
mengumpulkan buah anggur dari pohon anggur (Craigie, 1976). Semangat undang-undang
ini menunjukkan kesadaran yang ada di dalam umat Israel untuk hidup bagi semua
golongan. Dalam Ulangan, ada antisipasi
yang kuat terhadap tanah yang dijanjikan, yang akan segera dimiliki oleh orang
Israel. Mayoritas keluarga Israel akan mendapat jatah sebagian tanah dan
mereka akan memanen hasil tanah, tanaman dan buah-buahan. Namun, beberapa individu yang bukan pemilik tanah mungkin
merasa terpingirkan dalam masyarakat karena tidak terlibat langsung dalam
kepemilikan tanah yang dijanjikan dan diwariskan oleh Tuhan. Hukum ini memastikan
bahwa warga negara asing, anak yatim, seorang janda, meskipun tanpa memiliki
tanah sendiri, masih dapat mendapatkan bagian dari manfaat tanah tersebut. Kelompok ini adalah
kelompok yang paling dapat diuntungkan adalah kelompok orang miskin (Pfeiffer & Harrison, 2001).
Demikian
pula seorang janda adalah orang yang kehilangan pelindung dan penopang ekonomi
dari pihak laki-laki. Oleh karena itu di Israel seorang janda sama sekali tidak
ikut menjadi ahli waris suaminya. Sangat memprihatinkan sebab bila seorang
janda juga tidak memiliki anak, maka harta waris suami akan menjadi milik
keluarga suami. Hal ini berbeda dengan praktik bangsa lain, misalnya Babilonia,
dimana istri juga ikut menerima warisan dari suaminya.
Almanah dalam bahasa
Ibrani adalah janda. Istilah "janda" sering
kali merujuk pada wanita yang tidak hanya kehilangan suaminya tetapi juga tidak
memiliki dukungan finansial, sehingga memerlukan perlindungan hukum secara
khusus. Baik anak yatim dan janda adalah orang-orang yang tidak
mempunyai laki-laki dewasa yang dapat memberikan perlindungan bagi mereka dan
kepada mereka sebenarnya anak yatim atau janda menggantungkan hidupnya. Apalagi
di dunia pengadilan mereka tidak diberi kesempatan dan tidak berhak untuk
melakukan pembelaan terhadap diri sendiri seperti yang dapat dilakukan oleh
laki-laki (Patrick, 2011). Dengan demikian perlindungan
terhadap kelompok orang miskin ini menjadi perhatian orang Israel. Orang Israel
harus memperhatikan mereka. Orang yang
cukup kekayaan dan kekuasaan kiranya melindungi dan menafkahi orang miskin dan
yang tidak berdaya tersebut.
Dengan mengambil
sendiri sisa panen yang sengaja ditinggalkan oleh pemilik kebun untuk orang
asing, anak yatim dan janda, itu juga mengandung arti mereka dapat
mempertahankan kehormatan dan harga diri mereka. Mereka tidak perlu mengemis atau meminta
bantuan Mereka akan menuju ke ladang dan kebun setelah
panen, kemudian bekerja seperti petani untuk mengumpulkan hasil kecil mereka
sendiri seperti biji-bijian dan buah-buahan yang tertinggal di sana. Dan
para petani, yang telah membiarkan beberapa hasil bumi itu, bukan hanya beramal kepada mereka yang kurang
beruntung dari diri mereka sendiri; melainkan mereka mengungkapkan rasa terima
kasih mereka kepada Tuhan, yang telah membawa mereka keluar dari perbudakan di
Mesir dan memberi mereka tanah untuk
mereka diami.
Menarik pula
disini bahwa dengan membiarkan sebagian hasil panen itu tertinggal di ladang
dan diperuntukkan kepada orang asing, yatim dan janda yang kemudian memungut
sisa hasil panen di ladang itu maka mereka ini tidak menjadi kelompok
peminta-minta atau pengemis, melainkan merekapun diajak untuk bekerja dan dapat
menikmati hasil kerja mereka diladang yang ditinggalkan oleh pemiliknya itu.
Dengan demikian martabat mereka sebagai manusia tetap terjaga.
Dan frasa “Haruslah kau ingat bahwa engkaupun dahulu
budak ditanah Mesir…” (Ayat 22), menjadi kunci perikop ini, artinya bahwa
Israel kembali diingatkan tentang kehidupan yang mereka nikmati saat ini adalah
karya Tuhan yang telah membebaskan mereka dari perbudakan mesir.
Demikianlah dari
teks ini kita mendapati bahwa dengan menyebut orang asing (Ger) dalam kelompok
orang miskin ini di Israel untuk mendapatkan perhatian, Taurat hendak mengatakan bahwa seperti anak
Yatim dinegeri orang yaitu di Mesir maka Tuhan menebus Israel sebagai orang
asing dan yang mengalmi kesulitan, demikian pula Dia ingin umat bertindak
terhadap semua orang yang menghadapi kesulitan (Munk, 1970). Tanah Israel menjadi tempat
dimana orang yang melintasinyapun akan merasakan berkat-berkatnya. Namun
demikian orang asing ataupun bangsa-bangsa lain itu harus menanggapi umat
Yahweh dengan bijaksana (Millar, 2000). Dengan kata lain, hidup bijak di
tanah Israel, akan juga menentukan kehidupan mereka yang tinggal di Israel.
Mereka yang datang sebagai orang asing juga diharapkan dapat hidup sebagaimana
orang Israel hidup di tanah Israel. Mereka harus menghormati hukum dan
peraturan-perauran yang berlaku dalam kehidupan umat Tuhan di tanah Israel.
Hidup Bersama Untuk Menghidupkan
Realitas yang
tidak dapat dipungkiri adalah kehadiran orang asing atau pendatang sering
dilihat sebagai kelompok orang yang tidak berhak tinggal dan menetap bersama.
Namun demikian ternyata, kita diajak bahwa perbedaan adalah sebuah kenyataan
hidup. Kita tidak hanya tinggal sendiri berdasarkan satu ragam komunitas.
Tetapi kenyataannya, kita berada bersama dengan orang lain. Ulangan 24:19-22
memberikan pelajaran yang berharga bahwa penerimaan terhadap orang asing adalah
amanat Firman Tuhan. Orang percaya diingatkan bahwa kehidupan yang memberi
pehatian kepada orang lain apalagi sebagai orang asing adalah wujud kasih dari
umat Tuhan. Sebagai Komunitas Yahweh (Qahal YHWH), Israel diingatkan untuk
tidak menindas tetapi memberi ruang dan tempat yang lapang utuk orang asing
hidup.
Demikian juga kita
sebagai orang percaya di tanah Minahasa sebagai warga gereja, kita diingatkan
untuk juga memberikan perhatian kepada orang lain yang bersama dengan kita.
Kehidupan yang menghadirkan kehidupan bagi orang lain adalah panggilan hidup
orang percaya di tanah Minahasa. Bahkan tanah Minahasa harus dipahami sebagai
tanah yang dianugerahkan Tuhan untuk menjadi
tanah dimana setiap orang yang datang dan mendiami diatasnya dapat
merasakan dan memperoleh kehidupan. Tanah Minahasa menjadi tempat dimana setiap
orang dapat menikmati hidup.
Namun demikian
orang pendatangpun sekalipun mungkin awalnya merasa canggung, minder dan bahkan
awalnya mungkin mendapatkan penolakan, harus menunjukkan keseriusannya dalam
kehidupan yang juga dapat berindikasi membangun kehidupan bersama. Dengan kata
lain, orang pendatangpun harus menunjukkan keseriusannya dalam upaya bertahan
hidup lewat bekerja keras dan berusaha membangun kehidupannya, Sebab dengan ia
membangun hidupnya maka hal itu juga berarti dia sementara berkontribusi dalam
membangun kehidupan bersama dan memajukan tempat dimana ia hadir dan berada.
Etos kerja yang
berjalan bersama dengan sikap menghormati kebiasaan dan etos Masyarakat
Minahasa akan menjadikan hidup sebagai pendatang lebih baik, merasa terhormat
dan pasti dipandang sama dan setara sebagai warga gereja dan Masyarakat yang
sama-sama merasa memiliki tanah Minahasa sebagai tanah yang didalamnya hidup
bersama dapat terbangun.
Kesimpulan
Dari apa yang
dipaparkan dalam pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpula; (1) orang
asing di Israel adalah orang dalam kelompok orang miskin yang hidupnya
bergantung dari Orang Israel asli. Orang asing adalah orang yang tidak
mempunyai tanah di israel dan bergantung pada pengasihan orang Israel asli, (2)
orang asing harus menjadi bagian hidup orang Israel asli dimana mereka
diperhatikan dan merasakan kehidupan
bersama. Dan pada saat yang sama pula
orang asing juga harus menaati peraturan dan hukum yang berlaku di Israel, (3)
orang pendatang adalah bagian dari jemaat dan Masyarakat Minahasa yang
membangun kehidupan bersama di tanah Minahasa sebagai tanah yang dianugerahkan
Tuhan untuk menikmati berkat-berkatNya, dan (4) orang pendatang dan orang asli
harus bersama-sama mengembangkan etos kerja yang kuat untuk membangun jemaat
dan Masyarakat yang diberkati di tanah Minahasa.
BIBLIOGRAFI
Brueggemann, W. (2011). Abingdon
Old Testament Commentaries: Deuteronomy. Abingdon Press.
Cairns,
I. J. (1986). Kitab Ulangan, fasal 12-34. BPK Gunung Mulia.
Christopher,
W. (1995). Hidup Sebagai Umat Allah: Etika Perjanjian Lama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Craigie,
P. C. (1976). The book of Deuteronomy. Wm. B. Eerdmans Publishing.
Hendrarso,
E. S. (2007). Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar, dalam Bagong Suyanto dan
Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Kencana.
Jackson,
B. S. (2013). Why the Name New Testament? Melilah: Manchester Journal of
Jewish Studies (1759-1953), 9(1), 50–100.
Levinson,
B. M. (2022). Gerhard von Rad’s Struggle against the Nazification of the Old
Testament. The Betrayal of the Humanities: The University during the Third
Reich.
Lyon,
D. (2006). Old Testament Poetical Books: A Bible Exposition Course for
Zaporozhye Bible College, Ukraine. Clarks Summit University and Baptist
Bible Seminary.
Maftuchah,
F. (2015). Dialog Dan Toleransi (Sebuah Alternatif Dakwah Di Tengah Pluralitas
Agama). KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 9(1), 60–68.
Millar,
G. (2000). Now choose life: Theology and Ethics in Deuteronomy (Vol. 6).
InterVarsity Press.
Moleong,
L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Munk,
E. (1970). The call of the Torah: an anthology of interpretation and
commentary on the five books of Moses. Feldheim.
Osborne,
G. R., & Gani, E. (2012). Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi
Penafsiran Alkitab. Surabaya: Momentum, 283, 290–291.
Patrick,
D. (2011). Old Testament Law. Wipf and Stock Publishers.
Pfeiffer,
C. F., & Harrison, E. F. (2001). Tafsiran Alkitab Wycliffe. Malang:
Gandum Mas.
Copyright
holder: Rivay Bobby Palempung (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is
licensed under: |